37
Laboratorium Mikrobiologi Teknik Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik 1 LAPORAN RESMI PEMBUATAN TEMPE KEDELE DAN TAPE SINGKONG I. Tujuan I.1 Pembuatan Tempe Kedele Mengetahui bahwa jamur dapat memfermentasikan suatu bahan sehingga mudah dicernakan oleh usus. I.2 Pembuatan Tape Singkong 1. Untuk mengetahui cara penerapan bioteknologi dengan fermentasi tape. 2. Untuk mengetahui peranan organisme Saccharomyces cerevisiae dalam peragian. II. Data Pengamatan II.1 Pembuatan Tempe Kedele Pengamatan 19 jam Variabel Gambar Tekstur Kondisi Jamur Kerapat an hifa Daun pisang tanpa lubang Kasar, masih berwujud kedelai Tumbuh sedikit di permukaan kedelai berupa bintik- bintik putih Sangat tidak rapat Daun pisang berlubang Kasar, masih berwujud kedelai Tumbuh sedikit di permukaan kedelai berupa bintik- bintik putih Tidak rapat

lapres 5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

percobaan pembuatan tempe kedele dan tape singkong

Citation preview

Page 1: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik1

LAPORAN RESMI

PEMBUATAN TEMPE KEDELE DAN TAPE SINGKONG

I. Tujuan

I.1 Pembuatan Tempe Kedele

Mengetahui bahwa jamur dapat memfermentasikan suatu bahan sehingga

mudah dicernakan oleh usus.

I.2 Pembuatan Tape Singkong

1. Untuk mengetahui cara penerapan bioteknologi dengan fermentasi tape.

2. Untuk mengetahui peranan organisme Saccharomyces cerevisiae dalam

peragian.

II. Data Pengamatan

II.1 Pembuatan Tempe Kedele

Pengamatan 19 jam

Variabel Gambar Tekstur Kondisi JamurKerapatan hifa

Daun pisang tanpa lubang

Kasar, masih berwujud kedelai

Tumbuh sedikit di permukaan kedelai berupa bintik-bintik putih

Sangat tidak rapat

Daun pisang berlubang

Kasar, masih berwujud kedelai

Tumbuh sedikit di permukaan kedelai berupa bintik-bintik putih

Tidak rapat

Plastik tanpa lubang

Kasar, masih berwujud kedelai

Tumbuh sangat sedikit, terdapat bintik-bintik putih sedikit

Sangat tidak rapat

Plastik dengan lubang

Kasar, masih berwujud kedelai

Tumbuh sedikit di permukaan kedelai berupa bintik-bintik putih

Tidak rapat

Page 2: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik2

Petridish tertutup

Kasar, masih berwujud kedelai

Tumbuh sangat sedikit, terdapat bintik-bintik putih sedikit

Sangat tidak rapat

Petridishterbuka

Kasar, masih berwujud kedelai

Tumbuh sedikit di permukaan kedelai berupa bintik-bintik putih

Tidak rapat

Pengamatan 43 jam

Variabel Gambar Tekstur Kondisi JamurKerapatan hifa

Daun pisang tanpa lubang

Halus dan rata

Tumbuh banyak dan berwarna putih

Rapat

Daun pisang berlubang

Halus dan rata

Tumbuh banyak, berwarna putih, permukaan tepi berwarna kehitaman

Sangat rapat

Plastik tanpa lubang

Masih terlihat kedelai yang utuh dan tidak tertutup hifa

Tumbuh sedikit hifa berwarna putih dan tipis

Kurang rapat

Plastik dengan lubang

Halus dan rata

Tumbuh banyak, rata, dan berwarna putih

Sangat rapat

Page 3: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik3

Petridish tertutup

Halus dan rata

Tumbuh banyak, rata, dan berwarna putih

Sangat rapat

Petridishterbuka

Kasar dan kedelai tampak mengkerut

Tumbuh tipis berwarna coklat kekuningan

Kurang rapat

II.2 Pembuatan Tape Singkong

Dari pengamatan selama 19 jam didapatkan tape singkong sebagai berikut:

Foto Hasil Pengamatan Keterangan

- Warna : putih tulang kekuningan

- Tekstrur : lunak, bubuk-bubuk ragi masih

terlihat

- Bau : aroma tape

- Rasa : manis

Dari pengamatan selama 43 jam didapatkan tape singkong sebagai berikut:

Foto Hasil Pengamatan Keterangan

- Warna : putih tulang kekuningan

- Tekstrur : lunak, lembut, dan berair

- Bau : aroma tape lebih menyengat

- Rasa : manis keasaman (seperti rasa

tape di pasaran)

III. Pembahasan

III.1 Pembuatan Tempe Kedele

Page 4: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik4

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui bahwa jamur dapat

memfermentasikan suatu bahan sehingga mudah dicernakan oleh usus. Bahan

yang digunakan dalam percobaan ini adalah kedelai yang kemudian

difermentasikan sehingga menjadi tempe.

Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae, sub

famili Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai liar yang

disebut Glycine unriensis ( Samsudin, 1985 ). Komposisi kimia kedelai adalah

40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2% karbohidrat, 4,3% serat kasar, 4,5% abu, dan

6,6% air (Snyder and Kwon, 1987).

