28
i TUGAS PERENCANAAN TRANSPORTASI LAUT – MS141321 ANALISIS LOGISTIK HORTIKULTURA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING PROSUK LOKAL : STUDI KASUS WILAYAH JAWA TIMUR Alfi Nur Shoba Stifronis N.R.P. 4411 100 022 Marissa Johani Oktaviana N.R.P. 4411 100 034 Dosen Pembimbing Achmad Mustakim, S.T., MBA, M.T. Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. JURUSAN TRANSPORTASI LAUT Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015

Laporan TPT Update

Embed Size (px)

DESCRIPTION

logistik hortikultura dari segi transportasi laut

Citation preview

Page 1: Laporan TPT Update

i

TUGAS PERENCANAAN TRANSPORTASI LAUT – MS141321

ANALISIS LOGISTIK HORTIKULTURA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING PROSUK LOKAL : STUDI KASUS WILAYAH JAWA TIMUR Alfi Nur Shoba Stifronis N.R.P. 4411 100 022

Marissa Johani Oktaviana N.R.P. 4411 100 034 Dosen Pembimbing

Achmad Mustakim, S.T., MBA, M.T. Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. JURUSAN TRANSPORTASI LAUT Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015

Page 2: Laporan TPT Update

ii

MARINE TRANSPORTATION PLANNING PROJECT – MS141321

LOGISTIC ANALYSIS OF HORTICULTURE IN EFFORT TO ENHANCING COMPETITIVENESS OF LOCAL PRODUCTS : CASE STUDY AREA EAST JAVA Alfi Nur Shoba Stifronis N.R.P. 4411 100 022

Marissa Johani Oktaviana N.R.P. 4411 100 034 Dosen Pembimbing

Achmad Mustakim, S.T., MBA, M.T. Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. JURUSAN TRANSPORTASI LAUT Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015

Page 3: Laporan TPT Update

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian penelitian yang berjudul : ”ANALISIS

LOGISTIK HORTIKULTURA SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING

PRODUK LOKAL : STUDI KASUS WILAYAH JAWA TIMUR”. Shalawat serta salam

tak lupa penulis sampaikan pada junjungan Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW yang telah

memberikan petunjuk jalan kebenaran bagi kita semua.

Penelitian ini dapat penulis selesaikan dengan baik berkat dukungan serta bantuan baik

langsung maupun tidak langsung dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Achmad Mustakim, S.T., MBA, M.T. selaku dosen pembimbing I dan Bapak

Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar telah

meluangkan waktu memberikan bimbingan, ilmu dan arahan dalam menyelesaikan

penelitian ini.

2. Bpk. Ir Tri Achmadi, Ph .D selaku Ketua Jurusan Transportasi Laut.

3. Semua dosen Jurusan Transportasi Laut atas bimbingan serta ilmu yang telah

diberikan.

4. Kepada kedua orang tua kami yang senantiasa mendoakan kami dan memberi

semangat dalam mengerjakan Tugas ini.

5. Teman-teman Centerline pada umumnya dan teman-teman seperjuangan Seatrans

2011 pada khususnya yang selalu memberikan semangat dalam pengerjaan penelitian.

6. Semua pihak yang telah membantu didalam penyelesaian Penelitian ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa penulisan Penelitian ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan penulisan selanjutnya.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Surabaya, April 2015

Penulis

Page 4: Laporan TPT Update

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... iii

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 4

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. 5

ABSTRAK ................................................................................................................................. 6

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 7

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 7

1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................... 10

1.3 Batasan Masalah ......................................................................................................... 10

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................................................... 10

1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 10

1.6 Hipotesis ..................................................................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 12

2.1 Hortikultura ................................................................................................................ 12

2.2 Supply Chain Management ........................................................................................ 17

2.3 Manajemen Logistik ................................................................................................... 20

2.4 Daya Saing Produk ..................................................................................................... 21

2.5 Penelitian Terdahulu................................................................................................... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................. 25

3.1 Tahap Identifikasi Masalah ........................................................................................ 25

3.2 Tahap Perumusan Masalah dan Tujuan...................................................................... 25

3.3 Tahap Pengumpulan Data .......................................................................................... 25

3.4 Tahap Analisis Kondisi Eksisting .............................................................................. 26

3.5 Tahap Pengajuan Alternatif Logistik ......................................................................... 26

3.6 Tahap Analisis Perhitungan dengan Metode Optimasi .............................................. 26

3.7 Tahap Perhitungan Unit Cost ..................................................................................... 26

3.8 Tahap Analisis dengan Metode Benchmark ............................................................... 26

3.9 Diagram Alir.............................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 28

Page 5: Laporan TPT Update

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Ketergantungan terhadap Komoditas Hortikultura Impor ......................................... 7

Gambar 2 Pasokan Produk Hortikultura di Indonesia ................................................................ 8

Gambar 3 Skema Proses Impor ................................................................................................ 17

Gambar 4 Indikator Daya Saing Logistik ................................................................................. 22

Page 6: Laporan TPT Update

vi

ANALISIS LOGISTIK HORTIKULTURA SEBAGAI UPAYA

PENINGKATAN DAYA SAING PRODUK LOKAL : STUDI KASUS

WILAYAH JAWA TIMUR

Nama Penulis/NRP : Alfi Nur Shoba Stifronis (4411 100 022)

Marissa Johani Oktaviana (4411 100 034)

Jurusan/Fakultas : Transportasi Laut/Fakultas Teknologi Kelautan

Dosen Pembimbing : Achmad Mustakim, S.T., MBA, M.T.

Firmanto Hadi, S.T., M.Sc.

ABSTRAK

Ketergantungan terhadap produk hortikultura impor saat ini cukup tinggi. Berdasarkan hasil

survey cepat yang telah dilakukan Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI terhadap sejumlah

pedagang hortikultura di Pulau Jawa menunjukkan adanya ketergantungan tinggi terhadap

komoditas hortikultura impor tertentu, seperti bawang putih (89-90%), jeruk (60-70%), wortel

(50-55%), apel (50-60%), kentang (45-55%), bawang merah (20-30%), dan cabai (20-25%).

Sebagian besar produk hortikultura diimpor dari China (47,1%), Thailand (12,9%), AS (8,3%),

India (5,1%), dan Australia (3,2%). Hal ini salah satunya disebabkan oleh masih buruknya

penanganan produk hortikultura lokal. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Jawa Timur

menunjukkan komoditas yang mampu diproduksi dalam kuantitas yang cukup banyak, namun

masih saja mengimpornya dari negara lain yaitu komoditas apel dan jeruk. Dalam penelitian ini

komoditas yang dibahas lebih dikhususkan pada komoditas apel manalagi dan jeruk siam.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode optimasi yang digunakan untuk

menentukan rute pengiriman dan moda transportasi yang paling optimum dengan biaya

distribusi yang ditimbulkan paling minimum terhadap produk hortikultura. Daerah yang

dianalisis dalam penelitian ini yaitu meliputi Provinsi Jawa Timur dengan tujuan pengiriman

ke Biak, Manokwari dan Jayapura. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan alternatif logistik

hortikultura di Jawa Timur yang dapat meningkatkan daya saing produk lokal.

