Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

  • Upload
    noeing

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    1/78

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    2/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 i

    Laporan Studi Penyusunan PDRBKabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran

    Tahun 2013

    Badan Pusat StatistikKabupaten Wakatobi

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    3/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 ii

    LAPORAN STUDI PENYUSUNAN PDRB KABUPATEN WAKATOBIMENURUT PENGELUARAN TAHUN 2013

    Nomor Publikasi : 74070.1420Nomor Katalog : 9302009.7407Ukuran Buku : 28 x 21 cmJumlah Halaman : iv + 50 Hal.

    Naskah :BPS Kabupaten Wakatobi

    Gambar Kulit :Seksi Integrasi, Pengolahan, dan Diseminasi Statistik

    Penyunting :Seksi Neraca Wilayah dan Analisis

    Diterbitkan oleh :

    Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi

    Dicetak oleh

    Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    4/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 iii

    BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN WAKATOBI

    Jln.Utudae Samad No.25, Wangi-Wangi SelatanWakatobi 93791, Telp (0404) 2220003

    KATA PENGANTAR

    Publikasi Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi MenurutPengeluaran Tahun 2013 merupakan lanjutan seri publikasi sebelumnya yang diterbitkan

    oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi

    Data yang disajikan dalam publikasi ini adalah data PDRB atas dasar harga berlaku

    dan atas dasar harga konstan 2000 yang mencakup tabel pokok dan tabel turunan. Padatabel pokok disajikan nilai nominal PDRB dan tabel turunannya seperti distribusi

    persentase, indeks berantai dan indeks implisit. Karena belum lengkapnya data dasar yang

    tersedia, maka beberapa angka yang disajikan, terutama untuk tahun 2012 dan 2013 masih

    bersifat angka sementara. Sedangkan angka tahun sebelumnya telah menggunakan datarevisi sesuai dengan data terbaru. Olehnya itu disarankan untuk memperhatikan dan

    memakai angka terakhir.

    Meskipun publikasi ini telah dipersiapkan sebaik-baiknya, disadari masih ada

    kekurangan dan kesalahan yang mungkin terjadi. Untuk itu tanggapan dan saran daripemakai data sangat diharapkan untuk penyempurnaannya. Kepada semua pihak yang

    telah memberi bantuan hingga terwujudnya publikasi ini diucapkan terima kasih.

    Wangi-Wangi, September 2014Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi

    Kepala,

    La Ode Haris Sumba, SSTNIP. 19670520 199212 1 001

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    5/78

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    6/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 v

    DAFTAR TABEL

    URAIAN HALAMAN

    3.1 Nilai Tambah Bruto PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar hargakonstan di Wakatobi, 2011-2013…………………………………………………………………

    3.6

    3.2 Distribusi PDRB Atas dasar harga berlaku di Wakatobi, 2011-2013 (DalamPersen) …………………………………………………………………………………………………………

    3.8

    3.3 Pertumbuhan PDRB ADHK, dan Sumber Pertumbuhan PDRB, di Wakatobi2011-2013 (Dalam Persen) ……………………………………………………………………………

    3.10

    3.4 Perkembangan Indikator Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga PDRBmenurut Penggunaan, di Wakatobi, 2011-2013……………………………………………

    3.13

    3.5 Perkembangan Indikator Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit PDRBmenurut Penggunaan, di Wakatobi, 2011-2013……………………………………………

    3.15

    3.6 Perkembangan Indikator Pengeluaran Konsumsi Pemerintah PDRB menurutPenggunaan, di Wakatobi, 2011-2013…………………………………………………………

    3.16

    3.7 Perkembangan Indikator Komponen PMTB PDRB menurut Penggunaan, diWakatobi, 2011-2013 ………………………………………………………………………………….

    3.18

    3.8 Perkembangan Indikator Komponen Inventori PDRB menurut Penggunaan,di Wakatobi, 2011-2013 ……………………………………………………………………………….

    3.20

    3.9 Perkembangan Indikator Komponen Ekspor netto PDRB menurutPenggunaan, di Wakatobi, 2011-2013………………………………………………………….

    3.21

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    7/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 vi

    DAFTAR GAMBAR

    URAIAN HALAMAN

    3.1 Perkembangan PDRB menurut Penggunan Wakatobi atas dasar hargaberlaku dan konstan tahun 2004-2013 (Miliar Rupiah) ……………………………….

    3.5

    3.2 Nilai Peranan komponen terhadap PDRB menurut pengeluaran atas dasarharga berlaku dan konstan, di Wakatobi, tahun 2013 (miliar rupiah) ……………

    3.7

    3.3 Peranan komponen terhadap PDRB menurut pengeluaran atas dasar hargaberlaku dan konstan, di Wakatobi, tahun 2013 (Persen) ………………………………

    3.8

    3.4 Perkembangan Andil Komponen PDRB terhadap pertumbuhan ekonomiWakatobi, 2011-2013 (Persen) ……………………………….……………………………….……

    3.11

    3.5 Peranan komponen pengeluaran terhadap Konsumsi PDRB atas dasar hargaberlaku 2013 (persen) ……………………………….……………………………….…………………

    3.12

    3.6 Peranan komponen pengeluaran terhadap Konsumsi PDRB atas dasarkonstan 2013 (persen) ……………………………….……………………………….………………

    3.12

    3.7 Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga Menurut Jenis Pengeluran, 2011-2013 (Rp.Miliar) ……………………………….……………………………….…………………………

    314

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    8/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 vii

    LAMPIRAN

    TABEL HALAMAN

    4.1 PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga BerlakuTahun 2011-2013 (Juta Rupiah) ……………………………………………….

    4.2

    4.2 PDRB Kabupaten/Wakatobi Menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga KonstanTahun 2011-2013 (Juta Rupiah) ………………………………………………

    4.3

    4.3 Distribusi PDRB Wakatobi Menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga berlaku,2011 - 2013, (Persen) ………………………………………………….……………

    4.4

    4.4 Distribusi PDRB Wakatobi Menurut Pengeluaran Atas Dasar Harga Konstan,

    2011 - 2013, (Persen) ………………………………………………….……………

    4.5

    4.5 Perkembangan PDRB Wakatobi Menurut Pengeluaran Atas Dasar HargaBerlaku, 2011 - 2013, (Persen) ………………………………………………….……………

    4.6

    4.6 Pertumbuhan PDRB Wakatobi Menurut Pengeluaran Atas Dasar HargaKonstan, 2011 - 2013, (Persen) ………………………………………………….……………

    4.7

    4.7 Indeks Berantai PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Atas DasarHarga Berlaku Tahun 2010-2012 (Persen) ……………………………………

    4.8

    4.8 Indeks Berantai PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran AtasDasar Harga Konstan Tahun 2011-2013 (Persen) ……………………………………

    4.9

    4.9 Indeks Implisit PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran, 2011 -2013, (Persen) ………………………………………………….…………………………

    4.10

    4.10 Implisit PDRB Wakatobi Menurut Pengeluaran, 2011 - 2013, (Persen)……..………………………………………………….……………………………………………………………………

    4.11

    4.11 Sumber Pertumbuhan PDRB Wakatobi Menurut Pengeluaran, 2011 - 2013,(Persen) ………………………………………………….………………………………………………………

    4.12

    4.12 Andil Komponen Pengeluaran Terhadap Pertumbuhan PDRB WakatobiMenurut Pengeluaran, 2011 - 2013, (Persen) …………………………………………………

    4.13

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    9/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 1.1

    BAB I

    PENDAHULUAN

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    10/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 1.2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. LATAR BELAKANG

    Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan

    kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas

    lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan

    hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor

    primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan kata lain, arah dari pembangunan ekonomi

    adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap yang dibarengi

    dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.

    Perubahan paradigma pembangunan dari pembangunan yang berorientasi pada

    pertumbuhan ekonomi ( growth ) ke arah pembanguan yang terpusat pada manusia telah

    menyebabkan perubahan pola evaluasi pembangunan baik nasional maupun regional. Era

    pembangunan yang terpusat pada manusia ( human centered development ) mensyaratkan

    evaluasi pembangunan yang lebih diarahkan pada tingkat ketersentuhan program-program

    yang telah direalisasikan pada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di wilayah

    bersangkutan.

    Berbagai teori mengungkapkan bahwa kata kunci dalam peningkatan kinerja

    pembangunan manusia di suatu wilayah adalah peningkatan keterjangkauan ( accessibility )

    masyarakat terhadap seluruh fasilitas, baik kesehatan, pendidikan maupun kegiatan

    ekonomi, dan peningkatan respons masyarakat terhadap fasilitas yang ada di wilayah

    bersangkutan. Accesibility sangat berkaitan dengan infrastruktur, ketersediaan serta

    penyebaran fasilitas (pendidikan, kesehatan dan penunjang perekonomian) yang ada di

    suatu wilayah. Sedangkan tingkat respons masyarakat terhadap fasilitas sangat dipengaruhi

    oleh daya beli masyarakat. Walaupun suatu wilayah memiliki tingkat keterjangkauan

    terhadap fasilitas yang tinggi tanpa didukung oleh respons masyarakat, maka pembangunan

    fasilitas-fasilitas tersebut cenderung tidak akan menghasilkan peningkatan kinerja

    pembangunan manusia yang optimal di wilayah bersangkutan. Dengan demikian, daya beli

    masyarakat juga merupakan hal yang sangat vital dalam mendongkrak kinerja

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    11/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 1.3

    pembangunan manusia melalui peningkatan responsibilitas masyarakat terhadap fasilitas-

    fasilitas yang tersedia.

    Upaya-upaya yang mutlak harus dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat

    adalah meningkatkan kinerja perekonomian wilayah dengan mengarahkan kebijakan-

    kebijakan pada pemberdayaan sumber daya domestik, sehingga hasil-hasil pembangunan,

    khususnya di bidang ekonomi terasa di seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain arah

    pembangunan ekonomi dititik-beratkan pada pemerataan dengan pertumbuhan ekonomi

    yang berkualitas ( redistribution with growth ). Dengan demikian, penentuan fokus dalam

    pembangunan khususnya di bidang ekonomi menjadi hal yang sangat penting. Untuk

    mendukung tujuan utama pembangunan, penentuan fokus tersebut haruslah

    mempertimbangkan dua hal penting, yaitu pengembangan sektor-sektor yang banyak

    digeluti oleh masyarakat untuk memperbaiki distribusi pendapatan dan efektifitasnya

    dalam mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi (LPE).

