36
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II ACARA 1 FRYING Penanggungjawab : Erni Astutiningsih A1M013038

Laprak Tpp Frying

  • Upload
    ernia

  • View
    554

  • Download
    88

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan praktikum frying

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II

ACARA 1FRYING

Penanggungjawab :Erni AstutiningsihA1M013038

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO2015I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangDalam proses pengolahan makanan ada berbagai metode yang dapat digunakan, sepertibaking, frying, roasting, dan lain sebagainya. Namun, dalam laporan praktikum kali ini, saya akan membahas sedikit mengenai frying. Frying atau menggoreng adalahproses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantarpanas. Terdapat 3 macam metode dalam frying, yaitu shallow frying, deep fat frying, dan vacuum frying. Dari ketiga macam metode tersebut, yang membedakan ketiganya dalamprosesnya adalah penggunaan minyak yang dipakai dan seberapa banyak minyak yang terserap ke dalam bahan pangan setelah mendapat perlakuan frying. Metode yang digunakan pada shallow frying adalah panas ditransfer pada produk melalui konduksi dari permukaan penggorengan yang panas melalui lapisan tipis minyak. Minyak yang tidak merata menyebabkan variasi suhu dan karakteristik produk seperti warna coklat yang tidak rata. Cocok untuk produk dengan rasio luas permukaan terhadap volume yang tinggi seperti telur.Metode yang kedua adalah deep frying. Metode ini mentransfer panas merupakan kombinasi antara konveksi dalam minyak dengan konduksi pada bagian dalam produk. Seluruh permukaan produk menerima perlakuan panas yang sama sehingga warna dan penampakan seragam. Penggorengan deep frying ini cocok untuk semua produk. Produk dengan bentuk tidak beraturan dan rasio luas permukaan terhadap volume yang tinggi cenderung menyerap lebih banyak minyak.Metode yag terakhir adalah vacuum frying. Vacuum frying merupakan penggorengan subatmosferik (tekanan dibawah 1 atmosfer). Keuntungannya adalah minyak goreng mengalami kerusakan secara lambat, crust terbentuk secara lambat. Dapat digunakan untuk menggoreng bahan pangandengan kadar air tinggi. Dengan mesin penggorengan hampa/vakum suhu penggorengan dapat diturunkan sebesar 50-60oC. Dengan demikian produk yang dapat mengalami kerusakan baik warna, aroma, rasa, dan nutrisi akibat panas akan dapat diproses dengan teknologi ini. Selain itu, kerusakan minyak dan akibat-akibat yang dapat ditimbulkan dapat diminimumkan, karena proses dilakukan pada suhu dan tekanan rendah (Irwansyah, 2007).Ada beberapa hal yangperlu diperhatikan dalam proses frying ini agar hasil masakan yang dibuat sesuai denganyang diinginkan, baik dari tinjauan bahan maupun dalam proses pemasakannya. Prinsip dasarfrying yaitu apabila bahan pangan dimasukkan ke dalam minyak yang panas, maka suhupermukaan akan meningkat dengan cepat dan air yang ada di permukaan akan menguap sehingga suhu permukaan sama dengan suhu minyak panas dan terbentuklah crust padapermukaan bahan pangan tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk memasak dengan metode frying dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu jenis produk (bahan pangan), suhu minyak, metode penggorengan, ketebalan makanan, dan kualitas produk yang diinginkan.

