Laporan Untuk Kalimantan Selatan

Embed Size (px)

Citation preview

Arsitektur Tradisional Sulawesi Tenggara Malige/Kamali - Buton (Sulawesi Tenggara) Rumah adat ini memiliki dua nama yaitu Malige atau Kamali. Hanya rumah raja/sultan yang memiliki nama, sedangkan rumah masyarakat lainnya biasanya disebut Rumah Buton. Di Kerajaan/Kesultanan Buton, setiap raja/sultan yang menjabat akan membangun istananya sendiri. Dikatakan Kamali, jika dirumah tersebut ditinggali raja/sultan bersama permaisuri (istri pertama). Sedangkan sebutan Malige sebenarnya julukan salah seorang Sultan Buton yang saat itu menjabat. Karena dirumahnya saat itu tidak ditinggali permaisuri (permaisuri tinggal di istana lain), maka nama istananya mengikuti julukan sang sultan yang artinya maligai. Namun, nama Malige lebih sering digunakan untuk nama rumah adat ini karena diantara semua istana dan rumah, Malige-lah yang paling besar. Sampai saat ini, baik istana maupun rumah adat masih dapat dijumpai di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Filosofi Rumah adat ini seakan-akan terdiri dari bagian kepala, badan, dan kaki yang sarat dengan falsafah orang Buton. Masyarakat Buton memiliki tradisi memberi lubang rahasia pada kayu terbaiknya untuk diberi emas dan menandakan lubang rahasia tersebut sebagai pusar yang merupakan titik central tubuh manusia. Emas tersebut sebagai perlambang bahwa sebuah rumah memiliki hati dan bagi adat Buton, hati adalah laksana intan pada manusia. Di atas atap, terdapat ukiran nanas dan naga yang merupakan lambang kerajaan dan kesultanan Buton. Keunikan lainnya ialah rumah ini tahan gempa. Bentuk lantai dan atapnya yang bersusun menunjukkan kebesaran dan keagungan Sultan. Bentuk tersebut juga menggambarkan fungsi Sultan sebagai pimpinan agama, pimpinan kesultanan serta pengayom dan pelindung rakyat. Istana Malige, kamali dan atau rumah masyarakat biasa di Buton pada dasarnya adalah sama sebab berasal dari satu konstruksi yang sama yang disebut banuwa tada. Ruangan semakin kebelakang semakin tinggi sama dengan badan perahu antara haluan dan buritan atau posisi sujud dalam shalatnya seorang Islam. Sedangkan pembagiannya tergantung luas dan besar bangunan. Untuk fungsi dapur dan WC harus terpisah dengan induk bangunan, dan susunan lantainya lebih rendah dari lantai bangunan utama. Pada Kamali/Istana Malige bangunan untuk dapur dan WC di bangun terpisah dan hanya di hubungkan oleh satu tangga. Dapur dan WC secara simbolis adalah dunia luar yang keberadaannya jika dianalogikan pada tubuh manusia adalah pembuangan. Tampak bangunan terbagi 3 (tiga) sebagai ciri 3 (tiga) alam kosmologi yakni, alam atas (atap), alam tengah atau

badan rumah dan alam bawah atau kaki/kolong. Masing-masing bagian tersebut dapat diselesaikan sendiri-sendiri tetapi satu sama lain dapat membentuk suatu struktur yang kompak dan kuat dimana keseluruhan elemennya saling kait-mengkait dan berdiri diatas tiang-tiang yang menumpu pada pondasi umpak batu alam, dalam bahasa Buton di sebut Sandi. Sandi tersebut tidak di tanam, hanya di letakkan begitu saja tanpa perekat. Sandi berfungsi meletakkan tiang bangunan, antara sandi dan tiang bangunan di antarai oleh satu atau dua papan alas yang ukurannya disesuaikan dengan diameter tiang dan sandi. Fungsinya untuk mengatur keseimbangan bangunan secara keseluruhan. Penggunaan batu alam tersebut bermakna simbol prasejarah dan pemisahan alam (alam dunia dan alam akherat)/ konsep dualism. Konstruksi lainnya adalah balok penghubung yang harus diketam halus adalah penggambaran budi pekerti orang beriman, sebagai analogi bagi penghuni istana. Filosofi Struktur Bangunan Atap yang disusun sebagai analogi susunan atau letaknya posisi kedua tangan dalam shalat, tangan kanan berada di atas tangan kiri. Pada sisi kanan kiri atap terdapat kotak memanjang berfungsi bilik atau gudang. Bentuk kotak tersebut menunjukkan adanya tanggungjawab Sultan terhadap kemaslahatan rakyat. Balok penghubung yang harus diketam halus adalah penggambaran budi pekertinya orang beriman, sebagai analogi bagi penghuni istana, Tiang Istana di bagi menjadi 3 (tiga) yang pertama disebut Kabelai (tiang tengah), disimbolkan sebagai ke-Esa-an Tuhan yang pencerminannya diwujudkan dalam pribadi Sultan. Kabelai ditandai dengan adanya kain putih pada ujung bagian atas tiang. Penempatan kain putih harus melalui upacara adat (ritual) karena berfungsi sakral. Berikutnya adalah Tiang Utama sebagai tempat meletakkan tada (penyangga). Bentuk tada melambangkan stratifikasi sosial atau kedudukan pemilik rumah dalam Kerajaan/Kesultanan. Tiang lainnya adalah tiang pembantu, bermakna pelindung, gotong royong dan keterbukaan kepada rakyatnya. Ketiga tiang ini di analogikan pula sebagai simbol kamboru-mboru talu palena, yang maksudnya ditujukan kepada tiga keturunan (Kaomu/kaum) pewaris jabatan penting yakni Tanailandu, Tapi-Tapi dan Kumbewaha. Tangga dan Pintu mempunyai makna saling melengkapi. Tangga depan berkaitan dengan posisi pintu depan, sebagai arah hadap bangunan yang berorientasi timur-barat bermakna posisi manusia yang sedang shalat. Pemaknaan ini berkaitan dengan perwujudan Sultan sebagai pencerminan Tuhan yang harus di hormati, dan secara simbolis mengingatkan pada perjalanan manusia dari lahir, berkembang dan meninggal dunia. Berbeda dengan tangga dan pintu belakang yang menghadap utara disimbolkan sebagai penghargaan kepada arwah leluhur (nenek moyang/asal-usul). Lantai yang terbuat dari kayu jati melambangkan status sosial bahwa sultan adalah bangsawan dan melambangkan pribadi sultan yang selalu tenang dalam menghadapi persoalan.

Dinding sebagai penutup atau batas visual maupun akuistis melambangkan kerahasian ibarat alam kehidupan dan alam kematian. Dinding dipasang rapat sebagai upaya untuk mengokohkan dan prinsip Islam pada diri Sultan sebagai khalifah. Jendela (bhalo-bhalo bamba) berfungsi sebagai tempat keluar masuknya udara. Pada bagian atasnya terdapat bentuk hiasan balok melintang member kesan adanya pengaruh Islam yang mendalam. Begitu pula pada bagian jendela lain yang menyerupai kubah. Filosofi pada Dekorasi Bangunan Nenas merupakan simbol kesejahteraan yang ditumbuhkan dari rakyat. Secara umum simbol ini menyiratkan bahwa masyarakat Buton agar mempunyai sifat seperti nenas, yang walaupun penuh duri dan berkulit tebal tetapi rasanya manis. Bosu-bosu adalah buah pohon Butun (baringtonia asiatica) mrupakan simbol keselamatan, keteguhan dan kebahagiaan yang telah mengakar sejak masa pra-Islam. Pada pemaknaan yang lain sesuai arti bahasa daerahnya bosu-bosu adalah tempat air menuju pada perlambangan kesucian mengingat sifat air yang suci. Ake merupakan hiasan yang bentuknya seperti patra (daun). Pada Istana Malige Ake dimaksudkan sebagai wujud kesempurnaan dan lambang bersatunya antara Sultan (manusia) dengan Khalik (Tuhan). Konsepsi ini banyak dikenal pada ajaran tasawuf, khususnya Wahdatul Wujud. Kamba/kembang yang berbentuk kelopak teratai melambangkan kesucian. Karena bentuknya yang mirip pula matahari, orang Buton biasa pula menyebutnya lambang Suryanullah (surya=matahari, nullah=Allah). Bentuk ini adalah tempat digambarkannya Kala pada masa klasik, dan merupakan pengembangan Sinar Majapahit pada masa Pra Islam di Buton, Terdapatnya Naga pada bumbungan Atap, melambangkan kekuasaan, dan pemerintahan. Naga adalah Binatang Mitos yang berada di Langit, bukan muncul dari dalam Bumi. Keberadaan Naga mengisahkan pula asal-usul bangsa Wolio yang di yakini datang dari daratan Cina. Terdapatnya Tempayan berlambangkan kesucian. Tempayan ini mutlak harus ada di setiap bangunan kamali maupun rumah rakyat biasa.

