39
2 Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015) LAPORAN RESMI ISOLASI MIKROORGANISME DARI SUATU CAMPURAN DAN UJI BIOKIMIA I. Tujuan I.1. Isolasi Mikroorganisme dari Suatu Campuran Mempelajari isolasi mikroorganisme dari suatu campuran dengan teknik cawan gores. I.2. Uji Biokimia a. Uji Biokimia Uji Oksidasi-Fermentasi (O-F Test) Mempelajari kemampuan mikroorganisme dalam mengkatabolisme, apakah berlangsung secara oksidatif atau fermentatif. b. Uji Hidrolisa Hidrolisa Gelatin Menentukan jenis mikroorganisme yang memiliki gelatinase, eksoenzim yang mempunyai kemampuan menguraikan kanji menjadi glukosa. Hidrolisa Lemak Menentukan jenis mikroorganisme yang memiliki lipase, suatu enzim yang mempunyai kemampuan menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Laboratorium Mikrobiologi Teknik Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Isolasi Mikroorganisme dari Suatu Campuran, Uji Biokimia, dan Uji Hidrolisa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

The official report of Isolation of Microorganism, Biochemistry Test, and Hydrolysis Test in Bahasa Indonesia.

Citation preview

28

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)LAPORAN RESMIISOLASI MIKROORGANISME DARI SUATU CAMPURAN DAN UJI BIOKIMIA

I. TujuanI.1. Isolasi Mikroorganisme dari Suatu CampuranMempelajari isolasi mikroorganisme dari suatu campuran dengan teknik cawan gores.I.2. Uji Biokimiaa. Uji Biokimia Uji Oksidasi-Fermentasi (O-F Test)Mempelajari kemampuan mikroorganisme dalam mengkatabolisme, apakah berlangsung secara oksidatif atau fermentatif.b. Uji Hidrolisa Hidrolisa GelatinMenentukan jenis mikroorganisme yang memiliki gelatinase, eksoenzim yang mempunyai kemampuan menguraikan kanji menjadi glukosa. Hidrolisa LemakMenentukan jenis mikroorganisme yang memiliki lipase, suatu enzim yang mempunyai kemampuan menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol.

II. PengamatanII.1. Isolasi Mikroorganisme dari Suatu CampuranMetode Cawan Gores (24 Jam)Hasil Pengamatan

Sektor 0Sektor ISektor IISektor III

Atas keseluruhan

Atas tepi

Permukaan (Samping)

Keterangan : Warna : Diameter : Kepekatan :Putih susu 1 cmPutih susu0,7 cm--Ada bintik putih 0,5 cm

PekatAgak pekat-Agak pekat

Metode Cawan Gores (46 Jam)Hasil Pengamatan

Sektor 0Sektor ISektor IISektor III

Atas keseluruhan

Atas tepi

Permukaan (Samping)

Keterangan : Warna : Diameter : Kepekatan :Putih susu 1,2 cmPekatPutih susu 1,1 cmPekat

Putih susu 0,9 cmAgak pekatPutih susu 0,9 cmAgak pekat

II.2. Uji Biokimia (O-F Test)t = 24 jamMikroorganismeHasil Pengamatan

Aerob (tanpa parafin)Anaerob (dengan parafin)

Blanko

Bacillus subtilis

Rhizopus oligosporus

t = 46 jamMikroorganismeHasil Pengamatan

Aerob (tanpa parafin)Anaerob (dengan parafin)

Blanko

Bacillus subtilis

Rhizopus oligosporus

II.3. Uji HidrolisaHidrolisaMikroorganismeHasil Pengamatan

24 jam46 jam

GelatinBlanko

Zymomonas mobilis

Lemak

Blanko

Bacillus subtilis

Zymomonas mobilis

III. PembahasanIII.1. Isolasi Mikroorganisme dari Suatu CampuranTujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari isolasi mikroorganisme dari suatu campuran dengan teknik cawan gores.Kultur mikroorganisme yang mengandung dua atau lebih spesies disebut dengan kultur campuran. Mengisolasi spesies individual dari suatu sampel campuran umumnya merupakan langkah pertama dalam mengidentifikasi suatu organisme. Teknik isolasi yang umumnya digunakan salah satunya ialah teknik cawan gores. Dalam metode isolasi cawan gores, sampel bakteri, selalu diasumsikan sebagai kultur campuran) digoreskan di atas permukaan medium agar pada cawan petri. Pada penggoresan, densitas sel akan terus berkurang, yang pada akhirnya sel-sel individual akan terbentuk terpisah pada permukaan agar. Sel-sel yang sudah cukup terisolasi akan tumbuh menjadi koloni yang hanya mengandung tipe sel yang asli.(Leboffe, 2010)Pada praktikum ini, jenis mikroorganisme yang digunakan pada suspensi campuran adalah bakteri Bacillus subtilis dan Zymomonas subtilis. Media yang digunakan adalah media NBA (Nutrient Broth Agar), yaitu medium semi-padat yang tersusun dari ekstrak daging sebanyak 5 g/L, pepton dari jaringan hewan sebanyak 10 g/L, air terdistilasi sebanyak 1 L, NaCl sebanyak 5 g/L, dan 1,5% agar yang digunakan untuk kultur bakteri pada rentang pH 7,4 0,2.(Natasha, 2014)Langkah pertama dari praktikum ini adalah membagi dasar cawan petri menjadi empat sektor, yaitu sektor 0, sektor I, sektor II, dan sektor III.

