Upload
faza-naufal
View
134
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
impetigo crustacea pioderma dermatitis
Citation preview
1
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario B BLOK 19” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr.Fitriani, selaku tutor Tutorial B2
4. Teman-teman seperjuangan
5. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan turotial ini bermanfaat bagi kita
dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Palembang, 4 September 2013
Penulis, Mohd Quarratul Aiman
2
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul ….…………………………………………………………………
Kata Pengantar…………………………………………………………………… 1
Daftar Isi ….……………………………………………………………………… 2
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ……………………………………………….. 3
1.2 Maksud dan Tujuan ….……………………………………… 3
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial ..………………………………………………… 4
2.2 Skenario ….……………………………………………………. 5
2.3 Seven Steps Procedure ……………………………………
2.3.1 Klarifikasi Istilah-Istilah.……………………………. 6
2.3.2 Identifikasi Masalah ………………………………..... 7
2.3.3 Analisis Masalah……………………………………… 8
2.3.4 Hipotesis……………………………………………… 28
2.3.5 Kerangka Konsep…………………………………….. 28
2.3.6 Learning Issue………………………………………... 29
2.3.7 Sintesis……………………………………………….. 30
2.4 Kesimpulan……………………………………………………… 52
Daftar Pustaka………………………………………………………………………. 53
3
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Sensoris adalah blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario B yang
memaparkan kasus mengenai Kelainan pada Kulit.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
4
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Fitriani, Sp.KK
Waktu : Senin, 02 September 2013
Rabu, 04 September 2013
Moderator : Mutiara Khalida
Sekretaris meja : Mohd Quarratul Aiman Bin Ishak
Sekretaris papan : Rifky Rizaldi
Rule Tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat
3. Berbicara yang sopan dan penuh tata karma.
5
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2.2 Skenario B Blok 19
Otoy, 4 tahun, dibawa orang ya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan keluhan timbul
bercak merah sebagian ditutu keropeng kekuningan di tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak
4 hari yang lalu. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji
jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi
keropeng warna kuning madu. Dalam 3 hari ini muncul bejolan sebesar kelereng di lipat paha
kanan dan kiri. Keluhan ini tidak disertai demam. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah
menderita sakit yang sama 10 hari dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering
menggunakan baju dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rmah dan malas
bila disuruh mandi.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Vital sign: Nadi: 88x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 37,0OC
Keadaan Spesifik:
KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat,
diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri tekan.
Status Dermatologikus:
Regio extremitas inferior dextra et sinistra:
Plak eritem multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan.
6
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2.3 Seven Steps Procedure
2.3.1 Klarifikasi Istilah
1. Lepuh : tonjolan pada kulit berisi cairan
2. Gatal : sensasi tidak menyenangkan yang berasal dari organ kulit dan
jaringan epitel
3. Koreng : ulcer yaitu kerusakan local/ekstravasi permukaan organ/jaringan
yang ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan nekrotik yang radang
4. Nodul : tonjolan/nodus kecil yang padat dan dapat dikenali dgn sentuhan
5. Eritem multiple : kompleks gejala dengan lesi kulit yang sangat polimorfik
termasuk vesikel papula macular dan bula
6. Discret : dibuat dari bagian yang terpisah / ditandai dengan lesi tidak
berkelompok
7. Krusta kekuningan : lapisan luar yang terbentuk, khususnya dari materi padat
yang berbentuk dari pengeringan eksudat/ekskresi tubuh yang berwarna kuning
8. Mobile : bagian yang dapat digerakkan/terfiksasi
9. Status dermatologikus: gambaran keadaan kulit seseorang
10. Lentikuler : berkenaan dengan atau berbentuk seperti lensa
7
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2.3.2 Identifikasi masalah
1. Otoy, 4 tahun, dibawa orang ya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan keluhan
timbul bercak merah sebagian ditutu keropeng kekuningan di tungkai kanan dan kiri disertai
gatal sejak 4 hari yang lalu.
2. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung berisi
cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh mudah pecah menjadi
keropeng warna kuning madu.
3. Dalam 3 hari ini muncul bejolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan ini
tidak disertai demam.
4. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu dan
sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan handuk bersama.
Mereka berdua sering bermain di luar rmah dan malas bila disuruh mandi.
5. Keadaan spesifik : KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran berupa
nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri tekan
6. Status dermatologikus : regio extremitas inferior dextra et sinistra; plak eritem multiple,
bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta kekuningan
8
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2.2.3 Analisis Masalah
1. Otoy, 4 tahun, dibawa orang ya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH dengan
keluhan timbul bercak merah sebagian ditutup keropeng kekuningan di tungkai
kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu.
a. Etiologi bercak merah yang ditutupi keropeng kekuningan di kedua tungkai?
Banyak faktor-faktor etiologik yang diduga sebagai penyebab erythema
1) Infeksi
Bacterial – Vaksinasi BCG, borreliosis, catscratch disease, diphtheria, hemolytic
streptococci, legionellosis, leprosy,Neisseria meningitidis, Mycobacterium
avium complex,pneumococci, Proteus species, Pseudomonas species, Salmonell
aspecies, Staphylococcus species, Treponema pallidum, tuberculosis, tularemia, Vibrio
parahaemolyticus, Vincent disease,Yersinia species, rickettsial infections, Mycoplasma
pneumonia
Chlamydial – Lymphogranuloma venereum, psittacosis
Fungal – Coccidioidomycosis, dermatophytosis, histoplasmosis
Parasitic -Trichomonas species, Toxoplasma gondii
Viral – Adenovirus, coxsackievirus B5, cytomegalovirus, echoviruses, enterovirus,
Epstein-Barr virus, hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, herpes simplex,
influenza, measles, mumps, paravaccinia, parvovirus B19, poliomyelitis, vaccinia,
varicella-zoster, variola
Virus-drug interaction – Cytomegalovirus infection–terbinafine, Epstein-Barr virus
infection–amoxicillin
9
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2) Obat-obatan
Antibiotics – Penicillin, ampicillin, tetracyclines, amoxicillin, cefotaxime, cefaclor,
cephalexin, ciprofloxacin, erythromycin, minocycline, sulfonamides, trimethoprim-
sulfamethoxazole, vancomycin
Anticonvulsants – Barbiturates, carbamazepine, hydantoin, phenytoin, valproic acid
Antipyretics – Analgesics, khususnya aspirin
Antituberculoids – Rifampicin, isoniazid, thiacetazone, pyrazinamid
Lain-lain – Acarbose, albendazole, allopurinol, arsenic, bromofluorene, quinine
(Chinine), cimetidine, clofibrate, corticosteroids, diclofenac, didanosine,
dideoxycytidine, diphosphonate, estrogen, etretinate, fluconazole,
griseofulvin,gabapentin, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor, hydralazine,
indapamide, indinavir, lamotrigine,methazolamide, mefloquine, methotrexate,
meprobamate, mercurials, minoxidil, nifedipine, nevirapine, nitrogen mustard, nystatin,
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), phenolphthalein, piroxicam, pyritinol,
progesterone, potassium iodide, sulindac, suramin, saquinavir, thiabendazole, thiouracil,
terbinafine, theophylline, verapamil
3) Bumbu dan bahan pengawet – Asam benzoat, kayu manis
4) Gangguan imunologik - Kekurangan C4 selektif temporer pada bayi (transient selective
C4 deficiency of infancy)
5) Faktor mekanik – Tattooing
6) Makanan - Salmon berries, margarine
7) Faktor fisik – Radioterapi, cuaca, cahaya matahari
8) Lain-lain - Collagen diseases, vasculitides, non-Hodgkin lymphoma, leukemia, multiple
myeloma, myeloid metaplasia, polycythemia
9) Pada lebih dari 50% kasus, faktor pemicu tidak diketahui. Yang paling umum adalah
kasus dengan infeksi herpes simpleks (oral atau genital) yang mendahuluinya, atau
dengan infeksi mikoplasma, infeksi bakteri atau virus yang lain juga telah dibuktikan.
