27
PERCOBAAN III PEMILIHAN DOSIS A. TUJ UAN 1. Mampu mengg unakan do sis obat yan g tepat untuk su byek uji. B. DASAR TEORI Dosi s obat adal ah juml ah yang di gunakan ol eh seo ran g pasie n untuk memperoleh efek terapetik yang diharapkan. Faktor yang mempengaruhi penentuan dosis dan regimen dosis, diantaranya rute pemberian, lama pemberian, serta faktor  pasien seperti berat badan, keadaan penyakit dan toleransi. (Ansel and Prince, !!"#. Dosis obat juga disebut sebagai dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapetik . Dosis maksimum adalah batas dosis yang relatif masih aman diberikan kep ada pen derita. Ang ka yang men unj ukkan dosis mak simum unt uk suatu oba t ada lah dos is tert ing gi ya ng mas ih dap at dib erik an kep ada pen der ita de$asa , ini umu mny a dicantumkan dal am sua tu gra m, mil igra m, mik rog ram, ata u %at uan &nternasional. 'ila dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapetik terutama obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan, dinyatakan sebagai dosis toxica. Dosis toksik ini dapat me ngakibat kan kem atian, di seb ut dosis let ali s (oenoes, !!1#. Dosis obat yang diberik an kapad a pasien dipenga ruhi oleh beber apa faktor ) faktor obat, cara pemberian dan pasien. Faktor pasien seringkali kompleks sekali, karena perbedaan indi*idual terhadap respon obat tidak selalu diperkirakan (oenoes, !!1#. Pengguna an oba t dih arap kan aga r dapat memper oleh kes emb uha n dar i  penyakit yang diderita. Penggunaan obat perlu diperhatikan supaya tidak men imb ulkan hal +ha l tid ak dii ngi nka n. Dik ata kan bah $a oba t dapat memberi kesemb uhan dari peny akit bila digunakan untuk penyaki t yang cocok dengan dosis yang tepat dan cara pemakaian yang tepat. 'ila tidak akan diperoleh kerugian bagi  badan bahkan sampai kematian (Anief, 1-#. *aluasi ketepatan dosis dilihat dari dosis yang diberikan kepada pasien dan frekuensi pemberiannya. *aluasi ketepatan dosis dilakukan karena apabila dosis

laporan resmi p3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pemiliha dosis

Citation preview

Dosis obat adalah jumlah yang digunakan oleh seorang pasien untuk

PERCOBAAN III

PEMILIHAN DOSIS

A. TUJUAN

1. Mampu menggunakan dosis obat yang tepat untuk subyek uji.

B. DASAR TEORI

Dosis obat adalah jumlah yang digunakan oleh seorang pasien untuk memperoleh efek terapetik yang diharapkan. Faktor yang mempengaruhi penentuan dosis dan regimen dosis, diantaranya rute pemberian, lama pemberian, serta faktor pasien seperti berat badan, keadaan penyakit dan toleransi. (Ansel and Prince, 2006).Dosis obat juga disebut sebagai dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapetik. Dosis maksimum adalah batas dosis yang relatif masih aman diberikan kepada penderita. Angka yang menunjukkan dosis maksimum untuk suatu obat adalah dosis tertinggi yang masih dapat diberikan kepada penderita dewasa, ini umumnya dicantumkan dalam suatu gram, miligram, mikrogram, atau Satuan Internasional. Bila dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapetik terutama obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan, dinyatakan sebagai dosis toxica. Dosis toksik ini dapat mengakibatkan kematian, disebut dosis letalis (Joenoes, 2001).Dosis obat yang diberikan kapada pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor : faktor obat, cara pemberian dan pasien. Faktor pasien seringkali kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respon obat tidak selalu diperkirakan (Joenoes, 2001).Penggunaan obat diharapkan agar dapat memperoleh kesembuhan dari penyakit yang diderita. Penggunaan obat perlu diperhatikan supaya tidak menimbulkan hal-hal tidak diinginkan. Dikatakan bahwa obat dapat memberi kesembuhan dari penyakit bila digunakan untuk penyakit yang cocok dengan dosis yang tepat dan cara pemakaian yang tepat. Bila tidak akan diperoleh kerugian bagi badan bahkan sampai kematian (Anief, 1997).Evaluasi ketepatan dosis dilihat dari dosis yang diberikan kepada pasien dan frekuensi pemberiannya. Evaluasi ketepatan dosis dilakukan karena apabila dosis yang diberikan melebihi dosis terapetik terutama dosis obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan, dan mengakibatkan kematian (Joenoes, 2001).Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk merancang suatu aturan dosis tertentu. Pada umumnya, dosis awal obat diperkirakan dengan menggunakan parameter farmakokinetik populasi rata-rata yang diperoleh dari kepustakaan. Kemudian respon terapetik penderita dipantau melalui diagnosis fisik dan jika perlu melalui pengukuran kadar obat dalam serum.

