76
i LAPORAN TAHUNAN 2016 PUSLITBANG SUMBER DAYA DAN PELAYANAN KESEHATAN PUSLITBANG SUMBER DAYA DAN PELAYANAN KESEHATAN BADAN LITBANG KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

i

LAPORAN TAHUNAN

2016 PUSLITBANG SUMBER DAYA DAN

PELAYANAN KESEHATAN

PUSLITBANG SUMBER DAYA DAN PELAYANAN KESEHATAN BADAN LITBANG KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Page 2: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga Buku Laporan Tahunan Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan (Puslitbang SD-Yankes)Tahun

2016 ini terselesaikan.

Buku Laporan Tahunan ini merupakan salah satu evaluasi setiap tahun dari

pelaksanaan kegiatan yang memuat gambaran ringkas tentang kinerja Puslitbang SD -

Yankes dengan menggunakan pendekatan sistem, yakni meliputi masukan (input), proses,

keluaran (output), outcome dan impact. Output diukur dengan capaian indikator kinerja

kegiatan. Sedangkan outcome dan impact hasil penelitian dan pengembangan tidak dapat

diukur di tingkat masyarakat, karena penelitian dan pengembangan adalah kegiatan

penunjang program, maka parameternya adalah seberapa jauh hasil penelitian dan

pengembangan dapat dipakai oleh penentu kebijakan atau pemegang program untuk

perbaikan kebijakan maupun perbaikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Terbitnya Buku Laporan ini diharapkan akan bermanfaat dan dapat memberikan

informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi yang terdapat pada Buku

Laporan Tahunan ini diharapkan dapat dipakai sebagai alat untuk mawas diri sekaligus

masukan untuk perbaikan perencanaan tahun berikutnya.

Kepada Tim Penyusun yang telah menyelesaikan buku ini kami sampaikan

penghargaan yang sebesar-besarnya.Kami menyadari masih banyak kekurangan dan

kelemahannya, untuk itu saran dan usulan yang membangun dan bermanfaat akan kami

terima.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Dr. Drs. Nana Mulyana, M.Kes

Page 3: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..…………………………………………………………..…… i DAFTAR ISI ……………………………………………………….……….……..… ii DAFTAR TABEL ….……………………………………………………….……..… iii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….……..… iv DAFTAR SINGKATAN ..………………………………………………...….…..… v BAB I. ANALISA AWAL TAHUN ….……………………………..…………………

1

A. HAMBATAN TAHUN LALU ………………………….………………….. 1 B. KELEMBAGAAN ..........................................................………………. 2 C. SUMBER DAYA ………………………………………………………….. 4

BAB II. TUJUAN DAN SASARAN KERJA ……………………………………….

13

A. DASAR HUKUM ……………………………..…………………………. 13 B. TUJUAN, SASARAN DAN INDIKATOR ..……………………………… 14

BAB III. STRATEGI PELAKSANAAN …….………………………………………

17

A. STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN DAN SASARAN ……………… 17 B. HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN STRATEGI ….……………….. 17 C. TEROBOSAN YANG DILAKUKAN …………………………………… 18

BAB IV. HASIL KERJA …………………….………………………………………

19

A. PENCAPAIAN TUJUAN DAN SASARAN ……………………………… 19 B. PENCAPAIAN KINERJA …………………………..…………………….. 21 C. REALISASI ANGGARAN .................................................................... 34 D. PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI ................................... 35

BAB V. PENUTUP ……………………………………………………………………

36

Lampiran: Rekomendasi Kebijakan

Page 4: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. : Sarana dan Prasarana, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Tahun 2016

Tabel 1.2. : Alokasi Anggaran Berdasarkan Belanja, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Tahun 2016

Tabel 1.3. : Alokasi Anggaran Berdasarkan Output Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan,Tahun 2016

Tabel 2.1.

: Target dan Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Tahun 2016

Tabel 4.1.

: Target dan Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Tahun 2016

Tabel 4.2.

: Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan, Jumlah rekomendasi kebijakan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Tahun 2016

Tabel 4.3.

: Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

Tabel 4.4.

: Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Publikasi ilmiah yang dimuat pada media cetak dan elektronik nasional Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Tahun 2016

Tabel 4.5.

: Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Publikasi ilmiah yang dimuat pada media cetak dan elektronik internasional Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan KesehatanTahun 2016

Tabel 4.6.

: Kegiatan Panitia Pembina Ilmiah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Tahun 2016

Tabel 4.7.

: Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Belanja, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Tahun 2016

Tabel 4.8.

: Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan IKK, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Tahun 2016

Page 5: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. : Struktur Organisasi Puslitbang SD-Yankes

Gambar 1.2. :

Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenjang Jabatan

Gambar 1.3. :

Jumlah Pegawai Pegawai Berdasarkan Jenjang Jabatan Fungsional

Gambar 1.4. :

Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenjang Fungsional Peneliti

Gambar 1.5. :

Jumlah Pegawai Berdasarkan Umur

Gambar 1.6. :

Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 1.7. :

Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan

Gambar 1.8. :

Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Gambar 4.1. :

Sertifikat Akreditasi Majalah Ilmiah

Gambar 4.2. :

Sertifikat Akreditasi Laboratorium Penguji

Page 6: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

1

BAB I ANALISA SITUASI AWAL TAHUN 2016

A. HAMBATAN TAHUN 2016

Pembangunan kesehatan jangka panjang ditujukan untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Dalam jangka menengah lima tahunan, sesuai Peraturan Presiden

Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) Tahun 2015 – 2019, yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan,

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat

yang setinggi-tingginya dapat terwujud, yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan

perilaku dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

(Puslitbang SD-Yankes), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, harus ikut

berperan dalam upaya perbaikan indikator kesehatan dan upaya pemecahan masalah dan

penanggulangan penyakit, melalui penelitian dan pengembangan bidang sumber daya dan

pelayanan kesehatan.

Selama pelaksanaan Tahun 2016, terdapat beberapa hal yang menghambat dalam

pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan bidang sumber daya dan pelayanan

kesehatan, yakni:

1. Merupakan satker dengan tupoksi baru sesuai Permenkes 64 tahun 2015,

2. Perpindahan kantor Pusat dan KPPN yang semula di Bogor menjadi kantor

Pusat dan KPPN Jakarta, membuat seluruh kegiatan tidak dapat berjalan di awal

tahun,

3. dengan tupoksi baru, perpindahan peneliti antar satker latar belakang kepakaran

peneliti yang beragam memerlukan penyesuaian agar dapat menyamakan

persepsi,

4. sebagian besar ketua pelaksana penelitian 2016 masih berasal dari lintas

puslitbang.

5. adanya 2 riset nasional, yang menyita seluruh sumber daya manusia, terutama

peneliti, sehingga mereka tidak fokus dalam menyelesaikan tugasnya sebagai

peneliti yaitu membuat karya tulis ilmiah,

Page 7: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

2

B. KELEMBAGAAN

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 tahun 2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan (Puslitbang SD-Yankes) mempunyai tugas

melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan penelitian dan pengembangan kesehatan di bidang sumber daya dan pelayanan

kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan

tugas dimaksud, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan

Kesehatan menyelenggarakan fungsi;

1. penyusunan kebijakan teknis penelitian dan pengembangan kesehatan di bidang

sumber daya dan pelayanan kesehatan;

2. pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan di bidang sumber daya dan

pelayanan kesehatan;

3. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penelitian dan pengembangan kesehatan di

bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan; dan

4. pelaksanaan administrasi Pusat.

Penjabaran dari tugas dan fungsi tersebut, maka dalam susunan organisasi Puslitbang

SD - Yankes yang terdiri dari:

1. Bagian Tata Usaha (Bagian TU)

2. Bidang Sumber Daya Kesehatan (Bidang SDK)

3. Bidang Pelayanan Kesehatan (Bidang Yankes)

4. Sub Bagian Program dan Kerjasama (Sub-bagian PKS)

5. Sub Bagian Keuangan, Kepegawaian dan Umum (Sub-bagian KKU)

6. Sub Bidang Kefarmasi dan Alat Kesehatan (Sub-bidang Farmalkes)

7. Sub Bidang Sumber Daya Manusia Kesehatan (Sub-bidang SDMK)

8. Sub Bidang Pelayanan Kesehatan Primer dan Rujukan (Sub-bidang Yankes Primer

dan Rujukan )

9. Sub Bidang Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Penunjang (Sub-bidang Yankestrad

dan Penunjang)

Page 8: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

3

Gambar 1.1. Struktur Organisasi Puslitbang SD – Yankes

Di samping itu, Puslitbang SD-Yankes, sebagai lembaga penelitian dan pengembangan,

juga mempunyai struktur ad-hoc yakni:

1. Panitia Pembina Ilmiah (PPI)

Tugas Panitia Pembina Ilmiah Puslitbang SD - Yankes adalah sebagai berikut:

a) Memberikan masukan kepada Kepala Puslitbang SD - Yankes tentang prioritas dan

kualitas penelitian pengembangan bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan

b) Memberikan saran dalam penyusunan rencana program dan kerjasama penelitian

dan pengembangan Puslitbang SD – Yankes serta pengembangan kemampuan

institusi

c) Melakukan seleksi dan menilai usulan penelitian sesuai dengan kriteria pedoman

yang telah ditentukan dan memberikan saran perbaikan sebagai masukan untuk

Kepala Puslitbang SD – Yankes

d) Melakukan pembinaan penelitian dari proposal, pelaksanaan penelitian, hingga

penyusunan laporan akhir

e) Memberikan saran-saran perbaikan terhadap laporan hasil penelitian,

penyebarluasan hasil penelitian termasuk dalam seminar hasil penelitian dan

publikasi

f) Membina peneliti melalui seminar, diskusi ilmiah, kursus, perumusan pedoman dan

lain sebagainya.

Kepala

Dr. Drs. Nana Mulyana, M.Kes

Sub-bag PKS Dra. Excalanti Prawirawati

Sub-bag KKU Elvira Eka Putri, SKM, M.Kes

Bagian Tata Usaha

Nagiot Cansalony, SKM, ME

Bidang SDK Dr. dr. Harimat Herdarwan, M.Kes

Bidang Yankes dr. Muhammad Karyana, M.Kes

Sub-bidang Farmalkes Ully Adhi, Apt, M.Si

Sub-bidang SDMK Tinexcelly Marisiuli, SKM, MKM

Sub-bidang Yankes Primer dan Rujukan dr. Eva Sulistiowati, M.Biomed

Sub-bidang Yankestrad dan Penunjang dr. Hadi Siswoyo, M.Epid

KF Peneliti

Panitia Pembina Ilmiah (PPI) Puslitbang SD-Yankes

TP2U Puslitbang SD-Yankes

Page 9: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

4

g) Memupuk lingkungan kehidupan ilmiah

2. Tim Penilai Peneliti Unit (TP2U)

Tugas Tim Penilai Peneliti Unit Puslitbang SD - Yankes adalah sebagai berikut:

a) Membantu para peneliti dalam proses penilaian dan perhitungan angka kredit jabatan

fungsional

b) Memberikan saran perbaikan kepada para peneliti dalam proses penilaian dan

perhitungan angka kredit jabatan fungsional

c) Memberikan penjelasan kepada para peneliti tentang Angka Kredit Jabatan

Fungsional Peneliti

d) Melaporkan hasil kerjanya kepada Kepala Puslitbang SD – Yankes, mencek

kebenaran artikel/tulisan yang diajukan

e) Mengingatkan/memberi peringatan pada peneliti yang angka kreditnya akan habis

sesuai batas waktu yang ditentukan

C. SUMBER DAYA

Sumber daya yang dipunyai Puslitbang SD - Yankes meliputi sumber daya manusia,

sarana dan prasarana, serta dana. Jabaran tentang sumber daya dimaksud adalah sebagai

berikut:

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu aset utama dalam organisasi

penelitian. Berdasarkan data kepegawaian sampai dengan 31 Desember 2016,

Puslitbang SD - Yankes memiliki 156 orang pegawai. Berikut adalah penjabaran

jumlah pegawai berdasarkan jabatan struktural dan fungsional, kelompok umur, jenis

kelamin, golongan, pendidikan.

Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1974 jabatan pegawai negeri sipil

dikelompokkan menjadi 2 yakni jabatan fungsional dan jabatan struktural. Berikut

gambaran pegawai berdasarkan jenjang jabatan tersebut:

Page 10: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

5

Berdasarkan jenjang jabatan, fungsional tertentu merupakan jumlah pegawai

terbanyak. pegawai. Struktural sebanyak 10 pegawai, dan dalam jenjang struktural

terdapat 5 pegawai yang merangkap jabatan, yaitu sebagai pejabat struktural dan

juga memiliki jenjang fungsional.

Apabila dipilah, maka jenjang jabatan fungsional, dapat dibagi menjadi peneliti,

teknisi litkayasa dan analisis kepegawaian. Berikut adalah gambaran pegawai

berdasarkan jenjang jabatan fungsional.

Berdasarkan jenjang jabatan fungsional tertentu maka peneliti merupakan jenjang

jabatan fungsional dengan jumlah pegawai terbanyak.

Jenjang fungsional penelitipun bila dilihat lebih detil dapat dibagi lagi berdasarkan

ketentuan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yakni peneliti utama, peneliti

madya, peneliti muda, dan peneliti pertama. Berikut gambaran jenjang fungsional

peneliti berdasarkan kriteria LIPI.

Page 11: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

6

Berdasarkan jenjang jabatan fungsional peneliti maka peneliti madya merupakan

jenjang jabatan fungsional peneliti dengan jumlah pegawai terbanyak.

Menurut kelompok umur pegawai dikelompokkan menjadi 5 kelompok umur, yakni 1)

≤ 30 tahun, 2) 31- 40 tahun, 3) 41-50 tahun, 4) 51-55 tahun, dan 5) ≥ 56 tahun.

Berikut jumlah pegawai berdasarkan umur.

Menurut jenis kelamin, pegawai dibagi berdasarkan jenis kelamin laki laki dan

perempuan. Berikut jumlah pegawai berdasarkan jenis kelamin ;

Page 12: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

7

Menurut golongan, pegawai dibagi berdasarkan golongan I, II, III, dan IV. Berikut

jumlah pegawai berdasarkan golongan;

Berdasarkan golongan, dari 156 pegawai banyak didominasi oleh pegawai dengan

golongan III.

Menurut tingkat pendidikan, pegawai dibagi berdasarkan tingkat pendidikan SD,

SLTP, SLTA/D1, D2/D3, S1, S2, dan S3. Berikut jumlah pegawai berdasarkan tingkat

pendidikan;

Page 13: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

8

Berdasarkan tingkat pendidikan, dari 156 pegawai banyak didominasi oleh pegawai

dengan tingkat pendidikan S2.

2. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di Puslitbang SD – Yankes meliputi yang bergerak

maupun tidak bergerak. Secara umum sarana yang tidak begerak meliputi: gedung

perkantoran, gedung peneliti, dan gedung laboratorium. Wujud transparansi dan

akuntabilitas sarana dan prasarana Puslitbang SD – Yankes dituangkan dalam

Laporan Barang Milik Negara, yang juga merupakan pertanggungjawaban

pengelolaan keuangan negara. Laporan Barang Milik Negara disusun menggunakan

Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN).

Page 14: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

9

Tabel 1.1. Sarana dan Prasarana dan Ringkasan BMN

Puslitbang SD – Yankes Tahun 2016

AKUN NERACA

JUMLAH KODE URAIAN

1 2 3

117.111 Barang Konsumsi 106.016.495

117.113 Bahan untuk Pemeliharaan 5.556.730

117.114 Suku Cadang 15.903.960

117.121 Pita Cukai. Materai dan Leges 0

117.124 Peralatan dan Mesin untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat

106.850.000

117.131 Bahan Baku 77.000

117.199 Persediaan Lainnya 45.535.287

131.111 Tanah 20.558.000.000

132.111 Peralatan dan Mesin 22.610.021.528

133.111 Gedung dan Bangunan 14.627.277.246

134.111 Jalan dan Jembatan 653.307.500

134.112 Irigasi 90.860.220

134.113 Jaringan 165.411.270

135.121 Aset Tetap Lainnya 427.130.740

137.111 Akumulasi Penyusutan Peralatan dan Mesin

(17.563.274.2)

137.211 Akumulasi Penyusutan Gedung dan Bangunan

(3.959.537.894)

137.311 Akumulasi Penyusutan Jalan dan Jembatan

(648.110.621)

137.312 Akumulasi Penyusutan Irigasi

(15.446.234)

137.313 Akumulasi Penyusutan Jaringan

(35.744.509)

162.151 Software 60.710.000

166.112 Aset Tetap yang tidak digunakan dalam operasi pemerintahan 18.536.000

169.122 Akumulasi Penyusutan Aset Tetap yang tidak digunakan dalam operasi

(18.536.000)

169.315 Akumulasi Amortisasi software (52.346.250)

J U M L A H 37.198.198.226

3. Dana

Pada tahun 2016 Puslitbang SD - Yankes mendapat anggaran sebesar sebanyak

Rp. 79.161.446.000 (Tujuh puluh sembilan milyar seratus enam puluh satu juta

empat ratus empat puluh enam ribu rupiah) yang terdiri dari belanja pegawai, belanja

barang dan belanja modal. Besaran alokasi masing-masing belanja sebagai berikut:

Page 15: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

10

Tabel 1.2. Alokasi Anggaran Berdasarkan Belanja

Puslitbang SD – Yankes Tahun 2016

No Alokasi Jumlah

1 Belanja Pegawai Rp. 11.947.200.000

2 Belanja Barang Rp. 65.181.446.000

3 Belanja Modal Rp. 2.032.900.000

Jumlah Rp. 79.161.446.000

Diluar belanja pegawai, alokasi anggaran terbanyak adalah alokasi untuk belanja barang.

