27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisiologi tumbuhan adalah ilmu tentang proses- proses faal/fungsi fisiologis tumbuhan. Ada banyak pembahasan dalam fisiologi tumbuhan, salah satu diantaranya adalah potensial air jaringan tumbuhan. Air merupakan salah satu zat yang sangat penting bagi reaksi biosfer yang terjadi di atmosfer, termasuk reaksi internal dalam jaringan tumbuhan. air pada jaringan tumbuhan memiliki potensial. Proses difusi dan osmosis sangat erat kaitannya dengan pengukuran potensial air jaringan tumbuhan. Difusi merupakan perpindahan zat terlarut, dari konsentrasi yang lebih tinggi menuju ke konsentrasi yang lebih rendah. Osmosis merupakan difusi air melalui membran semipermeabel. Mekanisme difusi osmosis berguna dalam transpor zat dan osmoregulasi, dalam hal ini kesetimbangan zat-zat (konsentrasi) di dalam sel dan di luar sel. Pada mekanisme osmosis, terjadi perbedaan konsentrasi garam-garaman pada dua ruang, ini adalah mekanisme sel mempertahankan keseimbangan garam-garaman tersebut, dengan jalan melewatkan/melalui air, menuju ke ruang yang memiliki konsentrasi garam-garaman yang lebih banyak, karena garam- garaman tersebut tidak mampu melalui membran sel yang semi permeabel. Hanya air dan ion garam-garaman tertentu yang dapat melalui membran sel. Tumbuhan akan berkembang secara normal dan tumbuh subur serta aktif apabila sel-selnya dipenuhi dengan air, berhubung air berfungsi sebagai medium berbagai reaksi kimiawi sel. Suatu ketika apabila waktu perkembangannya, tumbuhan kekurangan suplai air, maka kandungan air dalam tumbuhan menurun dan laju perkembangannya yang ditentukan oleh laju semua fungsi-fungsi yang juga menurun. Jika keadaan kekeringan ini berlangsung lama, maka dapat mematikan tumbuhan. Peristiwa difusi dan osmosis juga terjadi dalam mekanisme kerja tubuh tumbuhan. Sel tumbuhan tersusun atas dinding sel, membran sel, sitoplasma dan organel-organel lainnya. Dinding sel umumnya tersusun atas selulosa yang sifatnya permeabel, berbeda dengan membran plasma yang bersifat semi permeabel. Membran sel yang secara struktural tersusun atas

Laprak Fistum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

selamat dan sukses

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

A.    Latar Belakang            Fisiologi tumbuhan adalah ilmu tentang proses-proses faal/fungsi fisiologis tumbuhan. Ada banyak pembahasan dalam fisiologi tumbuhan, salah satu diantaranya adalah potensial air jaringan tumbuhan. Air merupakan salah satu zat yang sangat penting bagi reaksi biosfer yang terjadi di atmosfer, termasuk reaksi internal dalam jaringan tumbuhan. air pada jaringan tumbuhan memiliki potensial.            Proses difusi dan osmosis sangat erat kaitannya dengan pengukuran potensial air jaringan tumbuhan. Difusi merupakan perpindahan zat terlarut, dari konsentrasi yang lebih tinggi menuju ke konsentrasi yang lebih rendah. Osmosis merupakan difusi air melalui membran semipermeabel. Mekanisme difusi osmosis berguna dalam transpor zat dan osmoregulasi, dalam hal ini kesetimbangan zat-zat (konsentrasi) di dalam sel dan di luar sel. Pada mekanisme osmosis, terjadi perbedaan konsentrasi garam-garaman pada dua ruang, ini adalah mekanisme sel mempertahankan keseimbangan garam-garaman tersebut, dengan jalan melewatkan/melalui air, menuju ke ruang yang memiliki konsentrasi garam-garaman yang lebih banyak, karena garam-garaman tersebut tidak mampu melalui membran sel yang semi permeabel. Hanya air dan ion garam-garaman tertentu yang dapat melalui membran sel.            Tumbuhan akan berkembang secara normal dan tumbuh subur serta aktif apabila sel-selnya dipenuhi dengan air, berhubung air berfungsi sebagai medium berbagai reaksi kimiawi sel. Suatu ketika apabila waktu perkembangannya, tumbuhan kekurangan suplai air, maka kandungan air dalam tumbuhan menurun dan laju perkembangannya yang ditentukan oleh laju semua fungsi-fungsi yang juga menurun. Jika keadaan kekeringan ini berlangsung lama, maka dapat mematikan tumbuhan.

Peristiwa difusi dan osmosis juga terjadi dalam mekanisme kerja tubuh tumbuhan. Sel tumbuhan tersusun atas dinding sel, membran sel, sitoplasma dan organel-organel lainnya. Dinding sel umumnya tersusun atas selulosa yang sifatnya permeabel, berbeda dengan membran plasma yang bersifat semi permeabel. Membran sel yang secara struktural tersusun atas dwilapis membran ini mampu mengatur secara selektif aliran cairan dari lingkungan suatu sel ke dalam dan juga sebaliknya.

Suatu sel tumbuhan, apabila diletakkan pada suatu larutan dengan konsentrasi lebih tinggi daripada konsentrasi dalam sel, maka air dalam sel akan keluar menuju larutan yang konsentrasi pelarutnya lebih rendah. Karena sifat dari dinding sel yang permeabel maka ruang antara membran plasma dan dinding sel akan diisi larutan dari luar. Peristiwa ini berlangsung terus menerus sampai dicapai titik keseimbangan antara konsentrasi di dalam dan di luar sel. Hal ini menyebabkan protoplasma yang kehilangan banyak air akan menyusut volumenya sampai akhirnya akan terlepas dari dinding sel. Peristiwa inilah yang disebut dengan plasmolisis.

Plasmolisis dapat diredam dengan tenaga yang disebut sebagai tekanan osmotik dengan besar tekanan osmotik sama dengan konsentrasi larutannya. Untuk mengetahui nilai

tekanan osmotik dapat digunakan metode plasmolisis. Dalam masalah ini juga terdapat beberapa istilah penting yang saling berhubungan yaitu potensial air (PA), potensial osmotik (PO) dan potensial turgor (PT).

Oleh karena difusi dan osmosis merupakan pokok bahasan yang sangat mendasar dan penting dalam fisiologi tumbuhan, sehingga maka perlu diadakan praktikum khusus mengenai difusi dan osmosis, utamanya mengenai potensial air jaringan tumbuhan unit 1 praktikum fisiologi tumbuhan. Berdasarkan latar belakang diatas maka kami melakukan percobaan dan menyusun sebuah laporan dengan judul “PENENTUAN TEKANAN OSMOSIS CAIRAN SEL”.

B.     Rumusan Masalah1.      Bagaimanakah pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel

yangmengalami plasmolisis?2.      Berapakah konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari jumlah

selyang mengalami plasmolisis?3.      Berapakah nilai tekanan osmosis cairan sel dengan metode plasmolisis?