    Produksi barang/jasa di suatu wilayah merupakan respon dari adanya permintaan

    akan barang/jasa tersebut diwilayah bersangkutan. Secara makro, pemintaan barang/jasa

    merupakan gambaran dari berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan input pada proses

    produksi barang/jasa lainnya, kebutuhan konsumsi rumahtangga, konsumsi pemerintah,

    investasi serta kebutuhan yang berasal dari wilayah lainnya (ekspor). Dalam suatu sistem

    perekonomian terbuka, pemenuhan permintaan barang/jasa tersebut tidak selalu disuplai

    dari produk domestik, namun produk dari luar wilayah (impor) juga ikut memberikan

    kontribusi. Dengan demikian, struktur permintaan ( demand ) dapat merefleksikan sumber-

    sumber pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Tentunya, untuk efektifitas jalannya

    pembangunan, perlakuan/intervensi yang dilakukan akan sangat berbeda untuk wilayah

    dengan sumber pertumbuhan berbeda. Dengan kata lain, akan jauh lebih efektif kebijakan

    peningkatan produksi ( supply push ) yang dilakukan melalui strategi tarikan permintaan

    (demand pull ). Kebijakan yang hanya memprioritaskan peningkatan produksi tanpa

    mempertimban gkan sisi permintaan akan menyebabkan penurunan tingkat harga,

    khususnya di tingkat produsen sehingga berdampak pada kelesuan dan akhirnya bermuara

    pada melemahnya kembali kinerja yang telah dibangun.

    Dari uraian di atas, maka untuk mencapai efektifitas program-program dalam

    menstimulus LPE, tentunya tidak hanya dibutuhkan data tentang struktur produksi

    barang/jasa per sektor ekonomi (digambarkan oleh data PDRB menurut lapangan usaha),

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    12/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 1.4

    namun juga informasi tentang struktur penggunaan barang/jasa yang merefleksikan

    struktur permintaan di suatu wilayah (digambarkan oleh data PDRB menurut penggunaan).

    Pendekatan yang akan disajikan dalam publikasi ini adalah penghitungan PDRB menurut

    penggunaan. Data agregat yang dapat diukur dalam penghitungan PDRB menurut

    penggunaan adalah konsumsi akhir, pembentukan modal, perubahan inventori dan net

    ekspor. Konsumsi akhir menggambarkan pendapatan masyarakat/institusi yang

    dibelanjakan untuk mengkonsumsi produk domestik yang dihasilkan, pembentukan modal

    merupakan bagian dari suatu proses investasi fisik secara keseluruhan, perubahan inventori

    menjelaskan tentang perubahan posisi barang inventori yang bermakna pertambahan atau

    pengurangan, selanjutnya net ekspor adalah selisih antara angka ekspor dengan impor .

    1.2. PENGENALAN SNNI 2010

    Produk Domestik Bruto merupakan ukuran kinerja suatu perekonomian selama

    kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan buku panduan System of National

    Accounts (SNA) yang berlaku secara internasional. SNA menyajikan aturan dan prinsip

    akuntansi secara umum, yang wajib digunakan oleh semua negara dalam menyusun

    statistik neraca nasional. Namun di dalam implementasinya, ada beberapa ketentuan

    yang disesuaikan dengan ketersediaan data dan sistem perstatistikan yang berlaku di

    masing-masing negara. Indonesia, secara bertahap telah melakukan penyesuaian yang

    dimaksud. SNA yang telah disesuaikan dengan kondisi Indonesia disebut sebagai

    Sistem Neraca Nasional Indonesia (SNNI).

    Selama ini, penghitungan PDB didasarkan pada SNNI versi lama1, yaitu SNNI

    yang didasarkan pada SNA 1968 dan SNA 1993. Sejalan dengan program perubahan

    tahun dasar PDB (dari tahun 2000 menjadi 2010) dan program implementasi SNA

    2008, penghitungan PDB menggunakan SNNI versi baru2. Beberapa penyesuaian yang

    dilakukan BPS atas SNA 2008, tertuang di dalam sistem baru ini. Penyesuaian tersebut

    bersifat menyeluruh, mencakup penyesuaian dalam hal : konsep, definisi, cakupan,

    dan klasifikasi; metode penghitungan; dan sumber data yang digunakan. SNNI versi

    baru itu disebut sebagai SNNI 2010.

    Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan ukuran kinerja untuk perekonomian di

    tingkat nasional. Sedangkan untuk tingkat daerah baik Provinsi, Kabupaten dan Kota

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    13/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 1.5

    ukuran kinerja perekonomian ini disebut sebagai Produk Domestik Regional Bruto

    (PDRB). Dengan menggunakan pedoman penyusunan yang sama (SNNI 2010),

    diharapkan hasil penghitungan PDB dan PDRB akan konsisten.

    Pada dasarnya, seluruh transaksi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi (unit

    rumahtangga, lembaga non-profit, pemerintah, perusahaan, dan luar negeri) harus

    dicatat secara konsisten dan sistematis, dengan menggunakan standar aturan dan

    akuntansi yang berlaku secara umum. Khusus untuk penghitungan PDB/PDRB, aturan

    dan akuntansi yang perlu diperhatikan adalah bahwa :

    a. Total suplai (produk domestik/impor) dan penggunaan (domestik/ekspor) harus sama

    untuk setiap komoditas atau produk

    b. Total output suatu industri harus sama dengan total input (input antara plus

    input faktor)

    c. Total penerimaan yang tercipta dalam suatu perekonomian domestik harus sama

    dengan input faktor yang digunakan dalam aktivitas produksi.

    Ketiga aturan akuntansi tersebut merupakan dasar dalam penghitungan PDB,

    baik yang dilakukan melalui pendekatan produksi (production approach), pendekatan

    pengeluaran (expenditure approach), maupun pendapatan (income approach). Dari sisi

    yang lain, PDB menggambarkan seluruh output perekonomian suatu negara/wilayah

    selama kurun waktu tertentu. PDB diukur berdasarkan nilai pasar dari barang dan jasa

    yang diproduksi di dalam batas-batas negara atau wilayah pada kurun waktu satu tahun

    atau satu triwulan.

    Data PDB dalam konteks di atas, akan berkorelasi positif dengan standar hidup suatu

    masyarakat, sehingga sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan

    masyarakat. Sunguhpun demikian, PDB merupakan ukuran kinerja atau aktivitas

    ekonomi, sehingga bukan ukuran yang tepat untuk menggambarkan standar hidup

    atau kesejahteraan masyarakat. PDB sebagai ukuran standar hidup banyak dikritisi

    oleh berbagai pihak. Untuk itu banyak negara melakukan langkah-langkah alternatif

    untuk meningkatkan kualitas data PDB, agar lebih akomodatif terhadap pengukuran

    standar hidup dan kesejahteraan masyarakat.

    Series PDB/PDRB yang panjang dan konsisten, juga merupakan data yang

    dibutuhkan oleh para pengguna data, khususnya para peneliti, statistisi, maupun para

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    14/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 1.6

    perencana pembangunan. Untuk itu upaya mengkonsistenkan data PDB dengan tahun

    dasar yang berbeda, maupun data PDB dengan tiga pendekatan yang berbeda, perlu

    dilakukan. Proses konsistensi dan realibilitas series data PDB/PDRB tersebut dilakukan

    melalui proses benchmarking dan rebasing. Agar tetap terjaga konsistensinya, proses ini

    akan dilakukan oleh BPS secara berkesinambungan.

    Proses benchmarking dan rebasing data PDB/PDRB di Indonesia termasuk salah satu

    perubahan yang diadopsi di dalam sistem penghitungan yang baru (SNNI 2010). Selama ini

    data PDB/PDRB didiseminasi dengan menggunakan tahun dasar dan pendekatan yang

    berbeda, sehingga perlu terus diselaraskan dengan menggunakan tahun dasar yang

    sama (tahun dasar 20105) di dalam suatu kerangka kerja yang baru (kerangka kerja

    SNNI 2010).

    1.3. MAKSUD DAN TUJUAN

    Salah satu indikator makro yang kerap digunakan untuk mengukur kinerja

    pembanguna n ekonomi suatu wilayah adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

    Dalam penghitungannya PDRB, ada tiga macam pendekatan yang digunakan yaitu

    pendekatan produksi, penggunaan dan pendapatan. PDRB menurut pendekatan produksi

    mengukur tingkat produktivitas suatu wilayah, sedangkan PDRB menurut penggunaan

    mengukur bagian produk regional yang digunakan untuk keperluan konsumsi akhir,

    pembentukan modal dan ekspor. Selanjutnya, PDRB menurut pendapatan mengukur balas

    jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki atau dikuasai oleh penduduk

    suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.

    Indikator-indikator yang dapat diturunkan dari data PDRB yang sering digunakan

    untuk menganalisis perekonomian dalam menentukan arah kebijakan serta mengevaluasi

    hasil pembangunan antara lain laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian,

    pendapatan perkapita dan indikator ekonomi lainnya. Di sisi lain, berdasarkan uraian

    sebelumnya, maka indikator ekonomi perlu juga dianalisis dari sisi permintaan ( demand ).

    Data yang diperlukan untuk mendapatkan gambaran indikator ekonomi dari sisi demand

    tersebut adalah PDRB yang dihitung menurut penggunaan.

    Secara garis besar, maksud dan tujuan penulisan publikasi ini adalah meningkatkan

    ketersediaan data indikator makro ekonomi dari sisi permintaan. Ketersediaan data

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    15/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 1.7

    tersebut adalah usaha untuk mendukung pencapaian visi dan misi pemerintah Kabupaten

    Wakatobi yang sangat membutuhkan gambaran tentang ukuran kinerja pembangunan dan

    penetapan strategi-strategi yang akan dilakukan sesuai dengan target-target yang telah

    ditetapkan. Data PDRB Penggunaan Kabupaten Wakatobi merupakan potret kinerja

    pembangunan ekonomi makro di Wakatobi yang dilihat dari sisi permintaan yang terdiri

    dari komponen Konsumsi, Investasi dan Ekspor-Impor. Selain itu, PDRB menurut

    penggunaan juga dapat digunakan untuk melihat sumber-sumber pertumbuhan di wilayah

    Kabupaten Wakatobi yang diharapkan menjadi pijakan kuat untuk alat perencanaan bagi

    Pemerintah Daerah serta sebagai bahan kajian yang bermanfaat bagi masyarakat pengguna

    data pada umumnya.