I 0IIIII

Gambar III.1. Pembagian dasar cawan petri menjadi empat sektorArea sektor 0 dibuat lebih kecil agar lebih efektif dalam penggunaan media agar pada cawan petri.(Harley, 2002)Kemudian media NBA dituangkan pada cawan petri. Media NBA digunakan sebagai sumber energi dan nutrisi untuk mikroorganisme yang digunakan pada praktikum ini, karena mikroorganisme yang digunakan adalah bakteri, dimana bakteri tumbuh dengan baik pada media yang mengandung ekstrak daging, pepton, dan jaringan hewani. Sifat koloidal dari agar tidak terpengaruh oleh sterilisasi ataupun kegiatan kebanyakan mikroorganisme, tetapi reaksi dari medium menghasilkan pengaruh yang lumayan besar pada kemampuan mengagarnya. Sifat dari agar-agar yang menyebabkan media ini sering digunakan adalah titik leleh dan padatnya yang ganjil. Saat disuspensi dalam air, agar-agar tidak mencair sebelum mencapai suhu mendekati mendidih (96-98oC), tetapi ketika disuspensi dalam larutan, agar tidak akan memadat sebelum suhu turun hingga 42oC. Pada suhu di bawah 39oC, agar-agar memadat dengan konsistensi seperti jelly.(Levine, 1959)Setelah media NBA dituangkan pada cawan petri, cawan petri dibungkus dengan kertas coklat dengan sisi yang licin berada di luar dan yang kasar berada di dalam. Hal ini dimaksudkan agar uap air pada saat pensterilan dalam autoklaf tidak membasahi media. Cawan petri yang sudah dibungkus dengan kertas coklat kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf selama 30 menit dengan suhu 121oC dan tekanan 15 lb/in2 (5 kg/cm2). Suhu 121oC digunakan karena organisme seperti yeast, mold, bakteri dan virus mati pada suhu tersebut, dengan rincian sel vegetatif yeast, mold, bakteri dan virus berturut-turut mati pada 5 menit suhu 50-60oC, 30 menit suhu 62oC, 10 menit suhu 60-70oC, dan 30 menit suhu 60oC. Untuk membunuh spora, dibutuhkan suhu 121oC. Spora yeast, mold, dan bakteri berturut-turut mati pada 5 menit suhu 70-80oC, 30 menit suhu 80oC, dan 0,5-12 menit pada 121oC. (Prescott, 2002)Autoklaf merupakan ruang uap berdinding rangkap yang diisi dengan uap jenuh bebas udara dan dipertahankan pada suhu uap jenuh. Apabila masih ada udara, maka suhu di dalam ruang tersebut akan turun jauh di bawah suhu yang dicapai oleh uap jenuh murni pada tekanan yang sama. Suhu tinggi uap tersebut yang mematikan mikroorganisme. Tekanan uap yang tinggi hanya memungkinkan dicapainya suhu di atas titik didih air (100oC). Waktu yang diperlukan bergantung pada sifat bahan, tipe wadah, dan volume bahan yang disterilkan. Beberapa bahan tertentu mempunyai ciri-ciri yang membuatnya tidak praktis untuk disterilkan dengan autoklaf, yaitu zat-zat yang tidak bercampur dengan air, seperti lemak dan minyak tidak dapat ditembus uap sehingga organisme-organisme didalamnya akan bertahan hidup, serta substansi yang berubah atau rusak bila terkena suhu tinggi.(Pelczar, 2009)Setelah sterilisasi di dalam autoklaf selesai, cawan petri dikeluarkan dan didiamkan hingga agar memadat. Selain itu, cawan petri didiamkan untuk menurunkan suhu media di dalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kematian dari mikroorganisme yang akan diinokulasi, karena mikroorganisme akan mengalami kematian pada suhu yang tinggi, mengingat suhu cawan petri dan tabung reaksi yang baru saja keluar dari autoklaf sangat tinggi, yaitu 121oC. (Pelczar, 2009)Cawan petri yang dibiarkan hingga suhunya turun tersebut akan diinokulasi dengan suspensi bakteri yang terdiri dari bakteri Zymomonas mobilis dan bakteri Bacillus subtilis. Bakteri Zymomonas mobilis mati pada suhu 60oC, maka dari itu suhu media yang akan diinokulasi tidak boleh lebih dari 60oC.(Swings, 1977)Berbeda dengan bakteri Zymomonas mobilis yang mati pada suhu 60oC, bakteri Bacillus subtilis masih dapat bertahan hidup pada suhu 121oC. Tetapi suhu saat bakteri tersebut tumbuh optimal adalah 25-35oC.(https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Bacillus_subtilis)Kemudian, inokulasi suspensi bakteri dalam incase dilakukan. Inokulasi dilakukan di dalam incase agar media tidak terkontaminasi oleh bakteri dari lingkungan luar yang dapat mengganggu pertumbuhan bakteri yang diinginkan. Langkah inokulasi yang dilakukan pertama kali adalah mensterilkan jarum ose. Jarum ose adalah alat untuk menggoreskan mikroorganisme pada media. Cara mensterilkan jarum ose cukup dengan memanaskannya di atas api bunsen hingga membara (kawat berwarna merah). Jarum ose tidak dapat disterilkan di dalam autoklaf karena jarum ose dapat berubah bentuk karena suhu dalam autoklaf yang tinggi, sehingga kawat mengalami deformasi. Metode sterilisasi ini disebut dengan pemanasan. Bila mensterilkan jarum ose, haruslah dijaga agar tidak terjadi percikan, karena kemungkian besar sebagian dari percikan itu mengandung organisme yang masih hidup. Maka, untuk menghindari percikan ini, setelah dicuci jarum ose harus segera dikeringkan sehingga saat dipanaskan pada api tidak akan menimbulkan percikan.(Pelczar, 2009)Kemudian tabung reaksi berisi suspensi bakteri diletakkan di tangan yang tidak dominan, lalu dengan jari kelingking dan jari manis tangan yang dominan sumbat kapas dari tabung reaksi tersebut dibuka. Permukaan ujung tabung reaksi tersebut kemudian dipanaskan di atas api bunsen, tetapi tidak sampai berwarna merah atau berpijar seperti jarum ose. Jarum ose yang tadinya sudah disterilkan dengan cara pembakaran di atas api bunsen didinginkan dengan cara diangin-anginkan perlahan selama beberapa detik untuk menghindari kontak langsung mikroorganisme dengan suhu panas yang dapat menyebabkan kematian mikroorganisme. Jarum ose yang sudah didinginkan tadi dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi suspensi bakteri dan jarum ose dimasukkan ke dalam suspensi hingga ke dasar tabung reaksi, lalu jarum ose ditarik keluar dari tabung reaksi tersebut. Dalam menarik jarum ose keluar harus berhati-hati agar lup dari jarum ose tidak mengenai permukaan ujung tabung reaksi sehingga menyebabkan mikroorganisme yang ada di lup jarum ose tersebar akibat efek getaran jarum ose yang mengenai permukaan ujung tabung reaksi. Permukaan ujung tabung reaksi yang berisi suspensi bakteri kembali dipanaskan di atas api bunsen, untuk menghindari adanya mikroorganisme yang tersebar akibat efek getaran jarum ose yang mungkin mengenai permukaan ujung tabung reaksi. Tabung kemudian ditutup kembali dengan sumbat kapas. Pinggiran dari cawan petri yang akan diinokulasi dipanaskan secara memutar pada api bunsen. Dengan berhati-hati, tutup cawan petri diangkat sedikit, menghindari banyaknya kontaminasi dari mikroba lain dari lingkungan luar. Kemudian jarum ose yang sudah mengandung suspensi bakteri digoreskan perlahan di atas media agar pada sektor 0 dengan bentuk zigzag yang agak rapat agar bakteri yang terinokulasi semakin banyak dan densitasnya terlihat besar. Kemudian jarum ose dikeluarkan dari cawan petri dan cawan petri ditutup kembali. Jarum ose kembali dipanaskan di atas api bunsen. Hal ini dimaksudkan agar bakteri yang sebelumnya berada pada jarum ose berkurang, sehingga terjadi pengenceran atau pengurangan konsentrasi bakteri pada jarum ose. Hal ini diulangi pada penggoresan pada sektor I, II, dan III. Pada saat penggoresan harus berhati-hati agar tidak menggores agar terlalu dalam, karena pertumbuhan mikroorganisme menjadi tidak beraturan. Setelah menggores dengan jarum ose, jarum ose ditarik keluar dengan hati-hati agar tidak mengenai pinggiran cawan petri yang dapat menciptakan efek getaran dari jarum ose dan menyebabkan microorganism aerosol. Pinggiran cawan petri dipanaskan kembali untuk menghindari kemungkinan tersebarnya mikroorganisme yang tidak merata akibat jarum ose yang mengenai pinggiran cawan petri. Jarum ose yang sudah digunakan kemudian dipanaskan kembali untuk mensterilkan dari mikroorganisme sebelumnya. (Leboffe, 2010)Cawan petri yang sudah diinokulasi tadi kembali dibungkus dengan kertas coklat dan dimasukkan dalam inkubator pada posisi terbalik. Hal ini bertujuan agar tidak ada uap air yang menetes ke media agar di cawan petri yang dapat membuat proses pembiakan terkontaminasi. Inkubasi dilakukan selama minimal 24 jam pada suhu 30oC dalam keadaan anaerob. Inkubasi dilakukan untuk menumbuhkan bakteri dengan kemungkinan kontaminasi yang sangat kecil, karena keadaannya yang tertutup dari lingkungan sekitar.Pada pengamatan 24 jam, muncul koloni bakteri pada bekas goresan. Terlihat koloni tumbuh paling banyak di sektor 0 dan koloni paling sedikit di sektor III. Jika dilihat dari atas keseluruhan dan atas tepi, koloni terlihat seperti serangkaian bulatan. Sedangkan jika dilihat dari permukaan samping, tekstur koloni agak bergelombang. Di sektor 0, koloni berwarna putih susu pekat dengan diameter 1 cm. Di sektor I, koloni berwarna putih susu agak pekat berdiameter 0,7 cm. Di sektor II, belum ada bakteri yang tumbuh. Pada sektor III, terdapat dua buah bintik putih susu berdiameter 0,5 cm. Pada pengamatan 46 jam, pertumbuhan koloni terlihat semakin pesat. Koloni tumbuh semakin banyak dengan diameter semakin besar di tiap sektor. Sektor 0, I, dan II terlihat lebih pekat dibanding sektor III. Dilihat dari atas keseluruhan dan atas tepi, koloni terlihat seperti serangkaian oval dan bergerigi. Dilihat dari permukaan samping, tekstur koloni terlihat bergelombang. Di sektor 0, koloni berwarna putih susu pekat dengan diameter 1,2 cm. Di sektor I, koloni berwarna putih susu pekat berdiameter 1,1 cm. Di sektor II, koloni berwarna putih susu agak pekat berdiameter 0,9 cm, namun bakteri hanya tumbuh pada pangkal penggoresan pada sektor II. Sedangkan dua buah bintik putih susu di sektor III diameternya semakin besar dan semakin pekat dengan diameter 0,9 cm. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, bakteri terisolasi pada sektor III, karena pengenceran suspensi bakteri semakin besar (konsentrasi lebih kecil) jika dibandingkan dengan sektor 0, I, dan II. Pengenceran yang semakin besar ini disebabkan oleh terbunuhnya beberapa bakteri yang ada pada jarum ose pada saat pemanasan di atas api bunsen setelah menggores pada sektor 0, I, dan II. Ada kemungkinan bahwa bakteri yang terisolasi pada sektor III adalah Bacillus subtilis, karena jika diamati dari koloninya berwarna putih susu, menyebar, dan datar. Menurut literatur, koloni B. subtilis berbentuk besar, tumpul, dan datar. Maka dari itu, koloni yang diamati pada cawan petri sesuai dengan literatur.(Dworkin, 2006)Bakteri Zymomonas mobilis tidak terisolasi pada isolasi mikroorganisme menggunakan metode cawan gores ini. Hal ini disebabkan tidak ada tanda-tanda keberadaan bakteri ini pada sektor III. Menurut literatur, bakteri Zymomonas mobilis tidak tumbuh dengan baik pada media nutrient broth, cair maupun agar. Selain itu, koloni bakteri Zymomonas mobilis memiliki sifat lentikular (bikonveks), konsistensinya seperti butter, dan berwarna putih atau krem.(Swings, 1977)