C.    Tujuan1.      Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel

yangmengalami plasmolisis.2.      Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari jumlah

sel yang mengalami plasmolisis.3.      Menghitung nilai tekanan osmotik cairan sel dengan metode plasmolisis.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A.    Potensial Air            Dalam tanah dan tubuh tumbuhan tingkah laku dan pergerakan air didasarkan atas suatu hubungan energi potensial. Air mempunyai kapasitas untuk melakukan kerja, yaitu akan bergerak dari daerah dengan energi potensial tinggi ke daerah dengan energi potensial rendah. Energi potensial dalam sistem cairan dinyatakan dengan cara membandingkannya

dengan energi potensial air murni. Secara kimia, air dalam tumbuhan dan tanah biasanya tidak murni itu disebabkan oleh adanya bahan terlarut dan secara fisik dibatasi oleh berbagai gaya, seperti gaya tarik-menarik yang berlawanan, gravitasi, dan tekanan. Maka dari itu energi potensialnya lebih kecil dari pada energi potensial air murni (Gardner, 1991).            Potensial air merupakan energi yang dimiliki air untuk bergerak atau untuk mengadakan reaksi. Dengan kata lain, potensial air merupakan tingkat kemampuan molekul-molekul air untuk melakukan difusi. Pada potensial air, air bergerak dari potensial tinggi ke potensial rendah (dari larutan encer ke larutan pekat, larutan encer lebih banyak mengandung air daripada larutan pekat).            Dalam fisiologi tumbuhan, potensial kimia air atau potensial air (PA) merupakan konsep yang sangat penting. Ralph O. Slatyer (Australia) dan Sterling A Taylor (Utah State University) pada tahun 1960, mengusulkan bahwa potensial air digunakan sebagai dasar untuk sifat air dalam sistem tumbuhan-tanah-udara. Potensial air merupakan sesuatu yang sama dengan potensial kimia air dalam suatu sistem, dibandingkan dengan potensial kimia air murni pada tekanan atmosfir dan suhu yang sama. Mereka menganggap bahwa PA air murni dinyatakan sebagai (0) nol (merupakan konvensi) dengan satuan dapat berupa tekanan (atm, bar) atau satuan energi. Difusi air melintasi membran semipermeabel dinamakan osmosis. Molekul air dapat berdifusi secara bebas melintasi membran, dari larutan dengan gradien konsentrasi larutan rendah ke larutan dengan gradien konsentrasi larutan tinggi (Ismail, 2006).            Status energi bebas air adalah suatu pernyataan potensial air, suatu ukuran daya yang menyebabkan air bergerak kedalam suatu sistem, seperti jaringan tumbuhan, jaringan tumbuhan, tanah atau atmosfir, atau suatu bagian dari bagian lain dalam suatu sistem. (Ismail, 2009).

1.      Difusi            Difusi adalah pergerakan molekul atau ion dari dengan daerah konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Laju difusi antara lain tergantung pada suhu dan densitas (kepadatan) medium. Gas berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan zat cair, sedangkan zat padat berdifusi lebih lambat dibandingkan dengan zat cair. Molekul berukuran besar lebih lambat pergerakannya dibanding dengan molekul yang lebih kecil.            Pertukaran udara melalui stomata merupakan contoh dari proses difusi. Pada siang hari terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan O2 sehingga konsentrasi O2 meningkat. Peningkatan konsentrasi O2 ini akan menyebabkan difusi O2 dari daun ke udara luar melalui stomata. Sebaliknya konsentrasi CO2di dalam jaringan menurun (karena digunakan untuk fotosintesis) sehingga CO2dari udara luar masuk melalui stomata. Penguapan air melalui stomata (transpirasi) juga merupakan contoh proses difusi. Di alam, angin, dan aliran air menyebarkan molekul lebih cepat di banding dengan proses difusi.

2.      Osmosis            Osmosis merupakan difusi air yang melintasi membran semipermeabel dari daerah dimana air lebih banyak ke daerah yang lebih sedikit . Osmosis sangat ditentukan oleh

potensial kimia air atau potensial air, yang menggambarkan kemampuan molekul air untuk dapat melakukan difusi. Sejumlah besar volume air akan memiliki kelebihan energi bebas daripada volume yang sedikit, di bawah kondisi yang sama. Energi bebas zuatu zat per unit jumlah, terutama per berat gram molekul (energi bebas mol-1) disebut potensial kimia. Potensial kimia zat terlarut kurang lebih sebanding dengan konsentrasi zat terlarutnya. Zat terlarut yang berdifusi cenderung untuk bergerak dari daerah yang berpotensi kimia lebih tinggi menuju daerah yang berpotensial kimia lebih kecil (Ismail, 2006).            Osmosis adalah difusi melalui membran semipermeabel. Contoh proses osmosis adalah masuknya larutan ke dalam sel-sel endodermis. Dalam tubuh organisme multiseluler, air bergerak dari satu sel ke sel lainnya dengan bebas. Selain air, molekul-molekul yang berukuran kecil seperti O2 dan CO2 juga mudah melewati membran sel. Molekul-molekul tersebut akan berdifusi dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Jika telah mencapai keseimbangan konsentrasi zat di kedua sisi membran maka proses osmosis akan berhenti. (Anonim, 2009).            Struktur dinding sel dan membran sel berbeda. Membran memungkinkan molekul air melintas lebih cepat daripada unsur terlarut, dinding sel primer biasanya sangat permeable terhadap keduanya. Memang membran sel tumbuhan memungkinkan berlangsungnya osmosis, tapi dinding sel yang tegar itulah yang menimbulkan tekanan. Sel hewan tidak mempunyai dinding, sehingga bila timbul tekanan didalamnya, sel tersebut sering pecah, seperti yang terjadi saat sel darah merah dimasukkan dalam air. Sel yang turgid banyak berperan dalam menegakkan tumbuhan yang tidak berkayu (Salisbury, 1995).            Osmosis dapat dicegah dengan menggunakan tekanan. Oleh karena itu, ahli fisiologi tanaman lebih suka menggunakan istilah potensial osmotik yakni tekanan yang diperlukan untuk mencegah osmosis. Jika anda merendam bengkoang ke dalam larutan garam 10% maka sel-selnya akan kehilangan rigiditas (kekakuannya). Hal ini disebabkan potensial air dalam sel bengkoang tersebut lebih tinggi dibanding dengan potensial air pada larutan garam sehingga air dari dalam sel akan keluar ke dalam larutan tersebut. Jika diamati dengan mikroskop maka vakuola sel-sel bengkoang tersebut tidak tampak dan sitoplasma akan mengkerut dan membran sel akan terlepas dari dindingnya. Peristiwa lepasnya plasma sel dari dinding sel ini disebut plasmolisis.            Dalam proses osmosis terdapat beberapa komponen penting yaitu Potensial Air (PA) dan Potensial Tekanan (PT), selain itu terdapat pula komponen lain yang juga penting yaitu Potensial Osmotik (PO). Hubungan antara nilai Potensial Air (PA), Potensial Tekanan (PT) dan Potensial Osmotik (PO) adalah :