Kata kunci: hortikultura, optimasi, logistik, daya saing

Page 7: Laporan TPT Update

7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) di akhir 2015 dapat menjadi peluang

sekaligus bencana bagi sektor pertanian, khususnya hortikultura. Hal ini disebabkan buah-

buahan dan sayuran tetangga akan lebih banyak masuk ke Indonesia. Sebelum diberlakukannya

pasar bebas ASEAN saja, produk hortikultura dari mancanegara (seperti Thailand dan Vietnam)

sudah banyak yang masuk dari mulai ritel modern hingga pasar-pasar tradisional. Apalagi jika

nanti tidak ada hambatan tarif sama sekali, pasti akan lebih banyak lagi produk asing yang

masuk dan dapat mengancam produk dalam negeri. Kemudahan proses impor hortikultura

sangat berpotensi meningkatkan volume sayuran dan buah impor yang beredar di pasaran. Di

lain sisi, hal tersebut mempengaruhi daya saing produk lokal. Beberapa produk buah dan

sayuran impor bahkan beredar di pasaran dengan harga yang lebih murah dibandingkan produk

lokal. Ketergantungan terhadap produk hortikultura impor saat ini cukup tinggi. Berdasarkan

hasil survey cepat yang telah dilakukan Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI terhadap

sejumlah pedagang hortikultura di Pulau Jawa menunjukkan adanya ketergantungan tinggi

terhadap komoditas hortikultura impor tertentu (gambar 1).

(sumber : Survey Cepat Oleh Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI, 2012)

Gambar 1 Ketergantungan terhadap Komoditas Hortikultura Impor

Sebagian besar produk hortikultura Indonesia diimpor dari China, Thailand, AS, India, dan

Australia (gambar 2).

Page 8: Laporan TPT Update

8

(sumber : www.supplychainindonesia.com)

Gambar 2 Pasokan Produk Hortikultura di Indonesia

Upaya peningkatan daya saing tidak hanya cukup dengan memperhatikan aspek

produksi atau budi daya pertanian, melainkan harus memperhatikan juga aspek logistik dan

rantai pasok, terlebih lagi untuk menghadapi persaingan dalam perdagangan bebas dan

perekonomian global. Selama ini, pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk

meningkatkan produktivitas dan perluasan areal produksi. Padahal peningkatan volume hasil

pertanian terbukti tidak dapat memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Karena ketika hasil panen meningkat seringkali harga jatuh. Di lain sisi, sering terjadinya

kelangkaan produk pertanian di beberapa wilayah tertentu yang berdampak terhadap lonjakan

harga yang tinggi. Pada kasus inipun, petani seringkali menjadi pihak yang tidak mendapatkan

keuntungan. Perbaikan sistem distribusi produk pertanian termasuk hortikultura harus

dilakukan secara baik dengan mengintegrasikan proses-proses bisnis di antara para pelaku.

Dinamika pasar dipengaruhi oleh ketersediaan buah di pasaran dan harga. Salah satu

unsur penting dalam sistem logistik adalah pasokan, baik mengenai volume maupun

kesinambungan. Faktor kesinambungan menjadi maslaah kritis untuk produk hortikultura yang

menjadi kebutuhan masyarakat sepanjang tahun. Ketika musim panen tidak bagus dan harga

tinggi, konsumen cenderung pilih impor. Apalagi selisih harga buah lokal dan impor tidak

signifikan.

Hal lain yang membuat lemahnya daya saing Indonesia adalah biaya logistik Indonesia

yang mahal. Padahal sebenarnya biaya produksi produk Indonesia tak jauh berbeda dengan

negara kompetitor. Biaya logistik disini lebih ditekankan pada biaya transportasi yang tinggi,

Page 9: Laporan TPT Update

9

yang mana biaya tersebut mencakup semua biaya yang harus dikeluarkan untuk pengiriman

produk hortikultura dari sentra produksi sampai pasar atau pedagang. Prosentase biaya

transportasi terhadap harga produk hortikultura cukup tinggi karena nilai produk ini relatif

rendah. Tingginya biaya transportasi tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur di Indonesia

yang terkendala masalah pendanaan. Infrastructure consumption Indonesia hanya sebesar 2,3%

dari total anggaran (perbandingan : China 7,3%; India 9,9%; dan Thailand 15,6%). Anggaran

untuk infrastruktur hanya tersedia sekitar Rp 616,7 triliun atau sebesar 32% dari total kebutuhan

hingga tahun 2014 yang sebesar Rp 1.923 triliun. Dengan keterbatasan tersebut Indonesia sulit

sekali membangun dan infrastruktur untuk mendukung sistem logistik sebagai penopang

pertumbuhan industri dan ekonomi, termasuk untuk sektor pertanian (Kementerian Perhubungan,

2011). Produk suatu negara hanya bisa bersaing dalam pasar global jika sudah menguasai

logistik, distribusi.

Sifat produk hortikultura yang mudah rusak dan kondisi lingkungan Indonesia dengan

temperatur dan kelembaban yang tidak teratur akibat pemanasan global akan mempercepat

proses kerusakan komoditas. Sehingga dibutuhkan penanganan khusus yang mencakup

penanganan di sentra produksi (pasca panen), dalam proses pengiriman, dan di tempat tujuan.

Secara umum, proses penanganan produk hortikultura di Indonesia masih kurang baik.

Perlakuan yang buruk terhadap komoditas ketika didistribusikan juga memperburuk kualitas

komoditas pertanian. Hal ini berdampak terhadap tingkat kerusakan produk yang tinggi hingga

mencapai kisaran 40%. Kerusakan produk ini dibebankan kepada produk yang terjual dengan

kondisi baik, sehingga harga produk menjadi mahal.

Akibatnya hasil pertanian Indonesia buruk, sehingga produk impor lebih banyak beredar

di masyarakat dibandingkan produk lokal. Hal ini menunjukkan masyarakat lebih memercayai

kualitas produk pertanian impor daripada produk pertanian dalam negeri. Sebagai dampak

nyatanya, petani akan mengalami kerugian besar karena hasil pertaniannya tidak dikonsumsi

oleh masyarakat sehingga berakibat paada siklus pertanian selanjutnya. Karena jika tidak ada

yang mengonsumsi hasil pertanian petani maka tidak ada umpan balik untuk siklus pertanian

berikutnya karena kurangnya modal.