III.2. Uji BiokimiaA. Uji BiokimiaUji biokimia yang dilakukan pada praktikum ini adalah uji oksidasi fermentasi (O-F Test). Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari kemampuan mikroorganisme dalam mengkatabolisme, apakah berlangsung secara oksidatif atau fermentatif. Pada jalan oksidasi, karbohidrat secara langsung dioksidasi menjadi piruvat dan kemudian diubah menjadi karbon dioksida dan energi melalui siklus Krebs dan rantai transport elektron (electron transport chain (ETC)). Molekul anorganik seperti oksigen dibutuhkan sebagai penerima elektron terakhir. Fermentasi juga mengubah karbohidrat menjadi piruvat, tetapi piruvat digunakan untuk memproduksi satu atau lebih asam.(Leboffe, 2010)Langkah pertama pada percobaan ini ialah mengisi empat buah tabung reaksi dengan media Hugh-Leifson. Media ini mengandung perbandingan gula yang tinggi terhadap pepton untuk mengurangi kemungkinan bahwa produk basa dari penggunaan pepton akan menetralisir asam lemah yang dihasilkan oleh proses oksidasi dari karbohidrat. Indikator Bromthymol blue, yang berwarna kuning pada pH 6,0 dan hijau pada pH 7,1 ditambahkan sebagai indicator pH. Agar dengan konsentrasi rendah membuat media ini menjadi semi padat yang dapat menjadi parameter motilitas.(Leboffe, 2010)Tabung reaksi berisi media Hugh-Leifson disumbat dengan sumbat kapas yang berfungsi untuk mencegah keluar masuknya mikroorganisme. Kapas yang kering lebih diutamakan dan merupakan penghalang yang sempurna untuk mikroorganisme, karena cukup untuk menghalangi mikroorganisme untuk masuk atau keluar namun udara tetap bisa bersirkulasi. (Levine, 1959)Tabung reaksi berisi media Hugh-Leifson yang sudah diberi sumbat kapas kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf selama 30 menit dengan suhu 121oC dan tekanan 15 lb/in2 (5 kg/cm2). Autoklaf merupakan ruang uap berdinding rangkap yang diisi dengan uap jenuh bebas udara dan dipertahankan pada suhu uap jenuh. Apabila masih ada udara, maka suhu di dalam ruang tersebut akan turun jauh di bawah suhu yang dicapai oleh uap jenuh murni pada tekanan yang sama. Suhu tinggi uap tersebut yang mematikan mikroorganisme. Tekanan uap yang tinggi hanya memungkinkan dicapainya suhu di atas titik didih air (100oC). Waktu yang diperlukan bergantung pada sifat bahan, tipe wadah, dan volume bahan yang disterilkan. Beberapa bahan tertentu mempunyai ciri-ciri yang membuatnya tidak praktis untuk disterilkan dengan autoklaf, yaitu zat-zat yang tidak bercampur dengan air, seperti lemak dan minyak tidak dapat ditembus uap sehingga organisme-organisme didalamnya akan bertahan hidup, serta substansi yang berubah atau rusak bila terkena suhu tinggi.(Pelczar, 2009)Setelah disterilkan di dalam autoklaf, tabung reaksi berisi media Hugh-Leifson didiamkan beberapa waktu hingga media memadat pada posisi vertikal. Selain itu, tabung reaksi didiamkan untuk menurunkan suhu media di dalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kematian dari mikroorganisme yang akan diinokulasi, karena mikroorganisme akan mengalami kematian pada suhu yang tinggi, mengingat suhu cawan petri dan tabung reaksi yang baru saja keluar dari autoklaf sangat tinggi, yaitu 121oC. (Pelczar, 2009)Tabung reaksi berisi media Hugh-Leifson yang telah didiamkan hingga suhunya menurun tersebut kemudian diinokulasi dengan jamur Rhizopus oligosporus dan bakteri Bacillus subtilis. Jamur Rhizopus oligosporus mati pada suhu 62oC. Maka dari itu, suhu media tidak boleh melebihi 62oC agar jamur dapat tumbuh dan hidup.(Prescott, 2002)Berbeda dengan jamur R. oligosporus yang hanya dapat hidup pada suhu maksimal 62oC, bakteri Bacillus subtilis masih dapat bertahan hidup pada suhu 121oC. Namun suhu optimal pertumbuhan bakteri tersebut adalah 25-35oC. (https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Bacillus_subtilis)Selanjutnya media dalam tabung reaksi tersebut diinokulasi dengan bakteri Bacillus subtilis dan jamur Rhizopus oligosporus dengan metode stab. Langkah inokulasi yang dilakukan pertama kali adalah mensterilkan jarum ose. Jarum ose adalah alat untuk menginokulasikan mikroorganisme pada media. Cara mensterilkan jarum ose cukup dengan memanaskannya di atas api bunsen hingga membara (kawat berwarna merah). Jarum ose tidak dapat disterilkan di dalam autoklaf karena jarum ose dapat berubah bentuk karena suhu dalam autoklaf yang tinggi, sehingga kawat mengalami deformasi. Metode sterilisasi ini disebut dengan pemanasan. Bila mensterilkan jarum ose, haruslah dijaga agar tidak terjadi percikan, karena kemungkian besar sebagian dari percikan itu mengandung organisme yang masih hidup. Maka, untuk menghindari percikan ini, setelah dicuci jarum ose harus segera dikeringkan sehingga saat dipanaskan pada api tidak akan menimbulkan percikan.(Pelczar, 2009)Kemudian tabung reaksi berisi biakan murni diletakkan di tangan yang tidak dominan, lalu dengan jari kelingking dan jari manis tangan yang dominan sumbat kapas dari tabung reaksi tersebut dibuka. Permukaan ujung tabung reaksi tersebut kemudian dipanaskan di atas api bunsen, tetapi tidak sampai berwarna merah atau berpijar seperti jarum ose. Jarum ose yang tadinya sudah disterilkan dengan cara pembakaran di atas api bunsen didinginkan dengan cara diangin-anginkan perlahan selama beberapa detik untuk menghindari kontak langsung mikroorganisme dengan suhu panas yang dapat menyebabkan kematian mikroorganisme. Jarum ose yang sudah didinginkan tadi dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi biakan murni dan biakan murni di dalamnya disentuh sedikit saja dengan jarum ose, lalu jarum ose ditarik keluar dari tabung reaksi tersebut. Dalam menarik jarum ose keluar harus berhati-hati agar lup dari jarum ose tidak mengenai permukaan ujung tabung reaksi sehingga menyebabkan mikroorganisme yang ada di lup jarum ose tersebar akibat efek getaran jarum ose yang mengenai permukaan ujung tabung reaksi. Permukaan ujung tabung reaksi yang berisi biakan murni kembali dipanaskan di atas api bunsen, untuk menghindari adanya mikroorganisme yang tersebar akibat efek getaran jarum ose yang mungkin mengenai permukaan ujung tabung reaksi. Tabung kemudian ditutup kembali dengan sumbat kapas. Lalu tabung reaksi yang berisi media Hugh-Leifson diambil dan diletakkan di tangan yang tidak dominan, dan dengan jari kelingking dan jari manis tangan yang dominan sumbat kapas dari tabung reaksi tersebut dibuka. Permukaan ujung tabung reaksi tersebut kemudian dipanaskan di atas api bunsen, tetapi tidak sampai berwarna merah atau berpijar seperti jarum ose. Jarum ose yang sudah mengandung biakan murni tadi dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi media agar, lalu ditusukkan hingga dasar media. Bakteri Bacillus subtilis dan jamur Rhizopus oligosporus masing-masing diinokulasikan pada dua buah tabung reaksi berisi media Hugh-Leifson. Setelah ditusukkan, jarum ose ditarik keluar dengan hati-hati agar tidak mengenai permukaan ujung tabung reaksi sehingga menciptakan efek getaran oleh jarum ose yang menyebabkan microorganism aerosol, yaitu peristiwa tersebarnya mikroorganisme yang dikandung pada jarum ose ketika jarum ose mengenai permukaan ujung tabung reaksi sehingga tercipta efek getaran pada jarum ose. Setelah itu permukaan ujung tabung reaksi disterilkan kembali di atas api bunsen untuk menghindari adanya mikroorganisme yang tersebar akibat efek getaran jarum ose yang mungkin mengenai permukaan ujung tabung reaksi. Sesegera mungkin tabung reaksi yang berisi inokulum ditutup kembali dengan sumbat kapas untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari lingkungan luar. Jarum ose kemudian disterilkan di atas api bunsen hingga berpijar merah agar steril ketika digunakan untuk mengambil mikroorganisme lainnya. Salah satu tabung reaksi yang sudah diinokulasi dengan bakteri B. subtilis dan satu tabung reaksi yang sudah diinokulasi dengan jamur R. oligosporus ditambahkan dengan parafin untuk menciptakan lingkungan yang anaerob.(Leboffe, 2010)Tabung reaksi yang sudah diinokulasi tadi kembali ditutup dengan sumbat kapas. Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 30oC dalam keadaan anaerob. Inkubasi dilakukan untuk menumbuhkan bakteri dengan kemungkinan kontaminasi yang sangat kecil, karena keadaannya yang tertutup dari lingkungan sekitar.Pada pengamatan 24 jam, terjadi perubahan warna dari warna kecoklatan menjadi warna kuning pada kedua inokulum R. oligosporus (pada keadaan aerob dan anaerob). Perubahan warna yang terjadi menandakan bahwa telah terjadi proses fermentasi pada tabung reaksi tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur, dimana jamur R. oligosporus mengalami fermentasi asam laktat pada pembuatan tempe dan merupakan starter culture pada pembuatannya. (Babu, 2009)Karena R. oligosporus mengalami fermentasi, maka juga mengalami oksidasi, yaitu pada proses glikolisis sebelum terjadinya fermentasi. Sebelum mengalami fermentasi, R. oligosporus mengalami proses glikolisis, dimana di dalamnya terjadi oksidasi dari gliseraldehid 3-fosfat menjadi 1,3-bisfosfogliserat. Pada keaadaan anaerob, NADH yang dihasilkan pada oksidasi gliseraldehid 3-fosfat menjadi 1,3-bisfosfogliserat tidak dioksidasi oleh ETC karena tidak ada penerima elektron eksternal yang tersedia. Namun, NADH harus dioksidasi kembali menjadi NAD+, jika tidak maka oksidasi gliseraldehid 3-fosfat akan berhenti dan proses glikolisis akan berhenti pula. Hal ini dapat diselesaikan dengan memperlambat atau memberhentikan aktifitas piruvat dehidrogenase dan menggunakan piruvat atau salah satu dari turunannya sebagai penerima elektron dan hydrogen untuk reoksidasi NADH pada proses fermentasi.