PA = PO + PTJika konsentrasi antara lingkungan di dalam sel dan di luar sel telah mencapai

keseimbangan maka sudah tidak ada lagi potensial tekanan yang terjadi. Oleh karena itu persaman diatas menjadi :

PA = POKeterangan :PA = Potensial Air

PO = Potensial Osmotik3.      Plasmolisis

            Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992).       Menurut Tjitrosomo (1987), jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.            Membran protoplasma dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dari proses plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel yang terplasmolisis. Apabila ruang bening diantara dinding dengan protoplas diisi udara, maka dibawah mikroskop akan tampak di tepi gelembung yang berwarna kebiru-biruan. Jika isinya air murni maka sel tidak akan mengalami plasmolisis. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang tersebut dikenal dengan sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat masuk dengan mudah (Salisbury, 1995).            Keadaan volume vakuola dapat untuk menahan protoplsma agar tetap menempel pada dinding sel sehingga kehilangan sedikit air saja akan berakibat lepasnya protoplasma dari dinding sel. Peristiwa plasmolisis seperti ini disebut plasmolisis insipien. Plasmolisis insipien terjadi pada jaringan yang separuh jumlahnya selnya mengalami plasmolisis. Hal ini terjadi karena tekanan di dalam sel = 0. potensial osmotik larutan penyebab  plasmolisis insipien setara dengan potensial osmotik di dalam sel setelah keseimbangan dengan larutan tercapai (Salisbury and Ross, 1992).

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Jenis PenelitianJenis penelitian yang kami lakukan adalah penelitian eksperimental. Hal ini karena

dalam melakukan penelitian kami menggunakan beberapa variabel, antara lain variabel kontrol, varibel manipulasi dan variabel respon.  B. Variabel - Variabel

Variable Kontrol         : Panjang potongan silinder wortel, lama perendaman (t) dan jenis larutan yang    digunakan.Variable Manipulasi    :     Konsentrasi larutan sukrosa (0 M ; 0,2 M ; 0,4           M ; 0,6 M ; 0,8 M ; 1,0 M)Variable Respon          :     Perubahan panjang potongan silinder             bengkoang.

C. Alat Dan BahanAlat :

-          Gelas kimia 100 mL                                                                    6 buah-          Gelas ukur 50 mL                                                                       1 buah-          Alat pengebor gabus                                                                   1 buah-          Penggaris                                                                                                1 buah-          Pisau tajam                                                                                  1 buah-          Pinset                                                                                          1 buah-          Plastik                                                                                         6 buah-          Karet gelang                                                                               6 buah

Bahan :-          Bengkoang 2 buah-          Larutan sukrosa 0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8 M ; 1,0 M    25 mL

D. Langkah Kerja.

E. Rancangan Percobaano   Menyiapkan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 M ; 0,2 M ; 0,4 M ; 0,6 M ; 0,8 M ; 1,0 M

sebanyak 25 ml pada tiap gelas kimia.

   0 M     0,2 M             0,4 M          0,6 M            0,8 M            1,0 M

o   Memilih bengkoang yang cukup besar dan baik, kemudian membuat silinder umbi bengkoang dengan alat pengebor gabus, selanjutnya umbi dipotong-potong sepanjang 2 cm.

                                                           

o   Memasukkan 4 potong silinder bengkoang pada masing-masing gelas kimia yang berisi larutan sukrosa berbeda konsentrasi dengan rentang waktu ± 5 menit pada setiap gelas kimia. Mencatat waktu pada saat memasukkan potongan umbi dan menutup rapat gelas kimia selama percobaan untuk menghindari penguapan.

    0 M   0,2 M             0,4 M            0,6 M            0,8 M            1,0 M

o   Setelah 1,5 jam, mengeluarkan setiap potongan silinder bengkoang dan mengukur kembali panjangnya.

o   Menghitung nilai rata-rata pertambahan panjang potongan silinder bengkoang pada setiap konsentrasi larutan sukrosa kemudian membuat tabel hasil pengamatan serta membuat grafik berdasarkan tabel berikut.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tabel Dan Grafik1.      Tabel

Tabel pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap terhadap perubahan panjang potongan jaringan umbi bengkoang.

Konsentrasi larutan

(M)

Panjang awal(cm)

Panjang akhir (cm)

Pertambahan panjang

(cm)

Rata-rata pertambahan panjang (cm)

0 2 2,3 0,3 2,3

0,2 2 2,2 0,2 2,2

0,4 2 2,1 0,1 1,9

0,6 2 2,1 0,1 2,2

0,8 2 1,9 -0,1 1,9

1,0 2 1,8 -0,2 1,8

2.      Grafik

Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Larutan Sukrosa Dengan Pertambahan Panjang Potongan Silinder Bengkoang

B. Analisa Data

Berdasarkan data tabel dan grafik yang telah diperoleh melalui percobaan penentuan potensial air jaringan tumbuhan maka data tersebut dapat dianalisa sebagai berikut :

-          Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0 M, potongan silindris umbi bengkoang mengalami pertambahan panjang sebesar 0,3 cm.

-          Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,2 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata mengalami pertambahan panjang sebesar 0,2 cm.

-          Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,4 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata mengalami pertambahan panjang sebesar 0,1 cm.

-          Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,6 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata mengalami pertambahan panjang sebesar 0,1 cm.

-          Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 0,8 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata mengalami pertambahan panjang sebesar -0,1 cm.

-          Setelah direndam pada konsentrasi larutan sukrosa 1 M, potongan silindris umbi bengkoang rata-rata mengalami pertambahan panjang sebesar -0,2 cm.

Dari analisis data di atas maka dapat diketahui bahwa perubahan panjang potongan silinder umbi bengkoang yang paling besar terjadi pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 M yaitu sebesar 0,3 cm. Konsentrasi yang menyebabkan perubahan panjang (negatif) potongan silinder bengkoang adalah 1 M. Nilai potensial air yang diperoleh melalui perhitungan yaitu sebesar -1,19084.C. Pembahasan

Pada percobaan penentuan potensial air jaringan tumbuhan yang telah dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan diketahui bahwa pada larutan sukrosa 0 M terjadi pertambahan panjang potongan silinder bengkoang yang lebih besar dibanding dengan larutan sukrosa yang lain. Hal ini apabila dibandingkan dengan dengan pertambahan panjang yang terjadi pada potongan silindris bengkoang pada larutan sukrosa dengan konsentrasi yang lebih pekat maka akan terjadi kesesuaian dengan teori yang ada, yaitu karena potensial air pada larutan lebih tinggi daripada potensial di dalam potongan silinder bengkoang sehingga air mengalir masuk dari larutan ke dalam sel bengkoang.

