Upload
yoonaanindita
View
62
Download
24
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan tutorial
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan rahmat dan ridho-Nya laporan hasil tutorial skenario yang berisi
tentang Refleks Muntah dapat tersusun setelah mengalami beberapa pembahasan.
Pembuatan makalah ini didasarkan pada hasil pelaksanaan tutorial yang
menggunakan metode seven jumps.
Agar hasil tutorial yang telah kami laksanakan dapat bermanfaat, maka
dibuatlah laporan ini agar dapat dipelajari kembali dan mungkin dapat bermanfaat
untuk adik kelas kami nanti.
Atas terselesaikan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih atas
kerjasama dan keaktifan rekan-rekan satu kelompok serta kepada tutor yang telah
membimbing kami. Makalah ini telah diupayakan sebisa mungkin dengan
mengacu pada beberapa sumber materi dan diskusi kelompok, namun demikian
harus diakui masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan sehingga kritik
dan saran perbaikan sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini.
Jember, 15 Maret 2015
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. 1
DAFTAR ISI........................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG..................................................... 3
1.2 RUMUSAN MASALAH................................................ 3
1.3 TUJUAN.........………………………………………..... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN..................................................................... 8
BAB IV KESIMPULAN.................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 33
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Refleks muntah merupakan salah satu alarm dari tubuh
yang menandakan bahwa sedang terdapat racun yang masuk
kedalam tubuh. reflex muntah ini merupakan suatu proses
yang komplek yang melibatkan otak dan saluran
gastrointestinal. Dimana muntah ini terjadi melalui rangsang
yang dibawa ke otak oleh saraf aferen dan akan dibawa
keluar dari otak oleh saraf eferen dihantarkan ke bagian
glandula salivarius, otot abdominal, pusat pernapasan dan
saraf cranial. Selanjutnya reaksi – reaksi yang ditimbulkan
dari bagian – bagian tersebut dapat menimbulkan terjadinya
muntah. Sebelumnya terjadinya reflex muntah ini biasanya
juga timbul perasaan mual pada perut. Mual dan muntah ini
merupakan hal yang saling berkaitan, dimana mual
merupakan perasaan bahwa lambung ingin mengosongkan
diri sedangkan muntah merupakan aksi ari pengosongan
perut secara paksa. Mual dan muntah ini juga turut
membawa implikasi yang lain seperti gangguan
keseimbangan metabolik, kegagalan penjagaan diri
sendiri dan upaya untuk melakukan sesuatu, pengurangan
nutrisi atau zat makanan kurang/tiada nafsu makan
(anoreksia), saluran esophagus yang luka dan adanya
kemoterapi pada penyakit seperti kanker, mengakibatkan
terjadinya reflex muntah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana mekanisme refles muntah?
3
b. Apa saja anatomi, histologi, dan fisiologi dari saluran
cerna?
c. Apa faktor-faktor yang berpengaruh dari refleks muntah?
d. Bagaimana cara mengatasi dan menghindari refleks
muntah?
1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya reflek muntah
b. Untuk mengetahui anatomi, fisiologi dan histologi dari
saluran cerna
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dari
reflek muntah
d. Untuk mengetahui cara menghindari dan mengatasi refleks
muntah
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Refleks muntah (gagging reflex) dianggap sebagai suatu melkanisme
fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan
yang berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui faring, laring atau
trakea. Sumber refleks muntah secara fisiologis dapat diklasifikasikan menjadi
dua kelompok, yaitu: somatik (stimulasi saraf sensoris berasal dari kontak
langsung pada daerah sensitif yang disebut trigger zone, misalnya: sikat gigi dan
meletakkan benda di dalam rongga mulut) dan psikogenik (distimulasi di pusat
otak yang lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, misalnya: penglihatan,
suara, bau, perawatan kedokteran gigi).
Gagging reflex kerap kali terjadi pada saat suatu benda asing menyentuh
area pencetus atau trigger zone pada rongga mulut yang kemudian akan
dilanjutkan dengan gagging reflex. Trigger zone merupakan daerah sensitif yang
berada di bagian posterior rongga mulut. Sentuhan benda asing dapat merangsang
daerah itu yang akan menyebabkan gagging reflex. Letak trigger zone pada setiap
individu berbeda, dan sensitivitasnya pun berbeda. Tetapi pada kebanyakan orang,
5
trigger zone di rongga mulut terdapat pada 5 daerah utama yaitu anterior dan
posterior faucil pillar, 1/3 posterior lidah, palatum molle, uvula, dinding posterior
dari faring, dan trakea bagian atas.
Sebagian orang memiliki trigger zone yang lebih luas pada daerah rongga
mulutnya, dan sebagian memiliki area trigger zone yang sempit. Tetapi, ada
sebagian kecil orang yang memiliki trigger zone dengan sensitivitas sangat kecil
sehingga memiliki gagging reflex yang minimal.
Mekanisme fisiologis gagging reflex dimulai saat rangsangan diberikan
pada vomiting center atau pusat muntah, selain itu juga pada chemoreseptor
trigger zone atau CTZ yang berada pada sistem saraf pusat. Ketika vomiting
center dirangsang, maka saraf motorik akan bereaksi pada otot abdomen untuk
menyebabkan muntah. Gerakan antiperistaltik terjadi pada gastrointestinal tract
yang membawa sebagian isi usus halus kembali ke lambung. Kemudian dari
lambung, akan dikeluarkan melalui esophagus dan rongga mulut.
Mekanisme refleks muntah dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Pada tahap awal iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan, akan terjadi
gerakan antiperistaltis (beberapa menit sebelum muntah).
2) Antiperistaltis dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik ke duodenum dan
lambung dengan kecepatan 2-3 cm/detik dalam waktu 3-5 menit.
3) Kemudian pada saat bagian atas traktus gastrointestinal, terutama duodenum,
menjadi sangat meregang, peregangan ini menjadi faktor pencetus yang
menimbulkan muntah.
4) Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi pada duodenum maupun pada
lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esofagus bagian bawah,
sehngga muntahan mulai bergerak ke esofagus. Selanjutnya, kontraksi otot-otot
abdomen akan mendorong muntahan keluar.