Susunan Ruangan Lantai pertama terdiri dari 7 petak atau ruangan, 1. Ruangan pertama dan kedua berfungsi sebagai tempat menerima tamu atau ruang sidang anggota Hadat Kerajaan Buton. 2. Ruangan ketiga dibagi dua, yang sebelah kiri dipakai untuk kamar tidur tamu, dan sebelah kanan sebagai ruang makan tamu. 3. Ruangan keempat juga dibagi dua, berfungsi sebagai kamar anak-anak Sultan yang sudah menikah. 4. Ruang kelima sebagai kamar makan Sultan, atau kamar tamu bagian dalam, sedangkan 5. Ruangan keenam dan ketujuh dari kiri ke kanan dipergunakan sebagai makar anak perempuan Sultan yang sudah dewasa, kamar Sultan dan kamar anak laki-laki Sultan yang dewasa. Lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, yaitu 7 kamar di sisi sebelah kanan dan 7 kamar di sisi sebelah kiri. Tiap kamar mempunyai tangga sendiri-sendiri hingga terdapat 7 tangga di sebelah kiri dan 7 tangga sebelah kanan, seluruhnya 14 buah tangga. Fungsi kamar-kamar tersebut adalah untuk tamu keluarga, sebagai kantor, dan sebagai gudang. Kamar besar yang letaknya di sebelah depan sebagai kamar tinggal keluarga Sultan, sedangkan yang lebih besar lagi sebagai Aula. Lantai ketiga berfungsi sebagai tempat rekreasi. Lantai keempat berfungsi sebagai tempat penjemuran. Di samping kamar bangunan Malige terdapat sebuah bangunan seperti rumah panggung mecil, yang dipergunakan sebagai dapur, yang dihubungakan dengan satu gang di atas tiang pula. Di anjungan bangunan ini dipergunakan sebagai kantor anjungan. Pada bangunan Malige terdapat 2 macam hiasan, yaitu ukiran naga yang terdapat di atas bubungan rumah, serta ukiran buah nenas yang tergantung pada papan lis atap, dan di bawah kamar-kamar sisi depan. Adapun kedua hiasan tersebut mengandung makna yang sangat dalam, yakni ukiran naga merupakan lambang kebesaran kerajaan Buton. Sedangkan ukiran buah nenas, dalam tangkai nenas itu hanya tumbuh sebuah nenas saja, melambangkan bahwa hanya ada satu Sultan di dalam kerajaan Buton. Bunga nenas bermahkota, berarti bahwa yang berhak untuk dipayungi dengan payung kerajaan hanya Sultan Buton saja. Nenas merupakan buah berbiji, tetapi bibit nenas tidak tumbuh dari bibit itu, melainkan dari rumpunya timbul tunas baru. Ini berarti bahwa kesultanan Buton bukan sebagai pusaka anak beranak yang dapat diwariskan kepada anaknya sendiri. Falsafah nenas ini dilambangkan sebagai kesultanan Buton, dan Malige Buton mirip rongga manusia.

Ciri khas Bangunan Tiang-tiang depan terdiri dari 5 buah yang berjajar ke belakang sampai delapan deret, hingga jumlah seluruhnya adalah 40 buah tiang. Tiang tengah menjulang ke atas dan merupakan tiang utama disebut Tutumbu yang artinya tumbuh terus. Tiang-tiang ini terbuat dari kayu wala da semuanya bersegi empat. Untuk rumah rakyat biasa, tiangnya berbentuk bulat. Biasanya tiangtiang ini puncaknya terpotong. Dengan melihat jumlah tiang sampingnya dapat diketahui siapa atau apa kedudukan si pemilik. y Rumah adat yang mempunyai tiang samping 4 buah berarti rumah tersebut terdiri dari 3 petak merupakan rumah rakyat biasa. y Rumah adat bertiang samping 6 buah akan mempunyai 5 petak atau ruangan, rumah ini biasanya dimiliki oleh pegawai Sultan atau rumah anggota adat kesultanan Buton. y Sedangkan rumah adat yang mempunyai tiang samping 8 buah berarti rumah tersebut mempunyai 7 ruangan dan ini khusus untuk rumah Sultan Buton. Keunikan Rumah Malige Keunikan dari rumah ini ialah menggunakan pasak atau paku kayu dan sama sekali tidak menggunakan paku besi namun bisa tetap kokoh berdiri empat lantai. Orang Buton jika akan pindahan, mereka turut membawa rumah mereka sebab rumah adat Buton ini seperti permainan bongkar pasang. Satu hal yang menarik pada rumah pejabat kerajaan/kesultanan dengan masyarakat biasa adalah peninggian lantai rumah yang berbeda-beda, peninggian lantai setiap ruangan ini merupakan pola awal konstruksi yang sudah menjadi aturan pokok jika ingin membangun sebuah rumah di Buton. Jenis Rumah Adat Tolaki Jenis-jenis tempat berlindung dan tempat tinggal telah banyak mendapat perhatian dari para antropolog. Aneka bentuk perlindungan telah teridentifikasi dalam bentuk literatur antropologi beteckning. Hasil identifiksi tersebut menunjukan bahwa, tempat tinggal/berlindung yang terbuat dari kayu, bambo serat, jerami serta kulit kayu dapat dijumpai disetiap benua. Rumah yang terbuat dari tanah liat dapat dijumpai di daerah-daerah yang sangat kering sekali dengan curah hujan sangat rendah (afrika). Secara antropologis, bentuk rumah manusia dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu: rumah yang setengah dibawah tanah (semi-subterranian dwelling), rumah diatas tanah (suface dwelling), rumah diatas tiang (pile dwelling). Dari sudut penggunaannya, tempat berlindung dibagi tiga golongan, yaitua: tadah angin, tenda atau gubuk yang bisa dilepas, dibawa dan dipasang lagi; serta rumah untuk menetap. Rumah untuk menetap memiliki beberapa fungsi sosial. Diantaranya rumah tempat tinggal keluarga inti, tempat tinggal keluarga besar, rumah suci, rumah pemujaan, rumah tempat berkumpul umum serta rumah pertahanan.

Secara universal rumah tinggal dikalangan suku bangsa Tolaki disebut Laika (Konawe) dan Raha (Mekongga), yang berarti rumah ada juga istilah yang menunjukan rumag seperti poiaha. Pada masa lalu laika pada orang Tolaki masih dikenal oleh beberapa daerah ini dapat ditelusuri dari toponimi daerah seperti Desa Laikaaha Kecamatan Ranomeeto Konawe Selatan di daerah ini pernah berdirilaika aha atau rumah induk yaitu rumanya penguasa Kerajaan Konawe daerah sebelah barat Tambo tepuliano Oleo Kerajaan Konawe yaitu Sorumba bekas rumah tersebut masih dapat kita saksikan secraa arkeologis. Terdapat juga nama daerah yang menggunakan nama Desa Laikaaha terletal di Kecamatan Uepai Kabupaten Konawe Sekarang hal ini sesuai sumber yang diungkapkan oleh Paul und Frederic Sarasin (1904) yang merupakan rumah kepala adat atau kepala suku (Puu tobu). Bentuk tipologi rumah adat juga pernah berdiri di daerah Wawonggole yang dikenal dengan laika sorume. Pada paruh tahun 1904-1960an di daerah ini masih kita jumpai rumah-rumah penguasa seperti laika Kataba salah satunyaKataba Puu tobu Tongauna, Kataba Sembe Benua, dll. Rumah tinggal ini ada beberapa jenis yang dapat dijelaskan sbb: A. Laika Mbuu (rumah induk atau rumamh pokok) Laika mbuu (di konawe), laika raha (di mekongga/kolaka), artinya rumah pkok. Disebut demikian karena bentuknya lebih besar daripada rumah biasa. Rumah semacam ini didirikan dipinggir kebun atau ladang menjelanga akan dimulainya panen dan biasanya ditempati oleh beberapa keluarga. B. Rumah di kebun Laika Landa Laikan landa, yakni jenis rumah tinggal yang didirikan ditengah-tengah atau dipinggir kebun dan didiami oleh satu keluarga. Rumah ini ditempati selama proses pengolaan kebun sampai selesai. Setelah selesai panen dan padi sudah selesai disimpan dilumbung padi (oala), rumah ini biasanya ditinggalkan jadi laika ini bukan tempat tinggal permanen. C. Patande Laika patande adalah jenis rumah yang didirikan titengah-tengah kebun sebagai tempat istirahat. Bentuk konstruksi bangunannya lebih kecil daripada laika landa di atas. D. Laika kataba Laika kataba adalah jenis rumah papan. Bahan-bahannya terdiri dari balok dan papan. Rumah ini didirikan dengan memakai sandi atau kode tertentu, jenis rumah ini masih kita temukan di daerah kabupaten konawe di kelurahan lawulo, kecamatan anggaberi yang dibangun oleh Dr. H. Takahasi Rahmani, M.Ph. E. Laika wuta Laika wuta adalah jenis rumah tempat tinggal yang lebih kecil dari laika landa. Bentuk atapnya seperti rumah jengki. F. Rumah penguburan (Laika sorongga atau laika nggoburu) Laika sorongga atau laika nggoburu yaitu rumah makam bagi raja (mokole/sangia) pada masa laludi kerjaan konawe atau rumah makam bagi keluarga raja, pada rumah tersebut tinggal beberapa rumah tangga budaknya untuk menjaga makam tersebut yang di dalamnya terdapat

soronga. Pada masa lalu rumah soronga atau laika nggoburu terdapat didaerah meraka wilayah Kecamatan Lambuya sekarang. G. Rumah Pengayauan Laika Mborasaa Laika Mborasaa, adalaha jenis rumah yang didirikan pada suatu tempat sebagai tempat penjagaan dan sebagai tempat istirahat bagi orang-orang yang telah melaksanakan tugas mengayau (penggal kepala) ke beberpa tempat di daerah sulawesi tenggara. Pada zaman dahulu pra pemerintahan Belanda, rumah ini sering menjadi sasaran para penjahat untuk merampok orang-orang yang hendak lewat istirahat di laika mborasaa untuk istirahat. Jenis rumah ini hanya satu buah yaitu bertempat di lalondae (kabupaten kolaka sekarang), jenis rumah ini sudah tidak ditemukan lagi. H. Rumah tempat tinggal Raja Komali Komali adalah jenis laika owose (rumah besar), khusus untuk tempat tinggal Raja. Rumah semacam ini tinggi dan kuat. Bahan-bahannya tetrdiri dari kayu, bambu dan atapnya terbuat dari rumbia. Pada bagian tertentu rumah ini ditemukan ukiran (pinati-pati). I. Raha Bokeo rumah Raja di daerah Mekongga Kolaka Raha bokeo (di kolaka), adalah jenis rumah tempat tinggal raja-raja (bokeo) Mekongga di Kolaka, ukurannya besar jumlah tiangnya 70 buah, yang terdiri rumah induk 25 tiang, ruang tambahan (tinumba) atau ancangan 20 tiang (otusa), teras depan (galamba) 10 tiang dan dapur (ambolu) 15 tiang. Sedangkan raha bokeo untuk ukuran sedang jumlah tiangnya 27 buah, yang terdiri dari rumah induk 9 tiang, ruang tambahan (tinumba) 6 tiang, teras depan (galamba) 3 tiang dan dapur 9 tiang. J. Oala (tempat penyimpanan padi) Oala yaitu jenis rumah penyimpanan. Yang dimaksud rumah penyimpanan adalah segala bangunan yang dipergunakan untuk tempat menyimpan benda-benda keperluan hidup. Bangunan ini antara lain adalah tempat menyimpan padi yang disebut oala (ala mbae) berarti lumbung padi. K. Laika walanda (rumah panjang gaya arsitek Belanda) Laika walanda adalah jenis rumah panjang. Laika walanda juga dikenal dengan rumamh pesangrahan yaitu rumah yang biasanya digunaka oleh orang-orang Belanda untuk bersantai seperti berdansa ataupun pesta. Pada ruang tengah sepanjang rumah ini ada runag kosong, sedang dibagian kiri dan kanan terdapat ruang istirahat yang lantainya setinggi pinggang dan berpetak-petak. Model rumah ini seperti asrama memanjanng. L. Laika mbondapoa Laika mbondapoa adalah jenis rumah panggung tempat memanggang kopra. Bentuknya seperti rumamh jengki yang tidak memiliki diding (orini). Lantainya lebih agak tinggi dari dasar tanah. Pada saat pemakaiannya, panggung ini diselubungi daun kelapa sambil memberi pengapian dibawahnya.