Aturan Dosis Secara Individual

Pendekatan yang paling teliti untuk rancangan aturan dosis adalah perhitungan dosis yang didasarkan atas farmakokinetka obat pada penderita. Aturan Dosis Didasarkan atas Harga Rata-rata Populasi

Metode paling sering digunakan untuk menghitung aturan dosis didasarkan atas parameter farmakokinetik rata-rata yang diperoleh dari studi klinik yang telah diterbitkan dalam kepustakaan obat. Biasanya farmakokinetik yang sering digunakan, seperti tetapan laju absorbsi Ka, faktor bioavailabilitas F, volume distribusi Vd, dan tetapan laju eliminasi K, dianggap paling tetap. Aturan Dosis Didasarkan atas Parameter farmakokinetik Parsial

Untuk banyak obat, disayangkan profil farmakokinetik yang lengkap tidak diketahui atau tidak terdapat. Oleh karena itu ahli farmakokinetika dapat membuat beberapa anggapan untuk menghitung aturan dosis. Sebagai contoh, suatu anggapan umum adalah memisalkan factor bioavailabilitas F sma dengan 1 atau 100%. Jadi, jika obat kurang lengkap terabsorbsi sistemik, maka penderita akan undermedicated daripada overmedicated. Tentu saja, beberapa anggapan ini akan bergantung pada sifat obat dan rentang terapetiknya. Aturan Dosis Disesuaikan dengan Umpan-Balik.

Suatu metode yang paling teliti untuk menghitung suatu aturan dosis, digunakan parmeter farmakokinetik obat yang ada dan karakteristik penderita untuk menetapkan aturan dosis awal. Kemudian penderita dipantau dengan menggunakan respon farmakologik akut dan/atau kosentrasi obat dalam serum sebagai suatu cara penyesuaian kembali aturan dosis yang tepat.

Pengaturan Dosis secara Empirik

Dalam keadaan ini dokter membuat keputusan yang didasarkan atas data klinik empirik, pengalaman pribadi, dan pengamatan. (Shargel, 2005)

Sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan pada waktu merancang aturan dosis terapetik, yaitu :

1. Pertimbangan farmakokinetika yang umum dari obat yang meliputi profil absorbsi, distribusi, dan eliminasi pada penderita.

2. Pertimbangan fisiologi penderita seperti umur, berat badan, jenis kelamin, dan status nuitrisi.

3. Kondisi patofisiologik seperti tidak berfungsinya ginjal, penyakit hati, dan kegagalan jantung congestive, kondisi ini mempengaruhi profil farmakokinetik normal obat.

4. Pertimbangan exposure penderita terhadap pengobatan yang lain atau faktor-faktor lingkungan (seperti merokok).

5. Pertimbangan sasaran kosentrasi obat pada reseptor penderita yang meliputi berbagi perubahan kepekaan reseptor terhadap obat.(Leon Shargel,2005)

Suatu aturan pemberian dosis yang rasional didasarkan pada asumsi bahwa ada konsentrasi konsentrasi target yang akan menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan. Dengan mempertimbangkan factor-faktor farmakokinetik yang menentukan hubungan konsentrasi dosis, ada kemungkinan untuk member aturan dosis secara perseorangan agar tercapai konsentrasi target. Rentang konsentrasi efektif adalah suatu pedoman pada ukuran konsentrasi-konsentrasi ketika pasien sedang dalam pengobatan yang efektif. Awal konsentrasi target biasanya dipilih dari bagian bawah rentang tersebut. dalam beberapa hal konsentrasi target sebesar 2ng/ml, sementara kegagalan jantung biasanya cukup ditangani suatu konsentrasi target sebesar 1ng/ml. (Bertram G Katzung, 2001)Setelah waktu pencuplikan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menetapkan dosis yang akan diberikan kepada subyek uji. Pemilihan dosis dapat didasarkan atas beberapa hal diantaranya mengacu pada LD50 (toksisitas akut) obat yang di uji. Perbandingan harga LD50 oral lawan intravena dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang absorbabilitas obat sebagai fungsi dari pemberian peroral. Jika informasi ini tidak tersedia, dapat digunakan dosis awal sebesar 5-10% dari LD50 intravena. Namun demikian perlu pula diperhatikan apakah kepekaan metode analisis mendukung besaran dosis tersebut sehingga pada fase eliminasi, kadar obat masih dapat dimonitor.Evaluasi ketepatan dosis dilihat dari dosis yang diberikan kepada pasien dan frekuensi pemberiannya. Evaluasi ketepatan dosis dilakukan karena apabila dosis yang diberikan melebihi dosis terapetik terutama dosis obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan, dan mengakibatkan kematian. Faktor yang mempengaruhi penentuan dosis dan regimen dosis, diantaranya rute pemberian, lama pemberian, serta faktor pasien seperti berat badan, keadaan penyakit dan toleransi. (Ansel, 2006)