(Dwinaningsih, 2010, 31)

Protein kedelai mengandung 18 asam amino, yaitu 9 jenis asam amino

esensial dan 9 jenis asam amino nonesensial. Asam amino esensial meliputi sistin,

isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan dan valin. Asam

amino nonesensial meliputi alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin, asam

aspartat dan asam glutamat. Selain itu, protein kedelai sangat peka terhadap

perlakuan fisik dan kemis, misalnya pemanasan dan perubahan pH dapat

menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti kelarutan, viskositas dan berat

molekul. Perubahan-perubahan pada protein ini memberikan peranan sangat

penting pada pengolahan pangan (Cahyadi, 2006).

(Dwinaningsih, 2010, 32-33)

Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis

kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan

Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan

sumber protein nabati. Di Indonesia pembuatan tempe sudah menjadi industri

rakyat (Francis F. J., 2000 dalam Suharyono A. S. dan Susilowati, 2006). Tempe

mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak,

karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe

lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan

kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks

menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).

(Dwinaningsih, 2010, hal 28)

Page 5: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik5

Tempe juga mengandung superoksida desmutase yang dapat menghambat

kerusakan sel dan proses penuaan. Dalam sepotong tempe, terkandung berbagai

unsur yang bermanfaat, seperti protein, lemak, hidrat arang, serat, vitamin, enzim,

daidzein, genestein serta komponen antibakteri dan zat antioksidan yang

berkhasiat sebagai obat, diantaranya genestein, daidzein, fitosterol, asam fitat,

asam fenolat, lesitin dan inhibitor protease (Cahyadi, 2006).

(Dwinaningsih, 2010, hal 35)

Tempe mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor

spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada

permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-

miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya

degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya

flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).

(Dwinaningsih, 2010, hal 33)

Kata fermentasi berasal dari Bahasa Latin “fervere” yang berarti merebus (to

boil). Arti kata dari Bahasa Latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan

bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada

ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung karbondioksida

dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula. Fermentasi

mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu

substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

(Suprihatin, 2010, hal 1-2)

Dalam proses fermentasi, mikroorganisme harus mempunyai 3 (tiga)

karakteristik penting yaitu:

1. Mikroorganisme harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan

lingkungan yang cocok untuk memperbanyak diri.

2. Mikroorganisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan

fisiologi dan memilki enzim-enzim esensial yang mudah dan banyak supaya

perubahanperubahan kimia yang dikehendaki dapat terjadi.

3. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan harus sesuai supaya

produksi maksimum.

Page 6: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik6

(Suprihatin, 2010, hal 4-5)

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah

sebagai berikut:

1. Oksigen

Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu

cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan

panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila

digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada

kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan

lubang lainnya sekitar 2 cm.

2. Uap air.

Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini

disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk

pertumbuhannya.

3. Suhu.

Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik,

yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27°C). Oleh karena itu, maka pada

waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.

4. Keaktifan Laru.

Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya.

Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu

lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.

(Suprihatin, 2010, hal 40)

Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan

kapang. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana

setelah 24 jam fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi

sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64%

(Sudarmaji dan Markakis, 1977). Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama

fermentasi tempe adalah berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab

flatulence. Penurunan tersebut akan terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam.

Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan

Page 7: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik7

peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam

(Murata et al., 1967). Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula

selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan

thiamin(Shurtleff dan Aoyagi).

(Suprihatin, 2010, hal 42)

Enzim – enzim yang dihasilkan dalam proses fermentasi ini antara lain

adalah proteolitik atau protease dan lipase. Adanya enzim proteolitik

menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi asam amino. Degradasi protein

ini juga menyebabkan peningkatan pH. Nilai pH tempe yang baik berkisar antara

6,3 – 6,5. Aktivitas protease terdeteksi setelah fermentasi 12 jam ketika

pertumbuhan hifa kapang masih relative sedikit. Hanya 5% dari hidrolisis protein

yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Sisanya terakumulasi dalam

bentuk peptida dan asam amino.

(Hidayat, 2006, hal. 101)

Enzim lipase memulai aktivitasnya di awal fermentasi yang ditandai dengan

meningkatnya asam lemak bebas yang terdeteksi setelah 12 jam fermentasi.

Monogliserida sebagai hasil perombakan lipase mencapai 80% pada akhir

fermentasi tempe. Lemak dalam tempe tidak mengandung kolesterol. Lemak

dalam tempe juga tahan terhadap ketengikan karena adanya antioksidan alami

yang dihasilkan oleh kapang. Antioksidan tersebut adalah genestein, deidzein,

dam 6,7,4 trihidroksi-isoflavon. Selain itu, Rhizopus oligosporus memproduksi

enzim pendegradasi karbohidrat seperti amilase, selulase, xylanase, dan

sebagainya. Selama fermentasi karbohidrat akan berkurang karena dirombak

menjadi gula – gula sederhana. Kandungan serat kasar akan meningkat akibat

pertumbuhan kapang.