ARSITEKTUR TRADISIONAL KALIMANTAN SELATAN Rumah adat di Kalimantan Selatan ada beberapa macam, diantaranya ada rumah suku Banjar yang disebut Rumah Bubungan Tinggi dan rumah dari suku Dayak Bukit yang dikenal dengan sebutan Balai. y Rumah Banjaradalah rumah tradisional suku Banjar Arsitektur tradisional ciricirinya antara lain memiliki perlambang, memiliki penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris. Rumah tradisonal Banjar adalah type-type rumah khas Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri mulai sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935. Umumnya pada rumahtradisional Banjar dibangun dengan ber-anjung (ba-anjung) yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan dan kiri bangunan utama karena itu disebut Rumah Baanjung. Anjung merupakan ciri khas rumah tradisional Banjar, walaupun ada pula beberapa type Rumah Banjar yang tidak ber-anjung. Tipe rumah yang paling bernilai tinggi adalah Rumah Bubungan Tinggi yang biasanya dipakai untuk bangunan keraton (Dalam Sultan). Dalam suatu perkampungan suku Banjar terdiri dari bermacam-macam jenis rumah Banjar yang mencerminkan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Dalam kampung tersebut rumah dibangun dengan pola linier mengikuti arah aliran sungai maupun jalan raya terdiri dari rumah yang dibangun mengapung di atas air, rumah yang didirikan di atas sungai maupun rumah yang didirikan di daratan, baik pada lahan basah (alluvial) maupun lahan kering. y Rumah Balai adalah rumah tradisional suku Dayak Bukit

Balai merupakan rumah adat untuk melaksanakan ritual pada religi suku mereka. Bentuk balai memusat karena di tengah-tengah merupakan tempat altar atau panggung tempat meletakkan sesajen. Tiap balai dihuni oleh beberpa kepala keluarga, dengan posisi hunian mengelilingi altar upacara. Tiap keluarga memiliki dapur sendiri yang dinamakan umbun. Jadi bentuk balai ini, berbeda dengan rumah adat suku Dayak umumnya yang berbentuk panjang (Rumah Panjang).

y

Sejarah dan Perkembangan Rumah Adat Banjar

Rumah adat Banjar, biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi karena bentuk pada bagian atapnya yang begitu lancip dengan sudut 45. Bangunan Rumah Adat Banjar diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar di bawah kekuasaanPangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam, dan mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah dengangelar Panembahan Batu Habang. Sebelum memeluk agama Islam Sultan Suriansyah tersebut menganut agama Hindu. Ia memimpin Kerajaan Banjar pada tahun 15961620. Pada mulanya bangunan rumah adat Banjar ini memiliki konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan. Namun perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat tambahan di samping kiri dan kananbangunan dan agak ke belakang ditambah dengan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi. Bangunan tambahan di samping kiri dan kanan ini tamapak menempel (dalam bahasa Banjar: Pisang Sasikat) dan menganjung keluar. Bangunan tambahan di kiri dan kanan tersebut disebut juga anjung, sehingga bangunan rumah adat Banjar lebih populer dengan nama Rumah Ba-anjung. Sekitar tahun 1850 bangunan-bangunan perumahan di lingkungan keraton Banjar, terutama di lingkungan keraton Martapura dilengkapi dengan berbagai bentuk bangunan lain. Namun Rumah Ba-anjung adalah bangunan induk yang utama karena rumah tersebut merupakan istana tempat tinggal Sultan. Bangunan-bangunan lain yang menyertai bangunan rumah ba-anjung tersebut ialah yang disebut dengan Palimasan sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan kesultanan berupa emas dan perak. Balai Laki adalah tempat tinggal para menteri kesultanan, Balai Bini tempat tinggal para inang pengasuh, Gajah Manyusu tempat tinggal keluarga terdekat kesultanan yaitu para GustiGusti dan Anang.Selain bangunan-bangunan tersebut masih dijumpai lagi bangunan-bangunan yang disebut dengan Gajah Baliku, Palembangan, dan Balai Seba. Pada perkembangan selanjutnya, semakin banyak bangunan-bangunan perumahan yang didirikan baik di sekitar kesultanan maupun di daerah-daerah lainnya yang meniru bentuk bangunan rumah ba-anjung. Sehingga pada akhirnya bentuk rumah ba-anjung bukan lagi hanya merupakan bentuk bangunan yang merupakan ciri khas kesultanan (keraton), tetapi telah menjadi ciri khas bangunan rumahpenduduk daerah Banjar. y Kondisi Rumah Adat Banjar Rumah ba-anjung atau rumah Bubungan Tinggi yang dikatakan merupakan arsitektur klasik Banjar itu tidak banyak dibuat lagi.Sejak tahun 1930-an orangorang Banjar hampir tidak pernah lagi membangun rumah tempat tinggal mereka dengan bentuk rumah baanjung. Masalah biaya pembangunan rumah dan masalah areal tanah serta masalah mode nampaknya telah menjadi pertimbangan yang membuat para penduduk tidak mau membangun lagi rumah-rumah mereka dengan bentuk rumah ba-anjung.

Banyak rumah ba-anjung yang dibangun pada tahun-tahun sebelumnya sekarang dirombak dan diganti dengan bangunan-bangunan bercorak modern sesuai selera zaman.Tidak jarang dijumpai di Kalimantan Selatan si pemilik rumah ba-anjung justru tinggal di rumah baru yang (didirikan kemudian) bentuknya sudah mengikuti mode sekarang.Apabila sekarang ini di daerah Kalimantan Selatan ada rumah-rumah penduduk yang memiliki gaya rumah adat baanjung, maka dapatlah dipastikan bangunan tersebut didirikan jauh sebelum tahun 1930. Untuk daerah Kalimantan Selatan masih dapat dijumpai beberapa rumah adat Banjar yang sudah sangat tua umurnya seperti di Desa Sungai Jingah, Kampung Melayu Laut di Melayu, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin, Desa Teluk Selong Ulu, Maratapura, Banjar, Desa Dalam Pagar), Desa Tibung, Desa Gambah (Kandangan), Desa Birayang (Barabai), dan di Negara.Masing-masing rumah adat tersebut sudah dalam kondisi yang amat memprihatinkan, banyak bagian-bagian rumah tersebut yang sudah rusak. Pemerintah sudah mengusahakan subsidi buat perawatan bangunan-bangunan tersebut. Namun tidak jarang anggota keluarga pemilik rumah menolak subsidi tersebut karena alasanalasan tertentu , seperti malu atau gengsi. Karena merasa dianggap tidak mampu merawat rumahnya sendiri. Bagaimanapun keadaan rumah-rumah tersebut, dari sisa-sisa yang masih bisa dijumpai dapat dibayangkan bagaimana artistiknya bangunan tersebut yang penuh dengan berbagai ornamen menarik.

y Pengaruh Sistem Religi dan Sistem PengetahuanMeskipun orang Banjar sudah memeluk Islam, namun dalam kegiatan sehari-hari yang sehubungan dengan kebudayaan masih melekat unsur aninisme, Hindu-Buddha yang berkembang sebagai dasar adat pada masa lalu. Akan tetapi hal itu tidak secara keseluruhan. Religi yang dianggap asal adalah dari Kaharingan yang dikembangkan oleh orang Dayak. Pengaruh Hindu, Buddha, Islam maupunKristen tidak berarti kepercayaan nenek moyang dengan segala upacara religinya hilang begitu saja. Orang-orang Dayak yang telah memeluk Islam dianggap sebagai Suku Bangsa Banjar dan tidak lagi menganggap dirinya sebagai suku Dayak. Suku Banjar hampir semua sendi keagamaanya didasarkan pada sentimen keagamaan yang bersumber pada ajaran Islam. Jadi setiap setiap rumah tangga memiliki peralatan yang berhubungan dengan pelaksanaan keagamaan. Demikian pula pada rumah tradisional Banjar banyak dilengkapi dengan ukiran yang berkaitan dengan persaudaraan, persatuan, kesuburan, maupun khat-khat kaligrafi Arab yang bersumber dari ajaran Islam seperti dua kalimat syahadat, nama-nama Khalifah, Shalawat, atau ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur'an. Namun ukiran-ukiran di rumah Banjar juga masih ada yang berhubungan dengan kepercayaan Kaharingan, Aninisme, Dinanisme, maupun Hindu-Buddha, misalnya swastika, enggang, naga dan sebagainya

y Seni Budaya KalSelKultur budaya yang berkembang di Banjarmasin sangat banyak hubungannya dengan sungai, rawa dan danau, disamping pegunungan. Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan mereka. Kebutuhan hidup mereka yang mendiami wilayah ini dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan hasil benda-benda budaya yang disesuaikan. hampir segenap kehidupan mereka serba relegius. Disamping itu, masyarakatnya juga agraris, pedagang dengan dukungan teknologi yang sebagian besar masih tradisional. Ikatan kekerabatanmulai longgar dibanding dengan masa yang lalu, orientasi kehidupan kekerabatan lebih mengarah kepada intelektual dan keagamaan. Emosi keagamaan masih jelas nampak pada kehidupan seluruh suku bangsa yang berada di Kalimantan Selatan. Orang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan dengan relegi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan assimilasi. Sehingga nampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ke Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha. Seni ukir dan arsitektur tradisional Banjar nampak sekali pembauran budaya, demikian pula alat rumah tangga, transport, Tari, Nyayian dsb. Masyarakat Banjar telah mengenal berbagai jenis dan bentuk kesenian, baik Seni Klasik, Seni Rakyat, maupun Seni Religius Kesenian yang menjadi milik masyarakat Banjar, seperti :a) b) c) d) e) f) g) Teater Tradisi / Teater Rakyat Seni Musik Sinoman Hadrah dan Rudat Seni Tari Seni Sastra Seni Rupa Ketrampilan

y Rumah Adat Banjar di Kalteng dan KaltimKemudian bentuk bangunan rumah ba-anjung ini tidak saja menyebar di daerah Kalimantan Selatan, tetapi juga menyebar sampai-sampai ke daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Sekalipun bentuk rumah-rumah yang ditemui di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur memiliki ukuran yang sedikit berbeda dengan rumah Ba-anjung di daerah Banjar, namun bentuk bangunan pokok merupakan ciri khas bangunan rumah adat Banjar

Rumah Balai Bini Kecamatan Kumai tetap kelihatan.