5) Distensi berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan
khusus yang menjadi penyebab kuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal
maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medula (terletak dekat
traktus solitarius). Reaksi motoris ini otomatis akan menimbulkan refleks muntah.
Imuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat
6
muntah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X dan XII ke traktus gastro-istestinal
bagian atas dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen.
6) Kemudian datang kontraksi yang kuat di bawah diafragma bersama dengan
rangsangan kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di
antara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragrastik
sampai ke batas yang lebih tinggi. Akhirnya, sfingter esofagus bagian bawah
berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui
esofagus.
7) Reaksi refleks muntah yang terjadi menimbulkan beberapa efek di dalam rongga
mulut yaitu: bernafas dalam, naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik
sfingter esofagus bagian atas hingga terbuka, penutupan glotis, pengangkatan
palatum molle untuk menutup nares posterior (daearah yang paling sensitif dalam
rongga mulut terhadap berbagai rangsangan).
Pada bidang kedokteran gigi, gagging reflex seringkali terjadi pada saat
akan dilakukan pencetakan rahang. Seringkali bahan untuk pencetakan rahang
yang digunakan akan mengenai trigger zone pada rongga mulut dan menyebabkan
gagging reflex. Pada beberapa orang yang memiliki sensitivitas trigger zone yang
kecil, efek dari bahan ini mungkin tidak terlalu terlihat dalam mekanisme gagging
reflex. Namun pada beberapa orang yang memiliki sensitivitas tinggi pada trigger
zone di rongga mulutnya, mungkin hipersensitivitas, maka tentu saja hal ini
menjadi masalah yang cukup besar bagi pasien dan dokter gigi yang
menanganinya. Pada satu sisi, gagging reflex menyebabkan gangguan pada
treatment yang dilakukan dokter gigi pada pasiennya, namun pada sisi lain hal itu
tidak dapat terhindarkan. Karena itu, dilakukan treatment atau penanganan-
penanganan untuk mengatasi gagging reflex yang tidak terkontrol.
Cara mencegah refleks muntah yaitu dengan diberikannya es balok
(berkumur dengan air es berulang kali), karena air es memiliki suhu rendah
sehingga dapat menghambat kerja saraf untuk menyampaikan rangsangan menuju
pusat muntah, sehingga sensitifitas pasien dapt berkurang. Selain itu, beberapa
cara dapat juga digunakan untuk menekan efek refleks muntah, antara lain:
relaksasi, mengalihkan perhatian, metode desensitisasi, terapi psikologis dan
7
perilaku, anestesi lokal, sedasi, general anestesi, terapi obat-obatan, hipnotik dan
akupuntur.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mapping
8
3.2 Mekanisme refleks muntah
Gejala awal muntah
Gejala awal timbulnya gagging reflex
9
Rangsangan pada area sensitif yang dapat
memicu refleks muntah
gejala refleks muntah
mekanisme terjadinya muntah
muntah
cara mengatasi refleks muntah
Faktor penyebab muntah
Cara mencegah refleks muntah
Gagging Refleks didefinisikan sebagai keluarnya isi lambung
dengan kekuatan bagaikan menyemprot melalui mulut. Hal ini dapat
terjadi sebagai reflek protektif untuk mengeluarkan bahan toksik dari
dalam tubuh atau untuk mengurangi tekanan dalam organ intestinal
yang dibawahnya didapatkan obstruksi, kejadian ini biasanya
didahului nausea dan retching.
1. Nausea :
Suatu perasaan yang tidak nyaman didaerah epigastrik,
cukup sukar untuk membuat definisi yang sempurna. Kejadian ini
biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot lambung, kontraksi,
sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa intestinal, hipersalivasi,
keringat dingin, detak jantung meningkat dan perubahan pada
rithme pernafasan. Refluk duodenogastrik dapat terjadi selama
periode nausea yang disertai peristaltik retrograde dari duodenum
kearah anthrum lambung atau secara bersamaan terjadi kontraksi
anthrum dan duodenum
2. Retching :
Adalah upaya yang kuat dan involunter untuk mutah,
tampak sebagai upaya persiapan untuk mutah. Upaya ini terdiri dari
kontraksi spamodik otot diafragma baik (costal dan crural) dan dinding
perut serta dalam waktu yang sama terjadi relaksasi LES (lower
eosopheal sphingter). LES juga tertarik keatas oleh kontraksi otot
bergaris longitudinal dari bagian natas esofagus. Selama retching isi
lambung didorong masuk esofagus oleh tekanan intraabdominal dan
adanya peningkatan tekanan negatif dari intratorakal, bahan mutahan
yang ada diesofagus akan kembali lagi kelambung oleh karena
adanya peristaltik eosofagus. Mutah berbeda dengan retching bahan
mutahan dikeluarkan dari mulut. Pertama ekspulsi bahan mutahan
kedalam esofagus dilakukan oleh retching, yang kemudian diikuti
10
oleh relaksasi diafragma crura dan kembalinya tekanan intratorakal dari
negatif menjadi positif. UES (upper eosophageal sphingter) juga relaksasi
sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan intraluminal eosofagus
sumber : Penatalaksanaan Muntah pada Bayi dan Anak .
(Subijanto Marto Sudarmo . Management of vomiting in infant and
children . Divisi Gastroenterologi Laboratotrium Ilmu Kesehatan Anak .
RSUD Dr.Soetomo/FK Unair)
Kondisi muntah selalu diawali dengan gejala-gejala yang
mengindikasikan bahwa seseorang akan muntah karena adanya gangguan
didalam tubuhnya, diantaranya :
Mual
Suhu tubuh meningkat
Batuk
Pucat
Tremor; jika rasa ingin muntah ditahan terus menerus dapat
merangsang otot sehingga timbul tremor.
Peningkatan kuantitas air ludah
Berkeringat dingin
Meningkatnya kecepatan denyut jantung (takikardi) dan
pernapasan
Pembesaran pupil
Lakrimasi
Nyeri pada perut; dapat mengindikasikan adanya ulkus peptik,
obstruksi intestinum, dan penyakit-penyakit peradangan.
Muntah dapat meredakan rasa sakit yang terdapat pada perut
akibat adanya ulkus didalam saluran cerna, namun pada
penyakit radang, muntah tidak terlalu mempengaruhi rasa sakit
di perut.