(Hidayat, 2006, hal. 102)

Apabila tempe yang akan diproduksi lebih diutamakan nilai gizinya, maka

Rhizopus oligosporus memegang peranan terpenting. Hal ini disebabkan karena

selama fermentasi berlangsung, Rhizopus oligosporus mensintesa lebih banyak

enzim protease yang dapat merombak protein menjadi senyawa yang lebih

sederhana dan juga memproduksi enzim fitase yang berfungsi memecah fitat yang

Page 8: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik8

merugikan, yaitu mengikat beberapa mineral sehingga tidak dapat dimanfaatkan

secara optimal dalam tubuh. Sedangkan Rhizopus oryzae mensintesa lebih banyak

enzim amilase. Maka dari itu, dalam pembuatan tempe lebih baik untuk

mencampur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae dengan proporsi 2:1.

( Hendrianie, 2001, halaman 11-15)

Pembuatan tempe pada percobaan ini dilakukan pada 6 variabel yang

berbeda yaitu menggunakan petridish yang tertutup, petridish tanpa tutup, plastik

dengan lubang, plastik tanpa lubang, daun pisang dengan lubang dan daun pisang

berlubang. Penentuan variabel ini dilakukan untuk mengetahui media yang paling

tepat untuk pengembangbiakan dan untuk mengetahui apakah proses fermentasi

berlangsung secara aerob atau anaerob.

Langkah pertama yang dilakukan adalah memilih kedelai yang berkualitas

baik, yaitu memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi. Biasanya didalam

biji kedelai tercampur kotoran seperti pasir atau biji yang keriput dan keropos.

Pemilihan kedelai ini dapat dilakukan dengan memilih kedelai yang tenggelam

saat dimasukkan kedalam air (tidak mengapung). Proses ini bertujuan untuk

memperoleh produk tempe yang berkualitas.

(Dwinaningsih, 2010, hal 37)

Kemudian menimbang 300 gram kedelai pilihan tersebut, setelah itu

kedelai dicuci menggunakan air bersih. Pencucian ini bertujuan untuk

menghilangkan kotoran yang melekat amupun tercampur diantara biji

kedelai.Setelah bersih, kemudian kedelai direbus selama kurang lebih 30 menit.

Perebusan pertama ini bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan

dalam pengupasan kulit ari .

(Dwinaningsih, 2010, hal 37-38)

Langkah selanjutnya adalah melakukan perendaman kedelai yang telah

direbus menggunakan air rebusan selama kurang lebih 1 malam dan

menambahkan 10 mL asam cuka per liter air perebus. Menurut literatur tujuan

tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya

fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh

Page 9: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik9

munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri

Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum, asam perlu

ditambahkan pada air rendaman. Turunnya pH kedelai karena rendahnya pH di air

rendaman memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan jamur.

Selain itu semakin rendah pH larutan, bakteri kontaminan khususnya E.coli

akan berkurang atau bahkan mati karena E.coli tidak daat tumbuh dalam kondisi

asam, sedangkan bakteri asam laktat memiliki ketahanan terhadap kondisi stress

seperti pH asam, dll. Keasaman pH rendah merupakan substansi yang bersifat

toksik bagi bakteri kontaminan, dengan menghasilkan pH rendah disekelilingnya.

pH di bawah 5 efektif mematikan jumlah populasi bakteri gram negatif.

(Indrawati, 2010 hal 4-5)

Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar air

biji naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %

(Dwinaningsih,2010, hal 38-39). Air sangat penting untuk pertumbuhan mikroba

karena selain merupakan 80% dari berat sel mikroba juga karena air berfungsi

sebagai reaktan misalnya dalam reaksi hidrolisis, dan sebagai produk misalnya

dari reduksi oksigen dalam sistem transpor elektron.

(Suprihatin, 2010, hal 15)

Keuntungan lain dari kondisi asam dalam biji adalah menghambat kenaikan

pH sampai di atas 7,0 karena adanya aktivitas proteolitik jamur dapat

membebaskan amonia sehingga dapat meningkatkan pH dalam biji. Pada pH di

atas 7,0 dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur

tempe. Dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil terhadap pemanasan dan

larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus oligosporus, dan juga

dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur tersebut. Hal ini

menunjukkan bahwa perendaman dan pencucian sangat penting untuk

menghilangkan komponen tersebut. Salah satu faktor yang penting dalam

terjadinya perubahan selama perendaman adalah terbebasnya senyawa-senyawa

isoflavon dalam bentuk bebas (aglikon), dan teristimewa hadirnya Faktor-II

(6,7,4’ tri-hidroksi isoflavon), yang terdapat pada tempe tetapi tidak terdapat pada

Page 10: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik10

kedelai, ternyata berpotensi tinggi (dibandingkan dengan isoflavon lainnya)

sebagai antioksidan

(Dwinaningsih,2010, hal 38-39)

Langkah selanjutnya adalah membersihkan kedelai dari kulit arinya. Hal ini

dilakukan agar proses fermentasi dapat berjalan dengan sempurna. Jika kulit asi

tidak dibersihkan maka kulit ari dapat menghalangi jamur Rhizopus oryzae dalam

memecahkan molekul protein.

