13
LAPORAN TUTORIAL Komplikasi Penyakit Hidung yaitu Polip Nasi, Rhinitis Alergi, Gangguan Penghidu, dan Perdarahan Hidung yang Mengarah ke Penyakit Infeksi Hidung Disusun oleh : Tutorial A2 1. Akhmad M F (G0010) 2. Anindita Ratnagayatri (G0010) 3. Annisa Wardani (G0010) 4. Dendy Raharjo (G0010) 5. Hajar Kusumawati (G0010) 6. Ifane Magasaro M (G0010) 7. Narulita A (G0010) 8. Rifni A F (G0010161)

Laporan Skenario 1 - THT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan tutorial skenario 1 THT

Citation preview

Page 1: Laporan Skenario 1 - THT

LAPORAN TUTORIAL

Komplikasi Penyakit Hidung yaitu Polip Nasi, Rhinitis Alergi, Gangguan Penghidu, dan Perdarahan Hidung yang Mengarah ke

Penyakit Infeksi Hidung

Disusun oleh :Tutorial A2

1. Akhmad M F (G0010)

2. Anindita Ratnagayatri (G0010)

3. Annisa Wardani (G0010)

4. Dendy Raharjo (G0010)

5. Hajar Kusumawati (G0010)

6. Ifane Magasaro M (G0010)

7. Narulita A (G0010)

8. Rifni A F (G0010161)

9. Rizky Saraswati I (G0010167)

10. Tara Ken Wita Kirana (G0010187)

Tutor : dr.Dessy

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA2012

Page 2: Laporan Skenario 1 - THT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skenario pertama blok THT adalah seorang laki-laki 35 tahun

didiagnosis menderita polip hidung, sekitar 1 tahun ini dia merasakan

pilek terus-menerus disertai bersin-bersin terutama jika terpapar debu,

gangguan dirasakan terutama saat bernafas, hidung terasa tersumbat, tidak

bisa menghidu, kadang-kadang disertai nyeri kepala separo dan tercium

bau busuk terutama pagi hari. Sejak lama, istrinya juga sering mendengar

suaminya mengeluh sakit gigi, tetapi tidak pernah dibawa ke dokter gigi,

hanya berkumur air garam dan rendaman daun sirih, dan jika bengkak

hanya menggunakan koyo yang ditempelkan pada pipinya. Karena

keluhan dirasakan makin berat bahkan terkadang sampai mengeluarkan

darah jika membuang ingus dan berbau busuk maka ia mengantarkan

suaminya ke Poli THT.

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior dapat konkha hipertrofi, massa

putih, discharge kental, kuning kecoklatan. Pada pemerksaan orofaring

didapatkan post nasal drip dan gigi gangren pada M1 kiri atas serta M2

kanan atas. Pada foto kepala posisi waters, PA, dan lateral, terlihat air-

fluid level pada sinusitis maksilaris dekstra. Pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan leukosit dan peningkatan eosinofil.

Pada pembelajaran KBK-PBL (Kurikulum Berbasis Kompetensi–

Problem Based Learning), skenario dalam tutorial diharapkan dapat

menjadi trigger atau pemicu untuk mempelajari ilmu-ilmu dasar biomedis

dan klinik sesuai dengan sasaran pembelajaran yang sudah ditetapkan.

Sasaran pembelajaran yang telah ditentukan antara lain: anatomi, fisiologi,

dan histologi hidung, patogenesis dan patofisiologi gejala dan tanda

penderita, penegakan diagnosis pada penderita, dan penatalaksanaan

penderita pada skenario.

Page 3: Laporan Skenario 1 - THT

Berdasarkan hal di atas, penulis berusaha untuk mencapai dan

memenuhi sasaran pembelajaran tersebut selain melalui tutorial tetapi juga

melalui penulisan laporan ini. Penulisan laporan ini diharapkan dapat

dijadikan bahan pembelajaran mahasiswa yang bersangkutan dan bahan

evaluasi sejauh mana pencapaian sasaran pembelajaran yang sudah

didapatkan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi, fisiologi, histologi dari os nasal, oropharynx,

nasopharynx, dan sinus paranasal?

2. Bagaimana patofisiologi dari gejala-gejala yang dialami pasien?

3. Apa hubungan keluhan sakit gigi pasien dengan kasus?

4. Apa fungsi dari berkumur dengan air garam dan daun sirih?

5. Apa saja pemeriksaan yang diperlukan pada kasus ?

6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?