B. TujuanMengamati perubahan yang terjadi pada produk hasil gorengan menggunakan metode penggorengan yang berbeda dan dari bahan yang berbeda karakternya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penggorengan merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukanuntuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam pan yang berisi minyak. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang mengembang dan renyah, selain itu untuk meningkatkan citarasa, warna, gizi dandaya awet produk akhir. Penggorengan dapat mengubah eating quality suatu makanan dan memberikan efek preservasi akibat dekstruksi termal mikroorganisme dan enzim serta mengurangi kadar air sehingga daya simpan menjadi lebih, dan sebagian airakan menguap dan ruang kosong yang semula diisi air akan diisi minyak (Ketaren, 1986).Menurut Moriera (2004) penggorengan adalah suatu operasi mengubah eating quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termalpada mikroorganisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw). Shelf life makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah penggorengan. Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah perpindahan panas dan masa, dengan minyak yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Panas yang diterima bahan dipergunakan untuk berbagi proses dalam bahan, antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein, reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu produk. Salah satu pengendaliannya adalah dengan mengatur waktu dan suhu penggorengan.Proses penggorengan suatu produk pada umumnya terdiri dari empat tahap, yaitu:1. Tahap pemanasan awal (initial heating)Selama tahap ini bahan terendam dalam minyak panas hingga suhunya sama dengan titik didih minyak. Perpindahan panas yang terjadi antara minyak dengan bahan selama penggorengan ini merupakan perpindahan panas konveksi dan tidak terjadi penguapan air dalam bahan.2. Tahap pendidihan permukaan (surface boilling)Tahap ini dimulai dengan proses penguapan air permukaan. Perpindahanpanas konveksi alami berubah menjadi konveksi paksa karena adanya turbulensiminyak di sekitar bahan. Selama proses ini mulai terbentuk lapisan crust dipermukaan.3. Tahap laju menurun (falling rate)Tahap laju menurun ditandai dengan adanya penguapan lebih lanjut dankenaikan suhu pusat sehingga mendekati titik didih minyak. Pada tahap ini terjadiperubahan fisika kimia seperti gelatinisasi pati dan pemasakan. Lapisan crust yangterbentuk menjadi lebih tebal dan penguapan air permukaan semakin menurun.4. Titik akhir gelembung (bubble end point)Apabila bahan digoreng dalam waktu yang relatif lama, maka laju pengurangan kadar air akan semakin menurun dan tidak ada lagi gelembung udara di permukaan bahan.Menurut Ketaren (1986), metode penggorengan yang umum digunakan adalah penggorengan gangsa (pan frying) dan penggorengan rendam (deepfrying). Sistem menggoreng deep fat frying adalah yaitu bahan terendam seluruhnya dalam minyak sehingga penetrasi panas dari minyak dapat masuk secara bersamaan pada seluruh permukaan bahan yang digoreng sehingga kematangan bahan yang digoreng dapat merata. Deep fat fryingmerupakan metode penggorengan yang penting karena prosesnya cepat, tepat dan menghasilkan makanan dengan tekstur dan flavor yang disukai.Deep fat fryingjuga hanya memerlukan unit peralatan yang sederhana serta menghasilkan limbahgas yang jumlahnya kecil. Metode penggorengan deep fat fryingmerupakan prosespemasakan makanan dengan menggunakan kontak langsung dengan minyakpanas, dalam cara ini terjadi perpindahan panas dan massa. Perpindahan panas selama penggorengan berjalan cepat karena seluruh permukaan bahan berinteraksilangsung dengan minyak goreng sehingga akan menghasilkan warna danpenampakan produk yang seragam Morreira (2004). Deep fat fryingdidefinisikan sebagai proses dimana makanan dimasak dengan cara direndam dalam minyak nabati atau lemak dipanaskan di atas titik didih air. Proses ini dilakukan secaratradisional dalam kondisi atmosfer dan suhu penggorengan biasanya mendekati 180C (Wibowo,2006). Selama penggorengan bahan pangan dapat terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang digoreng, maupun minyak gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal (168-196C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng berlangsung dengan cepat (antara lain titik asap menurun). Titik asap minyak goreng tergantung pada kadar gliserol bebas. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat matang memicu terjadinya reaksi browning (pencoklatan) dan akhirnya muncul senyawa amina-amina heterosiklis penyebab kanker. Selain itu penggorengan juga mengakibatkan penurunan kandungan zat-zat gizi karena rusak. Kesalahan teknik menggoreng juga bisa berdampak buruk lainnya. Apabila minyak belum siap untuk menggoreng, kadang-kadang bahan makanan akan menyerap minyak lebih banyak. Penting diketahui bahwa meski sebagian zat gizi akan rusak selama penggorengan, makanan yang digoreng rasanya lebih gurih dan mengandung kalori lebih banyak. Cita rasa makanan gorengan inisering lebih enak dibandingkan dengan makanan rebusan. Menurut Muchtadi (2010), Pada penggorengan deep fryingsaat bahan makanan dimasukkan ke dalam minyak suhu permukaan bahan akan segera meningkat dan air menguap, permukaan