Page 10: Laporan TPT Update

10

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah dalam melakukan

penelitian dengan melihat :

1. Bagaimana kondisi eksisting logistik hortikultura di wilayah Jawa Timur?

2. Bagaimana identifikasi biaya pada proses logistik hortikultura di Jawa Timur?

3. Bagaimana alternatif logistik hortikultura yang mampu meningkatkan daya saing

produk lokal?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan-batasan masalah dari Penelitian ini adalah:

1. Daerah penelitian hanya di Wilayah Jawa Timur.

2. Produk hortikultura yang dibahas hanya dua buah, yaitu buah apel manalagi dan buah

jeruk siam.

3. Asumsi demand domestik dan asumsi produksi dari Jawa Timur.

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan batasan masalah tersebut penelitian ini bermaksud

dan bertujuan menganalisis logistik hortikultura sebagai upaya peningkatan daya saing produk

lokal.

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui kondisi eksisting logistik hortikultura di wilayah Jawa Timur.

2. Mengidentifikasi biaya pada proses logistik hortikultura di Jawa Timur.

3. Menentukan alternatif logistik hortikultura yang mampu meningkatkan daya saing

produk lokal

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : :

a. Bagi Penulis

Mengembangkan ilmu dan pengetahuan mengenai pengaruh proses logistik hortikultura

terhadap daya saing produk lokal dan bagaimana alternatif logistik yang dapat

meningkatkan daya saing produk hortikultura lokal.

Page 11: Laporan TPT Update

11

b. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan masukan dan sumbangan ilmu pengetahuan bagi para pengusaha

hortikultura dalam menghadapi persaingan harga dan kualitas yang semakin lama

semakin tinggi jika dibandingkan dengan produk hortikultura impor. Sehingga petani

dan pengusaha domestik berani bersaing dengan kualitas yang lebih bagus lagi.

1.6 Hipotesis

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis logistik hortikultura saat ini sudah mampu

meningkatkan daya saing produk lokal ataukah perlu adanya alternatif logistik baik dari segi

pengemasan produk maupun sektor transportasi pengirimannya. Jika selisih total biaya yang

dikeluarkan dengan total hasil penjualan didapatkan hasil yang maksimal berdasarkan

perhitungan unit cost dengan alternatif logistik hortikultura yang telah diajukan, maka akan

terjadi peningkatan daya saing produk lokal, yang mana nantinya akan didapatkan harga jual

produk lokal yang lebih murah dibandingkan dengan produk impor. Sehingga produk lokal

mampu menguasai pasar, khususnya pasar domestik.

Page 12: Laporan TPT Update

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hortikultura

2.1.1. Pengertian Hortikultura

Hortikultura berasal dari kata “hortus” (= garden atau kebun) dan “colere” (=

to cultivate atau budidaya). Secara harfiah istilah Hortikultura diartikan sebagai usaha

membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Janick, 1972 ;

Edmond et al., 1975). Sehingga Hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu

pertanian yang mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias.

Sedangkan dalam GBHN 1993-1998 selain buah-buahan, sayuran dan tanaman hias,

yang termasuk dalam kelompok hortikultura adalah tanaman obat-obatan.

Ditinjau dari fungsinya tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan

jasmani sebagai sumber vitamin, mineral dan protein (dari buah dan sayur), serta

memenuhi kebutuhan rohani karena dapat memberikan rasa tenteram, ketenangan

hidup dan estetika (dari tanaman hias/bunga).

Peranan hortikultura diantaranya adalah : a) Memperbaiki gizi masyarakat, b)

memperbesar devisa negara, c) memperluas kesempatan kerja, d) meningkatkan

pendapatan petani, dan e) pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian

lingkungan. Namun dalam membahas masalah hortikultura perlu diperhatikan pula

mengenai sifat khas dari hasil hortikultura, yaitu : a) Tidak dapat disimpan lama, b)

perlu tempat lapang (voluminous), c) mudah rusak (perishable) dalam pengangkutan,

d) melimpah/meruah pada suatu musim dan langka pada musim yang lain, dan e)

fluktuasi harganya tajam (Notodimedjo, 1997). Dengan mengetahui manfaat serta sifat-

sifatnya yang khas, dalam pengembangan hortikultura agar dapat berhasil dengan baik

maka diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap permasalahan

hortikultura tersebut.

Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki masa depan sangat cerah

menilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam pemulihan

perekonomian Indonesia waktu mendatang. Oleh karenanya kita harus berani untuk

memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya negara-negara lain yang

mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura, antara lain Thailand dengan berbagai

komoditas hortikultura yang serba Bangkok, Belanda dengan bunga tulipnya,

Page 13: Laporan TPT Update

13

Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun pasirnya kini telah mengekspor

apel, jeruk, anggur dan sebagainya.

Pengembangan hortikultura di Indonesia pada umumnya masih dalam skala

perkebunan rakyat yang tumbuh dan dipelihara secara alami dan tradisional,

sedangkan jenis komoditas hortikultura yang diusahakan masih terbatas. Apabila

dilihat dari data selama Pelita V pengembangan hortikultura yang lebih ditekankan

pada peningkatan keragaman komoditas telah menunjukkan hasil yang cukup

menggembirakan, yaitu pada periode 1988-1992 telah terjadi peningkatan

produktivitas sayuran dari 3,3 ton/ha menjadi 7,7 ton/ha, dan buah-buahan dari 7,5

ton/ha menjadi 9,9 ton/ha (Amrin Kahar, 1994).

Terjadinya peningkatan tersebut dapat dikatakan bahwa petani hortikultura

merupakan petani yang responsif terhadap inovasi teknologi berupa : penerapan

teknologi budidaya, penggunaan sarana produksi dan pemakaian benih/bibit yang

bermutu. Tampak disini bahwa komoditas hortikultura memiliki potensi untuk

menjadi salah satu pertumbuhan baru di sektor pertanian. Oleh karena itu dimasa

mendatang perlu ditingkatkan lagi penanganannya terutama dalam menyongsong

pasar bebas abad 21 (Pratignja Sunu dan Wartoyo, 2006).

2.1.2. Pengangkutan Hasil Hortikultura

Pengelolaan suhu sangatlah penting dalam pengangkutan dengan jarak

tempuh jauh, untuk itu muatan harus disusun sedemikian rupa agar terjadi sirkulasi

udara yang baik yang dapat membawa keluar panas yang dihasilkan oleh produk dan

juga akibat hawa panas yang datang dari udara sekitarnya serta panas jalan. Sarana

angkutan yang dipakai harus mempunyai insulasi yang baik sehingga suhu muatan

yang telah didinginkan terlebih dahulu dapat dijaga dan mempunyai ventilasi yang

baik sehingga udara bisa mengalir melalui produk.