7. Apa saja diagnosis banding yang memungkinkan pada skenario?

8. Bagaimana komplikasi, prognosis, penatalaksaan, dan rehabilitasi

medik yang sesuai dengan kasus?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui anatomi, fisiologi, histologi dari os nasal, oropharynx,

nasopharynx, dan sinus paranasal.

2. Mengetahui patofisiologi dari gejala-gejala yang dialami pasien.

3. Mengetahui hubungan keluhan sakit gigi pasien dengan kasus, fungsi

dari berkumur dengan air garam dan daun sirih, dan pemeriksaan yang

diperlukan pada kasus.

4. Mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan.

5. Mengetahui DD, komplikasi, prognosis, penatalaksaan, dan rehabilitasi

medik yang sesuai dengan kasus.

Page 4: Laporan Skenario 1 - THT

D. Manfaat Penulisan

Penulisan laporan ini diharapkan dapat sebagai sarana pembelajaran

mahasiswa dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dasar

kedokteran dan ilmu kedokteran klinik Telinga Hidung Tenggorokan.

Page 5: Laporan Skenario 1 - THT

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien pada skenario didiagnosis mengalami polip hidung. Polip pada

hidung menyebabkan hidung tersumbat. Tidak bisa menghidu pun diduga akibat

adanya polip hidung. Selain polip hidung, tidak bisa menghidu juga disebabkan

oleh obstruksi hidung lainnya seperti rinitis alergika, rinitis vasomotor, hipertrofi

konka, deviasi septum, dan tumor. Selain polip pasien juga mengeluhkan sakit

gigi. Setelah dilakukan pemeriksaan orofaring didapatkan gigi gangren pada M1

kiri atas dan M2 kanan atas. Dimana akar gigi M1 dan M 2 berhubungan dengan

sinus maksilaris. Jadi bila terjad infeksi pada gigi tersebut bisa menyebabkan

infeksi pada sinus, yang disebut sinusitis. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri

anaerob. Apabila inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob

berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang

terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi,

polipoid, atau pembentukan polip dan kista.Jadi sinusitis juga bisa menyebabkan

terjadinya polip hidung akibat proses inflamasi yang terus menerus. Kepala nyeri

separo merupakan salah satu gejala dari sinusitis yang dialami pasien dalam

skenario. Penderita merasa hidung berbau busuk (amis) terutama pada pagi hari,

karena terjadi penumpukan pus akibat penyumbatan oleh konka yang mengalami

oedema, serta adanya nekrosis jaringan. Darah yang keluar bersamaaan dengan

ingus dimungkinkan karena adanya massa dari polip yang menekan plexus

kiesselbach.

Pilek yang disertai bersin – bersin terutama jika tepapar debu selama

setahun menandakan adanya reaksi alergi. Paparan alergen yaitu debu pada

mukosa hidung akan menyebabkan terlepasnya mediator kimia yang sudah

terbentuk terutama histamin. Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung

saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.

Histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami

hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala

lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Dari semua gejala yang

Page 6: Laporan Skenario 1 - THT

muncul pasien menunjukan tanda tanda dari rhinitis alergika. Selain debu, ada

pula faktor pemberat munculnya gejala dari rhinitis alergika ini, seperti asap

rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca, dan kelembapan udara yang

tinggi.

Dari hasil pemeriksaan rhinoskopi anterior didapat konkha hipertrofi,

massa putih, discharge kental, dan warna kuning kecoklatan. Rinoskopi anterior

merupakan pemeriksaan rutin untuk melihat tanda patognomonis. Hipertrofi

konka nasalis dapat terjadi karena hipertrofi dan penambahan massa jaringan

kolagen (fibrosa) pada mukosa konkha nasalis. Sedangkan massa putih, discharge

kental, dan warna kuning kecoklatan merupakan suatu manifestasi dari infeksi dan

iritasi yang kronis.

Selain gigi gangrene pada M1 kiri ata serta M2 kanan atas, pada

pemeriksaan orofaring juga didapatkan post-nasal drip. Post nasal drip adalah

akumulasi lendir di belakang hidung dan tenggorokan yang memberikan sensasi

dari lendir yang menetes kebawah dari belakang hidung. Gangren Pulpa adalah

keadaan gigi dimana jarigan pulpa sudah mati sebagai sistem pertahanan pulpa

sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga jumlah sel pulpa yang rusak

menjadi semakin banyak dan menempati sebagian besar ruang pulpa. Sel-sel

pulpa yang rusak tersebut akan mati dan menjadi antigen sel-sel sebagian besar

pulpa yang masih hidup. Adanya gigi gangrene tersebut dapat mendukung

diagnosis adanya sinusitis odontogen. Secara anatomis, radix M1,M2,M3 dan

premolar 1 berada tepat dibawah sinus maxillaries, sehingga infeksi pada gigi-gigi

tersebut dapat menyebar dengan mudah ke sinus maxillaries.