bahan pangan akan mengering, terjadi penguapan lebih lanjut dan berbentuk kerak (crust). Suhupermukaan bahan akan meningkat hingga suhu minyak panas, sedangkansuhu bagian dalam bahan pangan akan meningkat secara perlahan hinggasuhu 100C. Suhu proses penggorengan pada tekanan atmosfer terjadi pada suhu titik didih minyak sekitar 180C-200C. Pada saat bahan pangan digoreng, akan terjadi pindah panas dari sumber panas menggoreng ke bahan pangan, melalui media pindah panasminyak goreng. Akibat proses pemanasan tersebut, bahan pangan akan melepaskan uap air yang dikandungnya. Permukaan bahan pangan memiliki struktur yang porous, yang memiliki kapiler-kapiler dengan berbagai ukuran.Selama penggorengan, air dan uap air akan dikeluarkan melalui kapiler-kapiler yang lebih besar dahulu, dan digantikan oleh minyak panas. Uap airyang keluar dari bahan pangan pada saat penggorengan akan dilepaskan keudara bebas. Penguapan air menyebabkan kadar air pada permukaan bahan panganyang digoreng menjadi rendah, yang menyebabkan tekstur yang renyah. Minyak juga akan melepaskan hasil degradasi minyak yang bersifat volatil keudara. Bahan pangan sendiri akan melepaskan remah-remah hasil penggorenganke dalam minyak, demikian juga berbagai komponen yang terlarut minyakakan berada pada minyak goreng. Suhu tinggi akan menyebabkan waktupenggorengan lebih singkat. Namun suhu tinggi juga dapat mempercepat terjadinya kerusakan minyak akibat pembentukan asam lemak bebas, yang mengakibatkan perubahan kekentalan, flavor, dan warna minyak goreng. Pemanasan yang berlebihan pada bahan pangan mengakibatkan minyaklebih banyak terperangkap dalam produk gorengan. Produk yang diinginkan memiliki kerak yang kering dengan bagian dalam basah , harus digoreng pada suhu tinggi. Terbentuknya kerak pada permukaan bahan pangan akan menghambat laju pindah panas ke bagian dalam bahan pangan. Pemanasan pada tekanan atmosfer memungkinkan terjadinya kontak antara minyak goreng dengan udara yang memungkinkan terjadinya oksidasi pada minyak.Menurut Fellows (2000), metodepenggorengan ini cocok untuk semua bentuk makanan, tetapi bahan makanan dengan bentuk yang tidak teratur cenderung mengangkat minyak dalam volumebesar ketika diangkat dari alat penggoreng. Makanan gorengan hendaknya memiliki warna coklat yang baik dan absorbsi minyak yang minimal. Faktor paling penting yang mempengaruhi sifat-sifat ini adalah temperatur minyak goreng. Penggunaan temperatur minyak yang terlalu tinggi menyebabkan pembentukan warna coklat dan crust pada permukaanbahan makanan tidak sempurna. Apabila temperatur yang digunakan terlalu rendah, bahan makanan perlu waktu lebih lama untuk mencapai warna coklat yang dikehendaki dan semakin lama bahan dalam minyak goreng maka semakinbanyak minyak yang terabsorbsi. Kisaran suhu yang dianggap secara ekonomis masih layak adalah antara 163-199 C (Disrosier,2008).Menurut Muchtadi (2010) berdasarkan kondisi prosesnya,penggorengan juga dapat dilakukan pada kondisi tekanan atmosferik,bertekanan lebih tingggi dari tekanan atmosfer, dan pada kondisi vakum. Penggorengan pada kondisi tekanan atmosfer terjadi pada penggorengan konvensional dimana proses penggorengan dilakukan secara terbuka padatekanan normal atmosfer. Suhu proses penggorengan pada tekanan atmosferterjadi pada suhu titik didih minyak yaitu sekitar 180-200C. Uap air yang keluar dari bahan pangan akan dilepaskan ke udarabebas. Proses penggorengan pada kondisi bertekanan, dilakukan pada tekananyang lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Untuk keperluan tersebut dibutuhkanperalatan penggorengan khusus dengan sistem tertutup yang mampumenahan tekanan tinggi. Wajan penggorengan berupa wadah tertutup yangdiberi tekanan tinggi yang akan mengakibatkan proses penggorengan terjadipada suhu yang juga lebih tinggi.Proses penggorengan pada kondisi vakum adalah proses yang terjadipada tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, hingga tekanan lebih kecil dari 0 atau kondisi hampa udara. Proses penggorengan pada tekanan yang lebih rendah akan menyebabkan titik didih minyak goreng juga lebih rendah,misalnya dapat mencapai 90C. Proses penggorengan yang terjadi pada suhu yang rendah ini menyebabkan proses ini sangat sesuai digunakan untukmenggoreng bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi. Bahan pangan seperti sayuran dan buah segar, apabila digoreng pada tekanan atmosfer akan segera mengalami kecoklatan dan gosong, teksturnyajuga lembek dan liat karena tidak banyak melepaskan air yang dikandungnya. Sedangkan bila digoreng dengan kondisi vakum, suhu penggorengan akan lebih rendah sehingga dapat dihasilkan warna hasil gorengan yang baik, serta tekstur yang renyah.Menurut Lastriyanto (2006), penggorengan hampa dilakukan dalam ruang tertutup dengan kondisi tekanan rendah sekitar 70 cmHg. Denganpenurunan tekanan maka suhu penggorengan bisa dilakukan relatif lebih rendah dibandingkan suhu penggorengan dengan tekanan atmosfir. Prinsip utama cara kerja alat ini adalah melakukan penggorengan pada kondisi vakum,7.52 cmHg-7.6 cmHg. Kondisi vakum ini dapat menyebabkan penurunan titikdidih minyak dari 110 C-200 C menjadi 80C-100C sehingga dapat mencegah terjadinya perubahan rasa, aroma, dan warna bahan seperti mangga dan buah lainnya.Proses penggorengan pada kondisi vakum adalah proses yang terjadi pada tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, hingga tekanan lebih kecil dari 0 atau kondisi hampa udara. Proses penggorenganpada tekanan yang lebih rendah akan menyebabkan titik didih minyakgoreng juga lebih rendah, misalnya dapat mencapai 90C. Prosespenggorengan yang terjadi pada suhu yang rendah ini menyebabkan prosesini sangat sesuai digunakan untuk menggoreng bahan pangan yang tidak tahansuhu tinggi (Muchtadi,2010).Kerupuk merupakan makanan kudapan yang bersifat kering, ringan yang terbuat dari bahan yang mengandung pati yang cukup tinggi. Kerupuk merupakan makanan kudapan yang popular, mudah cara membuatnya beragam warna dan rasa, disukai oleh segala lapisan usia (Wahyuni, 2007).Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak (Soemarmo, 2005). Kerupuk pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis yaitu kerupuk halus dan kerupuk kasar. Kerupuk kasar dibuat hanya dari bahan pati yang ditambahkan bumbu, sedangkan kerupuk halus ditambah lagi dengan bahan berprotein seperti ikan sebagai bahan tambahan. Kerupuk tapioka mempunyai kandungan protein yang rendah. Hal ini dikarenakan kadar protein bahan baku yang digunakan (tepung tapioka) rendah. Penambahan ikan, tepung udang dan sumber protein lainnya pada adonan kerupuk diharapkan akan meningkatkan kandungan protein kerupuk yang dihasilkan (Astawan 2003).Tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstraksi ubi kayu melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati, dan pengeringan. Pada pembuatan tapioka ditambahkan natrium metabisulfit untuk memperbaiki warna sehingga tapioka menjadi putih bersih. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan -(1,4) (1,6)-D-glukosa sebanyak 4 -5 % dari berat total (Winarno, 2004). Chip kebanyakan terbuat dari kentang, atau ketela pohon. Ketela pohon (Manihot utillisima) mempunyai kemampuan untuk membentuk gel melalui proses pemanasan (90oC atau lebih) sebagai akibat pecahnya struktur amilosa dan amilopektin. Dengan terbentuknya gel ini, ketela mampu menjebak udara dan air bebas. Pemecahan ikatan amilosa dan amilopektin akan menyebabkan terjadinya perubahan lebih lanjut seperti peningkatan molekul air sehingga terjadi penggelembungan molekul, pelelehan kristal, dan terjadi peningkatan viskositas. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah umbi singkong. Menurut Andoko (2007) umbi singkong memiliki sifat yang mudah busuk sehingga memerlukan adanya penanganan tertentu. Pada singkong terdapat senyawa HCN yang beracun sehingga memerlukan perendaman kapur. Selain itu, proses perendaman juga akan memperbaiki kenampakan dan warna pada produk makanan. Saat pemotongan tidak boleh terlalu tebal, untuk menghindari case hardening(bagian permukaan produk sudah kering tetapi bagian dalamnya belum matang atau masih basah). Kerupuk opak adalah kerupuk yang dibuat dari ubi kayu. Kerupuk opak merupakan makanan camilan yang digemari masyarakat baik muda maupun tua karena rasanya enak, harganya yang relatif murah dan mudah cara pembuatannya. Keunggulan kerupuk opak dibanding dengan kerupuk yang lainnya adalah kerupuk opak dibuat langsung dari ubi kayu sehingga kadar seratnya masih tinggi, sedang kerupuk dengan bahan baku pati tidak mengandung serat makan. Kelemahan utama dari kerupuk opak adalah rendahnya kadar protein, sehingga nilai gizinya rendah, selain itu rasa kerupuk opak kurang enak (Setyaji, 2012).Salah satu produk olahan buah segara yang banyak dijumpai di pasaran adalah keripik buah. Keripik buah adalah makanan ringan yang memiliki kadar air rendah, renyah, serta memiliki cita rasa buah yang menjadi bahan baku utamanya. Apel mengandung serat, flavonoids dan fruktosa. Dalam 100 gram apel terdapat 2,1 g serat. Apabila kulitnya di kupas, maka kandungan serat apel masih tetap tinggi yakni 1,9 g. Serat apel mampu menurunkan kadar kolesterol darah dan resiko penyakit jantung koroner. Serat tak larut dalam apel berfungsi untuk mengikat kolesterol LDL dalam saluran cerna dan kemudian menyingkirkannya dari tubuh. Sementara itu, serat larutnya (pektin) akan mengurangi produksi kolesterol LDL di hati, menurunkan kolesterol dan manfaat untuk mengatasi diare karena kemampuannya membentuk agar tetap lunak serta tidak cair (Khomsan, 2003).Pada berbagai daerah di Indonesia, keripik buah telah menjadi salah satu pilihan oleh-oleh selain makanan khas daerah. Sebab, produk ini mudah dikemas dan memiliki umur simpan yang lebih panjang dari makanan khas lainnya. Keripik apel adalah keripik hasil olahan buah apel yang digoreng dengan cara khusus, biasanya menggunakan mesin penggoreng hampa. Jika menggunakan cara penggorengan biasa yakni dengan menggunakan kuali/wajan buah apel tidak akan menjadi keripik karena buah akan rusak terkena suhu panas yang berlebih. Dengan menggunakan mesin penggoreng hampa buah apel digoreng dengan suhu yang lebih rendah sekitar 50-60C sehingga tidak merusak buah apel tersebut (Kemal, 2000).III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahani. Alat1. Wajan2. Vacum fryer3. Kompor4. Slicer5. Jangka sorong6. Spatula7. Saringan8. Baskom9. Penggarisii. Bahan 1. Singkong segar2. Opak singkong3. Kerupuk pati4. Kerupuk udang5. Apel 6. Minyak goreng7. Asam sitrat 0,2%8. Larutan kapur 2%