Gambar III.2. Proses glikolisis yang dilanjutkan dengan fermentasi dengan reoksidasi NADH. Namun, pada kedua inokulum B. subtilis (aerob dan anaerob) tidak terjadi perubahan warna, yang berarti bakteri B. subtilis belum mengalami oksidasi maupun fermentasi (belum mengalami katabolisme).(Prescott, 2002)Pada pengamatan 46 jam, perubahan warna pada kedua inokulum R. oligosporus semakin nampak. Hal ini menandakan bahwa asam laktat yang dihasilkan dari fermentasi asam laktat semakin banyak dan menurunkan pH. Pada kedua inokulum B. subtilis tidak terjadi perubahan warna. Hal ini menandakan bahwa tidak terjadi oksidasi maupun fermentasi (tidak mengalami katabolisme). Hal ini tidak sesuai dengan literatur, karena semua makhluk hidup mengalami proses katabolisme, baik oksidasi maupun fermentasi, untuk mengasilkan energi dalam bentuk ATP. Sehingga dapat dikatakan bahwa bakteri Bacillus subtilis telah dalam keadaan mati atau pada fase kematian. Hal ini disebabkan oleh media yang suhunya masih lebih hangat dari suhu badan. Suhu tubuh manusia normalnya 37oC, sedangkan media yang digunakan saat dipegang masih lebih hangat, maka suhunya di atas 37oC. Telah diketahui bahwa bakteri Bacillus subtlis hidup optimal pada suhu 25 hingga 35oC, maka suhu media sudah melampaui suhu 35oC. Seharusnya, bakteri Bacillus subtilis merupakan mikroorganisme yang oksidatif.(www.microbelibrary.org/...)B. Uji Hidrolisa1. Hidrolisa GelatinTujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan jenis mikroorganisme yang memiliki gelatinase, eksoenzim yang mempunyai kemampuan menguraikan kanji menjadi glukosa.Gelatin adalah protein yang diturunkan dari kolagen (komponen dari jaringan penyambung vertebrata). Gelatinase terdiri dari sekelompok enzim ekstraselular yang diproduksi dan disekresi oleh beberapa mikroorganisme untuk menghidrolisa gelatin. Selanjutnya, sel dapat mengambil asam amino individual dan menggunakannya untuk tujuan metabolik. Hidrolisis bakterial dari gelatin terjadi pada dua reaksi berurutan.