Asetaminofen mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian halbur atau serbuk halbur putih, tak berbau, rasa pahit.Kelarutan larut dalam 70 bagian air,dalam 7 bagian etanol(98%), dalam 13 bagian aseton,dalam 40 bagian gliserol dan dalam 9 bagian propilengglikol, larut dalam hidroksida. (Departemen Kesehatan RI , 1995; 37)

Sulfamethoxazol mengandung tidak kurang dari 99, 0 % dan tidak lebih dari 101,0% C10H11N3O3S dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian yaitu serbuk hablur, putih sampai hampir putih, praktis tidak berbau. Kelarutannya yaitu praktis tidak larut dala air, eter, dan kloroform. Mudah larut dalam aseton dan dalam larutan NaOH encer, agak sukar larut dalam etanol. (Departemen Kesehatan RI , 1995)C. ALAT DAN BAHAN

Alat :1. Labu takar

2. Mikropipet

3. Tabung reaksi

4. Aphendrof

5. Vortex-Mixer

6. Sentrifuge

7. Kuvet

8. Sonde

9. Spektrofotometer

10. Pipet volume

11. Filler

12. Scalpel

13. Holder

14. Beaker glass15. Kertas lensaBahan :1. Parasetamol (PCT)2. Sulfametoxazol (SMZ)3. Asam trikloroasetat (TCA 5%)

4. Asam trikloroasetat(TCA 20%)

5. Natrium nitrit 0,1%

6. Natrium nitrit 10%

7. Ammonium Sulfamat 0,5%

8. Amonium sulfamat 15%

9. N(1-naftil) etilendiamin 0,1%

10. NaOH 0,1 N

11. Naoh 10%

12. Hcl 6N

13. Heparin14. AquadestHewan uji : Tikus

D. CARA KERJA

SULFAMETOXAZOL

1. Pembuatan Larutan Stok Sulfametokxazol

Ditimbang sulfametokxazol 50,0mg dimasukkan dalam labu takar

Ditambah sedikit larutan NaOH 0,1 N hingga larut

Diencerkan dengan aquadest ad 50 ml 2. Penentuan kurva baku internal

Heparin + 250 l darah + 250 l lar. stok sulfametoxazol dibuat kadar 0,10,20,40,60,80,100,120 g/ml, dicampur homogen

Ditambah TCA 5% 2,0 ml divortexing ( sentrifuge 10 menit, 2500 rpm )

Diambil supernatan,ditambah aquadest 2,0 ml

Ditambah 0,2 ml NaNO2 0,1 %, dicampur ( didiamkan 3 menit )

Ditambah Asam Sulfamat 0,5% 0,2 ml ( didiamkan 2 menit)

Ditambah larutan 0,2 ml N(1-natil)etilendiamin 0,1% Diamkan 5 di tempat gelap,

ditambah aqua dest. 4,0 ml, didiamkan 5 menit

Dibaca intensitas warna pada max

Dibuat kurva hubungan resapan vs kadar

Di buat persamaan garis menggunakan kuadrat kecil y = bx + a, dihitung nilai r dari grafik tersebut3. Uji Pendahuluan Untuk Farmakokinetika Sulfametokxazol

Disiapkan tikus, ditimbang, diberikan sulfametokxazol secara oral dengan dosis yang telah ditetapkan

Kelompok I diberi sulfametoxazol dosis 1000 mg/50 kg BB, kelompok II: 1500 mg/50 kg BB, kelompok III: 2000 mg/ kg BB.

Dilakukan pencuplikan darah lewat vena ekor pada waktu sebagai berikut: 30, 60, 90, 120, 150, 240, 270, 300 menit

Darah + TCA 5% 2,0 ml divortexing ( sentrifuge 10 menit, 2500 rpm )

Diambil 1,5 ml supernatan, ditambah aquadest 2,0 ml

Ditambah 0,2 ml NaNO2 0,1 %, dicampur ( didiamkan 3 )

Ditambah Asam Sulfamat 0,5% 0,2 ml ( didiamkan 2 menit)

Ditambah larutan 0,2 ml N(1-natil)etilendiamin 0,1% Diamkan 5 di tempat gelap,

ditambah aquadest 4,0 ml, didiamkan 5 menit

Dibaca intensitas warna pada max

Ditentukan kadar sulfametoxazol dengan menggunakan kurva baku yang telah dibuatPARASETAMOL1. Pembuatan Larutan Stock Kurva Baku PCTDitimbang PCT 100,0 mg

Dimasukkan ke dalam labu takar 100,0 ml dilarutkan dengan aquadest panas ad 100,0 ml

2. Pembuatan Kurva Baku PCTKedalam darah 500l yang mengandung heparin

Ditambah 250 l lart. Stock PCT hingga kadar 100,200,300,400,500,600, dan 700 g/ml, dicampur homogen

Ditambah 2,0ml TCA 20% dengan vortexing

Disentrifuge selama 5-10 menit kecepatan 2500rpm

Diambil beningan ( 1,5 ml ), ditambah 0,5 ml HCl 6N

Ditambah larutan 1,0 ml NaNO2 10%, didiamkan 15menit pada suhu