Apabila dipilah berdasarkan output maka alokasi anggaran tersebut sebagai berikut:

Tabel 1.3. Alokasi Anggaran Berdasarkan Output

Puslitbang SD – Yankes Tahun 2016

No Output Jumlah (Rp)

1. Rekomendasi Kebijakan 83.600.000

2. Publikasi Karya Tulis Ilmiah di bidang sumber

daya dan pelayanan kesehatan

32.500.000

3. Penelitian Bidang sumber daya dan pelayanan

kesehatan

3.252.882.000

4. Laporan Status Kesehatan Masyarakat hasil

Riset Kesehatan Nasional wilayah I

55.369.369.000

5. Dokumen perencanaan program dan anggaran 564.262.000

6. Dokumen Keuangan, kekayaan negara dan

tata usaha

1.219.059.000

7. Manajemen Laboratorium 159.390.000

8. Dokumen informasi, publikasi dan diseminasi 535.150.000

10. Dokumen hukum, organisasi dan kepegawaian 1.143.603.000

11. Dokumen bidang ilmiah dan etik 879.321.000

12. Layanan Perkantoran 15.922.310.000

Jumlah Rp. 79.161.446.000

Page 16: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

11

BAB II TUJUAN DAN SASARAN KERJA

A. DASAR HUKUM

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Puslitbang SD – Yankes mengacu pada

dasar hukum sebagai berikut:

1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219);

2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

4) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3609);

5) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional Tahun 2015-2019

6) Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2012

7) Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Prioritas Pembangunan Nasional

8) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 29 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja Dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

9) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1179A/Menkes/SK/X/1999 tentang Kebijakan Nasional Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;

10) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/X/2002 tentang Persetujuan Penelitian Kesehatan Terhadap Manusia;

11) Keputusan Menteri Kesehatan No. 375 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025

12) Peraturan Menteri Kesehatan No. 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan

13) Keputusan Menteri Kesehatan HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019

14) DR. Dr. Trihono, MSc. (2011): Rencana Besar Pengembangan Badan Litbangkes, Jakarta.

15) Rencana Aksi Kegiatan Pusat Teknologi Terapan Kesehatan Tahun 2015 – 2019.

B. TUJUAN, SASARAN DAN INDIKATOR

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.64 Tahun 2015 Tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya

dan Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan

Page 17: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

12

kesehatan, serta menapis teknologi di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan.

Dalam mencapai tugas pokok fungsi tersebut telah ditetapkan sasaran, dan indikator kinerja.

1. Visi

Visi yang ingin dicapai Badan Litbangkes adalah sebagai lokomotif Penelitian, Pengawal

Kebijakan, dan Legimator Program Pembangunan berbasis bukti.

2. Misi

Untuk mencapai visi tersebut telah ditetapkan beberapa misi, yang dilaksanakan oleh

segenap jajaran dilingkungan Puslitbang SD – Yankes. Adapun misi yang telah ditetapkan

meliputi:

a. Mengembangkan sumber daya litbangkes

b. Mengembangkan kerjasama strategis litbang dan iptek kesehatan

c. Menghasilkan rekomendasi untuk pembangunan kesehatan

d. Menghasilkan iptek kesehatan

3. Tujuan

Tujuan organisasi ditetapkan berdasarkan yang ingin dicapai dalam jangka panjang

selama 5 tahun dan jangka pendek selama satu tahun. Untuk tahun 2016, tujuan yang ingin

dicapai meliputi:

a. Membuat rekomendasi kebijakan di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan

b. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya dan pelayanan

kesehatan

c. Melaksanakan publikasi hasil penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya

dan pelayanan kesehatan

4. Sasaran

Untuk mencapai tujuan telah ditetapkan beberapa sasaran. Sasaran ini merupakan hasil

nyata yang akan dicapai dengan rumusan yang spesifik, terarah. Adapun sasaran yang

telah ditetapkan meliputi:

a. Terlaksananya penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya dan pelayanan

kesehatan yang ditandai dengan jumlah hasil di bidang sumber daya dan pelayanan

kesehatan

b. Terlaksanakan publikasi hasil penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya

dan pelayanan kesehatan yang ditandai dengan publikasi ilmiah di bidang sumber

daya dan pelayanan kesehatan yang dimuat pada media cetak dan elektronik, baik

nasional maupun internasional.

Page 18: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

13

5. Indikator Kinerja Kegiatan

Kegiatan yang telah ditetapkan akan diukur setiap akhir tahun anggaran, dan selama

tahun tersebut dilakukan monitoring dan evaluasi dan pencapaiannya. Indikator kinerja

kegiatan yang ditetapkan tahun 2016, adalah:

Tabel 2.1. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan

Puslitbang SD-Yankes Tahun 2016

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Capaian %

Meningkatnya penelitian

dan pengembangan di

bidang sumber daya

dan pelayanan

kesehatan

Jumlah rekomendasi kebijakan

yang dihasilkan dari penelitian dan

pengembangan di bidang sumber

daya dan pelayanan kesehatan

8 8 100

Jumlah publikasi karya tulis ilmiah

di bidang sumber daya dan

pelayanan kesehatan yang dimuat

di media cetak dan/atau elektronik

nasional dan internasional

11 23 201,1

Jumlah hasil penelitian dan

pengembangan di bidang sumber

daya dan pelayanan kesehatan

9 9 100

Jumlah laporan Status Kesehatan

Masyarakat hasil Riset Kesehatan

Nasional wilayah I

2 2 100

Page 19: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

14

BAB III STRATEGI PELAKSANAAN

A. STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN DAN SASARAN

Strategi pencapaian sasaran dilakukan dengan menyusun program tahun 2016,

dengan mengacu pada RPJMN, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, dan Rencana

Aksi Kegiatan Puslitbang SD – Yankes Tahun 2016 - 2019. Secara umum strategi

pencapaian tujuan dan sasaran dilakukan dengan 4 kegiatan, yakni;

1. Membuat rekomendasi kebijakan dibidang sumber daya dan pelayan kesehatn

2. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dibidang sumber daya dan pelayanan

kesehatan

3. Melaksanakan penyebarluasan dan pemanfaatan hasil litbang

4. Melaksanakan riset kesehatan nasional berupa Survey Indikator Kesehatan Nasional

dan Riset Penyakit Tidak Menular

B. HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN STRATEGI

Dalam melaksanakan strategi pencapaian tujuan dan sasaran, dirasakan adanya

beberapa hambatan. Hambatan tersebut berasal dari internal maupun eksternal Puslitbang

SD-Yankes. Adapan hambatan yang dirasakan meliputi:

a. Perpindahan kantor Pusat dan KPPN yang semula di Bogor menjadi kantor

Pusat dan KPPN Jakarta, membuat seluruh kegiatan tidak dapat berjalan di awal

tahun

b. Merupakan satker dengan tupoksi yang sangat baru dengan peneliti yang

beragam kepakaran, sehingga Koordinasi internal belum optimal dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing. Hal ini memerlukan

penyesuaian guna menyamakan tujuan.

c. Jumlah staf administrasi yang kurang dan tidak sesuai dengan proporsi jumlah

peneliti sehingga dalam menjalan tugas dan fungsi tidak maksimal

d. 5 Ketua Pelaksana penelitian berasal dari satker lain, menyebabkan kesulitan

pada saat monitoring dan evaluasi

e. Riset Nasional yang biasanya hanya 1 per tahun, tahun 2016 ada 2 Riset

(SIRKESNAS dan PTM), menyebakan sumber daya manusia terutama para

peneliti tidak dapat fokus menyelesaikan tugasnya sebagai peneliti, yaitu

menghasilkan KTI

f. Seluruh penelitian harus dihentikan pada tanggal 1 September 2016 karena

efisiensi mencapai 30% dari total anggaran, sementara beberapa penelitian

sudah berjalan lebih dari 50%. Penghentian penelitian menyebabkan hasil yang

Page 20: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

15

didapat tidak maksimum. Hanya 3 Penelitian yang dapat menyajikan Laporan

Penelitian yang dianggap lengkap, sisanya yaitu 3 Laporan dengan revisi yaitu

laporan penelitian dengan jumlah sampel penelitian kurang dari target sehingga

belum memenuhi tujuan penelitian seutuhnya dan 3 Laporan kegiatan penelitian

yaitu laporan yang menyajikan sejauh mana pelaksanaan penelitian

C. TEROBOSAN YANG DILAKUKAN

Terobosan telah dilakukan untuk meminimalisasi hambatan yang ada agar tidak

menganggu dalam pencapaian tujuan. Terobosan yang dilakukan berupa:

1. Adanya pembagian kantor Jakarta Bogor, dimana manajemen administrasi berada di

Bogor, terobosan yang dilakukan agar tidak kesulitan dalam rentang kendali

manajemen dan administrasi, adalah dengan melaksanakan komunikasi melalui

internet, short message service, blackberry messenger. Semua komunikasi

dilakukan secara elektronik, termasuk adanya disposisi, dilakukan pengarsipan

secara elektornik selanjutnya dikirimkan kepada yang bersangkutan.

2. Tidak adanya rumah sakit dan laboratorium penunjang penelitian dilakukan

diantisipasi dengan melaksanakan jejaring penelitian dengan institusi yang

mempunyai rumah sakit dan laboratorium penunjang.

3. Kurangnya peneliti yang mempunyai kepakaran dibidang penelitian klinik dilakukan

antisipasi dengan mengirimkan peneliti dalam sebuah forum ilmiah, mengirimkan

penelitian melalui jenjang pendidikan, dan membuat workshop terkait penelitian

klinik, serta dengan mentandemkan peneliti menjadi bagian dari sebuah tim

penelitian institusi lain yang sudah ahli di bidang penelitian klinik.

4. Sarana dan prasarana untuk mendukung penelitian klinik juga sangat minim

dilaksanakan dengan membuat kerjasama dengan institusi penelitian lain.

5. Melaksanakan akreditasi laboratorium pemeriksaan .

6. Membuat panduan registri penelitian klinik

Page 21: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

16

BAB IV HASIL KERJA

A. PENCAPAIAN TUJUAN DAN SASARAN

Pencapaian tujuan dan sasaran dilakukan dengan kegiatan berupa input dan output.

Detil capaian dari masing-masing kegiatan adalah:

1. Masukan (Input)

Untuk melaksanakan kegiatan agar diperoleh output maka telah dilakukan dengan

masukan berupa:

a. Sumber daya manusia sebanyak 156 sangat mendukung untuk pelaksanaan

kegiatan. Sumber daya manusia yang terbagi antara struktural dan fungsional,

fungsional yang terbagi penelitian dan litkayasa serta analis kepegawaian, jenjang

pendidikan yang lebih banyak S2, jenjang peneliti yang lebih didominasi peneliti

madya, umur pegawai yang lebih didominasi usia produksi 31 – 40 tahun.

b. Sarana dan Prasarana yang dimiliki meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan

bangunan, irigasi, dan jaringan. Sarana berupa kantor, ruang peneliti, laboratorium,

gedung pelatihan, alat laboratorium dll.

c. Biaya yang teralokasi sebesar Rp 79.161.446.000,- sangat membantu untuk

kelancaran kegiatan.

d. Komunikasi dengan menggunaan internet, short message service. Semua

komunikasi dilakukan secara elektronik, termasuk adanya disposisi, dilakukan

pengarsipan secara elektornik selanjutnya dikirimkan kepada yang bersangkutan.

e. Melaksanakan jejaring penelitian dengan institusi rumah sakit dan universitas

f. Mengirimkan peneliti dalam sebuah forum ilmiah, mengirim peneliti melalui jenjang

pendidikan, dan membuat workshop terkait penelitian, serta dengan mentandemkan

peneliti menjadi bagian dari sebuah tim penelitian institusi lain yang sudah ahli di

bidang penelitian klinik.

g. Membuat kerjasama dengan institusi penelitian lain.

h. Melaksanakan pelatihan penulisan publikasi.

i. Mengoptimalkan fungsi Panitia Pembina Ilmiah

2. Keluaran (Output)

Output yang dicapai setelah dilakukan upaya dengan memberikan masukan baik

berupan sumber daya manusia, dana, saran dan prasarana, teknologi meliputi:

Page 22: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

17

a. Pelaksanaan jejaring penelitian klinik dengan fasilitas pelayanan kesehayan sebagai

antisipasi ketiadaan rumah sakit dan laboratorium penunjang. Jejaring dilakukan

dengan wadah Indonesia Research Partnership on Infectious Disease = INA

RESPOND, yang terdiri dari 8 rumah sakit dan 7 fakultas kedokteran. Fakultas

Kedokteran (FK) Universitas Indonesia/RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, RS

Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, FK Universitas Padjadjaran/RSUP Dr Hasan

Sadikin, FK Universitas Diponegoro/RSUP Dr Kariadi, FK Universitas Gadjah

Mada/RSUP Dr Sardjito, FK Universitas Airlangga/RSUD Dr Soetomo, FK

Universitas Udayana/RSUP Sanglah dan FK Universitas Hasanuddin/RSUP Dr

Wahidin Sudirohusodo.

b. Mengirimkan peneliti dalam sebuah forum ilmiah, mengirimkan penelitian melalui

jenjang pendidikan,

c. Mentandemkan peneliti menjadi bagian dari sebuah tim penelitian institusi lain yang

sudah ahli di bidang penelitian klinik.

d. Membuat kerjasama dengan institusi penelitian lain.

e. Panitia Pembina Ilmiah melakukan monitoring setiap pelaksanaan penelitian, dan

dengan bersama tim manajemen melakukan supervisi penelitian

B. PENCAPAIAN KINERJA

Berbagai upaya yang dilakukan untuk pencapaian tujuan dan sasaran baik berupa

masukan maupun keluaran berujung pada pencapaian indikator kinerja kegiatan. Dan

berikut capaian kinerja tersebut:

Tabel 4.1. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan

Puslitbang SD-Yankes Tahun 2016

No Indikator Target Realisasi Realisasi

1. Jumlah rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan

8 8 100

2. Jumlah publikasi karya tulis ilmiah di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan yang dimuat di media cetak dan/atau elektronik nasional dan internasional

11 23 201,1

3. Jumlah hasil penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan

9 9 100

4. Jumlah laporan Status Kesehatan Masyarakat hasil Riset Kesehatan Nasional wilayah I

2 2 100

Page 23: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

18

Dari target sebanyak 8 dokumen, telah dapat dipenuhi pencapaian sebesar 8 dokumen

terkait dengan jumlah rekomendasi kebijakan dibidang sumber daya dan pelayanan

kesehatan. Ke delapan capaian indikator Jumlah rekomendasi kebijakan di bidang

sumber daya dan pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Rekomendasi Kebijakan

Puslitbang SD – Yankes Tahun 2016

No Judul Rekomendasi Kebijakan Ketua Penelitian

1 Ricketsia sebagai penyebab demam akut di Indonesia Muhamad Karyana, M.Kes, Retna Mustika

2. Optimalisasi Suplementasi dan Fortifikasi untuk Pencegahan Kelainan Bawaan Tabung Saraf (Neural Tube Defect)

Dona Arlinda, Muhammad Karyana

3. Optimalisasi RKO untuk Fasilitas Kesehatan Pemerintah dan Swasta sebagai Salah Satu Solusi Mengatasi Kekosongan Obat di Era Jaminan Kesehatan Nasional

Yuyun Yuniar, Harimat Hendarwan, Ully Adhie Mulyani

4. Menakar Keberadaan Program Internship Dokter Indonesia

Harimat Hendarwan, Mieska Despitasari

5. Menimbang DAK Subbidang Pelayanan Kefarmasian di Era JKN : Masihkah Diperlukan?

Sudibyo Supardi, Yuyun Yuniar

6. Perbaikan Tata Kelola Distribusi Tenaga Kesehatan Berbasis Tim Menuju Nusantara yang Lebih Sehat

Tinexcelly Simamora, Harimat Hendarwan, Rosita, Mukhlisul Faatih

7. Model Pelayanan Kesehatan Tradisional Griya Sehat Nurhayati, Hadi Siswoyo, Delima

8. Percepatan Menurunkan Karies Gigi Anak Balita Lelly Andayasari, Made Ayu Lely Surati

Target hasil penelitian sebanyak 9 dokumen disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan

Jumlah hasil penelitian dan pengembangan di bidang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Puslitbang SD – Yankes

Tahun 2016

No Judul penelitian Ketua Penelitian Satker Keterangan

1 Studi Konsumsi Obat di Puskesmas, Apotek dan Rumah Sakit Guna Peningkatan Kualitas Pelayanan Obat oleh Apoteker di Era Jaminan Kesehatan Nasional

Selma A.S. Siahaan

Puslitbang Humaniora

Laporan dengan revisi

2 Riset Operasional Model Pelayanan Kesehatan Tradisional

Dr. Nurhayati, SKM, M.Kes

Puslitbang SD-Yankes

Laporan Lengkap

Page 24: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

19

3 Kesiapan Daerah Dalam Pemenuhan Tenaga Kesehatan Menghadapi Era Aparatur Sipil Negara (ASN)

Drh. Raflizar Puslitbang UKM

Laporan kegiatan (persiapan...)

4 Penelitian Task shifting (pengalihan tugas) untuk daerah khusus (DTPK) di Indonesia

Nung Nurhotimah, SKM, M.Kes

Puslitbang Humaniora

Laporan Lengkap

5 Riset Khusus Nusantara Sehat (Teambased) 2016

Dr. Agus Triwinarto, SKM, M.Kes

Puslitbang UKM

Laporan Lengkap

6. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dan Puskesmas dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia

Dr. Raharni, Apt Puslitbang SD-Yankes

Laporan dengan revisi

7. Bidan Praktek Mandiri Terkait Upaya Kewaspadaan Universal pada Pencegahan dan Penularan Penyakit Infeksi

Sugiharti Puslitbang UKM

Laporan dengan revisi

8. Manajemen Perbekalan Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan & Laboratorium dalam Upaya Penanggulangan HIV AIDS

Andi Leny Puslitbang SD-Yankes

Puslitbang SD-Yankes

9. Studi Komprehensif Resistensi Antibiotika : Multi Drug Resistant Organism dan Rasionalitas di Rumah Sakit Tersier

Indri R Puslitbang BTDK

Puslitbang SD-Yankes

Capaian dua puluh Publikasi ilmiah di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan yang

dimuat pada media cetak dan elektronik nasional, adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4.

Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan

Publikasi ilmiah yang dimuat pada media cetak dan elektronik nasional

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Tahun 2016

No. Judul Artikel Nama Penulis Media Publikasi

1. NCEP-ATP III and IDF criteria for metabolic syndrome predict type 2 diabetes mellitus

Eva

Sulistiowati

Universa Medicina, Vol.