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    16/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.1

    BAB II

    METODOLOGI

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    17/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.2

    BAB II

    METODOLOGI

    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut penggunaan diperoleh dengan

    menghitung nilai barang dan jasa yang dipergunakan oleh berbagai golongan masyarakat

    untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung,

    konsumsi pemerintah, pembentukan barang modal tetap, perubahan stok dan untuk

    ekspor. Karena barang dan jasa yang dipergunakan ada yang berasal dari impor maka faktor

    ini harus dikeluarkan. Penghitungan PDRB menurut penggunaan dilakukan secara langsung

    pada komponen-komponen yang tercakup. Karena ada kesulitan dalam hal kelengkapan

    data, ada komponen yang dihitung sebagai sisa ( residual ) dari hasil penghitungan

    berdasarkan sektoral. Dari komponen yang tercakup dalam penghitungan PDRB menurut

    penggunaan seperti telah diuraikan di atas, dapat dinotasikan kedalam identitas/

    persamaan sebagai berikut :

    M E I I C Y n f ……………….(1)

    dimana :

    Y = Produk Domestik Regional Bruto

    C = Konsumsi rumah tangga, pemerintah dan lembaga nirlaba

    If = Pembentukan modal tetap bruto

    In = Perubahan inventori

    E = Ekspor

    M = Impor

    E – M = Ekspor neto

    Karena PDRB hanya mencakup produk domestik (pendapatan yang ditimbulkan oleh

    daerah sendiri) maka persamaan tersebut dapat diteruskan menjadi :

    )()( M E I I C Y n f ………………(2)

    Atau )( M E I C Y ………………………(3)

    untuk n f I I I

    Berdasarkan pada persamaan terakhir, PDRB menurut penggunaan digolongkan

    menjadi tiga komponen besar yaitu :

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    18/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.3

    a) Untuk konsumsi mencakup

    - Konsumsi rumah tangga;

    - Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung;

    - Konsumsi pemerintah serta pertahanan dan keamanan.

    b) Untuk pembentukan modal meliputi

    - Pembentukan modal tetap bruto;

    - Perubahan stok barang jadi, setengah jadi dan bahan mentah.

    c) Untuk penggunaan di luar wilayah regional

    - Ekspor ke luar negeri dan ke luar wilayah dikurangi dengan penggunaan produk

    dari luar wilayah yaitu impor dari luar negeri dan luar wilayah.

    2.1. PENGELUARANKONSUMSI RUMAH TANGGA

    Unit institusi dalam suatu perekonomian dikelompokkan ke dalam lima sektor yaitu,

    korporasi finansial, korporasi non finansial, pemerintahan umum, rumahtangga dan LNPRT.

    Sektor rumahtangga mempunyai peranan yang cukup besar dalam perekonomian. Hal ini

    dibuktikan dengan besarnya sumbangan nilai konsumsi rumahtangga dalam pembentukan

    PDB penggunaan. Disamping berperan sebagai konsumen akhir banrang dan jasa, rumah

    tangga juga berperan produsen dan penyedia faktor produksi untuk aktivitas produksi yang

    dilakukan oleh sektor institusi lain.

    2.1.1 Konsep dan definisi

    Pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) merupakan pengeluaran atas barang

    dan jasa oleh rumah tangga untuk tujuan konsumsi akhir. Dalam hal ini rumah tangga

    berfungsi sebagai pengguna akhir ( final demand ) dari berbagai jenis barang dan jasa yang

    tersedia dalam perekonomian. Rumah tangga didefinisikan sebagai individu atau kelompok

    individu yang tinggal bersama dalam suatu bangunan tempat tinggal. Mereka

    mengumpulkan pendapatan, memiliki harta dan kewajiban, serta mengkonsumsi barang

    dan jasa secara bersama-sama utamanya kelompok makanan dan perumahan.

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    19/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.4

    2.1.2. Cakupan

    PKRT mencakup seluruh pengeluaran barang dan jasa oleh penduduk suatu wilayah,

    baik dilakukan di dalam maupun di luar wilayah domestik penduduk yang bersangkutan.

    Barang dan jasa yang dikonsumsi antara lain dalam bentuk:

    a. makanan dan minuman, baik bahan makanan maupun makanan jadi termasuk

    minuman beralkohol, rokok, dan tembakau;

    b. perumahan dan fasilitasnya, seperti biaya sewa atau kontrak rumah, bahan bakar,

    rekening telepon, listrik, air, biaya pemeliharaan dan perbaikan rumah, termasuk

    imputasi sewa rumah milik sendiri (o wner occupied dwellings );

    c. bahan pakaian, pakaian jadi, alas kaki, dan penutup kepala;

    d. barang tahan lama, seperti mobil, meubeler, perabot dapur, TV, perhiasan, alat olah

    raga, binatang peliharaan, dan tanaman hias;

    e. barang lain, seperti bahan kebersihan (sabun mandi, sampo, dsj.), bahan kecantikan

    (kosmetik, bedak, lipstik, dsj.), obat-obatan, vitamin, buku, alat tulis, surat kabar;

    f. jasa-jasa, seperti jasa kesehatan (biaya rumah sakit, dokter, imunisasi, dsj.), jasa

    pendidikan (biaya sekolah, kursus, dsj.), ongkos transport, perbaikan kendaraan, biaya

    hotel, tiket tempat rekreasi, ongkos pembantu rumah tangga;

    g. barang yang diproduksi dan digunakan sendiri;

    h. pemberian/hadiah dalam bentuk barang yang diterima dari pihak lain;

    i. barang dan jasa yang dibeli secara langsung ( direct purchase ) oleh penduduk di luar

    wilayah atau di luar negeri termasuk sebagai konsumsi rumah tangga dan

    diperlakukan sebagai transaksi impor; sedangkan pembelian langsung oleh bukan

    penduduk di suatu wilayah diperlakukan sebagai ekspor dari wilayah yang

    bersangkutan.

    Pembelian barang yang tidak ada duplikatnya (tidak diproduksi kembali), seperti

    barang antik, lukisan, dan hasil karya seni lain diperlakukan sebagai investasi barang

    berharga, bukan konsumsi rumah tangga.

    Nilai perkiraan sewa rumah milik sendiri karena rumah tangga pemilik dianggap

    menghasilkan jasa sewa rumah bagi dirinya sendiri. Imputasi sewa rumah diperkirakan atas

    dasar harga pasar meskipun status rumah tersebut milik sendiri. Apabila rumah tangga

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    20/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.5

    benar-benar menyewa, maka yang diperhitungkan adalah ongkos sewa yang dibayar, baik

    dibayar penuh maupun tidak karena mendapat keringanan biaya (subsidi atau transfer).

    Pengeluaran rumah tangga atas barang dan jasa untuk keperluan biaya antara dan

    pembentukan modal di dalam aktivitas usaha rumah tangga tidak termasuk pengeluaran

    konsumsi rumah tangga. Contoh pengeluaran yang dimaksud antara lain adalah pembelian

    barang dan jasa untuk keperluan usaha, perbaikan besar rumah, dan pembelian rumah.

    Demikian halnya pengeluaran rumah tangga untuk keperluan transfer dalam bentuk uang

    atau barang, tidak termasuk sebagai pengeluaran konsumsi rumah tangga.

    Berbagai jenis barang dan jasa yang dikonsumsi oleh institusi rumah tangga dapat

    diklasifikasikan ke dalam 12 (dua belas) kelompok COICOP ( Classifications of Individual

    Consumption by Purpose ); yaitu:

    a. Makanan dan minuman tidak beralkohol

    b. Minuman beralkohol, tembakau dan narkotik

    c. Pakaian dan alat kaki

    d. Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar lainnya

    e. Furniture, perlengkapan rumahtangga dan pemeliharaan rutin

    f. Kesehatan

    g. Angkutan

    h. Komunikasi

    i. Rekreasi/hiburan dan kebudayaan

    j. Pendidikan

    k. Penyediaan makan minum dan penginapan/hotel

    l. Barang dan jasa lainnya

    2.1.3. Sumber data

    Sumber data yang digunakan untuk mengestimasi besarnya PKRT adalah :

    a. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas; BPS), dalam bentuk pengeluaran konsumsi

    per kapita seminggu (sebulan) untuk kelompok makanan, dan pengeluaran per kapita

    sebulan untuk kelompok bukan makanan,

    b. Banyaknya penduduk tahunan,

    c. Data Sekunder (baik dari BPS maupun luar BPS), dalam bentuk data atau indikator

    suplai komoditas dan jenis pengeluaran tertentu.

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    21/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.6

    d. Indeks Harga Konsumen (IHK). Indikator perubahan harga yang digunakan dalam

    penghitungan PDRB Wakatobi meminjam IHK Kota Kendari atau Kota Baubau

    2.1.4 Metode Penghitungan

    Selama ini, penghitungan PKRT didasarkan pada hasil Susenas. Akan tetapi, karena

    hasil estimasi data pengeluaran rumah tangga yang berasal dari Susenas cenderung

    underestimate (terutama untuk kelompok bukan makanan dan kelompok makanan

    jadi), maka perlu dilakukan penyesuaian (adjustment). Dalam melakukan adjustment,

    digunakan data sekunder dalam bentuk data atau indikator suplay dari berbagai sumber

    data di luar Susenas. Setelah diperoleh hasil adjustment, maka yang dilakukan adalah

    mengganti (me- replace ) hasil Susenas dengan hasil penghitungan yang didasarkan

    pada data sekunder. Replacement dilakukan pada level komoditas, kelompok

    komoditas, atau jenis pengeluaran tertentu. Asumsinya, bahwa hasil penghitungan dari

    data sekunder lebih mencerminkan PKRT yang sebenarnya.

    Langkah penghitungan di atas menghasilkan besarnya PKRT adh berlaku.

    Untuk memperoleh PKRT adh konstan 2010, maka PKRT adh berlaku terlebih dahulu

    dikelompokan menjadi 12 kategori COICOP. PKRT adh Konstan diperoleh dengan

    cara deflate PKRT adh Berlaku dengan IHK 12 katagori COICOP

    2.2. PENGELUARAN KONSUMSI LEMBAGA NONPROFIT YANG MELAYANI RUMAH

    TANGGA (LNPRT)

    Lembaga Non Profit yang melayani Rumahtangga (LNPRT) adalah pelengkap seluruh

    sektor institusi yang memberikan gambaran dari seluruh proses ekonomi dan peran yang

    dilakukan oleh beberapa sektor dalam ekonomi. Sektor institusi dalam total ekonomi

    dikelompokkan ke dalam lima sektor yaitu, korporasi finansial, korporasi non finansial,

    pemerintahan umum, rumahtangga dan LNPRT. LNPRT menyediakan barang dan jasa

    kepada anggotanya dan rumahtangga secara gratis atau pada tingkat harga yang tidak

    berarti secara ekonomi.

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    22/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.7

    2.2.1. Konsep dan definisi

    LNPRT merupakan bagian dari Lembaga NonProfit (LNP). Sesuai dengan fungsinya

    ada LNP yang melayani rumah tangga, dan ada juga yang melayani bukan rumah tangga.

    Sedangkan yang dimaksud LNPRT adalah LNP yang khusus melayani rumah tangga.

    Klasifikasi unit LNP menurut sektor kelembagaan terlihat dari Tabel 3.1 di bawah.