11
Diare, demam, dan myalgia; mengindikasikan pada penyakit
infeksi.
Turunnya berat badan dan malnutrisi; mengindikasikan
penyakit telah kronis.
Sakit kepala; terjadi akibat adanya lesi pada sistem saraf.
Nyeri dada, disfagia atau jaundice; mengarah pada penyakit
jantung dan esofagus.
(Ganong, F William. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Jilid 1
Edisi 17. Jakarta : EGC) & (Guyton. 1999. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta : EGC)
Mekanisme muntah
Refleks muntah merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh normal
untuk mencegah benda asing masuk masuk ke tubuh yang dilakukan
dengan mengeluarkan isi lambung secara paksa. Refleks muntah ini
diperankan oleh dua komponen yaitu sistem saraf pusat dan dan tractus
gastrointestinal. Mekanisme muntah ini terjadi melalui beberapa tahap
yaitu:
a. Trigger zone
Trigger zone merupakan area sensitive yang dapat menyebabkan refleks
muntah. Tingkat kesensitivan dari triger zone ini tergantung dari saraf yang
berada pada area tersebut. Letak trigger zone antara individu yang satu
dengan yang lain tidak sama, namun secara umum letak trigger zone
tersebut di palatum mole, uvula, bagian 1/3 posterior lidah, dinding
posterior faring, dan trakea bagian atas. Pada trigger zone ini terdapat
banyak serabut saraf aferen. Oleh karena itu jika terjadi rangsangan pada
trigger zone ini maka rangsangan tersebut akan diteruskan oleh saraf aferen
menuju pusat muntah bilateral pada medula oblongata.
b. Pusat muntah
12
Pusat muntah terletak di medulla oblongata, diantaranya dicapai melalui
kemoreseptor pada area postrema dibawah ventrikel keempat (zona
pencetus kemoreseptor, atau Chemoreseptor Trigger Zone) Setelah itu
impuls dari pusat akan diteruskan melalui saraf-saraf motorik yaitu saraf
kranialis dan saraf spinalis. Saraf kranialis tersebut yaitu trigeminus,
facialis, glossifaringeus, vagus, dan hypoglossus yang nantinya akan
meneruskan impuls ke traktus gastrointestinal. Sedangkan saraf spinalis
akan meneruskan impuls ke diafragma dan otot abdomen.
c. Kontraksi otot diafragma dan gerak antiperistaltik
Setelah dari pusat muntah maka impuls akan sibawa oleh saraf eferen yaitu
saraf kranialis V, VII, IX, X, dan XII menuju gastrointestinal dan saraf
spinalis membawa impuls menuju diafragma dan otot abdomen. Karena
impuls dari saraf spinalis tersebut maka terjadi inspirasi yang kuat yang
terjadi karena kontraksi dari otot diafragma. Karena kontraksi diafragma ini
maka lambung pada bagian fundus akan tertekan. Di samping itu terjadi
juga gerakan antiperistaltik yaitu perak peristaltik yang arahnya berlawanan
dari gerak peristaltik biasanya yaitu ke arah atas. Gerakanti peristaltik ini
terjadi pada usus ileum dengan kecepatan 2-3 cm / detik sehingga akan
menekan usus halus di atasnya yaitu duodenum. Karena katifitas tersebut
maka duodenum juga akan menekan lambung oada bagian pilorus. Karena
terjadi penekanan pada lambung yaitu pada bagian fundus oleh kontraksi
diafragma dan bagian pilorus oleh antiperistaltik duodeum dan ileum, maka
menyebabkan sfingter kardial pada lambung akan berelaksasi sehingga isi
lambung akan keluar dan masuk ke dalam esofagus. Selanjutnya lidah akan
bergerak ke atas menekan palatum durum sehingga menyebabkan sfingter
esofagus bagian atas akan berelaksasi. Hal itu menyebabkan muntahan
pada esofagus akan masuk ke rongga mulut. Saat terjadi muntah juga
terjadi gerakan palatum mole ke atas untuk menutup nares sehingga
muntahan tidak masuk ke dalam hidung dan terjadi gerakan pada epiglotis
13
berupa menutup laring sehingga muntahan tidak masuk ke dalam saluran
pernafasan bahkan paru-paru.
Nervus yang Berperan dalam Mengontrol Terjadinya Gag Reflex
Nervus Kranial yang terlibat dalam refleks ini adalah Nervus IX dan
Nervus X. Nervus Glosofaringeal dan Nervus Vagus secara berturut-turut.
Serabut saraf muncul dari medulla dan meninggalkan tengkorak melalui
foramen jugular ke tenggorokan. Nervus IX atau nervus glosofaringeal
bertugas menentukan tingkat sensitifitas dari reseptor-reseptor gag refleks
diatas dan juga mengontrol pergerakan reflek pada saat mengunyah, batuk
dan muntah.
Selain itu, diketahui bahwa menurunnya serotonin
dalam darah juga dapat menyebabkan terjadinya mual
14
Keluar melalui mulut
Terdorong ke esophagus
Isi abdomen terdorong ke atas
Penigkatan tekanan intra abdomen
Mulai dari ileum sampai taraktus GI
Kontraksi diafragma turun menekan lambung
Antiperistaltik dimulai
inspirasi dalam dan penutupan glotisDilanjutkan oleh
serabut saraf aferen
Medulla oblongat
Diteruskan oleh serabut saraf eferen
Area sensitive
Adanya iritasi / sentuhan
dan muntah. Dimana hubungan pengeluaran serotonin
dengan terjadinya muntah akan digambarkan pada
bagan dibawah ini.