Pada pemeriksaan foto kepala posisi water’s, PA, dan Lateral, terlihat air

fluid level pada sinusitis maksilaris dextra. Gambaran air fluid level ini

merupakan tanda yang khas pada rhinosinusitis kronis. Obstruksi pada ostium

sinus dapat menyebabkan drainase mucus dan cairan yang diproduksi sinus

paranasal terhambat dan terakumulasi dalam rongga sinus. Foto polos sinus

paranasal merupakan metode mudah dan cepat untuk evaluasi struktur

maksilofasial. Ada empat posisi yang sering adalah posisi Waters’, Towne’s,

lateral, dan submentoverteks. Paparan radiasi berkisar 40-60 mSv. Pemeriksaan

Page 7: Laporan Skenario 1 - THT

tersebut memuaskan untuk sepertiga bawah kavum nasi dan sinus maksila.

Gambaran sinus ethmoid anterior et posterior, sinus frontal, dan sphenoid sering

kurang baik akibat penumpukan bayangan (Zeinreich, 2004). Penebalan mukosa

lebih dari 4 mm, opasitas komplit sinus maksilaris, dan gambaran air fluid level

merupakan gambaran radiologis utama yang digunakan untuk diagnosis sinusitis

pada foto polos. Gambaran opasitas sinus maksilaris tersebut dapat akibat

penebalan dinding anterior sinus atau jaringan lunak yang tebal. Polip sinus juga

dapat memberi gambaran seperti air fluid level (Zeinreich, 2004).

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan

peningkatan jumlah eosinofil. Leukositosis merupakan keadaan dimana jumlah

leukosit lebih tinggi dari nilai rujukan. Nilai rujukan jumlah leukosit normal

adalah 4,5 x 103µl (Sacher Ronald A dan McPerson Richard A, 2009).

Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik.

Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat,

gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal, partus dan haid. Derajat

peningkatan leukosit pada infeksi akut tergantung dari: Beratnya infeksi, Usia

pasien, Daya tahan tubuh pasien, Efisiensi sumsum tulang. Leukositosis pada

pasien ini dihubungkan dengan adanya infeksi baik pada gigi, terjadinya sinusitis

dan rhinitis. Peningkatan jumlah eosinofil juga diebut dengan eosinofilia. Nilai

rujukan normal jumlah eosinofil adalah 0-700sel/µl (Sacher Ronald A dan

McPerson Richard A, 2009). Eosinofil mengandung beberapa enzim yang

menginaktifkan mediator-mediator peradangan juga mengandung histamine.

Peningkatan jumlahnya biasanya diperngaruhi oleh faktor alergi. Hal ini

berhubungan dengan kasus pasien dimana terjadi alegi terhadap debu yang

mengindikasikan terjadinya rhinitis alergi.

Dari pembahasan skenario diatas, apabila pasien tidak diterapi dengan

benar menggunakan medikamentosa maupun secara pembedahan akan

menimbulkan komplikasi berupa infeksi pada beberapa tempat. Infeksi pada otak,

mata, bahkan sampai sistem pencernaan dan pernafasan.

Page 8: Laporan Skenario 1 - THT

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dari skenario tersebut, dari hasil diskusi kelompok kami pasien

didiagnosis mengalami sinusitis dentogen.

2. Diagnosis tersebut didukung dengan adanya berbagai faktor pencetus

seperti polip nasi, rhinitis alergi dan adanya gigi gangren.

3. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan diantaranya medikamentosa,

rehabilitasi medik dan edukasi pasien.

B. Saran

1. Tutor diharapkan lebih memberikan pancingan-pancingan dan feedback

terhadap kelompok tutorial.

2. Mahasiswa diharapkan memberikan kontribusi yang lebih aktif agar

diskusi dapat berjala dengan baik dan lancar.

Page 9: Laporan Skenario 1 - THT

DAFTAR PUSTAKA

Sacher Ronald A dan McPerson Richard A. 2009. Tinjauan Klinis Hasil

Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Jakarta : EGC.

Zeinreich SJ. Imaging for staging of rhinosinusitis. Ann Otol. Rhinol. Laryngol

2004.; 133: 19-23.