Setelah kedelai benar-benar bersih, kedelai direbus kembali dengan air baru

yang bersih. Perebusan dilakukan selama kurang lebih 90 menit. Hal ini

dikarenakan kedelai sebagai bahan baku tempe, selain mengandung zat gizi tetapi

secara alami mengandung zat anti gizi antara lain tripsin inhibitor, asam fitat,

saponin serta anti gizi yang lain. Tripsin inhibitor adalah senyawa yang

menghambat aktivitas tripsin. padahal, tripsin adalah enzim pencerna protein yang

dihasilkan oleh pangkreas. Jika tripsin terblokir oleh tripsin inhibitor maka

aktivitas tripsin dalam mencerna protein menjadi terhambat, artinya protein yang

terdapat dalam makanan menjadi tidak dapat dicerna oleh tubuh atau sia-sia

terbuang. Sedangkan asam fitat akan mengikat mineral seng, besi dan kalsium

dalam makanan dan berdampak pada ketidak ketersediaan mineral tersebut pada

makanan. saponin banyak terdapat pada kulit kedelai yang menyebabkan rasa

pahit. Senyawa-senyawa antigizi tersebut di atas dapat dinetralisir/inaktivasi

dengan pemanasan yang sempurna.

(Mutiara, 2010, hal 4)

Setelah pemanasan selama kurang lebih 90 menit, kedelai yang telah direbus

ditiriskan pada nyiru yang beralaskan daun pisang. Kemudian kedelai didinginkan

sebelum dilakukan proses peragian. Pendinginan ini dilakukan agar ragi yang

diberikan pada kedelai tidak mati karena suhu yang terlalu tinggi. Selain itu

kedelai tujuan dibiarkan dingin agar uap panasnya keluar dan permukaan kedelai

kering sehingga terhindar dari pertumbuhan mikroorganisme yang tidak

dikehendaki. Tampah yang digunakan untuk penirisan dan pendinginan ini

dilapisi dengan daun pisang yang telah dibersihkan, sehingga bebas dari kotoran

Page 11: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik11

dan zat yang dapat menghambat pertumbuhan ragi. Tahapan ini bertujuan untuk

mengurangi kandungan air dalam biji, mengeringkan permukaan biji, dan

menurunkan suhu biji sampai sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur. Air yang

berlebihan dalam biji dapat menghambat pertumbuhan jamur dan menstimulasi

pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan sehingga dapat menyebabkan

pembusukan.

(Hidayat, 2006, halaman 95)

Setelah kedelai dingin (kurang lebih pada suhu ruangan), ragi tempe

ditaburkan secara merata pada kedelai. Ragi tempe yang digunakan untuk 300

gram kedelai ini adalah 0,6 gram. Selanjutnya tempe dibagi menjadi 6 bagian dan

dimasukkan kedalam masing masing variabel yaitu petridish dengan tutup,

petridish tanpa tutup, plastik tanpa dilubangi, plastik dengan lubang, daun pisang

tanpa lubang dan daun pisang yang diberi lubang. Penentuan variabel ini

dilakukan untuk mengetahui media yang paling tepat untuk pengembangbiakan

dan untuk mengetahui apakah proses fermentasi berlangsung secara aerob atau

anaerob.

Sebelum petridish digunakan, petridish harus disterilkan terlebih dahulu.

Sterilisasi ini bertujuan untuk mematikan bakteri yang ada pada alat yang

digunakan sehingga menghindari adanya kontaminasi pada biakan. Sterilisasi

dilakukan dengan memasukkan alat-alat tersebut diatas ke dalam autoclave pada

suhu 121°C selama 15 menit. Sterilisasi dalam autoclave sangat efektif ketika

organisme dikontakan langsung dengan steam yang mengandung sedikit cairan

(air). Pada kondisi ini, steam berada pada tekanan kurang lebih 15 psi (121°C)

akan membunuh semua mikroorganisme dan endosporanya dalam waktu sekitar

15 menit.

(Tortora, 2010, hal 188)

Langkah selanjutnya adalah memasukkan kedelai yang telah dimasukkan

dalam masing-masing variabel ke dalam inkubator agar terjadi proses fermentasi.

Ikubasi dilakukan pada suhu 30°C . Setelah 19 jam dilakukan pengamatan. Dari

hasil pengamatan pada jam ke 19 didapatkan data sebagai berikut :

Page 12: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik12

Gambar III.1 Pengamatan pada jam ke-19 tempe dibungkus dengan daun pisang

(a) Tanpa lubang (b) Berlubang

Gambar diatas merupakan gambar tempe yang dibungkus dengan daun pisang

pada pengamatan jam ke-19 inkubasi. Gambar a tidak diberi lubang pada daun

pisang yang membungkus tempe sedangkan gambar b diberi lubang pada daun

pisang pembungkus tempe . Pada tempe yang dibungkus daun pisang tanpa

lubang , tempe memiliki tekstur yang kasar dan masih berwujud kedelai. Begitu

juga pada tempe yang dibungkus daun pisang yang diberi lubang, memiliki tekstur

yang masih kasar dan masih berwujud kedelai. Namun pada variabel daun pisang

yang diberi lubang di permukaannya tumbuh sedikit jamur berupa bintik bintik

putih dan hifanya tidak rapat.

Pada tempe yang dibungkus dengan plastik tanpa lubang maupun

berlubang ,juga memiliki tektur yang masih kasar dan masih berwujud kedelai.

Jamur yang tumbuh sangat sedikit dilihat dengan adanya sedikit bintik bintik

putih. Kondisi hifa yang tumbuh sangat tidak rapat. Namun pada variabel plastik

berlubang, kondisi tempe lebih rapat dari pada variabel plastik tanpa lubang.