    Karakteristik unut LNP adalah :

    a. LNP umumnya adalah lembaga formal, tetapi terkadang merupakan lembaga informal

    yang keberadaannya diakui oleh masyarakat

    b. Pengawasan terhadap jalannya organisasi dilakukan oleh anggota terpilih yang punya

    hak sama, termasuk hak bicara atas keputusan lembaga

    c. Setiap anggota mempunyai tanggungjawab tertentu dalam organisasidan tidak berhak

    menguasai profit atau surplus karena profit yang diterima dari kegiatan usaha

    produktif dikuasai oleh lembaga

    d. Kebijaksanaan lembaga diputuskan secara kolektif oleh anggota terpilih, dan kelompok

    ini berfungsu sebagai pelaksana dari dewan pengurus

    e. Istilah nonprofit tidak berarti bahwa lembaga ini tidak dapat menciptakan surplus

    melalui kegiatan produktifnya, namun surplus yang diperoleh biasanya diinvestasikan

    kembali pada aktivitas sejenis

    Tabel 2.1. Klasifikasi Jenis LNP Menurut Sektor Kelembagaan

    Jenis LNP SektorKelembagaan

    1. LNP yang menyediakan jasa ke korporasi (biasanya beranggotakanperusahaan)

    Korporasi

    2. LNP yang dikontrol pemerintah dan menyediakan jasa (individu ataukolektif) berbasis non-pasar

    Pemerintahan

    3. LNP yang menyediakan barang dan jasa ke rumahtangga denganharga yang signifikan secara ekonomi

    Korporasi

    4. LNP yang menyediakan jasa ke rumahtangga secara gratis ataudengan harga yang tak-berarti secara ekonomi

    LNPRT

    5. LNP yang menyediakan jasa kolektif secara gratis atau dengan hargayang tidak berarti secara ekonom

    LNPRT

    LNPRT diperlakukan sebagai sektor institusi (pelaku ekonomi) tersendiri di luar

    institusi rumah tangga, pemerintah, korporasi, dan luar negeri atau luar wilayah. Dari

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    23/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.8

    penggolongan di atas dapat dilihat bahwa kegiatan lembaga nonprofit dibagi dalam 2 (dua)

    kelompok, yaitu Lembaga nonprofit yang menghasilkan jasa komersial dan lembaga

    nonprofit yang menghasilkan jasa non-komersial.

    Lembaga Nonprofit yang Menghasilkan Jasa Komersial

    LNP pada kelompok ini adalah lembaga yang menjual jasa pada tingkat harga pasar

    (komersial), yaitu harga yang ditentukan atas dasar biaya produksi. Jasa yang dihasilkan

    oleh lembaga semacam ini secara keseluruhan berpengaruh terhadap persediaan ( supply )

    jenis jasa yang bersangkutan. Menurut bentuknya LNP ini dibedakan atas:

    a. LNP yang menyediakan jasa bagi masyarakat umum seperti lembaga penyelenggara

    pendidikan, kesehatan, dan sejenisnya.

    b. LNP yang menyediakan jasa bagi kalangan dunia usaha seperti serikat pekerja, asosiasi

    bisnis, kamar dagang, dan sejenisnya.

    Lembaga Nonprofit yang Menghasilkan Jasa Non-Komersial

    LNP pada kelompok ini adalah lembaga yang menjual jasa pada tingkat harga

    dibawah harga pasar (non-komersial), yaitu harga yang tidak didasarkan pada biaya

    produksi atau bahkan jasa diberikan secara cuma-cuma. Menurut bentuknya LNP ini

    dibedakan atas:

    a. LNP yang kegiatannya sebagian besar dibiayai pemerintah, baik yang keberadaannya

    terikat (pada pemerintah) maupun tidak, seperti Palang Merah Indonesia (PMI),

    Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM), Dharma Wanita, Korps Pegawai

    Republik Indonesia (KORPRI), dll.

    b. LNP yang dibentuk dan dibiayai oleh anggota masyarakat. Lembaga semacam ini

    disebut sebagai lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT).

    Lembaga nonprofit yang termasuk sebagai LNPRT dibedakan atas:

    a. LNP yang menyediakan jasa khususnya untuk anggota, seperti organisasi

    kemasyarakatan, organisasi profesi, perkumpulan sosial/kebudayaan/ olahraga/hobi,

    lembaga keagamaan, dan sejenisnya.

    b. LNP yang menyediakan jasa bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan, seperti

    LSM, organisasi sosial, organisasi bantuan kemanusiaan/beasiswa, dan sejenisnya.

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    24/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.9

    Dengan demikian yang dimaksud LNPRT adalah lembaga nonprofit yang

    menghasilkan jasa sosial kemasyarakatan non-komersial dengan dana dari masyarakat atau

    iuran anggota. Produknya dijual pada tingkat di bawah harga pasar atau bahkan diberikan

    secara cuma-cuma pada masyarakat atau anggota lembaga.

    Dengan demikian lembaga nonprofit sebagai induk dari LNPRT adalah lembaga yang

    keberadaannya bersifat formal ataupun informal yang dibentuk oleh perorangan, kelompok

    masyarakat, pemerintah atau dunia usaha dalam rangka menyediakan jasa sosial

    kemasyarakatan bagi anggota maupun kelompok masyarakat tertentu tanpa adanya

    motivasi untuk memperoleh keuntungan. Tujuan pembentukannya tidak dimaksudkan

    sebagai sumber pendapatan ataupun profit bagi unit yang mengontrol dan membiayainya.

    2.2.2. Cakupan

    Lingkup LNP yang menjadi fokus pembahasan di sini adalah lembaga nonprofit yang

    melayani rumah tangga (LNPRT), yang dibagi menjadi 7 (tujuh) bentuk organisasi yaitu:

    organisasi kemasyarakatan (Ormas), organisasi sosial (Orsos), organisasi profesi (Orprof),

    perkumpulan sosial/kebudayaan/olah raga/hobi, lembaga swadaya masyarakat (LSM),

    lembaga keagamaan, organisasi bantuan kemanusiaan/beasiswa.

    a. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)

    Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat secara sukarela atas dasar

    kesamaan fungsi, dan terdiri dari:

    ormas keagamaan, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, ICMI,

    ormas kepemudaan, seperti KNPI, HMI, Pemuda Pancasila,

    ormas wanita, seperti Fatayat, Kalyana Mitra Wanita, dan

    ormas lainnya seperti Kosgoro, Partai Politik, dan Pepabri.

    b. Organisasi Sosial (Orsos)

    Organisasi atau perkumpulan sosial yang dibentuk oleh anggota masyarakat baik

    berbadan hukum maupun tidak, sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam usaha

    kesejahteraan sosial, dan terdiri dari panti asuhan, panti wreda, panti lainnya, seperti

    yayasan pendidikan anak cacat (YPAC), panti tuna netra, dan sejenisnya.

    c. Organisasi Profesi (Orprof)

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    25/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.10

    Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat dari disiplin ilmu yang sama atau

    sejenis, sebagai sarana meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta sebagai

    wahana pengabdian masyarakat, dan terdiri dari:

    Organisasi profesi dalam bidang Ilmu Sosial, seperti: ISEI, Ikatan Akuntan

    Indonesia, dan sejenisnya.

    Organisasi profesi dalam bidang Ilmu Pasti, seperti PII, IDI, dan sejenisnya.

    d. Perkumpulan Sosial/Kebudayaan/Olahraga/Hobi

    Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat yang berminat mengembangkan

    kemampuan/apresiasi budaya, olahraga, hobi, kegiatan yang bersifat sosial, dan terdiri

    dari:

    Perkumpulan sosial seperti Perkumpulan Rotari Indonesia, WIC;

    Organisasi Kebudayaan seperti Padepokan Seni dan Budaya, Himpunan

    Penghayat Kepercayaan;

    Organisasi Olahraga seperti PSSI, PBSI, Ikatan Motor Indonesia; dan

    Organisasi Hobi seperti Ikatan Penggemar Anggrek, ORARI, dan Wanadri.

    e. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

    Lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat sebagai wujud kesadaran dan

    partisipasinya dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat atas

    dasar kemandirian atau swadaya, dan terdiri dari:

    LSM Penyebar Informasi seperti PKBI, YLKI, Walhi;

    LSM Pendidikan dan Pelatihan seperti LP3ES, Yayasan Bina Swadaya;

    LSM Konsultasi dan Advokasi seperti YLBHI;

    LSM Penelitian dan Studi Kebijakan seperti Lembaga Studi Pembangunan (LSP),

    Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia (LPSI);

    f. Lembaga Keagamaan

    Lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat dengan tujuan membina,

    mengembangkan, mensyiarkan agama, dan terdiri dari:

    Organisasi Islam, seperti Lembaga Dakwah, Remaja Masjid, Majelis Taklim;

    Organisasi Kristen/Protestan, seperti PGI, KWI, HKBP;

    Organisasi Hindu/Budha seperti Walubi, Parisadha Hindu Dharma;

    Perkumpulan Jamaah Masjid;

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    26/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.11

    Perkumpulan Jemaat Gereja/tempat ibadah lain;

    Pondok pesantren tradisional, seminari, dan sejenisnya.

    g. Organisasi Bantuan Kemanusiaan/Beasiswa

    Organisasi yang dibentuk oleh masyarakat dengan tujuan memberikan bantuan

    kepada korban bencana atau penerima beasiswa atas dasar kemanusiaan, cinta

    sesama, solidaritas, dan terdiri dari:

    Lembaga Bantuan Kemanusiaan, seperti Yayasan Kesejahteraan Gotong Royong,

    Yayasan Kanker In donesia, Yayasan Jantung Sehat;

    Lembaga Bantuan Pendidikan seperti GNOTA, Yayasan Supersemar;

    Lembaga Bantuan Lainnya

    2.2.3. Sumber Data

    Sumber data untuk menghitung PKLNPRT tahunan adhb terdiri dari:

    Rata-rata pengeluaran menurut jenis lembaga dan jenis input pengeluaran.

    Data ini berasal dari Survei Khusus Lembaga Non-profit dengan sampling unit LNPRT

    dan lag survey satu tahun. Survei ini dilaksanakan setiap tahun di beberapa propinsi,

    untuk propinsi yang terkena sampel dapat menggunakan data tersebut dalam

    penghitungan. Sedangkan untuk propinsi yang tidak terkena sampel, maka dapat

    digunakan hasil SKLNP propinsi lain yang karakteristik LNPRT- nya mirip.

    Populasi LNPRT menurut jenis lembaga.

    Populasi LNPRT menurut jenis lembaga dapat diperoleh dari Badan Kesbang setempat,

    Dinas Pemuda dan Olahraga, Departemen agama dan kantor lain yang mempunyai

    informasi mengenai jumlah organisasi di wilayahnya. Untuk propinsi yang terkena

    sampel SKLNP dapat menggunakan data hasil up-dating direktori LNPRT.

    2.2.4. Metode Penghitungan

    Dengan asumsi bahwa lembaga ini tidak melakukan kegiatan ekonomis

    produk tif, maka nilai PK-LNPRT sama dengan output atau biaya produksi

    yang dikeluarkan dalam rangka melakukan aktivitas pelayanan pada

    masyarakat, anggota organisasi, atau kelompok masyarakat tertentu. Biaya

    produksi LNPRT sama dengan nilai konsumsi (antara) ditambah biaya

    primer (kompensasi pegawai, penyusutan, dan pajak atas produksi lainnya).