Ketika kita membandingkan dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah yaitu pada konsentrasi 0 dan 1 M ternyata didapatkan data analisa yang sesuai dengan kajian teori. Hasil yang di dapat untuk larutan dengan konsentrasi 0 M atau air murnimengalami pertambahan panjang sebesar 0,3 cm. Pada konsentrasi larutan sukrosa 1M, potongan silinder bengkoang mengalami pertambahan panjang (negatif) sebesar -0,2.

Pada praktikum yang kami lakukan konsentrasi sukrosa yang tidak menyebabkan perubahan panjang potongan silinder bengkoang tidak kami temukan.Secara teori ketika suatu konsentrasi itu tidak menyebabkan perubahan panjang maka kemungkinan yang terjadi adalah karena potensial air (PA) di dalam potongan silinder umbi sama atau seimbang dengan potensial air (PA) yang dimiliki oleh larutan, sehingga tidak ada aliran yang masuk maupun keluar dari dan ke dalam sel. Pada percobaan yang kami lakukan  di dapatkan hasil yang sesuai dengan kajian teori karena secara teoritis air murni atau larutan 0 % akan memiliki potensial air yang lebih tinggi daripada umbi-umbian salah satunya bengkoang.

Kesesuaian data yang didapat dari hasil percobaan mengindikasikan bahwa prakatikum yang telah dilaksanakan telah berhasil. Hal seperti ini bisa terjadi dalam sebuah percobaan,  kesesuaian data yang kami dapat tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor pada saat kami melakukan percobaan di laboratorium, antara lain :

1.      Memperkecil kemungkinan terjadinya human error yang dapat berupa ketidaktelitian pada saat melakukan pengukuran panjang. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan kerja tim dengan teman sekelompok. Ketika telah tiba waktunya untuk mengambil silinder bengkoang di dalam gelas kimia, kami telah menyiapkan plastik sebagai alas dan penggaris lentur sehingga silinder bengkoang dapat segera diukur sebelum terjadinya penyusutan akibat penguapan.

2.      Memperkecil terjadinya larutan rendaman yang menguap pada saat percobaan berlangsung sehingga tidak mempengaruhi konsentrasi larutan. Hal ini dapatdilakukan dengan cara menutup gelas kimia yang menggunakan plastik kemudian diikat dengan karet gelang agar tidak terjadi penguapan yang akan berdampak pada perubahan jumlah konsentrasi larutan sukrosa.

3.      Memperkecil terjadinya penguapan cairan pada potongan silinder bengkoang, karena terdapat jeda waktu yang terlalu lama ketika melakukan pemotongan dengan ketika kita memasukkan potongan bengkoang pada masing-masing gelas kimiadengan berbagai konsentrasi larutan. Kami menempatan potongan bengkoang pada 2 cawan petri yang saling ditangkupkan, hal ini kami lakukan untuk memperkecil terjadinya penguapan sebelum kami memasukan potongan silinder bengkoang pada gelas kimia yang kami gunakan untuk percobaan.

4.      Adanya homogen pada  jaringan bengkoang yang digunakan. Hal ini sangat berpengaruh pada hasil percobaan, sehingga kami menggunakan 1 bengkoang yang besar untuk mendapatkan silinder bengkoang yang baik. Jika menggunakan 2 bengkoang yang berbeda maka akan terjadi ketidakhomogenan jaringan bengkoang yang mempengaruhi hasil percobaan.

5.      Waktu yang lama dalam percobaan sehingga memungkinkan terjadinya kesetimbangan antara larutan dan konsentrasi dalam jaringan tumbuhan.

D. Diskusi1.      Mengapa perlu dicari nilai konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan

pertambahan panjang potongan silinder bengkoang dalam menentukan potensial air (PA) ?Jawab :Karena dalam menentukan PA perlu diketahui potensial tekanan (PT) dan potensial osmosis (PO). Dalam hal ini diketahui bahwa PT = 0 karena tidak terjadi pertambahan panjang potongan silinder bengkoang sehingga PA dapat diketahui sama dengan PO (PA = PO + PT  PA = PO + 0  PA = PO) yang berarti pada larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang mempunyai PO yang sama dengan PA yang dimiliki oleh silinder bengkoang sehingga bengkoang tetap semula yaitu tidak terjadi keluar masuknya air kedalam sel atau sebaliknya.

2.      Mengapa nilai potensial air sel yang tidak berubah panjangnya sama dengan nilai potensial osmosis larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang umbi tersebut ?Jawab :Karena pada saat tidak ada pertambahan panjang silinder bengkoangkonsentrasi didalam sel dengan larutan sukrosa adalah sama, sehingga nilai PT =0 karena tidak ada tekanan balik dari sel, jadi persamaan yang semula  PA = PO + PT karena nilai PT = 0 maka menjadi PA = PO atau nilai potensial air sama dengan nilai potensial osmotik.

BAB VPENUTUP

A.    Simpulan            Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :Adapun simpulan dari percobaan ini adalah :

1.      Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa, maka panjang silinder bengkoang akan berkurang. Hal ini dikarenakan potensial air larutan kecil bila dibandingkan dengan potensial air pada sel bengkoang. Sehingga air dari sel bengkoang akan berpindah menuju larutan.

2.      Konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan pertambahan panjang potongan silinder bengkoang tidak dijumpai pada percobaan yang kami lakukan. Berdasarkan kajian teori, apabila  potensial air (PA) di dalam potongan silinder umbi sama atau seimbang dengan potensial air (PA) yang dimiliki oleh larutan, maka tidak ada aliran yang masuk maupun keluar dari dan ke dalam sel.

3.      Nilai potensial air (PA) potongan silinder bengkoang  yang diperoleh pada konsentrasi 0 M adalah -1,19084.

DAFTAR PUSTAKA

Sasmita Mihardja, Dradjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung ITB.

Soerodikosoemo, Wibisono dkk. 1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sri Rahayu, Yuni dkk. 2008. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya

Soewardiati. 1991. Biologi Umum. Surabaya : Unipress IKIP Surabaya.

B. TujuanMenghitung presentase jumlah sel yang mengalami plasmolisis setelah diberi

larutan sukrosa yang berbeda konsentrasi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Molekul air dan zat terlarut yang berada dalam sel selalu bergerak. Oleh karena itu terjadi perpindahan terus-menerus dari molekul air, dari satu bagian ke bagian yang lain (Bidwell, 1979).