35 No.1, January –

April 2016

2. Kepuasan pasien peserta JKN

terhadap pelayanan kefarmasian

Yuyun Yuniar Jurnal Kefarmasian

Indonesia, Vol. 6 No. 1,

Februari 2016

Page 25: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

20

3. Jamu pada pasien tumor atau kanker

sebagai terapi komplementer

Siti Nur

Hasanah

Jurnal Kefarmasian

Indonesia, Vol. 6 No.1,

Februari 2016

4. Peran Standar Operasional Prosedur

Penanganan Spesimen untuk

Implementasi Keselamatan Biologik

(Biosafety) di Laboratorium Klinik

Mandiri

Armedy Ronny

Hasugian

Media Penelitian dan

Pengembangan

Kesehatan, Vol. 26 No.

1, Maret 2016

5. Faktor Risiko Dominan Penderita

Stroke di Indonesia

Lannywati

Ghani

Buletin Penelitian

Kesehatan, Vol. 44

No.1, Maret 2016

6. Faktor – faktor yang mempengaruhi

tingginya DMF-T di Provinsi Bangka

Belitung Tahun 2011

FX. Sintawati

Buletin Penelitian

Kesehatan, Vol. 44

No.1, Maret 2016

7. Periodontitis dan penyakit Stroke di

Indonesia (Riskesdas 2013)

Indirawati

Tjahja N

Jurnal Biotek

Medisiana Indonesia,

Vol. 5 No. 1, April

2016

8. Faktor – faktor yang mempengaruhi

Hasil Pemantapan Mutu Eksternal

Pemeriksaan Glukosa, Kolesterol dan

Trigliserida Laboratorium Klinik

Mandiri di Indonesia tahun 2011

Suhardi Jurnal Biotek

Medisiana Indonesia,

Vol. 5 No. 1, April 2016

9. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Orang Tua tentang Kesehatan Gigi

dan Mulut pada Anak Usia Taman

Kanak-Kanak di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta dan Provinsi

Banten Tahun 2014

Made Ayu Lely

Surati

Media Penelitian dan

Pengembangan

Kesehatan, Vol. 26 No.

2, Juni 2016

10. Hubungan Antara Intoleransi Glukosa

dan Diabetes Melitus dengan Riwayat

Tuberkulosis Paru Dewasa di

Indonesia (Analisis Lanjut Riskesdas

2013)

Made Dewi

Susilawati

Media Penelitian dan

Pengembangan

Kesehatan, Vol. 26 No.

2, Juni 2016

11. Studi Kasus: Konfirmasi Kasus Flu

Burung di Kota Bengkulu Tahun 2012

Rudi Hendro Buletin Penelitian

Kesehatan, Vol.44

No.2, Juni 2016

12. Parity and risk of low birth weight

infantin full term pregnancy

Lelly

Andayasari

Health Science Journal

of Indonesia, Vol. 7

No.1, Juni 2016

Page 26: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

21

13. Sarana dan Prasarana Rumah Sakit

Pemerintah dalam Upaya Pencehan

dan Pengendalian Infeksi di Indonesia

Max Joseph

Herman

Jurnal Kefarmasian

Indonesia, Vol. 6 No. 2,

Agustus 2016

14. Hubungan Gangguan Mental

Emosional dengan Hipertensi Pada

Penduduk Indonesia

Sri Idaiani Media Penelitian dan

Pengembangan

Kesehatan, Vol. 26 No.

3, September 2016

15. Faktor Risiko Dominan Penyakit

Jantung Koroner di Indonesia

Lannywati

Ghani

Buletin Penelitian

Kesehatan, Vol.44

No.3, September 2016

16. Peningkatan Indeks Pencemaran

Udara (ISPU) dan Kejadian Gangguan

Saluran Pernapasan di Kota

Pekanbaru

Asep

Hermawan

Jurnal Ekologi

Kesehatan, Vol. 15 No.

2, September 2016

17. Ketersediaan SDM Kesehatan pada

FKTP di Era JKN di 8 kabupaten/kota

Mujiati Media Penelitian dan

Pengembangan

Kesehatan, Vol. 26 No.

4, Desember 2016

18. Hubungan Pengetahuan dan Sikap

dengan Kepatuhan Berobat Pada

Pasien TB Paru yang Rawat Jalan di

Jakarta Tahun 2014

Ida Diana Sari Media Penelitian dan

Pengembangan

Kesehatan, Vol. 26 No.

4, Desember 2016

19. Herbal therapy and quality of life in hypertension patients at health facilities providing complementary therapy

Nurhayati Health Science Journal

of Indonesia, Vol. 7 No.

1, Desember 2016

20. Smoking as a risk factor of periodontal

disease

Made Ayu Lely

Surati

Health Science Journal

of Indonesia, Vol. 7

No. 2, Desember 2016

Untuk capaian ketiga publikasi ilmiah di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan

yang dimuat pada media cetak dan elektronik internasional, adalah sebagai berikut

Page 27: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

22

Tabel 4.5.

Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan

Publikasi ilmiah yang dimuat pada media cetak dan elektronik internasional

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Tahun 2016 No Judul Artikel Nama Penulis Media Publikasi

1. Plasmodium vivax infection: a major determinant of severe anaemia in infancy

Muhammad Karyana,

Emiliana Tjitra

Malaria Journal 15 (1),321

2. Case report: Weil’s disease with multiple organ failure in a child living in dengue endemic area

Muhammad Karyana BMC Research Notes 9 (1), 407

3. Treatment-seeking behavior and associated costs for malaria in Papua, Indonesia

Muhammad Karyana,

Emiliana Tjitra

Malaria Journal 15 (1),536

a) Akreditasi Laboratorium

Pelaksanaan penelitian perlu didukung oleh adanya laboratorium yang terstandar.

Tahun 2016, telah dilakukan akreditasi terhadap Laboratirum Puslitbang SD-Yankes.

Akreditasi diperoleh untuk ISO 17025 yakni standar utama untuk Laboratorium Penguji

dan Kalibrasi, untuk pengujian Vitamin A dan Zinc.

Gambar 3.2.

Sertifikat Akreditasi Laboratorium Penguji

Page 28: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

23

b) Panitia Pembina Ilmiah

Panitia Pembina Ilmiah dibentuk untuk membantu Kepala Puslitbang SD - Yankes dalam

pelaksanaan kegiatan terutama penelitian dan pengembangan. Anggota PPI adalah para

peneliti yang mempunyai komitmen untuk membina dan memberikan masukan kepada

peneliti lain agar pelaksanaan penelitian tidak lepas dari kaidah ilmiah. Beberapa

kegiatan yang dilakukan meliputi:

Tabel 4.6.

Kegiatan Panitia Pembina Ilmiah

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Tahun 2016

No Tanggal Topik Bahasan

1. 5 Januari 2016 Penyelesaian Laporan Akhir Penelitian 2014

Penyusunan Rekomendasi Kebijakan

2. 22 – 23 Januari 2016 Pemaparan Protokol 2016

Laporan PPI

Laporan Akhir Penelitian 2014

3. 2 - 3 Februari 2016 Penyusunan Protokol Infeksi Rumah Sakit Terkait

Penggunaan Alat Medis Invasif

4. 13 – 14 April 2016 Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan penelitian

Pembahasan Proposal Analisis Lanjut

5. 20 April 2016 Pembahasan Hasil Review Protokol Analisis Lanjut

Penyusunan Rencana Kerja PPI

6. 12 Juni 2016 Penajaman Kegiatan Penelitian dalam mendukung

RPJMN

7. 6 Agustus 2016 Pembahasan Rencana Pelaksanaan Penilaian Teknologi HTA secara ekstramural

8. 20 Agustus 2016 Pembahasan Usulan Rekomendasi Kebijakan sebagai sebagai bahan Advokasi Litbang

9. 25 Agustus 2016 Paparan Proposal penelitian 2016

Paparan Proposal Risbinkes 2016

10. 11 September 2016 Harmonisasi Analisis Lanjut

11. 7-8 Desember 2016 Pembahasan Laporan Akhir

c) Diseminasi Hasil Penelitian

Pertemuan review dari artikel yang masuk dilakukan setiap jurnal akan terbit,

dengan melibatkan dewan redaksi dan peer reviewer. Jurnal gizi dan makanan

mulai Agustus 2016 berhasil mempertahankan akreditasinya. Akreditasi berlaku

sampai dengan 3 tahun.

Page 29: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

24

Gambar 3.3.

Sertifikat Akreditasi Majalah Ilmiah Gizi dan Makanan

Kepesertaan pameran dari Puslitbang SD - Yankes dilakukan pada kegiatan Pameran

Produk Inovasi di Semarang dan Simposiun Internasional Badan Litbangkes di Jakarta.

Topik yang dipamerkan meliputi; 1) Isolat galaktomanan dari ampas kelapa, 2) Ready Use

Therapeutic Food untuk penanggulangan gizi buruk, 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya persalinan sesar, dan 4) Faktor risiko terjadinya balita stunting.

C. REALISASI ANGGARAN

Anggaran yang dikelola Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

sebanyak Rp. 79.161.446.000 (Tujuh puluh sembilan milyar seratus enam puluh

satu juta empat ratus empat puluh enam ribu rupiah), dengan realisasi sebesar Rp.

73.914.428.281 (Tujuh puluh tiga milyar sembilan ratus empat belas juta empat ratus

dua puluh delapan ribu dua ratus delapan puluh satu rupiah) atau sebesar 93,37%.

Realisasi masing-masing indikator kinerja kegiatan sebagai berikut:

Tabel 4.7.

Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Belanja Pusat Puslitbang SD – Yankes

Tahun 2016

No Alokasi Pagu Realisasi %

1 Belanja Pegawai Rp. 10.142.264.000 Rp 9.856.335.569 97,18%

2 Belanja Barang Rp. 89.536.586.000 Rp. 60.221.427.950 67,26%

Page 30: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

25

3 Belanja Modal Rp. 3.234.200.000 Rp. 2.031.831.000 62,82%

Jumlah Rp 102.913.050.000 Rp. 72.109.594.519 70,07%

Tabel 4.8.

Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan IKK

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Tahun 2016

No Alokasi Pagu Realisasi %

1 Jumlah rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan

Rp. 1.841.000.000 Rp. 62.434.000 3,39%

2 Jumlah publikasi karya tulis ilmiah di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan yang dimuat di media cetak dan/atau elektronik nasional dan internasional

Rp. 678. 200.000 Rp. 27.854.500 4,11%

3 Jumlah hasil penelitian dan pengembangan di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan

Rp. 13.330.036.000 Rp. 2.931.452.207 21,99%

4 Jumlah laporan Status Kesehatan Masyarakat hasil Riset Kesehatan Nasional wilayah I

Rp 64.600.463.000 Rp. 51.209.782.643 79,27%

5 Dukungan Layanan Manajemen

Rp. 8.345.877.000 Rp. 4.316.828.580 51,72%

6 Layanan Perkantoran Rp. 14.117.474.000 Rp. 13.561.242.589 96,06%

Jumlah Rp. 102.913.050.000 Rp. 72.109.594.519 70,07%

D. PELAKSANAAN REFORMASI BIROKASI

Upaya untuk pelaksanaan reformasi birokrasi telah dilakukan. Upaya tersebut

meliputi:

1. Penatausahaan Barang Milik Negara-aset tetap

2. Penatausahaan barang persediaan

3. Proses pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara elektronik

Page 31: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

26

4. Pengelolaan hibah dimana semua penelitian dimasukan dalam Daftar Isian Pelaksanaan

Anggaran

5. Penatalaksanaan perjalanan dinas; surat tugas, kelengkapan SPPD ditandatangani

pejabat tempat tujuan, tiket pesawat dilampiri boarding pass, kuitansi hotel, pengeluaran

riil, laporan perjalanan dinas.

6. Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara

Page 32: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

27

BAB V PENUTUP

Secara umum kegiatan Puslitbang SD – Yankes¸ yakni penelitian dan

pengembangan bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan dapat berjalan. Indikator

keberhasilan ditentukan oleh tingkat capaian dari ketiga Indikator Kinerja Kegiatan, yang

melebihi target, terutama publikasi internasional.

Keberhasilan dibidang penelitian dan pengembangan dikarenakan adanya

pembinaan yang dilakukan manajemen Litbangkes, baik oleh struktural maupun komisi ad

hoc PPI. Pun demikian, meskipun sebagai satker baru belum memiliki jurnal, akan tetapi

keaktifan peneliti untuk publikasi nasional dan internasional mendukung tercapainya output

publikasi. Adapun untuk capaian status kesehatan masyarakat dapat terlaksana

dikarenakan adanya dukungan dari berbagai pihak.

Kedepan capaian tersebut akan lebih ditingkatkan lagi dengan adanya penelitian

yang langsung diarahkan pada produk/model/protipe/standar. Dan publikasi juga

dilaksanakan dengan seminar internasional.

Page 33: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

ii

LAMPIRAN

Rekomendasi Kebijakan

Ricketsia Sebagai Penyebab Demam Akut di Indonesia

Ringkasan

Penyebab demam yang paling sering ditemukan selama ini adalah virus dengue, bakteri

Salmonella dan bakteri atau virus pneumonia. Namun demikian dari penelitian mengenai

penyebab demam yang dilakukan selama 4 tahun di 8 Rumah Sakit tipe A di Indonesia

ditemukan spesies Rickettsia sebagai penyebab demam. Penyakit akibat spesies Rickettsia

ini jarang sekali terdiagnosis di Rumah Sakit. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya

yang terdapat di Rumah Sakit.

Berdasarkan hasil penelitian yang lain, demam akibat Rickettsia ini cukup banyak terjadi di

Rumah Sakit dan pada kasus-kasus berat dapat berakibat fatal. Hal ini terjadi karena pasien

tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Kasus demam akibat Rickettsia ini luput dari

perhatian baik dari klinisi, maupun dari pemerintah. Untuk itu perlu adanya suatu upaya

untuk mengangkat Rickettsia ini agar kembali mendapat perhatian baik dari klinisi maupun

dari pemerintah.

Saat ini belum tersedia suatu panduan mengenai manajemen kasus demam akibat

Rickettsia. Alat diagnostik untuk mendiagnosis rickettsia ini juga tidak ditemukan di Rumah

Sakit. Sediaan obat Doksisiklin sebagai pilihan pengobatan untuk Riskettsia juga terbatas

sediaan oral dan hanya untuk pasien dewasa. Klinisi dan ahli profesi perlu menyegarkan

kembali ingatannya terhadap Rickettsia. Bersama pemerintah meningkatkan kewaspadaan

terhadap Rickettsiosis. Pemerintah perlu mengeluarkan suatu kebijakan untuk memperbaiki

sarana dan prasarana penunjang yang tersedia di Rumah Sakit dalam konteks manajemen

kasus Rickettsia

Pengantar

Demam merupakan salah satu penyebab pasien mencari pengobatan ke dokter, klinik

maupun Rumah Sakit (RS). Bahkan pada kondisi tertentu, pasien dengan demam dapat

menjalani rawat inap di Rumah Sakit. Salah satu penyebab demam adalah infeksi. Ada

banyak jenis infeksi yang bisa terjadi pada tubuh dikarenakan oleh bakteri, virus, parasit

Page 34: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

iii

atau jamur. Namun demikian seringkali penyebab infeksi tidak dapat ditegakkan secara

cepat, tepat dan akurat dikarenakan keterbatasan sumber daya maupun sarana di fasilitas

kesehatan. Di Indonesia penyebab demam akut yang paling sering diantaranya dalah

dengue virus sebagai penyebab Infeksi dengue, Salmonella sp. sebagai penyebab demam

typhoid/infeksi Salmonella, Streptococcus pneumoniae sebagai penyebab pneumonia

bakterialis, Chikungunya virus sebagai penyebab demam chikungunya, bakteri leptospira

sebagai penyebab leptospirosis, dan plasmodium malaria sebagai penyebab malaria

terutama di daerah endemis. Beberapa penyebab demam tersebut secara klinis maupun

pemeriksaan hematologis sulit dibedakan, namun demikian untuk mencari penyebabnya

seringkali terbentur pada keterbatasan sumber daya maupun sarana yang tersedia.

Keterbatasan ini terkadang menyebabkan ketidaksesuaian diagnosis. Di Rumah Sakit

dimana dilakukan penelitian mengenai penyebab demam akut, ditemukan ketidaksesuaian

antara diagnosis klinis yang dilakukan di RS dengan diagnosis penyebab demam akut yang

dilakukan oleh penelitian. Salah satu penyebab demam yang selama ini luput dari perhatian

para dokter atau klinisi adalah bakteri Rickettsia sp.

Tabel 1. Ketidaksesuaian Diagnosis Klinis dan Etiologis

Diagnosis Klinis di Rumah

Sakit

Jumlah

Kasus

Diagnosis Etiologis Hasil

Penelitian

Jumlah

Kasus

Infeksi Dengue 240 Virus Dengue 238

Infeksi Salmonella 133 Salmonella sp 87

Leptospirosis 24 Ricketsia sp 78

UTI 18 Leptospira 31

Pneumonia 17 Virus Chikungunya 29

GEA 11 S pneumonia 2

Penyebab lainnya 81 Penyebab lainnya 59

Total 524 524

Hasil Penelitian

Spesies Rickettsia ini dapat menyebabkan Rickettsiosis (penyakit Rickettsia) yang dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu: murine typhus, spotted fever, dan scrub typus. Gejalanya dapat

ringan seperti demam, ruam kemerahan, mual, muntah, nyeri perut, hingga klinis yang lebih

berat seperti peradangan otak, gagal ginjal, dan kegagalan pernafasan. Bakteri rickettsia ini

ditemukan pada tikus sebagai reservoir dan pada serangga kecil golongan arthropoda

seperti tungau, kutu, atau pinjal sebagai vector. Beberapa studi telah melaporkan bukti

adanya penyakit rickettsia di Indonesia. Murine dan scrub typhus telah dilaporkan

ditemukan pada pelancong setelah kembali dari Indonesia. Sebuah survei di kawasan Asia

menemukan bahwa Rickettsia merupakan penyebab demam akut pada anak (5.9%). Pada

studi lainnya didapatkan bahwa prevalensi murine typhus, scrub typus, dan spotted fever di

Page 35: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

iv

papua timur laut adalah sebanyak 5%, 3%, dan 1%. Sedangkan di daerah Jawa Tengah

ditemukan bahwa prevalensi murine typhus sebanyak 7%.