15
OTAK BAGIAN TENGAH :INGATAN TERHADAP RANGSANGAN YANG KURANG BAIK
SISTEM BAU : BAU TIDAK SEDAP
MENINGKATNYA RESEPTOR KIMIA KARENA KEHAMILAN
NERVUS FRENIKUSNERVUS SPINALIS
SISTEM KESEIMBANGAN: MABUK PERJALANAN
PENGELUARAN SEROTONIN
SISTEM VISERA :INFEKSI BAKTERI DAN INFEKSI VIRUS
PUSAT MUAL DAN MUNTAH : PUSAT SALIVA, PUSAT PERNAPASAN DAN NERVUS KRANIAL
PENGELUARAN DOPAMIN DAN SEROTONIN
NERVUS VAGUS
DINDING ABDOMEN
TERJADI MUAL DAN MUNTAH SAAT KONTRAKSI BERSAMA
LAMBUNG – ESOFAGUSDIAFRAGMA
MEKANISME :
Pemicu somatik dan psikogenik
Rangsangan pada trigger zone
Melalui saraf aferren
Menstimulasi vomiting center pada SSP
Melalui saraf efferen
Motor cascade bereaksi
Peningkatan kontraksi non-peristaltik dalam usus Penurunan gerakan peristaltik
Mendorong isi usus halus dan sekresi pankreas ke dalam lambung
Aktivitas lambung tertekan
Otot pernafasan berkontraksi melawan celah suara yang tertutup
Terjadi pembesaran kerongkongan & Kontraksi abdominal
Isi lambung didorong ke kerongkongan
Muntah
16
Bagan Tersebut diatas juga masih tentang mekanisme gagging refleks dengan
sumber lain tetapi pada intinya sama hanya hal ini lebih pada fisiologisnya .
Mekanisme fisiologis gagging reflex dimulai setelah adanya rangsangan yang
diberikan kepada pusat muntah (Vomiting Center/VC) atau pada zona pemicu
kemoreseptor (Chemoreseptor Trigger Zone/CTZ) yang berada pada sistem saraf
pusat (Central Nervous System).
3.3 Anatomi, Histologi, dan Fisiologi dari saluran cerna
1. Mulut
Di dalam rongga mulut terdapat organ-organ lain yang berperan dalam
proses pencernaan makanan dalam mulut, yaitu diantaranya :
a. Lidah (lingua), Strukturnya sebagian besar otot-otot bergaris yang terdiri dari
gabungan sabut-sabut otot yang berjalan saling tegak lurus satu dengan yang
lainnya pada 3 arah. Dilidah terdapat empat macam papilla, yaitu papilla
circumvallate, papilla fungiform, papilla filiform, dan papilla foliate.
B. Palatum.
Palatum durum ; Struktur epitel di palatum adalah berlapis pipih
bertanduk. Propria papilnya panjang dan banyak pembuluh darah.
Pembuluh darah ini yang menyebabkan palatum berwarna merah muda.
Punya sub mukosa dekat ginggiva tetapi tidak ada di Midline. Mempunyai
sabut-sabut jaringan ikat kaasar yang berarah vertical yang mengikat
lamina propria dengan kuat terhadap periosteum palatum durum. 1/3
anterior submucosanya disebut fatty zone, 2/3 bagian posterior glandulla
zone banyak mengandung kelenjar mucous.
Palatum Molle ; epitelnya berlapis pipih tanpa tanduk. Lpisan ini terus
kepermukaan uvula dan nasophatynx yang kemudian dilanjtkan dengan
epitel berderet silindrik bersilia dengan sel goblet. Submukosa banyak
mengandung kelenjar mucous sedang yang kearah pharyngeal kelenjar
campur.
C. Gingiva. Struktur epitel dari gingiva adalah epitel berlapis pipih bertanduk
dengan berbagai tingkat.Penandukan paling tebal terdapat pada bagian yang
banyak terkena gesekan pada proses mengunyah. Epitel disebelah dalam punya
17
tonjolan diantara propria papil yang dinamakan retpeg. Disisi luar epitel retpeg
terdapat cekungan yang disebut stipling. Mukosa ginggiva mempunyai propria
papil tinggi-tinggi dan banyak mengandung pembuluh darah.
2. Esofagus
Esofagus merupakan organ pencernaan yang berupa tube yang
menghubungkan rongga mulut dengan lambung. Secara anatomis esofagus
dibagi menjadi tiga bagian:
Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), pada bagian superior
ini terdapat sfinkter faringoesofageal. sfinkter ini akan berelaksasi ketika
bolus sudah sampai di daerah faring sehingga bolus bergerak ke esofagus
bagian tengah. Setelah itu dia akan kembali berkontraksi agar bolus
tersebut tidak kembali lagi ke faring.
Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
Bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus), pada bagian inferior ini
terdapat sfinkter gastroesofageal, sfinkter ini akan berelaksasi jika bolus
telah sampai di daerah esofagus bagian inferior sehingga bolus akan
masuk ke lambung. Setelah itu sfinkter ini kembali berkontraksi untuk
mencegah bolus kembali ke esofagus.
Secara histologis esofagus mempunyai struktur khusus yang menyusun dinding
esofagus yaitu :
a.Tunika mukosa : mempunyai tebal 500-800 mikron. Epitel permukaan yang
mengelilingi lumen berlapis pipih tak bertanduk. Pada pertemuan antara
esofagus dengan cardia, epitelnya menjadi selapis silindris dan ditemukan
sedikit keratohyalin. Pada lamina propia terdiri jaringan ikat kendor dengan
sabut kolagen halus dan sabut elastis halus tetapi ini tidak terdapat pada propia
papilnya. Di lamina propia ini juga ditemukan sel-sel fibroblast yang banyak
terdapat limphosit.
b. Tunika submukosa : tersusun dari jaringan ikat padat dengan anyaman sabut-
sabut kolagen dan elastis dan sedikit infiltrasi limphosit sekitar kelenjar.
18
c.Tunika muskularis externa : tersusun atas dua lapisan otot tang sebelah dalam
arah sirkuler, oblik / spiral sedangkan sebelah luarnya umumnya berarah
longitudinal. Pada sepertiga bagian atas esofagus, kedua lapisan tadi terdiri dari
otot lurik, sepertiga tengah otot lurik dan otot polos serta pada sepertiga bawah
otot polos.
d.Tunika adventitia : tersusun atas jaringan ikat kendor yang menghubungkan
esofaguringas dengan jaringan disekitarnya.
Kelenjar yang terdapat dalam esofagus :
a. Esofagus Gland Proper : kelenjar compound tubulo alveolar
bercabang banyak yang menghasilkan mucous dan terletak pada lapisan
submukosa. Saluran keluar sekret ada yang kecil dan pendek dilapisi epitel
selapis kubis yang bergabung ke saluran utama dengan epitel berlapis
pipih.
b. Esofagus Cardiac Gland : menyerupai cardiac gland lambung.
