Laporan tetap KIMFIS 2

Embed Size (px)

Citation preview

ACARA I PENENTUAN TETAPAN KESETIMBANGAN ASAM ASETAT BERDASARKAN DATA DAYA HANTAR A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum : Menetapkan tetapan kesetimbangan asam lemah (asam asetat) berdasarkan nilai daya hantar ekivalen yang diukur dengan alat konduktometer. 2. 3. Hari, tanggal : Senin, 26 April 2011 Tempat praktikum Fakultas MIPA Universitas Mataram. A. LANDASAN TEORI Pengukuran daya hantar listrik mempunyai arti penting dalam proses-proses kimia. Daya hantar listrik adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat menghantarkan listrik. Daya hantar listrik disebut konduktivtas. Satuannya disingkat-1

: Laboratorium Kimia Dasar, Lantai III,

cm-1. Konduktivitas ini

digunakan untuk pengukuran larutan/cairan elektrolit. Konsentrasi elektrolit sangat menentukan besarnya konduktivitas. Pada dasarnya elektrolit adalah suatu senyawa yang bila dilarutkan dalam pelarut (misalnya air) akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Analisis kimia yang didasarkan pada daya hantar listrik berhubungan dengan pergerakan suatu ion didalam larutan ion yang mudah bergerak memiliki daya hantar listrik yang besr. Dalam hal ini, larutan elektrolit kuat adalah larutan yang memiliki daya hantar arus listrik karena zat terlatur yang berada didalam pelarut seluruhnya dapat berubah menjadi ion-ion dengan harga derajat ionisasi adalah satu (

=

1). Sedangkan larutan elektrolit lemah adalah larutan yang mampu menghantarkan arus listrik dengan daya yang lemah dengan harga derajat ionisasi lebih dari nol tetapi kurang dari satu (Hendrawan, 2005 : 137). Untuk larutan elektrolit, daya hantar ekivalen mempunyai arti yang lebih penting karena lebih banyak aplikasinya. Daya hantar ekivalen adalah daya hantar 1 gerak larutan elektrolit yang terdapat diantara dua buah elektroda yang berjarak 1 cm. Daya hantar 1

ekivalen ( ) mempunyai hubungan dengan daya hantar jenis yang dinyatakan oleh

ungkapan

=

ohm-1 cm2 grek-1

100 Ls C

Dengan C = konsentrasi elektrolit dalam grek/liter dan Ls = daya hantar listrik dalam satuan ohm-1 cm-1. Untuk larutan elektrolit kuat encer, Kohlrousch mendapatkan hubungan antara konsentradi dan daya hantar ekivalen dalam ungkapan. = C Dengan C = konsentrasi, b = tetapan, C = daya hantar pada pengenceran tak terhingga. Sedangkan untuk larutan elektrolit 0 lemah, rumus diatas tidak berlaku. Namun, pada pengenceran tak terhingga elektrolit lemah juga terion sempurna, dan masing-masing ion bergerak bebas tanpa dipengaruhi ion lawan. Dengan kata lain daya hantar ekivalen elektrolit pada pengenceran tak terhingga adalah jumlah daya hantar ekivalen ion-ionnya (Atkins, 1999 : 144). Larutan asam asetat (CH3COOH) merupakan larutan elektrolit lemah karena konduktivitas molarnya normal pada konsentrasi mendekati nol. Dya hantar pada asem asetat, berlaku : Hasetat 0 Hasetat 0 Sehingga diperoleh hubungan : Hasetat 0 = 0HCl + CH3COONa NaCl

-b 0 C

= daya hantar ekivalen pada konsentrasi C, dan

= H+ + CH3COO-

= ( H+ + Cl-) + ( Na+ + CH3COO- ) + ( Na+ + Cl)

0

0

Untuk elektrolit lemah pada setiap konsentrasi tertentu berlaku : 2

=C 0

dengan

= derajat ionisasi, C

= daya hantar ekivalen pada konsentrasi, dan C

= daya

hantar pada pengeceran tak hingga. Dalam larutan asetat terjadi keseimbangan : CH3COOH C( 1 ) H+ C + CH3COOC =C . C ( C (1 ) )

Maka tetapan keseimbangan ionisasi asam asetat (Kc) =

. Dengan

C

12

demikian besarnya

dan Kc asam asetat dapat diketahui dan hasil pengukuran C

dan

(SUkardjo, 1997 : 93). 0 Konduktimeter adalah alat yang dapat digunakan untuk analisis kimia berdasarkan daya hantar listrik suatu larutan. Prinsip kerja dari alat konduktimeter ini dikatkan dengan daya hantar listrik suatu larutan yang berhubungan dengan jenis dan konsentradi ion di dalam larutan. Bagian-bagian dari konduktimeter ini adalah sumber listrik yang didasarkan pada arus AC. Tahanan jenis yang digunakan untuk pengukuran daya hantar, berupa sel yang terdiri dari sepasang ekeltroda yang dilapisi logam, dimana gunanya untuk menambah efektivitas permukaan elektroda (Zemansky, 1962 : 157). B. Alat dan Bahan 1. Alat a. Alat conductivity meter b. Gelas kimia 100 mL c. Pipet tetes d. Gelas kimia 50 mL 1. Bahan a. Aquades 3

b. Larutan CH3COOH 0,1 M c. Larutan CH3COOH 0,01 M d. Larutan CH3COONa 0,1 M e. Larutan CH3COONa 0,01 M f. Larutan CH3COONa 0,001 M g. Larutan NaCl, 0,1 M h. Larutan NaCl, 0,01 M i. Larutan NaCl, 0,001 M j. Larutan HCl 0,1 M k. Larutan HCl 0,01 M l. Larutan HCl 0,01 M m. Larutan KCl

A. SKEMA KERJA

Conductivity meter Elektroda Dimasukkan Dipersiapkan Dirangkai Dikalibrasi

CH3COOH (0,1 M dan 0,01M) CH3COONa, HCl, NaCl (@ 0,1; 0,01 dan 0,001 M) Masing-masing dimasukkan dalam gelas kimia

Larutan dalam gelas kimia Diukur daya hantar ekivalennya dengan alat conductivity 4 meter yang sudah dikalibrasi

Hasil A. HASIL PENGAMATAN No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Konsentrasi zat CH3COOH 0,1 M CH3COOH 0,01 M CH3COONa 0,1 M CH3COONa 0,01 M CH3COONa 0,001 M NaCl 0,1 M NaCl 0,01 M NaCl 0,001 M HCl 0,1 M HCl 0,01 M HCl 0,001 M Daya Hantar Ekivalen 319 s/cm 2000 150 s/cm 2000 7,51 ms/cm 20 118 s/cm 2000 127 s/cm 2000 11,3 ms/cm 20 1,39 ms/cm 20 169 s/cm 2000 31,8 ms/cm 200 3,87 ms/cm 20 381 s/cm 2000

B. ANALISIS DATA 1. Penentuan Daya Hantar Molar a) CH3COOH (Asam Asetat) Asam asetat 0,1 M Diketahui : = 319 s/cm = 1000 . 319 s/cm 0,1M = 3190000 s cm-1M-1 = 3,19 s cm-1M-1 Asam Asetat 0,01 M Diketahui : = 150 s/cm = 1000 . C = 1000 . 150 s/cm 0,01 M = 15000000 s cm-1M-1 = 15 s cm-1M-1 m m = 1000 . C

5

a) CH3COONa (Na-asetat) CH3COONa 0,1 M Diketahui : = 7,51 ms/cm = 1000 . C = 1000 . 7,51 ms/cm 0,1 M = 75100 ms cm-1M-1 = 75,1 s cm-1M-1 CH3COONa 0,01 M Diketahui : = 118 s/cm = 1000 . C = 1000 . 118 s/cm 0,01 M = 11800000 s cm-1M-1 = 11,8 s cm-1M-1 CH3COONa 0,001 M Diketahui : = 127 s/cm = 1000 . C = 1000 . 127 s/cm 0,001 M = 127000000 s cm-1M-1 = 127 S cm-1M-1 a) NaCl (Natrium Klorida) NaCl 0,1 M Diketahui : = 11,3 ms/cm = 1000 . C = 1000 . 11,3 ms/cm 0,1 M = 113000 ms cm-1M-1 = 113 S cm-1M-1 NaCl 0,01 M Diketahui m : = 1,39 ms/cm = 1000 . C 6 m m m m

