13
LA PORAN TUTORI AL  NYERI PADA GENU BI LA TERAL SEBAGAI SAL AH SATU M ANI FESTAS I KLI NI S PERADANGAN PADA TULANG Disusun oleh : 1. Engine Rabindra Ariapramuda (G0010073) 2. Haris Hermawan (G0010091) 3. Madinatul Munawaroh (G0010119) 4. Mutiara Rizky Ananda (G0010129) 5. Pritha Fajar Abrianti (G0010153) 6. Rifni Arneswari Fardianingtyas (G0010161) 7. Rizky Saraswati Indraputri (G0010167) 8. Samiaji Abbas Ras (G0010171) 9. Tara Ken Wita Kirana (G0010187) 10. Totok Siswanto (G0010189) Tutor : dr.Sri Indrati FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

LAPORAN TUTORIAL OA.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 1/13

LAPORAN TUTORIAL  

NYERI PADA GENU BI LATERAL SEBAGAI SALAH SATU 

MANIFESTASI KLI NIS PERADANGAN PADA TULANG 

Disusun oleh :

1.  Engine Rabindra Ariapramuda (G0010073)

2.  Haris Hermawan (G0010091)

3.  Madinatul Munawaroh (G0010119)

4.  Mutiara Rizky Ananda (G0010129)

5.  Pritha Fajar Abrianti (G0010153)

6.  Rifni Arneswari Fardianingtyas (G0010161)

7.  Rizky Saraswati Indraputri (G0010167)

8.  Samiaji Abbas Ras (G0010171)

9.  Tara Ken Wita Kirana (G0010187)

10.  Totok Siswanto (G0010189)

Tutor : dr.Sri Indrati

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 2/13

BAB II

DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

2.1 Arthritis Gout

Arthritis Gout merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan

metabolik. Salah satu tanda terjadinya gangguan metabolik ini yaitu

meningkatnya konsentrasi asam urat dalam tubuh (hiperurisemia). Berdasarkan

sifatnya Gout dibagi menjadi 2, yaitu Gout primer dan Gout sekunder. Gout

Primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang

 berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan

karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang

 berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu.

Gout timbul ketika terbentuknya kristal-kristal monosodium urat

monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk 

seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika timbul akan

menimbulkan reaksi hebat. Jika tidak diobati, endapan kristal akan menyebabkan

kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan lunak.

Arthritis gout lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada wanita

 pada usia muda hal ini dikarenakan kadar asam urat pada laki-laki akan terus

meningkat sedangkan pada wanita tidak kecuali pada masa setelah monopause

kadar asam uratnya kan meningkat seperti pada laki-laki. Namun masih terdapat

sejumlah faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat

 badan, dan gaya hidup.

Terdapat 4 tahap perjalanan klinis dari penyakit gout, yaitu:

Tahap Hiperurisemia asimptomtik, yaitu ketika kadar urat serum meningkatmencapai 9-10 mg/dl, pada tahap ini pasien tidak menampakkan gejala-

gejala selain peningkatan kadar urat serum tersebut dan hanya sekitar 20%

dari pasien Hiperurisemia asimptomatik yang berlanjut menjadi serangan

gout akut.

Page 3: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 3/13

-  Tahap Arthritis gout akut, yaitu ketika terjadi awitan mendadak 

 pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki

dan sendi metatarsophalangeal. Terdapat pula tanda-tanda peradangan lokal,

kadang terdapat demam dan peningkatan jumlah leukosit.

-  Tahap Interkritis, pada tahap ini tidak terdapat gejala-gejala dan dapat

 berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang

mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika

tidak diobati.

-  Tahap Gout kronik, terjadi peradangan kronik akibat kristal-kristal asam

urat yang mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, serta penonjolan sendi yang

 bengkak. Pada tahap ini juga terdapat tofi yang terbentuk akibat insolubilitas

relatif asam urat.

Komplikasi dari Arthritis gout ini antara lain yaitu dapat merusak ginjal

sehingga ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Selain itu batu ginjal asam

urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout (Price, 2006).

2.2 Arthritis Reumathoid

Artritis rheumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta

melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan

suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif 

simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga

melibatkan organ tubuh lainnya (Daud, 2006). 

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita

arthritis rheumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat

yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

1.  Gejala  –  gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan

menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

Page 4: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 4/13

2.  Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi  –  sendi di

tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi interfalangs distal. Hampir 

semua sendi diartrodial dapat terserang.

3.  Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata

tetapi terutama menyerang sendi  –  sendi. Kekakuan ini berbeda dengan

kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya hanya berlangsung

selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.