Gambar III.3. Hidrolisa gelatinKeberadaan gelatinase dapat dideteksi menggunakan nutrien gelatin, sebuah media tes sederhana yang tersusun dari gelatin, pepton, dan ekstrak daging. Nutrien gelatin berbeda dengan media padat lainnya. Perbedaannya terletak pada agen pemadat yang juga substrat untuk aktivitas enzimatik. Berikutnya, saat sebuah tabung reaksi berisi nutrien gelatin diinokulasi dengan metode tusuk dengan organisme yang mengandung gelatinase, gelatinase yang disekresi akan mencairkan medianya. Organisme yang tidak mengandung gelatinase tidak akan menyekresi enzim tersebut dan tidak mencairkan medianya. Kerugian dari nutrien gelatin adalah media tersebut mencair pada suhu 28oC. Maka, inokulum diinkubasi pada suhu 25oC bersama dengan media kontrol yang tidak diinokulasi (blanko) untuk memastikan bahwa pencairan tidak bergantung pada suhu.(Leboffe, 2010)Langkah pertama dari percobaan ini adalah mengisi tabung reaksi dengan media gelatin hingga dari tinggi tabung reaksi. Tabung reaksi yang berisi media tersebut kemudian disumbat ujungnya dengan sumbat kapas. Setelah itu barulah disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 30 menit dengan tekanan 15 lb/in2. Setelah disterilkan di dalam autoklaf, tabung reaksi berisi media didiamkan beberapa saat hingga suhunya menurun, Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kematian dari mikroorganisme yang akan diinokulasi, karena mikroorganisme akan mengalami kematian pada suhu yang tinggi, mengingat suhu cawan petri dan tabung reaksi yang baru saja keluar dari autoklaf sangat tinggi, yaitu 121oC. (Pelczar, 2009)Tabung reaksi berisi media gelatin yang telah didiamkan hingga suhunya turun tersebut diinokulasi dengan bakteri Zymomonas mobilis. Bakteri Zymomonas mobilis mati pada suhu 60oC. Maka suhu media yang akan diinokulasi tidak boleh lebih dari suhu tersebut agar bakteri dapat tumbuh dan hidup.(Swings, 1977)Inokulasi aseptik dilakukan dengan metode tusuk, walaupun media yang digunakan tidak padat atau semi-padat, melainkan cair. Jarum ose harus mencapai dasar media agar bakteri yang terinokulasi tumbuh merata pada media. Sesegera mungkin tabung reaksi yang telah diinokulasi disumbat dengan sumbat kapas untuk menghindari kontaminasi dari lingkungan luar. Inokulum kemudian diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 30oC. Di dalam inkubator, media gelatin tetap cair karena suhunya di atas 28oC.(Leboffe, 2010)Pengujian dilakukan dengan merendam inokulum yang telah diinkubasi selama 48 jam di dalam ice bath dengan kisaran suhu 0-4oC. Namun, media gelatin pada blanko dan yang diinokulasi bakteri Z. mobilis tidak membeku. Jika media gelatin yang diinokulasi dengan Z. mobilis tetap cair, maka bakteri tersebut mengandung gelatinase. Tetapi, media gelatin blanko juga tetap cair. Hal ini dikarenakan penambahan gelatin pada media nutrient broth cair sebelum media nutrient broth cair dimasukkan ke dalam autoklaf, sehingga sifat fisis dari media gelatin tidak sesuai dengan yang seharusnya. Gelatin yang merupakan protein turunan dari kolagen, maka jika terkena suhu di atas 37,5oC, protein akan mengalami denaturasi. (Zhang, 2009)Menurut literatur, bakteri Zymomonas mobilis tidak mengandung gelatinase, yang berarti seharusnya media gelatin yang diinokulasi dengan Zymomonas mobilis menjadi padat. Maka dapat dipastikan bahwa tetapnya fase cair pada media gelatin disebabkan oleh denaturasi gelatin dalam autoklaf.(Swings, 1977)

