49
BAGIAN ILMU KARDIOVESIKULER LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2013 UNIVERSITAS HASANUDDIN HIPERTENSI PULMONAL DISUSUN OLEH Sri Mahtufa Riski H. (C 111 09 759) SUPERVISOR: dr. Pendrik Tandean, SpPD-KKV, FINASIM DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK 1

Lapsus Cardiology PH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus dan pembahasan/referat tentang pulmonary hipertension dalam rangka koas di bagian kardiovaskuler

Citation preview

Page 1: Lapsus Cardiology PH

BAGIAN ILMU KARDIOVESIKULER LAPORAN KASUSFAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2013UNIVERSITAS HASANUDDIN

HIPERTENSI PULMONAL

DISUSUN OLEH

Sri Mahtufa Riski H.(C 111 09 759)

SUPERVISOR:dr. Pendrik Tandean, SpPD-KKV, FINASIM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA DEPARTEMEN ILMU KARDIOVESIKULER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2013

1

Page 2: Lapsus Cardiology PH

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini, menyatakan bahwa :

NAMA : Sri Mahtufa Riski

NIM : C 111 09 759

FAKULTAS : Kedokteran

UNIVERSITAS : Universitas Hasanuddin

JUDUL KASUS : Hipertensi Pulmonal

Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, Desember 2013

2

Supervisor,

(dr. Pendrik Tandean, SpPD-KKV, FINASIM)

Page 3: Lapsus Cardiology PH

HIPERTENSI PULMONAL

BAB I. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. HR

Umur : 39 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Tanggal masuk : 16 Desember 2013

Nomor MR : 64-22-61

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : Sesak Nafas

Riwayat penyakit sekarang :

Keluhan sesak nafas dirasakan sejak 14 hari sebelum masuk Rumah Sakit

Wahidin Sudirohusodo. Sesak nafas dirasakan terus menerus, meskipun

pasien istirahat. Sesak nafas semakin memberat sejak 1 hari yang lalu.

Pasien merasa lebih nyaman bila berbaring miring ke sisi kanan. Tidak

disertai nyeri dada. Berkeringat dingin ada. Pasien juga mengeluh

badannya terasa lemah. Tidak disertai demam. Pasien mengeluh Batuk

sejak 1 minggu yang lalu. Mual dan muntah ada, tidak disertai nyeri ulu

hati.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

1. Riwayat hipertensi (-)

2. Riwayat penyakit jantung (-)

3. Riwayat diabetes mellitus (-)

4. Riwayat dislipidemia (-)

5. Riwayat penyakit jantung (+)

6. Riwayat pengobatan (+)

Dirawat di RS Pelamonia selama 8 hari dengan Diagnosa Susp. Ca.

Ovarium kemudian di rujuk ke RS Awal Bros

3

Page 4: Lapsus Cardiology PH

Dirawat di RS awal bros selama 16 hari kemudian pasien dirujuk

ke RS Wahidin Sudirohudoso

D. Riwayat Keluarga

Riwayat Keluarga dengan penyakit yang sama (-)

E. Riwayat Personal

Riwayat merokok (-)

F. FAKTOR RESIKO

a. Tidak dapat dimodifikasi :

o Perempuan, umur 39 tahun

b. Dapat dimodifikasi :

o Tidak ada

G. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Sakit sedang/Gizi baik/Composmentis

2. Tanda vital

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 75 x/menit

Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 36,5C (aksilla)

3. Kepala

Mata : Anemis (-), ikterus (+), edema palpebral (+)

Bibir : Sianosis (+)

Leher : Limfadenopati (-), DVS R+1 cmH2O

4. Dada

Inspeksi : Simetris kiri=kanan, normochest

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus kiri=kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : BP: Vesikuler; BT: Ronkhi-/-, Wheezing -/-

4

Page 5: Lapsus Cardiology PH

5. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis susah untuk dinilai

Perkusi : Pekak, ukuran jantung membesar.

Batas kanan : Linea parasternalis kanan

Batas kiri : Linea medioklavikularis kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni, reguler, (+) bising sistolik

grade 3/6

6. Abdomen

Inspeksi : Cembung, ikut gerak nafas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Massa Tumor (+)

Perkusi : Ascites (+)

7. Ekstremitas : Edema: pretibial +/+, dorsum pedis +/+, sianosis (+)

H. PEMERIKSAAN EKG

5

Page 6: Lapsus Cardiology PH

Rhythm : Sinus ritme

Denyut jantung : 75 bpm

Axis : Deviasi axis kanan

Pembesaran Ventrikel kanan (V1 R/S >1, V6 S/R >1)