10
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
Etiologi krusta kekuningan :
Infeksi bakteri Staphylococcus aureus atau S.pyogens pada penyakit impetigo
b. Mekanisme bercak merah yang ditutupi keropeng kekuningan di kedua tungkai
disertai gatal?
Bercak merah dan keropeng kekuningan merupakan tanda khas pada non-bullous
impetigo. Setelah terjadi infeksi epidermis terbagi/break in tepat di bawah stratum
granulosum membentuk lepuh besar. Neutrofil bermigrasi melalui epidermis
spongiotic ke dalam rongga blister, yang juga mungkin mengandung cocci. Sel
acantholytic Sesekali dapat dilihat, mungkin karena aksi neutrofil. Atas dermis
mengandung peradangan menyusup neutrofil dan limfosit. Vesikel yang terbentuk ini
sangat tipis dan berdinding eritematosa. Vesikel ini mudah pecah dan, serum exuding
yang mongering membentuk kerak coklat kekuningan (Gambar 30.1), yang biasanya
lebih tebal dan 'kotor' dalam bentuk streptokokus.
c. Bagaimana predileksi dari keluhan?
Berdasarkan beberapa literatur disebutkan bahwa tempat predileksi dari impetigo krustosa adalah
di daerah sekitar mulut dan hidung, tetapi tidak menutup kemungkinan dijumpai ditempat lain,
karena pada dasarnya penyakit ini bisa ditularkan ke seluruh daerah tubuh yang sering
mengalami trauma sehingga fungsi perlindungan kulit terganggu.
Lokalisasi: daerah yang terpapar, terutama wajah (sekitar hidung dan mulut), tangan, leher dan
ekstremitas.
11
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung
berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh mudah pecah
menjadi keropeng warna kuning madu.
a. Bagaimana mekanisme timbulnya lepuh pada kasus?
bakteri menempel di kulit
Koloni meningkat
Mengeluarkan eksotoksin
Merusak desmosom (jembatan sel )
Epidermis terenggang (akantolisis)
Menyebabkan rongga antar s.korneum dan s. granulosum
Neutrofil migrasi ke dalam rongga
Lepuh berisi cairan
Mengaktifkan limfosit T mengeluarkan IL-4 menghasilkan IgE faktor pertumbuhan sel mast meningkathistamingatal
Faktor resiko: Bermain di luar rumah dan malas mandi, (higienis kurang), saudara kembar menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu,menggunakan baju dan handuk bersama.
12
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
b. Bagaimana mekanisme lepuh bisa menjadi keropeng?
Vesikel (lepuh) cairan bening sampai kekuningan terus menumpuk di lapisan
epidermis vesikel pecah serum pus mengering keropeng kekuningan
3. Dalam 3 hari ini muncul bejolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri.
Keluhan ini tidak disertai demam.
a. Bagaimana mekanisme benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri?
FR infeksi bakteri pada kulit di tungkai melalui limfogen masuknya
antigen / mikroba ke KGB regional(daerah inguinal) untuk identifikasi dan
pemrograman penghancurannya sel KGB menghasilkan pertahanan tubuh seperti
limfosit, plasma, histiosit, monosit atau sel-sel radang (neutrofil) pembesaran
KGB muncul benjolan dilipat paha kanan dan kiri
b. Mengapa keluhan ini tidak disertai demam?
Infeksi hanya terbatas pada daerah superficial kulit dan tidak menyebar secara
hematogen sehingga tidak terjadi infeksi sistemik.
13
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
4. Saudara kembar Otoy, Oboy, juga pernah menderita sakit yang sama 10 hari yang
lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan
handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas bila
disuruh mandi.
a. Hubungan kebiasaan menggunakan baju dan handuk bersama, sering bermain diluar
rumah dan malas mandi pada kasus ini?
Makna riwayat penyakit saudaranya yang lalu
Merupakan factor predisposisi terjadinya keluahan pada oboy yaitu kontak langsung
maupun tidak langsung dengan pasien impetigo yakni yang diderita saudaranya 10 hari
yang lalu.
Makna sering bermain diluar dan malas mandi
Impetigo sering terjadi pada daerah yang tropis dan cuaca panas ataupun lembab.Selain
itu, faktor lain yang mempengaruhinya adalah kebersihan / higiene yang buruk sehingga
memungkinkan bakteri cepat berkembang didalam tubuh
Makna 10 hari yang lalu saudara menderita sakit yang sama
Penyakit impetigo crustosa merupakan penyakit yang sangat menular, jadi oboy yang
merupakan saudara kembar otoy yang menderita penyakit yang sama 10 hari yang lalu
merupakan salah satu factor resiko terjadinya penularan impetigo crustosa pada otoy.
14
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
5. Pemeriksaan Fisik
a. Intepretasi dari pemeriksaan fisik?
Keadaan umum :
- Sadar : normal
- Kooperatif : normal
Vital sign :
- Nadi 88x/menit
Normal : 80-120x/m
Interpretasi : Normal
- RR 20 x/menit
Normal : 16-24x/m
Interpretasi : masih normal (tapi hamper tinggi)
- Suhu 37,0 C
Normal : 36,5oC – 37,2oC
Interpretasi : Normal
KGB inguinalis lateral dextra et sinistra
- Terdapat pembesaran berupa nodul , 2 buah , diameter 1 cm, konsistensi kenyal,
mobile, tidak nyeri
Interpretasi : tidak normal
Status Dermatologikus :
Region extremitas inferior dextra et sinistra
- Plak eritem multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta
kekuningan
Interpretasi : tidak normal
15
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
b. Mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?