Hasil penelitian AFIRE yang dilakukan pada pasien rawat inap di 8 Rumah Sakit Rujukan

Tipe A di Indonesia, menunjukkan bahwa Rickettsiosis merupakan penyebab demam akut

ke-3 terbanyak setelah Infeksi dengue dan Salmonella. Hasil ini diperoleh dengan

menggunakan pemeriksaan serologi dan PCR (Polymerase Chain Reaction). Dari hasil

penelitian ini didapatkan ketidaksesuaian antara diagnosis yang ditegakkan oleh klinisi di RS

dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada penelitian. Hal ini dapat dilihat dari gambar

1, dimana 5 kasus terbanyak penyebab demam akut ditemukan berbeda antara diagnosis

hasil penelitian dengan diagnosis oleh klinisi. Perlu juga digarisbawahi pada hasil

pemeriksaan klinisi di RS, tidak satupun pasien yang didiagnosa dengan Rickettsiosis. Hal

ini mencerminkan bahwa para klinisi belum memikirkan Rickettsiosis sebagai salah satu

penyebab demam akut di Indonesia.

Secara klinis tanda dan gejala dari penyakit Rickettsia sulit dibedakan dari gejala penyakit

infeksi lainnya. Disamping demam, lebih dari 50% mengeluhkan sakit kepala dan mual

Gambar 1. Penyebab demam akut berdasarkan penelitian VS berdasarkan

diagnosis RS

Page 36: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

v

sebagi gejala penyakit ini. Sementara lebih dari sepertiga pasien mengeluhkan gejala nafsu

makan kurang, menggigil, lesu, muntah, dan nyeri sendi. Secara hematologi, gambaran

pasien Rickettsiosis sulit dibedakan dengan pasien yang terinfeksi salmonella. Gambaran

leukositosis yang sering menjadi acuan untuk mendiagnosis penyakit Infeksi karena bakteri

seringkali tidak berbeda antara kedua penyakit ini. Pada penelitian AFIRE didapatkan

gambaran leukosit pada Rickettsiosis dan infeksi salmonella adalah: leukositosis masing-

masing sebanyak 16% dan 17%, normal sebanyak 80% dan 70%. Hal ini membuat

pemeriksaan penunjang lainnya sangat diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang

tepat.

Ketidaksesuaian diagnosis ini dapat berujung kepada ketidaktepatan akan pengobatan yang

diberikan. Antibiotik golongan tetrasiklin, terutama doksisiklin merupakan terapi pengobatan

terpilih untuk kasus rickettsia. Dengan dosis 200 mg per hari untuk orang dewasa dan 2.2

mg/kgBB untuk anak, golongan tetrasiklin dapat menurunkan demam setelah 48 jam setelah

pemberian, jika diberikan pada 5 hari pertama sakit. Kasus Rickettsia yang ditemukan pada

penelitian ini sebagian besar sukses diterapi dengan antibiotika golongan lain seperti

penisilin, cephalosporin, aminoglikosida, eritromisin maupun sulfonamida. Namun demikian

pada beberapa kasus pemberian antibiotika yang kurang tepat dapat memperberat kasus

rickettsia dan menjadikannya fatal. Kasus di India dimana seorang pasien datang dengan

manifestasi sepsis dan sindrom disfungsi multi organ kemudian tidak diterapi dengan

doksisiklin secara benar, berakibat pada kematian. Sementara kasus rickettsia berat serupa

yang diterapi dengan doksisiklin mengalami perbaikan secara klinis. Pada penelitian AFIRE

juga terdapat satu kasus rickettsia berat dengan manifestasi sepsis dimana diagnosis awal

adalah pneumonia kemudian mendapatkan terapi ciprofloksasin dan pada akhirnnya

meninggal dunia.

Gambar 3. Proporsi gejala yang ditemukan pada Rickettsiosis

N = 78

Gambar 2. Penularan Rickettsia

Page 37: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

vi

Konteks kebijakan terkait

Ketersediaan buku panduan manajemen kasus Rickettsiosis

Walaupun telah ditemukan kasus Rickettsiosis di Indonesia, baik pemerintah maupun

organisasi profesi belum memahami sepenuhnya mengenai penyakit ini. Terbukti dengan

ketiadaan buku pedoman atau buku panduan mengenai tatalaksana Rickettsiosis yang

disusun oleh pemerintah maupun organisasi profesi. Di Fakultas Kedokteran sendiri,

Rickettsiosis bukan merupakan kasus yang dititik beratkan pada mata kuliah Ilmu Penyakit

Dalam. Kasus seperti Infeksi Dengue, salmonella, leptospira, dan chikungunya masih

merupakan kasus infeksi tropis yang menjadi perhatian utama. Pada profil kesehatan yang

diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan, Penyakit Rickettsia juga tidak disertakan dalam

pelaporan.

Ketersediaan alat diagnostik Rickettsiosis

Dikarenakan kurangnya perhatian pemerintah maupun profesi terhadap penyakit Rickettsia,

selama ini di RS juga tidak tersedia sarana untuk mendiagnosis kasus Rickettsiosis.

Laporan kasus penyakit Rickettsia ini kebanyakan berasal dari hasil penelitian maupun

survei.

Beberapa penyakit infeksi seperti Infeksi Dengue dan Salmonella telah dapat didiagnosis

dengan alat uji diagnostik cepat. Namun untuk penyakit Rickettsia, sampai saat ini belum

ditemukan. Tetapi alat uji diagnostik cepat yang sudah tersedia untuk beberapa penyakit

Page 38: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

vii

infeksi juga masih memiliki kekurangan dimana banyak ditemukan hasil positif palsu.

Diagnosis Rickettsia selama ini hanya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan ELISA atau

PCR yang tergolong mahal. Disamping harganya yang tidak murah, sampai saat ini masih

sedikit laboratorium yang dapat mengerjakannya. Untuk itu diperlukan suatu upaya untuk

memperkuat laboratorium yang ada, terutama di RS rujukan, terutama RS tipe A dimana di

Indonesia banyak ditemukan penyakit-penyakit Infeksi yang mempunyai gambaran klinis

serupa dan sulit dibedakan dengan pemeriksaan hematologi sederhana.

Ketersediaan Doksisiklin sebagai terapi Rickettsia

Jika diagnosis rickettsia dapat ditegakkan, maka penatalaksanaan kasus rickettsia perlu

mendapat perhatian, terutama pada pasien yang datang dengan manifestasi klinis yang

berat. Jika penyebab demam seperti infeksi dengue maupun salmonella dapat disingkirkan,

maka rickettsiosis perlu dipikirkan sebagai salah satu penyebab demam akut. Namun

demikian, hasil positif dari alat uji diagnostik cepat untuk infeksi dengue dan salmonella

belum tentu benar, karena masih memungkinkan hasil positif palsu. Jika pengobatan

antibiotik tidak responsif, pikirkan kemungkinan diagnosis lainnya. Kapsul doksisiklin 100 mg

sebagai obat terpilih untuk pengobatan rickettsia telah tercantum dalam formularium

nasional (Fornas). Namun demikian sediaan untuk anak yang biasanya berupa suspensi,

belum tercantum didalamnya, begitu juga dengan sediaan intravena yang diperlukan dalam

kondisi berat.

Rekomendasi kebijakan

1. Meningkatkan kewaspadaan pihak terkait baik program maupun klinisi terhadap penyakit

Rickettsia melalui seminar dan workshop.

2. Organisasi profesi dan pemerintah dapat bekerjasama membuat suatu buku pedoman atau buku

panduan mengenai penatalaksanaan penyakit Rickettsia.

3. Pemerintah menyediakan sarana untuk mendeteksi penyakit Rickettsia melalui penguatan

laboratorium di RS rujukan.

4. Organisasi profesi dan pemerintah mendukung penelitian dalam menemukan algoritma dan alat

uji diagnostik cepat untuk mendeteksi penyakit Rickettsia.

5. Pemerintah melalui kementerian kesehatan memperkuat peran sumber daya kesehatan di

fasilitas kesehatan dasar dan rujukan untuk mengembangkan usaha promotive dan preventif

terkait dengan kasus Rickettsiosis.

6. Pemerintah melalui Kementerian kesehatan memasukkan doksisiklin sediaan anak dan intra vena

sebagai obat terpilih dari rickettsia ke dalam formularium nasional.

Page 39: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

viii

Rujukan

1. Raoult D, Roux V. Rickettsioses as paradigms of new or emerging infectious diseases. Clinical microbiology reviews 1997; 10(4): 694-719.

2. Centers for Disease Control and Prevention. Infectious Diseases Related to Travel. CDC Health Information for International Travel 2016. New York: Oxford University Press; 2016.

3. Faccini-Martinez AA, Garcia-Alvarez L, Hidalgo M, Oteo JA. Syndromic classification of rickettsioses: an approach for clinical practice. International journal of infectious diseases : IJID : official publication of the International Society for Infectious Diseases 2014; 28: 126-39.

4. Olano JP. Rickettsial infections. Annals of the New York Academy of Sciences 2005; 1063: 187-96.

5. Ibrahim IN, Okabayashi T, Ristiyanto, et al. Serosurvey of wild rodents for Rickettsioses (spotted fever, murine typhus and Q fever) in Java Island, Indonesia. European journal of epidemiology 1999; 15(1): 89-93.

6. Jiang J, Soeatmadji DW, Henry KM, Ratiwayanto S, Bangs MJ, Richards AL. Rickettsia felis in Xenopsylla cheopis, Java, Indonesia. Emerging infectious diseases 2006; 12(8): 1281-3.

7. Barbara KA, Farzeli A, Ibrahim IN, et al. Rickettsial infections of fleas collected from small mammals on four islands in Indonesia. Journal of medical entomology 2010; 47(6): 1173-8.

8. Widjaja S, Williams M, Winoto I, et al. Geographical Assessment of Rickettsioses in Indonesia. Vector borne and zoonotic diseases 2016; 16(1): 20-5.

9. Kato H, Yanagisawa N, Sekiya N, Suganuma A, Imamura A, Ajisawa A. [Murine typhus in a Japanese traveler returning from Indonesia: a case report]. Kansenshogaku zasshi The Journal of the Japanese Association for Infectious Diseases 2014; 88(2): 166-70.

10. Parola P, Vogelaers D, Roure C, Janbon F, Raoult D. Murine typhus in travelers returning from Indonesia. Emerging infectious diseases 1998; 4(4): 677-80.

11. Stockdale AJ, Weekes MP, Kiely B, Lever AM. Case report: Severe typhus group rickettsiosis complicated by pulmonary edema in a returning traveler from Indonesia. The American journal of tropical medicine and hygiene 2011; 85(6): 1121-3.

12. Capeding MR, Chua MN, Hadinegoro SR, et al. Dengue and other common causes of acute febrile illness in Asia: an active surveillance study in children. PLoS neglected tropical diseases 2013; 7(7): e2331.

13. Punjabi NH, Taylor WR, Murphy GS, et al. Etiology of acute, non-malaria, febrile illnesses in Jayapura, northeastern Papua, Indonesia. The American journal of tropical medicine and hygiene 2012; 86(1): 46-51.

14. Gasem MH, Wagenaar JF, Goris MG, et al. Murine typhus and leptospirosis as causes of acute undifferentiated fever, Indonesia. Emerging infectious diseases 2009; 15(6): 975-7.

15. Jiang J, Chan TC, Temenak JJ, Dasch GA, Ching WM, Richards AL. Development of a quantitative real-time polymerase chain reaction assay specific for Orientia tsutsugamushi. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene 2004; 70(4): 351-6.

Page 40: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

ix

16. Suharti C, van Gorp EC, Dolmans WM, et al. Hanta virus infection during dengue virus infection outbreak in Indonesia. Acta Med Indones 2009; 41(2): 75-80.

17. Peters TR, Edwards KM, Standaert SM. Severe ehrlichiosis in an adolescent taking trimethoprim-sulfamethoxazole. Pediatr Infect Dis J 2000;19:170--2.

18. Brantley RK. Trimethoprim-sulfamethoxazole and fulminant ehrlichiosis [Letter]. Pediatr Infect Dis J 2001;20:231.

19. Joshi HS, Thomas M, Warrier A, Kumar S. Gangrene in cases of spotted fever: a report of three cases. BMJ Case Reports. 2012;2012:bcr2012007295. doi:10.1136/bcr-2012-007295.

20. McBride WJH, Hanson JP, Miller R, Wenck D. Severe Spotted Fever Group Rickettsiosis, Australia. Emerging Infectious Diseases. 2007;13(11):1742-1744. doi:10.3201/eid1311.070099. Acute Fever Requiring Hospitalization (AFIRE) Study

Page 41: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

x

Optimalisasi Suplementasi dan Fortifikasi Asam Folat untuk

Pencegahan Kelainan Bawaan Tabung Saraf (Neural Tube Defects)

Ringkasan

Kelainan bawaan merupakan penyebab penting kematian, kesakitan, dan kecacatan pada

anak. Menurut hasil Survailans Kelainan Bawaan di Indonesia tahun 2016, kelainan bawaan

tabung saraf (Neural Tube Defects/NTDs) adalah kelainan bawaan ketiga terbanyak dengan

prevalensi 15,7 per 10.000 kelahiran.Selain itu, NTDs merupakan penyebab utama kematian

janin pada persalinan preterm (usia gestasi <28 minggu dan 28-35 minggu) dan lebih dari

50% bayi dengan NTDs lahir mati (stillbirths) atau meninggal dalam tujuh hari pasca

kelahiran. Jenis kelainan NTDs tersering adalah spina bifida, anensefali, dan ensefalokel.

Penyebab pasti NTDs belum diketahui atau bersifat multifaktorial dari interaksi faktor

predisposisi genetik dan maternal. Faktor risiko maternal meliputi defisiensi asam folat,

defisiensi vitamin B12, paparan terhadap obat-obatan seperti asam valproat (untuk

pengobatan epilepsi), serta penyakit kronis seperti diabetes dan obesitas.

Setidaknya setengah kasus NTDs dapat dicegah dengan konsumsi asam folat adekuat pada

masa perikonsepsi, yaitu tiga bulan sebelum dan selama trimester pertama kehamilan.Untuk

mengurangi risiko NTDs, direkomendasikan wanita usia reproduksi mengonsumsi

suplementasi harian asam folat 400 µg (0.4 mg).Pada wanita yang sudah pernah memiliki

bayi dengan NTDs direkomendasi mengonsumsi suplementasi asam folat dosis lebih tinggi

sebesar 4,000 µg (4 mg), dimulai setidaknya sebulan sebelum kehamilan dan selama

trimester pertama. Demikian juga dengan wanita dengan diabetes, epilepsi dalam terapi

natrium valproat, dan obesitas. Fortifikasi asam folat pada tepung terigu dan beras diharap

dapat mengimbangi kebutuhan asam folat pada masa perikonsepsi.

Diperlukan multi intervensi untuk pencegahan NTDs. Kebijakan terkait sudah sangat

mendukung, yaitu UU 52 Tahun 2009 tentang keluarga berencana, Permenkes 88 Tahun

2014 dan Permenkes 51 Tahun 2016 tentang standarisasi suplemen gizi, Permenkes 97

Tahun 2014 tentang suplementasi pada ibu hamil, dan Kepmenkes 1452 Tahun

2003tentang fortifikasi terigu. Kebijakan tersebut harus dioptimalisasi pelaksanaannya,

dimulai dari pemantapan Gerakan Keluarga Berencana Nasional dan pengaturan

kehamilan, pendidikan gizi dan promosi diet kaya asam folat, yodium, seng, dan zat besi

pada makanan pokok sehari-hari, kegiatan suplementasi dan fortifikasi asam folat, yodium,

seng, dan zat besi, serta surveilans dan monitoring kelainan bawaan skala nasional sebagai

dasar evaluasi kebijakan intervensi seperti suplementasi asam folat atau fortifikasi asam

folat pada bahan makanan.

Page 42: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xi

Pengantar

Seiring dengan tren penurunan angka kematian bayi dan anak, ditengarai terjadi pergeseran

penyebab kematian kearah kelainan bawaan atau dengan kata lain, proporsi kelainan

bawaan sebagai penyebab kematian bayi dan anak di dunia meningkat.1Selain sebagai

salah satu penyebab utama kematian, kelainan bawaan juga merupakan penyebab penting

kesakitan dan kecacatan pada anak yang berimplikasi pada beratnya biaya kesehatan yang

harus ditanggung keluarga dan negara. Oleh karena itu sudah selayaknya pencegahan

kelainan bawaan menjadi salah satu fokus utama intervensi kesehatan di Indonesia.

Hasil Penelitian

Kelainan Bawaan dan Neural Tube Defects

Menurut estimasi WHO tahun 2010, kelainan bawaan ditemukan pada minimal 3% dari

seluruh kelahiran di dunia atau sebanyak 4,8 juta kasus, lebih dari setengahnya terjadi di

Afrika dan Asia Tenggara (Gambar 1).2Prevalensi kelainan bawaan di dunia pada tahun

2006 bervariasi, terendah di Perancis sebanyak 39,7 per 1000 kelahiran hidup dan tertinggi

di Sudan sebanyak 82 per 1000 kelahiran hidup. Indonesia bersama tujuh negara di Asia

Tenggara (India, Sri Lanka, Thailand, Nepal, Bangladesh, Myanmar, dan Bhutan)

menempati posisi tengah dengan prevalensi kelainan bawaan sebesar 55 hingga 65 per

1000 kelahiran hidup.3Kelainan bawaan bersama dengan asfiksia neonatal dan kelahiran

prematur/pertumbuhan janin terganggu berkontribusi pada 25% sampai 60% kematian anak

usia <5 tahun (balita) di dunia.4

Gambar 1. Distribusi kasus kelainan bawaan di dunia (Sumber: WHO, 2010)

Page 43: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xii

Kelainan bawaan tabung saraf (Neural Tube Defects/NTDs) merupakankelainan bawaan

mayor dengan jumlah kasus kedua terbanyak di dunia (323.904 kasus), setelah kelainan

jantung kongenital (1.040.835 kasus).3Survailans Kelainan Bawaan di Indonesia tahun 2016

memperlihatkan NTDs adalah kelainan bawaan ketiga terbanyak dengan prevalensi sebesar

15,7 per 10.000 kelahiran.Selain itu, NTDs merupakan penyebab utama kematian janin

pada persalinan preterm (usia gestasi <28 minggu dan 28-35 minggu) dan lebih dari 50%

bayi dengan NTDs lahir mati (stillbirths) atau meninggal dalam tujuh hari pasca kelahiran.5

Jenis kelainan NTDs terseringadalah spina bifida,anensefali, dan ensefalokel(Gambar 2).