I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

WBC : 17,65x103/mm3

HGB : 13,2 g/dL

HCT : 36,4 %

PLT : 263.000/uL

Ur/Cr : 75/1,5mg/dL

GOT/GPT : 25/8 u/l

Na/K/Cl :131/4.4/100 mmol/l

PT : 16,9 control 10,7 detik

aPTT : 28,7 control 23,5 detik

D-Dimer : 1,8 unit

Albumin : 3,6 gr/dl

6

Page 7: Lapsus Cardiology PH

GDS : 91 mg/dl

Bilirubin total/direct : 2,9/2,1 mg/dl

J. PEMERIKSAAN 2D-ECHOCARDIOGRAPHY

Dilatasi ventrikel kanan

Kontraktilitas LV baik (EF: 85%)

Atrium kiri mengecil, dilatasi atrium kanan

Tekanan arteri pulmonalis 80,1 mmHg

7

Page 8: Lapsus Cardiology PH

K. Pemeriksaan Foto thorax

Corakan bronkovascular dalam batas normal

Cor membesar dengan CTI 0,7, aorta dilatasi

Kedua sinus dan diafragma baik

Tulang-tulang intak

Kesan : Cardiomegaly dengan dilatation aortae

L. DIAGNOSIS

Hipertensi Pulmonalis

M. PENGOBATAN

1. O2 2-4L/min/mask

2. IVFD Nacl 0,9% 500cc/24jam

3. β1-adrenergic agonist: Dobutamine 5mg/kgbb/m via siringe

pump (Dobutamine is an inotropic agent. It works by

increasing the strength and force of the heartbeat, causing

more blood to circulate through the body)

8

Page 9: Lapsus Cardiology PH

4. Norepinephrine bitartrate: Vascon 0,1 mcg/kgbb/via siringe

pump (BP control in acute hypotensive states. Adjunctive

treatment of cardiac arrest & profound hypotension.)

5. Antibiotik: Ceftriaxone 2gr/24jam/iv (golongan

cephalosporin gen 3)

6. Diuretik: Inj. Lasix 120 mg/24 jam via siringe pump (which

is an anthranilic acid derivative)

7. Potassium-sparing diuretic: Spironolactone 25 mg 1x1

8. Beraprost Na: Dorner 20mg 2x1 (Memperbaiki luka, rasa

nyeri,dan dingin akibat Penyakit Arteri Perifer. Hipertensi

Pulmonal Primer)

9. Laxative: Laxadine 0-0-2 cth

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan hipertensi

pulmonal sekunder. Hipertensi Pulmonal Primer(HPP) adalah suatu penyakit yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh arteri paru-paru jauh

di atas normal yaitu lebih dari 25 mmHg saat istirahat atau lebih dari 30 mmHg saat

melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan sesak, pusing dan bahkan sampai

pingsan. Nilai tekanan arteri pulmonalis pada orang normal adalah sekitar 14 mmHg

pada saat beristirahat. Diagnosis HPP dibuat bila suatu hipertensi pulmonal tidak

ditemukan faktor-faktor resiko dan tidak didapatkan adanya penyakit katup

jantung kiri, penyakit miokard, penyakit jantung kongenital dan beberapa penyakit

paru lainnya seperti penyakit jaringan ikat atau tromboemboli kronik. Berdasarkan

penyebabnya, hipertensi pulmonal dapat menjadi suatu penyakit berat yang

ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan bahkan dapat

9

Page 10: Lapsus Cardiology PH

menyebabkan gagal jantung kanan. Istilah HPP menjadi kurang populer karena

dapat menyebabkan kesalahan dalam penanganannya sehingga istilah hipertensi

pulmonal primer saat ini diganti menjadi Hipertensi Arteri Pulmonal

Idiopatik(IPAH).

Hipertensi pulmonal sekunder merupakan kondisi yang lebih umum yang

banyak disebabkan oleh penyakit dari jantung atau dari paru yang memang sudah

ada. Penyebab yang paling umum adalah karena adanya penyakit PPOK pada paru

dan juga bisa karena adanya kelainan katup pada jantung.

2.2 Anatomi Pembuluh darah

Pembuluh darah terdiri dari 3 jenis : arteri, vena, dan kapiler.

1. Arteri

Membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai jaringan tubuh

melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkcil, diameternya kurang dari

0,1 mm, di namakan arteriol. Persatuan cabang-cabang arteri dinamakan

anastomosis. Pada arteri tidak terdapat katup

2. Vena

Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantung.

Vena banyak mempunyai katup. Vena terkecil dinamakan venla. Vena yang

lebih kecil atau cabang-cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih

besar, yang seringkali bersatu satu sama lain membentuk peksus vena.

3. Kapiler

Adalah pembuluh darah mikroskopis yang membentuk jalinan yang

menghubungakna arteriol dan venula. Pada beberapa daerah tubuh,

terutama pada ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan lanagsung

antara arteri dan vena tanpa diperantarai kapiler. Tempat hubungan seperti

ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.