Gambar III.2 berikut ini merupakan gambar tempe yang dibungkus dengan plastik

pada pengamatan ke 19

(a) (b)

(a) (b)

Page 13: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik13

Gambar III.2 Pengamatan pada jam ke-19 tempe dibungkus dengan plastik (a)

Tanpa lubang (b) Berlubang

Gambar III.3 Pengamatan pada jam ke-19 tempe diletakkan pada petridish

(a)Tertutup (b) Terbuka

Gambar III.3 diatas merupakan gambar hasil pengamatan kedelai yang

diletakkan pada petridish pada pengamatan jam ke-19. Gambar (a) dalam petridish

dalam kondisi tertutup, sedangkan gambar (b) petridish dalam kondisi tertutup.

Pada pengamatan jam ke-19 ini kedua tempe masih berbentuk kedelai dan hifa

belum terlihat. Namun pada petridish yang terbuka dapat terlihat sedikit hifa yang

tumbuh berupa bintik bintik putih.

Dari hasil pengamatan jam ke-19 tersebut secara keseluruhan tempe belum

terbentuk, hanya tumbuh sedikit jamur berupa bintik-bintik putih. Belum

terbentuknya tempe pada pengamatan jam ke-19 ini diperkirakan karena

fermentasi baru memasuki fase pertumbuhan cepat .

Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu :

1. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi kenaikan jumlah asam

lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan

terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin lebat

sehingga menunjukkan massa yang lebih kompak.

2. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi

tempe, dimana tempe siap dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu,

(a) (b)

Page 14: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik14

jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap

atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih

kompak.

3. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fementasi) terjadi

penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur

menurun, dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi

perubahan flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk amonia

(Hidayat, 2006, halaman 99)

Gambar III.4 Pengamatan pada jam ke-43 tempe dibungkus dengan daun pisang

(a) Tanpa lubang (b) Berlubang

Gambar diatas merupakan gambar tempe yang dibungkus dengan daun pisang

setelah diinkubasi selama 43 jam. Gambar (a) merupakan tempe yang dibungkus

daun bisang tanpa lubang dan gambar (b) merupakan tempe yang dibungkus

dengan daun pisang yang diberi lubang. Berbeda dengan pengamatan jam ke-19,

pada pengamatan jam ke-43 kedua tempe sudah terbentuk tempe. Pada tempe

yang dibungkus dengan daun pisang tanpa lubang tempe yang terbentuk memiliki

tekstur yang halus dan rata. Banyak jamur yang tumbuh dan berwarna putih dan

hifanya rapat. Begitu juga pada tempe yang di bungkus dengan daun pisang

berlubang juga memiliki tekstur yang halus dan rata.Namun jamur yang tumbuh

lebih banyak , berwarna putih dan di permukaan tepi tempe terdapat hifa yang

berwarna kehitaman. Hifa jamur yang tumbuh sangat rapat. Pada tempe yang

dibungkus daun pisang tanpa lubang, jamur masih dapat tumbuh dan melakukan

fermentasi karena oksigen masih dapat masuk kedalam daun pisang sehingga

jamur dapat tumbuh.

a b

Page 15: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik15

Gambar III.5 Pengamatan pada jam ke-43 tempe dibungkus dengan plastik (a)

Tanpa lubang (b) Berlubang

Pada gambar III.5 dapat dilihat pengamatan tempe yang dibungkus dengan

plasik pada pengamatan jam ke-43. Gambar (a) merupakan variabel plastik tanpa

lubang , dan gambar (b) merupakan variabel plastik dengan lubang. Tempe yang

dibungkus dengan plastik tanpa lubang pada pengamatan jam ke-43 dapat dilihat

bahwa masih ada kedelai yang terlihat utuh dan tidak tertutup hifa. Dapat dilihat

bahwa tumbuh sedikit hifa berwarna putih tipis dan kurang rapat. Pada plastik

yang diberi lubang, tempe sudah terbentuk dan jamur yang tumbuh banyak juga

rata serta berwarna putih. Hal ini disebabkan oksigen dibutuhkan untuk

pertumbuhan kapang/jamur. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik

sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi

lubang.

(Suprihatin, 2010, hal 40)

Kelompok kapang Rhizopus oryzae merupakan mikroorganisme yang bersifat

anaerob fakultatif. Organisme anaerob fakultatif merupakan organisme yang

menggunakan oksigen untuk hidup akan tetapi masih dapat hidup melaui

fermentasi atau respirasi anaerob ketika tidak terdapat oksigen. Akan tetapi

efisiensi dalam memproduksi energi berkurang dengan tidak adanya oksigen.

Oleh karena itu, hifa yang terbentuk pada plastik yang berlubang sangat banyak

serta tempe yang terbentuk padat, sedangkan hifa yang terbentuk pada variabel

plastik tanpa lubang sedikit dan tempe yang terbentuk belum sempurna serta

masih ada yang berbentuk kedelai utuh.