Perpindahan molekul-molekul itu dapat ditinjau dari dua sudut. Pertama dari sudut sumber dan dari sudut tujuan. Dari sudut sumber dikatakan bahwa terdapat suatu tekanan yang menyebabkan molekul-molekul menyebar ke seluruh jaringan. Tekanan ini disebut dengan tekanan difusi. Dari sudut tujuan dapat dikatakan bahwa ada sesuatu kekurangan (deficit akan molekul-molekul). Hal ini dibandingkan dengan istilah daerah surplus molekul dan minus molekul. Ini berarti bahwa di sumber itu ada tekanan difusi positif dan ditinjau adanya tekanan difusi negatif. Istilah tekanan difusi negatif dapat ditukar dengan kekurangan tekanan difusi atau Deficit Tekanan Difusi yang disingkat dengan DTD (Dwijosaputro, 1985).

Difusi adalah gerakan partikel dari tempat dengan potensial kimia lebih tinggi ke tempat dengan potensial kimia lebih rendah karena energi kinetiknya sendiri sampai terjadi keseimbangan dinamis (Indradewa, 2009). Senada dengan itu, Agrica (2009) menjelaskan bahwa difusi adalah peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat

dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Contoh yang sederhana adalah pemberian gula pada cairan teh tawar. Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh lain adalah uap air dari cerek yang berdifusi dalam udara.

Prinsip dasar yang dapat kita pegang mengenai peristiwa difusi ini adalah difusi terjadi sebagai suatu respon terhadap perbedaan konsentrasi. Suatu perbedaan terjadi apabila terjadi perubahan konsentrasi dari suatu keadaan ke keadaan lain. Selain perbedaan konsentrasi, perbedaan dalam sifat dapat juga menyebabkan difusi. Proses pertukaran gas pada tumbuhan yang terjadi di daun adalah suatu contoh proses difusi. Dalam proses ini gas CO2 dari atmosfir masuk ke dalam rongga antar sel pada mesofil daun yang selanjutnya digunakan untuk proses fotosintesis (Indradewa, 2009).

Laju difusi antara lain tergantung pada suhu dan densitas (kepadatan) medium. Gas berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan zat cair, sedangkan zat padat berdifusi lebih lambat dibandingkan dengan zat cair. Molekul berukuran besar lebih lambat pergerakannya dibanding dengan molekul yang lebih kecil. Pertukaran udara melalui stomata merupakan contoh dari proses difusi. Pada siang hari terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan O2 sehingga konsentrasi O2 meningkat. Peningkatan konsentrasi O2ini akan menyebabkan difusi O2 dari daun ke udara luar melalui stomata. Sebaliknya konsentrasi CO2 di dalam jaringan menurun (karena digunakan untuk fotosintesis) sehingga CO2 dari udara luar masuk melalui stomata. Penguapan air melalui stomata (transpirasi) juga merupakan contoh proses difusi. Di alam, angin, dan aliran air menyebarkan molekul lebih cepat dibanding dengan proses difusi (Agrica, 2009).

Apabila ada dua bejana yang satu berisi air murni dan bejana lain diisi dengan larutan, apabila kedua bejana ini kita hubungkan, lalu diantara kedua bejana diletakkan membran semipermeabel, yaitu membran yang mempu melalukan air (pelarut) dan menghambat lalunya zat-zat terlarut. Pada proses ini air berdifusi ke bejana yang berisi larutan sedangkan larutan terhalang untuk berdifusi ke bejana murni. Proses difusi ini disebut dengan osmosis (Dwijosaputro, 1985).

Osmosis adalah suatu topik yang penting dalam biologi karena fenomena ini dapat menjelaskan mengapa air dapat ditransportasikan ke dalam dan ke luar sel (Fetter, 1998).

Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat secara buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya pelarut melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat sebanding dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri (Agrica, 2009).

Tekanan yang diberikan pada air atau larutan, akan meningkatkan kemampuan osmosis dalam larutan tersebut. Tekanan yang diberikan atau yang timbul dalam system ini disebut potensial tekanan, yang dalam tumbuhan potensial ini dapat timbul dalam bentuk tekanan turgor. Nilai potensial tekanan dapat positif, nol, maupun negatif (Loveless, 1991).

Menurut Salisbury (1995), selain potensial air (PA) dalam potensial tekanan (PT) osmosis juga dipengaruhi tekanan osmotic (PO). Potensial osmotic dari suatu larutan lebih menyatakan sebagai status larutan. Status larutan biasa kita nyatakan dalam

bentuk satuan konsentrasi, satuan tekanan, atau satuan energi. Hubungan antara potensial air (PA) dan potensial tekanan (PT), dan potensial osmotic (PO) dapat dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut:

PA = PO + PTDari rumus di atas dapat terlihat bahwa apabila tidak ada tekanan tambahan (PT), maka nilai PA = PO

Untuk mengetahui nilai potensial osmotic cairan sel, salah satunya dapat digunakan metode plasmolisis. Jika potensial air dalam suatu sel lebih tinggi dari pada potensial air yang ada di sekitar sel atau di luar sel, maka air akan meninggalkan sel sampai potensial air yang ada dalam sel maupun di luar sel sama besar. Protoplas yang kehilangan air itu menyusut volumenya dan akhirnya dapat terlepas dari dinding sel, peristiwa tersebut biasa kita kenal dengan istilah plasmolisis (Salisbury, 1995).

Menurut Sasmita (1996), metode plasmolisis dapat ditempuh dengan cara menentukan pada konsentrasi sukrosa berapakah yang mengakibatkan jumlah sel yang terplasmolisis mencapai 50%. Pada kondisi tersebut dianggap konsentrasinya sama dengan konsentrasi yang dimiliki oleh cairan sel. Jika konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis diketahui, maka tekanan osmosis sel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TO sel = 22,4 x MT   273

Dengan : TO = Tekanan Osmotik      M = Konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis       T = Temperatur mutlak (273 + t°C)Sitoplasma biasanya bersifat hypertonis (potensial air tinggi) dan cairan di luar

sel bersifat hypotonis (potensial air rendah), karena itulah air bisa masuk ke dalam sel sehingga antara kedua cairan bersifat isotonus. Apabila suatu sel diletakkan dalam suatu larutan yang hipertonus terhadap sitoplasma, maka air di dalam sel akan berdifusi ke luar sehingga sitoplasma mengkerut dan terlepas dari dinding sel, hal ini disebut plasmolisis. Bila sel itu kemudian dimasukkan ke dalam cairan yang hipotonus, maka air akan masuk ke dalam sel dan sitoplasma akan kembali mengembang hal ini disebut deplasmolisis (Bidwell, 1979).

BAB IIIMETODOLOGI

A. Waktu dan TempatAdapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum adalah sebagai berikut :

Hari / tanggal       : Kamis, 24 November 2013Pukul                    : 15.00 WITA - selesaiTempat                 : Laboratorium Biolingkungan Jurusan Biologi FMIPA        UNTAD

B. Alat dan BahanAdapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai

berikut :1. Alat

a.    Pisau siletb.    Tabung reaksic.    Kaca objek

d.   Kaca penutupe.    Mikroskop

2. Bahana.    Daun Rhoe discolorb.    Larutan sukrosa dengan molaritas 0,28; 0,24; 0,22

C. Prosedur KerjaAdapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum adalah sebagai berikut :

1.    Menyiapkan 8 buah tabung reaksi dan kemudian mengisi larutan sukrosa ke dalam tabung kira-kira sampai 1/3-nya dan catat kadar larutan dalam masing-masing tabung.