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    27/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.12

    Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan lembaga atas penggunaan barang

    dan jasa (antara) dan faktor produksi, ditambah nilai barang dan jasa yang berasal dari

    produksi sendiri atau pemberian pihak lain (transfer). Jika menggunakan input yang

    diperoleh secara cuma-cuma, nilainya diperkirakan sesuai harga pasar yang berlaku.

    PK-LNPRT diestimasi dengan menggunakan metode langsung, dengan

    menggunakan hasil survei khusus lembaga non-profit (SKLNP). Tahapan estimasi PK-LNPRT

    adalah sbb :

    a. Menghitung rata-rata pengeluaran menurut jenis lembaga dan input. Rata-

    rata pengeluaran diperoleh dari hasil SKLNP yang dilaksanakan setiap

    tahun. Sampel tidak meliputi seluruh provinsi, sehingga untuk provinsi

    yang tidak terpilih sampel, dapat menggunakan hasil SKLNP provinsi lain yang

    karakterisnya mirip. Angka rata-rata kabupaten dianggap sama dengan angka

    provinsinya.

    b. Estimasi PK-LNPRT, setelah nilai rata-rata pengeluaran menurut jenis lembaga,

    kemudian dikalikan dengan populasi masing-masing jenis lembaga

    2.3. PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

    Dalam perekonomian suatu negara, pemerintah mempunyai peran ekonomi yang

    sangat penting yakni sebagai konsumen, produsen dan juga pengatur perekonomian

    melalui kebijakan-kebijakan dalam bidang tertentu. Dalam System of National Accounts

    (SNA) 1993 disebutkan bahwa pemerintah merupakan unit institusi yang terbentuk melalui

    proses politik serta mempunyai lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif untuk mengatur

    suatu wilayah. Adapun fungsi pemerintah yakni bertanggungjawab atas penyediaan barang

    dan jasa kepada sekelompok atau individu rumah tangga, mengelola penarikan pajak atau

    pendapatan lainnya, me-redistribusi pendapatan dan kesejahteraan melalui transfer serta

    terlibat dalam produksi non-pasar.

    Di Indonesia, Pemerintah dibagi menjadi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

    Pemerintah pusat menjalankan segala aktivitasnya dengan mengacu pada Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan Pemerintah Daerah baik Pemerintah

    Kabupaten/Kota maupun Pemerintah Provinsi menjalankan segala aktivitasnya dengan

    mengacu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD)

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    28/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.13

    Kabupaten/Kota atau Provinsi. Dalam APBN/APBD tersebut dijabarkan pendapatan dan

    belanja pemerintah serta transfer dari pemerintah ke rumah tangga dan perusahaan dalam

    bentuk transfer sosial dan subsidi.

    Mengingat peran pemerintah yang besar dalam perekonomian, maka segala aktivitas

    ekonomi pemerintah perlu dicatat dan dianalisis lebih lanjut, terutama untuk pengeluaran

    konsumsi pemerintah. Pengeluaran konsumsi pemerintah merupakan salah satu komponen

    penyususun indikator kemajuan perekonomian suatu Negara/Daerah yakni Produk

    Domestik Bruto (PDB)/Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut penggunaan.

    2.3.1. Konsep Dan Definisi

    Pemerintah dapat berlaku sebagai produsen dan konsumen. Sebagai konsumen,

    pemerintah melakukan kegiatan konsumsi barang/jasa dan dihitung konsumsi akhir.

    Sedangkan sebagai produsen, pemerintah melakukan kegiatan produksi barang dan jasa

    dan dihitung nilai tambahnya. Pengeluaran konsumsi akhir pemerintah adalah nilai output

    akhir pemerintah yang terdiri dari pembelian barang dan jasa yang bersifat rutin,

    pembayaran upah dan gaji pegawai serta perkiraan penyusutan barang modal pemerintah,

    dikurangi dengan nilai penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit yang

    kegiatannya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pemerintah. Definisi di atas sesuai dengan

    SNA 1968 yang menyebutkan bahwa pengeluaran konsumsi akhir pemerintah equivalen

    dengan nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh pemerintah untuk dikonsumsi sendiri

    Aktivitas unit produksi pemerintah yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan

    pemerintah secara umum, mencakup aktivitas:

    a. Kegiatan di instansi pemerintah memproduksi barang sejenis dengan barang yang

    dihasilkan oleh perusahaan swasta, dan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan induknya.

    Contoh pencetakan publikasi, kartu pos dan reproduksi dari karya seni, pembibitan

    tanaman dari kebun percobaan, serta lainnya. Penjualan barang-barang ini bersifat

    insidentil dari fungsi pokok lembaga/departemen tersebut, hasil penjualannya disebut

    komoditi yang dihasilkan.

    b. Kegiatan yang bersifat jasa seperti kegiatan rumah sakit, sekolah-sekolah, universitas

    pemerintah, museum, perpustakaan, tempat-tempat rekreasi dan tempat-tempat

    penyimpanan hasil karya seni, yang dibiayai dari uang pemerintah, dimana pemerintah

    memungut pembayaran yang pada umumnya tidak mencapai besarnya biaya yang

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    29/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.14

    dikeluarkan. Pendapatan yang diterima pemerintah dari hasil kegiatan seperti ini

    disebut penerimaan non komoditi (pendapatan dari jasa yang diterima).

    Pengeluaran konsumsi akhir pemerintah dapat diklasifikasikan menurut beberapa

    cara, yaitu:

    a. Berdasarkan apakah barang atau jasa diproduksi oleh produsen pasar atau produsen

    non pasar.

    b. Berdasarkan apakah pengeluaran tersebut merupakan pengeluaran kolektif atau

    individu.

    c. Berdasarkan fungsi sesuai COFOG (Classification of the Functions of Government) .

    d. Berdasarkan jenis barang dan jasa sesuai dengan CPC (Central Product Classification) .

    Selain dihitung dari sisi penggunaan, aktivitas ekonomi pemerintah juga dapat

    dihitung dari sisi produksi, sehingga akan dihasilkan PDB/PDRB menurut lapangan usaha.

    Dari sisi produksi, yang dihitung adalah nilai tambah bruto (NTB) sektor pemerintah. NTB

    sektor pemerintah dijabarkan sebagai penjumlahan dari seluruh balas jasa pegawai (belanja

    pegawai) dan penyusutan .

    Konsep dan definisi yang berkaitan dengan penghitungan PDB/PDRB komponen

    pengeluaran konsumsi akhir pemerintah adalah sebagai berikut:

    a. Neraca produksi pemerintah adalah suatu neraca/tabel yang memuat transaksi

    mengenai aktivitas produksi yang dilakukan pemerintah umum. Neraca produksi

    pemerintah terbagi menjadi dua sisi yakni sisi sumber dan sisi penggunaan. Sisi

    sumber menjelaskan output yang dihasilkan sektor pemerintah. Sedangkan di sisi

    penggunaan menjelaskan biaya antara yang digunakan pemerintah untuk menjalankan

    aktivitasnya. NTB merupakan item penyeimbang dalam neraca produksi pemerintah.

    b. Output pemerintah adalah output non pasar. Output non pasar adalah output dalam

    bentuk barang maupun jasa yang dihasilkan oleh institusi yang tidak berorientasi pada

    keuntungan seperti lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) dan

    pemerintah dimana institusi tersebut menyediakan barang dan jasa kepada unit

    institusi lain secara gratis atau dengan harga yang tidak signifikan. Output non pasar

    dibagi menjadi output non pasar yang dikonsumsi sendiri dan output non pasar untuk

    dijual. Output non pasar untuk dijual adalah penjualan barang dan jasa yang dihasilkan

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    30/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.15

    pemerintah, yang disuplai secara gratis atau atas dasar harga yang secara ekonomi

    tidak berarti kepada institusi lain atau masyarakat. Sedangkan output non pasar yang

    dikonsumsi sendiri adalah output yang dihasilkan oleh pemerintah yang dipergunakan

    sendiri oleh pemerintah (konsumsi pemerintah).

    c. Biaya antara adalah pemakaian barang yang tidak tahan lama serta jasa yang

    digunakan sebagai input dalam menghasilkan output (SNA, 1993:176). Biaya antara

    sektor pemerintah terdiri dari: (1) Belanja barang meliputi belanja barang, belanja

    pemeliharaan, dan belanja perjalanan dinas; (2) Belanja bantuan sosial dan (3) Belanja

    lain-lain.

    d. NTB sektor pemerintah terdiri dari: Belanja pegawai, Surplus Usaha, Pajak Tak

    Langsung Neto, dan Penyusutan

    2.3.2. Cakupan

    Pengeluaran konsumsi akhir pemerintah daerah di Kabupaten/Kota mencakup

    pengeluaran konsumsi akhir pemerintah kabupaten/kota bersangkutan, pengeluaran

    konsumsi akhir pemerintah daerah provinsi yang merupakan bagian dari pemerintah

    kab/kota, pengeluaran konsumsi akhir pemerintah pusat yang merupakan bagian dari

    pemerintah Kab/kota, serta pengeluaran konsumsi pemerintah desa/kelurahan/nagari yang

    berwilayah di kab/kota tersebut.

    2.3.3. Sumber Data

    Sumber data yang digunakan dalam penghitungan komponen pengeluaran konsumsi

    akhir pemerintah daerah kabupaten/kota tahunan adalah Realisasi APBN Tahunan, Realisasi

    APBD Provinsi Tahunan, dan Realisasi APBD Kabupaten/Kota Tahunan yang dikeluarkan

    oleh Kementrian Keuangan. Data pendukung lainnya yakni data jumlah Pegawai Negeri Sipil

    (PNS), upah gaji PNS serta Indeks Harga dari BPS.

    2.4. PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

    Kegiatan investasi merupakan salah satu faktor utama dalam mempengaruhi

    perkembangan ekonomi suatu wilayah melalui peningkatan kapasitas produksi. Di dalam

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    31/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.16

    PDB/PDRB, investasi tercermin dalam bentuk investasi fisik yakni Pembentukan Modal

    Tetap Bruto (PMTB) dan perubahan inventori.

    PMTB erat hubungannya dengan keberadaan aset tetap ( fixed asset ) yang dimiliki

    oleh suatu unit produksi. Secara garis besar aset tetap dapat diklasifikasikan menurut jenis

    barang modal seperti: bangunan dan konstruksi, mesin, kendaraan, ternak, tumbuhan, dan

    barang modal lainnya.