B. Prosedur PelaksanaanPerlakuan yang digunakan :Bahan tersebut digoreng dengan suhu awal yang berbeda yaitu:i. Suhu awal sebelum minyak mendidihii. Suhu awal setelah minyak mendidih

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HasilTabel hasil pengamatanPerlakuanBahanDerajat Pengembangan (%)TeksturWarna

Penggorengan biasa sebelum mendidihSingkongApelOpakKerupuk patiKerupuk udang13679,25101,72149,61221133345345

Penggorengan biasa sesudah mendidihSingkongApelOpakKerupuk patiKerupuk udang113,380,6106,72193,31123144445433

Vacum frying SingkongApel85,61881244

Indikator :Warna 1 : Sangat putih2 : Putih3 : Putih kekuningan4 : Kuning kecoklatan5 : CoklatTekstur 1 : Tidak renyah2 : Agak renyah3 : Renyah4 : Sangat renyah

Perhitungan derajat pengembangan : Penggorengan biasa sebelum mendidih Singkong= X 100%

= x 100% = 136% Apel= X 100%

= x 100% = 79,25%

Opak= X 100%

= x 100% = 101,72%

Kerupuk pati= X 100%

= x 100% = 149,6%

Kerupuk udang= X 100%

= x 100% = 122%

Penggorengan biasa setelah mendidih

Singkong= X 100%

= x 100% = 113,3%

Apel= X 100%

= x 100% = 80,6%

Opak= X 100%

= x 100% = 106,72%

Kerupuk pati= X 100%

= x 100% = 193,3%

Kerupuk udang= X 100%

= x 100% = 112%

Vacuum frying Apel= X 100%

= x 100% = 88%

Singkong A= X 100%

= x 100% = 90,64%

Singkong B= X 100%

= x 100% = 78,15%

Singkong C= X 100%

= x 100% = 88,05%

Rata-rata singkong= 85,61%

B. PembahasanPada praktikum frying, digunakan beberapa bahan seperti singkong segar untuk, apel, opak singkong, kerupuk pati dan kerupuk udang. Semua bahan diberi dua perlakuan yaitu digoreng pada suhu awal sebelum minyak mendidih, dan digoreng pada suhu awal setelah minyak mendidih. Dilakukan pengukuran pada bahan sebelum digoreng sebanyak 3x. Kemudian, bahan digoreng dengan suhu awal yang berbeda sampai strukturnya mantap dan warnanya berubah. Setelah itu diamati warna dan teksturnya serta derajat pengembangan bahan. Dari kelima bahan yang digunakan, diperoleh perubahan warna, tekstur, dan derajat pengembangan yang berbeda.Singkong yang digoreng pada suhu awal sebelum minyak mendidih warna singkong berubah dari putih menjadi kuning kecoklatan, tapi teksturnya justru menjadi tidak renyah. Singkong memiliki derajat pengembangan 136%. Sedangkan pada singkong yang digoreng pada suhu awal setelah minyak mendidih warna chips berubah dari putih menjadi coklat, teksturnya berubah dari lemas menjadi renyah. Dan memiliki rata-rata derajat pengembangan 113 %. Ada stu perlakuan lagi untuk singkong yaitu vacuum frying. Pada vacuum frying warna yang dihasilkan kuning kecoklatan dan memiliki tekstur tidak renyah dengan derajat pengembangan 85,61%. Tekstur yang dihasilkan berbeda antara singkong yang digoreng sebelum minyak mendidih dan yang sesudah minyak mendidih. Singkong yang digoreng sebelum minyak mendidih lebih bantat atau tidak renyah karena air yang menguap belum sempurna, singkong dengan vacuum frying teksturnya tidak renyah. Derajat pengembangannya juga berbeda suhu awal sebelum mendidih derajat pengembangannya lebih besar, daripada derajat pengembangan yang digoreng setelah minyak mendidih dengan derajat pengembangan vacuum frying yang paling kecil. Dengan perbedaan suhu awal menggoreng pada singkong, menyebabkan warna yang dihasilkan berbeda, suhu awal yang tinggi menyebabkan lebih terjadi pencoklatan dan kuning kecoklatan pada vacuum frying. Perubahan warna singkong ini diakibatkan karena penguapan air pada saat penggorengan. Singkong berubah menjadi coklat, itu berarti kadar air dalam singkong sudah kritis. Dan kadar air kritis juga menyebabkan tekstur singkong berubah menjadi renyah. Derajat pengembangan singkong tidak terlalu besar karena setelah singkong matang, singkong mengalami penciutan. Penciutan ini terjadi karena singkong segar yang selnya masih utuh meskipun dia tipis tapi kadar air dalam singkong tinggi sehingga chips tidak dapat mengembang. Dari hasil praktikum diatas menunjukkan bahwa perlakuan