Di Kalimantan Tengah bentuk rumah ba-anjung ini dapat dijumpai di daerah Kotawaringin Barat, yaitu di Pangkalan Bun, Kotawaringin Lama dan Kumai. Menyebarnya bentuk rumah adat Banjar ke daerah Kotawaringin ialah melalui berdirinya Kerajaan Kotawaringin yang merupakan pemecahan dari wilayah Kerajaan Banjar ketika diperintah oleh Sultan Mustainbillah. Sultan Mustainbillah memerintah sejak tahun 1650 sampai 1672, kemudian ia digantikan oleh Sultan Inayatullah. Kerajaan Kotawaringin yang merupakan pemecahan wilayah Kerajaan Banjar tersebut diperintah oleh Pangeran Dipati Anta Kesuma sebagai sultannya yang pertama. Menyebarnya bentuk rumah adat Banjar sampai ke daerah Kalimantan Timur disebabkan oleh banyaknya penduduk daerah Banjar yang merantau ke daerah ini, yang kemudian mendirikan tempat tinggalnya dengan bentuk bangunan rumah ba-anjung sebagaimana bentuk rumah di tempat asal mereka. Demikianlah pada akhirnya bangunan rumah adat Banjar atau rumah adat ba-anjung ini menyebar kemana-mana, tidak saja di daerah Kalimantan Selatan, tetapi juga di daerah Kalimantan Tengah danKalimantan Timur.

y

Bagian dan Konstruksi Rumah Tradisonal Banjar

1. Pondasi, Tiang dan Tongkat Keadaan alam yang berawa-rawa di tepi sungai sebagai tempat awal tumbuhnya rumah tradisional Banjar, menghendaki bangunan dengan lantai yang tinggi. Pondasi, tiang dan tongkat dalam hal ini sangat berperan. Pondasi sebagai konstruksi paling dasar, biasanya menggunakan kayu Kapur Naga atau kayu Galam. Tiang dan tongkat menggunakan kayu ulin, dengan jumlah mencapai 60 batang untuk tiang dan 120 batang untuk tongkat. Kayu Ulin dalam bentuk balokan, sebagai bahan utama tiang dan tongkat yang bertumpu di tanah sebagai pendukung bangunan rumah. Antara tiang dan tongkat dibedakan : Tiang adalah balok yang pangkalnya bertumpu dalam tanah dengan ujungnya sampai pada dasar atap di atas bubungan. Tongkat adalah balok yang pangkalnya bertumpu dalam tanah dengan ujungnya sampai pada dasar lantai. Teknik pemasangan pondasi ada 2 cara, yaitu: PONDASI BATANG BESAR Pondasi Batang Besar, apabila pondasi yang dipilih adalah pondasi batang besar maka digunakan teknik kalang pandal. Kayu yang digunakan biasanya berdiameter 40 cm lebih. Caranya, kayu besar ditoreh bagian atasnya sampai rata kemudian bagian yang ditoreh itu dilobangi untuk tempat menancapkan tiang dan tongkat. Setelah itu bagian ini akan direndamkan ke dalam tanah dengan kedalaman 50 100 cm tergantung kondisi tanah. Batang disusun berjejer sesuai dengan deretan tongkat dan tiang rumah yang akan dibangun. Untuk menahan tiang atau tongkat agar tidak terus menurun maka dipakai sunduk.

PONDASI BATANG KECIL (KACAPURI)

Pondasi Dengan Batang Kecil, kayu galam yang digunakan dalam pondasi ini biasanya berdiameter minimal 15 cm untuk tampuk ujung dan sekitar 20 cm untuk tampuk tengahnya. Cara pemasangannya agak berbeda dengan cara batang besar yang hanya satu lapis. Untuk pondasi batang kecil ada dua lapis, bagian bawah disebut Kacapuri dan lapisan atas disebut kalang sunduk, yaitu untuk penahan sunduk tiang atau sunduk tongkat. Ujung tiang atau tongkat tertancap hingga kedalaman dua meter dari permukaan tanah.

2. Kerangka

Kerangka rumah ini biasanya menggunakan ukuran tradisional depa atau tapak kaki dengan ukuran ganjil yang dipercayai punya nilai magis / sakral. Bagian-bagian rangka tersebut adalah : a) susuk dibuat dari kayu Ulin.

b) c) d) e) f) g) h) i) j)

Gelagar dibuat dari kayu Ulin, Belangiran, Damar Putih. Lantai dari papan Ulin setebal 3 cm. Watun Barasuk dari balokan Ulin. Turus Tawing dari kayu Damar. Rangka pintu dan jendela dari papan dan balokan Ulin. Balabad dari balokan kayu Damar Putih. Mbr> Titian Tikus dari balokan kayu Damar Putih. Bujuran Sampiran dan Gorden dari balokan Ulin atau Damar Putih. Tiang Orong Orong dan Sangga Ributnya serta Tulang Bubungan dari balokan kayu Ulin, kayu Lanan, dan Damar Putih. k) Kasau (kaso) dari balokan Ulin atau Damar Putih. l) Riing(reng) dari bilah-bilah kayu Damar putih.

3. Lantai Di samping lantai biasa, terdapat pula lantai yang disebut dengan Lantai Jarang atau Lantai Ranggang. Lantai Ranggang ini biasanya terdapat di Surambi Muka, Anjung Jurai dan Ruang Padu, yang merupakan tempat pembasuhan atau pambanyuan. Sedangkan yang di Anjung Jurai untuk tempat melahirkan dan memandikan jenazah. Biasanya bahan yang digunakan untuk lantai adalah papan ulin selebar 20 cm, dan untuk Lantai Ranggang dari papan Ulin selebar 10 cm.

4. Dinding

Dinding papan dipasang vertical

Dindingnya terdiri dari papan yang dipasang dengan posisi berdiri atau vertikal, sehingga di samping tiang juga diperlukan Turus Tawing dan Balabad untuk menempelkannya. Bahannya dari papan Ulin sebagai dinding muka. Pada bagian samping dan belakang serta dinding Tawing Halat menggunakan kayu Ulin atau Lanan. Pada bagian Anjung Kiwa, Anjung Kanan, Anjung Jurai dan Ruang Padu, kadang-kadang dindingnya menggunakan Palupuh. 5. Atap Atap bangunan biasanya menjadi ciri yang paling menonjol dari suatu bangunan. Karena itu bangunan ini disebut Rumah Bubungan Tinggi. Bahan atapnya terbuat dari sirap dengan bahan kayu Ulin atau atap rumbia.

ATAP SIRAP

6. Ornamentasi (Ukiran) Penampilan rumah tradisional Bubungan Tinggi juga ditunjang oleh bentuk-bentuk ornamen berupa ukiran. Penempatan ukiran tersebut biasanya terdapat pada bagian yang konstruktif seperti tiang, tataban, pilis, dan tangga. Sebagaimana pada kesenian yang berkembang dibawah pengaruh Islam, motif yang digambarkan adalah motif floral (daun dan bunga). Motif-motif binatang seperti pada ujung pilis yang menggambarkan burung enggang dan naga juga distilir dengan motif floral. Di samping itu juga terdapat ukiran bentuk kaligrafi. Kaligrafi Arab merupakan ragam hias yang muncul belakangan yang memperkaya ragam hias suku Banjar.

ANALISA

Ornament floral menyerupai bentuk enggang

Ornament floral daun dan bunga

y Filosofi-Filosofi Rumah Adat Kalimantan Selatan1. Dwitunggal SemestaMaharaja Suryanata Manifestasi dewa Matahari (Surya).

- Rumah Bubungan Tinggi merupakanlambang mikrokosmos dalam makrokosmos. - Rumah Bubungan Tinggi melambangkanberpadunya Dunia Atas & Dunia Bawah. Puteri Junjung Buih Lambang air & kesuburan tanah.

2. Pohon Hayat & PayungAtap rumah Banjar Bubungan Tinggi yang menjulang ke atas merupakan citra dasar sebuah Pohon lambang dimensi dari kesatuan Tinggi yang menjulang ke sebuah Payung yang kekuasaan ke atas (lambang menggunakan Payung

Hayat yang merupakan kosmis (pencerminan dimensisemesta). - Atap rumah Banjar Bubungan atas merupakan citra dasar menunjukkan satu orientasi kebangsawanan yang biasa Kuning).

3. Simetris- Wujud bentuk rumah Banjar Bubungan Tinggi yang simetristerlihat pada bentuk sayap bangunan atau anjung yang terdiri atas Ajung Kanan danAnjung Kiwa. - Filosofi simetris (seimbang) dalam pemerintahan Kerajaan Banjar, yang membagi kementerian menjadi Mantri Panganan (kelompok menteri kanan) dan Mantri Pangiwa(kelompok menteri kiri). - Konsep simetris tercermin pada rumah Bubungan Tinggi.