Selama pengangkutan, produk hasil pertanian harus disusun dengan baik agar

kerusakan dapat diminimumkan kemudian diperkuat dan aman. Muatan atau produk

dalam kendaraan bak terbuka dapat diatur sedemikian rupa sehingga udara bisa

mengalir melalui produk yang dapat mendinginkan produk itu sendiri selama

kendaraan melaju. Perjalanan pada malam hari dan pagi hari bisa mengurangi beban

panas (heat load) pada kendaraan yang mengangkut hasil panen. Pengemudi

kendaraan yang terlibat dalam pengiriman produk harus dilatih terlebih dahulu tentang

Page 14: Laporan TPT Update

14

cara menangani muatan hortikultura. Pengemudi kendaraam sering pindah tempat

kerja (di Amerika Serikat dilaporkan pengemudi bekerja di satu perusahaan rata-rata

hanya selama 3,5 tahun) sehingga pelatihan harus selalu diperhatikan.

Beberapa dokumen melaporkan bahwa pengangkutan campuran beberapa

jenis produk hortikultura di Amerika Utara adalah hal yang biasa dilakukan, khususnya

untuk pengiriman sayur-sayuran. Muatan campuran dapat menjadi masalah yang

serius jika suhu optimal tidak sesuai (contohnya dalam pengiriman buah yang sensitif

terhadap kerusakan suhu dingin bersama-sama dengan komoditas yang membutuhkan

suhu yang sangat rendah) atau ketika pengiriman campuran antara komoditas yang

memproduksi etilen dengan komoditas yang sensitif terhadap etilen. Komoditas

pertanian yang memproduksi etilen tinggi seperti pisang, apel dan melon yang matang

bisa menyebabkan kerusakan fisik dan/atau perubahan warna, rasa dan tekstur yang

tidak diinginkan terhadap komoditas yang sensitif terhadap etilen (seperti selada,

mentimun, wortel, kentang, dan ubi jalar).

Berbagai macam penutup palet bisa digunakan untuk menutupi produk yang

didinginkan selama proses penanganan dan pngenagkutan. Penutup dari bahan

polietilen harganya murah dan ringan, serta melindungi palet dari debu, kelembapan

dan mengurangi peningkatan suhu. Penutup berinsulasi ringan dapat melindungi

muatan dari proses peningkatan panas untuk beberapa jam (misalnya, jika terjadi

penundaan proses pemuatan). Penutup berinsulasi tebal terkadang digunakan untuk

melindungi produk-produk tropis dari hawa dingin pada saat pengiriman selama

musim dingin (Arruumita Nova Velina, 2011).

Penggunaan mobil berpendingin (coolbox) menjadi salah satu alternatif,

terutama berkaitan dengan waktu transportasi yang lama akibat kemacetan. Fasilitas-

fasilitas distribusi harus dibangun sepanjang aliran produk, termasuk pembangunan

sub terminal agro (STA) beserta fasilitas dan peralatannya, seperti cool storage, yang

sangat diperlukan untuk produk hortikultura. Selain itu, metode cross-docking dan

overnight shipping bisa menjadi alternatif penting untuk digunakan (Setijadi, 2012).

2.1.3. Kebijakan Mengenai Hortikultura

Adapun peraturan yang mengatur tentang hortikultura adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura Pasal 33 (2) dalam

hal sarana hortikultura dalam negeri tidak mencukupi atau tidak tersedia, dapat

Page 15: Laporan TPT Update

15

digunakan sarana hortikultura yang berasal dari luar negeri (Arruumita Nova Velina,

2011).

b. Permendag No. 30/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura

c. Permentan No. 60/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura

2.1.4. Proses Impor Hortikultura di Pelabuhan

Kegiatan impor dimulai ketika seorang importir yang hendak mulai

mengimpor pertama kali mengajukan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan

Permohonan Impor (PI) ke bea cukai. PI dan PIB ini berisi keterangan mengenai :

1. Pemilik atau penjual barang (shipper)

2. Pembeli (buyer)

3. Pelabuhan muat, pelabuhan bongkar dan pelabuhan asal

4. Keterangan barang, meliputi : nama barang, jumlah, tonase, harga dan kode HS

(harmonized system), jenis pembayaran, kode kantor bea cukai pelabuhan

muat,nomor pengajuan, nomor petikemas, nomor seal, dan nomor nvoice (nomor

faktur), faktur ini merinci semua tagihan keuangan dari sebuah petikemas yang

dikeluarkan oleh supplier dengan satuan internasional dollar`

5. Kegiatan pengajuan PI dan PIB tersebut sekarang dilakukan secara online,

sehingga importir harus memiliki nomer kode EDI (electronic data interchange)

terlebih dahulu, namun jika tidak punya nomer kode EDI maka bisa

memanfaatkan jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), sehingga mereka

tidak perlu repot0repot harus menunggu dokumen di lapangan. Jika importir

memanfaatkan jasa EMKL maka dia hanya tinggal menunggu trailer beserta

petikemas pihak EMKL datang ke gudang importir. Sehingga EMKL ini

merupakan perusahaan yang menyediakan jasa dukungan logistik pelayaran

seperti petikemas, COO (Certificate of Origin) yakni semacam surat yang

dikeluarkan oleh pihak dinas perindustrian dan perdagangan yang mengesahkan

bahwa barang tersebut benar-benar berasal dari negara asal dan jasa tracking.

6. Kapal datang di dermaga

Sebelum kapal datang di dermaga, pihak importir melkaukan pertemuan terlebih

dahulu dengan pihak TPS untuk menentukan Berth Planning dan Yard Planning

kira-kira 4 jam sebelum kapal tiba. Setelah pertemuan selesai kemudian pihak TPS

mengirimkan informasi kepada control system untuk menentukan lokasi

Page 16: Laporan TPT Update

16

penempatan petikemas. Setelah kapal datang dan merapat maka segera quay crane

melakukan kegiatan menurunkan petikemas dari atas kapal untuk kemudian

dibawa oleh internal truck ke container yard. Setelah petikemas tersebut

diletakkan di container yard kemudian tally memeriksa petikemas tersebut.

7. Kedatangan truck kosong di gate-in

Sebelum kapal tiba di dermaga, external truck yang tidak bermuatan masuk ke

terminal melalui gate-in, di gate akan mengalami pemeriksaan ID truck, ID sopir

dan input berat truck oleh seorang tally. Semua data itu kemudian dikirim ke

sistem, operator sistem, lalu memberi informasi balasan ke tally di gate-in untuk

memberitahukan ke sopir lokasi pengambilan petikemas, setelah sopir mendapat

lokasi container misalnya blok apa, slot dan row berapa serta tier berapa, segera

sopir menuju ke lokasi yang telah ditentukan tersebut.