vacuum frying tidak cocok untuk singkong.Apel yang digoreng pada suhu awal sebelum minyak mendidih warna singkong berubah dari putih menjadi coklat, tapi teksturnya tetap menjadi tidak renyah. Apel memiliki derajat pengembangan 79,25%. Apel yang digoreng pada suhu awal setelah minyak mendidih menunjukan warna dan tekstur yang sama seperti apel yang digoreng pada suhu awal sebelum minyak mendidih, yang berbeda adalah derajat pengembangannya yang lebih besar yaitu 80,6 %. Pada vacuum frying warna apel yang dihasilkan kuning kecoklatan dan memiliki tekstur agak renyah dengan derajat pengembangan 88% atau yang paling tinggi diantara ketiga metode penggorengan. Tekstur yang dihasilkan berbeda antara apel dengan penggorengan biasa dengan apel dengan vacuum frying. Apel pada vacuum frying memiliki tekstur yang agak renyah sedangkan apel dengan penggorengan biasa memiliki tekstur tidak renyah. Derajat pengembangannya juga berbeda, derajat pengembangan vacuum frying yang paling besar. Dengan perbedaan suhu awal menggoreng pada singkong, menyebabkan warna yang dihasilkan berbeda, pada penggorengan biasa warna menjadi coklat dan kuning kecoklatan pada vacuum frying. Dari pembahasan diatas menunjukan perlakuan yang paling cocok untuk apel adalah penggorengan dengan vacuum frying sesuai dengan teori bahwa Penggorengan vakum (vacuum frying) menjadi salah satu pilihan industri dalam memproduksi keripik buah-buahan dan sayur-sayuran, karena produk yang dihasilkan dari proses penggorengan vakum memiliki warna serta cita rasa yang lebih baik, jika dibandingkan dengan produk yang dihasilkan dari cara memanggang atau merebus ( Garayo, 2002).Opak singkong pada saat digoreng pada suhu awal sebelum minyak mendidih warna opak singkong berubah dari putih menjadi putih kekuningan, teksturnya berubah menjadi renyah. Dan memiliki rata-rata derajat pengembangan 101,72%. Pada opak yang digoreng pada suhu awal setelah minyak mendidih warna opak berubah dari putih menjadi putih kekuningan, teksturnya berubah menjadi sangat renyah. Dan memiliki rata-rata derajat pengembangan 106,72 %. Dengan perbedaan suhu awal menggoreng pada opak, menyebabkan warna yang dihasilkan berbeda, suhu awal yang tinggi menyebabkan opak berubah menjadi kuning kecoklatan, sedangkan pada suhu awal yang rendah opak singkong warnanya masih putih kekuningan. Tekstur yang dihasilkan juga berbeda opak yang digoreng sebelum minyak mendidih lebih bantat karena air yang menguap belum sempurna, sedangkan pada suhu awal yang tinggi opak menjadi lebih renyah. Derajat pengembangannya juga berbeda suhu awal sebelum mendidih derajat pengembangannya lebih kecil, dan pada suhu awal setelah mendidih opak mengembang dengan baik sehingga derajat pengembangannya pun lebih tinggi. Opak berpati segar dan kadar air tinggi, tetapi proses pembuatannya berbeda dengan chips, sebelum bahan digoreng bahan yang sudah dicampur bumbu dikeringkan dahulu sehingga kadar airnya lebih sedikit dari chips, sehingga opak lebih bisa mengembang. Opak sebelum dicetak dihaluskan sehingga pati dapat mengikat air, lalu saat digoreng air menguap, lalu uap mulai memuai karena suhunya meningkat lalu uap mendesak dinding sel sehingga opak dapat mengembang. Selanjutnya ada kerupuk pati, pada saat digoreng pada suhu awal sebelum minyak mendidih warna kerupuk pati berubah menjadi kuning kecoklatan, teksturnya berubah menjadi renyah. Dan memiliki derajat pengembangan 149,6%. Sedangkan kerupuk pati yang digoreng pada suhu awal setelah minyak mendidih warna kerupuk pati berubah menjadi putih kekuningan, teksturnya berubah menjadi sangat renyah. Dan memiliki rata-rata derajat pengembangan 193,3%. Dengan perbedaan suhu awal menggoreng pada kerupuk pati, menyebabkan warna yang dihasilkan berbeda, suhu awal yang tinggi menyebabkan kerupuk pati berubah menjadi putih kekuningan, sedangkan pada suhu awal yang rendah kerupuk pati warnanya kuning kecoklatan. Perbedaan warna itu terjadi karena perbedaan lama