4.  Arthritis erosive merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran

radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi

tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.

5.  Deformitas : kerusakan dari struktur  –  struktur penunjang sendi dengan

 perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi

metakarpofalangeal, deformitas buotonniere dan leher angsa adalah

 beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki

terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari

subluksasi metatarsal. Sendi  –  sendi yang besar juga dapat terserang dan

mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan

gerakan ekstensi.

6.   Nodula  – nodula rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada

sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang

 paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau

disepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula  –  

nodula ini dapat juga timbul pada tempat – tempat lainnya. Adanya nodula –  

nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan

lebih berat.

7.  Manifestasi ekstra-artikular: arthritis rheumatoid juga dapat menyerang

organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru  – paru (pleuritis),

mata dan pembuluh darah dapat rusak (Price. 2006).

Page 5: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 5/13

Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis arthritis rheumatoid. Sekitar 85% penderita arthritis rheumatoid

mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor 

rheumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang

 bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya

dikaitkan dengan nodula rheumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis

yang buruk. Faktor rheumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu,

tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan

diagnosis arthritis rheumatoid. Hasil yang positif juga dapat menyatakan adanya

 penyakit jaringan penyambung, seperti lupus ertitematous sistemik, sklereosis

sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal

memiliki faktor rheumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat

dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60

tahun dapat memiliki faktor rheumatoid dalam titer yang rendah. (Price. 2006)

LED adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada

 peradangan yang tidak spesifik. Pada arthritis rheumatoid nilainya dapat tinggi (100

mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai

untuk memantai aktivitas penyakit. (Price. 2006)

Tindakan diagnostic arthritis rheumatoid dapat menjadi suatu proses yang

kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak ada uji

laboratorium yang positif; perubahan  –  perubahan pada sendi dapat minor; dan

gejala – gejalanya dapat hanya bersifat sementara. Diagnosis tidak hanya bersandar 

 pada satu karakterikstik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari

sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:

1.  Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)

2.  Arthritis pada tiga atau lebih sendi

3.  Arthritis sendi – sendi jari tangan

4.  Arthritis yang simetris

5.   Nodula rheumatoid

Page 6: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 6/13

6.  Faktor rheumatoid dalam serum

7.  Perubahan – perubahan radiologic (erosi atau dekalsifikasi tulang)

Diagnosis arthritis rheumatoid dikatakan positif apabila sekurang  –  

kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat criteria yang disebutkan

terdahulu harus sudah berlangsung sekurang – kurangnya 6 minggu. (Price. 2006)

2.3 Osteoarthritis

2.3.1 Definisi

Osteoatritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini

 bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh

adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang

 baru pada permukaan persendian. Penyebabnya karena penuaan dan

 penggunaan terus-menerus. Tulang rawan yang menutupi tulang artikular 

menjadi aus oleh gesekan secara bertahap. Sering pada pinggul, lutut, tangan,

kaki, dan tulang belakang.

Osteoarthritis juga dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi

ditandai dengan kerusakan dan hilangnya kartilago artikular yang berakibat

 pada pembentukan osteofit, rasa sakit, pergerakan yang terbatas, dan

deformitas. Faktor risiko terjadinya OA yaitu wanita berusia lebih dari 45

tahun, Kelebihan berat badan, aktifitas fisik yang berlebihan ( atlet dan buruh

angkut ), menderita kelemahan otot paha, dan pernah mengalami patah tulang

disekitar sendi yang tidak mendapatkan perawatan yang tepat (Soeroso, 2009).

2.3.2 Mekanisme Gejala

Sifat elastis dari tulang rawan pada persendian, dan kemampuannya

untuk menahan beban, tergantung pada adanya air dan sejumlah

makromolekul di dalam matriks tulang rawan. Terdiri dari protein kompleks,

glikosaminoglikan (proteoglikan), dan kolagen tipe II. Degenerasi tulang

rawan merupakan patogenesis utama dari osteoartritis, tetapi proses ini masih

Page 7: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 7/13

 belum jelas. Umumnya orang menganggap bahwa perubahan tulang rawan

sendi sepenuhnya sebagai akibat dari pemanfaatan sendi tersebut yang sudah

 berjalan lama (long- standing “wear and tear”), akan tetapi pendapat ini tidak 

sepenuhnya benar (Bland, 1984 ; Howell, 1986). Osteoartritis merupakan

 proses multifaktorial yang diakibatkan oleh bermacam-macam pengaruh

dimana semuanya mengganggu integritas sendi (Robbins, 2007). Selain

 perubahan degeneratif yang berkaitn dengan penuaan, proses imunologis dan

 penyakit yang berkaitan dengan faktor genetik juga berperan dalam terjadinya

degradasi tulang rawan.