NTDs terjadi apabila tabung saraf janin gagal menutup pada 21-28 hari pertama kehamilan,

dimana tabung saraf adalah ‘bakal calon’ bagi pembentukan tulang belakang, saraf tulang

belakang, tengkorak, dan otak. Penyebab pasti NTDs belum diketahuiatau bersifat

multifaktorial dari interaksi faktor predisposisi genetik dan maternal. Faktor risiko maternal

meliputi defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, paparan terhadap obat-obatan seperti

asam valproat (untuk pengobatan epilepsi), serta penyakit kronis seperti diabetes dan

obesitas.6

Gambar 2. Berturut-turut, bayi dengan spina bifida, anensefali, dan ensefalokel (Sumber: Karyana, 2016)

Folat dan Asam Folat

Asam folat (folic acid) adalah senyawa sintetik dari folat (folate)yang digunakan dalam

suplemen dan makanan yang difortifikasi. Folat adalah vitamin B9 yang larut dalam airdan

secara alamiah ditemukan pada makanan seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, kuning

telur, ati, dan lain-lain. Akan tetapi, bioavailabilitas atau penyerapan folat alamiah dari

makanan ternyata 10% hingga 98%lebih rendah daripada asam folat sintetik.7

Sebagai senyawa yang larut dalam air, asam folat tidak diketahui memiliki dosis toksik.

Meskipun demikian, asam folat dosis tinggi dapat menyamarkan gejala defisiensi vitamin

B12, yaitu dengan mengoreksi anemia yang merupakan gejala awal defisiensi sehingga

menyebabkan keterlambatan diagnosisdefisiensi vitamin B12. Oleh karena itu ditetapkan

batas atas konsumsi harian asam folat sintetik sebesar 1000 µg(diluar folat alamiah).8

Page 44: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xiii

Pencegahan NTDs dan Suplementasi Asam Folat

Untuk mengurangi risiko NTDs, direkomendasikan wanita usia reproduksi mengonsumsi

suplementasi harian asam folat 400 µg(0.4 mg).(DHHS, 1992; IOM, 1998)Di Cina tahun

1993-1996, suplementasi asam folat 400 µg/hari pada wanita hamil menurunkan prevalensi

NTDs, di Cina bagian Utara dari 6 per 1000 menjadi 1 per 1000 kelahiran dan di Cina bagian

Selatan dari 1 per 1000 menjadi 0,6 per 1000 kelahiran. (Berry et al., 1999; Moore et al.,

1997)

Pada wanita yang sudah pernah memiliki bayi dengan NTDs, risiko NTDs pada kehamilan

berikutnya berkurang 70% jika mengonsumsi suplementasi asam folat dosis lebih tinggi

sebesar 4,000 µg (4 mg), dimulai setidaknya sebulan sebelum kehamilan dan selama

trimester pertama. Wanita dengan diabetes, epilepsi dalam terapi natrium valproat, dan

obesitas juga disarankan mengonsumsi suplementasi asam folat dengan dosis lebih

tinggi.(MOD, 2004; MRC Vitamin Study Research) Suplementasi asam folat juga dapat

mencegah kelainan mayor lainnya, seperti kelainan jantung bawaan, penyakit jantung

koroner, beberapa tipe kanker dan demensia.(Canfield et al., 2005; La Vecchia et al., 2002;

McIlroy et al., 2002; Wald et al., 2002)

Pencegahan NTDs dan Fortifikasi Asam Folat

Setidaknya setengah kasus NTDs dapat dicegah dengan konsumsi asam folat adekuat pada

masa perikonsepsi, yaitu tiga bulan sebelum dan selama trimester pertama

kehamilan.(CDC, 2005) Akan tetapi seringkali terjadi kehamilan tanpa direncanakan, bahkan

di negara maju sekalipun, dan seringkali pada 28 hari pertama wanita belum menyadari

kehamilannya. Hal ini yang menjadi dasar program fortifikasi makanan pokok dengan asam

folat, yodium, dan zat besi untuk pencegahan NTDs dan kelainan bawaan lainnya, juga

pencegahan defisiensi yodium dan anemia.

Di Chili tahun 2000, program nasional fortifikasi asam folat pada tepung (bahan baku roti)

sebanyak 2,2 mg/kg tepung (setara dengan penambahan asam folat 427 mg/hari)

meningkatkan kadar folat serum 3,8 kali dan folat sel darah merah 2,4 kali pada wanita usia

subur dalam satu tahun pasca fortifikasi.(Hertrampf et al., 2003) Di Amerika Serikat,

sepertiga kasus NTDs menurun tiap tahun dengan program fortifikasi asam folat pada

tepung dan negara hemat 400 juta USD per tahun. Implementasi program nasional fortifikasi

asam folat pada tepung di Chili tahun 2000 menurunkan prevalensi NTDs 40%

(anencephaly, encephalocele and spina bifida).(Hertramp and Cortés, 2004; Castilla et al.,

2003; Lopez-Carmelo et al., 2005)

Page 45: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xiv

Konteks kebijakan terkait

Keluarga Berencana dan Pengaturan Kehamilan

Program keluarga berencana dan pengaturan kehamilan dapat menurunkan beban dari

kelainan bawaan dan diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun

2009 menggantikan UU No. 10 Tahun 1992. Keluarga Berencana adalah upaya mengatur

kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,

perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga

yangberkualitas.Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami istri

untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran

anak yang ideal denganmenggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi.Gerakan Keluarga

Berencana Nasional Indonesia telah berumur sangat lama yang dimulai pada tahun 70-an

dan cukup berhasil menurunkan angka kelahiran di Indonesia.

Suplementasi Asam Folat untuk Wanita Usia Subur dan Wanita Hamil

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 ditujukan untuk

standarisasi produk tablet tambah darahbagi wanita usia subur dan ibu hamil. Saat ini

banyak produk tablet tambah darah yang beredar di masyarakat dengan nama dagangdan

komposisi yang beragam. Beberapa diantaranya tidak memenuhistandar tablet tambah

darah seperti yang disarankan oleh WHOterutama kandungan elemental besi dan asam

folatnya. Setiap tablet tambah darah bagi wanita usia subur dan ibu hamil sekurangnya

mengandung zat besi setara dengan 60 mg besi elemental (dalam bentuksediaan Ferro

Sulfat, Ferro Fumarat atau Ferro Gluconat); dan asam folat 400 µg (0,4 mg).Ruang lingkup

peraturan ini diperluas dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51

Tahun 2016 tentang standarisasi produk suplementasi gizi untuk memenuhi kecukupan gizi

bagi bayi, balita, anakusia sekolah, wanita usia subur, ibu hamil, dan ibu nifas.

Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014

menyaratkan setiap ibu hamil harusmendapat tablet tambah darah (tablet zat besi)dan asam

folatminimal 90 tablet selama kehamilan yang diberikan sejak kontakpertama untuk

mencegah anemia gizi besi.

Fortifikasi Asam Folat pada Tepung Terigu dan Beras

Program fortifikasi tepung terigu diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1452 Tahun 2003 yang diperkuat oleh SNI wajib fortifikasi tepung terigu

tahun 2008.Tepung terigu yang di produksi, diimpor ataudiedarkan di Indonesia harus

ditambahkan fortifikan sehingga mengandung besi minimal 50 ppm; seng minimal30 ppm;

Page 46: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xv

vitamin B1 (tiamin) minimal 2,5 ppm; vitamin B2 (riboflavin) minimal 4 ppm; dan asam folat

minimal2 ppm.Program fortifikasi zat besi, seng, dan asam folat pada beras khususnya

beras raskin saat ini dalam tahap persiapan pilot project di Kabupaten Karawang dan

Bekasi.

Rekomendasi kebijakan

1. Optimalisasi kegiatan promosi Gerakan Keluarga Berencana Nasional dan pengaturan

kehamilan.

2. Optimalisasi kegiatan pendidikan gizi dan promosi diet kaya asam folat, yodium, seng,

dan zat besi pada makanan pokok sehari-hari.

3. Optimalisasi kegiatan suplementasi gizi untuk memenuhi kecukupan gizi bayi, balita,

anak usia sekolah, wanita usia subur, ibu hamil, dan ibu nifas.

4. Optimalisasi kegiatan fortifikasi asam folat, yodium, seng, dan zat besipada makanan

pokok sehari-hari.

5. Membentuk surveilans dan monitoring kelainan bawaan skala nasional sebagai dasar

evaluasi kebijakan intervensi seperti suplementasi asam folat atau fortifikasi asam folat

pada bahan makanan.

Kepustakaan terpilih

1. WHO. Birth Defects in South-East Asia A Public Health Challenge: Situation Analysis.

India: World Health Organization Regional Office for South-East Asia; 2013.

2. WHO. World Health Statistics 2011. Geneva: World Health Organization; 2011.

3. Christianson A, Howson CP, Modell B. March of Dimes Global Report on Birth Defects:

The hidden toll of dying and disabled children. New York: March of Dimes Birth Defects

Foundation; 2006.

4. Lotto LD, Mastroiacovo P. Birth defects prevention: Global issues. Geneva: World

Health Organization; 2012.

5. Karyana M. Indonesia Hospital-based Birth Defects Surveillance. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia; 2016.

6. Flores AL, Vellozzi C, Valencia D, Sniezek J. Global Burden of Neural Tube Defects,

Risk Factors, and Prevention. Indian J Community Health 2014;26:3-5.

7. McNulty H, Pentieva K. Folate bioavailability. Proceedings of the Nutrition Society

2007;63:529-36.

8. AAP. Folic Acid for the Prevention of Neural Tube Defects. Pediatrics 1999;104:325.

Page 47: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xvi

Optimalisasi RKO untuk Fasilitas Kesehatan

Pemerintah dan Swasta sebagai Salah Satu Solusi

Mengatasi Kekosongan Obat

di Era Jaminan Kesehatan Nasional

Latar Belakang

Perbekalan farmasi merupakan komponen terbesar dalam biaya pengeluaran RS yaitu

mencapai sekitar 40‐ 50 persen. Pengadaan obat dalam masa Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) mengacu pada Formularium Nasional yang telah ditetapkan dan sebagian

besar harus menggunakan e‐ procurement dengan harga yang sudah ditetapkan melalui

e‐ katalog. Pemerintah berkewajiban menjamin ketersediaan perbekalan farmasi untuk

pelayanan kesehatan. Ketersediaan obat esensial selalu menjadi target yang ditetapkan

dalam rencana strategis Kemenkes. Namun demikian, upaya menjamin ketersediaan

obat merupakan suatu mata rantai yang kompleks dengan berbagai kendala pada setiap

titik dalam siklus tersebut.

Urgensi Permasalahan :

Mekanisme pengadaan obat melalui e-catalogue belum optimal antara lain karena tidak

akuratnya rencana kebutuhan obat (RKO) sebagai dasar pengadaan e-catalogue.

Produksi obat melalui mekanisme e-procurement dan e-catalog sangat tergantung pada

ketepatan Rencana Kebutuhan Obat (RKO). Salah satu penyebab kelangkaan cairan RL

dan obat lain yang terjadi di pasaran yaitu karena adanya kelebihan permintaan bila

dibandingkan dengan perencanaan produksi.

Permasalahan lain adalah masih banyak pihak-pihak yang belum menyampaikan RKO,

sebagian menyampaikan data RKO yang tidak valid karena minimnya data penggunaan

Ringkasan Eksekutif

Obat merupakan komponen terbesar dalam pembiayaan kesehatan khususnya di rumah sakit.

Pemerintah berkewajiban menjamin ketersediaan obat di seluruh fasilitas kesehatan.

Pengadaan obat dalam masa JKN sebagian besar dilakukan melalui e-procurement.

Permasalahan kekosongan obat semakin menguak sejak pelaksanaan JKN tahun 2014. Proses

perencanaan obat melalui Rencana Kebutuhan Obat (RKO) merupakan titik kritis dalam mata

rantai pengadaan obat, yang menentukan estimasi kecukupan pengadaan obat dalam skala

nasional. Sebagian besar fasilitas kesehatan swasta belum membuat RKO yang disampaikan ke

pusat dan belum bisa membeli obat melalui e-catalogue. Industri farmasi pemenang tender e-

catalogue mengalami berbagai kendala dalam penyediaan obat sesuai kontrak sehingga

memperbesar masalah kekosongan obat tidak hanya di daerah yang memiliki kesulitan akses

geografis tetapi di semua wilayah termasuk di perkotaan. Alternatif solusi permasalahan

kekosongan obat adalah optimalisasi RKO dengan melibatkan seluruh fasilitas kesehatan

swasta disertai kebijakan membuka akses e-catalogue untuk fasilitas kesehatan swasta.

Page 48: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xvii

obat peserta JKN pada tahun lalu, bahkan ada juga fasilitas kesehatan yang menetapkan

rencana dengan kapasitas berlebihan.

Fasilitas kesehatan swasta seperti rumah sakit dan klinik banyak yang mengeluhkan

sulitnya proses penyediaan obat JKN. Sebagian rumah sakit harus membeli obat dengan

harga reguler yang lebih mahal dibandingkan harga e-catalogue sehingga mereka harus

melakukan pendanaan subsidi silang dengan pasien non JKN untuk tetap dapat

menyediakan obat . Akses untuk membeli obat e-catalogue memang masih diutamakan

untuk fasilitas kesehatan pemerintah yang menggunakan dana APBN sedangkan untuk

fasilitas kesehatan swasta sebagian besar masih belum bisa melakukan e-purchasing

melalui e-catalogue.

Pada tahun 2015, RKO telah disampaikan oleh 461 dinas kesehatan, 505 RS Pemerintah,

79 RS Swasta, dan 51 apotik PRB. Pada tahun 2016 RKO telah disampaikan oleh 507 dinas

kesehatan, 500 RS Pemerintah, 13 RS Swasta, dan 294 apotik PRB.

Isu strategis

Perencanaan obat sangat tergantung pada RKO dari dinas kesehatan dan fasilitas

pelayanan kesehatan. RKO bermanfaat untuk perencanaan penyediaan obat program

dan sebagai dasar penawaran dalam e-catalogue yang dikaitkan dengan kapasitas

produksi.

Selama ini fasilitas kesehatan pemerintah termasuk dinas kesehatan masih menjadi

sumber utama informasi RKO skala nasional sedangkan fasilitas kesehatan swasta yang

bisa mengakses e-catalogue masih terbatas. RKO merupakan titik kritis yang

menentukan proses penyediaan obat, sehingga perlu kejelasan aturan data RKO dan

pengirimannya. Dalam tataran pelayanan kesehatan dasar telah ditetapkan Kepmenkes

Nomor 112/Menkes/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat dan

Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar, yang seharusnya bila

diterapkan dengan baik dapat mengurangi kesenjangan data RKO untuk pelayanan

kesehatan dasar. Termasuk dalam hal ini adalah mewajibkan rumah sakit/fasilitas

pelayanan kesehatan mencantumkan obat yang digunakan untuk peserta JKN ketika

mengajukan klaim yang dibayarkan, agar tersedia basis data tahun sebelumnya untuk

memproyeksikan kebutuhan tahun berikutnya.

Page 49: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xviii

Rekomendasi Kebijakan

Perbaikan tata kelola obat untuk mencegah dan mengatasi kekosongan obat dalam

menunjang implementasi program JKN harus dimulai dari optimalisasi RKO dengan

melibatkan fasilitas kesehatan swasta dalam pembuatan RKO skala nasional disertai

dengan pembukaan akses e-catalogue untuk seluruh fasilitas kesehatan swasta

Referensi

Mekanisme Penetapan Harga Obat di Era JKN. Presentasi Engko Sosialine Direktur

Pengelolaan Obat Publik dan Perbekkes dalam Forum Dialog Kebijakan dalam rangka

Penyusunan Dokumen Analisis Kebijakan Penetapan Harga Obat . Jakarta, 11 Oktober

2016.

Page 50: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xix

Policy Brief :

MENAKAR KEBERADAAN PROGRAM

INTERNSIP

DOKTER INDONESIA Harimat Hendarwan, Mieska Despitasari

LATAR BELAKANG

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) merupakan salah satu upaya pemerintah

dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya di bidang

kedokteran. Sejak ditetapkannya Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran dan perkembangan global dalam etika praktik kedokteran mensyaratkan bahwa

pasien tidak boleh dijadikan objek praktik mahasiswa kedokteran. Adanya perubahan

mendasar dalam pengendalian praktik kedokteran berdampak pada proses pendidikan

dokter. Selama pendidikan di fakultas kedokteran pada masa kepaniteraan klinik, mahasiswa

tidak lagi menangani pasien secara mandiri dan masa pendidikan dokter menjadi lebih

singkat.

Undang-Undang tersebut mengamanatkan bahwa praktik kedokteran dilaksanakan

ber-azaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan,

keseimbangan serta perlindungan dan keselamatan pasien. Dalam pasal 25 ditegaskan

bahwa pendidikan dan pelatihan kedokteran/kedokteran gigi untuk memberikan kompetensi

kepada dokter/doktergigi yang dilaksanakan sesuai standar pendidikan profesi kedokteran.

Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan penetapan standar kurikulum baru pendidikan

dokter yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi.Kurikulum ini menetapkan bahwa

pendidikan dokter meliputi dua tahap, yaitu tahap pendidikan dokter dan tahap pelaksanaan

program internsip.

Hal ini sejalan dengan standard World Federation of Medical Education (WFME), suatu

badan pendidikan dibawah WHO, yang menyatakan bahwa pendidikan dokter terdiri dari

dua tahap, yaitu tahap basic medical education yang meluluskan dokter dan selanjutnya

tahap Post Graduate Medical Education (PGME) yang disebut juga sebagai pre registration

training atau internsip.

Berdasarkan perkembangan tersebut, untuk peningkatan kemahiran dan

kemandirian, penerapan standar kompetensi yang dicapai selama pendidikan, serta

penerapan standar profesi dokter, maka diperlukan proses pelatihan keprofesian pra-

registrasi yang disebut Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI). Program tersebut menjadi

prasyarat untuk mendapat kewenangan praktik kedokteran berupa Surat Tanda Registrasi

(STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia. Proses ini dikenal di negara lain sebagai program

internship atau housemanship.

Di beberapa negara Eropa program ini dilaksanakan setelah lulus pendidikan dokter

selama 3 tahun. Di Indonesia, disepakati internsip dilaksanakan selama 1 tahun setelah lulus

pendidikan dokter.