2. Hidrolisa LemakTujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan jenis mikroorganisme yang memiliki lipase, suatu enzim yang mempunyai kemampuan menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol.Enzim yang menghidrolisa lemak disebut dengan lipase. Bakteri dapat dibedakan berdasarkan kemampuannya untuk memproduksi dan menyekresi lipase. Lemak sederhana diketahui sebagai trigliserida, atau triasil-gliserol. Trigliserida tersusun dari gliserol dan tiga rantai panjang asam lemak. Karena tributirin terlalu besar untuk masuk ke dalam sel, maka lipase dilepaskan untuk memecahnya sebelum diserap oleh sel. Setelah lipolisis (hidrolisa lemak), gliserol dapat diubah menjadi dihidroksiaseton fosfat, sebuah perantara dalam glikolisis. Asam lemak dikatabolismekan oleh prosess yang disebut dengan oksidasi-. Dua pecahan karbon dari asam lemak digabungkan dengan Koenzim-A untuk memproduksi Asetil-KoA, yang dapat digunakan dalam siklus Krebs untuk menghasilkan energi. Setiap Asetil-KoA yang dihasilkan dalam proses ini juga menghasilkan satu NADH dan satu FADH2 (koenzim penting dalam ETC). Gliserol dan asam lemak dapat digunakan secara alternative dalam jalan anabolik. Agar tributirin (media NBA ditambah dengan minyak tributirin) adalah media yang digunakan.(Leboffe, 2010)Langkah pertama yang dilakukan adalah mengisi mencampurkan media NBA sebanyak volume tabung reaksi dengan 3-4 tetes minyak nabati dalam tabung reaksi. Pencampuran ini menghasilkan media agar tributirin. Pencampuran dilakukan dengan cara mengapit tabung reaksi dengan kedua tangan lalu menggulingkannya perlahan dengan memajukan dan memundurkan kedua tangan secara bergantian. Kemudian media agar tributirin tersebut dituangkan ke dalam cawan petri yang telah dibagi menjadi dua bagian sama besar. Cawan petri kemudian dibungkus dengan kertas coklat terlebih dahulu, kemudian disterilkan di dalam autoklaf selama 30 menit dengan suhu 121oC dan tekanan 15 lb/in2. Setelah sterilisasi dalam autoklaf selesai, cawan petri dikeluarkan dan didiamkan beberapa saat hingga media memadat dan suhu media menurun, untuk menghindari kematian mikroorganisme karena suhu keluar autoklaf yang tinggi, yaitu 121oC. (Pelczar, 2009)Cawan petri yang telah didiamkan sejenak hingga suhu menurun kemudian diinokulasi dengan bakteri Zymomonas mobilis dan Bacillus subtilis. Bakteri Zymomonas mobilis mati pada suhu 60oC. Maka suhu media tidak boleh melebihi suhu tersebut agar bakteri Zymomonas mobilis dapat tumbuh dan hidup.(Swings, 1977)Berbeda dengan bakteri Zymomonas mobilis yang mati pada suhu 60oC, bakteri Bacillus subtilis masih dapat bertahan hidup pada 121oC. Namun suhu optimal pertumbuhannya adalah 25-35oC. (https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Bacillus_subtilis)Setelah media memadat dan suhunya menurun, media diinokulasi dengan bakteri B. subtilis di salah satu sisi dari cawan petri dan Z mobilis di sisi lainnya. Inokulasi aseptik menggunakan metode gores yang dilakukan secara zigzag agar bakteri yang tumbuh banyak dan merata. Setelah diinokulasi, cawan petri dibungkus dengan kertas coklat dan dimasukkan ke dalam inkubator selama 48 jam dengan suhu 30oC. Setelah 48 jam, inokulum diberikan larutan CuSO4 dan didiamkan 10-30 menit. Penambahan larutan CuSO4 dimaksudkan sebagai indikator terhidrolisanya trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol.