waktu menggoreng. Tekstur yang dihasilkan juga berbeda kerupuk pati yang digoreng sebelum minyak mendidih tidak renyah, sedangkan pada suhu awal yang tinggi kerupuk pati menjadi lebih renyah. Derajat pengembangannya juga berbeda suhu awal sebelum mendidih derajat pengembangannya lebih kecil, dan pada suhu awal setelah mendidih kerupuk pati mengembang dengan baik sehingga derajat pengembangannya pun lebih tinggi. Kerupuk pati terbuat dari pati murni yang dibuat adonan dan tidak dicampur bahan lain kecuali bumbu. Sebelum dicetak adonan kerupuk di steam blanching dulu supaya pati tergelatinisasi. Lalu didinginkan semalam supaya plastis (retrogradasi) lalu dikeringkan hingga kering patah. Air yang ada dalam kerupuk menjadi uap air ketika digoreng. Karena tidak ada komponen lain selain amilosa dan amilopektin jadi kerupuk mengembang dengan baik.Yang selanjutnya adalah kerupuk udang, pada saat digoreng pada suhu awal sebelum minyak mendidih warna kerupuk udang berubah menjadi coklat, teksturnya berubah menjadi renyah. Dan memiliki rata-rata derajat pengembangan 122%. Sedangkan pada kerupuk udang yang digoreng pada suhu awal setelah minyak mendidih warna kerupuk udang berubah menjadi putih kekuningan dengan rata-rata derajat pengembangan 112%. Dengan perbedaan suhu awal menggoreng pada kerupuk udang, menyebabkan warna yang dihasilkan berbeda, suhu awal yang tinggi menyebabkan kerupuk udang berubah menjadi putih kekuningan, sedangkan pada suhu awal yang rendah kerupuk udang warnanya menjadi coklat. Hal itu terjadi karena dibutuhkan waktu lebih lama untuk membuat tekstur kerupuk udang yang digoreng pada suhu sebelum minyak mendidih menjadi renyah sehingga warna kerupuk udang menjadi lebih coklat. Tekstur yang dihasilkan juga berbeda kerupuk udang yang digoreng sebelum minyak mendidih renyah, sedangkan pada suhu awal yang tinggi kerupuk udang menjadi sangat renyah. Derajat pengembangannya juga berbeda suhu awal setelah mendidih derajat pengembangannya lebih kecil, dan pada suhu awal sebelum mendidih kerupuk udang memiliki derajat pengembangan lebih besar. Hal tersebut bisa terjadi karena perbedaan lama waktu menggoreng sehingga bahan belum mengembang sempurna atau karena kadar air yang terkandung dalam kerupuk masih cukup tinggi. Kerupuk udang terbuat dari pati murni yang dibuat adonan dan dicampur dengan bahan lain seperti udang dan juga bumbu. Proses pembuatannya sama seperti kerupuk pati, yaitu sebelum dicetak adonan kerupuk di steam blanching dulu supaya pati tergelatinisasi. Lalu didinginkan semalam supaya plastis (retrogradasi) lalu dikeringkan hingga kering patah. Air yang ada dalam kerupuk menjadi uap air ketika digoreng. Kerupuk udang mengandung komponen lain selain amilosa dan amilopektin yaitu protrin yang berasal dari udang. Hal ini selaras dengan pendapat Siaw (1985) Semakin banyak penambahan bahan baku bukan pati semakin kecil pengembangan kerupuk pada saat penggorengan dan pengembangan menentukan kerenyahannya. Granula pati yang tidak terglatinisasi secara sempurna akan menghasilkan daya pengembang yang rendah selama penggorengan produk akhirnya. Granula-granula pati yang terglatinisasi sempurna akan akan mengakibatkan pemecahan sel-sel pati lebih baik selama penggorengan.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan1. Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng. Penggorengan adalah salah satu proses pengolahan makanan yang digunakan untuk mengubah kualitas bahan pangan.2. Metode penggorengan ada 2 yaitu deep fat frying dan shallow frying.3. Singkong, apel, opak, kerupuk pati dan kerupuk udang memiliki derajat pengembangan yang berbeda beda, dan waktu yang berbeda. 4. Faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut adalah :a. Kondisi bahan awalb. Bahan bakuc. Kadar air bahand. Suhu penggorengane. Proses pembuatan produk5. Warna yang dihasilkan antara putih kekuningan sampai coklat dan tekstur atau rasanya antara tidak renyah sampai sangat renyah.