Secara fisiologis esofagus berfungsi untuk menghantarkan bolus yang berasal dari
rongga mulut menuju lambung. Dalam fungsi tersebut didukung oleh gerakan
peristaltik dari esofagus. Gerakan peristaltik esofagus ini terdiri dari peristaltik
primer dan sekunder. Peristaltik primer hanya merupakan kelanjutan dari
gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke esofagus selama
tahap faringeal dari proses menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke
lambung dalam waktu sekitar 8 sampai 10 detik. Jika gelombang peristaltik
primer gagal mendorong semua makanan yang telah masuk ke dalam lambung,
terjadi, terjadi gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari peregangan
esofagus oleh makanan yang yang tertahan, gelombang ini terus berlanjut sampai
semua makanan dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang peristaltik sekunder
ini sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus dan
sebagian oleh refleks-refleks yang dimulai pada faring lalu dihantarkan ke atas
melalui serabut-serabut aferen vagus ke medula dan kembali lagi ke esofagus
melalui serabut-serabut saraf aferen glosofaringeal dan vagus.
19
3. Gaster (Lambung)
Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga
abdomen di bawah diafragma. Lambung dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Cardiac : Cardiac adalah bagian di sekitar pertemuan antara esophagus dan
lambung. Mempunyai gastric pit yang menyerupai bentuk huruf V dangkal
dan cardiac gland berupa tubulus atau dicirikan kedalaman gastric pit dan
cardiac glandnya sama panjang.
b. Corpus/fundus : Corpus atau fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi
kiri atas mulut esophagus. Ditemukan gastric pit yang pendek membentuk
huruf U dangkal, fundic gland yang lebih panjang berupa tubulus rapat dan
bermuara tegak lurus di dasar paveola. Selain itu juga terdapat chief cell,
pariental cell, neck cell dan argentafin cell.
c. Pylorus : bagian pylorus menyempit diujung bawah lambung dan
membuka ke duodenum. Mempunyai gastric pit yang lebih panjang
membentuk cekungan sangat dalam mencapai lamina propia, pyloric gland
berupa tubulus yang pendek pada bagian bawah bergelung dan terdapat
mucous neck sel. Terdapat sfingter pylorus.
Terdapat 3 lapisan jaringan dasar(mukosa, submukosa, dan jaringan
muskularis) beserta modifikasinya pada dinding lambung, yaitu:
a. Muskularis Eksterna pada bagian fundus dan badan lambung
mengandung lapisan otot melintang (oblique) tambahan.
b. Mukosa membentuk lipatan-lipatan (ruga) longitudinal yang
menonjol sehingga memungkinkan peregangan dinding lambung.
c. Ada kurang lebih 3 juta pit lambung diantara ruga-ruga yang
bermuara pada sekitar 15 juta kelenjar lambung.
Dinding lambung disusun oleh otot-otot polos yang berfungsi menggerus
makanan secara mekanik melalui kontraksi otot-otot tersebut. Ada 3 jenis otot
polos yang menyusun lambung, yaitu otot memanjang, otot melingkar, dan otot
menyerong.
20
Secara fisiologis lambung berfungsi untuk mencerna makanan secara mekanis dan
kimiawi. Dalam fungsinya lambung melakukan gerakan berupa mencampur
makanan. Saat bolus masuk ke dalam lambung maka akan timbul gelombang
konstriktor peristaltik yang lemah atau disebut juga gerakan mancampur yang
dimulai di bagian tengah sampai ke bagian yang kebih atas dari dinding lambung
dan bergerak ke arah antrum sekitar satu kali setiap 15 sampai 20 detik. Sewaktu
gelombang konstriktorberjalan dari korpus lambung ke dalam antrum, gelombang
tersebut menjadi lebih kuat, beberapa menjadi sangat kuat danmenimbulkan
cincin konstriktor yang yang digerakkan oleh potensial aksi peristaltik yang kuat,
yang mendorong isi antrum di bawah tekanan yang semakin lama semakin tinggi
ke arah pilorus. Setelah bolus dalam lambung selesai bercampur dengan cairan
sekresi lambung akan berjalan ke usus yang disebut kimus.
1. Usus Halus (Intestinum Tenue)
Usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari sfingter pylorus ke katup
ileosekal, tempatnya menyatu dengan usus besar. Diameter usus halus kurang
lebih 2,5 cm dan panjangnya 3-5 meter saat bekerja dan panjang 7 meter saat
berelaksasi. Usus halus terdiri dari 3 bagian tetapi tidak jelas batas-batasnya,
yaitu duodenum (usus 12 jari), jejunum (usus kosong) dan ileum (usus
penyerapan).
Terdapat struktur khusus untuk memperluas permukaan, yaitu:
a. Plika Kerkrigi : berupa lipatan sirkuler / spiral yang tingginya 1/3-2/3
lumen dan dibentuk oleh propria, muscularis mucosae dan submukosa.
Plika ini adalah plika yang tetap, tidak bisa menghilang walaupun usus
dalam keadaan penuh. Semakin ke anal, semakin jarang dan pendek-
pendek, menghilang pada pertengahan ileum. Plika tampak bercabang-
cabang.
b. Vili intestinalis : tonjolan-tonjolan di permukaan plika Kerkrigi
panjangnya ½ -1 mm, makin ke anal semakin jarang dan menghilang
pada akhir ileum.
21
c. Mikrovili : tonjolan-tonjolan seperti silinder dan terdapat pada sel
goblet yang terletak diantara sel-sel permukaan. Makin ke distal
jumlahnya makin bertambah banyak. Mengeluarkan mucus untuk
melindungi epitel permukaan. Terdapat kripta Lieberkuhn dipropia,
kelenjar Brunner disubmukosa duodenum.