Kelenjar limfa termasuk dalam bagian sistem pertahanan tubuh. Maka, jika ada
antigen asing yang menginfeksi(pada kasus ini akibat infeksi bakteri) akan terbentuk
respon imun terhadap antigen asing,sehingga menyebabkan terjadinya pembesaran
KGB.
6. Status Dermatologikus
a. Intepretasi dari status dermatologikus?
Status Dermatologikus :
Region extremitas inferior dextra et sinistra
- Plak eritem multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta
kekuningan
Interpretasi : tidak normal
b. Mekanisme abnormal dari status dermatologikus?
Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm akibat
inflamasi akibat invasi mikroorganisme yang dengan cepat membentuk vesikel berdinding tipis.
Kemudian vesikel tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan
menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2
cm. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan
jaringan scar.
16
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
7. Differential Diagnosis
a. Herpes Simpleks + infeksi sekunder
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya
terdapat demam, malaise, disertai limfadenopati. 3,9
b. Varisela + infeksi sekunder
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding tipis
dengan dasar eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan ekstremitas) yang
kemudian ruptur membentuk krusta (lesi berbagai stadium).3
c. Kandidiasis
Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah selaput
lendir atau daerah lipatan. 3
d. Diskoid lupus eritematous
Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut. 3
e. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa minggu dan
sembuh dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis. 3
f. Gigitan serangga
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri. 3
g. Skabies
Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada
malam hari.3
17
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
8. How To Diagnose
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Gejala klinis penyakit ini biasanya ditandai dengan lesi awal berbentuk makula eritem yang
berubah dengan cepat menjadi vesikel berisi cairan bening atau pustul yang cepat memecah, bila
mengering akan mengeras membentuk krusta yang melekat di kulit dengan warna menyerupai
kuning madu. Biasanya gatal dan jika krusta diangkat diangkat maka tampak erosi dibawahnya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila
terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsy jarang dilakukan. Biasanya
diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila
diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.
• Laboratorium rutin
Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien
dengan impetigo. Pemeriksaan urinalisis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi
glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS), yang ditandai dengan hematuria dan
proteinuria.
• Pemeriksaan imunologis
Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan kadar anti
deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.
• Pemeriksaan mikrobiologis
Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat dikultur
dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus atau
keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resisten S. aureus
(MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotik yang sesuai. Pewarnaan gram pada eksudat
memberikan hasil gram positif.
18
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
9. Working Diagnosis
Impetigo Krustosa
10. Epidemiologi
Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering. Penyakit ini
banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama antara laki-laki
dan perempuan. Di Amerika, impetigo merupakan 10% dari penyakit kulit anak yang menjadi
penyakit infeksi kulit bakteri utama dan penyakit kulit peringkat tiga terbesar pada anak. Di
Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada
anak usia 5-15 tahun.
11. Patogenesis
Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian minor dari trauma
(misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma membuka protein-
protein di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan membentuk infeksi di kulit.
Pada epidermis muncul neutrophilic vesicopustules. Pada bagian atas kulit terdapat sebuah
infiltrate yang hebat yakni netrofil dan limfosit. Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini.
Eksotoksin Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah berbintik
merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock syndrome. Kira-
kira 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat menyebar
dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi impetigo yang muncul 7-14
hari kemudian.
19
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
12. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada suatu
daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang berespons
terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
- Pewarnaan gram. Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil
dengan kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.
- Kultur cairan. Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan adanya
Streptococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan
Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat berdiri
sendiri.
- Biopsi dapat juga dilakukan jika ada indikasi.
2. Pemeriksaan Lain:
- Titer anti-streptolysin-O ( ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif lemah
untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
-Streptozyme. Adalah positif untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang
dilakukan.
20
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
13. Faktor Risiko
Meskipun siapa saja bisa mengalami impetigo, anak berusia 2 sampai 6 tahun dan bayi
adalah yang paling banyak mengalaminya. Anak secara khusus rentan mengalami infeksi
karena sistem imun mereka masih dalam tahap perkembangan. Karena itulah impetigo
dapat dengan menyebar melalui kelompok bermain atau di sekolah.
Faktor lain yang meningkatkan impetigo antara lain:
• Bersentuhan langsung dengan mereka yang terkena impetigo atau dengan peralatan
yang terkontaminasi
- Kondisi yang ramai
- Cuaca yang panas dan lembab
- Kebersihan (higiene dan sanitasi) kurang
- Keadaan kurang gizi (malnutrisi) dan anemia.
Mereka yang memiliki diabetes atau sistem imun yang lemah secara khusus lebih
rentan terkena ecthyma, jenis impetigo yang lebih serius.
14. Manifestasi Klinis
Dalam impetigo non-bulosa, lesi awal adalah vesikel sangat tipis berdinding pada
eritematosa. Vesikel pecah cepat kemudian Mengeringnya exuding serum untuk
membentuk kerak coklat kekuningan (Gambar 30.1), yang biasanya lebih tebal dan 'kotor'
dalam bentuk streptokokus dan beberapa lesi biasanya bisa bergabung. Crust bisa
mengering meninggalkan erythema yang redup tanpa bekas luka. Dalam kasus yang
parah, mungkin ada adenitis regional dengan demam dan gejala konstitusional lainnya.
Wajah, terutama di sekitar hidung dan mulut, dan anggota badan adalah situs yang paling
sering terkena, tetapi keterlibatan kulit kepala sering terjadi pada tinea capitis, dan lesi
dapat terjadi di manapun pada tubuh, terutama pada anak dengan dermatitis atopik atau
kudis.
21
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
15. Penatalaksanaan
A. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.9
Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena
untuk mencegah infeksi. 9
Mengurangi kontak dekat dengan penderita 9
Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat
melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa: 9
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air mengalir
serta membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan
peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu
mencuci tangan sampai bersih.
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.
- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.
B. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan
kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan kekambuhan.3
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang luas
atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.1
a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)
Golongan Penicilin (bakterisid)
o Amoksisilin+ Asam klavulanat
Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.3
Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)
22
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.3
o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.3
b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari. 4
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2
sampai hari ke-4.4
2.Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan
penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis
terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat
lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.5,6
o Mupirocin
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari
Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis
protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga
menghambat aktivitas coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian
besar Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan
impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.10
o Asam Fusidat
23
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum.
Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim
asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif
dengan mupirocin topikal.11
o Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain
Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding
sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat
sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan
Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri
superfisial kulit seperti impetigo.10
o Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan
subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap
Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada
tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan
telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa
obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.6
16. Pencegahan
Anak-anak dengan impetigo harus menghindari kontak dekat dengan anak-anak lain jika
mungkin. Rekomendasi mengizinkan anak-anak dengan impetigo dari sekolah atau penitipan
selama 24 jam setelah pemberian antibiotik.
24
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
Merawat lesi kulit dengan mupirocin karena hal ini telah terbukti menurunkan tingkat
penyebaran impetigo. Antihistamin dan steroid topikal membantu mengurangi menggaruk.
Mengobati penyakit yang mendasarinya juga telah terbukti menurunkan jumlah patogen pada
kulit.
Ajarkan kebersihan pribadi yang baik. Misalnya, menjaga kuku pendek dan bersih dan sering
mencuci tangan dengan sabun antibakteri dan air atau tanpa air pembersih antibakteri. Anjurkan
pasien tentang meningkatkan kondisi lingkungan melalui penambahan AC dan dengan menjaga
lingkungan bersih.
17. Prognosis
Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya impetigo krustosa dapat
membaik spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat
bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa
ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemi.
Pada Otoy , bila penyakit segera diobati dan pencegahan untuk menghindari kekambuhan
dilaksanakan , maka prognosisnya untuk vital : dubia et bonam dan fungsional : dubia et
bonam.
18. Komplikasi
1) Ektima
25
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke epidermis menjadi
ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan yang ditandai dengan adanya ulkus dan
krusta tebal.
2) Selulitis dan Erisepelas
Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis dan erisepelas,
meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang mengenai jaringan
subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai dengan eritema setempat,ketegangan kulit disertai
malaise,menggigil dam demam. Sedangkan erisepelas merupakan peradangan kulit yang
melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai dengan eritema dan tepi
meninggi,panas,bengkak,dan disertai gejala prodormal.
3) Glomerulonefritis Post Streptococcal
Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya disebabkan oleh
Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu glomerulonefritis akut (2-5%). Penyakit ini
lebih sering terjadi pada anak anak usia kurang dari 6 tahun. Insiden GNA berbeda pada setiap
individu,tergantung dari strain potensial yang menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan
penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe Streptococcus strain 49,55,57,dan 60 serta strain
M tipe 2.Periode laten berkembangnya nefritis setelah pioderma streptococcal sekitar 18-21 hari.
Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri dari hematuria makroskopik atau mikroskopik,edema yang
diawali dari regio wajah dan hipertensi.
4) Rheumatic Fever
Kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi streptokokus yang tidak diobati.
Kondisi ini dapat mempengaruhi otak, kulit, jantung dan sendi tulang.
26
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
5) Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit yang banyak ditemui setiap tahun. Penyakit ini biasa terjadi
pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang menekan sistem imunitas
6) Infeksi Methicilin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)
MRSA adalah sebuah strain bakteri stafilokokus yang resisten terhadap sejumlah antibiotik.
MRSA dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit yang sangat sulit diobati. Infeksi kulit dapat
dimulai dengan sebuah eritem, papul, atau abses yang mengeluarkan pus. MRSA juga dapat
menyebabkan pneumonia dan bakterimia.
7) Osteomielitis
Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya berasal dari bagian tubuh
yang lain yang berpindah ke tulang melalui darah.
8) Meningitis
Sebuah inflamasi pada membran dan cairan cerebrospinal yang melingkupi otak dan medula
spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang dapat mempengaruhi kehidupan dan
menghasilkan komplikasi permanen seperti koma,syok dan kematian
19. KDU
27
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
28
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2.3.4 Hipotesis
Otoy, 4 tahun dibawa kepoliklinik IKKK RSMH dengan keluhan bercak merah sebagian ditutupi
keropeng kekuningan ditungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu diduga
menderita impetigo krustosa..
2.3.5 Kerangka Konsep
FR : Riwayat keluarga, pemakaian barang bersamaan, dan tahapkebersihan kurang
Infeksi bakteri
lepuh berisi cairan bening, mudah pecah,gatal dan menjadi koreng
Menyebar secara limfogen timbul benjolan dilipat paha
Impetigo crustosa
Status dermatologikus
29
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2.3.6 Learning Issue
No. Pokok BahasanWhat I
know
What I
don’t know
I have to
prove
How will I
learn
1.Anatomi,fisiologi
histologi kulit
Lapisan
kulit
- Text book
- Internet
2. Pioderma Definisi Klasifikasi
Bentuk-
bentuk
pioderma
- Text book
- Internet
3. Impetigo krustosa Gejala klinis patofisiologi
- Text book
- Internet
- Jurnal
4.Jenis-jenis
efloresensi
Pengertian
dari masing-
masing
istilah
- Text book
- Internet
30
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2.3.7 Sintesis
1. Anatomi, fisiologi histologi kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.
Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan
kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan
iklim, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.
Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 -6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin.
a. Kulit tipis : kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bag. medial lengan atas.
b. Kulit tebal : telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda :
a. Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epital berasal
dari ectoderm
b. Lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Kulit terdiri dari 3 lapisan, yakni epidermis, dermis dan subkutan
31
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
A. Epidermis
Terbagi atas 5 lapisan:
i. Lapisan basal
Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis. Tersusun sebagai
tiang pagar atau palisade. Lapisan terbawah dari epidermis. Terdapat melanosit
yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin( melindungi kulit dari sinar
matahari.
ii. Lapisan Malpighi/ stratum spinosum.
Lapisan epidermis yang paling tebal. Terdiri dari sel polygonal. Sel – sel
mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat seperti duri Perlekatan antar
jemabatan membentuk Nodulus Bizzozero. Terdapat juga sel langerhans yang
berfungsi untuk respon antigen kutaneus
iii. Lapisan Granular / stratum granulosum.
Terdiri dari butir – butir granul keratohialin yang basofilik. Merupakan 2 atau 3
lapis sel gepeng
iv. Stratum lucidum
Lapisan sel gepeng tanpa inti. Protoplasma berubah jadi protein (eleidin).
Biasanya terdapat pada kulit tebal seperti telapak kaki dan telapak tangan. Tidak
tampak pada kulit tipis
32
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
v. Lapisan tanduk / korneum.
Terdiri dari 20 – 25 lapis sel tanduk tanpa inti. Protoplasma sudah berubah
menjadi keratin. Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein
fibrous insoluble yang membentuk barier terluar kulit yang berfungsi:
1) Mengusir mikroorganisme patogen.
2) Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh.
3) Unsure utama yang mengerskan rambut dan kuku.
Stratum korneum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini
mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis
sel yaitu :
1) Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti
lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar
sel
2) Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel
berwarna muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mengandung butir pigmen (melanosomes)
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3 -4 minggu. Dalam epidermis terdapat 2
sel :
a. Sel merkel
Fungsinya belum dipahami dengan jelas tapi diyakini berperan dalam
pembentukan kalus dan klavus pada tangan dan kaki.
b. Sel Langerhans
Berperan dalam respon – respon antigen kutaneus. Epidermis akan bertambah
tebal jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis
dan dermis disebut rete ridge yang berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi
yang essensial. Dan terdapat kerutan yang akan disebut fingers prints.
33
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
1. Dermis ( korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri
dari 2 lapisan
a. pars papilariserdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen
b. pars retikularis yang terdapat banyak pembuluh darah , limfe, dan akar
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
2. Jaringan subkutan atau hipodermis / subcutis.
Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan
banyak lemak. Merupakan jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan
setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan
kontur tubuh dan penyekatan panas. Sebagai bantalan terhadap trauma dan
tempat penumpukan energi
Pembuluh Darah Dan Saraf
A. Pembuluh darah
Pembuluh darah kulit terdiri 2 anyaman pembuluh darah nadi yaitu ;
a.Anyaman pembuluh nadi kulit atas atau luar.
Anyaman ini terdapat antara stratum papilaris dan stratum retikularis, dari anyaman ini
berjalan arteriole pada tiap – tiap papilla kori.
b. Anyaman pembuluh darah nadi kulit bawah atau dalam.
Anyaman ini terdapat antara korium dan subkutis, anyaman ini memberikan cabang –
cabang pembuluh nadi ke alat – alat tambahan yang terdapat di korium.
Dalam hal ini percabangan juga juga membentuk anyaman pembuluh nadi yang terdapat
pada lapisan subkutis. Cabang – cabang ini kemudian akan menjadi pembuluh darah baik
balik/vena yang juga akan membentuk anyaman, yaitu anyaman pembuluh darah balik
yang ke dalam.
Peredaran darah dalam kulit adalah penting sekali oleh karena di perkirakan 1/5 dari
darah yang beredar melalui kulit. Disamping itu pembuluh darah pada kulit sangat cepat
menyempit/melebar oleh pengaruh atau rangsangan panas, dingin, tekanan sakit, nyeri,
dan emosi, penyempitan dan pelebaran ini terjadi secra refleks.
34
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
B. Susunan saraf kulit
Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang – cabang saraf apinal dan permukaan yang
terdiri dari saraf – saraf motorik dan saraf sensorik. Ujung saraf motorik berguna untuk
menggerakkan sel – sel otot yang terdapat pada kulit, sedangkan saraf sensorik berguna
untuk menerima rangsangan yang terdapat dari luar atau kulit. Pada kulit ujung – ujung
saraf sensorik ini membentuk bermacam – macam kegiatan untuk menerima rangsangan.
Ujung – ujung saraf yang bebas untuk menerima rangsangan sakit/nyeri banyak terdapat
di epidermis, disini ujung – ujung sarafnya mempunyai bentuk yang khas yang sudah
merupakan suatu organ.
Fungsi Kulit Secara Umum
A. Proteksi.
Masuknya benda- benda dari luar(benda asing ,invasi bacteri.) Melindungi dari trauma
yang terus menerus. Mencegah keluarnya cairan yang berlebihan dari tubuh. Menyerap
berbagai senyawa lipid vit. A dan D yang larut lemak. Memproduksi melanin mencegah
kerusakan kulit dari sinar UV.
B. Pengontrol/pengatur suhu.
Vasokonstriksi pada suhu dingin dan dilatasi pada kondisi panas peredaran darah
meningkat terjadi penguapan keringat. proses hilangnya panas dari tubuh:
i. Radiasi: pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih rendah.
ii. Konduksi : pemindahan panas dari ubuh ke benda lain yang lebih dingin yang
bersentuhan dengan tubuh.
iii. Evaporasi : membentuk hilangnya panas lewat konduksi
Kecepatan hilangnya panas dipengaruhi oleh suhu permukaan kulit yang ditentukan oleh
peredaran darah kekulit.(total aliran darah N: 450 ml / menit.
C. Sensibilitas
mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan dan rabaaan.
35
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
D. Keseimbangan Air
Sratum korneum dapat menyerap air sehingga mencegah kehilangan air serta elektrolit
yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam
jaringan subcutan. Air mengalami evaporasi (respirasi tidak kasat mata)+ 600 ml / hari
untuk dewasa.
E. Produksi vitamin.
Kulit yang terpejan sinar Uvakan mengubah substansi untuk mensintesis vitamin D.
A. Epidermis
Terbagi atas 5 lapisan:
1. Lapisan basal
Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis. Tersusun sebagai
tiang pagar atau palisade. Lapisan terbawah dari epidermis. Terdapat melanosit
yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin( melindungi kulit dari sinar
matahari.
2. Lapisan Malpighi/ stratum spinosum.
Lapisan epidermis yang paling tebal. Terdiri dari sel polygonal. Sel – sel
mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat seperti duri Perlekatan antar
jemabatan membentuk Nodulus Bizzozero. Terdapat juga sel langerhans yang
berfungsi untuk respon antigen kutaneus
3. Lapisan Granular / stratum granulosum.
Terdiri dari butir – butir granul keratohialin yang basofilik. Merupakan 2 atau 3
lapis sel gepeng
4. Stratum lucidum
Lapisan sel gepeng tanpa inti. Protoplasma berubah jadi protein (eleidin).
Biasanya terdapat pada kulit tebal seperti telapak kaki dan telapak tangan. Tidak
tampak pada kulit tipis
36
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
5. Lapisan tanduk / korneum.
Terdiri dari 20 – 25 lapis sel tanduk tanpa inti. Protoplasma sudah berubah
menjadi keratin. Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein
fibrous insoluble Stratum korneum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus
(kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris
seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling
bawah.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3 -4 minggu. Dalam epidermis
terdapat 2 sel :
a. Sel merkel
Fungsinya belum dipahami dengan jelas tapi diyakini berperan dalam
pembentukan kalus dan klavus pada tangan dan kaki.
b. Sel Langerhans
Berperan dalam respon – respon antigen kutaneus. Epidermis akan bertambah
tebal jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis
dan dermis disebut rete ridge yang berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi
yang essensial. Dan terdapat kerutan yang akan disebut fingers prints.