8. Truk menuju ke CY

Truck kemudian menuju ke yard melalui jalur tertentu yang telah ditentukan.

Sehingga arah pergerakan truck ekspor semuanya searah, hal ini untuk

menghindari tabrakan dan memperlancar arus pergerakan kendaraan dan

keamanan.

9. Truck saat loading di CY

Truk yang telah menuju ke lokasi yang ditentukan di gate-in segera setelah akan

dilayani oleh RTGC, kemudian truck mengangkut petikemas dan meninggalkan

lokasi CY

10. Setelah petikemas diambil oleh truck maka truck segera keluar dari area CY

menuju gate-out

11. Entity

Entity pada proses ini adalah truck dengan trailer beserta sopir yang pada akhirnya

proses akan dipisah menjadi trailer dan sopir dan truk.

Resource yang terdapat dalam sistem adalah ebagai berikut :

Penjaga loket kelengkapan dan melengkapi

Penjaga loket retribusi

Penjaga loket gate in

Penjaga loket gate out

Pemeriksaan ID truck

Page 17: Laporan TPT Update

17

12. Controller

Yang menjadi pengendali dalam sistem ini adalah batasan antrian parkir setiap

barisannya hanya 5 truck dan pada antrian gate sebanyak 15 antrian. Selain itu

juga terdapat pengendali proses yaitu jika kondisi dokumen belum lengkap maka

sopir harus ke proses lengkap untuk melengkapi dokumen kemudian setelah itu

baru bisa melanjutkan pada proses selanjutnya.

Aktivitas, peralatan dan operator yang terlibat dalam kegiatan impor

dapat dijelaskan secara terperinci seperti diilustrasikan dalam gambar 3 (Arruumita

Nova Velina, 2011).

Truck internal

Gate-In

X

Truck eksternal

Aktifitas

1. Cek ID supir truck

2. Cek ID truck

3. Timbang berat truck

Peralatan

1. Timbangan truck

2. Computer

Operator

Tally

Container yard

Truck (eksternal)

petikemas

Truck (internal)

petikemas

Truck (internal)

kosong

QuayTruck kosong dari

post internal truck

Gate-Out

Aktifitas

1. Unloading dari kapal

2. Loading ke internal truck

3. Record ID petikemas

Peralatan

1. Quay crane

2. Internal truck

Operator

1. Operator quay crane

2. Supervisor berth

3. Tally

Gambar 3 Skema Proses Impor

2.2 Supply Chain Management

Beberapa ahli yang menjelaskan definisi dari Supply Chain Management. Seperti,

Martin dalam Tunggal (2010) mendefinisikan Supply Chain Management sebagai jaringan

organisasi yang melibatkan hubungan upsteam dan downstream dalam proses dan aktivitas

yang berbeda yang memberikan nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan.

Sedangkan menurut Stanford, Supply Chain Forum, dalam Tunggal (2010) SCM berhubungan

Page 18: Laporan TPT Update

18

erat dengan aliran manajemen material, informasi dan finansial dalam suatu jaringan yang

terdiri dari supplier, perusahaan, distributor dan pelanggan. Menurut Folkerts and Koehorst

dalam Woods (2003) Supply Chain Management simply refers to the management of the

entire set of production, distribution, and marketing processes by which a consumer is

supplied with a desired product. Sehingga manajemen rantai pasokan dapat diartikan

sebagai koordinasi antar perusahaan dan interaksi bisnis terkait produk, jasa, sumberdaya

keuangan dan informasi dengan menciptakan cara-cara yang terorganisir di rantai pasok

untuk berinteraksi satu sama lain. Supply Chain Management terdiri atas tiga elemen yang

saling terikat satu sama lain, yaitu (Tunggal, 2010) :

1. Struktur jaringan supply chain. Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota

lainya

2. Proses bisnis supply chain. Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran

tertentu bagi pelanggan

3. Komponen manajemen supply chain. Variabel-variabel maanjerial dimana proses bisnis

disatukan dan disusun supanjang supply chain.

Dalam hubungannya dengan Buyer – Supplier dianjurkan agar diperbanyak kemungkinan

komponen yang harus menerima perhatian manajerial ketika mengatur hubungan rantai

pasokan. Tiap komponen dapat memiliki beberapa subkomponen dengan kepentingan yang

dapat berubah sesuai dengan proses yang dilakukan. Komponen utama dari maanjemen rantai

pasokan adalah (Tunggal, 2010) : metode perencanaan dan pengendalian, struktur aliran kerja

dan aktivitas kerja, stuktur organisasi, struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi,

struktur fasilitas aliran produk, metode manajemen, struktur wewenang (power) dan

kepemimpinan (leadership), struktur risiko dan reward, budaya dan sikap.

Indikator berhasilnya suatu pengelolaan rantai pasok khususnya di pertanian

dikemukakan oleh Roekel, Willems and Boselie (2002) yakni: (1) meningkatnya margin dan

pengetahuan pasar bagi produsen; (2) penurunan hilangnya produk selama penyimpangan dan

transportasi; (3) kualitas produk meningkat; (4) meningkatnya produk pangan yang terjamin

aman; (5) penjualan meningkat signifikan; (6) peningkatan nilai tambah produk yang dapat

menghasilkan penerimaan. Mengacu pada pemikiran Roekel, Willems and Boselie tersebut,

maka SCM itu gagal jika tidak dapat memberikan manfaat kepada semua anggotanya. Akan

tetapi, Roekel, Willems and Boselie (2002) belum menjelaskan bagaimana rantai pasok itu

dapat dikelola secara efektif.

Page 19: Laporan TPT Update

19

Terdapat enam prinsip pengelolaan SCM yang efektif dikemukakan oleh Collins, Dunne

and Murray (2004) berdasarkan kerja kolaborasi dengan rantai pasok agribisnis yang berhasil.