2.    Menyayat lapisan epidermis yang berwarna (Rhoe discolor) dengan menggunakan pisau silet.

3.    Memeriksa dibawah mikroskop, apakah sayatan cukup baik untuk digunakan.4.    Memasukan sayatan dibawah tabung jika telah representatif dan mencatat waktu

mulai perendaman.5.    Setelah merendam selama 30 menit, sayatan diambil dan memeriksanya dibawah

miroskop.6.    Menghitung jumlah sel dalam satu bidang pandang dan hitung jumlah sel yang

mengalami plasmolisa. Larutan yang menyebabkan separuh dari jumlah sel yang mengalami plasmolisa dianggap mempunyai tekanan osmose sama dengan cairan sel.D. Analisa Data

Pada praktikum kali ini diperoleh analisa data sesuai dengan hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :Presentase sel terplasmolisis         = Σ sel yang terplasmolisis              = 

1.      Konsentrasi Sukrosa 0,28 MPresentase sel terplasmolisis    =                                                      = Σ sel yang terplasmolisis          =                                                             = 

2.      Konsentrasi Sukrosa 0,24 MPresentase sel terplasmolisis    =                                                      = Σ sel yang terplasmolisis          =                                                             = 

3.      Konsentrasi Sukrosa 0,22 MPresentase sel terplasmolisis    =                                                      = Σ sel yang terplasmolisis          =                                                             = 

BAB IVHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan yang diperoleh pada praktikum adalah sebagai berikut :1. Jumlah Sel

No Larutan Sukrosa

Jumlah Sel Keseluruha

n

PengulanganΣI II III

1. 0,28 M 151 sel 134 sel 143 sel 151 sel 1442. 0,24 M 79 sel 50 sel 64 sel 67 sel 60,333. 0,22 M 156 sel 138 sel 146 sel 149 sel 144,33

2. Pengamatan GambarNo Larutan

SukrosaPengulangan

I II III

1. 0,28 M2. 0,24 M

3. 0,22 M

B. PembahasanPada praktikum mengenai Tekanan Osmosis Cairan Sel yang dilakukan kali ini

bertujuan untuk menghitung tekanan osmosis cairan sel dengan metode plasmolisa. Praktikum ini menggunakan bahan berupa daun Rhoe discolor yang masih segar serta larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,28 M; 0,24 M dan 0,22 M. Alat yang digunakan yaitu mikroskop, pisau silet, tabung reaksi, gelas objektif dan penutup.

Pada praktikum kali ini  daun Rhoe discolor disayat tipis dan diambil lapisan tipis epidermisnya untuk kemudian dimasukkan ke dalam  konsentrasi sukrosa berbeda yang telah ditentukan. Sayatan tersebut di rendam selama 5 menit. Setelah 5 menit maka sayatan epidermis tersebut selanjutnya diamati dengan mikroskop dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Kemudian dari hasil percobaan yang dilakukan dicari larutan sukrosa dimana 50%  dari jumlah sel epidermis tadi telah terplasmolisis, dimana keadaan ini disebut insipien plasmolisis. Dan selanjutnya maka dilakukan penentuan rata-rata sel terplasmolisis pada insipien plasmolisis tersebut.

Kelompok kami sendiri yakni kelompok V merendam sayatan lapisan epidermis daun Rhoe discolor dalam konsentrasi 0,28 M dan merendamnya selama 5 menit pada larutan tersebut. Sel awal dari daun Rhoe discolor yaitu sebanyak 151 sel, setelah dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali didapatkan pada pengulangan pertama diperoleh 134 sel yang terplasmolisis, pengulangan kedua 143 sel terplasmolisis dan pengulangan ketiga 151 sel terplasmolisis. Dari hasil tersebut diperoleh presentase sel terplasmolisis yaitu 91,39% dengan rata-rata sel terplasmolisis yaitu 144.

Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,24 M diperoleh jumlah sel awal sebanyak 79 sel. Selanjutnya preparat daun Rhoe discolor direndam selama 5 menit pada larutan

sukrosa dengan konsentrasi 0,24 M sebanyak 3 kali pengulangan. Pada pengamatan pertama diperoleh sel terplasmolisis sebanyak 50 sel, pengulangan kedua diperoleh sel terplasmolisis sebanyak 64 sel dan pada pengulangan ketiga diperoleh sel terplasmolisis sebanyak 67 sel. Dari data tersebut diperoleh presentase sel terplasmolisis sebanyak 63,29 sel dengan rata-rata sel terplasmolisis 60,33.

Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,22 M yang jumlah sel keseluruhan sebanyak 156 sel, dengan jumlah sel yang terplasmolisis  pada pengulangan pertama sebanyak 138 sel, pada pengulangan kedua jumlah sel terplasmolisis sebanyak 146 sel dan pada pengulangan ketiga yaitu sebanyak 149 sel, sehingga diperoleh prosentase sel yang terplasmolisis sebesar  88,46% dengan rata-rata sel terplasmolisis yaitu sebesar 144,33.

Dari data di atas, terlihat bahwa ketika sel direndam dalam sukrosa yang konsentrasinya semakin tinggi, maka presentase sel yang terplasmolisis juga semakin tinggi.  Hal ini dikarenakan larutan sukrosa yang semakin pekat memiliki konsentrasi pelarut yang semakin rendah dan lebih rendah daripada pelarut yang terkandung di dalam sel. Akibatnya pelarut yang terkandung di dalam sel akan keluar dari sel menuju larutan sukrosa. Selanjutnya, sel akan mengkerut dan membran sel akan terlepas dari dinding selnya. Ketika konsentrasi semakin tinggi maka prosentase sel yang terplasmolisis juga semakin tinggi dan bahkan ketika direndam pada konsentrasi 0,28 M seluruh selnya terplasmolisis.

Dari hasil analisa di atas maka dapat diperoleh bahwa semakin pekat konsentrasi larutan sukrosa yang digunakan untuk merendam sayatan epidermis Rhoe discolor maka semakin banyak pula sel epidermis yang terplasmolisis. Hal tersebut dapat terjadi akibat dari perbedaan potensial air di dalam dan di luar sel. Potensial air yang ada di dalam sel lebih besar dari pada potensial air yang ada di luar sel. Oleh karena potensial air berbanding lurus dengan potensial osmosis, maka potensial osmosis yang ada di dalam sel juga lebih besar dari pada potensial osmosis yang ada di luar sel. Hal inilah yang menyebabkan berpindahnya molekul air di dalam sel menuju ke luar sel yang dalam praktikum kali ini molekul air berpindah dari sel epidermis Rhoe discolor menuju ke larutan sukrosa, sehingga menyebabkan protoplas sel epidermis kehilangan air, menyusut volumenya (sel menjadi mengerut) dan akhirnya terlepas dari dinding sel, peristiwa yang terjadi pada sel epidermis Rhoe discolor ini biasa disebut dengan Plasmolisis.