A. Dermis ( korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri
dari 2 lapisan
a. pars papilariserdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen
b. pars retikularis yang terdapat banyak pembuluh darah , limfe, dan akar
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
B. Jaringan subkutan atau hipodermis / subcutis.
Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan
banyak lemak. Merupakan jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan
setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan
kontur tubuh dan penyekatan panas. Sebagai bantalan terhadap trauma dan
tempat penumpukan energi.
37
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2. Pioderma
Definisi :
Pioderma: penyakit kulit yg disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus atau
keduanya
Etiologi :
Penyebabnya utama: Staphylococcus aureus & Streptococcus β hemolyticus , sedangkan
Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal kulit, jarang menyebabkan
infeksi
Klasifikasi :
A. Pioderma primer : terjadi pd kulit normal; Gambaran klinisnya tertentu; Penyebabnya
biasanya 1 macam organisme
B. Pioderma sekunder: pd kulit yg telah ada penyakit kulit lain; Gambaran klinisnya tidak
khas, mengikuti penyakit yg telah ada
Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata, contohnya:
dermatitis impetigenisata, skabies impetigenisata èTanda: ada pus, pustul, bula
purulen, krusta warna kuning kehijauan, pembesaran KGB regional, leukositosis,
dapat disertai demam
38
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
Bentuk pioderma :
1. Impetigo
I. Impetigo Krustosa
Lokalisasi
Daerah yang terpajan, terutama wajah ( sekitar hidung dan mulut ),
tangan, leher dan ektremitas.
Umur
Terutama pada anak –anak.
Penyebab
Staphylococcus aureus koagulase positif dan Streptococcus
betahemolyticus.
II. Impetigo Bulosa
Lokalisasi
Didaerah ketiak, dada, punggung, ekstremitas atas dan bawah.
Umur
Anak – anak dan dewasa
Penyebab
Terutama di sebabkan oleh Staphylococcus aureus
39
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
III. Impetigo Neonatorum
Lokalisasi
Seluruh tubuh
Umur
Pada neonates
Penyebab
Staphylococcus aureus, Streptococcus betahemoyiticus
Gambaran klinis
i. impetigo krustosa
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi
di muka, yankni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap
sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan
vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita dating berobat yang
terlihat ialah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan
tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh
di bagian tengah.
ii. impetigo bulosa
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak, dada,
punggung. Sering bersama-sama malaria. Terdapat pada anak dan orang
dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Kadang-
kadang waktu penderita dating berobat, vesikel/bula telah memecah
sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.
40
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2. .Furunkel
Furunkel adalah Infeksi akut dari satu folikel rambut yang biasanya mengalami nekrosis
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. jika lebih dari pada sebuah disebut furunkulosis.
Gejala klinis :
- Mula-mula modul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut, kemudian
menjadi pustula dan mengalami nekrose dan menyembuh setelah pus keluar dan
meninggal sikatrik. Proses nekrosis dalam 2 hari – 3 minggu.
- Nyeri, terutama pada yang akut, besar, di hidung, lubang telinga luar.
- Gejala konstitusional yang sedang (panas badan, malaise, mual).
- Dapat satu atau banyak dan dapat kambuh-kambuh.
- Tempat predileksi : muka, leher, lengan, pergelangan tangan dan jari-jari tangan,
pantat dan daerah anogenital.
3. .Karbunkel
Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut / kumpulan furunkel.yang
terinfeksi oleh Staphylococcus aureus, yang disertai oleh keradangan daerah sekitarnya
dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak bawah kulit
41
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
Gejala klinis :
- Pada permulaan infeksi terasa sangat nyeri dan tampak benjolan merah, permukaan
halus, bentuk seperti kubah dan lunak.
- Beberapa hari ukuran membesar 3 – 10 cm.
- Supurasi terjadi setelah 5 – 7 hari dan pus keluar dari banyak lubang fistel.
- Setelah nekrosis tampak modul yang menggaung atau luka yang dalam dengan dasar
yang purulen.
4. .Ektima
Ektima merupakan infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik
berbentuk krusta disertai ulserasi. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit ini adalah sanitasi buruk, menurunnya daya tahan tubuh, serta adanya
riwayat penyakit kulit sebelumnya.
Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya
ektima berdasarkan umur terdapat pada anak-anak, dewasa muda dan orang tua, tidak
ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama).
Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari
pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab terpenting yang
membedakan angka kejadian, beratnya ringannya lesi, dan dampak sistemik yang
didapatkan pada pasien ektima.
Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada
orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis,
ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya mendapatkan
infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu Staphylococcus aureus
dan Streptococcus B-hemolyticus group A yang merupakan penyebab dari penyakit kulit
impetigo dan ektima.
42
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
A. Etiologi
Status bakteriologi dari ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya
dianggap sebagai infeksi Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur
murni Streptococcus pyogenes. Selain Streptococcus, penyebab lain dari ektima adalah
Staphylococcus aureus. Dari 66 kasus yang disebabkan Streptococcus group A, 85%
terdapat Staphylococcus. Suatu literatur menunjukkan bahwa dari 35 pasien impetigo dan
ektima, 15 diantaranya (43%) disebabkan oleh Staphylococcus aureus, 12 pasien (34%)
disebabkan oleh streptococcus group A, dan 8 pasien (23%) disebabkan oleh keduanya.
Streptococcus β-hemolyticus group A dapat menyebabkan lesi atau menimbulkan
infeksi sekunder pada lesi yang telah ada sebelumnya. Kerusakan jaringan (seperti
ekskoriasi, gigitan serangga) dan keadaan imunokompromais merupakan predisposisi
pada pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi Streptococcus pada kulit
diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat, sanitasi buruk dan malnutrisi.
B. Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan
sistemik, seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, juga terkenal sebagai
bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus group A, B, C, D, dan G merupakan bakteri
patogen yang paling sering ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri
ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap fagositosis. Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa toksin yang dapat menyebabkan
kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh
superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan langsung pada molekul
HLA-DR pada antigen-presenting cell tanpa adanya proses antigen. Walaupun biasanya
antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari kompleks
reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B.
Aktivasi non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif tumor necrosis factor-α
(TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini
43
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
menyebabkan gejala klinis berupa demam, ruam eritematous, hipotensi, dan cedera
jaringan.
Pada umumnya bakteri patogen pada kulit akan berkembang pada ekskoriasi,
gigitan serangga, trauma, sanitasi yang buruk serta pada orang-orang yang mengalami
gangguan sistem imun.