Bagian-bagian usus halus antara lain :
a. Duodenum : duodenum adalah bagian terpendek. Panjangnya 25-30
cm. Villi lebar seperti daun / lidah, khas ada kelenjar brunner di
submukosa, crypta dari leberkuhn banyak dan makin bertambah ke arah
distal, pada duodenum bagian tengah duktus choledochus dan ductus
pancreaticus dengan spincter oddi dan terdapat suatu pelebaran yang
disebut ampula vanteri.
b. jejunum : jejunum adalah bagian setelah duodenum. Panjangnya 1-
1,5 meter. Vili seperti lidah di bagian atas dan seperti jari di bagian
bawah. Makin kearah distal, semakin berkurang. Kripta liberkuhn lebih
banyak, sel goblet lebih banyak dari duodenum.
c. Ileum : ileum adalah bagian terakhir usus halus. Panjangnya 2
sampai 2,5 m. Merentang sampai menyatu dengan usus besar. Villi
pendek dan atropis, terdapat Peyer’s patch pada lamina propria, kripta
dari lieberkuhn banyak, kadang sulit dilihat karena banyak terdapat
limphosit pada propria, sel-sel goblet relatif bertambah banyak dan
sulit dilihat karena terdapat limphosit pada propria.
Usus BesarBegitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar,
sebagian nutrient telah dicerna dan di absorpsi dan hanya menyisakan zat-
zat yang tidak tercerna. Usus besar tidak memiliki vili, plicae cilculares
(lipatan sirkular) dan diameternya lebih lebar, panjantnya lebih pendek,
dan daya renggangnya lebih besar disbandingkan usus halus. Usus besar
terdiri dari sekum (kantong tertutup yang menggantung di bawah area
katup ileosekal), kolon (kolon asenden, kolon tranversa, kolon desenden),
22
rectum (bagian saluran dengan panjang 12-13cm, yang berakhir pada
saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.
Usus besar berfungsi diantaranya adalah:
1. Usus besar mengabsorpsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang
tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.
2. Usus besar hanya memproduksi mucus. Sekresinya tidak mengandung enzim
atau hormone pencernaan.
3. Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan
memproduksi sedikit kalori nutrient bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri
juga memproduksi vitamin (K, riboflavin, dan tiamin) dan berbagai gas.
4. Usus besar juga mengekskresi sisa dalam bentuk feses.
Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk
buang air besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)
dan sebagian lannya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar
anus tetap tertutup.
3.4 Faktor yang berpengaruh pada refleks muntah
1. Kelainan sistemik :
Kelainan lokal dan sistemik seperti obstruksi nasal, sinusitis,
polip, mulut kering, kemacetan mukosa pada saluran pernapasan bagian
atas, dan medikasi yang menyebabkan mual sebagai efek sampingnya
dapat menyebabkan gagging reflex. Penyakit gastrointestinal kronis,
23
terutama gastritis kronis, ulserasi peptikum, dan karsinoma pada perut
dapat menurunkan ambang batas intraoral untuk berkontribusi pada
gagging reflex.
2. Psikologi :
Faktor psikologi dapat dibagi menjadi dua, yaitu kondisi klasik
(classical conditioning) dan pengkondisian instrumental (operant
conditioning)
- Classical conditioning
Classical conditioning terjadi bila ada stimulus yang awalnya
bersifat netral namun menyebabkan respon perilaku tertentu. Pada kasus
ini pasien dapat mengalami gagging reflex hanya dengan mencium bau
dari kamar periksa, atau suara dari dental handpiece. Pasien
mengasosiasikan stimulus ini secara luas sebagai penyebab gagging reflex,
dan karenanya respon muntah yang disebabkan oleh stimulus ini
berkembang.
- Operant conditioning
Operant conditioning adalah suatu proses pelatihan dimana
konsekuensi dari respon mengubah kemungkinan bahwa individu akan
menghasilkan respon itu lagi. Dalam operant conditioning ini, beberapa
pola perilaku dapat diperkuat karena pasien berusaha mempertahankan
perhatian dan simpati mereka (penguatan positif), menghindari situasi stres
(penguatan negatif), atau mencapai hasil yang diinginkan lainnya.
Contohnya, seorang pasien yang muntah dengan tidak sengaja akan belajar
untuk mengasosiasikannya dengan menghentikan pengobatan untuk
sementara.
3. Fisiologi :
a. ekstra oral : penglihatan.pendengaran,penciuman.
b. intra oral : daerah sekitar mulut yang mempunyai respon rangsang,
eg : palatum mole.
24
4. Anatomi
Abnormalitas anatomi dan sensitivitas orofaringeal dipercaya
sebagai faktor penyebab gagging reflex. Sebuah studi membandingkan
perbedaan anatomi antara gaggers dan nongaggers, dan didapatkan bahwa
pada kelompok yang mempunyai kecenderungan muntah lebih tinggi
terdapat perbedaan postur lidah, tulang hyoid, dan palatum lunak.
Distribusi jalur dari nerural aferen, terutama nervus vagus, lebih besar
pada gaggers dibandingkan dengan nongaggers, sehingga gaggers lebih
peka terhadap stimulus auditori, olfaktori, dan visual.
5. Perubahan arah tubuh yang cepat.
Gerakan arah tubuh yang cepat ini juga dapat menyebabkan
terjadinya muntah pada orang – orang tertentu. Mekanisme peristiwa ini
adalah sebagai berikut : gerakan merangsang reseptor dari labirin, dan
impuls ditransmisikan terutama melalui inti vestibular kedalam sereblum,
kemudian ke zona pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah
untuk menyebabkan muntah.
6. Iaterogenik :
Teknik klinik yang tidak mumpuni dapat menyebabkan pasien
mengalami muntah, bahkan pada pasien yang sebelumnya tidak memiliki
kecenderungan untuk muntah. Sebagai contoh, bahan perawatan seperti
logam yang berlebih atau prostesis yang tidak stabil atau buruk, terutama
aspek posterior gigi tiruan rahang atas dan daerah lingual posterior
prostesis mandibula, dapat mengenai "trigger zones" dan menyebabkan
gagging reflex pada pasien.
Faktor lain yang mempengaruhi refleks muntah :
a. Mabuk darat : gerakan kendaraan merangsang labirin telinga dan
CTZ pertentangan indra mual
Obat yang dapat digunakan: Sikloisin, Prometazon, kombinasi
odonperidon.
25
b. Muntah kehamilan : terjadi pada minggu ke 6-14, terjadi kenaikan pesat
HCG.