(Tortora, 2010, hal 161)

(a) (b)

Page 16: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik16

Gambar III.6 Pengamatan pada jam ke-43 tempe diletakkan pada petridish

(a)Tertutup (b) Terbuka

Pada tempe dalam petridish tertutup, jamur tumbuh lebih subur , berwarna

putih dan menutup seluruh permukaan tempe . Sedangkan pada petridish yang

terbuka , jamur tumbuh akan tetapi kering dan mengeras. Selain itu terdapat warna

hitam pada beberapa bagian. Hal ini dikarenakan oksigen dibutuhkan untuk

pertumbuhan kapang. Pada petridish yang tertutup masih terdapat oksigen yang

dapat masuk kedalam petridish sehingga jamur/kapang dapat tumbuh dengan baik.

Namun aliran udara yang terlalu cepat pada petridish yang terbuka menyebabkan

proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat

merusak pertumbuhan kapang. Sehingga pada petrisdish yang terbuka, tempe

yang dihasilkan menjadi keras, memadat dan terdapat warna hitam pada jamur

yang tumbuh

(Suprihatin,2010,hal 40)

Hasil pengamatan ke-43 menunjukan perbedaan yang signifikan

dibandingkan dengan pengamatan jam ke-19. Pada pengamatan jam ke-43 telah

terbentuk hifa yang rapat, berbeda dengan pengematan jam ke-19 dimana hifa

yang terbentuk masih sangat sedikit. Hal ini diperkirakan karena pada jam ke-43 ,

proses fermentasi memasuki fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase

optimal fermentasi tempe, dimana tempe siap dipasarkan. Pada fase ini terjadi

penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur

hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur

lebih padat.

(Hidayat, 2006, hal 99)

(a) (b)

Page 17: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik17

Dari keenam variabel diatas dapat dilihat bahwa tempe yang terbentuk paling

baik pada variabel pembungkus daun pisang yang diberi lubang. Hal ini

disebabkan karena daun pisang memiliki pori-pori yang besar sehingga

memungkinkan oksigen masuk kedalam dan digunakan oleh jamur untuk

melakukan fermentasi secara aerob sehingga tempe dapat terbentuk dengan hasil

yang baik. Tempe yang baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak

dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh

pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang padat juga disebabkan oleh miselia-

miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya

degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya

flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).

(Dwinaningsih, 2010, hal 33)

Syarat yang harus dimiliki oleh bahan pembungkus selama fermentasi

antara lain :

a. Menjamin aerasi, tetapi tidak memberikan udara berlebihan

b. Mempertahankan kelembaban biji kedelai

c. Mencegah kontak air yang tidak terserap biji dengan biji yang sedang

mengalami fermentasi.

d. Mempertahankan kebersihan dan kenampakan yang baik.

(Mas’ud, 2012)

Proses fermentasi yang terjadi pada tempe berfungsi untuk mengubah

senyawa makromolekul komplek yang terdapat pada kedelai (seperti protein,

lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida,

asam amino, asam lemak dan monosakarida. Spesies-spesies kapang yang terlibat

dalam fermentasi tempe tidak memproduksi racun, bahkan kapang itu mampu

melindungi tempe terhadap kapang penghasil aflatoksin, jamur yang dipakai

untuk membuat tempe dapat menurunkan kadar aflatoksin hingga 70%. Selain itu

tempe juga mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi kapang selama

fermentasi berlangsung (Ali, 2008).

(Dwinaningsih,2010, hal 40)

III.2 Pembuatan Tape Singkong

Page 18: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik18

Percobaan pembuatan tape singkong ini bertujuan untuk mengetahui cara

penerapan bioteknologi dengan fermentasi tape dan untuk mengetahui peranan

mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae dalam peragian.

Singkong atau ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu

sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar

setelah padi dan jagung. Tanaman ini merupakan bahan baku yang paling

potensial untuk diolah menjadi tepung. Singkong segar mempunyai komposisi

kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar

protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber

karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein.

Singkong segar mengandung senyawa glokosida sianogenik dan bila terjadi

proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam

sianida (HCN) yang ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin

(racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm.

(Badan Litbang Pertanian, 2011, hal 2)

Singkong merupakan bahan baku yang sangat baik untuk produk fermentasi,

karena kadar pati yang tinggi. Beberapa produk tersebut adalah: tape (tradisional),

maltodekstrin, glukosa, fruktosa, sorbitol, bioetanol dan berbagai asam organik.

Pada pelatihan ini akan diuraikan tentang produk-produk tersebut dan praktek

proses pembuatan glukosa cair dari tapioka

(Badan Litbang Pertanian, 2011, hal 5)

Tape adalah sejenis penganan yang dihasilkan dari proses peragian

(fermentasi). Tape bisa dibuat dari ubi kayu dan hasilnya dinamakan tape

singkong. Pembuatan tape memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi

agar singkong atau ketan dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang baik.

Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk membuat tape ubi kayu, tape ketan

dan tape beras dan tape yang lain(Iptek, 2009c).

Tape adalah kudapan yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan pangan

berkarbohidrat sebagai substrat oleh ragi. Di Indonesia subtrat ini biasanya salah

satu terbuat dari singkong yang difermentasi oleh ragi yang didominasi oleh

Page 19: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik19

Saccaromyces cerevisae, mempunyai rasa manis, beraroma alkohol dan

mempunyai tekstur yang lunak seperti pasta.