Adanya trauma atau inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, dermatitis,
benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada patogenesis dari penyakit yang
disebabkan oleh bakteri ini karena kerusakan jaringan kulit sebelumnya menyebabkan
fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadi infeksi
bakteri.
C. Gambaran klinis
Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang
eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian
terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya terdapat
kurang lebih 10 lesi yang muncul pada ekstremitas inferior. Bila krusta terlepas,
tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk
cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Pada beberapa kasus juga terlihat bulla
yang berukuran kecil atau pustul dengan dasar yang eritema serta krusta yang keras dan
telah mengering. Krusta sangat sulit dilepaskan untuk membuka ulkus purulen yang
ireguler. Dapat disertai demam dan limfodenopati. Lesi cenderung menjadi sembuh
setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan
pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.
44
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
3. Impetigo krustosa
Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana.dan terbatas pada
daerah epidermis atau superfisialis kulit. Dasar infeksi adalah kurangnya hygiene dan
terganggunya fungsi kulit.
Epidemiologi
Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya menyebar
melalui kontak langsung. Paling sering menyerang anak-anak usia 2-5 tahun, namun tidak
menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama. Sebuah
penelitian di Inggris menyebutkan bahwa insiden tahunan dari impetigo adalah 2.8 % terjadi
pada anak-anak usia di bawah 4 tahun dan 1.6 persen pada anak-anak usia 5 sampai 15 tahun.
Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus
impetigo.
Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-
negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau
miskin.
Etiologi
Organisme penyebab dari impetigo krustosa adalah Staphylococcus aureus selain itu, dapat pula
ditemukan Streptococcus beta-hemolyticus grup A (Group A betahemolytic streptococci
(GABHS) yang juga diketahui dengan nama Streptococcus pyogenes). Sebuah penelitian di
Jepang menyatakan peningkatan insiden impetigo yang disebabkan oleh kuman Streptococcus
grup A sebesar 71% dari kasus, dan 72% dari kasus tersebut ditemukan pula Staphylococcus
aureus pada saat isolasi kuman.
45
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman ditemukan
bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta. Kuman S. pyogenes
menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian menyebar ke mukosa saluran
napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal
dan baru dapat ditemukan pada isolasi kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian.
Patogenesis
Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian minor dari trauma
(misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma membuka protein-protein
di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan membentuk infeksi di kulit. Pada
epidermis muncul neutrophilic vesicopustules. Pada bagian atas kulit terdapat sebuah infiltrate
yang hebat yakni netrofil dan limfosit. Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini.
Eksotoksin Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah berbintik
merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock syndrome. Kira-kira
30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat menyebar dari
hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi impetigo yang muncul 7-14 hari
kemudian.
Gambaran Klinis
Penyakit ini biasanya asimetris yang ditandai dengan lesi awal berbentuk makula eritem pada
wajah, telinga maupun tangan yang berubah dengan cepat menjadi vesikel berisi cairan bening
atau pustul dengan cepat dan dikelilingi oleh suatu areola inflamasi, bila mengering akan
mengeras menyerupai batu kerikil yang melekat di kulit. Jika diangkat maka daerah tempat
melekatnya tadi nampak basah dan berwarna kemerahan.
Tahap ini jarang terlihat karena kulit vesikel sangat tipis dan mudah rupture. Pada dasar
vesikel terdapat eksudasi, jika mengering akan menjadi krusta warna kuning. Lesi awalnya
kecil (ukuran kira-kira 3-10 mm), tapi kemudian dapat membesar. Bila lesi sembuh tidak akan
46
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
meninggalkan bekas. Lesi bias annular, circinata atau bundar menyerupai Tinea circinata. Lesi
satelit dapat terbentuk di sekitar lesi utama yang disebabkan oleh adanya autoinoculation.
Tanda khas dari impetigo krustosa ini adalah warna kemerahan seperti madu atau kuning
keemasan ’honey-colored’. Pada daerah tropis umumnya terjadi pada anak-anak yang kurang
gizi, erupsinya bias luas dan bereaksi lambat terhadap terapi. Umumnya terjadi pada daerah-
daerah tubuh yang terbuka seperti wajah, mulut, telapak tangan atau leher.
Tempat predileksi di muka, yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap
sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat
memecah sehingga jika penderita datang berobat, yang terlihat ialah krusta tebal berwarna
kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke
perifer dan sembuh di bagian tengah.
Streptokkus yang menginfeksi anak-anak dan yang lebih tua tidak berbeda dengan yang
terkena/menyebar pada populasi yang lain, walaupun perlu dipertimbangkan bahwa tingkat
infeksi yang lebih serius bias berbeda dari kedua kelompok umur tersebut. Keluhan utama
adalah rasa gatal. Lesi awal berupa macula eritematosa berukuran 1 – 2 mm, segera berubah
menjadi vesikel atau bula. Karena dinding vesikel tipis, mudah pecah dan mengeluarkan secret
seropurulen kuning kecoklatan. Selanjutnya mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis.
Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan secret
sehingga krusta kembali menebal.
Histopatologi
Gambaran histopatologi berupa peradangan superficial folikel pilosebasea bagian atas.
Terbentuk bula atua vesikopustula subkornea yang berisi kokus serta debris berupa leukosit
dan sel epidermis. Pada lapisan dermis didapatkan reaksi peradangan ringan berupa dilatasi
pembuluh darah, edema dan infiltrasi PMN. Daerah lesi tampak hiperemis, edem dan infiltrasi
netrofil tampak pada vesikel/pustul.
47
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang untuk menetapkan diagnosis dilakukan biakan bakteriologis
eksudat lesi, biakan secret dalam media agar darah, dilanjutkan dengan tes resistens. Selain itu
kultur dilakukan untuk mengetahui kuman penyebabnya. Baik staphylococcus maupun
streptococcus mudah berkembang pada media aerob, contohnya blood agar.
Pemeriksaan histopatologi kulit pada infeksi yang sangat superficial yaitu diatas lapisan
epidermis. Pemeriksaan gram dilakukan pada stratum korneum dan lapisan diatas granuler. Hal
tersebut berhubungan dengan akantolisis jaringan sub corneal epidermis. Hanya sedikit infitrat
yang tampak.
Pada pemeriksaan lokalisasi dan efloresensi dari penyakit ini diperoleh bahwa lesi
penyakit ini biasanya terdapat pada daerah yang terpajan, terutama wajah, tangan, leher dan
ekstremitas. Sementara efloresensi / sifat-sifatnya berupa macula eritematosa miliar sampai
lentikular, krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila
terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsy jarang dilakukan. Biasanya
diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila
diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.
