Upload
rizky-saraswati-indraputri
View
208
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan tutorial skenario 1 THT
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL
Komplikasi Penyakit Hidung yaitu Polip Nasi, Rhinitis Alergi, Gangguan Penghidu, dan Perdarahan Hidung yang Mengarah ke
Penyakit Infeksi Hidung
Disusun oleh :Tutorial A2
1. Akhmad M F (G0010)
2. Anindita Ratnagayatri (G0010)
3. Annisa Wardani (G0010)
4. Dendy Raharjo (G0010)
5. Hajar Kusumawati (G0010)
6. Ifane Magasaro M (G0010)
7. Narulita A (G0010)
8. Rifni A F (G0010161)
9. Rizky Saraswati I (G0010167)
10. Tara Ken Wita Kirana (G0010187)
Tutor : dr.Dessy
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skenario pertama blok THT adalah seorang laki-laki 35 tahun
didiagnosis menderita polip hidung, sekitar 1 tahun ini dia merasakan
pilek terus-menerus disertai bersin-bersin terutama jika terpapar debu,
gangguan dirasakan terutama saat bernafas, hidung terasa tersumbat, tidak
bisa menghidu, kadang-kadang disertai nyeri kepala separo dan tercium
bau busuk terutama pagi hari. Sejak lama, istrinya juga sering mendengar
suaminya mengeluh sakit gigi, tetapi tidak pernah dibawa ke dokter gigi,
hanya berkumur air garam dan rendaman daun sirih, dan jika bengkak
hanya menggunakan koyo yang ditempelkan pada pipinya. Karena
keluhan dirasakan makin berat bahkan terkadang sampai mengeluarkan
darah jika membuang ingus dan berbau busuk maka ia mengantarkan
suaminya ke Poli THT.
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior dapat konkha hipertrofi, massa
putih, discharge kental, kuning kecoklatan. Pada pemerksaan orofaring
didapatkan post nasal drip dan gigi gangren pada M1 kiri atas serta M2
kanan atas. Pada foto kepala posisi waters, PA, dan lateral, terlihat air-
fluid level pada sinusitis maksilaris dekstra. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukosit dan peningkatan eosinofil.
Pada pembelajaran KBK-PBL (Kurikulum Berbasis Kompetensi–
Problem Based Learning), skenario dalam tutorial diharapkan dapat
menjadi trigger atau pemicu untuk mempelajari ilmu-ilmu dasar biomedis
dan klinik sesuai dengan sasaran pembelajaran yang sudah ditetapkan.
Sasaran pembelajaran yang telah ditentukan antara lain: anatomi, fisiologi,
dan histologi hidung, patogenesis dan patofisiologi gejala dan tanda
penderita, penegakan diagnosis pada penderita, dan penatalaksanaan
penderita pada skenario.
Berdasarkan hal di atas, penulis berusaha untuk mencapai dan
memenuhi sasaran pembelajaran tersebut selain melalui tutorial tetapi juga
melalui penulisan laporan ini. Penulisan laporan ini diharapkan dapat
dijadikan bahan pembelajaran mahasiswa yang bersangkutan dan bahan
evaluasi sejauh mana pencapaian sasaran pembelajaran yang sudah
didapatkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi, fisiologi, histologi dari os nasal, oropharynx,
nasopharynx, dan sinus paranasal?
2. Bagaimana patofisiologi dari gejala-gejala yang dialami pasien?
3. Apa hubungan keluhan sakit gigi pasien dengan kasus?
4. Apa fungsi dari berkumur dengan air garam dan daun sirih?
5. Apa saja pemeriksaan yang diperlukan pada kasus ?
6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?
7. Apa saja diagnosis banding yang memungkinkan pada skenario?
8. Bagaimana komplikasi, prognosis, penatalaksaan, dan rehabilitasi
medik yang sesuai dengan kasus?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui anatomi, fisiologi, histologi dari os nasal, oropharynx,
nasopharynx, dan sinus paranasal.