Jika prinsip-prinsip ini tidak diperhatikan, maka akan menghalangi kemampuan sistem (rantai

pasok) untuk bekerja dengan baik. Makalah ini menggunakan prinsip-prinsip yang disampaikan

Collins, Dunne and Murray (2004) tersebut untuk mengkaji pengelolaan rantai pasok

hortikultura. Keenam prinsip tersebut adalah:

a. Prinsip-1: fokuskan pada pelanggan dan konsumen

Standar kualitas produk perlu disesuaikan dengan kebutuhan konsumen akhir. Oleh

karena itu, umpan balik dari konsumen tentang penerimaan mereka akan produk

menjadi sangat

penting.

b. Prinsip-2: menghasilkan produk yang berkualitas

c. Prinsip-3: memastikan logistik dan distribusi yang efektif

Prinsip 3 ini berkaitan dengan masalah distribusi dan logistik serta kondisi infrastruktur,

sekaligus sebagai indikator kinerja rantai pasok dalam menangani produk. Aktivitas

yang penting dalam logistik dan distribusi ini mencakup transportasi, penyimpanan dan

prasarana komunikasi dalam pengembangan rantai pasok yang efisien di negara

berkembang.

d. Prinsip-4: memiliki informasi yang efektif dan strategi komunikasi.

Prinsip 4 dari manajemen rantai pasok berkaitan dengan arus informasi dan komunikasi

di sepanjang rantai pasok. Kurangnya akses informasi pasar telah ditemukan menjadi

hal penting bagi produsen gurem di negara berkembang.

e. Prinsip-5: membangun kerjasama yang efektif.

Isu kritis yang berdampak pada rantai pasok dalam studi kasus ini adalah rendahnya

kemampuan rantai pasok dalam membangun kerjasama yang efektif. Memahami

permasalahan budaya petani dalam menerima umpan balik dari mitra bisnis mereka

merupakan hal yang utama.

f. Prinsip-6: penciptaan dan berbagi nilai.

Untuk berhasil dalam pengelolaan rantai pasok, maka prinsip-prinsip tersebut harus dipenuhi.

Ketidakmampuan untuk memenuhi prinsip-prinsip manajemen rantai pasok tersebut,

berpotensi gagal dalam pencapaian tujuan manajemen rantai pasok atau kerjasama rantai pasok

tidak berlanjut (Trizna Fizzanty dan Kusnandar, 2012).

Page 20: Laporan TPT Update

20

2.3 Manajemen Logistik

Proses logistik berhubungan erat dengan aktivitas sehari-hari. Aktivitas logistik

sangat penting dalam aktivitas di perusahaan maupun masyarakat dimana proses perpindahaan

barang dari supplier ke produsen maupun produsen ke konsumen harus berjalan secara

efektif dan efisien. Logistik manajemen diartikan oleh Council of Logistics Management

dalam Farahani (2011) sebagai : “Logistics is that part of the supply chain process that plans,

implements, and controls the efficient, effective forward and reverse flow and storage of

goods, services, and related information between the point of origin and the point of

consumption in order to meet customers requirements”. Sedangkan menurut Tunggal (2010),

Manajemen logistik semua hal baik berupa aliran barang, pelayanan dan informasi pada

sektor produk maupun jasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen logistik sebagai

bagian dari supply chain yang berhubungan dengan aliran barang, pelayanan dan informasi.

Aktivitas-aktivitas Utama Logistik

1. Customer Services. Suatu proses yang berlangsung diantara pembeli, penjual dan pihak

ketiga yang menghasilkan nilai tambah untuk pertukaran barang atau jasa pada

waktu tertentu

2. Ramalan Permintaan (Demand Forecasting). Ramalan permintaan manajemen

logistik yang menentukan berapa banyak barang yang dibutuhkan oleh konsumen

3. Manajemen Persediaan (Inventory Management) penentuan kebutuhan persediaan

yang cukup antara proses produksi dan kebutuhan pelanggan.

4. Komunikasi Logistik. Komunikasi merupakan jaringan yang vital dari sebuah proses

logistik. Membangun komunikasi yang akurat akan menjadikan perusahaan mudah

untuk membuat suatu keputusan yang tepat.

5. Penanganan material (Material Handling). Material handling berhubungan dengan

keseluruhan asapek gerakan dari produk. Penangan material haruslah seefektif mungkin

guna menghindari penanganan material yang tidak perlu

6. Proses Pemesanan. Aktivitas yang terdiri dari pemasukan pesanan, elemen

komunikasi dan kredit serta elemen pengumpulan.

7. Pengemasan (packing). Pengemasan yaitu proses untuk melindungi produk dari

kerusakan ketika disimpan dan mempermudah pemindahan produk.

8. Komponen-Komponen dan Layanan Pendukung. Salah satu aktivitas dari pemasaran

yang memberikan pelayanan pasca penjualan kepada pelanggan.

Page 21: Laporan TPT Update

21

9. Seleksi lokasi pabrik dan Tempat Penyimpanan/Gudang. Bagian yang integral dalam

sebuah sisitem logistik dalam memberikan pelayanan dengan biaya seminimal

mungkin yang digunakan sebagai tempat penyimpanan selama proses logistik.

10. Purchasing (Procurement) aktivitas pembelian aktual material

11. Reverse Logistic. Penanganan barang-barang retur baik berupa salvage dan scrap

disposal.

12. Transportasi. Fungsi transportasi menghubungkan bagian dalam dan luar

departemen logistik

13. Pergudangan dan Penyimpanan. Produk harus disimpan dalam pabrik sebelum

produk dikirim ke konsumen.

2.4 Daya Saing Produk

Suatu komoditas dapat mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif sekaligus,

yang berarti komoditas tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat

bersaing di pasar Internasional. Apabila komoditas yang diproduksi di suatu negara hanya

mempunyai keunggulan komparatif namun tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka di

negara tersebut dapat diasumsikan terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan-hambatan

yang mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan produsen, seperti prosedur

administrasi, perpajakan dan lain-lain. Untuk itu pemerintah perlu melakukan deregulasi yang

dapat menghilangkan hambatan (distorsi tersebut). Dalam hal daya saing, Asian Development

Bank (1993) dalam Novianti (2003) menyatakan bahwa di bawah asumsi adanya sistem

pemasaran dan intervensi (kebijakan) pemerintah, maka suatu negara akan dapat bersaing

di pasar internasional jika negara tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam

menghasilkan suatu komoditas. Dengan demikian, keunggulan kompetitif mulai digunakan

sebagai alat ukur kelayakan suatu aktivitas berdasarkan keuntungan privat (privat

profitability) yang dihitung atas harga pasar dan nilai uang resmi yang berlaku.

Salah satu pendekatan untuk melihat keunggulan kompetitif menurut Porter (1994)

adalah strategi diferensiasi dimana perusahaan atau pemasar memilih atribut untuk

mendeferensiasikan diri yang menghasilkan produk yang ‘berbeda’ dari atribut rivalnya.,

dan strategi ini akan berhasil manakala lebih banyak atribut yang dapat diperoleh atau

dipandang penting oleh konsumen (Sudiyarto dan Nuhfil Hanani, 2005).