Tanpa memperhatikan faktor pendahulu (initiating factor), semua

 penipisan tulang matriks tulang rawan bermanifestasi sebagai penurunan

komponen proteoglikan dan peningkatan komponen air. Terdapat perubahan

kualitas kondroitin sulfat dan glikosaminoglikan. Hal ini mengakibatkan

kondrosit dipacu untuk berproliferasi dan berupaya untuk mengisi kekurangan

matriks dengan meningkatkan sintesis. Kondrosit yang terangsang juga

mengekskresi enzim degradatif, maka terjadi kehilangan proteoglikan yang

 berkesinambungan (Robbins, 2007). Hasil degradasi tulang rawan seperti

kolagen dan fragmen tulang rawan, dapat mengaktifkan sel sinovia untuk 

melepaskan mediator seperti IL-1, dimana hal ini akan merangsang pelepasan

enzim hidrolitik oleh kondrosit (Hamerman, 1985).

Dengan rusaknya tulang rawan, maka akan tampak jaringan tulang yang

mendasarinya. Daerah pada tulang itu menjadi tebal karena kompresi atau

 proses pembantukan tulang baru yang reaktif. Yang khas pada osteoartritis

adalah terbentuknya ostoefit (bony spurs) yang menonjol dari tulang yang

reaktif pada tepi rongga sendi. Apabila osteofit yang terbentuk saling kontak 

satu sama lain akan menimbulkan nyeri, keterbatasan range of motion, dan

krepitasi (Price, 2006).

2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik 

Page 8: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 8/13

Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan

radiografis.

  Pemeriksaan Radiografi. Pada sebagian besar kasus, radiogradi pada sendi

yang terkena OA sudah cukup memberikan gambaran diagnostik yang

lebih canggih. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA

ialah :

  Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada

 bagian yang menanggung beban).

  Peningkatan densitas (sklerosis) tulang sub kondral.

  Kista tulang

  Osteofit pada tepi sendi

  Perubahan struktur anatomi sendi

  Foto Polos sendi

Digunakan sebagai “gold standard” untuk menilai perubahan struktur  

sendi pada berbagai uji klinik penggunaan DMOADs (Disease Modifying

Osteoartritis Drugs)

  Magnetic Resonance Imaging (MRI)Memperlihatkan struktur jaringan lunak yang tidak dapat diperlihatkan

oleh pemeriksaan radiologi konvensional

  Pemeriksaan Densitometri Tulang

Untuk memeriksa kepadatan tulang.Tulang yang lebih padat dapat

meningkatkan risiko timbulnya OA karena tulang yang lebih padat tidak 

membantu mengurangi benturan beban yang diterima tulang rawan sendi

(Sudoyo, 2009).

2.3.3 Penatalaksanaan Osteoartrhitis

Penatalaksanaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang

terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Penatalaksanaan tsb dibagi

menjadi 3, yaitu:

Page 9: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 9/13

1.  Terapi non farmakologis

a.  Edukasi atau penerangan

Melalui edukasi ini diharapkan pasien mengetahui seluk beluk 

 penyakitnya dan menjaga agar penyakitnya tidak semakin parah serta

sendi tetap dapat dipakai.

 b.  Terapi fisik dan rehabilitasi (fisioterapi)

Tujuan terapi ini adalah untuk melatih pasien agar persendiannya tetap

dapat dipakai .

c.  Penurunan berat badan

2.  Terapi farmakologis

a.  Analgesik oral-non opiat

 b.  Analgesik topical

Pada umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini, sebelum

memakai obat-obatan peroral lainnya.

c.  OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid)

Obat ini mempunyai efek analgetik dan efek anti inflamasi, namun

dalam pemilihan obat juga perlu diperhatikan efek sampingnya dan

 pengawasan terhadap timbulnya efek samping harus selalu dilakukan.

Contoh: asetaminofen, ibuprofen, aspirin.

d.  Chondroprotective

Merupakan obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang

 perbaikan tulang rawan sendi pada pasien OA. Contoh: tetrasiklin,

asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan

superoxide dismutase.

e.  Steroid intra-artikuler 

Pemakaiannya untuk terapi OA masih controversial Karen tidak 

menunjukkan keutungan yang nyata pada pasien OA. Obat ini mampu

mengurangi rasa sakit pada pasien OA, namun hanya dalam waktu

yang singkat.

Page 10: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 10/13

3.  Terapi bedah

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil

untuk mengurangi rasa sakit dan untuk melakukan koreksi apabila

terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Contoh:

osteotomi, atroplasti sendi total (Price, 2006).