KEBERADAAN PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA (PIDI)

PIDI telah diinisiasi dan disepakati oleh Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran

Indonesia (KKI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kementerian Pendidikan Nasional sejak

tahun 2008. Penyelenggaraan PIDI ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Page 51: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xx

Indonesia No.299/Menkes/Per/II/2010 tentang Penyelenggaraan Program Internsip dan

Penempatan Dokter Pasca Internsip.Konsil Kedokteran Indonesia menerbitkan Peraturan

Konsil Kedokteran Indonesia No. 1/KKI/Per/2010 tentang Registasi Dokter Program Internsip.

Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI) sebagai Pelaksana Program Internsip Dokter telah

diangkat dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor: 138/Menkes/SK/I/2011 tentang Komite Internsip Dokter Indonesia.Pelaksanaan PIDI

untuk pertama kali dilaksanakan di Provinsi Sumatera Barat pada Bulan Maret 2010.

Peserta PIDI angkatan pertamaadalah dokter lulusan Fakultas Kedokteran (FK)

Universitas Andalas. FK Universitas Andalas telah melaksanakan Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) sejak tahun 2004 sebagai hasil pilot project pengembangan kurikulum

kedokteran dari Health Workforce and Services (HWS). Pada tahun 2006 KKI telah

mengesahkan Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia dan Standar Kompetensi Dokter

Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 2007 seluruh FK di Indonesia harus sudah

melaksanakan pendidikan dokter dengan implementasi KBK.Pada tahun 2005 beberapa

Fakultas Kedokteran mulai melaksanakan KBK. Pada Bulan November 2010 lulusan Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia dengan KBK mulai melaksanakan PIDI di Provinsi Jawa

Barat.

Sejak tahun 2010 sampai dengan Oktober 2015 sebanyak 19.671 dokter mengikuti

PIDI. Sejumlah 13.482 dokter diantaranya telah selesai melaksanakan PIDI, sedangkan 6.189

dokter sedang melaksanakan PIDI dengan melibatkan 1.708 dokter pendamping di 560

rumah sakit dan 588 puskesmas di 34 provinsi. Peserta PIDI tersebut berasal dari 56 FK yang

berada di Indonesia baik pemerintah maupun swasta dan 5 FK luar negeri yang sebelumnya

telah mengalami proses adaptasi.

Seluruh pelaksanaan PIDI sejak tahun 2010 sampai dengan 2015 dibebankan pada

anggaran Pemerintah Pusat melalui APBN Kementerian Kesehatan. Jumlah peserta PIDI yang

meningkat setiap tahunnya sesuai dengan jumlah lulusan fakultas kedokteran menimbulkan

konsekuensi peningkatan besaran anggaran. Pada kurun waktu tahun 2010 sampai dengan

2015,anggaran PIDI terus mengalami peningkatan. Kebutuhan anggaran PIDI diperkirakan

akan meningkat pada tahun 2016, seiring dengan bertambahnya lulusan FK. Dengan

demikian, berdasarkan pagu definitif Kementerian Keuangan, anggaran PIDI untuk tahun

2016 dialokasikan sebanyak Rp. 650.000.000.000.

Tabel Anggaran PIDI Tahun 2010-2016

TAHUN ALOKASI ANGGARAN (dalam Rupiah)

2010 10.066.900.000

2011 33.075.677.000

2012 79.902.422.000

2013 166.036.240.000

2014 242.231.249.976

2015 261.866.300.000

2016 (pagu definitif) 650.000.000.000

Page 52: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxi

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

Selama kurun waktu 2010 – 2015, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

sudah 3 (tiga) kali mendapatkan amanat untuk melakukan penilaian terhadap pelaksanaan

PIDI, baik penilaian yang dilakukan sendiri oleh Badan Litbangkes maupun yang dilakukan

bersama-sama dengan beberapa institusi pendidikan kedokteran.

Penilaian pertama pada tahun 2011, adalah asesmen 1 tahun perjalanan PIDI.

Selanjutnya, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)

antara Kementerian Kesehatan, KIDI, dan Komisi IX DPR RI pada tanggal 26 November 2012,

menghasilkan rekomendasi dilakukannya evaluasi PIDI. Oleh karena itu, pada tahun 2013

dilakukan kajian internsip di 9 (sembilan) provinsi.Hasil evaluasi tersebut telah dipaparkan

dalam RDP dengan Komisi IX DPR RI pada tanggal 24 Juni 2013.

Sebagai tindaklanjut pemaparan hasil kajian tersebut, diperoleh rekomendasi dari

Komisi IX DPR RI bahwa perlu dilakukan kajian tentang manfaat Program Internsip secara

komprehensif mengingat besarnya anggaran Program Internsip yang dibebankan kepada

anggaran Kementerian Kesehatan. Mempertimbangkan hal tersebut, maka pada tahun 2015

dilakukan kajian Cost, Output, dan Manajemen Program Internsip Dokter Indonesia.

Hasil Evaluasi I :Asesmen Program Internsip Dokter Indonesia Tahun 2011

Asesmen dilakukan untuk menilai pelaksanaan Program Internsip Dokter Indonesia

(PIDI) pada tahun pertama.Pada saat itu baru dokter lulusan FK Universitas Andalas yang

hampir selesai menjalankan program internsip. Asesmen dilakukan secara potong lintang,

dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif di 4 kabupaten di Provinsi

Sumatera Barat (Pariaman, Solok, Pesisir Selatan, dan Lima Puluh Kota).

Hasil asesmen menunjukkan bahwa secara umum Program Internsip Dokter

Indonesia telah berjalan dengan cukup baik di Sumatera Barat.Internsip dinilai bermanfaat,

baik untuk peserta maupun untuk wahana. Beberapa hal memerlukan pembenahan, antara

lain manajemen internsip, perbaikan buku pedoman dan log book, serta kelengkapan sarana

di wahana.Beberapa RS dan puskesmas belum memenuhi persyaratan sebagai wahana.

Pemerintah Daerah belum memberikan dukungan nyata untuk pelaksanaan PIDI. Kendala

yang dihadapi peserta internsip antara lain keterbatasan sarana dan fasilitas diagnostik,

penunjang diagnostik, dan sarana penunjang internsip lainnya. Terdapat persepsi yang keliru

mengenai status peserta internsip, serta manajemen yang masih kurangteratur.

Hasil Evaluasi II :Penelitian Evaluasi (Evaluation Research); Evaluasi Program Internsip

Dokter Indonesia

Penelitian dilakukan antara Bulan Maret – Mei 2013, di 10 kabupaten/kota terpilih di

9 provinsi di Indonesia yang telah menerima peserta PIDI. Lokasi penelitian ditentukan

dengan menggunakan multistage sampling.Pemilihan lokasi penelitian terkait erat dengan

kriteria inklusi peserta internsip yang digunakan pada penelitian ini.Peserta internsip yang

menjadi responden/informan penelitian ini adalah peserta internsip yang telah menjalani

program internsip minimal 10 bulan. Pemilihan lokasi penelitian juga mempertimbangkan

status akreditasi FK lulusan peserta internsip, kepemilikan FK (negeri atau swasta),

wilayahpenempatan, dan frekuensi keterlibatan wahana peserta internsip. Berdasarkan hal

tersebut terpilih Kabupaten Pidie (Provinsi Aceh), Kabupaten Kampar (Provinsi Riau), Kota

Jambi (Provinsi Jambi), Kabupaten Lebak (Provinsi Banten), Bandung (Provinsi Jawa Barat),

Nganjuk (Jawa Timur), Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat),

Kabupaten Pontianak (Kalimantan Barat), serta Sidenreng Rappang (Sulawesi Selatan).

Page 53: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxii

Peneliti dan pengumpul data adalah peneliti, peneliti ad hoc dan staf Badan

Litbangkes, beberapa orang peneliti dan staf dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Airlangga, didampingi beberapa orang staf

Pusrengun BPPSDM Kesehatan.

Kajian ini menghasilkan kesimpulanbahwa terjadi peningkatan pemahiran,

pemandirian dan profesionalisme pada 7 area kompetensi inti dokter melalui proses

internsip; PIDI membantu pemenuhan SDM Kesehatan di fasyankes, membantu

mempersingkat respon time pelayanan, membantu fasyankes dalam menyusun SOP, sharing

perkembangan iptek kedokteran dengan seluruh staf fasyankes, membantu fasyankes dalam

sistem rujukan, meningkatkan cakupan program puskemas khususnya berkaitan dengan

upaya kesehatan masyarakat, promotif dan preventif. Terdapat beberapa kendala dan

permasalahan dalam pelaksanaan PIDI misalnya bantuan biaya hidup peserta dan honor

pendamping khususnya berkaitan dengan besaran dan ketepatan waktu penyaluran.

Beberapa fasyankes kurang memenuhi persyaratan sebagai wahana PIDI. Fasyankes tersebut

tidak dilengkapi dengan unit gizi, laboratorium sederhana pada beberapa wahana puskemas

belum ada, begitu pula halnya dengan ruang baca/perpustakaan dan lain-lain. Temuan lain

adalah tidak memadainya dukungan logistik dan manajemen seperti tidak tersedianya buku

pedoman, kurang jelasnya log book peserta dan sulitnya proses penerbitan SIP Internsip.

Hasil evaluasi ini telah dipaparkan dalam RDP dengan Komisi IX DPR RI pada tanggal

24 Juni 2013.Dalam RDP tersebut, Komisi IX DPR RI menyetujui usulan Menteri Kesehatan

untuk menaikkan Bantuan Biaya Hidup (BBH) dokter Internsip dari Rp 1.200.000,00 menjadi

Rp2.500.000,00. Usulan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri Keuangan RI dengan

ditetapkannya izin prinsip kenaikan satuan BBH dokter Internsip menjadi Rp 2.500.000,00.

Hasil Evaluasi III : Kajian Cost, Output, dan Manajemen Program Internsip Dokter

Indonesia tahun 2015

Kajian ini menggunakan desain pre-post test interventiondan dilakukan di fasyankes (RS dan

atau puskesmas) di kabupaten/kota yang pada Bulan Februari 2015 terdaftar sebagai tempat

pelaksanaan PIDI.Kajian dilakukan pada tahun 2015, dengan tahap persiapan dan

penyusunan kuesioner dilakukan pada akhir tahun 2014.Penyusunan kuesioner mengundang

AIPKI, IDI, dan KIDI.

Terdapat dokter lulusan dari 73fakultas kedokteran yang mengikuti internsip periode

Februari 2015 yang tersebar di 25 provinsi. Pemilihan lokasi penelitian mempertimbangkan

status akreditasi FK lulusan peserta internsip, kepemilikan FK (negeri atau swasta),wilayah

penempatan, dan frekuensi keterlibatan wahana peserta internsip. Berdasarkan hal tersebut,

dilakukan pemilihan secara random (acak) dengan mempertimbangkan proporsi peserta

internsip di masing-masing wilayah (Probability Proporsional to Size), terpilih Kabupaten

Muko-muko, Kota Jakarta Utara, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Probolinggo, Kota Blitar,

Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Wajo, Kota

Sorong dan Kabupaten Biak Numfor sebagai lokasi penelitian.

Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data pengetahuan dokter peserta internsip

mengenai Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat, Pengumpulan

Data Kemahiran Dokter Peserta Internsip (menggunakan instrumen MINI CEX dan DOPS),

Page 54: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxiii

kesiapan wahana, pendamping, penilaian terhadap peserta internsip, penilaian terhadap

manajemen, data capaian target kasus oleh peserta (diperoleh dari buku log peserta), dan

pengumpulan data rata-rata pengeluaran peserta internsip (menggunakan instrumen

Susenas yang telah dimodifikasi).

Penilaian tahap awal dilakukan pada Bulan Maret 2015 untuk memperoleh data awal

peserta. Data ini kemudian dibandingkan dengan data hasil pengumpulan berikutnya (Bulan

Oktober 2015).

Hasil kajian menunjukkan masih banyak wahana yang belum sesuai dengan

persyaratan. Secara umum, terjadi peningkatan pengetahuan peserta internsip mengenai

Upaya Kesehatan Masyarakat. Namun tidak terjadi peningkatan pengetahuan dalam Upaya

Kesehatan Perorangan.Penilaian pemahiran menggunakan DOPS dan MINI CEX

menunjukkan telah terjadi peningkatan pemahiran dalam keterampilan klinis dan

diagnosis.Perlu menjadi catatan, penilaian ini merupakan pencapaian selama 8 bulan peserta

menjalani program internsip (Maret sampai Oktober 2015), belum sepenuhnya menjalani 12

bulan periode pelaksanaan internsip.

Dari hasil analisa data kualitatif, sebagian besar peserta internsip menilai bahwa

program internsip bermanfaat untuk peningkatan pemahiran dan rasa percaya diri. Kendati

demikian, beberapa peserta menganggap bahwa program ini tidak perlu karena merasa ilmu

yang diperoleh selama pendidikan sudah memadai.

Data pengeluaran peserta internsip diperoleh dengan mengadopsi instrumen

konsumsi rumah tangga Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).Instrumen pengeluaran

terdiri dari dua pengelompokan pengeluaran konsumsi rumah tangga, yaitu pengelompokan

konsumsi makanan dan non makanan. Dari hasil kajian ini, proporsi rata-rata estimasi

kebutuhan minimal peserta internsip dalam satu bulan adalah sebesar Rp 4.684.318,00

OPSI KEBIJAKAN

Berdasarkan hasil ketiga evaluasi tersebut, maka terdapat beberapa opsi kebijakan untuk

Program Internsip Dokter Indonesia, yakni :

Menghentikan Program Internsip Dokter Indonesia dan meningkatkan kualitas output

pendidikan kedokteran.

Melanjutkan Program Internsip Dokter Indonesia sebagaimana pengelolaan saat ini dengan

melakukan perbaikan manajemen secara menyeluruh, termasuk kesiapan wahana,

pendamping, peningkatan bantuan biaya hidup, dan perangkat pendukung program

internsip lainnya.

Melanjutkan Program Internsip Dokter Indonesia denganpendamping yang berasal dari

institusi pendidikan kedokteran.

Page 55: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxiv

Melanjutkan Program Internsip Dokter Indonesia dengan institusi pendidikan kedokteran

sebagai pengelola.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Menimbang dampak positif programinternsip dokter Indonesia dalampemahiran dokter

sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, maka opsi melanjutkan Program Internsip

Dokter Indonesiadengan institusi pendidikan sebagai pengelola menjadi pilihan utama

kebijakan.

Melanjutkan PIDI dengan melakukan perbaikan manajemen secara menyeluruh, tidak

menjadi pilihan utama dikarenakan setelah 5 tahun PIDI berjalan, relatif masih banyak

wahana yang tidak memenuhi persyaratan. Kondisi ini akan diperberat dengan

meningkatnya jumlah peserta internsip di masa yang akan datang.

Page 56: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxv

Policy Brief

Menimbang DAK Subbidang Pelayanan Kefarmasian di Era JKN : Masihkah

Diperlukan?

Latar Belakang

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan bagian dari dana perimbangan yang erat

kaitannya dengan strategi pembangunan nasional. DAK Bidang Kesehatan diarahkan

untuk kegiatan Subbidang Pelayanan Kesehatan Dasar, Pelayanan Kesehatan Rujukan

dan Pelayanan Kefarmasian. Tujuan pembangunan kesehatan di sektor kefarmasian

adalah menyediakan obat dalam jumlah dan jenis yang cukup, mutu yang terjamin,

terjangkau serta mudah diakses. Pengalokasian DAK ditentukan melalui kriteria umum,

kriteria khusus dan kriteria teknis. Mulai tahun 2016 DAK ditentukan oleh unit utama

melalui proses pengajuan proposal dari daerah (proposal based).

DAK subbid yanfar diberikan pada kabupaten/kota yang tertentu dan digunakan

terutama untuk pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, pembangunan atau

rehabilitasi instalasi farmasi di kabupaten / kota serta pengadaan sarana

pendukung instalasi farmasi. Sejak tahun anggaran 2014 DAK subbid yanfar ada yang

diberikan pada tingkat provinsi untuk pembangunan atau rehabilitasi instalasi farmasi

provinsi dan pengadaan sarana pendukungnya.

Urgensi Permasalahan

Permasalahan terkait DAK yaitu mengenai pengalokasian daerah yang masih

mengandalkan DAK dan hanya menyediakan dana pendamping 10%, rendahnya tingkat

pelaporan dan kurangnya pemahaman tentang implementasi peraturan pelaksanaan

DAK. Dalam pelaksanaan pelaporan penggunaan DAK yang diterima oleh Dirjen Binfar

Alkes terlihat bahwa respon rate pelaporan sangat rendah. Pada tingkat provinsi hanya

ada 5 provinsi yang mengirimkan laporan >95% yaitu provinsi Nangroe Aceh

Ringkasan Eksekutif

DAK subbid yanfar dialokasikan untuk pengadaan obat dan perbekalan kesehatan serta

pembangunan dan rehabilitasi instalasi farmasi. Pelaporan DAK subbid yanfar yang

diterima oleh ditjen Binfar alkes secara umum masih rendah. DAK subbid yanfar masih

merupakan sumber dana utama pengadaan obat meskipun setelah JKN ada dana kapitasi

yang bisa dialokasikan untuk pengadaan obat. Sebagian daerah masih belum

menggunakan dana kapitasi karena berbagai kendala khususnya masalah kebijakan

teknis, sehingga cenderung menggunakan DAK yang secara teknis lebih mudah.

Peningkatan pelaporan DAK perlu diupayakan melalui pengembangan regulasi dan

melanjutkan pelaporan dengan google drive. Dana kapitasi untuk pengadaan obat perlu

dipertimbangkan dalam perhitungan alokasi DAK subbid yanfar sehingga dapat

meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kapitasi maupun DAK.

Page 57: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxvi

Darussalam, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua. Data dari Biro

Perencanaan menunjukkan pelaporan pada tingkat provinsi mencapai 100% sedangkan

realisasinya lebih kecil. Provinsi Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat memiliki tingkat

pelaporan dan realisasi yang paling tinggi yaitu 100% pelaporan dan 99% realisasi

keuangan. Pada tingkat kabupaten/kota terlihat bahwa kabupaten/kota yang berada di

provinsi DIY memberikan pelaporan 100% dengan tingkat realisasi keuangan paling

tinggi yaitu 95%, disusul oleh kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan, Kalimantan

Barat dan Jawa Timur dengan tingkat pelaporan 100% dan realisasi 93%. Secara nasional

pelaporan tingkat provinsi hanya 57% sementara realisasi mencapai 84% sedangkan di

kabupaten/kota pelaporan mencapai 60% sedangkan realisasi mencapai 87%.