Obat yang dapat digunakan: vitamin B6, Prometazon, Proklorkerasin
c. Muntah akibat sitostastika: menghambat rangsang langsung ke CTZ,
menghambat stimulasi retoperistaltik, menghambat pelepasan serotonin di
lambung dan usus.
Obat yang dapat digunakan: metoklorpromidin, sifatnya antagonis
serotonin, secara intravena.
d. Muntah karena radioterapi pasca bedah : bagian lambung paling sensitive
oleh radiasi.
3.5 Cara mengatasi dan menghindari refleks muntah
Cara mencegah refleks muntah
Behavior Modification
Metode ini merupakan metode jangka panjang yang paling
berhasil dalam pengelolaan pasien gagging reflex. Umumnya, tujuan
dari metode ini adalah untuk mengurangi kecemasan dan membuat
pasien melupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan gagging
reflex. Relaksasi, pengalihan perhatian, saran, dan desensitisasi
sistematis adalah metode yang dapat digunakan dan dapat
dikombinasi.
Relaksasi
Refleks muntah dapat timbul karena rasa cemas. Relaksasi
dapat membantu memperbaiki atau merubah cara berpikir pasien yang
dapat menyebabkan rasa cemas berlebihan. Contohnya adalah dengan
meminta pasien untuk rileks pada otot-otot tertentu, dimulai dari kaki
dan berlanjut ke atas, sementara dokter terus memberikan jaminan rasa
aman dan tenang pada pasien.
26
Distraksi
Teknik distraksi berguna untuk mengalihkan perhatian pasien
dan teknik ini memungkinkan untuk prosedur perawatan yang singkat.
Seorang dokter dapat mengajak pasien berkomunikasi, atau meminta
pasien untuk berkonsentrasi pada pernapasan, misalnya menghirup
udara melalui hidung dan menghembuskannya melalui mulut. Hal ini
sangat bermanfaat terutama sebelum memulai pengobatan, agar pasien
mampu memvisualisasikan rasa nyaman dan aman.
Metode ini dapat dilakukan juga dengan meminta pasien untuk
melakukan kegiatan yang menyebabkan kelelahan otot, misalnya
dengan meminta pasien menaikkan kaki dan menahannya untuk
beberapa saat. Ketika otot pasien semakin lelah, maka diperlukan
usaha lebih untuk menahan kaki dalam posisi tinggi, sehingga
mengalihkan perhatian pasien dari prosedur
intraoral. Teknik distraksi dapat dikombinasi dengan prosedur
relaksasi, jika pasien sulit untuk mengatasi refleks muntah dengan
teknik relaksasi saja.
Teknik distraksi bermanfaat untuk pasien dengan refleks
muntah yang ringan, dan pada prosedur perawatan yang singkat.
Namun, teknik-teknik ini mungkin tidak memadai jika digunakan pada
pasien dengan refleks muntah yang parah tanpa kombinasi dengan
teknik lainnya.
Sugesti
Teknik distraksi dapat disempurnakan dengan memasukkan
unsur sugesti. Dokter dapat meyakinkan pasien bahwa muntah tidak
akan terjadi selama prosedur perawatan. Citra visual dapat digunakan
untuk meningkatkan sugesti, dengan memberikan pandangan-
pandangan yang positif. Teknik hipnosis dapat membantu pasien untuk
rileks dan mencegah refleks muntah saat perawatan gigi yang akan
27
dilakukan. Ada beberapa kontraindikasi terhadap teknik hipnosis,
tetapi seharusnya hanya digunakan setelah dokter telah menerima
pelatihan yang tepat. Seorang hipnoterapis yang berpengalaman dapat
menggunakan pendekatan sugesti yang canggih untuk membantu
mengatasi refleks muntah.
TEKNIK FARMAKOLOGI
Anestesi lokal
Penggunaan anestesi lokal untuk gagging reflex telah dikritik
oleh beberapa penulis tetapi beberapa pihak yang mendukung
beranggapan bahwa jika permukaan mukosa peka, maka pasien
cenderung muntah. Anestesi lokal dapat digunakan dalam bentuk
spray, gel, tablet hisap, larutan kumur, atau injeksi. Sebenarnya,
anestesi topikal dapat bekerja pada beberapa pasien, namun justru
dapat meningkatkan mual dan muntah, dan mungkin gagal untuk
menekan refleks muntah. Pengendapan bius lokal di sekitar posterior
foramen palatina telah digunakan untuk pasien yang muntah ketika
palatum bagian posterior disentuh. Namun, pemberian suntikan lokal
tidak mungkin dilakukan dan mungkin justru dapat menyebabkan
refleks muntah. Selain itu, injeksi larutan anestesi lokal dapat
menggelembung dalam jaringan lunak yang dapat mengganggu retensi
dari protesa.
Sedasi
Apabila refleks muntah diakibatkan oleh rasa cemas yang
berlebihan, maka menghilangkan atau mengurangi rasa cemas dapat
mencegah refleks muntah. Penggunaan sedasi sadar dengan cara
inhalasi, oral, atau intravena dapat menghilangkan refleks muntah
selama perawatan gigi untuk sementara, juga mempertahankan refleks
yang melindungi jalan napas pasien.
28
Pendekatan psikologis seperti teknik relaksasi dan sugesti dapat
ditingkatkan bersamaan dengan sedasi. Sebuah laporan oleh Rosen
memberikan contoh rinci bagaimana sugesti yang positif dapat
digunakan bersamaan dengan sedasi nitrogen oksida.
Penggunaan sedasi oral biasanya hanya digunakan pada pasien
dengan refleks muntah ringan. Sedangkan sedasi intravena digunakan
pada pasien dimana sedasi inhalasi tidak efektif terhadap pasien
tersebut.
Teknik Pencegahan Muntah Saat Pencetakan Rahang
Pada waktu pencetakan memerlukan teknik kerja yang cermat
dan menenangkan mental dan fisiknya (6). Teknik Pencetakan yang
Cermat
· Operator harus tenang dan cermat pada saat mencetak rahang.
· Cara pencetakan yang cermat dilakukan dengan mendudukkan
dengan posisi kepala, tubuh berada dalam satu garis lurus, tegak
dan rileks.
· Ukuran sendok cetak sedikit lebih besar dari rahang untuk
ketebalan dari bahan cetak.