Page 22: Laporan TPT Update

22

Adapun beberapa indikator daya saing dilihat dari sektor logistik yang dikemukakan

sebagai hasil dalam Focus Group Discussion Kementerian Perdagangan, Kementerian

Perhubungan dan Kementerian Koordinator Perekonomian adalah sebagai berikut :

(sumber : Sudiyarto dan Nuhfil Hanani, 2005)

Gambar 4 Indikator Daya Saing Logistik

2.5 Penelitian Terdahulu

a. Pengelolaan Logistik dalam Rantai Pasok Produk Pangan Segar (Trina Fizzanty dan

Kusnandar, 2012)

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan membangun rantai pasok pedesaan dalam

mendukung kinerjanya dengan menggunakan enam prinsip manajemen rantai pasok.

Beberapa kasus, desain rantai pasok diawali bantuan internasional, instansi pemerintah

atau perusahaan swasta. Setelah diteliti ternyata kasus-kasus tersebut mengalami

kegagalan dalam memenuhi enam kunci prinsip rantai pasok, yang akhirnya tidak dapat

melanjutkan kerjasama. Adanya ketidakmampuan untuk mengenali sistem bisnis yang

ada di pedesaan dan dapat mengurangi potensi masyarakat pedesaan untuk memperoleh

manfaat dari sistem modern ini. disampinh itu, pengelolaan logistik tidak dapat berdiri

sendiri, harus dikelola bersama dengan lima fungsi lainnya dalam rantai pasok.

b. Analisis Daya Saing Apel Tropis di Kota Batu (Titin Agustina, 2008)

Penelitian ini ingin menganalisis daya saing komoditas apel tropis dari Kota Batu

berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitifnya dibandingkan dengan apel

import dari negara-negara kawasan sub tropis, menganalisis sensitivitas hasil analisis

keunggulan komparatif dan kompetitif tersebut akibat adanya perubahan input dan

output. Metode penelitian yang menggunakan analisis keunggulan kompetitif dan

Page 23: Laporan TPT Update

23

komparatif dengan menghitung nilai BSD, KBSD dan PCR. Hasil penelitian yang

didapat yaitu analisis keunggulan komparatif komoditas apel yang dihasilkan efektif

dalam memanfaatkan sumberdaya domestik untuk mengehemat satu satuan devisa dan

memiliki keunggulan komparatif dibandingkan komoditas apel impor.

c. Analisis Sektor Logistik Dalam Rangka Kelancaran Arus Barang dan Peningkatan Daya

Saing Komoditi Ekspor Daerah (Bagas Haryotejo, 2013)

Penelitian ini mengidentifikasi permasalahan di setiap rantai pasok logistik dan

membuat urutan prioritas masalah yang harus dipecahkan. Setelah menentukan

alternatif pemecahan masalah

Menggunakan analisis dengan metode AHP yang didasarkan pada dua hierarki yaitu :

Distribusi dalam negeri lancar (efektif), Distribusi dalam negeri efisien,

Keberlangsungan distribusi.

Harmonisasi peraturan pusat/daerah, Pembenahan infrastruktur, Pengembangan

SDM, Penghapusan biaya tidak resmi, Penegakan hukum bagi yang melanggar

peraturan, Do nothing.

Berdasarkan sintesis dari enam pilihan kebijakan, perbaikan infrastruktur, penghapusan

biaya tidak resmi dan harmonisasi peraturan adalah prioritas kebijakan yang harus

dilakukan oleh Pemerintah guna kelancaran arus barang dalam rangka menciptakan

daya saing produk.

d. Analisis Daya Saing Buah Jeruk Lokal Terhadap Buah Jeruk Impor Melalui Sikap

Konsumen Terhadap Atribut Produk (Sudiyarto dan Nuhfil Hanani, 2005)

Penelitian ini untuk menganalisis atribut-atribut utama yang terdapat pada produk buah

jeruk (lokal dan impor) yang menjadi pilihan konsumen. Menganalisis daya saing

produk buah jeruk lokal terhadap buah jeruk impor ditinjau dari indikator pengukuran

nilai sikap-kepercayaan konsumen terhadap atribut-atribut buah jeruk lokal maupun

impor. Penelitian ini merupakan studi perilaku konsumen buah-buahan kota

Surabaya serta sekaligus menganalisis daya saing buah (lokal terhadap impor) atas

dasar nilai sikap kepercayaan konsumen terhadap masing-masing buah (jeruk).

Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survei menggunakan kuesioner

sebagai instrumen penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa buah jeruk

Impor mempunyai daya saing yang lebih unggul dibandingkan dengan buah jeruk lokal.

Tujuh dari delapan atribut buah jeruk manis lokal kalah bersaing dibandingkan

buah jeruk manis impor. Namun demikian satu-satunya atribut yang mana produk

Page 24: Laporan TPT Update

24

buah jeruk manis impor kalah dengan buah jeruk domestik (lokal) yaitu atribut

‘harga’. Hal ini berarti bahwa konsumen bersikap untuk menilai jeruk impor

sebagaiproduk buah yang ‘mahal’ dan menilai jeruk manis lokal ‘murah’.

e. Pengaruh Jasa Transportasi Terhadap Harga Produk : Studi Kasus Komoditas

Hortikultura (Aruumita Nova Velina, 2012)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh biaya transport dan kuantiti

terhadap harga produk. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan location quotient untuk penentuan lokasi pembanding buah lokal di Jawa

Timur yang berpotensi. Hasil yang didapat setelah perhitungan selisih dari prosentase

unit cost terhadap sangat bervariasi, untuk komoditas buah naga prosentase tertinggi

yaitu jalur lokal, sedangkan komoditas buah pisang dan buah mangga yaitu jalur

domestik. Perbedaan unit cost transport tersebut setelah disesuaikan dengan analisa

sebab akibat, maka pengaruh transportasi dan kuantiti tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap harga produk yang dijual di pasar.

Page 25: Laporan TPT Update

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pengerjaan Tugas Perencanaan Transportasi ini secara umum merupakan penelitian

analisis logistik produk hortikultura untuk meningkatkan daya saing produk lokal. Metode

pengumpulan data dalam penulisan Tugas Perencanaan Transportasi ini dilakukan dalam

beberapa tahapan yaitu :

3.1 Tahap Identifikasi Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana peran logistik

terhadap peningkatan daya saing produk hortikultura lokal. Tinjauan indikator daya saing

hortikultura ini lebih difokuskan pada proses logistiknya, yaitu:

Lama proses dari petani hingga konsumen akhir

Pengemasan

Arus informasi (cara pemesanan dan pembayaran)

Kuantitas produk

Langkah selanjutnya adalah menentukan alternatif logistik yang dapat meningkatkan daya

saing produk hortikultura local

3.2 Tahap Perumusan Masalah dan Tujuan

Berdasarkan informasi dan masalah yang teridentifikasi pada tahap sebelumnya,

dibuat perumusan masalahnya beserta tujuan dari penelitian yang akan dilakukan.