Rasio efektifitas penggunaan tertinggi adalah pengadaan sarana pendukung instalasi

farmasi baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi sementara untuk penyediaan

obat dan perbekalan kesehatan rasio efektifitasnya hanya 54,58%. Indikator yang belum

terealisasi adalah pengadaan sarana instalasi pengolahan limbah padat obat di IF

kabupaten/kota dan IF provinsi.

DAK subbid yanfar masih menjadi sumber dana utama untuk pengadaan obat di

kabupaten/kota yang mendapatkan dana DAK. Dengan adanya dana kapitasi,

pengalokasian DAK mengalami pengurangan tetapi banyak daerah belum siap dengan

pengurangan DAK subbid yanfar tersebut karena memang kapitasi belum digunakan.

Dana kapitasi masih belum banyak dimanfaatkan di berbagai daerah karena kendala

aturan pemanfaatan yang belum jelas, pengaruh kendala e-catalogue, serta kurangnya

SDM yang memenuhi syarat untuk melakukan pengadaan di puskesmas. Di kota Serang

pada tahun 2015 pun DAK masih menjadi sumber dana utama untuk pengadaan obat. Hal

berbeda pada tahun 2015 di Kota Bekasi dan Kab. Pandeglang yang menunjukkan dana

kapitasi menjadi sumber terbesar untuk pengadaan obat. Secara umum terlihat trend

peningkatan penggunaan dana kapitasi pada tahun 2014 ke tahun 2015.

Page 58: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxvii

Rekomendasi

1. Rekomendasi terkait pelaporan DAK

Perlu dibuat regulasi agar daerah dapat mengerjakan laporan tepat waktu, jika DAK

tidak sesuai realisasi, maka DAU yang akan dipotong. Pelaporan menggunakan google

drive perlu dilanjutkan dan dibuatkan payung hukumnya.

2. Rekomendasi terkait efektivitas dan efisiensi

DAK masih menempati porsi terbesar pendanaan obat di kabupaten/kota, di beberapa

daerah mencapai 90% sehingga APBD hanya untuk dana pendamping 10%. Dalam

meningkatkan efektivitas dan efisiensi DAK subbid yanfar perlu melakukan evaluasi

hubungan antara realisasi DAK dan ketersediaan obat di setiap kabupaten/kota hingga

ke tingkat puskesmas. Dengan adanya perubahan kebijakan perencanaan dan

pengalokasian DAK tahun 2016 maka perlu pertimbangan dalam penentuan alokasi DAK.

Perlu dikaji lebih lanjut mengenai hal-hal apa saja yang diperhitungkan dalam

pembagian alokasi ke provinsi dan kabupaten/kota.

3. Rekomendasi terkait kapitasi

Kapitasi perlu diperhitungkan dalam penganggaran DAK, tetapi tidak serta merta DAK

dihentikan atau diturunkan dengan adanya kapitasi. Perlu sosialisasi dan penyesuaian

yang memastikan bahwa daerah sudah dapat menggunakan kapitasi untuk pengadaan

obat, sehingga ketersediaan obat dan vaksin tetap terjamin. Perlu ada evaluasi terkait

kesiapan daerah untuk menjamin ketersediaan obat tanpa dana DAK, dilihat dari data

ketersediaan obat dan pembiayaannya. Meskipun daerah tersebut mengajukan DAK

lagi, maka data tahun-tahun sebelumnya dapat digunakan untuk memantau apakah

daerah tersebut mampu memenuhi kebutuhan obatnya dengan sistem pendanaan yang

telah berjalan. Daerah harus didorong untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk

Page 59: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxviii

pengadaan obat sendiri. Dalam hal daerah sudah sanggup mengadakan obat dengan

dana APBD dan kapitasi JKN, maka dapat dilakukan pergeseran menu dari pengadaan

obat bisa menjadi penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi.

Referensi

1. Noviyanti W. Analisis Proses Penetapan Alokasi Anggaran Kesehatan pada Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor tahun 2012. Depok: Universitas

Indonesia; 2012.

2. Marliana. Gambaran Proses Perencanaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun

2011 di Kementerian Kesehatan. Depok: universitas Indonesia; 2011.

3. Ermawan. Analisis Proses Perencanaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan di Biro

Perencanaan dan Anggaran Depok: Universitas Indonesia; 2005.

Page 60: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxix

PERBAIKAN TATA KELOLA DISTRIBUSI TENAGA

KESEHATAN BERBASIS TIM MENUJU NUSANTARA YANG LEBIH SEHAT Oleh : Tinexcelly Simamora, Harimat Hendarwan, Rosita, Mukhlisul

Faatih

Rangkuman Eksekutif

Penugasan khusus berbasis tim untuk mendukung Program Nusantara Sehat telah

dilakukan oleh Pemerintah sejak tahun 2015 dan sampai dengan akhir tahun 2016

telah ditempatkan tim di 251 puskesmas dalam 5 gelombang (5 batch). Telah

dilakukan kegiatan monitoring terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut

terhadap peserta penugasan khusus yang sudah menjalankan sedikitnya 1 tahun

masa penugasan (batch 1 dan 2). Secara umum Tim telah bekerja dengan baik

dan memberikan hasil positif. Kendati demikian masih dijumpai adanya berbagai

permasalahan, baik dalam hal administrasi maupun pelaksanaan di lapangan.

Direkomendasikan untuk dilakukan beberapa perbaikan dalam tata kelola

penugasan khusus berbasis tim, antara lainperlu dibuat sekretariat bersama yang

mengurus mengenai Penugasan Khusus Tim Nusantara Sehat dengan pembagian

tugas yang jelas di antara Unit Utama, Perlu disusun Kurikulum Modul Pelatihan

(Kurmod) Pembekalan NS secara “Terpadu”, sehingga Penempatan NS adalah

dalam rangka Memperkuat Tim Puskesmas yang sudah ada (Integrasi ke dalam

Sistem), Perlu Pembekalan Ka Puskesmas terkait Pengintegrasian POA Tim NS ke

dalam POA Puskesmas beserta pengerahan sumber daya (Anggaran dan

sarpras), Perlu disusun Buku Pedoman (Juknis) terkait Peran Pusat, Peran

Provinsi, dan Peran Kab/Kota dalam Pendampingan dan Supervisi NS, Perlu Buku

Pedoman (Juknis) Pendayagunaan Tenaga NS dalam Peningkatan Kinerja

Puskesmas untuk Manajemen Puskesmas (Ka Puskesmas dan Staf), Puskesmas

yang sudah selesai penugasan Tim NS, perlu dipikirkan keberlanjutan program

peningkatan kinerja Puskesmas (Penempatan TIM NS kembali, Penempatan NS

Individual, dll), Tim NS yang sudah selesai penugasan, perlu dipikirkan jenjang

karirnya (PNS Pusat/ Daerah, tenaga kontrak), Agar Tim NS dapat berkiprah

secara optimal maka, pertimbangan tingkat keterpencilan (ke-DTPK-an) dan

komitmen Dinkes/ Puskesmas Setempat harus menjadi pertimbangan.

1. Pendahuluan

Sejak Pemerintah menjalankan distribusi tenaga kesehatan melalui penugasan

khusus berbasis timuntuk mendukung Program Nusantara Sehat yang dikenal

dengan Tim Nusantara Sehat pada tahun 2015, telah ditempatkan tim Nusantara

Sehat di 251 puskesmas. Penempatan ini dibagi dalam 5 gelombang (batch), pada

tahun 2015 ditempatkan tim di 120 puskesmas (batch 1 dan 2) dan pada tahun 2016

telah ditempatkan tim pada 131 puskesmas di seluruh Indonesia (batch 3,4, dan

5).Penugasan khusus tenaga kesehatan berbasis tim (team based) dalam

mendukung Program Nusantara Sehat merupakan pendayagunaan secara khusus

tenaga kesehatan berbasis tim dalam kurun waktu tertentu dengan jumlah dan

jenis tertentu guna menigkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada

fasilitas daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan dan daerah bermasalah

Page 61: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxx

kesehatan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 tahun

2015)

Kebijakan ini ditetapkan dengan mempertimbangkan amanat Amandemen

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H

menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta

berhak memperoleh pelayanan kesehatan, serta terkait dengan upaya

penyediaan sumber daya di fasilitas pelayanan kesehatan yang merupakan

tanggung jawab Pemerintah (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, pasal 16). Selanjutnya, Pasal 26 ayat (1) UU 36 tahun 2009 juga

menyebutkan bahwa Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk

pemerataan pelayanan kesehatan. Hal ini dilakukan agar setiap orang dapat

memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau (pasal 5 UU 36 tahun

2009). Tidak terkecuali pemenuhan amanat pada masyarakat yang bertempat

tinggal di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) dan Daerah

Bermasalah Kesehatan (DBK) yang secara alami sangat berbeda dengan daerah

lainnya.

Selama ini, Pemerintah Pusat telah melakukan berbagai program dalam

rangka pemenuhan akses dan mutu pelayanan kesehatan terutama untuk DTPK

dan DBK melalui penempatan dokter, dokter gigi dan bidan pegawai tidak tetap

(PTT) serta penugasan khusus untuk tenaga kesehatan lulusan D3 lainnya. Masih

diperlukan suatu program penempatan tenaga kesehatan yang komprehensif

melalui pendekatan promotif, preventif dan kuratif, dan rehabilitatif. Terkait

dengan hal tersebut, makaPemerintah membuat suatu program baru yaitu

Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan Berbasis Tim (Team Based) Dalam

Mendukung Program Nusantara Sehat yang diharapkan mampu melaksanakan

program secara terintegrasi dan memberikan pelayanan kesehatan secara

optimal di tingkat pelayanan dasar khususnya di DTPK dan DBK.

Penugasan khusus tenaga kesehatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan

amanat Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah menetapkan untuk

menempatkan tim pada puskesmas-puskesmas yang memenuhi kriteria tertentu,

dimana setiap tim akan bertugas selama 2 tahun. Dalam rencana, penempatan tim

ini akan dilakukan setidaknya sampai dengan tahun 2019.

Monitoring dan evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

siklus implementasi suatu program, agar dapat memantau dan melakukan

langkah koreksi apabila ditemukan adanya kemungkinan distorsi antara tujuan

dan realita yang terjadi. Setelah lebih dari 1 tahun kebijakan penugasan khusus

berbasis tim ini dijalankan, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi

terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut, khususnya terhadap 120 tim yang

ditempatkan pada tahun 2015 (batch 1 dan 2) yang telah melewati 1 tahun

penugasan.

Page 62: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxxi

2. Permasalahan dalam implementasi kebijakan

Kegiatan monitoring dilakukan melalui pendekatan kuantitatif. Data

kualitatif dikumpulkan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut atas beberapa

temuan kuantitatif. Dilakukan penilaian terhadap beberapa parameter yang

mencerminkan peran Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan), pemerintah

kabupaten/kota, dan puskesmas. Subyek monitoring meliputi peserta dan Tim

Nusantara Sehat, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan kepala puskesmas

lokasi penempatan tim Nusantara Sehat.

2.1. Peran Kementerian Kesehatan

Peran Kementerian Kesehatan dinilai berdasarkan tahapan yang dilakukan

oleh Kemenkes mulai dari rekrutmen, pembekalan, penempatan, pasca

penempatan, pendampingan dan supervisi serta pengelolaan secara umum.

Secara umum proses rekrutmen dinilai sudah cukup baik dalam hal

keterbukaan, informasi mudah didapat, tahapan yang sesuai, netral, adil, sesuai

kompetensi, transparan, tidak bertele-tele dan tidak memungkinkan peluang

KKN. Keluhan umum yang disampaikan yaitu terkait proses pengumuman dan

registrasi online menggunakan internet cukup menyulitkan bagi calon peserta

yang berada di desa atau di pedalaman yang sulit mendapat akses internet,

selain itu kadang-kadang juga sulit log in. Ketidakjelasan wajib atau tidaknya STR

dan NPWP, lokasi tes yang sulit dijangkau dari tempat tinggal peserta menjadi

permasalahan tersendiri.

Pembekalan masih dianggap kurang memuaskan terutama dalam hal porsi

materi dengan praktek dengan harapan porsi praktek bisa ditambah dan

disesuaikan dengan profesi masing-masing, tidak dicampurkan semua peserta

mendapat semua materi karena ada materi yang spesifik seperti dokter keluarga

seharusnya cukup untuk anggota tim berlatar belakang dokter. Selama

pembekalan, materi praktek masih kurang terutama untuk yang berlatar

belakang non medis. Keluhan lainnya terkait dengan padatnya jadwal materi

sehingga peserta kurang bisa konsentrasi akibat kelelahan disertai dengan

banyaknya tugas, kegiatan terus menerus dengan waktu ibadah dan waktu

istirahat yang kurang sehingga banyak peserta yang sakit. Kelas dirasakan

terlalu besar sehingga tidak kondusif untuk pembelajaran.

Kegiatan bela negara disebutkan sebagai salah satu penyebab kelelahan

sehingga disarankan agar waktu bela negara dikhususkan misalnya dalam satu

minggu berbeda. Pelatihan bela negara, kepemimpinan, tanggung jawab,

survival, team work dan problem solving perlu dipertahankan. Permasalahan

lain terkait higienitas makanan, ruang yang panas dan penyampaian materi yang

cenderung satu arah membuat peserta mengantuk. Pembelajaran yang perlu

ditambahkan antara lain teknologi tepat guna khususnya untuk kesehatan

lingkungan seperti cara pengolahan air, sampah dan pembuatan arang briket.

Untuk peserta yang berlatarbelakang pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat

(SKM) perlu pembekalan mengenai manajemen puskesmas, BOK, akreditasi,

promkes dan pelaporan di puskesmas termasuk pelaporan NS dan alur kerjanya.

Pembekalan teknis lain yaitu sosial budaya setempat seperti potensi makanan

lokal untuk gizi, penjaringan keswa dan praktek ATLM disertai dengan strategi

mengatasi keterbatasan alat di lapangan. Advokasi dianggap merupakan hal

Page 63: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxxii

yang penting untuk tim NS tapi masih kurang diberikan. Hal lainnya yaitu

kebutuhan untuk diberikan data puskesmas penempatan, pemberian sertifikat

pelatihan dan harapan agar ada pendamping Kemenkes selama 24 jam.

Permasalahan utama dalam hal penempatan adalah perlunya penyesuaian antara

jenis tenaga yang dikirimkan dengan kebutuhan puskesmas baik dalam hal jenis

tenaga, jumlah dan sarana prasarananya serta penempatan dokter sesuai

prioritas daerah. Masih ada tim NS yang ditempatkan di puskesmas yang sudah

banyak SDM atau penempatan di puskesmas kota bukan DTPK sehingga terkesan

tidak adil, ada yang ditempatkan di daerah sendiri, bahkan ada yang minta

ditukar penempatan tanpa alasan yang jelas. Penempatan tim NS perlu diawali

dengan survei lokasi dan kesepahaman/koordinasi antara Kementerian

Kesehatan dengan Pemerintah Daerah dan puskesmas sehingga tidak terjadi

penolakan yang mengakibatkan tim NS merasa kurang diterima dan dipersulit

oleh pihak puskesmas. Hal lain yaitu adanya usulan agar penempatan dilakukan

sejak awal pembekalan, perlunya pembimbing di provinsi, memperhatikan porsi

laki-laki dan perempuan sesuai kondisi daerah.

Hal yang banyak dikhawatirkan tim NS pasca penugasan adalah peluang kerja

pasca NS atau pemberian beasiswa untuk alumni NS. Sebagian tim NS merasa

dilepas begitu saja,tidak ada yang melakukan supervisi, semua laporan tidak ada

feedback, dan kurangnya komunikasi dengan pendamping.

Pendamping diharapkan menjadi jembatan antara tim NS dengan Kementerian

Kesehatan dan dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota. Pada kenyataannya ada

pendamping yang aktif, selalu berkomunikasi bahkan mendampingi sampai

survey awal dan pertemuan lintas sektor. Di sisi lain ada pendamping yang

dianggap baik tapi akses komunikasinya terbatas, ada juga pendamping yang

sibuk dan sulit dihubungi. Ada pendamping yang terkesan tidak tahu apa-apa

tentang NS.

Sebagian tim mengeluhkan masalah administrasi yang tidak tertangani seperti

pengurusan STR, kartu BPJS dan NPWP. Diusulkan ada unit khusus yang

menangani NS di Kementerian Kesehatan untuk menerima keluhan atau laporan

dari Tim NS.

Tabel 1

Persepsi responden tentang beberapa peran Kementerian Kesehatan

Aspek N Ya

n %

Lokasi tes mudah dijangkau 119 77 64,7

Porsi materi antara pengetahuan dan

praktek sudah sesuai 119 49 40,8

Lokasi penempatan sesuai dengan yang

dibayangkan

120 33 27,5

Kementerian Kesehatan telah menjalankan

pengelolaan program NS dengan baik 120

92 76,7

Page 64: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxxiii

2.2. Peran Dinas Kesehatan

Persepsi tim Nusantara Sehat (NS) terhadap dinas kesehatan digali berdasarkan

upaya yang dilakukan oleh dinas kesehatan dalam penerimaan Tim Nusantara

Sehat mulai dari penyediaan sarana dan prasarana seperti tempat tinggal, alat

transportasi, tunjangan daerah dan lain-lain, upaya peningkatan kapasitas SDM

Nusantara Sehat, supervisi terhadap Tim Nusantara Sehat dan peran dinas

kesehatan dalam upaya implementasi Rencana Kerja/POA Tim NS.

Sebagian besar informan menyatakan mendapat sarana rumah untuk tempat

tinggal dari dinaskesehatankabupaten/kota, dengan kondisi yang berbeda-beda

mulai dari tempat tinggal yang nyaman dilengkapi dengan fasilitas sampai

dengan tempat tinggal yang belum layak huni karena merupakan bagian dari

ruangan Puskesmas. Selain rumah tinggal, sebagian Tim Nusantara Sehat juga

mendapatkan alat transportasi berupa kendaraan roda dua yang digunakan untuk

operasional sehari-hari.

Meskipun secara umum dinas kesehatan kabupaten sudah menyediakan sarana

dan prasarana, tetapi masih ada dinas kesehatan yang hanya membantu dalam

koordinasi dengan kepala puskesmas untuk menyediakan sarana dan prasarana,

tidak menyediakan alat transportasi sehingga Tim NS mengandalkan ojek atau

sewa sepeda motor atau berjalan kaki, tidak menyediakan tunjangan daerah

maupun dijanjikan untuk menjadi tenaga PNS maupun tenaga PNS daerah.