4. Kepala - Badan - Kaki- Bentuk rumah Bubungan Tinggi diibaratkan tubuh manusia yang terbagi menjadibagian secara vertikal yaitu: 1. Kepala 2. Badan 3. Kaki - Anjung diibaratkan sebagai tangan kanan dan tangan kiri.

5. Halat

Tawing

- Ruang dalam rumah Banjar Bubungan Tinggi terbagi menjadi ruang yang bersifatprivate dan semi private. - Diantara ruang Panampik private dengan ruang private dipisahkan olehTawing Basar yang bersifat semi Palidangan yang bersifat Halat artinya dinding

pemisah. - Tawing Halat ini bagian tengahnya dapat dibuka sehingga seolah-olah suatu garis pemisah transparan antara dua dunia (luar dan dalam) menjadi terbuka.

6. Denah Cacak Burung- Denah rumah Banjar Bubungan Tinggi berbentuktanda tambah yang merupakan perpotongan dari poros-poros bangunan yaitu dari arah muka ke belakang dan dari arah kanan ke kiri yang membentuk pola denah Cacak Burung yang sakral. - Ruang Palidangan merupakan titik perpotongan poros-poros bangunan. Secara kosmologis maka disinilah bagian paling utama dari rumah Banjar Bubungan Tinggi. - Tawing Halat melindungi area dalam yang merupakan titik pusat bangunan yaitu ruang Palidangan.

7.

Tata Nilai Ruang

Pada rumah Banjar Bubungan Tinggi (istana) terdapat ruang Semi Publik yaitu Serambi atau surambi yang berjenjang letaknya secara kronologis terdiri dari surambi muka, surambi sambutan, dan terakhir surambi Pamedangan sebelum memasuki pintu utama (Lawang Hadapan) pada dinding depan (Tawing Hadapan ) yang diukir dengan indah. Setelah memasuki Pintu utama akan memasuki ruang Semi Private. Pengunjung kembali menapaki lantai yang berjenjang terdiri dari Panampik Kacil di bawah, Panampik Tangah di tengah dan Panampik Basar di atas pada depan Tawing Halat atau "dinding tengah" yang menunjukkan adanya tata nilai ruang yang hierarkis. - Ruang Panampik Kecil tempat bagi anak-anak, - Ruang Panampik Tangah sebagai tempat orang-orang biasa atau para pemuda, - Ruang Panampik Basar yang diperuntukkan untuk tokoh-tokoh masyarakat, hanya orang yang berpengetahuan luas dan terpandang.

Hal ini menunjukkan adanya suatu tatakrama sekaligus mencerminkan adanya pelapisan sosial masyarakat Banjar tempo dulu yang terdiri dari lapisan atas adalah golongan berdarah biru disebut Tutus Raja (bangsawan) dan lapisan bawah adalah golongan Jaba (rakyat) serta diantarakeduanya adalah golongan rakyat biasa yang telah mendapatkan jabatan-jabatan dalam Kerajaan beserta kaum hartawan.

y Jenis-jenis rumah Adat Banjara. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. Rumah Bubungan Tinggi Rumah Gajah Baliku Rumah Gajah Manyusu Rumah Balai Laki Rumah Balai Bini Rumah Palimbangan Rumah Palimasan (Rumah Gajah Rumah Cacak Burung/Rumah Anjung Surung Rumah Tadah Alas Rumah Lanting Rumah Joglo Gudang Rumah Bangun Gudang

a. Rumah Bubungan Tinggi

DEPAN

SAMPING

Rumah Bubungan Tinggi adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan dan bisa dibilang merupakan ikonnya Rumah Banjar karena jenis rumah inilah yang paling terkenal karena menjadi maskot rumah adat khas provinsi Kalimantan Selatan.

y Ciri-Ciri1. Atap Sindang Langit tanpa plafon 2. Tangga Naik selalu ganjil

3. Pamedangan diberi Lapangan kelilingnya dengan Kandang Rasi berukir

y KonstruksiKonstruksi rumah adat Banjar atau rumah ba-anjung dibuat dengan bahan kayu. Faktor alam Kalimantan yang penuh dengan hutan rimba telah memberikan bahan konstruksi yang melimpah kepada mereka, yaitu kayu.

y Bagian Konstruksi PokokKonstruksi pokok dari rumah adat Banjar dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu : 1. Tubuh bangunan yang memanjang lurus ke depan, merupakan bangunan induk. 2. Bangunan yang menempel di kiri dan kanan disebut anjung. BELAKANG 3. Bubungan atap yang tinggi melancip disebut Bubungan Tinggi. 4. Bubungan atap yang memanjang ke depan disebut atap Sindang Langit 5. Bubungan atap yang memanjang ke belakang disebut atap Hambin Awan). 6. Tubuh bangunan induk yang memanjang terus ke depan dibagi atas ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya.

y RuanganRuangan-ruangan yang berjenjang lantainya ialah : 1. Palatar (pendopo atau teras), ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Palatar disebut juga Pamedangan. 2. Panampik Kacil, yaitu ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui Lawang Hadapan yaitu pintu depan. Permukaan lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar. Ambang lantai disini disebut Watun Sambutan. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. 3. Panampik Tangah yaitu ruangan yang lebih luas dari panampik kacil. Lantainya juga lebih tinggi dari ruang sebelumnya. Ambang lantai ini disebut Watun Jajakan. 4. Panampik Basar atau Ambin Sayup, yaitu ruangan yang menghadapi dinding tengah (Banjar: Tawing Halat). Permukaan lantainya lebih tinggi pula dari lantai sebelumnya. Ambang Lantainya disebut WatunJajakan, sama dengan ambang lantai pada Panampik Tangah. Luas ruangan 7 x 5 meter. 5. Palidangan atau Ambin Dalam, yaitu ruang bagian dalam rumah yang berbatas dengan panampik basar. Lantai palidangan sama tinggi dengan lantai panampik basar (tapi ada

juga beberapa rumah yang membuat lantai panampik basar lebih rendah dari lantai palidangan). Karena dasar kedua pintu yang ada di tawing halat tidak sampai ke dasar lantai maka watun di sini disebut Watun Langkahan. Luas ruang ini 7 x 7 meter. Di dalam ruangan Palidangan ini terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi (jumlahnya 8 batang). Tiang-tiang ini disebut Tihang Pitugur atau Tihang Guru. 6. Panampik Dalam atau Panampik Bawah, yaitu ruangan dalam yang cukup luas dengan permukaan lantai lebih rendah daripada lantai palidangan dan sama tingginya dengan permukaan lantai panampik tangah. Ambang lantai ini disebut pula dengan Watun Jajakan. Luas ruang 7 x 5 meter. 7. Padapuran atau Padu, yaitu ruangan terakhir bagian belakang bangunan. Permukaan lantainya lebih rendah pula dari panampik bawah. Ambang lantainya disebut Watun Juntaian. Kadang-kadang Watun Juntaian itu cukup tinggi sehingga sering di tempat itu diberi tangga untuk keperluan turun naik. Ruangan padapuran ini dibagi atas bagian atangan (tempat memasak) dan salaian (tempat mengeringkan kayu api), pajijiban dan pagaduran (tempat mencuci piring atau pakaian). Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.

y Ukuran1. Tentang ukuran tinggi, lebar dan panjang setiap rumah adat Banjar pada umumnya relatif berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karena ukuran pada waktu itu didasarkan atas ukuran depa atau jengkal. 2. Ukuran depa atau jengkal tersebut justru diambil dari tangan pemilik rumah sendiri; sehingga setiap rumah mempunyai ukuran yang berbeda. 3. Ada kepercayaan di sana yang mengatakan bahwa setiap ukuran haruslah dengan hitungan yang ganjil bilangan ganjil. 4. Penjumlahan ganjil tersebut tidak saja terlihat di dalam hal ukuran panjang dan lebar, tapi juga sampai dengan jumlah hiasan tangga, anak tangga, layang-layang puncak dan lainlain. 5. Jika diukur, maka panjang bangunan induk rumah adat Banjar pada umumnya adalah 31 meter sedang lebar bangunan induk adalah 7 meter dan lebar anjung masing-masing 5 meter. 6. Lantai dari permukaan tanah sekitar 2 meter yaitu kolong di bawah anjung dan palidangan; sedangkan jarak lantai terendah rata-rata 1 meter, yaitu kolong lantai ruang palatar.

y Tata ruang dan kelengkapanTata ruang rumah tradisional Bubungan Tinggi membedakan adanya tiga jenis ruang yaitu ruang terbuka, setengah terbuka dan ruang dalam. Ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi, yang dibagi lagi menjadi surambi muka dan surambi sambutan. Ruang setengah terbuka diberi pagar rasi disebut Lapangan Pamedangan. Secara ringkas berikut ini akan diuraikan situasi ruang dan kelengkapannya; Surambi

Di depan surambi muka biasanya terdapat lumpangan tempat air untuk membasuh kaki. Pada surambi muka juga terdapat tempat air lainnya untuk pembasuhan pambilasan biasanya berupa guci. Pamedangan Ruangan ini lantainya lebih tinggi, dikelilingi pagar rasi. Biasanya pada ruang ini terdapat sepasang kursi panjang. KETERANGAN : PAMEDANGAN SURAMBI SAMBUTAN SURAMBI MUKA

y Pacira dan Panurunan (Panampik Kacil) Setelah masuk Pacira akan didapatkan tanggui basar dan tanggui kacil di arah sebelah kiri, sedangkan arah sebelah kanan terdapat pengayuh, dayung, pananjak dan tombak duha. Di sayap kanan ruangan terdapat gayung, sandal dan terompah tergantung di Balabat Panurunan. Sebagai perlengkapan penerangan dalam ruangan ini terdapat dua buah lampu gantung. y Paluaran (Panampik Basar) Ruangan ini cukup besar digunakan untuk berbagai kegiatan keluarga dan kemasyarakatan apabila masih kekurangan ruang Tawing Halat yang memisahkan dengan Palidangan dapat dibuka. Di bagian tengah di depan Tawing Halat ini terletak bufet. Di atasnya agak menyamping ke kiri dan ke kanan terdapat gantungan tanduk rusa. Di tengah ruangan terdapat dua buah lampu gantung. Lantainya diberi lampit dan kelengkapan bergerak seperti paludahan, kapit dangelas, parapen, rehal. y Palidangan (Panampik Panangah) Ruangan ini terdiri dari Paledangan Dalam dan Anjung Kiwa - Anjung Kanan. Fungsi ruang sama dengan Paluaran, namun biasanya diperuntukkan bagi kaum wanita. Di sini terdapat kelengkapan lemari besar, lemari buta, kanap, kendi. Lantainya diberi hambal sebagai alas duduk. y Anjung Kanan - Anjung Kiwa Ruang Anjung Kanan merupakan ruang istirahat yang dilengkapi pula dengan alat rias dan perlengkapan ibadah.