    2.4.1. Konsep dan definisi

    PMTB didefinisikan sebagai penambahan dan pengurangan aset tetap pada suatu

    unit produksi. Penambahan barang modal meliputi pengadaan, pembuatan, pembelian

    barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun bekas dari luar negeri

    (termasuk perbaikan besar, transfer atau barter barang modal). Pengurangan barang modal

    meliputi penjualan,transfer atau barter barang modal bekas kepada pihak lain.

    PMTB menggambarkan penambahan dan pengurangan barang modal pada periode

    tertentu. Barang modal mempunyai usia pakai lebih dari satu tahun serta akan mengalami

    penyusutan. Istilah ”bruto”mengindikasikan bahwa di dalamnya masih mengandung unsur

    penyusutan. Penyusutan atau konsumsi barang modal ( Consumption of Fixed Capital )

    menggambarkan penurunan nilai barang modal yang digunakan pada proses produksi

    secara normal selama satu periode. Secara umum barang modal diklasifikasikan menurut 4

    golongan, yaitu: menurut jenis barang, menurut lapangan usaha, menurut institusi, dan

    menurut wilayah asal. Dalam penyusunan PDB/PDRB, PMTB dirinci menurut jenis barang

    modal.

    2.4.2. Cakupan

    Cakupan PMTB terdiri dari:

    a. Penambahan dikurangi pengurangan aset (harta) berwujud baik baru maupun bekas

    seperti bangunan tempat tinggal, bangunan bukan tempat tinggal, bangunan lainnya,

    mesin & peralatannya, aset yang dibudidayakan ( cultivated asset ), produk kekayaan

    intelektual ( intellectual property products ), alat transportasi dan lainnya;

    b. Biaya pemindahan kepemilikan atas aset nonfinansial yang tidak diproduksi, seperti

    tanah dan aset yang dipatenkan;

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    32/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.17

    c. Perbaikan besar aset yang bertujuan meningkatkan kapasitas produksi dan usia pakai

    aset (antara lain reklamasi pantai, pembukaan hutan, pengeringan dan pengairan

    hutan, dan pencegahan banjir dan erosi);

    d. Penambahan dapat terjadi karena pembelian, produksi, barter, transfer, sewa beli

    ( financial leasing ), pertumbuhan aset yang dibudidayakan, dan perbaikan besar aset;

    e. Pengurangan dapat terjadi karena penjualan, barter, transfer atau sewa beli ( financial

    leasing ). Pengecualian kehilangan yang disebabkan oleh bencana alam tidak dicatat

    sebagai pengurangan.

    2.4.3. Sumber data

    Sumber data yang digunakan dalam penghitungan komponen PMTB adalah:

    a. Output sektor bangunan dari PDRB Sektoral Kabupaten, BPS.

    b. Nilai impor menurut 2 digit HS yang merupakan komoditas barang modal dari KPPBC

    (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai) setempat.

    c. Laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Kabupaten

    d. Indeks produksi Industri besar sedang (tersedia level provinsi)

    e. Publikasi Statistik Industri Besar dan Sedang (tersedia level provinsi)

    f. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dari Stat. Perdagangan Besar.

    g. Statistik Penggalian Dari Dinas Pertambangan

    h. Statistik Listrik & Air Minum dari PLN dan PDAM

    i. Statistik Konstruksi dari Survei konstruksi dan Dinas Pekerjaan Umum

    j. Statistik Perkebunan, hortikultura, dan peternakan dari Dinas Pertanian

    k. Hasil Survei Matriks PMTB, PMTB, SKTIR

    2.4.4. Metode penghitungan

    Estimasi nilai PMTB dapat dilakukan melalui metode langsung maupun tidak

    langsung, dimana sangat tergantung pada ketersediaan data yang mungkin diperoleh di

    wilayah masing-masing. Pendekatan “langsung” adalah dengan cara menghitung

    pembentukan modal (harta tetap) yang dilakukan oleh berbagai sektor ekonomi

    produksi (produsen) secara langsung. Sedangkan pendekatan “tidak langsung” adalah

    dengan menghitung berdasarkan alokasi dari total penyediaan produk (barang dan jasa)

    yang menjadi barang modal pada berbagai sektor produksi, atau disebut juga sebagai

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    33/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.18

    pendekatan “arus komoditas”. Penyediaan atau “supply” barang modal tersebut bisa

    berasal dari produk dalam negeri maupun produk luar negeri (impor).

    2.5. PERUBAHAN INVENTORI

    Dalam kegiatan ekonomi suatu negara keterrsediaan inventori merupakan hal yang

    sangat penting. Hal ini karena inventori menjadi salah satu komponen yang dibutuhkan

    untuk keberlangsungan proses produksi selain tenaga kerja dan barang modal.

    Dalam PDB/PDRB, Perubahan inventori merupakan bagian dari Pembentukan Modal

    Bruto atau yang lebih dikenal sebagai investasi fisik yang terjadi dalam suatu wilayah selain

    Pembentukan Modal Tetap Bruto. Perubahan inventori menggambarkan porsi investasi

    yang direalisasikan dalam bentuk barang jadi, barang setengah jadi,dan bahan baku

    maupun bahan penolong pada satu periode. Sehingga ketersediaan data perubahan

    inventori menjadi penting untuk kebutuhan analisa mengenai investasi.

    2.5.1. Konsep dan definisi

    Pengertian sederhana inventori atau yang lazimnya dikenal sebagai ‘’persediaan’’

    merupakan berbagai barang yang dikuasai oleh produsen untuk tujuan diolah lebih lanjut

    (intermediate consumption ) menjadi barang dalam bentuk lain, yang mempunyai nilai

    ekonomi maupun nilai guna yang lebih tinggi. Termasuk pula disini persedian barang yang

    masih dalam pengerjaan serta barang jadi yang belum dipasarkan yang masih

    ditahan/dikuasai oleh pihak produsen.

    Dalam kerangka PDB ataupun tabel I-O inventori disajikan sebagai bagian dari

    komsumsi akhir ( final demand ), tepatnya terletak pada kuadran II dalam tabel I-O. Selama

    ini pada kedua kerangka tersebut inventori diperlukan sebagai komponen residual yang di

    dalamnya termasuk pula perbedaan statistik ( statistical discrepancy ). Kondisi ini

    menyebabkan informasi tentang inventori sulit untuk dipahami dan dianalisis lebih jauh.

    Secara konsep, inventori yang berbentuk persediaan barang tersebut menggambarkan

    tentang bagian dari output domestik maupun impor yang belum digunakan, baik untuk

    diproses lebih lanjut, dikomsumsi ataupun untuk tujuan dijual tanpa mengalami proses

    lebih lanjut. Inventori tersebut dapat berbentuk bahan baku ( raw material ) maupun barang

    setengah jadi ( work in progress ) atau barang jadi ( finished goods ).

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    34/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.19

    Komponen perubahan inventori mulai diperkenalkan bersamaan dengan saat

    terjadinya perubahan tahun dasar pada tingkat nasional dari tahun dasar 1993 ke tahun

    dasar 2000 yaitu pada triwulan I tahun 2004. Terkait dengan perubahan tahun dasar 2000

    ke tahun dasar 2010 maka komponen perubahan inventori perlu dihitung terpisah dengan

    statistical discrepancy . Sehingga perubahan inventori/stok tidak diperlakukan sebagai

    komponen penyeimbang ( balancing item ) pada PDB menurut penggunaan karena sudah

    dihitung tersendiri.

    Inventori merupakan persediaan barang (bahan baku, barang jadi dan barang

    setengah jadi) pada unit institusi yang tidak terpakai pada proses produksi atau belum

    selesai diproses atau belum terjual, sedangkan perubahan inventori adalah selisih antara

    nilai inventori pada akhir periode pencatatan dengan nilai inventori pada awal periode

    pencatatan. Perubahan inventori menjelaskan tentang perubahan posisi barang inventori

    yang bisa bermakna pertambahan (tanda positif) atau pengurangan (bertanda negatif).

    Dalam konteks mikro (perusahaan), transaksi inventori menjelaskan informasi

    tentang posisi cadangan atau persediaan barang jadi maupun barang dalam pengerjaan

    (setengah jadi) perusahaan pada satu saat, yang datanya disajikan dalam laporan neraca

    akhir tahun, selain itu di dalamnya termasuk juga barang dagangan dan barang dalam

    perjalanan. Dalam laporan tersebut inventori dicatat sebagai bagian dari harta lancar

    (current asset ) pada sisi kiri neraca yang merupakan bagian dari aset/kekayaan perusahan.

    Lazimnya data tersebut disajikan secara agregat (tidak dirinci menurut jenis inventori)

    bersama-sama dengan komponen harta lancar lainnya, di dalamnya termasuk juga nilai

    penyisihan atas inventori yang rusak atau usang. Selain produsen ( inventory holder )

    penguasa inventori lainnya adalah sektor perdagangan, pemerintah dan rumah tangga.

    Masing-masing pelaku ekonomi tersebut mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda

    dalam melakukan penimbunan barang-barang inventori.

    Bagi produsen, keberadaan inventori ini diperlukan untuk menjaga kelangsungan

    kegiatan proses produksinya, sehingga diperlukan pencadangan baik dalam bentuk bahan

    baku ataupun bahan penolong. Alasan lain karena ketidakpastian pengaruh eksternal juga

    menjadi faktor pertimbangan bagi pengusaha untuk melakukan pencadangan (khususnya

    bahan baku). Bagi pedagang, pengadaan inventori lebih dipengaruhi oleh unsur spekulatif

    dengan harapan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Sedangkan bagi

    pemerintah, kebijakan pencadangan khususnya komoditas strategis utamanya ditujukan

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    35/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.20

    untuk menjaga stabilitas ekonomi, politik dan sosial. Karena menyangkut kepentingan

    masyarakat luas (publik); komoditas tersebut diantaranya meliputi komoditas beras, terigu,

    minyak goreng dan gula pasir. Bagi rumah tangga pengadaan inventori lebih ditujukan

    kemudahan dalam mengatur perilaku konsumsinya saja.

    Secara makro, di dalam statistik neraca nasional inventori dicakup sebagai bagian

    dari pembentukan modal atau dikenal sebagai inventasi fisik di satu wilayah. Tepatnya

    inventori tersebut menjelaskan tentang porsi dari investasi yang telah direalisasikan dalam

    bentuk barang jadi maupun setengah jadi pada berbagai kegiatan ekonomi produksi.

    Karena nyatanya sebagian dari investasi tersebut memang direalisasikan untuk pengadaan

    berbagai keperluan bahan baku maupun bahan penolong/pembantu. Dengan demikian

    maka tersedianya data tentang inventori akan menjadi informasi yang cukup penting bagi

    analisis investasi khususnya bagi komponen pembentukan modal, meskipun kontribusinya

    dalam perekonomian tidaklah terlalu besar.