Sebagian besar tim Nusantara Sehat belum pernah dilibatkan untuk mengikuti

pelatihan. Umumnya pelatihan diperuntukkan bagi PNS puskesmas, kalaupun ada

tim Nusantara Sehat yang mengikuti pelatihan lebih dikarenakan tim NS tersebut

ditugasi untuk memegang program di puskesmas. Pelatihan diutamakan untuk

pegawai yang sudah berstatus PNS, terutama untuk pelatihan-pelatihan yang

bersertifikat, karena apabila diikuti oleh pegawai yang non PNS dikhawatirkan

akan pindah lokasi kerja sehingga dinas kesehatan harus mencari SDM lainnya

untuk dilatih kembali.

Sedikit tim NS yang dilibatkan yang dilibatkan dalam pertemuan dinas

kesehatan. Hal ini disebabkan berbagai faktor, seperti sulitnya akses yang

ditempuh dari puskesmas menuju ibukota kabupaten, atau jadual pertemuan

tidak sesuai dengan jadual pesawat atau kapal laut.

Tabel 2.

Persepsi tentang peran dinas kesehatan kabupaten/kota

Aspek

N

Ya

n %

Penyediaan tunjangan daerah 120 20 18,3

Mengusulkan menjadi PNS 119 9 7,6

Penyediaan peralatan/sarana puskesmas 120 61 50,8

Dinkes mengikutsertakan dalam

pertemuan rutin 120 24 20,0

Dinkes mengikutsertakan tim NS dalam

pelatihan 120 44 36,7

Dinkes pernah melakukan supervisi

khusus NS ke puskesmas 119 27 22,7

Page 65: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

34

2.3. Puskesmas

Umumnya pemangku kepentingan (stakeholder) menerima keberadaan

tim Nusantara Sehat, kendati demikian tim Nusantara Sehat merasa bahwa

kelompok staf puskesmas merupakan kelompok yang terbanyak yang tidak

menerima kedatangan tim dengan baik.

Hampir seluruh tim Nusantara Sehat telah menempati rumah tinggal,

walaupun sebagian di antaranya (35%) membayar dari uang pribadi (kolektif

tim). Lebih dari setengah puskesmas menyediakan sarana transportasi yang

dapat digunakan oleh tim Nusantara Sehat untuk mendukung pelaksanaan tugas

operasionalnya. Sebagian besar tim NS di puskesmas mendapatkan dana

kapitasi. Terdapat puskesmas yang tidak memberikan dana kapitasi kepada tim

NS karena sudah mendapatkan tunjangan daerah dari Pemda dan dana terpencil

(Dacil), atau tunjangan dari Dinas Kesehatan.

Sebagian tim NS menilai ruangan puskesmas kurang tertata, tidak

memadai, keamanan lokasi kurang, dan tidak ada sarana transportasi untuk

merujuk (ambulan). Dari segi akses dan geografis ada puskesmas yang wilayah

kerjanya terlalu luas, tidak ada angkutan umum, jalan rusak atau tidak ada akses

jalan darat, biaya transportasi tinggi. Kendala lain yang disampaikan oleh tim

adalah sulitnya transportasi pada waktu-waktu tertentu, misalnya ketika cuaca

buruk.

Sebagian besar tim (83,3%) menyatakan bahwa Rencana Usulan Kegiatan

(RUK) yang disusun oleh Tim NS telah diintegrasikan dengan PoA Puskesmas.

Disayangkan masih terdapat sekitar 22,5% kepala puskesmas yang dirasakan

belum memberikan bimbingan dan arahan kepada tim NS dalam menjalankan

tugas sehari-hari.

Tabel .

Persepsi tentang Puskesmas

2.4. Sarana pendukung penugasan

Sebagian tim menyampaikan terdapatnya keterbatasan sarana komunikasi,

seperti tidak adanya sinyal telepon dan internet, kurang dan sulitnya

mendapatkan air bersih, ketiadaan listrik dan genset yang kadang mati

kehabisan bahan bakar. Selain itu, banyak pula tim yang mengeluhkan

kurangnya sarana pendukung penugasan di puskesmas, seperti peralatan

laboratorium dan alat-alat medis.

Aspek

N

Ya

n %

Tim NS telah menempati rumah tinggal 120 115 95,8

Sumber biaya rumah tinggal dari pribadi/kolektif tim 111 35 31,5

Puskesmas menyediakan alat transportasi 116 70 60,3

Mendapatkan tunjangan khusus atau dana kapitasi 120 93 77,5

RUK yang disusun Tim NS telah diintegrasikan dengan

PoA Puskesmas 120 100 83,3

Kepala puskesmas memberikan bimbingan dan arahan

terhadap Tim NS dalam menjalankan tugas sehari-hari 120 93 77,5

Page 66: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

35

Tabel 4.

Keberadaan prasarana penunjang penugasan Tim Nusantara Sehat di puskesmas

Aspek

N

Ya

n %

Di kawasan wilayah kerja sekitar puskesmas

terdapat sumber air bersih 120 103 95,8

Tersedia listrik di puskesmas 120 114 95

Di kawasan sekitar puskesmas terdapat sinyal

internet 120 76 63,3

2.5. Penilaian Stakeholder atas keberadaan Tim Nusantara Sehat.

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh dinas kesehatan dan kepala

puskesmas, kehadiran tim NS memberikan dampak positif terhadap kinerja

puskesmas secara keseluruhan,mulai dari manajerial, pelaporan hingga memicu

tenaga kesehatan yang lain di puskesmas bekerja lebih maksimal. Keberadaan

Tim Nusantara Sehat di puskesmas dapat meningkatkan cakupan program,

meningkatkan jumlah kunjungan ke puskesmas, mengaktifkan kembali beberapa

programseperti prolanis dan STBM, meningkatkanrespon time pelayanan

puskesmas, administrasi menjadi lebih rapi,pelayanan laboratorium aktif

kembali, sertapeningkatan jumlah Posyandu yang menggunakan 5 meja.

Secara umum penilaian kepala puskesmas tentang kinerja tim NS, termasuk

di dalamnya sikap, perilaku, pengetahuan, dan pelaksanaan tugas adalah sangat

baik. Hanya saja untuk ketrampilan memang harus lebih ditingkatkan dengan

lebih banyak praktek terutama pada pelayanan. Ada kepala puskesmas yang

menyatakan agar kinerja tim NS dapat menjadi contoh untuk staf puskesmas

lainnya. Sebagian besar Tim NS juga dinilai dapat bekerjasama dengan baik

dengan kepala puskesmas dan staf. Kerjasama yang baik juga ditunjukkan oleh

sebagian besar tim NS kepada lintas sektor untuk menjalankan program dari

puskesmas.

3. Rekomendasi Kebijakan

Mengingat secara umum keberadaan tim Nusantara Sehat di puskesmas

memberikan hasil positif, maka direkomendasikan untuk melanjutkan kebijakan

penempatan tenaga kesehatan berbasis tim, dengan beberapa perbaikan

sebagai berikut :

Di tingkat Kementerian, perlu dibuat sekretariat bersama yang mengurus

mengenai Penugasan Khusus Tim Nusantara Sehat dengan pembagian tugas

yang jelas di antara Unit Utama.

Perlu disusun Kurikulum Modul Pelatihan (Kurmod) Pembekalan NS secara

“Terpadu”, sehingga Penempatan NS adalah dalam rangka Memperkuat Tim

Puskesmas yang sudah ada (Integrasi ke dalam Sistem)

Page 67: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

36

Perlu Pembekalan Ka Puskesmas terkait Pengintegrasian POA Tim NS ke

dalam POA Puskesmas beserta pengerahan sumber daya (Anggaran dan

sarpras)

Perlu disusun Buku Pedoman (Juknis) terkait Peran Pusat, Peran Provinsi, dan

Peran Kab/Kota dalam Pendampingan dan Supervisi NS

Perlu Buku Pedoman (Juknis) Pendayagunaan Tenaga NS dalam Peningkatan

Kinerja Puskesmas untuk Manajemen Puskesmas (Ka Puskesmas dan Staf)

• Puskesmas yang sudah selesai penugasan Tim NS, perlu dipikirkan

keberlanjutan program peningkatan kinerja Puskesmas (Penempatan TIM NS

kembali, Penempatan NS Individual, dll)

• Tim NS yang sudah selesai penugasan, perlu dipikirkan jenjang karirnya (PNS

Pusat/ Daerah, tenaga kontrak)

• Agar Tim NS dapat berkiprah secara optimal maka, pertimbangan tingkat

keterpencilan (ke-DTPK-an) dan komitmen Dinkes/ Puskesmas Setempat

harus menjadi pertimbangan.

Page 68: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxxvii

Page 69: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxxviii

POLICY BRIEF

Penurunan Karies Gigi Pada Anak Balita

Latar Belakang

Penyakit gigi dan mulut yang paling sering ditemui di masyarakat adalah karies gigi.

Karies gigi biasa menyerang pada orang dewasa dan anak-anak. Riskesdas 2013

diperoleh indeks status kesehatan gigi pada dewasa adalah 4,6 dan prevalensi aktif

53,2. Prevalensi karies gigi anak balita cukup tinggi yaitu 50% dan cenderung

meningkat di beberapa negara.

Karies gigi dapat dihindari dengan melakukan perawatan sejak dini. Perawatan gigi

anak membutuhkan peran aktif orang tua untuk menghindari kelainan atau

gangguan gigi agar gigi tetap sehat, teratur, rapi, dan indah. Memperhatikan

kesehatan gigi anak atau gigi susu sangat berpengaruh pada pertumbuhan gigi

tetap.

Ringkasan

Karies gigi masih menjadi masalah utama dan mengenai 60-90% murid sekolah. Tingkat karies gigi pada kelompok usia ini lebih cepat berubah daripada gigi permanen dan usia 5 tahun merupakan usia anak mulai sekolah. Kebiasaan anak makan makanan manis dan lengket serta tidak benarnya waktu dan frekuensi menyikat gigi merupakan faktor penyebab karies gigi. Policy brief ini disusun untuk meningkatkan perawatan kesehatan gigi dan mulut anak usia taman kanak-kanak. Hasil penelitian menunjukkan perilaku menyikat gigi yang benar berhubungan dengan kejadian karies gigi. Demikian juga kebiasaan konsumsi makanan kariogenik berhubungan dengan kejadian karies gigi.

Promosi menyikat gigi yang benar perlu dilakukan lebih intensif melalui media cetak dan elektronik. Pengurangan konsumsi makanan kariogenik perlu diterapkan untuk mencegah terjadinya karies gigi.

Page 70: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xxxix

Hal ini dikarenakan gigi susu merupakan gigi pertama tumbuh saat usia bayi sekitar

6–8 bulan yang mengalami pertumbuhan secara lengkap mencapai 20 buah dan

berhenti saat bayi berusia tiga tahun. Memasuki usia 6 tahun gigi secara perlahan

akan tanggal dan digantikan dengan gigi tetap sebanyak 32 buah.

Kenyataan yang ada, tidak semua orang tua memperhatikan kesehatan gigi anak

terutama gigi susu. Hal tersebut disebabkan masih adanya paradigma dari orang tua

yang mengatakan bahwa, “Nanti juga akan digantikan oleh gigi permanen”.

Masalah gigi dan mulut seperti karies gigi banyak dijumpai pada anak usia sekolah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jakarta menunjukkan 85% anak

prasekolah sudah mengalami karies gigi.

Upaya promotif dan preventif perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya karies

gigi melalui pengendalian faktor risiko. Pencegahan terhadap karies gigi sudah

menjadi perhatian dan telah dilaksanakan oleh pemerintah maupun organisasi

kesehatan regional dan dunia. Perilaku konsumsi makanan kariogenik belum

mendapat perhatian yang berarti.

Suplemen Fluor

Penyediaan air minum mengandung fluor masih sulit terwujud. Saat ini kadar fluor

dalam air minum yang digunakan oleh masyarakat Indonesia berasal dari air tanah,

air PDAM dan air kemasan di bawah 0,3 ppm. Padahal, kadar fluor dalam air minum

yang dapat mengurangi terjadinya karies gigi adalah 1 ppm. Untuk itu perlu

melakukan tindakan pencegahan primer yaitu pemberian suplemen fluor.

Fluor bisa diberikan dalam bentuk air minum, cairan tetes, tablet, obat kumur, dan

pasta gigi. Bisa juga diberikan topical fluoridasi yang diaplikasikan pada gigi.

Suplemen fluor berupa tablet yang diminum berguna untuk benih-benih gigi yang

akan tumbuh nanti. Tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga

anak 16 tahun. Umur 2 minggu-2 tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg, 2-3 tahun

diberikan 0,5 mg, dan 3-16 tahun sebanyak 1 mg.

Hubungan konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi

Makanan sangat berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut. Makanan

kariogenik adalah makanan yang dapat memicu timbulnya kerusakan gigi, seperti

Page 71: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xl

makanan yang manis dan lengket. Kebiasaan anak mengkonsumsi makanan

kariogenik akan meningkatkan terjadinya karies gigi.

Beberapa penelitian baik di dalam maupun di luar negeri menunjukkan adanya

hubungan bermakna antara konsumsi makanan kariogenik dengan kasus karies gigi.

Penelitian oleh Badan Litbangkes tahun 2014 menunjukkan kebiasaan anak

mengkonsumsi makanan manis dan lengket setiap hari sebesar 35,3%.

Konsumsi makanan manis diantara waktu makan akan lebih berbahaya dari pada

saat waktu makan utama.

Penyuluhan Kesehatan Gigi

Masa lima tahun awal kehidupan dalam tahap perkembangan anak adalah masa

emas dalam tumbuh kembang anak atau golden age. Pada masa ini segala hal

yang tercurah dan terserap pada diri anak akan menjadi dasar dan memori yang

tajam. Terkait dengan kesehatan gigi, jika pada masa emas telah terbentuk memori,

perilaku, kebiasaan dan sikap yang benar tentang cara merawat gigi dan mulut,

maka akan terbawa hingga dewasa. Oleh karena itu pengetahuan tentang

pemeliharaan kesehatan gigi perlu ditanamkan pada masa kanak-kanak, selain

orang tua menjadi contoh yang baik bagi anak. Banyak orang tua beranggapan

bahwa gigi sulung hanya sementara karena akan digantikan oleh gigi tetap,

sehingga mereka tidak memperhatikan kebersihan gigi anak. Pada masa gigi sulung

justru harus mulai diajarkan cara untuk menjaga kebersihan gigi. Untuk menjaga

kesehatan gigi, orang tua juga perlu memeriksakan gigi anak-anak secara rutin

minimal 6 bulan sekali.

Pengetahuan tentang kesehatan gigi dapat dilakukan oleh guru Taman Kanak-kanak

(TK) dan kegiatan menyikat gigi bersama dilakukan setiap hari setelah makan

bersama.

Rekomendasi Kebijakan

Beberapa alternatif kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemegang kebijakan di

Kementerian Kesehatan bersama dengan PDGI dan instansi-instansi terkait yaitu:

1. Mengurangi konsumsi makanan kariogenik, meningkatkan konsumsi makanan

karioprotektif seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.

2. Memperluas promosi cara menyikat gigi yang benar melalui media elektronik.

Page 72: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xli

3. Meningkatkan pemakaian pasta gigi mengandung floride.

4. Menyikat gigi dua kali setiap hari pada pagi hari setelah sarapan dan sesaat

sebelum tidur malam.

5. Memasukkan materi kesehatan gigi dalam kurikulum pendidikan Taman Kanak-

kanak.

Kebijakan di atas diharapkan akan berimplikasi pada penurunan jumlah karies pada

anak balita.

Daftar rujukan

1. Kementerian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. 2013.

2. Raharja S. 2005. Hubungan Pola Makan Makanan Karies Gigi Anak Prasekolah

(Study Kasus di TK Aba Bodeh. Gamping Sleman;

3. Setiawati F. 2012. Peran Pola Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dalam Pencegahan

Early Chilhood Carries (ECC) di DKI Jakarta. Disertasi

4. Seow WK. Clifford H. Battistuta D. Moranoska A. 2009. Case Control Study of

Early Childhood Carries in Australia. Carries Res. 43 (1): 25-35;

5. Vahirarojpisan T. Shinada K. Kawaguchi Y. et al.2004. Early Childhood Caries in

Children Aged 6-19 months. Community Dental Oral Epidemiology. 32 (2): 133-

42;

6. Schroth R. Dahl P. Haque M. et al. 2010. Early Childhood Caries among Hutterite

Preschool Children in Manitoba Canada. Rural Remote Health. 10 (4): 1535;

7. Iida H. Auinger P. Billings RJ. Et al. 2007. Association Between Infant

Breastfeeding and Early Childhood Carries in the United States Pediatrics. 120

(94):

8. Sroda, R. 2010. Nutrition for a healthy mouth. 2nd edition. Lippincot, Williams &

Wilkins. Philadelphia.

9. What is the Burden of Oral Disease? http:/www.who.int/oral health/disease

burden/global/en/index.html. Diunduh pada tanggal 13 Januari 2014

10. Adyatmaka I. 2008. Model Simulator Risiko Karies Gigi Pada Anak Prasekolah.

Disertasi. Universitas Indonesia.

11. Rosyana. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak

Usia Prasekolah Di Pos Paud Perlita Vinolia Kelurahan Mojolangu. Juli 2015.

Jurnal Keperawatan.

Page 73: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xlii

12. Margarit R, Andrei OC, Daguci C. Diet and Hygiene as Risk Factors in Dental

Caries Case Report. Romanian Journal on Oral Rehabilitation. Vol. 3, No. 1,

January 2011.

13. Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan

Mulut Ibu Hamil dan Anak Usia Balita Bagi Tenaga Kesehatan di Fasililitas

Pelayanan Kesehatan.

14. Nova. 2010. Rawat Gigi Sedini Mungkin.http://www.pdgi-online.com/v2/index.php

(diakses 2 Januari 2017)

Page 74: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

43

Page 75: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016

xliv

Page 76: LAPORAN TAHUNAN 2016 - pusat2.litbang.kemkes.go.id · Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Produk / Informasi/ Data di bidang sumber daya dan pelayanan kesehatan Tahun 2016