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis penyakit pada skenariio, maka harus dilakukan

 pemeriksaan penunjang sebagai berikut.

  C-Reactive Protein (CRP)

Salah satu protein akut berupa alfaglobulin yang timbul dalam serum setelah

terjadinya proses inflamasi,kadar normal pada orang dewasa sehat < 0,2

mg/dl.Kurang spesifik untuk OA namun sangat membantu dalam diagnosis

Artritis Rheumatoid karena menunjukkan adanya peningkatan.

  Faktor Reumatoid

Antibody terhadap determinan antigenic pada fragmen Fc dari

immunoglobulin.Klas immunoglobulin yang muncul dari antibody ini adalah

IgM,IgG,IgA,dan IgE tetapi yang selama ini sering digunakan adalah

IgM.Faktor rheumatoid kebanyakan ditemukan pada pasien AR.

  Antibodi Antinuklear (ANA)

Suatu kelompok autoantibody yang spesifik terhadap asam nukleat dan

nucleoprotein banyak ditemukan pada connective tissue disease seperti

SLE,sklerosis sistemik,mixed connective tissue disease,dan sindrom sjogren’s

 primer.Tidak spesifik untuk OA.

 Antibodi terhadap DNA (Anti DsDNA)Antibody yang reaktif terhadap DNA natif (double stranded

DNA).Peningkatan kadar antibody ini menunjukkan peningkatan aktivitas

 penyakit namun pemeriksaan ini tidak spesifik untuk OA.Kadarnya tinggi

 pada SLE dan rendah pada sindrom sjogren’s serta AR. 

Page 11: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 11/13

  Marker Molekular pada Osteo Artritis

Marker sering digunakan untuk menentukan beratnya penyakit,memberikan

informasi tentang kualitas rawan sendi,petanda prognostic untuk membuat

 prediksi kemungkinan memburuknya penyakit,membuat prediksi terhadap

respon pengobatan,dan untuk monitor respon pengobatan.Sebagai

contoh,kadar hialuronan serum yang meningkat dapat digunakan untuk 

membuat prediksi terjadinya progresivitas OA dalam 5 tahun pada pasien

Osteo Artritis lutut (Sudoyo, 2009).

Page 12: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 12/13

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.  Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan nyeri pada sendi lutut adalah

Osteoarthritis, Reumathoid arthritis, dan Arthritis gout.

2.  Agar diagnosis dapat lebih ditegakkan dan menyingkirkan diagnosis banding

yang lain, pemeriksaan penunjang yang terkait penyakit ini diantaranya

adalah foto rontgen genu bilateral dan pemeriksaan laboratorium darah, yaitu

asam urat, faktor rematoid, CRP, tes ANA dan DsDNA.

3.  Dalam skenario ini, penyakit yang mungkin dialami oleh pasien termasuk ke

dalam jenis radang pada sendi lutut.

4.  Tata laksana yang dapat dilakukan pada skenario, pasien dapat melakukan

fisioterapi di rehabilitas medis, berolahraga teratur sesuai dengan kemampuan

 pasien, mengkonsumsi makanan berserat dan vitamin.

3.2 SARAN

1.  Semua anggota kelompok sudah aktif berpartisipasi dalam diskusi. Hal ini

agar selalu dipertahankan dan kemudian dapat terus terarah dan semakin

terperinci dalam diskusi selanjutnya.

2.  Tutor sudah mengawal jalannya tutorial dengan sangat baik dengan

mengarahkan arah diskusi sesuai ketentuan arah diskusi.

Page 13: LAPORAN TUTORIAL OA.docx

7/22/2019 LAPORAN TUTORIAL OA.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-oadocx 13/13

DAFTAR PUSTAKA

Bland, J.H.., and Cooper, S.M.: Osteoarthritis: A review of the cell biology involved

and evidence for reversibility. Management rationally related to known

genesis and pathophysiology. Semin. Arthritis Rheum. 14:106, 1984

Daud, Rizasyah. 2006.  Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid 2. Bab Arthritis

 Reumatoid. Jakarta : FKUI

Hamerman, D., and Klagsburn, M.:Osteoarthritis. Emerging evidence for cell

interaction in the breakdown and remodeling of cartilage. Am. J. Med.

78:495, 1985.

Howell, D.S.: Pathogenesis of osteoarthritis. Am. J. Med. 80(Suppl. 4B):24, 1986.

Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 

Volume 1. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006.  Patofisiologi Konsep Klinis Proses  –  

 Proses Penyakit. Edisi 6. Jilid 2. Jakarta : EGC

Sudoyo,Aru W.,dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V .Jakarta :

Interna Publishing.

.