= 1000 . 1,39 ms/cm 0,01 M = 139000 ms cm-1M-1 = 139 s cm-1M-1 NaCl 0,001 M Diketahui : = 163 s/cm = 1000 . C = 1000 . 163 s/cm 0,001 M = 163000000 s cm-1M-1 = 163 s cm-1M-1 a) HCl HCl 0,1 M Diketahui m : = 31,8 ms/cm = 1000 . kC = 1000 . 31,8 ms/cm 0,1 M = 318000 ms cm-1M-1 = 318 s cm-1M-1 HCl 0,01 M Diketahui : = 3,87 ms/cm = 1000 . C = 1000 . 3,87 ms/cm 0,01 M = 387000 ms cm-1M-1 = 387 s cm-1M-1 HCl 0,001 M Diketahui : = 381 s/cm = 1000 . C = 1000 . 381 s/cm 0,001 M = 381000000 s cm-1M-1 = 381 s cm-1M-1 1. Membuat Grafik Hubungan Antara m dengan c 7 m m m

a) Untuk Larutan CH3COONa Tabel Analog C 0,1M 0,01M 0,001M c 0,32 0,10 0,03 7,51x 10-3 118 x 10-6 0,12 x 10-3 m 75,1 11,8 120

Grafik Hubungan m dengan c

Intersep Intersep = 0 = 125 s cm-1 M-1

a) Untuk Larutan NaCl Tabel Analog C 0,1M 0,01M 0,001M c 0,32 0,10 0,03 11,3 x 10-3 1,39 x 10 1,63 x 10-3 -3

m 113 139 163

Grafik Hubungan m dengan c

Intersep Intersep = 0 = 168 s cm-1 M-1

a) Untuk Larutan HCl Tabel Analog 8

C 0,1M 0,01M 0,001M

c 0,32 0,10 0,03

31,8 x 10-3 3,87 x 10 3,81 x 10-3 -3

m 318 387 381

Grafik Hubungan m dengan c Intersep = 0 = 388 s cm-1 M-1 Diketahui : 0 CH3COONa = 125 s 0 NaCl 168 s = = Sehingga : 0 CH3COOH = 0 CH3COONa + 0 NaCl + 0 HCl = 12 5 s + 168 s + 388 s = 681 s 4. Menghitung nilai CH3COOH a. Konsentrasi 0,1 M = m0 = 3,19681 = 4,68 x 10-3 b. Konsentrasi 0,001 M = m0 = 15681 = 0,022 3. Menentukan nilai K a. Untuk konsentrasi 0,1 M Kc = c 21- = 0,1-(4,68x10-3)21-4,68 x 10-3 = 2,2 x 10-6 90

Intersep

3. Menentukan daya hantar tak hingga CH3COOH

HCl 388 s

b.

Untuk konsentrasi 0,001 M Kc = c 21- = 0,01-(0,022)21-0,022 = 4,9 x 10-6

A. PEMBAHASAN Di dalam proses-proses kimia, pengukuran daya hantar listrik perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat suatu larutan dapat menghantarkan listrik. Larutan yang dapat menghantarkan arus listrik bila dilarutkan dalam pelarut disebut sebagai larutan elektrolit. Suatu larutan elektrolit bias berupa asam, basa ataupun garam yang dapat tergolong ke dalam larutan elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah. (Daintith, 1997 : 60). Analisis kimia yang didasarkan pada daya hantar listrik berhubungan dengan pergerakan suatu ion didlam larutan ion yang mudah bergerak mempunyai daya hantar listrik yang besar. Sehingga kuat lemahnya suatu larutan elektrolit selalu dikaitkan dengan ionisasi ( ). Contohnya asam asetat yang digunakan pada praktikum ini termasuk larutan elektrolit lemah. Larutan asam asetat tergolong larutan elektrolit karena dapat terurai menjadi ion-ion jika dilartukan dalam air. Namun, karena asam asetat ini merupakan asam lemah maka jika di dalam air asam asetat tersebut tidak terionisasi secara sempurna berbeda dengan asam kuat. Asam asetat akan terdisosasi atau terionisasi sebagian, dimana harga derajat ionisasinya (

) bernilai kurang dari 1 dan lebih besar dari 0. Berikut ini

reaksi ionisasi asam asetat : (Sukri, 1999 : 378). CH3COOH(aq) H+(aq) + CHCOO-(aq) Dengan demikian, nilai derajat ionisasi larutan elektrolit lemah ini dapat ditentukan dengan pengukuran daya hantar listrinya. Karena jumlah ion yang terdapatdalam larutan tersebut bergantung pada nilai derajat ionisasinya (

), dimana jumlah ion yang terdapat

dalam larutan juga mempengaruhi nilai daya hantar listrik. Nilai daya hantar listrik suatu larutan elektrolit dapat diukur dengan menggunakan alat konduktometer (conductivity meter). Prinsip kerja dalam alat konduktometer ini berkaitan dengan daya hantar listrik dan suatu larutan yang berhubungan dengan jenis dan konsentrasi ion dalam larutan tersebut. Salah satu bagian dari alat konduktometer ini 10

adalah sumber listrik yang didasarkan pada arus AC. Terdapat elektroda yang berupa logam yang berfungsi sebagai suatu pengantar yang memancarkan atau mengumpulkan electron dalam suatu sel. Karena alat konduktometer ini bersifat digital maka diperlukan kalibrasi sebelum menggunakannya. Tujuan dilakukannya kalibrasi ini adalah untuk mengurangi kesalahan pengukuran suatu daya hantar listrik sehingga diperoleh hasil pengukuran yang akurat. Seperti yang telah diketahi bahwa prinsip kerja alat konduktometer ini adalah pengukuran daya hantar listrik suatu larutan yang tercatat karena adanya arus listrik yang mengalir pada sensor (electrode/penghantar). Stabilitas sensor ini harus dijaga dengan cara kalibrasi menggunakan larutan kalium klorida (KCl) encer yang nilai daya hantarnya telah ditetapkan sebagai standar. Alas an dikalibrasi menggunakan KCl ini adalah karena larutan KCl mudah terdisosiasi atau terurai menjadi ion-ionnya. Elektroda atau sensor pada alat ini harus dicuci atau dibilas dengan aquades untuk menjaga akurasi alat dan agar hasil pengukuran yang diperoleh akurat (Tahir, 2008). Pengukuran dengan menggunakan konduktometer diperoleh nilaa daya hantar ekivalen yang nantinya dapat digunakan untuk menentukan nilai daya hantar molar ( m suatu larutan. Daya hantar moral ini merupakan nilai hantaran larutan yang mengandung 1 mol electron dan ditempatkan diantara 2 elektroda sejajar yang terpisah, sejauh 1 meter (Dogra, 1990 : 488). Berdasarkan hasil pengukuran, nilai daya hantar ekivalen dengan menggunakan konduktometer terlihat bahwa semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka nilai daya hantar yang diperoleh juga semakin kecil. Hal ini disebabkan karena pada larutan yang encer (konsentrasi rendah), ion-ion pada larutan tersebut mudah bergerak sehingga nilai daya hantarnya semakin besar. Sedangkan pada larutan pekat (konsentrasi besar), pergerakan ion-ion lebih sulit sehingga daya hantarnya lebih rendah. Jadi, dapat dismpulkan bahwa antara konsentrasi dengan daya hantar ekivalen berbanding lurus. Berdasarkan hasil perhitungan nilai daya hantar molar ( m ekivalen ( ) untuk masing-masing larutan CH3COOH, NaCl, dan HCl, sebagian ) dari data hantar )

11

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasinya, maka semakin rendah nilai m Sesuai dengan teorinya bahwa derajat ionisasi (

.

