Upload
cikiipb
View
762
Download
18
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hasil praktikum sifat fisis kayu daun lebar
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
SIFAT FISIS KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) PADA
BAGIAN TENGAH POHON
Disusun oleh:
Rahma Nur Komariah
E251120051
PROGRAM PASCASARJANA
ILMU DAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada setiap jenis kayu atau bahkan pada jenis yang sama jelas memiliki
sifat baik fisis, mekanis, anatomi maupun kimia yang berbeda-beda. Sifat fisis
yang meliputi kerapatan, kadar air, berat jenis, dan perubahan dimensi kayu
merupakan salah satu sifat kayu yang penting karena dapat dijadikan sebagai
parameter kualitas kayu serta dapat memprediksi sifat-sifat kayu lainnya seperti
kekuatan kayu dan pengeringan sehingga pemanfaatan kayu dapat dilakukan
secara optimal (Siarudin dan Marsoem, 2007).
Jabon merupakan salah satu jenis yang sedang populer di masyarakat
karena memilki keunggulan seperti cepat tumbuh, batang berbentuk silindris, dan
relatif lebih tahan terhadap serangan hama penyakit. Kayu nya mudah dikerjakan,
dapat dijadikan produk biokomposit (kayu lapis, papan partikel, papan semen),
bahan non-konstruksi serta pulp dan kertas (Krisnawati et al dan Ruhendi et al,
2011).
Seperti diketahui kayu mempunyai sifat anisotropik dan higroskopik
yaitu sifat kayu yang menunjukkan perbedaan sifat pada bidang orientasinya. Sifat
ini berakibat pada besarnya kadar air yang selalu berubah tergantung pada suhu
dan kelembaban lingkungan sekitarnya (Panshin et al, 1964). Struktur dan sifat
anatomi pada setiap bagian kayu juga dapat berbeda secara horizontal dan vertikal
dalam satu batang pohon. Oleh karena itu, pada penelitian ini, digunakan kayu
Jabon pada bagian tengah batang untuk mengetahui variasi sifat fisis yang terjadi.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis (kerapatan, berat
jenis, stabillitas dimensi, dan kadar air) dari kayu Jabon pada bagian tengah
pohon.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Sifat fisis kayu Jabon
Posisikadar air basah (%)
kerapatan (g/cm3)
berat jenis
susut dimensi (%) susut
volume (%)T/R
KA-TJS (%)
X R Tgubal (sampel kecil)
224,21 0,97 3,97 5,12 10,05 1,29
gubal (sampel besar)
244,89 1,02 0,30 8,12 27,53
teras (sampel kecil)
229,08 0,89 3,74 3,81 8,09 1,02
teras (sampel besar)
239,30 1,01 0,30 8,55 28,77
3.2 Pembahasan
3.2.1 Kadar Air (KA)
Kadar air merupakan berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam persen
terhadap berat kering tanur. Pengujian kadar air bertujuan untuk mengetahui
berapa persentase kadar air yang masih terkandung di dalam kayu. Air dalam kayu
terdiri dari air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama
menentukan kadar air kayu (Haygreen dan Bowyer, 2003). Kadar air sangat
mempengaruhi kekuatan kayu, jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut
kering maka kekuatan kayu akan meningkat. Di dalam kayu, KA kayu berkisar
antara 40 sampai 200%, menurut Tsoumis (1991) besarnya kadar air bervariasi
tergantung dari jenis, posisi dalam batang, dan musim.
Kondisi dimana rongga sel kosong tetapi dinding sel jenuh terisi air
dinamakan kondisi titik jenuh serat (TJS). Kadar air pada kondisi tersebut
dinamakan KA-TJS. Titik ini adalah suatu titik kritis, karena dibawah titik ini sifat
kayu terganggu oleh adanya perubahan nilai kandungan air. Pada kondisi TJS,
perubahan KA akan menyebabkan perubahan berat, volume, dan dimensi kayu
(penyusutan dan atau pengembangan) terutama pada arah radial dan tangensial.
Perubahan pada arah longitudinal sangat kecil sehingga dapat diabaikan
(Haygreen dan Boyer, 2003). Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk
setiap jenis kayu, hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen
kimia. Pada umumnya kadar air TJS berkisar antara 25-30% (Panshin et al, 1964).
Panshin et al (1964) menyatakan bahwa apabila kayu tidak lagi
melepaskan atau menyerap air, maka kayu berada dalam kondisi kesetimbangan
dengan lingkungan. KA pada kondisi tersebut dinamakan KA keseimbangan
(KAK), yang seringkali dianggap sama dengan KA kondisi kering udara (KA-
KU). Besarnya nilai KAK lebih rendah dibandingkan KA-TJS. KAK dipengaruhi
oleh keadaan lingkungan dimana kayu itu digunakan, terutama suhu dan
kelembaban relatif.