2. Mengetahui patofisiologi dari gejala-gejala yang dialami pasien.
3. Mengetahui hubungan keluhan sakit gigi pasien dengan kasus, fungsi
dari berkumur dengan air garam dan daun sirih, dan pemeriksaan yang
diperlukan pada kasus.
4. Mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan.
5. Mengetahui DD, komplikasi, prognosis, penatalaksaan, dan rehabilitasi
medik yang sesuai dengan kasus.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat sebagai sarana pembelajaran
mahasiswa dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dasar
kedokteran dan ilmu kedokteran klinik Telinga Hidung Tenggorokan.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien pada skenario didiagnosis mengalami polip hidung. Polip pada
hidung menyebabkan hidung tersumbat. Tidak bisa menghidu pun diduga akibat
adanya polip hidung. Selain polip hidung, tidak bisa menghidu juga disebabkan
oleh obstruksi hidung lainnya seperti rinitis alergika, rinitis vasomotor, hipertrofi
konka, deviasi septum, dan tumor. Selain polip pasien juga mengeluhkan sakit
gigi. Setelah dilakukan pemeriksaan orofaring didapatkan gigi gangren pada M1
kiri atas dan M2 kanan atas. Dimana akar gigi M1 dan M 2 berhubungan dengan
sinus maksilaris. Jadi bila terjad infeksi pada gigi tersebut bisa menyebabkan
infeksi pada sinus, yang disebut sinusitis. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri
anaerob. Apabila inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob
berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang
terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi,
polipoid, atau pembentukan polip dan kista.Jadi sinusitis juga bisa menyebabkan
terjadinya polip hidung akibat proses inflamasi yang terus menerus. Kepala nyeri
separo merupakan salah satu gejala dari sinusitis yang dialami pasien dalam
skenario. Penderita merasa hidung berbau busuk (amis) terutama pada pagi hari,
karena terjadi penumpukan pus akibat penyumbatan oleh konka yang mengalami
oedema, serta adanya nekrosis jaringan. Darah yang keluar bersamaaan dengan
ingus dimungkinkan karena adanya massa dari polip yang menekan plexus
kiesselbach.
Pilek yang disertai bersin – bersin terutama jika tepapar debu selama
setahun menandakan adanya reaksi alergi. Paparan alergen yaitu debu pada
mukosa hidung akan menyebabkan terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk terutama histamin. Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung
saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.
Histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala
lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Dari semua gejala yang
muncul pasien menunjukan tanda tanda dari rhinitis alergika. Selain debu, ada
pula faktor pemberat munculnya gejala dari rhinitis alergika ini, seperti asap
rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca, dan kelembapan udara yang
tinggi.
Dari hasil pemeriksaan rhinoskopi anterior didapat konkha hipertrofi,
massa putih, discharge kental, dan warna kuning kecoklatan. Rinoskopi anterior
merupakan pemeriksaan rutin untuk melihat tanda patognomonis. Hipertrofi
konka nasalis dapat terjadi karena hipertrofi dan penambahan massa jaringan
kolagen (fibrosa) pada mukosa konkha nasalis. Sedangkan massa putih, discharge
kental, dan warna kuning kecoklatan merupakan suatu manifestasi dari infeksi dan
iritasi yang kronis.
Selain gigi gangrene pada M1 kiri ata serta M2 kanan atas, pada
pemeriksaan orofaring juga didapatkan post-nasal drip. Post nasal drip adalah
akumulasi lendir di belakang hidung dan tenggorokan yang memberikan sensasi
dari lendir yang menetes kebawah dari belakang hidung. Gangren Pulpa adalah
keadaan gigi dimana jarigan pulpa sudah mati sebagai sistem pertahanan pulpa
sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga jumlah sel pulpa yang rusak
menjadi semakin banyak dan menempati sebagian besar ruang pulpa. Sel-sel
pulpa yang rusak tersebut akan mati dan menjadi antigen sel-sel sebagian besar
pulpa yang masih hidup. Adanya gigi gangrene tersebut dapat mendukung
diagnosis adanya sinusitis odontogen. Secara anatomis, radix M1,M2,M3 dan
premolar 1 berada tepat dibawah sinus maxillaries, sehingga infeksi pada gigi-gigi
tersebut dapat menyebar dengan mudah ke sinus maxillaries.