) yang menunjukkan perbandingan

jumlah molekul-molekulnya maka semakin sulit ion-ionnya dapat terionisasi (harga

kecil). Akan tetapi, dari hasil perhitungan m

untuk larutan CH3COOH dan Na-asetat

diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan konsepnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya kesalahan dalam membaca hasil pengukuran atau pengaruh dari elektroda yang perlu dikalibrasi lagi. Dari grafik hubungan m dengan C , diperoleh 0 dari intersep pada grafik yang

berturut-turut untuk Na-asetat, NaCl dan HCl adalah 125, 168,5 dan 3885. Dari nilai tersebut dapat diperoleh 0 hingga) adalah 681. Dengan diperolehnya 0 ditentukan. Untuk konsentrasi CH3COOH 0,1 M, diperoleh CH3COOH, maka nilai CH3COOH dapat CH3COOH (nilai daya hantar ekivalen pada pengenceran tak

sebesar 4,68 x 10-3 dan

pada CH3COOH 0,01 M diperoleh

sebesar 0,022. Hasil ini membuktikan bahwa

CH3COOH termasuk asam lemah karena nilai

kurang dari 1. Semakin kecil

konsentrasinya, maka semakin banyak ion asam asetat yang terurai dengan derajat ionisasinya yang lebih besar dan begitu pula sebaliknya. Dari harga

CH3COOH ini,

12

tetapan kesetimbangan CH3COOH dapat diperoleh. Nilai Kc untuk CH3COOH 0,1 M adalah 2,2 x 10-6 dan nilai Kc untuk CH3COOH 0,01 M adalah 4,9 x 10-6. B. KESIMPULAN 1. Jumlah ion yang terionisasi berbanding lurus dengan nilai derajat ionisasi ( juga dengan nilai daya hantar ekivalen larutan tersebut. 2. Pengukuran nilai daya hantar suatu larutan dilakukan untuk menentukan derajat ionisasi suatu larutan elektrolit. 3. Nilai daya hantar untuk suatu larutan dapat diukur menggunakan alat konduktometer yang dikalibrasi terlebih dahulu agar diperoleh hasil pengukuran yang akurat. 4. Semakin kecil konsentrasi larutan maka semakin kecil nilai daya hantar ekivalennya. 5. Semakin kecil konsentrasi larutan maka semakin besar nilai daya hantar molarnya diikuti pula dengan semakin besarnya derajat ionisasinya. 6. Larutan CH3COOH tergolong larutan elektrolit lemah yang ditunjukkan dari nilai

) dan

yang kurang dari satu, yaitu 4,68 x 10-3 untuk [CH3COOH] = 0,1 M dan 0,022 untuk [CH3COOH] = 0,01 M 7. Pada larutan yang encer, pergerakan ion-ionnya sangat kelas sehingga nilai hantarannya besar, dan sebaliknya pada larutan yang pekat. 8. Tetapan kesetimbangan CH3COOH yang diperoleh untuk konsentrasi 0,1 M adalah 2,2 x 10-6 dan tetapan kesetimbangan CH3COOH 0,01 M adalah 4,9 x 10-6.

13

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga. Daintith, John. 1997. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta : Erlangga. Dogra, S.M, dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta : UI. Press. Hendrawan dan Sri Mulyani. 2005. Kimia Fisika 2. Malang : UM Press. Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung : ITB Tahir, Iqmal. 2008. Arti Penting Kalibrasi Alat. Didownload dari http://ugm.ac.id/paper-serimanajemen-laboratorium.pdf. pada tanggal 29 April 2011, pukul 11.00 WITA.

14

ACARA II PEMBUKTIAN PERSAMAAN NERNST A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan praktikum pada sistem Cu-Zn persamaan Nernst. 2. 3. Hari, Tanggal Praktikum Tempat Praktikum Mataram. A. LANDASAN TEORI Semua reaksi kimia yang disebabkan oleh energi listrik serta reaksi kimia yang menghasilkan energi listrik dipelajari dalam bidang elektrokimia. Sel elektrokimia yaitu sel galvani atau sel volta dan sel elektrolisis. Sel galvani terdiri atas dua elektroda dan elektrolit. Elektroda dihubungkan, oleh penghantar luar yang mengangkut electron ke dalam sel atau ke luar sel. Elektroda dapat juga atau tidak berperan serta dalam reaksi sel. Setiap elektroda dan elektrolit di sekitarnya membentuk setengah sel. Reaksi elektroda adalah setengah reaksi yang berlangsung dalam setengah sel. Kedua setengah sel dihubungkan dengan jembatan garam. Arus diangkut oleh ion-ion yang bergerak melalui jembatan garam (Achmad, 2001 : 44). Suatu elektroda dapat mudah dibuat dari salah satu logam biasa. Yang diperlukan adalah sepotong tipis logam dari suatu larutan ion-ionnya. Tetapi membentuk suatu ekeltroda yang melibatkan unsur berbentuk gas dan ion-ionnya yang lebih sulit. Potensial suatu selvolta adalah pengukuran gaya dorong dari reaksi redoks dalam pengukuran yang paling cermat. Aliran electron akan melibatkan terjadi reaksi pada elektroda dan akan sedikit mengubah konsentrasi larutan-larutan standar. (Keenan, 1999 : 33-34). Potensial sel yang telah dibahas hanyalah mengenai harga-harga

: Membuktikan persamaan Nernst dan menentukan tetapan : Selasa, 5 April 2011 : Laboratorium Kimia Universitas

Dasar, Lantai III, Fakultas MIPA,

sel artinya

potensial sel yang bekerja pada kondisi standar. Untuk sel pada konsentrasi tertentu dan bukan pada keadaan standar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Nernst. Walther Nernst adalah salah satu ahli kimia fisika tahun 1989 yang mengemukakan hubungan potensial sel ekspresimen dengan potensial sel standar, yaitu : 15

=

-

In Q nF

sel

0 sel RT

Dengan R adalah tetapan gas yang harganya 8,314 JK-1. Mol-1, T adalah temperature mutlak, n adalah banyaknya mol electron yang dinyatakan dalam persamaan berimbang untuk reaksi sel, F adalahb bilangan Faraday yang besarnya 96.500 C.Mol-1 dan Q adalah suatu suku yang serupa dengan tetapan kesetimbangan. Pada 250 C (298 k) dan dengan mengalihkan bilangan 2,303 untuk konversi In ke kg, maka persamaan Nerst menjadi : = log Q 0,0591 n

sel

0

sel

Dengan melihat harga Q, jelas bahwa voltage suatu sel akan diperbesar baik oleh kenaikan konsentrasi pereaksi ataupun berkurangnya konsentrasi produk (Partana, 2003 : 73-74). B. ALAT DAN BAHAN 1. Alat a. Gelas kimia 100 mL b. Lembaran (elektroda) tembaga dan seng c. Voltmeter d. Pipet tetes e. Arus/kabel 1. Bahan a. Larutan ZnSO4 1,0 M b. Larutan CuSO4 (1,0 M; 0,1 M; 0,01 M; dan 0,001 M) c. Larutan KNO3 d. Kertas sering e. Tisu A. SKEMA KERJA 1. Disusun alat seperti gambar dibawah ini. e Elektroda Zn Voltmeter e Elektroda Cu 16

(gulungan kertas saring)

Jembatan Garam

Zn2+ Gelas Kimia 1 (berisis ZnSO4 1 M ZnSO4)

Cu2+ Gelas Kimia 2 CuSO4 1 M (berisis CuSO4)

Dimasukan dalam gelas kimia 100 ml

Dimasukan dalam gelas kimia 100 ml Buat gulungan kertas saring dan celupkan dalam KNO3 jenah

Hubungkan kimia

kedua

gelas

dengan

gulungan

Siapkan elektoda Cu tersebut (sebagai jembatan dan Zn Diamplas agar bersih Dihubungkan kedua elektroda dengan voltmeter Dicelupkan ke dalam larutan yang sesuai dan catat nilai Hasil voltase /Esel Dibersihkan elektoda Diulangi dengan kosentrasi [Cu2+] bervariasi : 0,1 M ; 0,01 M; dan Di catat nilai 0,001 M. Esel A. HASIL PENGAMATAN : Konsentrasi Zn2+ 1M 1M 1M Konsentrasi Cu2+ 1,0 M 0,1 M 0,01 M Esel 1,35 1,40 1,39 17

1M 0,001 M 1,31

B. ANALISIS DATA 1) Persamaan reaksi Reaksi pada Anoda Reaksi pada Katoda : Zn(s) Zn2+(aq) + 2e : Cu2+ (aq)

Esel = +0,76 V Esel = +0,34 V + Cu(s) Esel = +1,10 V

+ 2e Cu(s)2+ (aq)

Reaksi Redoks pada sel: Zn(s) + Cu 1) Perhitungan a) Perhitungan log[Zn2+] [Cu2+] Dik : Zn2+=1,0M Cu2+=1,0M