Sedangkan Anjung Kiwa merupakan tempat melahirkan dan tempat merawat jenazah. Di sini juga di beri perlengkapan seperti lemari, ranjang, meja dan lain-lain. y Padu (dapur) Di samping untuk tempat perlengkapan masak dan kegiatannya, ruang padu ini juga digunakan untuk menyimpan bahan makanan. Perlengkapan umum yang terdapat di dalamnya adalah dapur, rak dapur, pambanyuan, lemari, tajau, lampit dan ayunan anak. Dari sini dapat dilihat bahwa rumah tradisional Bubungan Tinggi tersebut mempunyai keterikatan dengan nilai tradisional masyarakatnya. KETERANGAN : y BIRU Pacira & Panurunan y HIJAU Paluaran Tawing Halat y MERAH y KUNING Anjung Kanan & Anjung Kiwa Palidangan y COKLAT y UNGU Padu

b. Gajah BalikuRumah Gajah Baliku adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Rumah Gajah Baliku mimiliki kemiripan dengan Rumah Bubungan Tinggi, tetapi ada sedikit perbedaan yaitu pada Ruang Paluaran (ruang tamu) pada Rumah Bubungan Tinggi keadaan lantainya berjenjang sedangkan pada Rumah Gajah Baliku keadaan lantai ruang Paluaran tidak berjenjang. Hal tersebut karena Rumah Bubungan Tinggi untuk bangunan keraton/ndalem Sultan yang memiliki tata nilai ruang yang bersifat hierarkis. Pada Rumah Gajah Baliku, atap ruang Paluaran/Ruang Tamu tidak memakai atap sengkuap (Atap Sindang Langit) kecauali emper teras paling depan dan memakai kuda-kuda dengan atap perisai (Atap Gajah) dengan keadaan lantai ruangan datar saja sehingga menghasilkan bentuk bangun ruang yang dinamakan Ambin Sayup. Sedangkan pada kedua anjung sama-sama memakai atap Pisang Sasikat (atap sengkuap). ciri-ciri rumah Gajah Baliku : 1. Atap jurai, hidung bapicik bentuk muka (maksudnya atap perisai) 2. Ambin terbuka kiri/kanan anjung 3. Atap bubungan tinggi 4. Atap sindang langit (atap sengkuap ) tidak ada kecuali pada kedua anjung 5. Panampik Kacil tidak ada, yang ada hanya Panampik Basar

ATAP BUBUNGAN TINGGI

ATAP SINDANG LANGIT

ATAP JURAI,HIDUNG BAPICIK BENTUK MUKA

Dalam literatur lain bahwa Bagian-bagiannya sama dengan rumah Bubungan Tinggi. Yang berbeda adalah atap yaitu : 1. Atap bubungan tingginya sama 2. Atap kedua anjung, atap sindang langit (maksudnya atap sengkuap) 3. Atap panampik kacil diganti dengan atap jurai dengan muka hidung bapicik (maksudnya atap perisai) 4. Atap Panampik Padu (dapur) beratap jurai. Ruang Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang : 1. Surambi Sambutan 2. Palatar/Pamedangan 3. Ambin Sayup/Paluaran 4. Palidangan/Panampik Panangah diapit oleh Anjung Kanan dan Anjung Kiwa 5. Padapuran/Padu

GALERI

RUMAH GAJAH BALIKU DI ATAS LAHAN BASAH

KANDANG RASI (PAGAR) PADA RUMAH BALIKU

LIKU

c. Gajah Manyusu

Gajah Baliku yang modern merupakan Kediaman Resmi Wagub Kalsel

Gajah Manyusu adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Pada rumah induk memakai atap perisai buntung dengan tambahan atap sengkuap (Sindang Langit) pada emper depan, sedangkan anjungnya memakai atap sengkuap (Pisang Sasikat) atau dapat pula menggunakan atap perisai. Tetapi dikatakan bahwa bentuk sampai dengan anjung sama seperti Gajah Baliku. Yang berbeda adalah adalah bagian padu. Panampik padu diberi dua buah Ambin Sayup yang bentuknya lebih kecil dari anjung dan lebih rendah letaknya. y Ciri-cirinya : 1. Tubuh bangunan induk memakai atap perisai buntung (bahasa Banjar : atap gajah hidung bapicik) yang menutupi serambi yang disebut pamedangan. 2. Pada teras terdapat 4 buah pilar yang menyangga emperdepan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit. Empat pilar penyangga emper depan (karbil) pada teras dapat diganti model konsol. 3. Pada Tawing Hadapan terdapat tangga naik yang disebut Tangga Hadapan dengan posisi lurus ke depan. 4. Terdapat Serambi yang disebut Pamedangan yang menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi. Serambi dapat dibuat berukuran kecil saja pada salah satu sudut. 5. Sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap yang disebut atap Pisang Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggi. 6. Pada tipe lainnya sayap bangunan yang disebut anjung menggunakan model Anjung Surung seperti pada rumah Cacak Burung.

ATAP PERISAI BUNTUNG PILAR PENYANGGA

y 1. 2. 3. 4. 5. y

Ruang Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang Ruang terbuka/teras rumah yang disebut Surambi Sambutan Ruang setengah terbuka/serambi atas yang disebut Pamedangan Ruang Tamu yang disebut Ambin Sayup Ruang Dalam yang disebut Palidangan diapit oleh Anjung terdiri dari Anjung Kanan dan Anjung Kiwa Pantry yang disebut Padapuran atau Padu

Keterangan Rumah ini mempunyai ciri pada bentuk atap limas dengan hidung bapicik (atap mansart) pada bagian depannya. Anjung mempunyai/memiliki atap Pisang Sasikat, sedang surambinya beratap Sindang Langit (atap sengkuap).

PADAPURAN

PAMEDANGAN SURAMBI SAMBUTAN

d. Balai Laki

DENAH RUMAH GAJAH MANYUSU

Balai Laki adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Bentuk atap Balai Laki memakai atap pelana pada rumah induk, sedangkan pada Anjung memakai atap sengkuap yang disebut atap Pisang Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggi.

Balai Laki di Banjarmasin

Rumah Balai Laki dengan atap jurai pada emper samping

y

Ciri-cirinya :

1. Memakai tebar layar yang disebut Tawing Layar 2. Tubuh bangunan induk memakai atap pelana (bahasa Banjar : atap balai laki) yang menutupi serambi pamedangan. 3. Pada teras (Surambi Sambutan terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit. Kadang-kadang pilar ini diganti dengan konsol. 4. Pada dinding sisi depan yang disebut Tawing Hadapan terdapat 1 pintu masuk yang disebut Lawang Hadapan. 5. Kadang-kadang pada dinding depan juga terdapat jendela depan (lalungkang hadapan) di sebelah kanan dan kiri pintu masuk. 6. Pintu dinding tengah (lawang tawing halat) berjumlah 2 buah. 7. Serambi yang disebut pamedangan menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi. 8. Sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap/lessenaardak yang disebut atap Pisang Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggi. 9. Kadang-kadang memakai bentuk lengkung (gerbang) pada serambi/Pamedangan). 10. Kadang-kadang terdapat 3 (tiga) buah pintu masuk (lawang hadapan) karena 2 (dua) buah jendela depan diganti menjadi pintu juga. 11. Kadang-kadang pada teras/Surambi Sambutan juga menggunakan pagar Kandang Rasi.

y 1. 2. 3. 4. 5.

Ruang Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang : Palatar Sambutan Pamedangan Ambin Sayup Palidangan diapit oleh Anjung yaitu Anjung Kanan dan Anjung Kiwa Padapuran/PaduAnjung bisa dipakai atau tidak sama sekali pada salah satu sisinya

Keterangan Balai Laki dalam bentuk umum sama dengan Palimbangan, tapi dengan ukuran lebih kecil. Atap jurai dengan dahi tajam (maksudnya atap pelana) dan diberi sungkul bertatah bisa memakai anjung di belakang sebelah kiri atau tidak menggunakan sungkul Balai Laki juga memiliki ciri-ciri atap jurai dengan hiasan satu sungkul puncak, anjung sebuah di sebelah kiri atau tidak ada dan pintu tawing halat dua buah. y Perbedaan Balai Laki dan Palimbangan Rumah Balai Laki mirip rumah Palimbangan karena sama-sama memakai atap pelana pada bagian y

depannya tetapi Rumah Balai Laki berukuran lebih kecil daripada rumah Palimbangan. Pada suatu keluarga petani, kadang-kadang rumah Balai Laki tidak memiliki anjung tetapi jelas bukan rumah Palimbangan karena ukurannya yang kecil tersebut, yang biasanya hanya terdiri dari serambi pamedangan, ruang Ambin Sayup, ruang Ambin Dalam (Palidangan) dan ruang Padu. Pada rumah Palimbangan lebih megah dari rumah Balai Laki karena merupakan rumah golongan saudagar besar.

Pola umum denah rumah Balai Laki

Tampak Depan Balai Laki dengan Atap Jurai e. Balai Bini

Tampak Samping Balai Laki dengan Atap JuraiMaket Rumah Balai Laki.