B. Saran1. Praktikum dasar teknologi pengolahan sudah bagus. Karena bahan untuk praktikum sudah tersedia. 2. Asisten praktikumnya pun dapat menjelaskan prosedur kerja dengan baik.3. Untuk masalah alat sedikit ada masalah karena alatnya terbatas sehingga praktikumnya harus bergantian.

DAFTAR PUSTAKA

Andoko, A. dan Parjimo. 2007 Budi Daya Singkong: umbi jalar. Agromedia Pustaka, Jakarta.Disrosier, Norman W. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Fellow. 2000. Food Processing Technology Principles and Practice 2nd ed. CRD Press LLC, USA. Garayo, J. dan Moriera, R. 2002. Vacuum frying of potato chips. Journal of Food Engineering. vol 55. halaman 181-191.

Irwansyah. 2007. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya.

Kemal. 2000. Apel. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. UI-Press, Jakarta.

Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Lastriyanto A. 2006.Mesin Penggoreng Vakum (Vacuum Fryer). Lastrindo Engineering, Malang.

Moriera, R. 2004. Deep fat frying, fundamental and aplications. Aspen publisher inc, Gaithersburg.

Muchtadi,Tien R dan Ayustaningwarno, Fitriyono. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfa Beta, Bandung.

Setyaji Hajar, Viny Suwita, dan A. Rahimsyah. 2012. Sifat Kimia dan Fisika Kerupuk Opak dengan Penambahan Daging Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus). Jurnal Penelitian Universitas Jambi seri sains. Vol. 14 No.1 Januari-Juni

Soemarmo. 2005. Kerupuk Udang. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wahyuni, M. 2007. Kerupuk Tinggi Kalsium: Nilai Tambah Limbah Cangkang Kerang Hijau Melalui Aplikasi Teknologi Tepat Guna.Wibowo, C., Dwiyanti, H. dan Hariyanti, P. 2006. Peningkatan kualitas keripik kentang varietas granola dengan metode pengolahan sederhana. Jurnal Akta Agrosia 9: 102-109.

LAMPIRAN