Zn

2+ (aq)

logZn2+Cu2+=log1,01,0 = log 1 = 1 Dik : Zn2+=1,0M Cu2+=0,1 M logZn2+Cu2+=log1,00,1 =log10 =2 Dik : Zn2+=1,0M Cu2+=0,01 M logZn2+Cu2+=log1,00,01 =log100 =3

18

Dik : Zn2+=1,0M Cu2+=0,001 M logZn2+Cu2+=log1,00,001 =log1000 =3 a) Membuat Grafik Hubungan Esel dengan logZn2+Cu2+ Tabel Analog antara Esel dengan logZn2+Cu2+ Esel 1,33 1,40 1,39 1,31 logZn2+Cu2+ 0 1 2 3

Grafik Hubungan Esel dengan logZn2+Cu2+

Dari grafik diatas dapat ditentukan nilai slope dan intersep : 1.Slope dan Intersep Berdasarkan Percobaan Slope Berdasarkan Percobaan Slope=y2-y1x2-x1 =1,40-1,313-1 =0,09-2 =- 0,045 Intersep = 1,44 1.Slope dan Intersep Berdasarkan Teori Slope=-RTnF =-8,314298296500 =-0,013 Intersep = Esel = + 1,10

19

a) Persamaan Nernst

Persamaan Nernst Berdasarkan TeoriEsel=E0sel-RTnF2,303ogZn2+Cu2+ =1,10-0,0132,3030 =1,10 Esel=E0sel-RTnF2,303ogZn2+Cu2+ =1,10-0,0132,3031 =1,07 Esel=E0sel-RTnF2,303ogZn2+Cu2+ =1,10-0,0132,3032 =1,04 Esel=E0sel-RTnF2,303ogZn2+Cu2+ =1,10-0,0132,3033 =1,01 Persamaan Nernst Berdasarkan Percobaan Esel=E0sel-RTnF2,303ogZn2+Cu2+ =1,44-0,0452,3030 =1,44 Esel =E0sel-RTnF2,303ogZn2+Cu2+ =1,44-0,0452,3031 =1,33 Esel =E0sel-RTnF2,303ogZn2+Cu2+ =1,44-0,0452,3032 =1,23 Esel =E0sel-RTnF2,303ogZn2+Cu2+ =1,44-0,0452,3033 =1,13 a) Penentuan % Error 1. % Error Eosel = Eosel teori-Eosel percobaan100% 20

=1,10-1,44100% =34% 2. % Error Slope = Eosel slope-Eosel percobaan100% =0,032-(-0,045100% =0,032100% =3,2%. 3. % Error Esel %Error Esel = Esel teori-Esel percobaan100% =1,10-1,44100% =34% %Error Esel = Esel teori-Esel percobaan100% =1,07-1,33100% =26% %Error sel = Esel teori-Esel percobaan100% =1,04-1,22100% =19% %Error sel = Esel teori-Esel percobaan100% =1,01-1,13100% =12% A. PEMBAHASAN Praktikum ini bertujuan untuk membuktikan persamaan Nernst pada sistem Cu-Zn dan menentukan tetapan persamaan Nerst. Pembuktian persamaan Nerst ini menggunakan prinsip elektrokimia. Sel-sel elektrokimia terdiri dari sel galvani dan sel elektrolisis. Sel galvani adalah sel dimana energi bebas dari reaksi kimia diubah menjadi energi listrik. Sedangkan sel elektrolisis adalah sel dimana energi listrik digunakan untuk berlangsungnya suatu reaksi kimia. Dalam percobaan ini, sistem Cu-Zn yang digunakan termasuk ke dalam sel galvani (sel elektrokimia). Sel galvani dari dua elektroda dan elektrolit. Elektroda adalah suatu penghantar listrik dan reaksi berlangsung dipermukaan elektroda. Sementara itu, elektrolit adalah 21

larutan yang dapat menghantarkan listrik. Elektroda yang digunakan pada praktikum ini adalah elektroda Cu dan elektroda Zn, dimana elektroda Cu dan elektroda Zu ini dihubungkan dengan voltmeter. Reaksi yang terjadi dalam sistem Cu-Zn ini merupakan reaksi redoks (reduksi dan oksidasi). Pada reaksi redoks terjadi pemindahan electron dari reduktor ke oksidator. Sementara itu, dalam sel galvani, oksidasi diartikan sebagai dilepaskannya electron oleh atom, molekul atau ion dan reduksi berarti diperolehnya electron oleh partikel-partikel lain. Dalam sistem Cu-Zn ini, elektroda berpindah dari logam (elektroda) Zn ke ion Cu2+. Atom-atom Zn akan melepas dua electron dan larut sebagai ion Zn2+. Electron yang dibebaskan tidak memasuki larutan, tetapi tertinggal pada logam (elektroda) Zn. Electron tersebut selanjutnya akan mengalir ke logam tembaga (Cu) melalui suatu pengantar (kabel). Ion Cu2+ akan menangkap atau menyerap electron dari logam tembaga, kemudian mengendap. Hal ini sesuai dengan persamaan reaksi berikut : (Partana, 2003) Zn(s) Zn2+(aq) + 2e Cu(s) Cu(s) + 2e

Dengan demikian, rangkaian tersebut dapat menghasilkan aliran electron atau arus listrik. Akan tetapi, bersamaan dengan melarutnya logam Zn, larutan dalam gelas kimia 1 menjadi bermuatan positif. Hal ini akan menghambat pelarutan logam Zn selanjutnya. Sementara itu, larutan dalam gelas kimia 2 akan bermuatan negative seiring dengan mengendapnya ion Cu2+. Hal ini akan menahan pengendapan ion Cu2+. Sehingga, untuk menetralkan muatan listriknya, kedua larutan dalam gelas kimia 1 dan 2 dihubungkan dengan suatu jembatan garam. Jembatan garam ini berupa larutan garam atau elektrolit seperti NaCl atau KNO3. Pada prinsipnya, ion-ion negatif dari jembatan garam akan bergerak ke gelas kimia 1 untuk menetralkan kelebihan ion Zn2+, sedangkan ion-ion positif akan bergerak ke gelas kimia 2 untuk menetralkan ion SO42. Sehingga fungsi jembatan garam pada sel ini juga untuk menyeimbangkan ion-ion dalam kedua geasl kimia gar dapat bergerak atau mengalir. Dalam percobaan ini, jembatan garam yang digunakan terbuat dari gulungan kertas sering yang dibasahi oleh karutan KNO3. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Zn lebih mudah teroksidasi atau mudah melepas electron daripada Cu, sebaliknya ion Cu2+ lebih mudah tereduksi atau mudah menyerap electron dari pada Zn2+. Perbedaan kecenderungan teroksidasi menghasilkan perbedaan rapatan muatan antara elektroda Zn dengan elektroda Cu. Perbedaan rapatan muatan itu, menyebabkan beda potensial listrik antara Zn dan Cu yang mendorong electron mengalir. Selisih potensial itu yang disebut potensial sel (Esel). 22

Potensial sel dalam kondisi standar (konsentrasi 1 M, suhu 250C, dan tekanan 1 atm) disebut potensial electrode standar (E0sel). Pada percobaan ini, ditentukan potensial sel (Esel) dengan konsentrasi larutan CuSO4 yang berbeda-beda, yaitu 1 M; 0,1 M; 0,01 M; dan 0,001 M dan untuk konsentrasi larutan ZnSO4 tetap 1 M. Berdasarkan teorinya, nilai potensial standar untuk sel elektrokimia Cu-Zn ini adalah 1,10 V (E0sel). Sedangkan, nilai potensial standar yang diperoleh dari percobaan (intersep pada grafik) adalah 1,44 V. Hasil ini sangat berbeda dari nilai E0sel berdasarkan teori, yang terbukti dari % error yang diperoleh yaitu 34%. Persamaan Nerst dinyatakan dalam bentuk Esel = E0sel 2,303 log ,

RT nF

[ Zn ] [Cu ]2+ 2+

dengan RT/nF merupakan tetapan. Dimana R adalah tetapan gas yang harganya 8,314 j/Kmol, T adalah temperature mutlakn dalam keadaan standar 250 C