Gambar III.4. Reaksi hidrolisa trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak.(Harley, 2002)Pada percobaan yang telah dilakukan, tidak terjadi perubahan warna pada bakteri B. subtilis dan Z. mobilis. Justru media yang berubah warna menjadi hijau kebiruan pada saat penambahan CuSO4. Warna hijau kebiruan itu berasal dari ion Cu2+ dari pengionan CuSO4. Warna pada media ini sama dengan warna blanko yang sudah ditambahi larutan CuSO4. Hal ini menandakan bahwa lemak dari minyak yang ditambahkan pada media tidak terhidrolisis oleh bakteri. Menurut literatur, bakteri B. subtilis memiliki enzim lipase. Bakteri B. subtilis kemungkinan besar sudah berada pada fase kematian, karena bakteri tersebut tidak dapat mensekresi enzim lipase untuk memecah trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol. Bakteri B. subtilis dapat dikatakan telah berada pada fase kematian karena disebabkan oleh media yang suhunya masih lebih hangat dari suhu badan. Suhu tubuh manusia normalnya 37oC, sedangkan media yang digunakan saat dipegang masih lebih hangat, maka suhunya di atas 37oC. Telah diketahui bahwa bakteri Bacillus subtlis hidup optimal pada suhu 25 hingga 35oC, maka suhu media sudah melampaui suhu 35oC.(Dworkin, 2006)Berkebalikan dengan bakteri B. subtilis yang memiliki enzim lipase, bakteri Zymomonas mobilis tidak memiliki enzim lipase. Hal ini sesuai dengan hasil yang menunjukkan bahwa tidak ada perubahan warna pada bakteri Zymomonas mobilis yang diinokulasi.(Swings, 1977)