Basah RH 50 % KU KT0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
Grafik KA Tiap Bidang Pada Bagian Gubal
cross section
tangensial
radial
Kondisi
Kad
ar A
ir (%
)
Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa kadar air basah untuk tiap contoh
uji yang digunakan berkisar antara 224,21-244,89%. Dimana kadar air TJS yang
diperoleh yaitu 27,53 % untuk bagian gubal dan 28,77 % untuk bagian teras. Hal
ini sesuai dengan Panshin et al (1964) yang menyatakan KA TJS berkisar antara
25%-30%. Dan bagian teras memiliki nilai KA TJS yang lebih tinggi
dibandingkan bagian gubal karena dinding sel pada bagian teras lebih tebal
sehingga lebih banyak mengikat air.
Dari grafik kadar air tiap bidang orientasi pada bagian gubal dapat dilihat
bahwa pada kondisi basah KA pada bidang cross section lebih tinggi
dibandingkan pada bidang tangensial dan radial, sedangkan untuk kondisi RH 50
% , kering udara (KU) dan BKT cenderung sama pada setiap bidang orientasi.
basah RH 50 % KU KT0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
Grafik KA Tiap Bidang Pada Bagian Teras
cross section
tangensial
radial
Kondisi
Kad
ar A
ir (%
)
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa pada kondisi basah KA paling
tinggi ada pada bidang tangensial kemudian tangensial, dan yang paling rendah
pada bidang cross section. Sedangkan pada kondisi RH 50 % , kering udara (KU)
dan BKT juga cenderung sama pada setiap bidang orientasi.
3.2.2 Kerapatan
Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat persatuan volume dan
biasanya dinyatakan dalam kg/m3. Menurut Tsoumis (1991), kerapatan bervariasi
pada arah vertikal maupun horizontal dalam satu pohon. Bagian kayu yang posisi
nya lebih tinggi (arah vertikal) memiliki kerapatan yang rendah. Hal ini
diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor biologis. Pada pada arah
horizontal, kerapatan dipengaruhi oleh umur.kayu yang umurnya lebih muda
memiliki kerapatan lebih rendah.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kerapatan yang diperoleh pada kayu
Jabon pada bagian gubal yakni 1,02 g/cm3 dan pada bagian teras 1,01 g/cm3.
Diketahui bahwa tidak ada perbedaan berarti untuk kerapatan pada arah horizontal
kayu Jabon yang diuji.
3.2.3 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat kayu yang paling penting. Kebanyakan
sifat mekanis kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan kerapatan. Berat
jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara kerapatan bahan dengan kerapatan
air (1 g/cm3) dan digunakan untuk menerangkan massa atau berat per satuan
volume. Besar nya berat jenis kayu berbeda-beda, tergantung struktur kayu dan
perbandingan antara jumlah dinding sel dan rongga kayu, nilai BJ biasanya
bertambah jika KA kayu berkurang di bawah TJS-nya (Haygreen dan Bowyer,
2003).
Berat jenis kayu bervariasi tergantung dari kadar air yang dikandung.
Selanjutnya Pandit (2002) menyebutkan bahwa BJ kayu umumnya dipengaruhi
oleh ukuran sel, tebal dinding sel serta hubungan antara jumlah sel dengan berat
dan tebal dinding sel. Sel serat (fiber) sangat penting pengaruhnya terhadap BJ
karena porsinya yang tergolong tinggi sebagai komponen penyusun kayu. Dengan
luasan penampang lintangnya yang relatif kecil, hanya dibutuhkan ruang yang
sempit untuk menempatkan jumlah sel yang lebih banyak. Jika serat berdinding
tebal dan berongga sempit, maka jumlah rongga udara sedikit dan BJ akan tinggi,
sebaliknya jika serat berdinding tipis dan berongga besar maka BJ akan
berkurang. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu diantara nya umur
pohon, tempat tumbuh, kecepatan tumbuh, dan posisi kayu dalam batang.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa berat jenis yang diperoleh pada kayu
Jabon pada bagian gubal dan teras sama yakni 0,3. Dapat diketahui bahwa nilai BJ
yang diperoleh pada kayu Jabon yang diuji tidak berbeda pada arah horizontal
nya (gubal dan teras).
3.2.4 Penyusutan
Penyusutan kayu adalah perubahan dimensi atau perubahan volume yang
terjadi karena adanya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat (TJS).
Haygreen dan Bowyer (2003) menyatakan bahwa penyusutan terjadi pada saat
molekul-molekul air terikat melepaskan diri antar molekul-molekul selulosa
berantai panjang dan molekul-molekul hemiselulosa dan kemudian molekul-
molekul rantai ini akan bergerak saling mendekat. Besarnya penyusutan yang
terjadi pada umumnya sebanding dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel.
Besarnya kembang susut tidak sama pada berbagai arah orientasi, penyusutan
terbesar ada pada arah tangensial, kemudian radial, dan susut paling kecil terjadi
pada arah longitudinal. Variasi susut yang terjadi pada jenis yang sama dibawah
kondisi yang sama terutama disebabkan oleh tiga faktor yaitu ukuran dan bentuk
potongan sampel, kerapatan, serta laju pengeringan.
Selain pengaruh kadar air, penyusutan kayu juga dipengaruhi oleh berat
jenis kayu. Berat jenis memberikan hubungan yang linier terhadap penyusutan
kayu, semakin tinggi berat jenis suatu kayu maka penyusutan kayu akan semakin
tinggi (Tsoumis, 1991).
Basah-KU Basah-RH 50%
Basah-KT0.000
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
Grafik Perubahan Susut Pada Bagian Gubal
susut longitudinal
susut radial
susut tangensial
susut volume
Kondisi
Bes
ar S
usut
(%)
Basah-KU Basah-RH 50% Basah-KT0.000
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
Grafik Perubahan Susut Pada Bagian Teras
susut longi-tudinal
susut radial
susut tan-gensial
susut volume
Kondisi
Bes
ar S
usut
(%)
Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa penyusutan dimensi pada bagian gubal
untuk bidang longitudinal yakni 0,97 %, bidang radial 3,97 %, dan pada bidang
tangensial 5,12 %. Sehingga diperoleh susut volume sebesar 10,05 %, sedangkan
susut volume yang diukur menggunakan contoh uji ukuran besar yakni 8,12 %.
Dan diperoleh T/R rasio sebesar 1,29. Sedangkan penyusutan dimensi pada bagian
teras untuk bidang longitudinal yakni 0,89 %, bidang radial 3,74 %, dan pada
bidang tangensial 3,81 %. Sehingga diperoleh susut volume sebesar 8,09 %,
sedangkan susut volume yang diukur menggunakan contoh uji ukuran besar
yakni 8,55 %. Dan diperoleh T/R rasio sebesar 1,02.
Pada grafik perubahan susut baik pada bagian gubal maupun teras terlihat
bahwa penyusutan terbesar terjadi pada bidang tangensial dan berubah linier
positif terhadap kondisi perlakuan mulai dari kering udara (KU), kelembaban
(RH) 50%, hingga kering tanur (KT). Hal ini sejalan dengan pernyataan Haygreen
dan Bowyer (2003) yang menyatakan bahwa susut terbesar terjadi pada bidang
tangensial, kemudian radial, dan paling kecil terjadi pada bidang longitudinal.
Dimana kondisi pengeringan juga turut berpengaruh terhadap besarnya
penyusutan yang terjadi. Serta juga bentuk potongan (arah bidang serat)
mempengaruhi laju penyusutan pada contoh uji.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar air basah untuk tiap contoh uji yang digunakan berkisar antara 224,21-
244,89%. Dimana kadar air titik jenuh serat yang diperoleh yaitu 27,53 %
untuk bagian gubal dan 28,77 % untuk bagian teras.
2. Kerapatan kayu Jabon yang diperoleh pada bagian gubal yakni 1,02 g/cm3
sedangkan pada bagian teras 1,01 g/cm3. Untuk nilai berat jenis yang
diperoleh sama yakni 0,30 baik untuk bagian gubal maupun bagian teras.
3. Penyusutan terbesar terjadi pada bidang tangensial yakni 5,12 % pada bagian
gubal dan 3,81 % pada bagian teras, dan penyusutan terkecil terjadi pada
bidang longitudinal yakni 0,97 % pada bagian gubal dan 0,89 % pada bagian
teras. Dimana susut volume yang terjadi pada bagian gubal yakni 10,05 %
dan pada bagian teras 8,09%. Dan diperoleh T/R rasio untuk bagian gubal
1,29 dan bagian teras 1,02.
DAFTAR PUSTAKA
Haygreen JG, Bowyer JL. 2003. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar, Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Krisnawati H, Kallio M, dan Kanninen M. 2011. Anthocephalus cadamba Miq : Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Bogor : Center for International Forestry Research.
Pandit IKN dan Ramdan H. 2002. Anatomi Kayu : Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan Baku. Bogor : Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Panshin AJ dan De Zeeuw C. 1964. Textbook of Wood Technology 4th Ed. New York : McGraw Hill.
Ruhendi S dan Putra E. 2011. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Dari Batang dan Cabang Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 4(1):14-21.
Siarudin M dan Marsoem SN. 2007. Karakteristik dan Varisasi Sifat Fisik Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)pada Beberapa Jarak Tanam dan Kedudukan Aksial-Radial. Jurnal Pemuliaan Tanaman HutanVol 1 No 1.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,. Utilization. New York : Van Nostrand Reinhold.