298 K, n adalah

jumlah electron yang terlibat, yaitu 2 (dalam sel Cu-Zn), dan F adalah bilangan Faraday sebesar 96.000 c/Mol. Sehingga, dari nilai tetapan tersebut diperoleh RT/nF berdasarkan teori adalah 0,013. Nilai RT/nF ini merupakan nilai slope berdasarkan teori. Sedangkan, nilai slope berdasarkan percobaan diperoleh dari gradik dengan rumus yaitu sebesar

y x0,045. Perbedaan ini terlihat dari hasil % error untuk slope yang diperoleh adalah 3,2%. Berdasarkan hasil pengukuran nilai Esel pada voltmeter, untuk [Cu2+] 0,1 M; 0,01 M; 0,001 M dan 1 M berturut-turut adalah 1,31 V; 1,39V; DAN 1,35 v. Sedangkan berdasarkan teori, E Sel yang diperoleh adalah 1,01 V, 1,04 V; 1,07 V; dan 1,10 V. Sehingga bisa terlihat bahwa konsentrasi Cu2+ mempengaruhi nilai Esel. Seharusnya, semakin besar [Cu2+] maka semakin besar pula nilai E sel yang diperoleh. Perbedaan hasil Esel pada percobaan dengan Esel menurut teori disebabkan karena volmter yang digunakan kurang berfungsi dengan baik atau disebabkan elektroda Cu dan Zn yang digunakan pada berbagai konsentrasi Cu2+ tidak bersih (karena tidak diamplas kembali). Hal ini terlihat dari nilai % error yakni berturut-turut sebesar 12%, 19%, 20% dan 34%. B. KESIMPULAN 1. Persamaan Nernst dapat dibuktikan dengan menggunakan sel elektrokimia Cu-Zn. 23

2. Pada sel elektrokimi, elektron mengalir dari Zn (reduktor) ek Cu2+ (oksidator) 3. Dalam sel elektrokimia terjadi reaksi redoks, yakni : Zn(s) + Cu2+(as) Zn2+(aq) + Cu(s) 4. Nilai E0 sel yang diperoleh berdasarkan percobaan adalah 1,44 V sedangkan nilai E0 sel yang diperoleh berdasarkan teori adlaah 1,10 V. 5. Berdasarkan teorinya, semakin besar konsentrasi Cu2+ maka semakin besar pula nilai Esel. 6. Jembatan garam pada sel elektrokimia berfungsi untuk menetralkan dan menyeimbangkan ion-ion kedua larutan CuSO4 dan ZnSO4.

DAFTAR PUSTAKA Achmad, Hiskia. 2001. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Bandung: PT Citra Aditya Sakti. Keenan, dkk. 1999. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga. Partana, Crys Fajar, dkk. 2003. Common Textbook Kimia Dasar 2. Yogyakarta : UNY Press.

24

25

ACARA III PENENTUAN TETAPAN LAJU PADA REAKSI SAPONIFIKASI ETIL ASETAT

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum : Membuktikan bahwa reaksi saponifikasi etil asetat adalah orde dua dan menentukan tetapan laju reaksi tersebut. 2. Hari,tanggal Praktikum 3. Tempat praktikum : Selasa, 12 April 2011 : Laboratorium Kimia Dasar, Lantai III, Fakultas MIPA, Universitas Mataram. A. LANDASAN TEORI Mempelajari kinetika Kimia bertujuan untuk memahami secara terperinci bagaimana berlangsungnya reaksi kimia. Perubahan terhadap yang dialami pereaksi untuk menjadi produk bersama-sama merupakan mekanisme reaksi. Tiap tahaap ini merupakan proses elementer atau merupakan reaksi parlementer, biasanya hanya satu, dua, atau tiga partikel tersebut sebagai pereaksi dalam tiap tahap semacam ini. Mempelajari laju reaksi merupakan cara yang terbaik untuk mengetahui mekanismenya, laju direaksikan sebagai perubahan konsentrasi sebagai suatu spesi persamaan waktu (Keenan, 1999 : 512). Tiap reaksi kimia berlangsung denganlaju tertentu. Reaksi-reaksi kimia pun berlangsung diantara kedua waktu yang ekstrem ini kecepatan berlangsungnya perubahan kimia disebut laju reaksi. Menurut definisi itu, maka laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju pengurangan reaktan tiap satuan waktu, atau dapat juga dinyatakan sebagai laju pembentukan produk tiap satuan waktu. Laju suatu reaksi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat dan keadaan zat, konsentrasi, temperatur, dan katalisator (Partana, 2003 : 47). Untuk menentukan laju dari reaksi kimia yang diberikan, harus ditentukan seberapa cepat perubahan konsentrasi yang terjadi pada reaktan atau produknya. Secara umum, apabila terjadi reaksi A B, maka mula-mula yang ada adalah zat A dan zat B sama sekali belum ada. Setelah beberapa waktu, konsentrasi B akan meningkat sementara 26

konsentrasi zat A menurun. Secara kuantitatif dapat dinyatakan bahwa laju pengurangan zat A adalah : Va =

d [ A] dt

dan laju pembentukan zat B adalah Vb =

d [ B] dt

sehingga secara stoikhimetri dapat dinyatakan bahwa : V=

d [ A] dt

=

d [ B] dt

Laju reaksi terukur seringkali sebanding dengan konsentrasi reaktan dengan suatu pangkat tertentu. Sebagai contoh, misalnya laju yang sebanding dengan konsentrasi dua reaktan A dan B, dapat dituliskan sebagai : v = k [A][B]. Koefisien k, disebut konstanta laju yang tidak bergantung pada konsentrasi (tetapi bergantung pada temperatur). Persamaan sejenis ini yang ditentukan sebagai hasil eksperimen disebut hukum laju. Secara formal, hukum laju adalah persamaan yang menyatukan laju reaksi V sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesies yang menentukan laju reaksi. (Achmad, 2001 : 161). Orde suatu reaksi adalah jumlah pangkat faktor kosentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial. Orde dari suatu reaksi ini menggambarkan bentuk matematik dimana hasil percobaan dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen dan hanya dapat diramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketahui ke seluruh orde reaksi yang dapat ditentukansebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan. Sedangkan harga eksponen untuk masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk komponen itu. Sebagai contoh apabila V = k [A][B], reaksi tersebut adalah orde satu terhadap A dan juga orde satu terhadap B. Orde keseluruhan reaksi merupakan penjumlahan orde semua komponennya. Jadi secara keseluruhan reaksi sebagai contoh diatas adalah reaksi orde dua (Dogra, 1995 : 624). B. ALAT DAN BAHAN 1. Alat a. Buret 50 mL b. Tiang statif 27

c. Klem d. Termometer e. Pipet tetes f. Gelas ukur 100 mL g. Gelas ukum 50 mL h. Erlemeyer 250 mL i. Pemanas listrik j. Stopwatch 1. Bahan a. Larutan etil asetat 0,02 M b. Larutan NaOH 0,02 M c. Larutan HCl 0,02 M d. Indikator PP A. SKEMA KERJA Erlenmeyer 250 mL diisi 100 mL Etil Asetat 0,02 M Erlenmeyer 250 mL diisi 100 mL NaOH 0,02 M

hingga suhu kedua larutan sama Dicampurkan kedua larutan Ditunggu bereaksi selama 5 menit Hasil (Larutan a)

Diambil 10 mL Larutan a Setiap 10 mL dicampurkan dengan 20 mL HCL dalam 5 erlenmeyer yang berbeda.

+ Indikator pp Dititrasi dengan Larutan NaOH 0,02 M. Hasil

Diulangi dengan rentang waktu larutan a bereaksi berbeda-beda ( 10, 20, 30, 40 menit ) 28

A. HASIL PENGAMATAN No Perlakuan Pengamatan 1. Pengukuran suhu asam asetat glacial Warna awal keduanya putih bening. 2. No. 1. 2. 3. 4. 5. dan NaOH 0,02 M Dititrasi Waktu reaksi (menit) 5 10 20 30 40 Suhu 30 oC Sampai warna merah muda bening Volume NaOH 0,02 M (mL) 17,5 13,5 17,9 18,5 19,1

B. ANALISIS DATA A. Persamaan Reaksi CH3COOH(aq) + NaOH (aq) CH3COONa(aq) + H2O(l) Proses pencampuran dengan HCl 0,02M (20mL) dalam Erlenmeyer: CH3COONa(aq) + HCl(aq) CH3COOH(aq) + NaCl(aq) NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l) CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O(l) HCl(aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O(l) B. Perhitungan a. Mencari milimol NaOH sisa reaksi Dik : [HCl] awal V HCl awal [NaOH] Untuk 5 menit Vol NaOH akhir = 17,5 mL mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir = M1. V1 M2. V2 = 0,02. 20 0,02. 17,5 = 0,05 mmol Untuk 10 menit Vol NaOH akhir = 13,9 M mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir 29 = 0.,02 M = 20 mL = 0,02 M

V NaOH akhir = V NaOH akhir pada titrasi

= M1. V1 M2. V2 = 0,02. 20 0,02. 13,9 = 0,122 mmol Untuk 20 menit Vol NaOH akhir = 17,9 M mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir = M1. V1 M2. V2 = 0,02. 20 0,02. 17,9 = 0,092 mmol Untuk 30 menit Vol NaOH akhir = 18,5 M mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir = M1. V1 M2. V2 = 0,02. 20 0,02. 18,5 = 0,03 mmol

Untuk 40 menit Vol NaOH akhir = 19,1 M mmol NaOH sisa = mmol HCl awal mmol HCl akhir = M1. V1 M2. V2 = 0,02. 20 0,02. 16 = 0,018 mmol

a. Mencari mmol NaOH yang bereaksi Untuk 5 menit mmol NaOH = mmol NaOH awal mmol NaOH sisa = M. V mmol NaOH sisa = 0,02. 100 0,05 mmol = 1,05 mmol Untuk 10 menit mmol NaOH = mmol NaOH awal mmol NaOH sisa 30

= M. V mmol NaOH sisa = 0,02. 100 0,122 = 1,878 mmol Untuk 20 menit mmol NaOH = mmol NaOH awal mmol NaOH sisa = M. V mmol NaOH sisa = 0,02. 100 0,042 mmol = 1,958 mmol Untuk 30 menit mmol NaOH = mmol NaOH awal mmol NaOH sisa = M. V mmol NaOH sisa = 0,02. 100 0,03 mmol = 1,97 mmol Untuk 40 menit mmol NaOH = mmol NaOH awal mmol NaOH sisa = M. V mmol NaOH sisa = 0,02. 100 0,018 = 1,982 mmol a. Mencari nilai x Untuk 5 menit X = mmol NaOH yang bereaksiVolume NaOH ml =1,95100 =1,95 .10-2 Untuk 10 menit X = mmol NaOH yang bereaksiVolume NaOH ml =1,878100 =1,878 .10-2 Untuk 20 menit X = mmol NaOH yang bereaksiVolume NaOH ml =1,958100 =1,958 .10-2 31

Untuk 30 menit X = mmol NaOH yang bereaksiVolume NaOH ml =1,97100 =1,97 .10-2

Untuk 40 menit X = mmol NaOH yang bereaksiVolume NaOH ml =1,982100 =1,982 .10-2

d.

Mencari nilai 1a-x Dik: a = konsentrasi awal NaOH = 0,02 M Untuk t = 5 menit 1 a-x= 10,02-1,9510-2 =2000 M-1 Untuk t = 10 menit 1 a-x=10,02-1,8810-2 = 833,33 M-1 Untuk t = 20 menit 1 a-x=10,02-1,9610-2 =2500 M-1 Untuk t = 30 menit 1 a-x=10,02-1,9710-2 = 3333,33 Untuk t = 40 menit 1 a-x=10,02-1,9710-2 =5000M-1

e.

Tabel hubungan T (waktu) dengan 1 a-x T (menit) 5 1 a-x (M-1) 2000,00 32

10 20 30 40 f.

833,33 2500,00 3333,33 5000,00

Grafik Hubungan T(waktu) dengan 1 a-x Slope =Y2-Y1X2-X1

== 85,71 Intersep = 1500 g. Mencari nilai K Rumus : K= 1t xa (a-x) Intersep Keterangan : x = volume titrasi a = volume HCl = 20 mL Untuk t = 5 menit K= 1t xa (a-x) = 15 17,520 (20-17,5) = 0,07

5000- 200040-5

Slope

Untuk t = 10 menit K= 1t xa (a-x) = 110 13,920 (20-13,9) = 0,011

Untuk t = 20 menit K= 1t xa (a-x) = 120 17,920 (20-17,9)

= 0,021 Untuk t = 30 menit K= 1t xa (a-x) = 130 18,520 (20-18,5) = 0,02 33

Untuk t = 40 menit K = 1t xa (a-x) = 140 19,120 (20-19,1) = 0,026

G. PEMBAHASAN Praktikum ini berkaitan dengan prinsip kinetika kimia. Adapun tujuan praktikum ini sdalah untuk membuktikan bahwa reaksi saponifikasi etil asetat adalah orde dua dan untuk menentukan tetapan laju reaksi tersebut. Pada dasarnya, kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu kimia fisia yang mempelajari tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi-reaksi yang bersangkutan. Kecepatan berlangsungnya reaksi-reaksi inilah yang disebut laju reaksi, yang dinyatakan sebagai perubahan kosentrasi zat pereaksi atau produk reaksi tiap satuan waktu (Achmad, 2001 : 152). Pada tahap pertama percobaan, sebelum larutan etil asetat dan NaOH dicampurkan terlebih dahulu suhu kedua larutan disamakan yakni sebesar 290C. Tujuan suhu kedua larutanini disamakan agar tidak mempengaruji laju rekasi ketika etil asetat dan NaOH dicampurkan. Karena menurut teori, makin tinggi temperatur atau suhu maka akan makin besar pula energi kinetik yang dimiliki molekul-molekul pereaksinya. Sehingga jumlah dan energi tumbukan antar molekul-molekul semakin besar yang akan menyebabkan reaksi kimia berlangsung cepat. (Pratana, 2003: 58) . Reaksi yang terjadi pada etil asetat dengan NaOH termasuk dalam reaksi saponifikasi. Karena pada reaksi ini terbentuk natrium asetat dan etanol sebagaihasil dari hidrolisis etil asetat dengan basa NaOH. Pada dasarnya reaksi saponifikasi adalah reaksi hidrolisis sautu lemak atau minyak seperti ester dengan satu basa contoh NaOh yang menghasilkan sabun atau gliserol seperti natrium asetat. Reaksi yang terbentuk CH3COOC2H5 + NaOH CH3COONa + C2H5OH Dari persamaan reaksi terlihat bahwa satu mol CH3COOC2H5 akan bereaksi dengan satu mol NaOH. Karena konsentrasi yang digunakan keduanya sama yakni 0,02 M. Reaksi kedua larutan ini dibiarkan sambil dikocik hingga tercampur seluruhnya setelah mencapai waktu 5 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40 menit. Setelah reaksi berlangsung selama waktu yang ditentukan, maka reaksi berikutnya adalah menitrasi campuran tersebut (berisi NaOH sisa) dengan larutan HCl. Jadi, NaOH yang sisa akan ekivalen dengan HCl. Pada waktu t, volume HCl ekivalen juga dengan basa yang siswa, begitu pula dengan mmol HCl juga ekivalen dengan mmol basa yang sisa. Oleh karena itulah, rumus mencari mmol NaOH sisa adalah selisih dari mmol HCl awal dengan mmol HCl akhir. Dimana, mmol HCl akhir ini ekivalen dengan mmol NaOH akhir (yang digunakan saat 34

titrasi). Dalam proses titrasi ini, indikator yang digunakan adalah indikator PP untuk mengetahui titik akhir titrasinya, yakni saat terjadi perubahan warna pada larutan yang dititrasi (dari bening menjadi merah muda). Berdasarkan hasil pengamatan, semakin banyak waktu yang digunakan untuk bereaksi maka semakin banyak volume NaOH yang digunakan untuk titrasi. Namun, pada pengulangan yang kedua pada T =10 menit terjadi pengurangan volume NaOH. Hal ini disebabkan terlalu banyaknya indikator PP yang diteteskan pada campuran yang akan dititrasi. Akibatnya, perubahan warna larutan akan terjadi cepat dengan volume NaOH yang terpakai lebih sedikit. Untuk membuktikan bahwa reaksi saponifikasi etil asetat adalah reaksi orde dua, dilihat dari reaksinya seperti berikut : CH3COOC2H5 t=0 bereaksi t=t a x (a x) + OH- b x (b x) CH3COOx x + C2H5OH x x

Jika a adalah konsentrasi awal ester, b adalah konsentrasi awal OH- dan x adalah konsentrasi ester atau basa yang bereaksi, maka persamaan lajunya menjadi

dxdt = k a-x(b-x) Karena konsentrasi ester (etil asetat) sama dengan konsentrasi NaOH yakni 0,02 M maka a = b. dxdt = ka-x2 dx (a-x)2 = k dt Jika diintegralkan diperoleh : 1(a-x) = k t+tetapan Jika x = 0, t= 0 maka diperoleh tetapan , sehingga rumus tetapan laju menjadi :

1 a

k t = 1(a-x)- 1ak=1t xa(a-x)

35

Dari rumus tersebut, diperoleh nilai K pada waktu 5,10,20,30 dan 40 menit berturut-turut adalah 0,07; 0,011; 0,020; 0,021 dan 0,026. Seharusnya nilai k yang diperolah konstan atau medekati konstan dan semakin lama waktu bereaksi (pengocokan campuran) semakin besar nilai K laju reaksinya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti pembacaan volume titrasi yang kurang akurat, pengocokan yang kurang sempurna sehingga larutan tidak tercampur dengan baik, atau karena sifat salah satu zat yang mudah menguap sehingga konsentrasinya menjadi berkurang. Berdasarkan grafik hubungan T (waktu) dengan x diperoleh nilai slope 85,71

1 adan nilai intersep 1500. Reaksi berorde dua dapat dibuktikan dari grafik yang terbentuk lurus atau mendekati lurus dengan arah grafik miring ke kiri. Seharusnya pada percobaan ini diperoleh grafik yang lurus, tapi karena pada percobaan kedua (T2 = 10 menit) terjadi kesalahan maka diperoleh nilai x menurun.

1 aH. KESIMPULAN 1. Reaksi etil asetat dengan NaOH termasuk dalam reaksi saponifikasi 2. Laju suatu reaksi dapat dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi pereaksinya 3. Semakin lama waktu pengocokan campuran maka semakin besar nilai K yang diperoleh karena semakin banyaknya volume titrasi yang digunakan 4. Tetapan laju reaksi pada waktu 5,10,20,30 dan 40 menit diperoleh berturut-turut sebesar 0,07; 0,011; 0,020; 0,021 dan 0,026. 5. Reaksi berorde dua dapat dibuktikan dari grafik t (waktu) dengan x berbentuk garis

1 alurus atau mendekati lurus 6. Jumlah mol NaOH akan ekivalen dengan jumlah mol HCl.

36

DAFTAR PUSTAKA Achmad, Hiskia. 2001. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Bandung: PT Citra Aditya Sakti. Dogra, S. K. dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta : UI Press. Keenan, dkk. 1999. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga. Partana, Crys Fajar, dkk. 2003. Common Textbook Kimia Dasar 2. Yogyakarta : UNY Press.

37

ACARA IV PENENTUAN TETAPAN ADSORPSI KARBON AKTIF A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum : Mempelajari sifat kuantitatif proses adsorbsi karbon aktif melalui nilai tetapan Freudlich. 2. Hari, tanggal : Selasa, 20 April 2010. 3. Tempat Praktikum : Laboratorium Kimia Dasar, Lantai III, Fakultas MIPA, Universitas Mataram. B. LANDASAN TEORI Peristiwa adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan suatu fasa tertentu (gas, cair) pada permukaan zat penyerap berupa padatan. Secara umum peristiwa adsorpsi yang terjadi pada larutan terbagi atas 2 bagian, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisika merupakan adsorpsi yang disebabkan oleh gaya van der waals yang ada pada permukaan adsorben (zat penyerap) dan terjadi di lapisan pada permukaan adsorben yang umumnya lebih besar dari satu mol. Sedangkan adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang terjadi karena adanya reaksi antara zat yang diserap (adsorbat) dan adsorben, lapisan molekul pada permukaan adsorben hanya satu lapis dan panas adsorpsinya tinggi (Keenan, 1999 : 99). Kinetka adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben dalam suatu fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul zat padat atau zat 38

cair, mempunyai gaya tarik kea rah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi, zat yang diserap masuk ke dalam absorben sedangkan pada adsorpsi zat yang terserap hanya terdapat pada permukaannya (Sukardjo, 1990 : 84). Suatu adsorben dengan bahan dan jenis tertentu, banyaknya gas yang dapat diserap makin besar bila temperatur kritis semakin tinggi atau gas tersebut mudah dicairkan. Semakin luas permukaan dari suatu adsorben yang digunakan maka semakin banyak gas yang dapat diserap. Luas permukaan sukar ditentukan, hingga biasanya daya serap dihitung tiap satuan massa adsorben. Daya serapa gas terhadap gas tergantung dari jenis adsorben, jenis gas, luas permukaan adsorben, temperatur, dan tekanan gas (Atkins, 1990 : 143). Isoterm Freudlichberdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul memilki potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan isotherm freudlich merupakan persamaan yang paling banyak digunakan saat ini. Persamaannya adalah x/m = kC1/n dengan x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg), m = massa dari adsorben (mg), C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan, dan k,n,= konstanta adsorben. Dari persamaan tersebut, jika konstentrasi larutan dalam kesetimbangan diplot sebagai ordinat dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis pada koordinat logaritmik, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisiensi dari suatu adsorben (Bird, 1987 : 87). Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf berbentuk padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia atau sifat adsorpsinya selektif tergantung pada besar atau pori-pori dan luas permukaannya. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-100 % terhadap berat arang aktif. Daya serap ini ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia atau pun dengan pemanasan pada temperatur yang tinggi. Dengan demikian arang akan mengalami perubahan sifat-sifat 39

kimia dan fisika. Arang yang demikian disebut arang aktif. Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m2, sehingga sangat selektif menyerap partikel-partikel yang sangat kecil berukuran 0,01- 0,0000001 mm (Serimbing, 2003 : 5). C. ALAT DAN BAHAN a) Alat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Erlenmeyer 100 mL Buret 50 mL Statif Klem Corong gelas Neraca analitik Pengaduk Gelas kimia 250 mL Gelas ukur 25 mL

10. Gelas ukur 50 mL 11. Pipet tetes 12. Labu takar 100 mL 13. Pengaduk 14. Stopwatch

a) Bahan 1. 2. 3. 4. 5. Larutan asam asetat (CH3COOH) 0,1 M Larutan asam asetat (CH3COOH) 0,2 M Larutan asam asetat (CH3COOH) 0,3 M Larutan asam asetat (CH3COOH) 0,4M Larutan asam asetat (CH3COOH) 0,5M 40

6. 7. 8. 9.

Larutan asam asetat (CH3COOH) 0,6M Norit NaOH 0,5 N Tissue

10. Kertas label 11. Aquades 12. Indikator pp

B. SKEMA KERJA 1. Pembuatan Larutan Asam Asetat M. Hasil (larutan asam asetat) 1. Proses Adsorpsi Larutan asam asetat dengan konsentrasi berbeda (0,1. 0,2. 0,3. 0,4. 0,5. 0,6 M) Hasil diambil 10ml Ditambah 3 tetes indikator Pp Titrasi dengan NaoH 0,5 N 41 diambil 30ml + 1 gram karbon aktif Dikocok hingga 10 menit disaring Dibuat larutan 100 ml Asam asetat 0,1 M. 0,2 M. 0,3 M. 0,4 M. 0,5 M. 0,6

Hasil (diulangi percobaan tersebut diatas dengan konsentrasi larutan asam asetat yang berbeda dengan cara yang sama) B. HASIL PENGAMATAN Hasil Pengamatan Volume NaOH dari Proses Titrasi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. [CH3COOH] 0,1M 0,2M 0,3 M 0,4 M 0,5 M 0,6 M VNaOH (titrasi) 4,35 mL 3,65 mL 5,9 mL 8,6 mL 11,1 mL 13 mL

C. ANALISIS DATA 1. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat Standar Diketahui : [NaOH]awal = 0,5 M VCH3COOH = 10 mL a. Untuk konsentrasi asam asetat 0,1 M

=4,35 x 0,510 =0,22 M b. Untuk konsentrasi asam asetat 0,2 M

=3,65 x 0,510 = 0,18 M c. Untuk konsentrasi asam asetat 0,3 M 42

=5,9 x 0,510 =0,29 M d. Untuk konsentrasi asam asetat 0,4 M

=8,6 x 0,510 =0,43 M

e.

Untuk konsentrasi asam asetat 0,5 M

=11,1 x 0,510 =0,56 M f. Untuk konsentrasi asam aseta 0,6 M

=13 x 0,510 =0,65 M 1. Penentuan Massa (x) asam asetat yang teradsorpsi a. Untuk konsentrasi asam asetat 0,1 M Massa (x) asam asetat =CH3COOHMr CH3COOH V CH3COOH1000 = o,1 x 60 x 101000 =0,06 gr 43

b. Untuk konsentrasi asam asetat 0,2 M Massa (x) asam asetat =CH3COOHMr CH3COOH V CH3COOH1000 = o,2 x 60 x 101000 = 0,12 gr

c. Untuk konsentrasi asam asetat 0,3 M Massa (x) asam asetat =CH3COOHMr CH3COOH V CH3COOH1000 = o,3 x 60 x 101000

= 0,18 grd. Untuk konsentrasi asam asetat 0,4 M Massa (x) asam asetat =CH3COOHMr CH3COOH V CH3COOH1000 = o,4 x 60 x 101000

= 0,24 gre. Untuk konsentrasi asam asetat 0,5 M Massa (x) asam asetat =CH3COOHMr CH3COOH V CH3COOH1000 = o,5 x 60 x 101000

= 0,30 grf. Untuk konsentrasi asam asetat 0,6 M Massa (x) asam asetat =CH3COOHMr CH3COOH V CH3COOH1000 = o,6 x 60 x 101000

= 0,36 gr1. Tabel Analog C (M) 0,22 0,18 0,29

x (gr) 0,06 0,12 0,18

x/C 0,27 0,66 0,62

Log (x/C) -0,57 -0,18 -0,21

Log C -0,66 -0,74 -0,54 44

0,43 0,56 0,65

0,24 0,30 0,36

0,56 0,54 0,55

-0,25 -0,27 -0,26

-0,37 -0,25 -0,19

2. Kurva Hubungan Log (x/C) dengan Log C

Intersep Dimana intersep = log K, maka : log K = -0,32 K = 0,48 Slope Intersep

Slope =YX =Y2-Y1X2-X1 =-0,25-(-0,18)-0,37-(-0,74) = -0,2

B. PEMBAHASAN Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari sifat kuantitatif proses adsorpsi karbon aktif melalui nilai tetapan Freudlich. Penggunaan karbon aktif dalam proses adsorpsi ini didasarkan pada sifat karbon aktif yang dapat dijadikan sebagai zat penyerap (adsorben). Karbon aktif atau arang aktif adalah suatu padatan berpori yang terdiri dari 85-95 % unsure kabon yang masing-masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan karbon aktif bersifat non polar. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 25-100% terhadap berat karbon aktif. Daya serap ini dipengaruhi oleh luas permukaan partikel karbon aktif, diman dalam 1 gram karbon aktif memiliki luas permukaan sebesar 300-3500 m2/g. Besar kecilnya luas permukaan ini dipengaruhi oleh struktur pori internal karbon aktif. Semakin kecil pori-pori arang aktif, maka semakin besar luas permukaannya. Sehingga dapat meningkatkan kecepatan adsorpsinya. Oleh karena itulah dalam percobaan ini karbon aktif yang digunakan adalah karbon aktif dalam bentuk serbuk. Percobaan ini diawali dengan menambahkan karbon aktif pada larutan asam asetat dengan berbagai konsentrasi. Serbuk karbon aktif yang berwarna hitam menyebabkan larutan asam asetat tersebut menjadi hitam pekat. Dalam penambahan karbon aktif ini, dilakukan juga pengocokan atau pengadukan selama 10 menit. Pengadukan dilakukan 45

dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pada partikel karbon aktif untuk bersinggungan dengan larutan asam asetat sebagai zat yang diserap (adsorbat) oleh karbon aktif. Pengadukan yang dilakukan selama 10 menit berguna untuk menciptakan atau menghasilkan proses penyerapan yang setimbang antara adsorben( karbon aktif) dengan adsorbat (asam asetat). Karena pada dasarnya, bila karbon aktif ditambahkan pada suatu zat atau cairan maka dibutuhka waktu untuk mencapai kesetimbangan. Kecepatan pengadukan juga menentukan kaecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan yang dilakukan terlalu lambat, maka proses adsorpsinya berlangsung lambat pula, tetapi bila penagdukan terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben justru akan cepat rusak sehingga proses adsorpsi kurang optimal. Setelah dilakukan pengadukan selama 10 menit, campuran tersebut disaring sehingga diperoleh filtrat yang jernih atau bening. Selanjutnya, filtrat ini dititrasi dengan larutan NaOH. Tujuan dilakukannya titrasi ini adalah untuk mengetahui konsentrasi filtrat (larutan asam asetat) sebagi sifat kuantitatif proses adsorpsi yang telah dilakukan. Untuk mengtahui titik akhir titrasi campuran ini, digunakan indicator PP yang diteteskan pada larutan asam asetat. Titik akhir titrasi ini ditandai dengan perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Berdasrkanhasilpengamatan, diperoleh hasil volume NaOH yang digunakan untuk titrasi larutan CH3COOH dengan konsentrasi 0,1 M; 0,2 M; 0,3 M; 0,4 M; 0,5 M; dan 0,6 M berturut-turut adalah 4,35 mL; 3,65 mL; 5,9 mL; 8,6 mL; 11,1 mL;dan 13 mL. Dari hasil ini, sebenarnya bisa disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi asam asetat maka semakin banyak pula volume titrasi yang dibutukan, Namun, padaa titrasi CH3COOH 0,1 M terjadi kesalahan yang disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan dalam melakukan titrasi. Dalam hal ini terjadi kelebihan NaOH yangditeteskan pada larutan CH3COOH akibatnya warna larutan yang diperoleh berwarna merah pekat. Pada proses adsorpsi karbon aktif ini menunjukkan bahwa adsorpsi karbon aktif termasuk adsorpsi secara fisika. Karena dalam adsorpsi ini terjadi gaya tarik-menarik antara substansi terarut dan larutan lebih kecil daripada gaya tarik antara larutan dengan luas permukaan adsorben. Proses ini dipengaruhi oleh luas permukaan adsorben, konsentrasi adsorbat, dan kecepatan pengadukan. Ketiga hal inilah yang mempengaruhi proses adsorpsi karbon aktif dalam percobaan ini. Berdasarkan grafik yang telah dibuat ( grafik hubungan antara log C dengan log x/C), diperoleh nilai intersep sebesar -0,32 dan nilai slope sebesar -0,2. Nilai intersep yang diperoleh dapat menunjukkan nilai tetapan Freudlich (K), dimana intersep = log K sehingga nilai K dapat ditentukan. Nilai tetapan Freulich yang diperoleh adalah 0,48. 46

Pada dasarnya, persamaan isotherm adsorpsi Freudlich ini menggambarkan bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda tergantung dari massa dan konsentrasi zat yang diserap oleh adsorben. C. KESIMPULAN 1. Proses adsorpsi karbon aktif termasukdalam adsorpsi fisika. 2. Proses adsorpsi karbon aktif pada percobaan dipengaruhi oleh luas prmukaan adsoben, konsentrasi adsorbat, dan kecepatan pengadukan. 3. Karbon aktif bertindak sebagai absorben dan larutan asam asetat sebagai absorbat. 4. Semakin luas permukaan karbon aktif, maka semakin cepat proses adsorpsinya. 5. Semakin besar konsentrasi asam asetat yang digunakan maka semakin banyak pula jumlah zat dalam larutan asam asetat yang terserap. 6. Kecepatan pengadukan mempengaruhi kecepatan waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat. 7. Berdasarkan grafik hubungan log C dengan log x/c diperoleh nilai slope = -0,32 dan intersep sebesar -0,32. 8. Nilai tetapan Freulich dapat ditentukan dari nilai intersep yang diperoleh dari grafik yaitu intersep = log K, maka nilai K(tetapan Freudlich) diperoleh sebesar 0,48.

47

DAFTAR PUSTAKA Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga. Bird, Tony. 1987. Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Keenan. 1999. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga. Serimbing, M.T. dkk. 2003.Adsorpsi Karbon Aktif. Jakarta : Erlangga. Sukardjo. 1990. Kimia Anorganik. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

48