Pada pemeriksaan foto kepala posisi water’s, PA, dan Lateral, terlihat air
fluid level pada sinusitis maksilaris dextra. Gambaran air fluid level ini
merupakan tanda yang khas pada rhinosinusitis kronis. Obstruksi pada ostium
sinus dapat menyebabkan drainase mucus dan cairan yang diproduksi sinus
paranasal terhambat dan terakumulasi dalam rongga sinus. Foto polos sinus
paranasal merupakan metode mudah dan cepat untuk evaluasi struktur
maksilofasial. Ada empat posisi yang sering adalah posisi Waters’, Towne’s,
lateral, dan submentoverteks. Paparan radiasi berkisar 40-60 mSv. Pemeriksaan
tersebut memuaskan untuk sepertiga bawah kavum nasi dan sinus maksila.
Gambaran sinus ethmoid anterior et posterior, sinus frontal, dan sphenoid sering
kurang baik akibat penumpukan bayangan (Zeinreich, 2004). Penebalan mukosa
lebih dari 4 mm, opasitas komplit sinus maksilaris, dan gambaran air fluid level
merupakan gambaran radiologis utama yang digunakan untuk diagnosis sinusitis
pada foto polos. Gambaran opasitas sinus maksilaris tersebut dapat akibat
penebalan dinding anterior sinus atau jaringan lunak yang tebal. Polip sinus juga
dapat memberi gambaran seperti air fluid level (Zeinreich, 2004).
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan
peningkatan jumlah eosinofil. Leukositosis merupakan keadaan dimana jumlah
leukosit lebih tinggi dari nilai rujukan. Nilai rujukan jumlah leukosit normal
adalah 4,5 x 103µl (Sacher Ronald A dan McPerson Richard A, 2009).
Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik.
Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat,
gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal, partus dan haid. Derajat
peningkatan leukosit pada infeksi akut tergantung dari: Beratnya infeksi, Usia
pasien, Daya tahan tubuh pasien, Efisiensi sumsum tulang. Leukositosis pada
pasien ini dihubungkan dengan adanya infeksi baik pada gigi, terjadinya sinusitis
dan rhinitis. Peningkatan jumlah eosinofil juga diebut dengan eosinofilia. Nilai
rujukan normal jumlah eosinofil adalah 0-700sel/µl (Sacher Ronald A dan
McPerson Richard A, 2009). Eosinofil mengandung beberapa enzim yang
menginaktifkan mediator-mediator peradangan juga mengandung histamine.
Peningkatan jumlahnya biasanya diperngaruhi oleh faktor alergi. Hal ini
berhubungan dengan kasus pasien dimana terjadi alegi terhadap debu yang
mengindikasikan terjadinya rhinitis alergi.
Dari pembahasan skenario diatas, apabila pasien tidak diterapi dengan
benar menggunakan medikamentosa maupun secara pembedahan akan
menimbulkan komplikasi berupa infeksi pada beberapa tempat. Infeksi pada otak,
mata, bahkan sampai sistem pencernaan dan pernafasan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari skenario tersebut, dari hasil diskusi kelompok kami pasien
didiagnosis mengalami sinusitis dentogen.
2. Diagnosis tersebut didukung dengan adanya berbagai faktor pencetus
seperti polip nasi, rhinitis alergi dan adanya gigi gangren.
3. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan diantaranya medikamentosa,
rehabilitasi medik dan edukasi pasien.
B. Saran
1. Tutor diharapkan lebih memberikan pancingan-pancingan dan feedback
terhadap kelompok tutorial.
2. Mahasiswa diharapkan memberikan kontribusi yang lebih aktif agar
diskusi dapat berjala dengan baik dan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Sacher Ronald A dan McPerson Richard A. 2009. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Jakarta : EGC.
Zeinreich SJ. Imaging for staging of rhinosinusitis. Ann Otol. Rhinol. Laryngol
2004.; 133: 19-23.