- Laboratorium rutin
Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien
dengan impetigo. Pemeriksaan urinalisis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi
glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS), yang ditandai dengan hematuria dan
proteinuria.
48
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
- Pemeriksaan imunologis
Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan kadar
anti deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody
- Pemeriksaan mikrobiologis
Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat
dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus
atau keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistar. S.
aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotic yang sesuai. Pewarnaan gram
pada eksudat memberikan hasil gram positif.
Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan daerah yang
hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup untuk isolasi kuman, manitol
salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan jika lesi juga
terkontaminasi oleh organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi plasma adalah tes paling
penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood agar, S. pyogenes membentuk
koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya. Streptococcus dapat dibedakan dari
Staphylokokkus dengan tes katalase. Streptococcus memberikan hasil yang negative.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari jenis impetigo ini adalah :
1. Dermatitis atopi
Lesi gatal yang bersifat kronik dan berulang, kering; pada orang dewasa dapat ditemukan
likenifikasi pada daerah fleksor ekstremitas. Sedangkan pada anak sering berlokasi pada daerah
wajah dan ekstremitas ekstensor
2. Dermatofitosis
Lesi kemerahan dan bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi; dapat
berbentuk vesikel, terutama berlokasi di kaki.
49
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
3. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi ulkus, jarang berupa erosi; lesi menetap berminggu-
minggu dan dapat sembuh dengan menyisakan jaringan perut jika infeksi meluas hingga ke
dermis.
4. Skabies
Lesi terdiri dari terowongan dan vesikel yang kecil; gatal pada daerah lesi saat malam
hari merupakan gejala yang khas.
5. Varisela
Vesikel berdinding tipis, ukuran kecil, pada daerah dasar yang eritem yang awalnya
berlokasi di badan dan menyebar ke wajah dan ekstremitas; vesikel pecah dan membentuk
krusta; lesi dengan tingkatan berbeda dapat muncul pada saat yang sama.
Penatalaksanaan
Perawatan Umum :
1. Memperbaiki higien dengan membiasakan membersihkan tubuh dengan sabun,
memotong kuku dan senantiasa mengganti pakaian.
2. Perawatan luka
3. Titak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi (handuk, pakaian,
dan alat cukur)
Sistemik
Pengobatan sistemik di indikasikan jika terdapat factor yang memperberat impetigo
seperti eczema. Untuk mencegah infeksi sampai ke ginjal maka di anjurkan untuk melakukan
pemeriksaan urine. Bakteri pun di uji untuk mengetahui ada tidaknya resistensi antibiotic. Pada
impetigo superficial yang disebabkan streptococcus kelompok A, penisilin adalah drug of
choice. Penisilin oral yang digunakan adalah potassium Phemmoxymethylpenicilin. Bila
resisten bias digunakan oxacilin dengan dosis 2,5 gr/ hari dan dosis untuk anak-anak
50
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
disesuaikan dengan umur. Dapat juga digunakan eritromisin dosis 1,5 – 2,0 g yang diberikan 4
kali sehari.
Penisilin V oral (250mg per oral) efektif untuk streptokokkus atau staphylokokkus aureus
non-penisilin. Penisilin semi sentetis, methicin, atau oxacilin (500mg setiap 4-6 jam) diberikan
untuk staphylokokkus yang resisten terhadap penisilin eritromisin (250mg 4 kali sehari) lebih
efektif dan aman, di gunakan pada pasien yang sensitive terhadap penisilin. Antibiotic oral
diberikan bila :
a. Erupsi memberat dan semakin meluas
b. Anak lain yang terpapar infeksi
c. Bila bentuk nephritogenik telah berlebihan
d. Bila pengobatan topical meragukan
e. Pada kasus yang disertai folliculitis
Topikal
Pengobatan topikal dilakukan apabila krusta dan sisa impetigo telah dibersihkan dengan
cara mencucinya menggunakan sabun antiseptic dan air bersih. Untuk krusta yang lebih luas
dan berpotensi menjadi lesi sebaiknya menggunakan larutan antiseptic atau pun bubuk kanji.
Dapat menggunakan asam salisil 3-6% untuk menghilankan krusta. Bila krusta hilang maka
penyebaranya akan terhenti. Pustule dan bula didrainase. Bila dasar lesi sudah terlihat,
sebaiknya diberikan preparat antibiotic pada lesi tersebut dengan hati-hati sebanyak 4 kali
sehari. Preparat antibiotic juga dapat digunakan untuk daerah yang erosive. Misalnya
menggunakan krim neomycin yang mengandung clioquinol 0,5%-1% atau asam salisil 3%-5%
51
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
Komplikasi
Infeksi dari penyakit ini dapt tersebar keseluruh tubuh utamanya pada anak-anak. Jika
tidak di obati secara teratur, maka penyakit ini dapat berlanjut menjadi glomerulonefritis (2-
5%) akut yang biasanya terjadi 10 hari setelah lesi impetigo pertama muncul, namun bias juga
terjadi setelah 1-5 minggu kemudian.
Prognosis
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan yang
teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis dan lain-lain. Lesi
mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan.
4. Jenis-jenis efloresensi / ruam pada kulit
Ruam kulit terbagi dua yaitu :
b. ruam primer adalah ruam kulit yang timbul pertama kali, tidak dipengaruhi oleh trauma dan
manipulasi (garukan, gosokan) seperti: macula, papula, plak,urtika, nodus, nodulus, vesikel,
bula, pustule, dan kista.
c. ruam sekunder adalah ruam yang timbul akibat garukan/gosokan ataupun lanjutan dari ruam
primer, bisa berupa: skuama, krusta, erosi, ulkus, dan sikatriks.
52
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
2.4 Kesimpulan
Otoy, 4 tahun dibawa kepoliklinik IKKK RSMH dengan keluhan bercak merah sebagian ditutupi
keropeng kekuningan ditungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu menderita
impetigo krustosa..
53
SKENARIO B BLOK 19 (B2) 2013
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, juanda, et al.,2011, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ke Enam, Jakarta: FKUI
Anonim. 2011. Dermatology Term. Diakses dari:
http://www2.kumc.edu/fammed/derm/terms.htm
Buku Standar Kompetensi Dokter. Edisi I. Jakarta, 2006. Penerbit: Konsil Kedokteran
Indonesia
Budimulja, Unandar. 2007. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis : Ilmu Kulit Kelamin.
Ed. 5. Jakarta: FKUI.
Ganiswarna, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Guyton, dkk. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins. Jakarta : EGC
Sherwood, laura. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Wolff Klaus, Johnson Richard Allen, Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology, Sixth Edition, McGraw-Hill, 2009