IV. Jawaban PertanyaanA. Isolasi Mikroorganisme dari Suatu Campuran1. Bagaimanakah keadaan media pembanding (blanko)? Apakah kegunaannya?Media pembanding bersih, tidak terkontaminasi mikroorganisme apapun. Kegunaan blanko adalah sebagai pembanding media murni (tidak ditumbuhi bakteri) dengan media yang ditumbuhi bakteri, dimana semua variabel, kecuali variabel eksperimen, dalam keadaan tetap.(Leboffe, 2010)2. Setelah melakukan isolasi bakteri dengan metode cawan gores, pada daerah manakah bakteri terisolasi? Bandingkan dengan media pembanding!Bakteri terisolasi pada sektor II. Seharusnya bakteri baru terisolasi pada sektor III. Kemungkinan besar hal ini diakibatkan oleh pembakaran jarum ose yang terlalu lama sehingga mikroorganisme yang berkurang sangat banyak. Pada media pembanding tidak ada bakteri yang tumbuh, karena tidak diinokulasi.3. Apakah permukaan agar yang tidak saudara gores tampak koloni? Jelaskan!Tidak, karena cawan petri yang sudah diinokulasi sebelum dibungkus dengan kertas coklat pinggirnya dibakar terlebih dahulu di atas api bunsen sehingga tidak ada mikroba yang tumbuh pada tempat yang tidak digores. Selain itu, cawan petri dibungkus rapat dengan kertas coklat dengan bagian licin berada diluar, sehingga pada saat pensterilan di autoklaf uap air tidak masuk ke cawan petri dan mengontaminasi media. 4. Apakah keunggulan dan kekurangan dari dua metode di atas?Metode cawan gores :Keuntungan : Menghemat waktu dan bahan.Kekurangan : Teknik ini lebih sulit karena membutuhkan teknik penggoresan yang baik sehingga mikroorganisme terisolasi dengan sempurna, serta banyak mikroorganisme yang masih tersangkut pada jarum ose saat penggoresan.Metode cawan tuang :Keuntungan : Tidak membutuhkan kemampuan khusus dan lebih tepat.Kekurangan : Boros waktu dan bahan, sebab harus dilakukan pada saat media masih cair. Selain itu, kecepatan tumbuh mikroorganisme menjadi berkurang dalam agar yang kedalamannya dalam dan peluang terbunuhnya mikroorganisme yang sensitif terhadap panas oleh agar panas menjadi lebih besar.(van Soestbergen, 1969) B. Uji Biokimia1. Sebutkan media yang digunakan pada beberapa test berikut :a. Produksi Butanediolb. Hidrolisa Kanjic. Hidrolisa Lemakd. Hidrolisa KaseinProduksi Butanediol menggunakan media MR-VP, hidrolisa kanji menggunakan media kanji, hidrolisa lemak menggunakan media tributirin (media nutrient broth agar ditambah dengan minyak nabati), dan hidrolisa kasein menggunakan media susu (media kasein).(Leboffe, 2010)2. Pilihlah nama-nama reagent yang digunakan test berikut :1. Voges-Proskauer test___________________________Reagen Barrit -- A2. Catalase Test_________________________________Grams iodine -- B3. Hidrolisa Kanji________________________________Hidrogen Peroksida C Reagen Kovacs D Indikator Methyl-Red -- EVoges-Proskauer test menggunakan reagen Barrit (A), Catalase Test menggunakan Hidrogen Peroksida (C), Hidrolisa Kanji menggunakan Grams iodine (B).(Harley, 2002)3. Enzim-enzim apa yang terlibat pada reaksi-reaksi berikut dan sebutkan pula produk hasil hidrolisanya :a. Hidrolisa Kaseinb. Hidrolisa Kanjic. Hidrolisa Lemakd. Hidrolisa GelatinHidrolisa kasein :

H2O

Casease(Leboffe, 2010)Hidrolisa kanji : (Harley, 2002)Hidrolisa lemak :(Harley, 2002)Hidrolis gelatin :(Leboffe, 2010)4. Apakah perbedaan Methyl-Red test dengan Voges-Proskauer test?Methyl-Red Test: Menggunakan reagen metil merah Untuk mengidentifikasi organisme yang mampu melakukan mixed acid fermentationVoges-Proskauer Test: Menggunakan reagen Barrit Untuk mengidentifikasi organisme yang mampu memfermentasi glukosa, namun dengan cepat mengubah produk asamnya menjadi asetoin dan 2,3-butanediol.

5. Apakah manfaat enzim-enzim tersebut (soal nomor 3) pada mikroorganisme? Enzim casease : untuk menghidrolisis kasein Enzim -amilase : untuk menghidrolisis kanji Enzim lipase : untuk menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol Enzim gelatinase : untuk menghidrolisis gelatin menjadi asam amino

V. KesimpulanBerdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :1. Isolasi Mikroorganisme dari Suatu CampuranTerisolasi satu bakteri pada sektor III, yaitu bakteri Bacillus subtilis.2. Uji Biokimia (Uji Oksidasi Fermentasi)Mikroorganisme yang mengalami oksidasi dan fermentasi adalah jamur Rhizopus oligosporus, sedangkan bakteri Bacillus subtilis tidak mengalami oksidasi maupun fermentasi (tidak berkatabolisme).3. Uji Hidrolisaa. Hidrolisa GelatinPercobaan hidrolisa gelatin tidak dapat terlihat, karena media gelatin pada blanko tidak dapat memadat, sehingga keberadaan enzim gelatinase tidak dapat diketahui.b. Hidrolisa LemakBakteri Bacillus subtilis dan Zymomonas mobilis tidak mengalami hidrolisa lemak, namun seharusnya bakteri Bacillus subtilis mengalami hidrolisa lemak karena memiliki enzim lipase.

Daftar PustakaBabu, P.D., dkk. 2009. A Low Cost Nutritious Food Tempeh- A Review. Faisalabad : World Journal of Dairy & Food Sciences 4 (1): 22-27, IDOSI Publications.Dworkin, M., dkk. 2006. The Prokaryotes Volume 4 : Bacteria : Firmicutes, Cyanobacteria Third edition. Singapura : Springer.https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Bacillus_subtilis, diakses pada 1 April 2015 pukul 23.12Harley, J.P., L.M. Prescott. 2002. Laboratory Excercises in Microbiology 5th edition. USA : McGraw-Hill Companies.Leboffe, M.J., B.E. Pierce. 2010. Microbiology Laboratory Theory and Application 3rd edition. Colorado : Morton Publishing.Levine, Max. 1959. An Introduction to Laboratory Technique in Bacteriology 3rd edition. New York : The Macmillan Company.Natasha. 2014. Microbiological Studies on Cow Horn Manure A Biodynamic Preparation Used in Organic Farming. India : Chaudhary Sarwan Kumar Himachal Pradesh Krishi Vishvavidyalaya Palampur.Pelczar, M.J., E.C.S. Chan. 2009. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2. Jakarta : UI Press.Prescott, L.M., dkk. 2002. Microbiologi 5th edition. USA : McGraw-Hill Companies.Swings, J., J. De Ley. 1977. The Biology of Zymomonas. USA : American Society for Microbiology.Van Soestbergen, A.A., C.H. Lee. 1969. Pour Plates or Streak Plates?. USA : American Society for Microbiology.Zhang, Z., dkk. 2009. Physicochemical Properties of Collagen, Gelatin, and Collagen Hydrolysate Derived From Bovine Limed Split Wastes. Chengdu : Journal of the Society of Leather Technologists and Chemists, Vol. 90, p. 23.

Laboratorium Mikrobiologi Teknik Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS