36
Laporan Praktikum Tanggal: Senin / 3 Desember 2012 M.K. TPPN PJP : dr. Nur Wulandari, STP, M.Si Asisten : Wirayani Febi H, Amd PENGOLAHAN DAN UJI HEDONIK JAHE INSTAN Oleh: Kelompok 2/A-P1 Ardantyo Gunawan B J3E111002 Fadillah Hutami J3E111033 Rico Fernando T J3E111044 Aqmila Muthi Rafa J3E111066 Dina Crownia J3E111087 Humaira Rahmah J3E111096

Laporan TPPN Jahe Instan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tppn jahe instan

Citation preview

Page 1: Laporan TPPN Jahe Instan

Laporan Praktikum Tanggal: Senin / 3 Desember 2012M.K. TPPN PJP : dr. Nur Wulandari, STP, M.Si

Asisten : Wirayani Febi H, Amd

PENGOLAHAN DAN UJI HEDONIK JAHE INSTAN

Oleh:

Kelompok 2/A-P1

Ardantyo Gunawan B J3E111002

Fadillah Hutami J3E111033

Rico Fernando T J3E111044

Aqmila Muthi Rafa J3E111066

Dina Crownia J3E111087

Humaira Rahmah J3E111096

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: Laporan TPPN Jahe Instan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat mulai menyadari akan pentingnya kualitas hidup yang tinggi.

Oleh karena itu, masyarakat dewasa ini dalam mengkonsumsi makanan tidak

hanya menilai dari lezat tidaknya suatu produk makanan saja, tetapi juga

mempertimbangkan kandungan gizi dan pengaruh makanan tersebut terhadap

kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya permintaan

masyarakat terhadap produk pangan yang mempunyai klaim gizi dan kesehatan,

seperti produk pangan rendah kalori, tinggi zat antioksidan, dan sebagainya.

Tanaman jahe merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang

tumbuh baik dan tersebar luas di wilayah Indonesia. Jahe (Zingiber officinale

Rosc.) termasuk komoditas yang diperdagangkan secara luas di dunia. Masyarakat

Indonesia umumnya telah mengenal dan memanfaatkan jahe untuk berbagai

kepentingan, misalnya sebagai campuran bahan makanan dan minuman mulai dari

tingkat tradisional sampai tingkat modern. Adanya peningkatan kebutuhan

masyarakat terhadap jahe, maka perlu dibuat penganekaragaman produk

olahannya.

Pengolahan jahe juga dapat berupa minuman bubuk instan. Minuman

bubuk instan diartikan sebagai produk pangan berbentuk butiran-butiran (serbuk

atau tepung) yang dalam penggunaannya mudah melarut dalam air dingin atau air

panas.  Jahe instan merupakan produk food yang berbentuk serbuk, terbuat dari

ekstrak jahe yang ditambah gula dan atau rempah-rempah lain.

1.2 Tujuan

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap proses

pembuatan jahe instan dan mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam

proses pembuatannya.

Page 3: Laporan TPPN Jahe Instan

BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah talenan, pisau, blender,

mangkuk stainless, kain saring, nampan, piring plastik, sendok, wajan, timbangan,

dan spatula kayu. Bahan yang digunakan adalah jahe, air, dan gula pasir.

2.2 Metode

Jahe disortasi

Jahe ditimbang

Jahe dicuci dan dihitung rendemen 1

Dilakukan pengupasan pada jahe dan dihitung rendemen 2

Dilakukan pencucian kedua pada jahe yang telah dikupas

Jahe diekstraksi dengan metode parut atau blender

Dilakukan pemerasan (ditentukan vol air secukupnya)

Sari jahe didiamkan 10 menit

Filtrat + gula pasir dimasak

Jahe diaduk sampai kristalisasi

Dilakukan pengecilan ukuran pada jahe

Serbuk jahe diseduh dengan air panas untuk menjadi jahe seduh

Page 4: Laporan TPPN Jahe Instan

Dilakukan uji hedonik serbuk jahe dan jahe seduh

Page 5: Laporan TPPN Jahe Instan

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Uji Hedonik Serbuk Jahe

Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Uji Hedonik Serbuk Jahe

Page 6: Laporan TPPN Jahe Instan

3.1.2 Uji Hedonik Jahe Seduh

Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Uji Hedonik Jahe Seduh

Keterangan:

141 = Kelompok 1 [1] = Sangat tidak suka

262 = Kelompok 2 [2] = Tidak suka

106 = Kelompok 3 [3] = Biasa atau Netral

236 = Kelompok 4 [4] = Suka

285 = Kelompok 5 [5] = Sangat Suka

206 = Kelompok 6

Page 7: Laporan TPPN Jahe Instan

3.2 Pembahasan

Pada praktikum ke 11 tanggal 19 November 2012, mahasiswa diminta

untuk membuat produk olahan jahe yaitu jahe instan. Menurut Riana (2012), jahe

instan adalah jahe yang berbentuk butiran-butiran (serbuk) dan dalam

penggunaannya mudah melarut dalam air dingin atau air panas. Teknik

pengolahan jahe instan dapat dibedakan menjadi dua mtode, yaitu teknologi spray

drying dan kristalisasi. Spray drying merupakan proses perubahan bahan dari

bentuk cair menjadi partikel-partikel kering berupa serbuk atau butiran oleh suatu

proses penyemprotan bahan ke dalam medium kering yang panas (Dziezak, 1980).

Sedangkan kristalisasi adalah proses pembentukan kristal padat dari suatu larutan

induk yang homogen (Dennifa, 2012)

3.2.1 Bahan Dasar Pembuatan Jahe Instan

3.2.1.1 Jahe

Jahe (Zingiber officinale) adalah tanaman rimpang yang sangat

populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat (Anonim, 2012). Akarnya

yang sering disebut rimpang berbentuk jemari yang menggembung di

ruas-ruas bagian tengahnya. Jahe termasuk suku Zingiberaceae (temu-

temuan), termasuk golongan herbal, tegak, dapat berumur tahunan dan

mampu mencapai tinggi 40-100 cm. Jahe berfungsi sebagai bahan utama

dalam pembuatan jahe instan, dimana jahe memiliki rasa yang hangat dan

pedas yaitu senyawa  zingeron untuk diolah menjadi jahe instan dengan

rasa yang khas.

3.2.1.2 Gula

Gula (sukrosa) adalah sejenis karbohidrat yang digunakan sebagai

pemanis. Sumber bahan mentah untuk pembuatan gula yaitu tebu dan bit

gula. Jenis gula yang dipakai adalah gula pasir. Fungsi gula dalam

pembuatan jahe instan adalah sebagai bahan pemanis, penambah rasa,

pembentukan gel dan pengawet alami. Mekanisme gula sebagai bahan

pengawet yaitu menghasilkan tekanan osmosis yang tinggi sehingga cairan

sel mikroorganisme terserap keluar, akibatnya menghambat sitoplasma

menurun sehingga terjadi plasmolisis yang menyebabkan kematian sel

(Winarno, 2008).

Page 8: Laporan TPPN Jahe Instan

Sifat sukrosa sangat dipengaruhi oleh pH. Apabila pH larutan

rendah (asam) maka proses kristalisasi tidak akan terbentuk. Oleh karena

itu, semua bahan pangan termasuk jahe pada dasarnya dapat dijadikan

serbuk instan asalkan larutannya memiliki pH yang tidak asam. Beberapa

hasil penelitian menunjukkan bahwa pH optimum yang dapat

menghasilkan jahe instan yang baik sekitar 6,7-6,8.

3.2.1.3 Air

 Air merupakan komponen yang utama dalam proses pembentukan

jahe instan. Air berfungsi sebagai pelarut  gula untuk proses homogenisasi

komponen. Selama proses pemasakan, banyak air yang diuapkan dan

kadar air permen harus ditetapkan karena akan mempengaruhi tekstur dan

umur simpan (shelf life) jahe instan.

3.2.2 Proses Pembuatan Jahe Instan

Menurut Riana (2012), jahe instan adalah jahe yang berbentuk butiran-

butiran (serbuk) dan dalam penggunaannya mudah melarut dalam air dingin atau

air panas. Pembuatan jahe instan dilakukan di Lab olah 5 pada pukul 13.00 WIB.

Pada pembuatan jahe instan, terdapat dua teknologi yang dilakukan yaitu spray

drying dan kristalisasi. Spray drying merupakan proses perubahan bahan dari

bentuk cair menjadi partikel-partikel kering berupa serbuk atau butiran oleh suatu

proses penyemprotan bahan ke dalam medium kering yang panas (Dziezak, 1980).

Pada praktikum kali ini, teknologi pembuatan jahe instan dilakukan

dengan menggunakan teknologi kristalisasi. Kristalisasi adalah proses

pembentukan kristal padat dari suatu larutan induk yang homogen (Dennifa,

2012). Kristal-kristal dapat terbentuk apabila uap dari partikel yang sedang

mengalami sublimasi menjadi dingin. Selama proses kristalisasi, hanya partikel

murni yang akan mengkristal.

Teknologi kristalisasi ini didasarkan pada pemanfaatan sifat gula pasir

(sukrosa) yang dapat kembali membentuk kristal setelah dicairkan. Secara umum,

mekanismenya yaitu sukrosa yang dipanaskan akan mencair dan bercampur

dengan bahan lainnya. Ketika air menguap, maka sukrosa tersebut akan terbentuk

kembali menjadi butiran-butiran padat (Dennifa, 2012).

Page 9: Laporan TPPN Jahe Instan

Sifat sukrosa sangat dipengaruhi oleh pH. Apabila pH larutan rendah

(asam) maka proses kristalisasi tidak akan terbentuk. Oleh karena itu, semua

bahan pangan termasuk jahe pada dasarnya dapat dijadikan serbuk instan asalkan

larutannya memiliki pH yang tidak asam. Beberapa hasil penelitian menunjukkan

bahwa pH optimum yang dapat menghasilkan jahe instan yang baik sekitar 6,7-

6,8.

Sebelum dilakukan pengolahan jahe instan, terlebih dahulu dilakukan

sortasi pada jahe. Sortasi dilakukan dengan memilih rimpang jahe yang cukup tua,

masih segar dan tidak rusak, lalu dicuci dengan air bersih, atau air yang

mengandung klor atau detergen (Frazier dan Westhoff, 1979).

Setelah ditimbang, dilakukan pencucian dan pengupasan pada jahe.

Pencucian digunakan untuk menghilangkan kotoran pada jahe yang berasal dari

tanah. Sedangkan pengupasan pada jahe dilakukan untuk membuang kulit tipis

pada bagian luar umbi. Setelah dikupas, jahe dicuci kembali untuk kedua kalinya.

Hal ini dilakukan untuk membersihkan bagian-bagian kulit pada bagian luar jahe

yang masih tertinggal.

Setelah itu dilakukan proses ekstraksi pada jahe. Proses ekstraksi pada

jahe ini dilakukan untuk untuk mengeluarkan sari jahe dari ampas atau serat jahe,

Penghancuran dilakukan dengan menggunakan blender dan penambahan air.

Setelah dilakukan pemerasan untuk mendapatkan sari jahe, sari jahe pun

didiamkan selama 10 menit untuk memisahkan jahe dengan pati jahe. Hal ini

disebabkan pati jahe bersifat mencegah pembentukan kristalisasi gula. Apabila

terdapat pati jahe yang masih tertinggal pada sari jahe, maka akan terjadi proses

gelatinisasi dan mempercepat terjadinya reaksi karamelisasi pada gula.

Gelatinisasi adalah perubahan granula pati akibat pemanasan yang terus-

menerus dalam waktu lama sehingga granula pati membengkak luar biasa dan

pecah sehingga tidak dapat kembali ke bentuk semula. Suhu pada saat granula pati

pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air

panas (Winarno, 2008). Pada proses gelatinisasi, ikatan hidrogen yang mengatur

integritas struktur granula pati akan melemah. Terdapatnya gugus hidroksil yang

bebas akan menyerap molekul air sehingga terjadi pembengkakan granula pati.

Ketika granula mengembang, amilosa akan keluar dari granula. Granula hanya

Page 10: Laporan TPPN Jahe Instan

mengandung amilopektin,  rusak, dan terperangkap dalam matriks amilosa

membentuk gel. Sedangkan reaksi karamelisasi merupakan proses pencoklatan

non enzimatis yang disebabkan dalam pemanasan gula yang melampaui titik

leburnya.

Kemudian dilakukan proses pemasakan filtrat dengan gula pasir. Selama

proses pemasakan perlu dilakukan pengadukan agar panasnya dapat merata serta

untuk mencegah kegosongan. Selain itu, dalam proses pemasakan sebaiknya

digunakan api kecil atau sedang agar produk dapat mengkristal dan tidak

berwarna cokelat. Kristalisasi yang terjadi pada pembuatan jahe berfungsi untuk

menguapkan air dari pemurnian.

Setelah proses pengkristalan selesai, dilakukan proses pengecilan ukuran

pada jahe dengan cara penghancuran. Hal ini dilakukan agar diperoleh jahe

dengan bentuk serbuk. Jahe yang berbentuk serbuk ini kemudian diuji secara

hedonik. Selain serbuk jahe, jahe instan juga diuji secara hedonik dengan cara

menyeduh serbuk jahe dengan air panas menjadi jahe seduh.

3.2.3 Uji Hedonik Serbuk Jahe

Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan atau dalam bahasa

Inggrisnya disebut acceptance test atau preference test. Soekarto (1985)

mengatakan bahwa uji hedonik menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat

atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Menurut

Rahardjo (1998) bahwa pada uji hedonik, panelis mengemukakan tanggapan

pribadinya yaitu berupa kesan yang berhubungan dengan kesukanan atau

tanggapan senang atau tidaknya terhadap sfat sensori atau kualitas yang dinilai.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap warna serbuk

jahe yang berbeda. Panelis disediakan enam sampel serbuk jahe yang telah dibuat

oleh semua kelompok dan disajikan secara acak. Panelis disediakan enam contoh

uji serbuk jahe dengan kode berbeda yaitu “141” [Kelompok 1], “262”

[Kelompok 2], “106” [Kelompok 3], “236” [Kelompok 4], “285” [Kelompok 5],

dan “206” [Kelompok 6]. Setelah itu panelis diminta untuk menyatakan

kesukaaan serbuk jahe. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang diberikan,

yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].

Page 11: Laporan TPPN Jahe Instan

Hal ini bertujuan untuk melihat kesan pertama yang timbul saat panelis

melakukan penilaian terhadap karakteristik mutu yang diujikan.

3.2.3.1 Uji Hedonik Warna Serbuk Jahe

Penilaian warna dalam produk pangan memiliki peranan yang

sangat penting. Pada umumnya panelis sebelum mempertimbangkan

parameter lain terlebih dahulu tertarik dengan warna bahan. Kesan pertama

dalam penilaian bahan pangan adalah warna yang akan menentukan

penerimaan atau penolakan panelis terhadap produk.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap

warna keenam produk serbuk jahe dari enam kelompok. Panelis disediakan

enam contoh uji serbuk jahe dengan kode berbeda yaitu, “141” [Kelompok

1], “262” [Kelompok 2], “106” [Kelompok 3], “236” [Kelompok 4], “285”

[Kelompok 5], dan “206” [Kelompok 6]. Panelis diminta untuk melihat

warna keenam serbuk jahe tersebut lalu memberikan penilaian berupa

“suka” atau “tidak suka” terhadap aroma keenam serbuk jahe tersebut pada

kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang

diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2], dan

sangat tidak suka [1].

Uji hedonik serbuk jahe untuk parameter warna berdasarkan pada

Tabel 2 panelis menyukai sampel Serbuk jahe “285” dengan rataan

penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,72. Serbuk jahe “106” dengan

rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,83. Serbuk jahe “141”

dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,48. Serbuk

jahe “262” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2,24.

Serbuk jahe “206” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan

sebesar 2,83, dan Serbuk jahe “236” dengan rataan penilaian kesukaan

yang diberikan sebesar 3,45. Berdasarkan hasil penilaian, dapat dikatakan

bahwa dari segi parameter warna serbuk jahe “106” paling disukai diantara

warna serbuk jahe yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 3,83

dengan skala kriteria penilaian antara [biasa] dan [suka].

Warna serbuk jahe terbentuk dari hasil ekstrak jahe. Ekstrak jahe

yang didapat kemudian disaring untuk mendapatkan sari jahe. Sari jahe

Page 12: Laporan TPPN Jahe Instan

inilah yang memberikan warna pada serbuk jahe. Pembentukan zat warna

pada permen berdasarkan pada jahe yang digunakan, yaitu jahe kuning

kecil. Jahe kuning kecil memiliki warna kekuningan dimana jahe

merupakan bahan utama dengan konsentrasi tertinggi dari jahe instan.

Serbuk jahe yang diolah oleh Kelompok 1 memiliki warna yang

berbeda dengan jahe yang diolah kelompok lainnya, yaitu berwarna coklat.

Timbulnya warna coklat pada jahe instan yang dilakukan Kelompok 1

tersebut terjadi karena proses pengendapan sari jahe yang dilakukan

kurang maksimal atau kurang lama sehingga pati jahe tidak seluruhnya

terendapkan. Oleh karena itu pada saat dilakukan pemasakan, terjadi reaksi

karamelisasi pada jahe tersebut.

Reaksi karamelisasi merupakan proses pencoklatan non enzimatis

yang disebabkan pemanasan gula yang melampaui titik leburnya. Adanya

pati jahe dapat mempengaruhi dan mempercepat terjadinya reaksi

karamelisasi. Pada saat terjadi proses pemasakan, sebagian pati akan

terurai menjadi gula bebas sehingga dapat mempercepat terjadinya proses

karamelisasi (Robert 2006).

Karamelisasi mencakup serangkaian reaksi kimia kompleks. Proses

ini dimulai ketika gula mengalamai dehidrasi dan berakhir dengan

pembentukan polimer molekul-molekul besar yang terdiri atas tatanan

sejumlah molekul kecil. Menurut Robert (2006), sebagian molekul besar

ini mendatangkan rasa pahit dan warna cokelat. Selain itu timbulnya warna

cokelat pada jahe instan juga dipengaruhi perlakuan praktikan saat

pemasakan.

Selama proses pemasakan perlu dilakukan pengadukan agar

panasnya dapat merata serta untuk mencegah kegosongan. Kegosongan

atau timbulnya warna coklat pada jahe juga dapat dicegah dengan

pemakaian api kecil pada saat melakukan proses pemasakan. Apabila

pemanasan yang dilakukan terlalu lama atau dengan api yang terlalu besar,

maka gula akan terurai menjadi uap air dan karbon yang berwarna hitam

sehingga menimbulkan warna gelap pada jahe (Robert 2006). Pemanasan

Page 13: Laporan TPPN Jahe Instan

yang terlalu lama juga dapat mengakibatkan perubahan warna permen jahe

akibat terjadinya karamelisasi (Winarno, 2008).

3.2.4 Uji Hedonik Jahe Seduh

Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan atau dalam bahasa

Inggrisnya disebut acceptance test atau preference test. Soekarto (1985)

mengatakan bahwa uji hedonik menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat

atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Menurut

Rahardjo (1998) bahwa pada uji hedonik, panelis mengemukakan tanggapan

pribadinya yaitu berupa kesan yang berhubungan dengan kesukanan atau

tanggapan senang atau tidaknya terhadap sfat sensori atau kualitas yang dinilai.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap warna, aroma,

dan rasa jahe seduh yang berbeda. Panelis disediakan enam sampel jahe seduh

yang telah dibuat oleh semua kelompok dan disajikan secara acak. Panelis

disediakan enam contoh uji serbuk jahe dengan kode berbeda yaitu “141”

[Kelompok 1], “262” [Kelompok 2], “106” [Kelompok 3], “236” [Kelompok 4],

“285” [Kelompok 5], dan “206” [Kelompok 6]. Setelah itu panelis diminta untuk

menyatakan kesukaaan jahe seduh. Adapun skala hedonik atau skala numerik

yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2], dan

sangat tidak suka [1]. Hal ini bertujuan untuk melihat kesan pertama yang timbul

saat panelis melakukan penilaian terhadap karakteristik mutu yang diujikan.

3.2.4.1 Uji Hedonik Warna Jahe Seduh

Penilaian warna dalam produk pangan memiliki peranan yang

sangat penting. Pada umumnya panelis sebelum mempertimbangkan

paramneter lain terlebih dahulu tertarik dengan warna bahan. Kesan

pertama dalam penilaian bahan pangan adalah warna yang akan

menentukan penerimaan atau penolakan panelis terhadap produk.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap

warna keenam produk jahe seduh dari enam kelompok. Panelis disediakan

enam contoh uji jahe seduh dengan kode berbeda yaitu, “141” [Kelompok

1], “262” [Kelompok 2], “106” [Kelompok 3], “236” [Kelompok 4], “285”

[Kelompok 5], dan “206” [Kelompok 6]. Panelis diminta untuk melihat

Page 14: Laporan TPPN Jahe Instan

warna keenam jahe seduh tersebut lalu memberikan penilaian berupa

“suka” atau “tidak suka” terhadap warna keenam jahe seduh tersebut pada

kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang

diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2], dan

sangat tidak suka [1].

Uji hedonik jahe seduh untuk parameter warna berdasarkan pada

Tabel 2 panelis menyukai sampel Jahe seduh “285” dengan rataan

penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,66. Jahe seduh “106” dengan

rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,03. Jahe seduh “141”

dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2,1. Jahe seduh

“262” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,52. Jahe

seduh “206” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar

3,41, dan Jahe seduh “236” dengan rataan penilaian kesukaan yang

diberikan sebesar 3,59. Berdasarkan hasil penilaian, dapat dikatakan

bahwa dari segi parameter warna jahe seduh “285” paling disukai diantara

warna jahe seduh yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 3,66

dengan skala kriteria penilaian antara [biasa] dan [suka].

Warna jahe seduh terbentuk dari hasil ekstrak jahe. Ekstrak jahe

yang didapat kemudian disaring untuk mendapatkan sari jahe. Sari jahe

inilah yang memberikan warna pada serbuk jahe. Pembentukan zat warna

pada permen berdasarkan pada jahe yang digunakan, yaitu jahe kuning

kecil. Jahe kuning kecil memiliki warna kekuningan dimana jahe

merupakan bahan utama dengan konsentrasi tertinggi dari jahe instan.

Timbulnya warna pada jahe seduh dipengaruhi penambahan serbuk

jahe yang dilarutkan. Serbuk jahe bersifat larut pada air sehingga saat

dicampurkan dengan air panas, warna pada serbuk jahe akan larut dalam

air dan menimbulkan warna kekuningan.

Jahe instan yang diolah oleh Kelompok 1 memiliki warna yang

berbeda dengan jahe yang diolah kelompok lainnya, yaitu berwarna coklat

kehitaman. Timbulnya warna coklat pada jahe instan yang dilakukan

Kelompok 1 tersebut terjadi karena proses pengendapan sari jahe yang

dilakukan kurang maksimal atau kurang lama sehingga pati jahe tidak

Page 15: Laporan TPPN Jahe Instan

seluruhnya terendapkan. Oleh karena itu pada saat dilakukan pemasakan,

terjadi reaksi karamelisasi pada jahe tersebut.

Reaksi karamelisasi merupakan proses pencoklatan non enzimatis

yang disebabkan pemanasan gula yang melampaui titik leburnya. Adanya

pati jahe dapat mempengaruhi dan mempercepat terjadinya reaksi

karamelisasi. Pada saat terjadi proses pemasakan, sebagian pati akan

terurai menjadi gula bebas sehingga dapat mempercepat terjadinya proses

karamelisasi (Robert 2006).

Karamelisasi mencakup serangkaian reaksi kimia kompleks. Proses

ini dimulai ketika gula mengalamai dehidrasi dan berakhir dengan

pembentukan polimer molekul-molekul besar yang terdiri atas tatanan

sejumlah molekul kecil. Menurut Robert (2006), sebagian molekul besar

ini mendatangkan rasa pahit dan warna cokelat. Selain itu timbulnya warna

cokelat pada jahe instan juga dipengaruhi perlakuan praktikan saat

pemasakan.

Selama proses pemasakan perlu dilakukan pengadukan agar

panasnya dapat merata serta untuk mencegah kegosongan. Kegosongan

atau timbulnya warna coklat pada jahe juga dapat dicegah dengan

pemakaian api kecil pada saat melakukan proses pemasakan. Apabila

pemanasan yang dilakukan terlalu lama atau dengan api yang terlalu besar,

maka gula akan terurai menjadi uap air dan karbon yang berwarna hitam

sehingga menimbulkan warna gelap pada jahe (Robert 2006). Pemanasan

yang terlalu lama juga dapat mengakibatkan perubahan warna permen jahe

akibat terjadinya karamelisasi (Winarno, 2008).

3.2.4.3 Uji Hedonik Aroma Jahe Seduh

Aroma atau bau suatu makanan menentukan kelezatan makanan

tersebut. Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera

pembau. Menurut Winarno (1997), bau yang diterima oleh hidung dan

otak umumnya merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam,

tengik, dan hangus.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap

aroma keenam produk serbuk jahe dari enam kelompok. Panelis

Page 16: Laporan TPPN Jahe Instan

disediakan enam contoh uji serbuk jahe dengan kode berbeda yaitu, “141”

[Kelompok 1], “262” [Kelompok 2], “106” [Kelompok 3], “236”

[Kelompok 4], “285” [Kelompok 5], dan “206” [Kelompok 6]. Panelis

diminta untuk mencium aroma keenam serbuk jahe tersebut lalu

memberikan penilaian berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap aroma

keenam serbuk jahe tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala

hedonik atau skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4],

biasa [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].

Uji hedonik jahe seduh untuk parameter aroma berdasarkan pada

Tabel 2 panelis menyukai sampel Jahe seduh “285” dengan rataan

penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,50. Jahe seduh “106” dengan

rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2,79. Jahe seduh “141”

dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2,28. Jahe seduh

“262” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,17. Jahe

seduh “206” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2.1,

dan Jahe seduh “236” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan

sebesar 3,55. Berdasarkan hasil penilaian, dapat dikatakan bahwa dari segi

parameter aroma jahe seduh “236” paling disukai diantara aroma jahe

seduh yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 3,55 dengan

skala kriteria penilaian antara [biasa] dan [suka].

Menurut Rismunandar (1988) rimpang jahe mengandung minyak

atsiri yang berada di bagian sel-sel dagingnya. Komposisi kimia rimpang

jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan pedasnya rimpang jahe.

Sifat khas jahe disebabkan oleh minyak atsiri dan oleoresin. Aroma jahe

disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresin menyebabkan pedas

(Mayuni, 2006).

Minyak atsiri atau disebut juga minyak eteris atau minyak

essensial, yang merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam

tanaman. Minyak atsiri mempunyai bau wangi yang khas sesuai dengan

tanaman penghasilnya (Gunther, 1990).

Minyak atsiri jahe merupakan cairan yang berwarna kuning coklat

hingga kemerahan-merahan, mudah menguap pada suhu kamar, berat jenis

Page 17: Laporan TPPN Jahe Instan

lebih kecil dari berat jenis air, mempunyai rasa getir, berbau wangi khas

tanaman jahe, larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.

Beberapa komponen kimia utama penyusun minyak atsiri jahe adalah

zingiberene, zingiberol, fenol, asetat, lanalool, sitral dan metil hetenon

(Hernani dan Monoharjo di dalam Wulandari 2010).

Zingiberene merupakan salah satu komponen utama penyusun

aroma minyak atsiri jahe. Senyawa ini memiliki titik didih 35oC pada

tekanan 14 mm, Berat Jenis 0,8684 pada suhu 20oC, indeks bias 1,4956,

dan putaran optik -37o38‟ pada suhu 20oC (Hecklman et.al, di dalam

Wulandari 2010.)

Pada tahap pengeringan terjadi dekomposisi senyawa aroma yang

mengakibatkan kandungan zingiberene dalam minyak atsiri berkurang.

Selain itu, minyak atsiri meupakan senyawa volatil sehingga selama proses

pengeringan telah terjadi kehilangan atau pengurangan terhadap komponen

penyusun aroma. Pengecilan ukuran menyebabkan terkonyaknya kelenjar-

kelenjar minyak dalam rimpang selama proses pengecilan sehingga

menyebabkan penguapan senyawa volatil dan ini berakibat menguapnya

juga senyawa zingiberene.

3.2.4.3 Uji Hedonik Rasa Jahe Seduh

Rasa pada makanan atau minuman merupakan faktor kedua yang

mempengaruhi cita rasa setelah penampilan makanan atau minuman itu

sendiri. Rasa meruapakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang

sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar manis, asin,

asam dan pahit.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap rasa

keenam produk serbuk jahe dari enam kelompok. Panelis disediakan enam

contoh uji serbuk jahe dengan kode berbeda yaitu, “141” [Kelompok 1],

“262” [Kelompok 2], “106” [Kelompok 3], “236” [Kelompok 4], “285”

[Kelompok 5], dan “206” [Kelompok 6]. Panelis diminta untuk mencicipi

rasa keenam serbuk jahe tersebut lalu memberikan penilaian berupa “suka”

atau “tidak suka” terhadap aroma keenam serbuk jahe tersebut pada kolom

respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang diberikan,

Page 18: Laporan TPPN Jahe Instan

yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2], dan sangat tidak

suka [1].

Uji hedonik jahe seduh untuk parameter rasa berdasarkan pada

Tabel 2 panelis menyukai sampel Jahe seduh “285” dengan rataan

penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,21. Jahe seduh “106” dengan

rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2,66. Jahe seduh “141”

dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2,31. Jahe seduh

“262” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2,90. Jahe

seduh “206” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar

3,03, dan Jahe seduh “236” dengan rataan penilaian kesukaan yang

diberikan sebesar 3,55. Berdasarkan hasil penilaian, dapat dikatakan

bahwa dari segi parameter rasa jahe seduh “236” paling disukai diantara

rasa jahe seduh yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 3,55

dengan skala kriteria penilaian antara [biasa] dan [suka].

Rasa jahe seduh disebabkan oleh kandungan dari jahe itu sendiri.

Rasa hangat dan pedas pada disebabkan oleh kandungan senyawa keton

bernama zingeron. Selain zingeron, juga ada senyawa oleoresin (gingerol,

shogaol), senyawa paradol yang turut menyumbang rasa pedas ini.

Menurut Tama (2011), molekulnya yang besar dan gugus karbonil yang

polar pada rantainya membuat molekul zingeron saling tarik menarik

secara kuat. Hai ini menyebabkan zingeron tidak mudah menguap

sehingga bau zingeron pada jahe ini tidak kuat. Namun ekor

hidrokarbonnya memberikan rasa pada jahe ketika senyawa ini kontak

dengan reseptornya (indra perasa).

Jahe seduh yang dihasilkan pada praktikum kali ini tidak memiliki

rasa yang terlalu pedas. Hal ini disebabkan adanya penambahan gula pada

pembuatan jahe instan. Selain berfungsi sebagai pengawet, gula juga

berfungsi memberi rasa manis pada jahe instan sehingga rasa pedas yang

ditimbulkan dari jahe tidak terlalu dominan.

Page 19: Laporan TPPN Jahe Instan

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum pembuatan jahe instan, dapat disimpulkan

bahwa kombinasi umur jahe, jenis jahe, kadar gula pasir, dan kadar air yang

digunakan serta proses ekstraksi, pendiaman, pengadukan dan pemanasan akan

memberikan pengaruh terhadap pembentukan sifat organoleptik yang akan

dihasilkan pada produk jahe instan. Prinsip dari pengolahan jahe instan, yaitu

pemanasan filtrat jahe yang telah dipisahkan dengan patinya dan penambahan

gula pasir dengan perbandingan yang ditetapkan hingga filtrat jahe membentuk

kristal dengan pengadukan yang cepat dan adanya gula pasir. Pada hasil uji

hedonik serbuk jahe, serbuk jahe “206” [Kelompok 6] memiliki warna serbuk

yang paling disukai. Pada hasil uji hedonik jahe seduh, jahe seduh “285”

[Kelompok 5] memiliki warna seduh yang paling disukai. Pada parameter rasa,

jahe seduh “236” [Kelompok 4] memiliki rasa seduh yang paling disukai. Pada

parameter aroma, jahe seduh “236” [Kelompok 4] memiliki aroma seduh yang

paling disukai.

4.2 Saran

Bahan-bahan yang akan digunakan sebaiknya diperiksa kualitas dan

ketersediaannya terlebih dahulu sehingga permen bermutu tinggi. Formula yang

akan digunakan harus dibuat berbeda dalam komposisi dan bahan baku yang akan

digunakan agar produk yang didapat lebih beragam. Proses pemanasan dan

pengadukan harus lebih diperhatikan lagi, karena keduanya dapat mempengaruhi

warna, rasa, aroma, dan tekstur akhir serbuk jahe instan. Sebaiknya dilakukan

pengadukan cepat saat akan mencapai akhir pemanasan. Pengadukan yang cepat

akan menghasilkan serbuk jahe instan dengan tekstur yang lebih halus dan tidak

menggumpal.

Page 20: Laporan TPPN Jahe Instan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Jahe. http://www.lagalus.com [22 November 2012]

Dziezak. 1980. Microencapsulation and capsulation ingredients. Food

Technology. 18 (4) : 138.

Dennifa. 2012. Kristalisasi. http://dennifa.wordpress.com [8 Desember 2012]

Frazier dan Westhoff. 1978. Food Microbiology. New York: Tata Mc.Graw-Hill

Gunther, E., 1990. Minyak Atsiri. Jilid III A. Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia

Mayuni, 2006. Teknologi dan Analisis Minyak Atsiri. Padang: Andalas university

Press

Rahardjo. 1998.Uji Inderawi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.

Riana. 2012. Laporan Jahe Instan. http://rianayetmi14.blogspot.com [8 Desember

2012]

Rismunandar, 1988. Rempah-Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Bandung:

Sinar Baru.

Robert. 2006. Kalau Einsten jadi Koki. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Soekarto. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil

Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara

Suprianto. 2007. Parameter Mutu Permen Kunyah. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama

Tama. 2011. Kandungan Kimia Jahe. http://logku.blogspot.com [22 November

2012

Wulandari, Y. 2010. Karakteristik Minyak Atsiri Beberapa Varietas Jahe

(Zingiber officinale). Surakarta: Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

Winarno, F G. 1997. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Page 21: Laporan TPPN Jahe Instan

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rendemen Jahe Segar

Jahe Kotor : 259,1 gr

Jahe setelah dicuci : 259,4 gr

Jahe Setelah dikupas : 217 gr

Jahe Setelah diblender : 177,7 gr

Rendemen Jahe : 217 gr

259,1 grx 100% = 83,65 %

Lampiran 2. Formulasi Jahe Instan

Air : 100 ml

Gula (1:0,92)

0,9205

1x 217 = 199,75 gr

Lampiran 3. SNI Jahe Segar 01-3179-1992

Tabel 3. Spesifikasi Pesyaratan Umum

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Kesegaran Jahe - Segar

2 Rimpang bertunas - Tidak ada

3Kenampakan irisan melintang

- Cerah

4 Bentuk Rimpang - Utuh

5 Serangga Hidup - bebas

Tabel 4. Spesifikasi Persyaratan Khusus

No Jenis Uji SatuanPersyaratan

M I M II M III

1 Ukuran berat Gr/rimp ≥ 250 150 - 249Dicantumkan sesuai hsl. analisa

2Rimpang yang

terkelupas kulitnya% 0 0 Maks. 10

Page 22: Laporan TPPN Jahe Instan

3 Benda asing % 0 0 Maks.3

4Rimpang berkapang

% 0 0 Maks. 10

Lampiran 4. Formula Jahe Instan A-P1

Tabel 5. Formula Jahe Instan A-P1

KelompokPerbandingan

Jahe dan gulaBahan Jumlah

1 1 : 0,9

1. Jahe

2. Gula

3. Air

220 gram

210 gram

170 gram

2 1 : 0,92

1. Jahe kotor

2. Jahe bersih

3. Gula

4. Air

5. Sari jahe

259 gram

217 gram

199,75 gram

120 ml

177,7 ml

3 1 :1

1. Air

2. Jahe segar

3. Gula

4. Sari jahe

200 ml

254,0 gram

220 gram

300 ml

4 1:1

1. Air

2. Jahe kotor

3. Jahe bersih

4. Gula

5. Sari jahe

200 ml

251,7 gram

223,7 gram

223,7 gram

217 ml

5 1: 2

1. Air

2. Jahe bersih

3. Gula

4. Sari jahe

410 ml

410 gram

205 gram

590 ml

6 1:21. Jahe bersih

2. Gula

230,5 gram

461 gram

Page 23: Laporan TPPN Jahe Instan

Lampiran 5. Rendemen Jahe A-P1

Tabel 6. Rendemen Jahe A-P1

Kelompok Rendemen

1Rendemen 1 = 99,31 %

Rendemen 2 = 84,35 %

2Rendemen 1 = 99,88%

Rendemen 2 = 83,65 %

3Rendemen 1 = 99,56%

Rendemen 2 = 86,99%

4Rendemen 1 =

Rendemen 2 = 88,87 %

5Rendemen 1 =

Rendemen 2 =

6Rendemen 1 = 99,62 %

Rendemen 2 = 101,27 %

Lampiran 5. Waktu Perendaman dan Pemasakan Jahe A-P1

Tabel 7. Waktu Perendaman dan Pemasakan Jahe A-P1

KelompokWaktu

Pemasakan Pengendapan

1 40 menit 20 menit

2 30 menit 10 menit

3 45 menit 24 menit

4 55 menit 25 menit

5 10 menit

6 45 menit 15 menit

Page 24: Laporan TPPN Jahe Instan

Lampiran 6. Jahe Instan Kelompok 2

Gambar 1. Jahe Instan Kelompok 2