Pada tahapan ini dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Dilakukan studi literatur terhadap berbagai informasi terkait dengan topik penelitian.

b. Dimaksudkan untuk mencari konsep dan metode yang tepat untuk menyelesaikan

masalah yang telah dirumuskan dan mewujudkan tujuan yang dimaksudkan.

c. Termasuk mencari referensi dan teori-teori terkait ata hasil penelitian yang pernah

dilakukan sebelumnya.

3.3 Tahap Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan Tugas Perencanaan Transportasi ini

dilakukan dalam 2 (dua) cara yaitu :

a. Data primer

Pengumpulan data secara langsung di lapangan survei dan wawancara langsung

ke petani, pedagang, pengepul, supermarket, pihak Disperindag Surabaya, instansi

dan perusahaan terkait.

Page 26: Laporan TPT Update

26

b. Data sekunder

Pengumpulan informasi terkait PDRB Propinsi Jawa Timur untuk sektor hortikultura

dan data produksi hortikultura Jawa Timur.

3.4 Tahap Analisis Kondisi Eksisting

Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap kondisi eksisting proses logistik

hortikultura saat ini di wilayah Jawa Timur. Sehingga didapatkan pada proses manakah

logistik hortikultura terganggu, yang mengakibatkan daya saingnya lemah ketika

dihadapkan pada produk impor.

3.5 Tahap Pengajuan Alternatif Logistik

Pada tahapan ini diajukan beberapa alternatif logistik yang dapat meningkatkan

daya saing produk hortikultura lokal. Dimana nantinya dari beberapa pilihan alternatif yang

diajukan akan dihitung biaya yang ditimbulkan. Alternatif logistik yang diajukan adalah

berupa pilihan rute pengiriman dan moda transportasi yang umum digunakan sebagai

sarana pendistribusian produk hortikultura.

3.6 Tahap Analisis Perhitungan dengan Metode Optimasi

Pada tahapan ini dilakukan analisis perhitungan terhadap alternatif logistik yang

diajukan dengan menggunakan metode optimasi. Kemudian akan dipilih alternatif logistik

dengan biaya yang ditimbulkan paling minimum dan rute pengiriman serta moda

transportasi yang paling optimum.

3.7 Tahap Perhitungan Unit Cost

Dilakukan dengan perhitungan pembiayaan dari petani terkait perincian biaya yang

harus dikeluarkan saat komoditas bergerak menuju pengepul. Selanjutnya dari pengepul

hingga konsumen akhir dihitung detail kuantitas yang didapat dari pusat perbelanjaan

selanjutnya digunakan sebagai pembagi untuk mendapatkan unit cost transport.

Perhitungan ini membandingkan dua komoditas hortikultura (buah apel manalagi dan jeruk

siam) dimana tempat penjualan yang sama di Surabaya.

3.8 Tahap Analisis dengan Metode Benchmark

Metode ini digunakan untuk menganalisis sektor logistik mana saja yang

berpengaruh terhadap daya saing hortikultura. Lalu selanjutnya, mengajukan alternatif

untuk memperbaiki tahapan yang cacat dalam proses logistik hortikultura pada kondisi

eksisting atau menentukan alternatif logistik yang baru, yang mana nantinya mampu

meningkatkan daya saing produk hortikultura lokal.

Page 27: Laporan TPT Update

27

3.9 Diagram Alir

Mulai

Perumusan Masalah dan Tujuan

Studi LiteraturePenelitian Terdahulu

Pengumpulan Data Validasi

Kesimpulan dan Saran Selesai

Ya

Tidak

Data Primer : Lama proses dari petani –

konsumen Pengemasan produk Arus informasi produk (cara

pesan dan pembayaran)

Arus kuantitas produkAnalisis dengan Metode Benchmark

Alternatif logistik hortikultura yang mampu meningkatkan daya saing

Analisis kondisi eksisting logistik hortikultura di wilayah Jawa Timur

Mengajukan pilihan alternatif moda transportasi untuk logistik hortikultura

Identifikasi Permasalahan

Daya saing produk lokal yang rendah

Biaya logistik Indonesia yang tinggi

Penanganan produk hortikultura lokal yang buruk

Indikator daya saing hortikultura

Supply chain and logistic management

Hortikultura

Data Sekunder : PDRB Propinsi Jawa Timur untuk sektor hortikultura Data produksi hortikultura Jawa Timur

Data konsumsi hortikultura untuk Biak, Manokwari dan Jayapura

Rute pelayaran ke Biak, Manokwari dan Jayapura Tarif pelayaran dan pengiriman muatan

hortikultura ke Biak, Manokwari dan Jayapura

Pesawat Kapal Petikemas Kapal General

Cargo Kapal 3 in 1 Kapal Pelayaran

Rakyat

Kriteria : Alternatif logistik hortikultura

memenuhi indikator peningkatan daya saing

Rute dan moda transportasi yang optimum

Perhitungan unit cost

Data kuantitas produksi hortikultura Jawa Timur Rincian pembiayaan logistik (biaya distribusi) Menghitung unit cost dan prosentase

pertambahan biaya sebagai akibat proses logistik

Analisis perhitungan rute dan moda transportasi yang paling optimum dengan Metode Optimasi

Page 28: Laporan TPT Update

28

DAFTAR PUSTAKA

Fizzanty, Trina dan Kusnandar.(2012). Pengelolaan Logistik dalam Rantai Pasok Produk

Pangan Segar di Indonesia. Jakarta: LIPI.

Hanani, Nufil dan Sudiyarto.(2005). Analisis Daya Saing Buah Jeruk Lokal Terhadap Buah

Jeruk Impor Melalui Sikap Konsumen Terhadap Atribut Produk. Malang: Universitas

Brawijaya.

Haryotejo, Bagas.(2013). Analisis Sektor Logistik dalam Rangka Kelancaran Arus Barang dan

Peningkatan Daya Saing Komoditi Ekspor Daerah. Jakarta: Kementerian Perdagangan

RI.

Hendayana, Rachmat.(2003). Aplikasi Metode Location Quotient dalam Penentuan Komoditas

Unggulan Nasional. Bogor: BPPT Pertanian.

Nova Velina, Arruumita.(2012). Pengaruh Jasa Transportasi Terhadap Harga Produk : Studi

Kasus Komoditas Hortikultura. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Yun, Yun dan Asep Kurniawan.(2014). Supply Chain dan Logistik dalam Kaitannya dengan

Ketahanan Pangan di Pedesaan. Cimahi: LPPM.