· Bahan cetak jangan sampai berlebihan sehingga dapat merangsang
muntah
· Pencetakan dengan posisi yang benar operator di belakang kanan
untuk rahang atas dan di depan untuk rahang bawah.
· Pencetakan dilakukan pada rahang bawah lebih dahulu dan pasien
diminta bernafas melalui hidung dan bahan cetak jangan
diperlihatkan pasien dan konsistensinya jangan encer.
· Bagian posterior sendok cetak ditekan terlebih dulu, kepala
penderita ditundukkan sampai dagu menyentuh dada.
29
Persiapan mental pasien dan pengalihan perhatian
Dengan dialihkan berkonsentrasi pada berbagai aktivitas,
perhatian dapat dialihkan dari rangsang muntah (7). Metode yang
dapat digunakan untuk mengalihkan rangsang muntah antara lain
sebagai berikut.
· Jangan pernah mengatakan “muntah” pada pasien selama proses
pengerasan bahan cetak karena merupakan saat penting sehingga
memerlukan untuk mengalihkan perhatian penderita terhadap apa
yang dilakukan.
· Dalam mengalihkan perhatian pasien pada rangsangan muntah
dapat dilakukan dengan lembut dan bijaksana, dan pada saat lain
dengan kata atau tindakan keras.
· Pada pencetakan dianjurkan memanipulasi jaringan mulut dan
muka untuk mengalihkan perhatian dan mengadakan pembicaraan
dan menjelaskan tentang pencetakan yang akurat.
· Pada pasien yang kurang dapat mentolerir terhadap rangsangan
muntah disarankan pada waktu pencetakan pasien diajak
melakukan percakapan dengan topik tertentu. Misalnya
menghitung secara cepat sampai 50 atau 100 dan meminta pasien
untuk membaca dengan keras.
· Menurut Krol (10), untuk mengalihkan perhatian pasien
diinstuksikan untuk mengangkat kakinya dan menahannya di
udara. Karena otot pasien lelah maka perhatian akan muntah dapat
dialihkan.
Pengobatan
Pengobatan mutah ditujukan pada penyebab spesifik mutah
yang dapat diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak
tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan
kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau
kelainan anatomis gastrointestinal tract yang merupakan kasus bedah
30
misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), appendiciyis, batu
ginjal, obstruksi usus, tekanan intrakranial yang meningkat. Hanya
pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin
efektif, misalnya pada mabuk (motion sickness), nausea dan mutah
pasca operasi, khemoterapi kanker, cyclic vomiting, gastroparesis, dan
gangguan motilitas gastrointestinal3,4.
Obata-obatan antiemetik termasuk prokinetik, metoklopramide,
domperidome, cisapride, dan bethanechol. Metoklopramide cukup
efektif, cisapride sebagai prokinetik memberikan hasil yang baik,
sebenarnya komplikasi jarang terjadi.
Antihistamines
Dimenhydrinate (dramamine) berhasil untuk terapi terutam
pada mabuk (motion sickness) atau kelainan vestibuler.
Anticholinergic
Scopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada mutah
oleh karena faktor vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik3,4,7.
Phenothiazines dan Butyrophenones
Prochlorperazine (Comphazine), Clorpromazine (Thorazine)
dan Butyrophenon haloperidol (Haldol) tidak dianjurkan pada anak
tetapi mutah pada orang dewasa karena obat, radiasi, pembedahan
tetapi dengan efek samping extrapyramidal yang irreversibel dan
kelainan darah3,4,7.
Cannabinoids
Tetrahydrocannabinol adalah komponen aktif dari marihuana
dan nabilone suatu sintetik dari derivat cannabinoid efektif untuk
terapi mutah oleh karena khemotherapi. Alternatif lain dapat diberikan
metoclopramide dosis tinggi dandiphenhydramine untuk
menghilangkan efek samping extrapyramidal3,4.
Anxiolytics, sedative, dan tricyclic antidepresan
31
Diazepam (valium) dan derivat yang terkait mempunyai efek
antiemetik pada dewasa dan anak terutama oleh karena faktor
psikogenik3,4.
Steroid
Steroid mempunyai sifat antiemetik, tetapi kelompok obat ini
tak digunakan sebagai obat primer pada mutah. Efek samping
antiemetik yang menguntungkan pada pengobatan steroid oleh indikasi
lain3,8,9.
Betadrenergic antagonist
Propanolol efektif untuk mencegah mutah oleh karena migraine.
32
BAB IV
KESIMPULAN
Refleks muntah yaitu mekanisme fisiologis yang melindungi
tubuh dari bahaya substansi asing yang masuk melalui mulut.
Terdapat banyak macam gejala awal yang menyertai
muntah. Mayoritas diantaranya yaitu hipersaliva, meningkatnya
denyut jantung, bernapas dalam, suhu tubuh meningkat, mual,
tremor serta keringat dingin. Refleks muntah diawali oleh
adanya suatu rangsang yang memberikan sinyal kepada
pusat muntah/vomiting center yang kemudian diteruskan ke
batang otak hingga kembali ke saraf motorik pada tubuh
dan terjadilah muntah. Refleks muntah dapat dicegah atupun
diminimalisasi dengan berbagai cara diantaranya berkumur
dengan air es, mengalihkan perhatian pasien, relaksasi terapi
obat-obatan, psikologi, dll.
33
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ida Ayu Candranita Manuaba, Sp.OG, dkk. 2009. Buku Ajar
Patologi Obsteri untuk Mahasiswa Kebidanan . Jakarta :
Egc)
Ganong, F William. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Jilid 1 Edisi 17.
Jakarta : EGC
Guyton , Arthur C. and Hall. 2003 . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta : EGC
G. S. Bassi, BDS. Jurnal Prosthetic Dentistry 2004 Volume 91 Nomer 5. etiology
and management of gagging : A review of the literature
Junadi, Purnawan. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Subijanto Marto Sudarmo . Management of vomiting in infant and children .
Divisi Gastroenterologi Laboratotrium Ilmu Kesehatan Anak . RSUD
Dr.Soetomo/FK Unair
P. Evelyn , C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedik. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Umum.
Sukandar,E.Y dkk. 2008 . ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFILinn
34
35