Balai Bini adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Tubuh bangunan induk memakai atap perisai (bahasa Banjar:atap gajah), sedangkan sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap/lessenaardak (Bahasa Banjar: atap pisang sasikat). y Tipe

Rumah Balai Bini dengan anjung yang Tipe 1 memakai atap sengkuap 1. Atap merupakan atap jurai 2. Atap sindang langit di kedua anjung 3. Pamedangan disambung dengan atap pisang sasikat 4. Pamedangan ditutup dengan Kandang Rasi 5. Paluaran menggunakan tataban Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang 1. Palatar Sambutan 2. Palatar Pamedangan 3. Ambin Sayup 4. Palidangan diapit oleh Anjung Kanan dan Anjung Kiwa 5. Padapuran (Padu) ciri-cirinya : 1. Tubuh bangunan induk memakai atap perisai (bahasa Banjar : atap gajah) yang menutupi serambi pamedangan. 2. Pada Surambi Sambutan terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tipe 2

memakai atap sengkuap yang disebut atap sindang langit. Pada dinding depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 Lawang Hadapan (pintu masuk), di antara pintu masuk terdapat jendela sebelah kanan dan kiri. Serambi pamedangan (teras) menggunakan pagar Pola umum rumah Balai Bini Tipe 1 Kandang Rasi. Sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap/zaldedaak ( atap pisang sasikat) seperti pada rumah Bubungan Tinggi. Kadang-kadang 4 (empat) buah pilar penyangga emper depan (karbil) diganti model konsol. Bagian atas teras (serambi Pamedangan) kadang-kadang memakai bentuk lengkung (gerbang). Kadang-kadang tedapat 3 (tiga) buah pintu masuk karena 2 (dua) buah jendela diganti menjadi pintu juga. Kadang-kadang Surambi Sambutan (teras emper) juga menggunakan pagar Kandang Rasi.

Dari literatur diperoleh keterangan rumah adat Balai Bini beratap seperti joglo dengan tambahan atap sindang langit untuk atap surambinya.Kalau diperhatikan ini Balai Bini Tipe 2 merupakan pengembangan Balai Bini Tipe 1 dimana terjadi perluasan dinding dari anjung ke arah depan sedangkan serambi pamedangan tambah melebar ke kiri dan kanan sehingga membentuk bangunan atap joglo/limas (bahasa Jawa : limasan lawakan) Ciri-cirinya : 1. Atap bangunan memakai atap perisai/atap limas yang menyerupai joglo yang menutupi serambi pamedangan. 2. Terdapat 6 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap (atap sindang langit) pada serambi sambutan. 3. Pada dinding depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 Lawang Hadapan (pintu masuk), di antara pintu masuk terdapat jendela sebelah kanan dan kiri. 4. Serambi pamedangan (teras) menggunakan pagar Kandang Rasi. 5. Perluasan dinding anjung ke arah depan serambi pamedangan sehingga membentuk bangunan dengan atap joglo/limas (bahasa Jawa : limasan lawakan).

GALERI

Rumah Balai Bini Tipe 2 dengan variasi atap menyerupai atap joglo

f. PalimbanganPalimbangan adalah salah satu rumah tradisonal suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Bumbungan atap rumah Palimbangan pada rumah indukmemakai atap pelana dengan tebar layar yang disebut Tawing Layar. Jika memakai anjung maka atapnya juga menggunakan atap pelana dengan Tawing Layar. Pada teras/emper depan ditutup dengan atap sengkuap (atap lessenaardak) yang disebut atap Sindang Langit. Atap Sindang Langit ini menerus ke emper samping sampai di depan Anjung membentuk atap pelana yang sangat lebar. Rumah Palimbangan diperuntukkan bagi golongan saudagar besar. Rumah Palimbangan berukuranlebih besar dari pada rumah Balai Laki yang juga beratap pelana. 1. Palimbangan dengan anjung memakai Tawing Layar Rumah Palimbangan ini mempunyai perbedaan dengan tipe lainnya antara lain pada bentuk atap dan ornamen ukiran yang dipakai. Ruang paluarannya beratap pelana dengan hiasan layang-layang di puncak gunungannya. Atap sindang langit untuk surambi juga diteruskan ke samping sehingga membentuk jurai (jurai luar). Atap ini bertemu atap sindang langit pada anjungnya. Ciri-cirinya : 1. Anjung memakai atap pelana dengan Tawing Layar yang menyambung dengan atap emper samping dan emper depan (Sindang Langit) 2. Tubuh bangunan induk memakai atap pelana/(bahasa Banjar : atap balai laki) yang menutupi serambi pamedangan. 3. Bentuk bangunan lebih besar dari rumah Balai Laki. 4. Pada Surambi Sambutan terdapat 6 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap sindang langit yang diteruskan ke emper samping kanan dan kiri dengan beberapa buah pilar tambahan. 5. Pada dinding sisi depan yang disebut Tawing Hadapan terdapat 1 pintu masuk yang disebut Lawang Hadapan.

6. Serambi pamedangan (teras) menggunakan pagar Kandang Rasi. 7. Tangga masuk lurus dari arah depan atau menyamping dari kiri kanan dengan jumlah trap ganjil. 8. Atap anjung diteruskan ke arah depan menyambung atap sindang langit (karbil). 9. Lawang (pintu) Tawing Halat (dinding tengah) berjumlah 2 buah. 10. Kadang-kadang ruang anjung diganti dengan "Ambin Sayup" yang beratap pelana dengan pintu masuk samping menjadi semacam pavilyun. Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang 1. Teras yang disebut Palatar Sambutan 2. Serambi yang disebut Pamedangan 3. Ruang Tamu yang disebut Ambin Sayup/Paluaran 4. Ruang Dalam yang disebut Ambin Dalam/Palidangan dengan dua anjung kiri dan kanan. 5. Ruang Pantry yang disebut Padapuran/Padu 2. Palimbangan Tanpa Anjung Ciri-cirinya : 1. Memakai tebar layar yang dinamakan Tawing Layar. 2. Tubuh bangunan induk memakai atap pelana yang biasa disebut atap balai laki. 3. Bentuk bangunan lebih besar dari rumah Balai Laki. 4. Pada teras (Palatar Sambutan) terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit. 5. Pada dinding depan yang disebut Tawing Hadapan terdapat 1(satu), 2(dua) atau 3 (tiga) buah pintu masuk yang disebut Lawang Hadapan. 6. Serambi yang disebut pamedangan menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi. 7. Tangga masuk lurus dari arah depan dengan jumlah trap ganjil. 8. Tidak ada sayap bangunan (anjung). 9. Pintu dinding tengah (Lawang Tawing Halat) berjumlah 2 buah. Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang 1. 2. 3. 4. 5. Teras yang disebut Palatar Sambutan Serambi yang disebut Pamedangan Ruang Tamu yang disebut Ambin Sayup/Paluaran Ruang Dalam yang disebut Ambin Dalam/Palidangan Ruang Pantry yang disebut Padapuran/Padu

Pola umum denah Rumah g. Palimasan Pola Palimasan adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan umum denah Rumah Palimbangan dengan Anjung Palimbangan Tanpapada rumah Palimasan memakai atap perisai. Jika memakai anjung, atapnya Anjung Selatan. Bentuk atap

juga berupa atap perisai. 1. Rumah Palimasan dengan Anjung Merupakan suatu bangunan yang mukanya menyerupai tipe Gajah Baliku, beratap jurai dengan muka hidung bapicik (atap pelana), bagian paluaran dan pamedangan diperluas dengan tangga sisi kiri-kanan, tidak berbubungan tinggi, anjung(Pisang Sasikat) diganti dengan Ambin Sayup. kemudian bentuk rumah Bubungan Tinggi ini berubah bentuk penyederhanaan yang kemudian disebut dengan nama Palimasan. Denah bangunan tetap sama dengan Bubungan Tinggi tetapi lantai berjenjang menjadi sama seluruhnya dengan konstruksi bubungan berubah menjadi atap (konstruksi kuda-kuda) pelana. Ciri-cirinya : 1. Terdapat anjung dengan atap perisai yang disebut Ambin Sayup/Anjung Surung 2. Tubuh bangunan induk memakai atap perisai (bahasa Banjar : atap gajah) yang menutupi serambi pamedangan. 3. Terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit padasurambi sambutan. 4. Pada dinding depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 atau 2 atau 3 pintu depan (lawang hadapan), 5. Serambi pamedangan (teras) menggunakan pagar Kandang Rasi. 6. Pada umumnya tangga depan (Tangga Hadapan) kembar ke kanan dan kekiri.

Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang 1. Ruang terbuka/teras rumah yang disebut Surambi Sambutan 2. Ruang setengah terbuka yang disebut Pamedangan 3. Ruang Tamu yang disebut Ambin Sayup/Paluaran 4. Ruang Dalam yang disebut Palidangan dengan dua anjung kiri dan kanan. 5. Ruang Pantry yang disebut Padu

2. Palimasan tanpa anjung (Rumah Gajah) Rumah Palimasan (dengan anjung) terdapat gerbang Denah pola umum rumah Menurut Tim Depdikbud dalam literatur lainnya menyatakan bahwa ciri-ciri Palimasan melengkung pada Palatar Palimasan menggunakan ini atap jurai pelana, segi empat panjang, tangga masuk dari muka ke pamedangan, hiasan anjung jamang, panapih tidak ada kecuali pilis banturan atap dan pilis samping. Ciri-cirinya : 1. Tubuh bangunan induk memakai atap perisai (bahasa Banjar : atap gajah) yang menutupi serambi/pamedangan. 2. Pada teras terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit pada surambi sambutan. 3. Pada dinding depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 atau 2 atau 3 pintu depan (lawang hadapan), 4. Serambi yang dinamakan pamedangan menggunakan pagar susur yang dinamakan Kandang Rasi, kadang-kadang pada sisi atasnya berupa bentuk lengkung/gerbang. 5. Pada umumnya tangga depan (Tangga Hadapan) kembar ke kanan dan kekiri serta ada pula yang lurus. Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang 1. Ruang terbuka/teras rumah yang disebut Surambi Sambutan 2. Ruang setengah terbuka yang disebut Pamedangan 3. Ruang Tamu yang disebut Ambin Sayup/Paluaran 4. Ruang Dalam yang disebut Palidangan 5. Ruang Pantry yang disebut Padapuran