BAB VPENUTUP

A. KesimpulanAdapun kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah sebagai

berikut :1.    Osmosis merupakan suatu proses difusi melewati suatu selaput karena adanya beda

konsentrasi antara larutan sebelah menyebelah selaput.2.    Presentase sel terplasmolisis pada konsentrasi sukrosa 0,28 yaitu 91,39%, sukrosa

0,24 yaitu 63,29% dan sukrosa 0,22 yaitu 88,46%.3.    Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa ketika sel direndam dalam sukrosa yang

konsentrasinya semakin tinggi, maka presentase sel yang terplasmolisis juga semakin tinggi. B. Saran

         Dalam pratikum selanjutnya sebaiknya praktikan dapat lebih tenang agar praktikum dapat berjalan lebih efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Agrica, Houlerr. 2009. BIOLOGI. Jakarta : PT Erlangga.

Dwidjosaputro, D, Prof. DR. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta :   PT Gramedia.

Fetter. 1998. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Jakarta : PT Yudhistira

Indradewa. 2009. Fisiologi Tumbuhan Dasar Jilid 1. Bandung : ITB Press.

Loveless. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Daerah Tropik. Jakarta : PT Gramedia.

Salisbury, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung : ITB Press.

Sasmita, Drajat ; Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB Press.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

     Air penting bagi tumbuhan. Air berperan dalam pelaksanaan reaksi biokimia. Air dapat membrikan tekanan hidrolik pada sel sehingga menimbulkan turgor pada sel-sel tumbuhan, memberikan sokongan dan kekuatan pada jaringan-jaringan tumbuhan yang tidak memiliki sokongan struktur. Struktur tumbuhan yang penting dalam perlalulalangan zat adalah dinding sel dan membran sel. Pada membran sel terjadi peristiwa osmosis (Sasmitamihardja, 1996).       Kelangsungan hidup sel tumbuhan bergantung pada kemampuannya untuk menyeimbangkan pengambilan dan pengeluaran air . pengambila atau pengeluaran netto air oleh suatu sel terjadi melalui osmosis, yaitu traspor passif air melewati suatu membran. Dalam hal ini membran sel tumbuhan (Campbell, 2004).       Komponen-komponen potensial air tumbuhan terutama terdiri dari potensial osmotik (PO) dan potensial turgor (tekanan, PT). oleh karena potensial osmotik cairan sel, air murni cenderung memasuki sel, sedangkan potensial turgor di dalam sel mengakibatkan kecenderungan yang berlawanan, yaitu air meninggalkan sel (Ismail, 2011).       Untuk mengatur PO saja, maka PT harus nol. Potensial turgor sama dengan nol terjadi pada keadaan sel mengalami plasmlisis. Plasmolisis merupakan persitiwa lepasnya protoplasma dari dinding sel karena keluarnya sebagian air dari vakuola. Keadaan dimana volume vakuola tepat cukup untuk menahan  menempelnya protplasma pada dinding sel, sehingga kehilangan air sedikit saja berakibat lepasnya prtoplasma dari dinding sel, disebut plasmolisis insipien. Plasmolisis insipien dapat dikenali apabila dalam suatu larutan eksternal (missal sukrosa) dijumpai sekumpulan sel yang 50% berplasmolisis dan 50% lagi tidak berplasmolisis. Keadaan rata-rata ini disebut sebagai plasmolisis insipien. Digunakan nilai rata-rata karena PO sel-sel tersebut tidak sama atau bervariasi. Pada keadaan plasmolisis insipien, sel berada dalam keadaan tanpa tekanan; PO larutan eksternal memiliki nilai sama dengan O cairan sel, maka disebut isotonik terhadap cairan sel (Ismail, 2011).

        Dengan menghitung nilai PO dari larutan sukrosa yang isotonik dengan cairan sel, maka nilai PO cairan sel dapat diketahui. Nilai potensial cairan sel dari sel-sel tumbuhan biasanya berkisar antara -10 bar - -20 bar (Ismail, 2011).      Proses osmosis sangat berperan dalam proses pengangkutan tumbuhan. Memungkinkan terjadinya penyerapan air dan ion-ion dari dalam tanah yang nanti akan diedarkan keseluruh bagian tumbuhan.Terjadinya pengangkutan itu akan menyababkan tekanan turgor sel,sehingga mampu membesar dan mempunyai bentuk tertentu. Osmosis juga memungkinkan terjadinya membuka dan menutupnya stomata.          Pada titik kesetimbangan, nilai mutlak potensial osmotik (yang negatif) setara dengan tekanan nyata (yang positif) di osmometer sempurna, maka potensial osmotik larutan dapat diukur secara langsung. Pengukuran besaran ini banyak dilakukan, khusunya pada abad ke-19 oleh Wilhem FP Pfeffer (1877). Ia membuat gambaran yang hampir sempurna, tegar, dan semi-permiabel, dengan cara yang merendam sebuah mangkuk berpori yang terbuat dari tanah liat dalam kalium ferosianida dan kemudian dalam kupro sulfat, yang akan mengendapkan tembaga ferosinida pada porinya (Salisbury, 1992).                   Sistem yang menggambarkan tingkah laku air dan pergerakan air dala tanah dan tubuh tumbuhan didasarkan atas suatu hubungan energi potensial. Air mempunyai kapasitas untuk melakukan kerja, yaitu akan bergerak dari daerah dengan energi potensial tinggi ke daerah energi potensial rendah. Energi potensial dalam sistem cairan dinyatakan dengan cara membandingkannya dengan energi potensial air murni. Karena air di dalam tumbuhan dan tanah biasanya secara kimia tidak murni, disebabkan oleh adanya bahan terlarut dan secara fisik dibatasi oleh berbagai gaya, seperti gaya tarik menarik yang berlawanan, gravitasi, dan tekanan, maka energi potensialnya lebih kecil daripada energi potensial air murni. Dalam tumbuhan dan dalam tanah, energi potensial air itu disebut potensi air, dilambangkan dengan huruf Yunani psi dan dinyatakan sebagai gaya per satuan luas (Gardiner, 1991).

BAB IIIMETODOLOGI PRAKTIKUM

Prosedur Kerja 

1. Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan.2. Mengambil 9 buah cawan petri, kemudian mengisi tiap-tiap cawan petri dengan larutan sukrosa

dengan konsentrasi yang berbeda, mulai dari aquadest, sukrosa 0,28 M hingga sukrosa 0,14 M.3. Masing-masing cawan petri diberi label dari kertas temple, berdasarkan larutan sukrosa di

dalamnya (M).4. Mengambil beberapa potong jaringan epidermis bagian abaksial daun Rhoeo discolor, lalu

memasukkan masing-masing potongan tipis daun Rhoeo discolor ke dalam cawak petri dengan jarak waktu + 5 menit antara cawan petri satu dengan cawan petri lainnya.