    2.5.2. Cakupan

    Pada prinsipnya inventori merupakan persediaan bahan baku barang setengah jadi

    maupun barang jadi yang dikuasai oleh berbagai pelaku ekonomi produksi maupun

    konsumsi. Barang-barang inventori ini akan digunakan lebih lanjut dalam proses produksi

    baik sebagai input antara atau konsumsi akhir. Data tentang jenis-jenis inventori yang

    dikuasai oleh perusahaan dicatat secara terpisah pada bagian yang berbeda. Klasifikasi

    inventori menurut jenis barang dapat dibedakan atas:

    Inventori menurut sektor penghasilnya seperti produk atau hasil dari: perkebunan,

    kehutanan, perikanan, pertambangan, industri pengolahan, gas kota, air bersih, serta

    konstruksi/bangunan;

    Berbagai jenis bahan baku & penolong ( material & supplies ), yaitu semua bahan,

    komponen atau persediaan yang diperoleh untuk diproses lebih lanjut menjadi barang

    jadi;

    Barang jadi, yaitu barang yang telah selesai diproses tapi belum terjual atau belum

    digunakan, termasuk barang-barang yang dijual dalam bentuk yang sama seperti pada

    waktu dibeli;

    Barang setengah jadi, yaitu barang-barang yang sebagian telah diolah atau belum

    selesai (tidak termasuk konstruksi yang belum selesai).

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    36/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.21

    Barang dagangan yang masih dikuasai oleh pedagang besar maupun pedagang eceran

    untuk tujuan dijual;

    Ternak untuk tujuan dipotong;

    Pengadaan barang-barang oleh unit perdagangan untuk tujuan dijual atau dipakai

    sebagai bahan bakar atau persediaan; dan

    Stok pada pemerintah yang mencakup barang-barang strategis, seperti beras, kedelai,

    gula pasir, dan gandum.

    2.5.3. Sumber data

    Sumber data perubahan inventori:

    Data komoditas pertambangan dari publikasi statistik pertambangan dan penggalian;

    Data Inventori Publikasi Tahunan Industri Besar Sedang.

    Data komoditas perkebunan;

    Indeks harga implisit PDB sektoral terpilih, dan

    Indeks harga perdagangan besar (IHPB) terpilih.

    Data eksternal lainnya seperti data persediaan beras dari Bulog, data semen dari

    Asosiasi Semen Indonesia (ASI), gula dari Dewan Gula Indonesia (DGI), ternak dari

    Ditjennak Deptan, dan sebagainya.

    2.5.4. Metode penghitungan

    Metodologi yang digunakan dalam penghitungan komponen perubahan inventori

    adalah pendekatan dari sisi “korporasi” sebagai pendekatan “langsung” dan dari sisi

    “komoditas” sebagai pendekatan tidak langsung. Dilihat dari sisi manfaatnya,

    pendekatan secara langsung menghasilkan data yang relatif lebih baik dibanding dengan

    pendekatan tidak langsung. Pendekatan komoditas hanya dapat dilakukan jika

    data tentang posisi inventori tersedia secara rinci dan berkesinambungan.

    Pendekatan Langsung

    Dengan menggunakan pendekatan langsung, akan diperoleh nilai posisi inventori di

    saat tertentu (umumnya di akhir tahun). Sumber data utama adalah laporan

    neraca akhir tahun (balance sheet) perusahaan. Untuk memperoleh nilai perubahan

    inventori atas dasar harga berlaku, diperlukan data inventori di tahun yang

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    37/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.22

    berurutan. Langkah penghitungan perubahan inventori dari laporan keuangan,

    adalah sebagai berikut:

    menghitung posisi inventori atas dasar harga konstan dengan mendeflate stok awal

    dan akhir persediaan dengan IHPB akhir tahun;

    menghitung perubahan inventori atas dasar harga konstan dengan

    mengurangkan posisi inventori di tahun berjalan dengan tahun sebelumnya;

    dan

    menghitung perubahan inventori atas dasar harga berlaku dengan menginflate

    perubaha n inventori atas dasar harga konstan dengan data IHPB rata-rata

    tahunan.

    2.6. EKSPOR DAN IMPOR BARANG DAN JASA

    Di era globalisasi dan keterbukaan seperti saat ini, tidak ada satu negarapun di dunia

    ini yang tidak menjalin kerjasam dengan negara lain, baik dalam bidang politik, ekonomi,

    sosial-budaya, hukum, dan sebagainya demi mempertahankan kelangsungan hidup negara

    bersangkutan, termasuk Indonesia. Di bidang perekonomian, dalam rangka memenuhi

    kebutuhan barang dan jasa di dalam negeri dan juga untuk meningkatkan nilai tambah

    produk barang/jasa produksi dalam negeri serta untuk kepentingan mendapatkan devisa,

    maka perdagangan antar negara/perdagangan internasional menjadi salah satu pilihan

    kebijakan yang harus dilakukan. Ekspor impor antar negara sudah tidak terelakkan lagi.

    Di dalam pengadaan barang-barang untuk kepentingan publik maupun privat, ada

    berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkannya, dengan mempertimbangkan

    aspek kualitas, harga, waktu, biaya, teknologi, dan pertimbangan-pertimbangan lain

    termasuk politik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan barang

    tersebut adalah melalui ekspor dan impor. Apabila cara ini yang dilakukan, maka banyak hal

    yang harus dipertimbangkan, sebab pengadaan barang dengan cara ini akan melibatkan

    tidak hanya relasi diantara dua pihak yakni penjual dan pembeli saja, tetapi melibatkan

    interaksi dan interrelasi yang lebih kompleks. Dalam kegiatan ekspor dan impor barang,

    tidak semata aspek teori atau aspek hukum pasar saja yang menentukan, tetapi sangat

    berkaitan dengan berbagai kebijakan negara, tertutama yang berkaitan dengan kebijakan

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    38/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.23

    politik luar negeri dan kebijakan perdagangan internasional atau bahkan lebih luas lagi

    aspek ekonomi internasional.

    2.6.1. Konsep dan definisi

    Ekspor-impor kabupaten/kota didefiniskan sebagai alih kepemilikan ekonomi

    (baik penjualan/pembelian, barter, hadiah ataupun hibah) atas barang dan jasa antara

    residen kabupaten/kota dengan non-residen yang berada di luar kabupaten/kota baik

    Indonesia maupun luar negeri.

    Transaksi ekspor barang didefinisikan sebagai transaksi perpindahan kepemilikan

    ekonomi (baik berupa penjualan, barter, hadiah ataupun hibah) atas barang dari residen

    suatu wilayah Kabupaten/kota terhadap pelaku ekonomi luar negeri ( non-resident ).

    Sebaliknya, impor barang didefinisikan sebagai transaksi perpindahan kepemilikan ekonomi

    (mencakup pembelian, barter, hadiah ataupun hibah) atas barang dari pelaku ekonomi luar

    negeri ( non-resident ) terhadap residen suatu wilayah Kabupaten/kota.

    2.6.2. Cakupan

    Cakupan transaksi ekspor-impor kabupaten/kota sama dengan cakupan

    transaksi ekspor-impor nasional ke luar negeri, yang membedakan hanya mitra

    transaksinya. Dalam ekspor-impor nasional ke luar negeri, yang menjadi mitra adalah

    residen luar negeri, sedangkan ekspor-impor kabupaten/kota yang menjadi

    mitra adalah residen kabupaten/kota lain di Indonesia dan residen luar negeri.

    Secara ringkas, transaksi ekspor-impor barang ke/dari luar negeri dalam komponen

    PDRB Penggunaan Provinsi mencakup beberapa komponen berikut, yaitu:

    Ekspor-impor berdasarkan dokumen kepabeanan ( General merchandise –International

    Merchandise Trade Statistics /IMTS) yang telah dinilai dalam free on board (fob).

    Transaksi ekspor-impor barang tersebut dapat diklasifikasikan menurut kelompok

    komoditas Harmonized System (HS), Standard International Trade Classification (SITC).

    Transaksi ekspor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)

    sedangkan impor barang berdasarkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

    Pembelian Langsung ( Direct Purchase ), mencakup pembelian barang oleh wisatawan

    manca negara (wisman) selama berkunjung ke wilayah Provinsi yang dicatat sebagai

    direct purchase exports , serta pembelian barang oleh penduduk Provinsi selama

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    39/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.24

    berkunjung ke luar negeri yang dicatat sebagai direct purchase imports . Pembelian

    barang tersebut mencakup baik yang dikonsumsi sendiri selama perjalanan, atau di

    tempat lain, ataupun dibawa ke negaranya.

    Transaksi ilegal & penyelundupan serta transaksi yang tidak terdokumentasi

    (undocumented transactions) lainnya

    2.6.3. Sumber data

    Berbeda dengan penghitungan ekspor-impor nasional, penghitungan

    ekspor- impor kabupaten/kota belum tersedia data dasar yang sesuai dengan

    konsep SNA. Data yang tersedia hanya menunjukkan adanya transaksi, namun

    tidak diketahui berapa nilai-nya. Kondisi data ini menyebabkan penghitungan

    ekspor-impor kabupaten/kota sulit dilakukan secara langsung. Pada series data

    PDB/PDRB series 2000=100, sumber data yang tersedia dan digunakan untuk penyusunan

    ekspor-impor antar wilayah di tingkat provinsi adalah:

    Laporan Simopel, yaitu laporan (bulanan) bongkar muat barang di pelabuhan;

    Informasi lalu-lintas barang yang keluar-masuk provinsi di jembatan timbang; dan

    Informasi lalu-lintas barang yang keluar-masuk provinsi dari hasil survei.

    Dalam menghitung ekspor-impor kabupaten/kota, data yang tersedia tersebut

    digunakan sebagai pendukung hasil penghitungan dengan metode tak-

    langsung, ditambah dengan informasi dari hasil survei matriks arus komoditas

    (SMAK) yang menggali informasi tentang ekspor-impor antar kabupaten/kota

    tahun 2010-2012 secara sampel. Data yang digunakan dalam metode tak-langsung adalah:

    Struktur input;

    Struktur permintaan akhir menurut komoditas;

    Nilai tambah bruto adh Berlaku;

    Koefisien heterogenitas; dan

    IHPB barang dan IHK jasa-jasa (kesehatan; pendidikan, rekreasi dan olah raga; transpor

    dan komunikasi, serta jasa keuangan).

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    40/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.25

    2.6.4. Penghitungan Ekspor/Impor adh Berlaku

    Penghitungan ekspor-impor kabupaten/kota dengan metode tak-langsung

    menggunakan metode cross hauling. Metode ini akan menghasilkan nilai ekspor-impor

    barang dan jasa di suatu kabupaten/kota. Metode ini bekerja dengan memanfaatkan

    sifat keseimbangan permintaan (demand) dan penyediaan (supply) setiap

    industri/komoditas di suatu perekonomian.