GALERI MAKET PALIMASAN DENGAN ANJUNG

Rumah Palimasan Tanpa Anjung

Denah Rumah Palimasan Tanpa Anjung salah satu rumah tradisional Suku Banjar (rumah Banjar) di Rumah Cacak Burung adalah

h. Rumah Cacak Burung

Kalimantan Selatan, rumah induk yang memanjang dari muka ke belakang memakai atap pelana (bahasa Banjar : atap balai laki) kemudian ditambahkan suatu atap limas dalam posisi melintang yang menutupi sekaligus ruang Palidangan beserta kedua buah anjungnya. Posisi nok (pamuung/wuwungan) atap limas yang menghalang/melintang ini biasanya lebih tinggi daripada posisi nok atap pelana pada atap muka yang membujur menutupi ruang Paluaran (ruang tamu). Yang merupakan suatu bentuk Cacak Burung. Cacak Burung adalah tanda magis penolak bala yang berbentuk tanda + (positif), karena denah bangunan ini berbentuk + (tanda tambah), maka dinamakan pula rumah Cacak Burung. Ciri-ciri 1. Memakai tebar layar yang dinamakan Tawing Layar pada rumah induk. 2. Tubuh bangunan induk memakai atap pelana (bahasa Banjar : atap balai laki) yang menutupi Pamedangan. 3. Bentuk bangunan ukurannya sama dengan rumah Balai Laki atau Balai Bini. 4. Pada Surambi Sambutan (teras) terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebutatap Sindang Langit. 5. Pada dinding sisi depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 pintu masuk (lawang hadapan), di sebelah pintu masuk tersebut terdapat jendela sebelah kanan dan kiri. 6. Pada dinding tengah (Tawing Halat) terdapat 2 pintu. 7. Serambi yang dinamakan pamedangan menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi. 8. Sayap bangunan (anjung) memakai atap perisai (bahasa Banjar : atap gajah). 9. Pada ambang atas Pamedangan memakai bentuk gerbang melengkung (Kandang Rasi Atas).

10. Pada dinding sisi depan yang dinamakan Tawing Hadapan kadang-kadang terdapat lebih dari 1 pintu masuk (lawang hadapan) tetapi jendela depan biasanya dihilangkan. 11. Kadang-kadang 4 (empat) buah tiang penyangga emper depan (bahasa Banjar: karbil) yang terdapat pada Surambi Sambutan diganti model konsol.

Ruang

Maket Rumah Cacak Burung

Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang 1. Teras yang dinamakan Surambi Sambutan dengan 4 buah pilar 2. Ruang setengah terbuka (serambi atas) yang dinamakan Pamedangan 3. Ruang Tamu disebut Ambin Sayup/Paluaran 4. Ruang Tengah yang dinamakan Ambin Dalam/Palidangan diapit oleh Anjung Kanan dan Anjung Kiwa 5. Ruang Pantry yang dinamakan Padapuran/Padu

Rumah Cacak Burung dengan gerbang melengkung pada Palatar

i. Rumah Tadah AlasTadah Alas adalah salah satu rumah tradisonal suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Rumah Tadah Alas merupakan pengembangan dari Rumah Balai Bini yaitu dengan menambahkan satu lapis atap perisai sebagai kanopi paling depan. Atap kanopi inilah yang disebut "tadah alas" sehingga rumah adat ini dinamakan rumah Tadah Alas. Ciri-ciri bangunan : 1. Tubuh bangunan induk memakai atap perisai (bahasa Banjar : atap gajah) yang menutupi ruang Ambin Sayup. 2. Diberi tambahan satu lapis atap perisai (atap gajah) pada bagian paling depan yaitu atap yang menutupi kanopi paling depan dari bangunan yang menutupi serambi terbuka/Pamedangan yang berukuran kecil menjorok ke depan dengan ditopang 2 pilar. 3. Biasanya terdapat dua jendela variasi di depan ruang Paluaran/Ambin Sayup 4. Pada sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap (lessenaardak) yang disebut atap Pisang Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggi maupunBalai Bini. 5. Pada alternatif ke-2 sayap bangunan atau anjung memakai atap perisai seperti pada rumah Cacak Burung. Ruang Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang 1. Pamedangan kecil 2. Ambin Sayup 3. Palidangan diapit 2 buah Anjung yaitu Anjung Kanan dan Anjung Kiwa 4. Padapuran (Padu) Keterangan 1. Atap jurai diberi satu lapis atau atap tumpang sama panjang dengan dibawahnya. 2. Bentuk bangunan merupakan sebuah Balai Bini.Rumah Tadah Alas Tipe 1 dengan atap "tadah alas" sebagai kanopi pada bagian depannya ditopang 2 pilar padaPamedangan

Rumah Tadah Alas yang tidak simetris

Maket Rumah Tadah Alas yang tidak simetris

j. Rumah LantingRumah Lanting adalah rumah rakit tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan dengan pondasi rakit mengapung terdiri dari susunan dari batang-batang pohon yang besar yang selalu oleng dimainkan gelombang dari kapal yang hilir mudik di sungai. Rumah Lanting banyak terdapat di sepanjang sungai-sungai di Kalimantan. Rumah Lanting juga terdapat di sepanjang sungai Musi di Palembang, Sumatera Selatan dengan sebutan Rumah Rakit. Ciri-ciri : 1. Bubungan memakai atap pelana 2. Landasan pelampung supaya mengapung dengan tiga batang besar pokok kayu, di atasnya dipasang gelagar ulin untuk dasar bangunan

Rumah Lanting di tepi sungai Martapura Kota Banjarmasin

Rumah Lanting yang terdapat di Kampung Pacinan Laut

k. Rumah Joglo Gudang

Rumah Lanting di Banjarmasin (difoto pada zaman pendudukanBelanda).

Rumah Joglo atau Rumah Joglo Gudang adalah satu rumah tradisional daerah Kalimantan Selatan (rumah Banjar) yang memiliki atap limas. Rumah Joglo disebut juga Rumah Bulat. Rumah seperti ini juga terdapat di kota Pontianak, Kalimantan Barat. Rumah Bulat ini terdapat di Desa Penghulu, Marabahan, Barito Kuala. Bentuk bangunan rumah Joglo terdiri atas 3 susunan atap limas yang berderet ke belakang dengan satu tambahan atap

limas yang lebih kecil pada paling belakang yang merupakan bangunan dapur (Padu). Rumah limas seperti ini kalau diJawa disebut Rumah Limasan Endas Telu merupakan tiga atap limas yang berderet ke belakang. Di Banjarmasin juga terdapat jenis rumah Joglo yang disebut Joglo Gudang yaitu satu buah atap limas dengan disambung atap Sindang Langit di depan dan atapHambin Awan di belakang. Terdapat juga model Joglo Gudang yang besar dengan tambahan serambi Pamedangan hingga ke samping kiri dan samping kanan rumah. Secara etimologi berasal dari kata Joglo dan gudang. Dinamakan Rumah Joglo karena menyerupai model rumah limasan suku Jawa yang disebut rumah Joglo, sedangkan istilah 'gudang' karena pada bagian kolong rumah (yang dalam bahasa Banjar disebut berumahan) dipergunakan sebagai gudang untuk menyimpan hasil hutan, karet yang merupakan komoditas perdagangan pada zaman dulu. Di Banjarmasin, rumah jenis ini banyak ditempati orang Tionghoa-Banjar. Rumah Joglo Gudang merupakan salah khasanah kekayaan arsitektur daerahKalimantan Selatan yang pernah berkembang pada masa lampau.

Pemandangan Depan Rumah Joglo Gudang diMarabahan, Barito Kuala Rumah Joglo Gudang diMarabahan, Barito Kuala

Konstruksi Walaupun menyerupai Rumah Joglo yang ada di Jawa, rumah Joglo Gudang di Kalimantan Selatan dibangun dengan kostruksi rumah panggung kayu dengan teknik bangunan lokal seperti pada rumah Banjar pada umumnya. Ruang

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Ruang-ruang berturut-turut dari depan ke belakang terdiri atas : Surambi Sambutan (teras rumah) Pamedangan (serambi setengah terbuka) Panurunan (ruang tamu) Paluaran (ruang keluarga) Palidangan (ruang tidur) Panampik Dalam (ruang dalam) Padapuran (dapur)

Keterangan Terdapat 2 macam rumah joglo di Kalimantan Selatan yaitu : 1. Joglo Gudang dengan ciri-ciri; atap berbentuk limasan bertiang tinggi, bagian bawah rumah menjadi tempat menyimpan barang hasil hutan, ukuran rumah sangat besar lebih dari 40 meter. 2. Joglo Segi Empat dengan ciri-ciri; bentuk rumah segi empat dan ukuran lebih kecil.

Maket Rumah Joglo Gudang

l. Bangun Gudang

Denah rumah Joglo Gudang yang besar memiliki serambiPamedangan hingga ke samping kiri dan samping kanan rumah

Bangun Gudang adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Atap pada dasarnya memakai atap perisai dengan serambi Pamedangan kecil di tengah-tengah. Pada bagian kiri dan bagian kanan dari "serambi pamedangan" diubah sebagai dinding depan kecuali bagian tengah yang tetap sebagai serambi pamedangan kecil yang diapit di antara kedua dinding depan tersebut. Memiliki tiga pintu masuk yaitu satu dari tengah, dari samping kiri dan dari samping kanan Pamedangan. Tidak terdapat 4 buah pilar yang biasanya ada pada teras rumah Banjar. Ciri cirri Rumah Bangun Gudang menyatakan bahwa ciri-cirinya : 1. Atap berbentuk atap gajah 2. Tangga masuk dari muka 3. Pamedangan kecil 4. Pintu masuk tiga buah (masing-masing dari tiga arah) 5. Pintu masuk Tawing Halat dua buah

BANGUN GUDANG

Tampak muka

Tampak samping kanan

Rumah Bangun Gudang yang memiliki ciri pada serambi Pamedangan yang kecil di tengahtengah Denah Denah atap