5. Membiarkan selama 30 menit, lalu mengambil potongan tersebut dengan pinset, meletakkannya ke atas objek glass, kemudian menutupnya dengan deck glass. Mengamati preparat di bawah lensa objektif mikroskop cahaya.

6. Mencatat jumlah sel yang terplasmolisis pada tabel pengamatan laporan sementara.7. Menentukan pada larutan sukrosa mana terdapat sel-sel yag 50% dari sel-selnya mengalami

plasmolisis.8. Menentukan nilai PO cairan sel dengan menggunakan rumus :

          Ψs=  (-22,4 MT)/273 bar           Dimana : Ψs = potensial osmotik                        M = konsentrasi larutan sukrosa di mana sel berada keadaan plasmolisis insipien                         T = suhu absolut (suhu ruang oC + 273)                       -22,4 = nilai PO larutan sukrosa 1,0 M pada suhu ruang

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil PengamatanRumus:% Sel yang terplasmolisis=  (Jumlah sel yang terplasmolisis)/(Jumlah sel)×100% Aquadest% Sel yang terplasmolisis =  0/30×100% =0 % Larutan Sukrosa 0,28 M% Sel yang terplasmolisis =  27/30×100% =90% Larutan Sukrosa 0,26 M% Sel yang terplasmolisis =  21/30×100% =70% Larutan Sukrosa 0,24 M% Sel yang terplasmolisis =  18/30×100% =60% Larutan Sukrosa 0,22 M% Sel yang terplasmolisis =  13/30×100% =43,3% Larutan Sukrosa 0,20 M% Sel yang terplasmolisis =  10/30×100% =33,3% Larutan Sukrosa 0,18 M% Sel yang terplasmolisis =  7/30×100% =23,3% Larutan Sukrosa 0,16 M% Sel yang terplasmolisis =  7/30×100% =23,3% Larutan Sukrosa 0,14 M% Sel yang terplasmolisis =  6/30×100% =20%C. PembahasanBerdasarkan hasil pengamatan, masing-masing jaringan (kumpulan sel epidermis) mengalami plasmolisis pada masing-masing larutan sukrosa dengan jumlah sel yang terplasmolisis berbeda-beda. Pada larutan akuadest, sel epidermis sama sekali tidak mengalami plasmolisis. Peristiwa terlepasnya membran plasma dari dinding sel karena terjadinya eksoosmosis (sel ditempatkan dalam larutan yang hipertonik). Berdasarkan hasil pengamatan persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,28 M adalah 90 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,26 M adalah 70 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,24 M adalah 60 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,22 M adalah 43,3 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,20 M adalah 33,3 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,18 M adalah 23,3 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan sukrosa 0,16 M adalah 23,3 %. Persentase sel yang terplasmolisis pada larutan  sukrosa 0,14 M adalah 20 %. Dilihat dari data yang diperoleh persentase sel yang terplasmolisis paling tinggi adalah pada larutan sukrosa 0,28 M. 

Jaringan atau sel-sel pada tumbuhan dapat dikatakan berplasmolisis apabila konsentrasi larutan diluar sel lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi didalam sel, karena air berdifusi melalui membran sel menuju ke lingkungan yang hipertonik (konsentrasi garam-garamannya tinggi). Apabila konsentrasi larutan tinggi, berarti potensial osmotik juga tinggi. Sehingga semakin banyak jumlah sel yang terplasmolisis.  Rhoeo discolor ke dalam larutan sukrosa 0,28 M – 0,14 M maka sel-selnya akan kehilangan rigiditas (kekakuan)nya. Hal ini disebabkan potensial air dalam sel Rhoeo discolor tersebut lebih tinggi dibanding dengan potensial air pada larutan garam sehingga air dari dalam sel akan keluar ke dalam larutan tersebut. Diamati dengan mikroskop maka vakuola sel-sel tersebut tidak tampak dan sitoplasma akan mengkerut dan membran sel akan terlepas dari dindingnya. Peristiwa lepasnya plasma sel dari dinding sel ini disebut plasmolisis.Menurut Ismail (2011), osmosis terjadi karena pengeluaraan air dari konsentrasi larutan yang potensialnya tinggi (PA tinggi) ke tempat yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah (PA) rendah. Nilai potensial air dari dalam sel dan nilainya disekitar sel akan mempengaruhi difusi air dari dan kedalam sel tumbuhan. Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang menentukan nilai potensial airnya yaitu matriks sel larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini menyebabkan potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu potensial matriks, potensial osmotik dan potensial tekananPada beberapa hasil pengamatan ada yang tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa dengan adanya pertambahan konsentrasi maka sel yang terplasmolisis juga semakin banyak, akan tetapi dari data yang di dapatkan pada hasil pengamatan banyak yang tida sesuai .Hal ini bisa terjadi karena  kesalahan pada saat mengiris daun Rhoeo discolor yaitu tidak terlalu tipis atau masih agak tebal. Faktor lain adalah ketika melakukan pengamatan di bawah mikroskop yaitu kesalahan dalam menjumlah sel-sel yang terplasmolisis/tidak terplasmolisis dalam area yang dihitung/diamati, serta terjadi kerancuan dalam menentukan area sel yang akan diamati.

BAB VPENUTUP

A. Kesimpulan. Sel-sel tumbuhan akan mengalami plasmolisis (air dalam sel keluar, sehingga membran tidak melekat lagi pada dinding sel) jika ditempatkan dalam larutan hipertonik. Pada keadaan isotonik, sel akan turgid (normal).B. Saran

1. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam melakukan praktikum agar hasil yang di peroleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan meningkatkan kerjasama antara sesama anggota kelompok.

2. Sebaiknya kakak asisten membimbing sepenuh hati, dengan memberikan penjalasan-penjelas yang berhubungan dengan kegiatan praktikum, menjelaskan langkah-langkah praktikum yang salah sehingga perlu diperbaiki, guna memperoleh data praktikum sesuai yang diinginkan.

3. Sebaiknya laboran memperbarui alat-alat praktikum, misalnya mikroskop atau alat bedah, serta menambah alat-alat praktikum lainnya, guna kelancaran kegiatan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A, Jane B Reece, dan Lawrence G Mitchel. 2004. Biologi Edisi ke 5 jilid II. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gardiner. Franklin P, dkk. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI Press.Ismail dan Abdul Muis. 2011. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM Makassar.Salisbury, Frank B. dan Clean W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB.Sasmitamihardja, Dardjat, dan Arbayah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Jurusan Biologi ITB, Bandung.