    Penghitung ekspor impor dengan metode cross-hauling diawali dengan metode

    commodity balance. Metode commodity balance adalah metode penghitungan

    ekspor-impor dengan memanfaatkan Tabel Input-Output “bayangan”. Dalam metode

    ini, transksi ekspor-impor dipandang sebagai item penyeimbang (balancing item)

    untuk menuju kondisi demand dan supply yang seimbang di suatu perekonomian. Jika

    supply domestik suatu industri/komoditas di suatu kabupaten/kota melebihi

    kebutuhan (permintaan antara dan permintaan akhir), maka kabupaten/kota tersebut

    mengalami surplus dan akan melakukan ekspor. Sebaliknya, jika supply domestik

    komiditas di suatu kabupaten/kota tidak ada atau kurang, maka kabupaten/kota

    tersebut akan mengimpor (Kronenberg, 2008).

    Asumsi yang digunakan dalam metode commodity balance adalah kelebihan dan

    kekurangan supply domestik atas demand, sepenuhnya diselesaikan dengan ekspor dan

    impor. Jika kelebihan supply domestik, maka akan melakukan ekspor, sedangkan jika

    kekurangan supply domestik, maka akan mengimpor. Hal ini membuat penghitungan

    ekspor-impor tersebut belum menangkap aspek lain di dalam transaki ekspor-impor,

    karena dalam kenyataannya, baik dalam kondisi kelebihan atau kekurangan supply

    domestik, suatu kabupaten/kota dapat melakukan transaksi ekspor/impor secara

    bersama. Untuk mengatasi kelemahan ini, penghitungan ekspor-impor kabupaten/kota

    perlu untuk disempurnakan dengan menerapkan metode cross hauling.

    Metode cross hauling berusaha mengatasi kelemahan metode commodity

    balance, dengan mengakomodir kemungkinan suatu kabupaten/kota melakukan ekspor-

    impor komoditas secara bersamaan. Contoh, suatu kabupaten/kota, selain

    mengekspor komoditas pertanian ke luar daerah/luar negeri, juga melakukan impor

    komoditas pertanian yang merupakan output dari luar daerah/luar negeri.

    Penghitungan ekspor-impor kabupaten/kota menggunakan metode commodity

    balance dilakukan dengan cara sbb:

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    41/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.26

    menyusun struktur input masing-masing industri dengan bantuan Tabel I-O yang

    tersedia;

    mengalikan NTB menurut industri dengan rasio total input/output terhadap NTB;

    mengalikan struktur input pada dari poin (1) dengan output daripoin (2). Dari proses

    ini dihasilkan biaya antara, NTB, dan total input/output dalam Tabel I-O bayangan;

    menyusun struktur komponen permintaan akhir dengan bantuan Tabel I-O yanga ada;

    mengalikan masing-masing komponen permintaan akhir dengan struktur dari poin (4);

    menghitung nilai ekspor neto (trade balance), yang merupakan selisih output (supply

    domestik) dengan permintaan domestik (antara dan akhir domestik);

    jika net ekspor bernilai positif, diasumsikan terjadi ekspor, dan jika bernilai

    negatif diasumsikan terjadi impor;

    menjumlahkan nilai ekspor dan impor komoditas dari poin (7) untuk mendapat nilai

    ekspor dan impo r.

    Selanjutnya, untuk menghitung ekspor-impor kabupaten/kota dengan metode cross

    hauling, dilakukan langkah seperti langkah yang dilakukan dalam metode commodity

    balance di atas, namun hanya sampai langkah ke (6). Penyesuaian dilakukan untuk langkah

    ke (7), sehingga urutannya menjadi:

    melakukan langkah (1) s.d (6) seperti pada metode commodity balance;

    menghitung koefisien heterogenitas13 berdasarkan Tabel I-O data yang tersedia, yaitu

    trade volume dikurangi nilai absolut trade balance. Hasilnya dibagi dengan

    jumlah output, permintaan antara, dan permintaan akhir domestik;

    menghitung besarnya volume perdagangan (trade volume), yaitu menjumlahkan nilai

    absolut trade balance dengan hasil perkalian antara koefisien heterogenitas dan

    jumlah output, permintaan antara, dan permintaan akhir domestik;

    nilai impor setiap komoditas diperoleh dengan mengurangkan trade volume

    dengan trade balance, hasilnya dibagi dua;

    nilai ekspor setiap komoditas diperoleh dengan menjumlahkan trade balance dan

    impor;

    menjumlahkan nilai ekspor dan impor per komoditas pada langkah (5) untuk

    mendapat nilai ekspor dan impor.

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    42/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 2.27

    Metode cross hauling mengandalkan stuktur input dan permintaan akhir, nilai

    tambah per industri, serta permintaan akhir domestik per komponen, dan koefisien

    heterogenitas per komoditas yang didasarkan pada data yang tersedia dan hasil

    penghitungan sebelumnya. Penghitungan dengan metode commodty balance ini akan

    menghasilkan nilai ekspor-impor provinsi yang lebih rendah dibandingkan dengan

    metode cross hauling. Akurasi hasil penghitungan setiap item akan menentukan

    akurasi nilai ekspor-impor provinsi. Oleh karena itu diperlukan upaya agar hasil

    penghitungan ekspor-impor kabupaten/kota ini berkualitas, dengan menyesuaikan

    struktur input dan permintaan akhir serta koefisien heterogenitas yang lebih sesuai

    dengan kondisi di Kabupaten/Kota untuk referensi penghitungan, dan melakukan

    pemeriksaan hasil penghitungan dengan membandingkan dengan berbagai data

    sekunder ekspor-impor yang relevan.

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    43/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 3.1

    BAB III

    PEMBAHASAN

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    44/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 3.2

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Sebelum membahas kondisi perekonomian Wakatobi berikut ditampilkan ulasan

    perekonomian Indonesia yang disarikan dari berbagai sumber seperti portal Bank

    Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan portal reksadana.

    Secara umum, kondisi perekonomian dunia menghadapi persoalan sejak terjadinya

    krisis finansial global di tahun 2008.Bahkan hingga saat ini perekonomian dunia belum

    menunjukkan laju pertumbuhan yang berarti. Salah satu indikatonya adalah laporan World

    Economic Outlook yang dirilis di bulan Oktober 2013, International Monetary Fund (IMF)

    merevisi turun tingkat pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2013 menjadi 2,9% untuk

    tahun 2013 dan 3,6% untuk tahun 2014 dari proyeksi sebelumnya di bulan Juli 2013 sebesar

    masing-masing 3,2% dan 3,8%.

    Dalam masa-masa sulit tersebut, Indonesia mampu tumbuh diatas rata-rata

    pertumbuhan ekonomi dunia.Badan Pusat Statistik merilis tingkat pertumbuhan ekonomi

    tahun 2013 sebesar 5,78 persen ( yoy ). Meskipun lebih rendah dari tahun sebelumnya,

    namun angka tersebut merupakan sebuah prestasi.Pasalnya, tekanan pada Neraca

    Pembayaran Indonesia (NPI) meningkat, dibarengi dengan pelemahan nilai tukar rupiah.

    Inflasi pun berada di atas sasaran inflasi yang ditetapkan Bank Indonesia ketika awal tahun

    2013 yang lalu yakni di 4,5% ±1%. Realisasi inflasi tercatat di angka 8,38% (yoy) sampai akhir

    2013.

    Hal ini tidak terlepas dari berbagai tekanan yang dihadapi.Pertama, guncangan

    ekonomi terjadi di pasar keuangan global.Ketidakpastian pasar keuangan global meningkat

    sejalan dengan sentimen negatif terhadap rencana pengurangan stimulus moneter alias

    tapering off di AS.Sementara kondisi ekonomi global yang menurun akhirnya

    mengakibatkan terjadinya guncangan kedua. Guncangan kedua ini adalah tekanan

    terhadap NPI tahun 2013. Defisit transaksi berjalan diprakirakan mencapai 3,5% dari Produk

    Domestik Bruto (PDB). Lebih tinggi pula dari defisit pada tahun 2012 sebesar 2,8%. Surplus

    di sisi transaksi modal dan finansial pun menurun.Tak sampai di situ, nilai tukar rupiah di

    tahun 2013 juga terus terdepresiasi disertai volatilitas yang meningkat.Pelemahan rupiah ini

    searah dengan pelemahan mata uang di negara kawasan.

  • 8/18/2019 Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013

    45/78

    Laporan Studi Penyusunan PDRB Kabupaten Wakatobi Menurut Pengeluaran Tahun 2013 3.3

    Tekanan pada neraca pembayaran salah satunya dipengaruhi penurunan pangsa

    ekspor Indonesia.Pelemahan ekspor terjadi akibat turunnya permintaan dari negara-negara

    tujuan utama ekspor serta penurunan harga komoditas. Sementara tingkat permintaan

    domestik terimbas kenaikan harga BBM dan tingkat suku bunga. Kenaikan harga bensin

    premium sebesar 44% dan solar sebesar 22% di pertengahan tahun ini mengakibatkan

    kenaikan ongkos transportasi dan tarif listrik. Di bulan September, Bank Indonesia

    menurunkan proyeksi pertumbuhan PDB Indonesia dari sebelumnya 5,8-6,2% menjadi 5,5-

    5,9%.

    Seperti negara-negara berkembang lainnya, Indonesia juga terpukul akibat keluarnya

    dana investor seiring dengan meningkatnya ekspektasi bahwa U.S. Federal Reserve akan

    mulai mengurangi pelonggaran kuantitatifnya dan kemungkinan akan menaikkan suku

    bunga lebih cepat dari yang selama ini diperkirakan. Khusus mengenai Indonesia, aliran

    dana asing keluar dipicu oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia serta

    melebarnya defisit transaksi berjalan ( current account deficit ), yang pada gilirannya telah

    membuat Rupiah terdepresiasi cukup tajam tahun ini.

    Isu makroekonomi yang paling penting saat ini adalah seputar defisit transaksi

    berjalan. Indonesia telah mengalami defisit transaksi berjalan selama 9 kuartal berturut-

    turut, mulai dari kuartal keempat 2011. Meski defisit transaksi berjalan yang pada kuartal

    kedua 2013 sebesar 4,4% dari PDB telah menyempit menjadi 3,8% dari PDB di kuartal ketiga

    2013, namun besaran ini masih belum dapat memperbaiki sentimen pasar terhadap

    Indonesia. Idealnya, defisit transaksi berjalan dapat dijaga di level maksimum 3% dari PDB.

    Terkait pengurangan subsidi BBM yang berujung pada kenaikan harga BBM di

    pertengahan tahun, laju inflasi Indonesia naik cukup signifikan tahun ini. Meski demikian,

    puncak inflasi telah terlihat, di mana dengan dampak kenaikan harga BBM bersubsidi sudah

    tercermin dalam inflasi Jun 2013 - Aug 2013 dan harga pangan mulai turun, para ekonom

    memperkirakan inflasi akan kembali ke pola normalnya dalam beberapa bulan ke depan,

    kembali ke kisaran target inflasi yang ditetapkan Bank I