(Wulandari, 2012, halaman 10 )

Ragi tape atau ragi pasar adalah inokulum campuran kapang, khamir dan

bakteri. Mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape antara lain adalah kapang

Amylomyces rouxii, Mucor sp dan Rhizopus sp. Khamir Saccharomycopsis

fibuligera, Saccharomycopsis malanga, Pichia burtonii, Saccharomyces

cereviceae dan Candida utilis serta bakteri Pediococcus sp, dan Bacillus sp.

Kedua kelompok mikroorganisme tersebut bekerja sama dalam menghasilkan tape

(Milmi, 2008).

Saccharomyces cereviceae memiliki daya konversi gula menjadi etanol

yang sangat tinggi. Mikroba tersebut menghasilkan enzim zimase dan invertase.

Enzim zimase berfungsi memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Enzim

invertase mengubah glukosa menjadi etanol pada fermentasi anaerob

(Judoamidjojo, et al., 1992).

Aspergillus mampu menghasilkan enzim amilase yang mampu menguraikan

amilum menjadi gula sederhana seperti glukosa, sedangkan Acetobacter dapat

mengubah alkohol menjadi asam cuka yang dapat menyebabkan tape memiliki

rasa sedikit asam apabila melewati batas masa fermentasi.

(Hidayat, 2006, halaman 180-181)

Fermentasi anaerob adalah salah satu fermentasi yang pada prosesnya tidak

memerlukan oksigen. Mikroba yang ada dapat mencerna bahan energinya tanpa

oksigen. Adapun reaksi fermentasi anaerob dapat dilihat sebagai berikut :

C6H12O6 2 CH3CH2OH + 2CO2 + Energi

Proses fermentasi dikenal juga dengan proses perombakan karbohidrat. Di

mana dalam proses ini polisakarida akan dirombak atau dipecah menjadi

disakarida dengan menggunakan panas. Panas yang dihasilkan berasal dari ragi

tape tersebut. Kemudian disakarida akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa

dengan bantuan enzim amilase yang berasal dari kapang. Jika ragi semakin

banyak maka enzim amilase juga akan semakin banyak sehingga glukosa dan

S. cereviceae

Page 20: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik20

fruktosa juga akan semakin banyak dan rasanya akan semakin manis. Dalam

proses selanjutnya glukosa akan dirombak menjadi alkohol dan CO2 oleh bantuan

invertase yang berasal dari khamir atau bekteri. Semakin banyak jumlah glukosa

maka akan semakin banyak juga alkohol yang dihasilkan. Apabila fermentasi

anaerob berlangsung lebih lama maka produksi alkohol juga akan semakin

banyak. Dan jika dilanjutkan dengan fermentasi aerob dalam waktu yang cukup

lama maka produksi asam asetat atau juga asam laktat juga akan meningkat. Dan

sebaliknya jika fermentasi aerob sangat singkat maka produksi asam juga akan

sedikit

(Hidayat, 2007).

Lama fermentasi yang dibutuhkan sekitar 30-70 jam dalam kondisi fermentasi

anaerob. Suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan

mikroorganisme adalah 30-350C. Pada saat fermentasi terjadi kenaikan panas,

karena reaksinya eksoterm. Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik,

perlu perlindungan agar suhu dipertahankan tetap 30-350C. Pada percobaan ini

tape yang difermentasi dimasukkan di dalam inkubator pada suhu 350C.

(Karlina, 2008)

Langkah pertama dari percobaan ini adalah memilih singkong yang baik.

Singkong yang baik yaitu tidak terdapat cacat secara fisik, tidak terdapat bintik-

bintik cokelat, maupun bintik-bintik hitam pada bagian daging umbi, bebas dari

bau busuk dan tidak layu, serta sudah matang.

(Karlina, 2008)

Langkah selanjutnya adalah mengupas singkong dan mengikis bagian kulit

arinya hingga kesat. Pengikisan kulit ari singkong ini bertujuan agar tidak

menghambat proses fermentasi. Kemudian singkong yang telah dikupas dipotong

sesuai keinginan. Tujuan pemotongan ini untuk memperbesar luas permukaan

untuk mempercepat proses pemasakan dan fermentasi. Setelah itu, singkong

dicuci hingga bersih dan kemudian ditiriskan hingga kering. Sementara menunggu

kering, mengisi panci dengan air bersih sampai kira-kira terisi seperempat bagian,

lalu dipanskan hingga mendidih. Setelah air mendidih, singkong dimasukkan ke

dalam panci kukus hingga daging singkong matang 75% yang ditandai dengan

Page 21: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik21

sudah bisa ditusuk dengan garpu. Tujuan dari perebusan ini adalah untuk

membuat daging singkong menjadi lebih empuk, sehingga mempermudah proses

fermentasinya.

Langkah selanjutnya adalah mendinginkan singkong hingga mencapai suhu

yang kurang lebih sama dengan suhu kamar. Hal ini bertujuan agar ragi yang

diberikan tidak mati karena suhu yang tinggi. Selain itu, untuk membiarkan uap

panasnya keluar dan sampai permukaannya sedikit mengering agar terhindar dari

pertumbuhan mikroorganisme yang tidak dikehendaki. Setelah singkong benar-

benar dingin, kemudian menaburkan ragi yang telah dihaluskan terlebih dahulu.

Penaburan ragi dilakukan menggunakan saringan agar ragi tetabur merata

diseluruh permukaan singkong.

Singkong yang telah diberi ragi hingga merata kemudian ditutup dengan daun

pisang hingga rapat . Singkong ini harus benar-benar tertutup agar mendapatkan

hasil yang maksimal. Hal ini disebabkan karena fermentasi alkohol berlangsung

secara anaerob (tanpa oksigen bebas).

(Karlina, 2008)

Setelah itu, singkong disimpan dalam inkubator pada suhu 350C. Selama

proses pemeraman tidak boleh dibuka atau terkena tangan agar tape yang

dihasilkan tidak masam.

(Ganawati,2011)

Reaksi yang terjadi selama proses fermentasi adalah sebagai berikut :

Pati Glukosa Alkohol

Pertama, pati yang terkandung di dalam singkong dihidrolisis menjadi

glukosa, selanjutnya glukosa difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi

alkohol menurut reaksi berikut

H2O + C12H22O11 2C6H12O6

2C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

(Karlina, 2008, hal 34)

Dalam proses ini sukrosa diuraikan oleh enzim zimase yang dihasilkan

Saccharomyces cerevisiae menjadi glukosa dan fruktosa. Hal ini yang

menyebabkan rasa manis dalam tape.

hidrolisis fermentasi

zimase

invertase

Page 22: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik22

Dalam proses selanjutnya glukosa akan dirombak menjadi alkohol dan CO2

oleh bantuan invertase. Semakin banyak jumlah glukosa maka akan semakin

banyak juga alkohol yang dihasilkan. Apabila fermentasi anaerob berlangsung

lebih lama maka produksi alkohol juga akan semakin banyak. Inilah yang

menyebabkan aroma alkoholis pada tape.Dan jika dilanjutkan dengan fermentasi

aerob dalam waktu yang cukup lama maka produksi asam asetat juga akan

meningkat. Dan sebaliknya jika fermentasi aerob sangat singkat maka produksi

asam juga akan sedikit

(Hidayat, 2007).

Gambar III.1 Tape singkong hasil fermentasi (a) jam ke-19 (b) jam ke-43

Kemudian dilakukan pengamatan pada jam ke 19. Pada jam ke 19 didapatkan

tape yang manis . Rasa manis ini berasal dari glukosa dan fruktosa yang diuraikan

dari sukrosa oleh enzim zimase. Tape yang dihasilkan berwarna putih kekuningan,

masih terdapat bubuk ragi di permukaannya, memiliki tekstir lunak serta telah

muncul aroma tape.

Pada jam ke 43 dilakukan pengamatan kembali dan didapatkan tape yang

manis dan sedikit terdapat rasa masam. Tape memiliki tekstur yang lebih lunak,

lembut, dan sedikit berair dibandingkan dengan pengamatan pada jam ke-19.

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan berhasil didapatkan tape

singkong sesuai dengan karakteristik tape singkong menurut literatur yaitu tekstur

singkong yang diragikan berubah menjadi lebih lunak, rasa manis keasaman, dan

berbau alkohol.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :

(a) (b)

Page 23: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik23

V.1 Pembuatan tempe kedele

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan

bahwa jamur Rhizopus oryzae dapat memfermentasikan kedelai menjadi

tempe secara anaerobik fakultatif, sehingga menjadi mudah dicerna oleh usus.

Tempe terbentuk dengan baik setelah masa inkubasi selama 43 jam. Tempe

yang menunjukan hasil terbaik adalah tempe yang dibungkus dengan daun

pisang yang diberi lubang.

V.2 Pembuatan Tape Singkong

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Fermentasi tape singkong merupakan salah satu cara penerapan

bioteknologi yang menggunakan prinsip fermentasi anaerob yang dapat

memfermentasikan singkong menjadi tape yang bertekstur lunak dan

rasanya manis dengan aroma alkohol dan sedikit asam.

2. Organisme Saccharomyces cerevisiae dalam peragian menghasilkan

enzim zimase dan invertase berfungsi untuk menguraikan glukosa

menjadi alkohol, karbondioksida, dan energi.

Daftar Pustaka

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Inovasi Pengolahan

Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. Jakarta :

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Dwinaningsih, Erna Ayu. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe Dengan

Variasi Bahan Baku Kedelai/ Beras dan Penambahan Angkak Serta

Variasi Lama Fermentasi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret

Hidayat, Nur dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta : Andi Publisher.

Indrawati, Atika Rizky. 2010. Penambahan Konsentrasi Bakteri Lactobacillus

plantarum Dan Waktu Perendaman Pada proses Pembuatan Tempe

Probiotik. Malang : Universitas Brawijaya

Page 24: lapres 5

Laboratorium Mikrobiologi TeknikJurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Teknik24

Mutiara,Ayu. 2010. Analisis Pengaruh Bahan Baku, Bahan Bakar dan Tenaga

Kerja Terhadap Produksi Tempe di Kota Semarang. Semarang:

Universitas Diponegoro

Tortora, G. dkk. 2010. Microbiology : An Introduction, 10th edition. San Francisco

: Pearson Education Inc.

Simbolon, Karlina. 2008. Pengaruh Presentase Ragi Tape dan Lama Fermentasi

Terhadap Mutu Tape Ubi Jalar . Kumpulan Jurnal Mahasiswa USU .