2.3 Histologi Struktur Pembluh Darah

1. Tunika intima merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah.

Lapisan ini dibentuk terutama oleh sel endothel.

10

Page 11: Lapsus Cardiology PH

2. Tunika media merupakan lapisan yang berada diantara tunikan media dan

adventesia, disebut juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh

sel otot polos dan jaringan elastis.

3. Tunika adventesia

Merupakan lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan ikat.

2.4 Sitem Hemodinamik

Peredaran darah dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu

1. Sistem kardiovaskuler

2. Sistem sirkulasi limfatik

1. Sistem kardiovaskuler merupakan sub sistem sirkulasi yang bertugas

mengedarkan darah ke seluruh tubuh.

2. Sistem sirkulasi limfatik yang terdiri dari kelenjar limfe, pembuluh limfe dan

cairan limfe atau getah bening.

Sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler bertugas mengedarkan darah ke seluruh tubuh

dimana darah mengandung oksigen dan nutrisi berupa sari makanan yang

diperlukan sel/jaringan untuk metabolisme.

Sistem kardiovaskuler juga membawa sisa metabolisme berupa ekskret

untuk dibuang melalui organ-organ eksresi.

11

Page 12: Lapsus Cardiology PH

Sistem kardiovaskuler ini mempunyai karakter yang khas yaitu : selalu

cairan berupa darah pada manusia berada di dalam pembuluh darah

sehingga peredarannya tertutup

Sistem kardiovaskuler mendistribusikan darah ke seluruh tubuh melalui

sistem peredaran darah (sirkulasi darah). Sirkulasi darah terbagi menjadi 2 bagian

yaitu:

1. sirkulasi sistemik (Sistem peredaran darah besar)

2. Sirkulasi pulmonal ( Sistem peredaran kecil).

Sirkulasi pulmonal ( Sistem peredaran kecil).

Sirkulasi pulmonal atau disebut juga sistem peredaran darah kecil adalah

sirkulasi darah antara jantung dan paru-paru. ( Jantung - Paru paru - Jantung

lagi)

Detailnya darah dari jantung (ventrikel kanan) dialirkan ke paru-paru

melalui arteri pulmonalis, darah ini banyak mengandung karbondioksida

sebagai sisa metabolisme untuk dibuang melalui alveolus paru-paru ke

atmosfer.

12

Page 13: Lapsus Cardiology PH

Selanjutnya darah akan teroksigenasi pada kapiler paru dan kembali ke

jantung (atrium kiri) melalui vena pulmonalis.

Dari pemahaman itu maka

1. Arteri Pulmonalis adalah satu satunya aretri yang kaya Carbon dioksida

2. Vena Pulmonalis adalah satu satunya pembuluh darah vena / balik yang

kaya akan Oksigen

Sirkulasi sistemik (Sistem peredaran darah besar)

Sirkulasi sistemik atau peredaran darah besar / Magna sirkulatoria adalah

srikulasi darah dari jantung (ventrikel kiri) ke seluruh tubuh (kecuali paru-

paru).( Jantung - Tubuh - Jantung )

Darah dari ventrikel kiri dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta,

kemudian pembuluh darah Aorta bercabang-cabang menjadi arteri dan

arteri bercabang lagii membentuk aeteriol / arteri yang lebih kecil yang

tersebar dan bisa mengakses ke seluruh sel tubuh kita .

Selanjutnya darah dikembalikan ke jantung bagian kanan tepatnya ke

serambi kanan)/ ventrikel dexter melalui vena cava baik Vena cava superior

( tubuh sebelah atas jantung ) maupun Vena cava inferior

Sirkulasi darah antara jantung dan seluruh tubuh berjalan satu arah.

Darah dari ventrikel kanan dialirkan ke paru-paru kemudian kembali ke

jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh dari ventrikel kiri melalui aorta.

Aorta akan bercabang-cabang menjadi arteri, arteriola / pembuluh kapiler.

Selanjutnya dikembalikan ke jantung melalui venula -vena - vena cava

(pembuluh balik).

2.5 Etiologi dan Klasifikasi

Hipertensi pulmonal berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 kategori

yaitu hipertensi pulmonal primer dan hipertensi pulmonal sekunder. Klasifikasi

menurut simposium hipertensi pulmonal “Dana Point Meeting California” hipertensi

pulmonal dibagi lagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:

Tipe Keterangan Etiologi

Tipe 1.a Hipertensi arteri pulmonalis Idiopatik, genetik, induksi obat dan

13

Page 14: Lapsus Cardiology PH

(Hipertensi Arteri Pulmonal

Idiopatik)

racun, penyakit jaringan ikat, infeksi

HIV, hipertensi portal, penyakit

jantung kongenital, scistosomiasis,

anemia hemolitik kronis, autoimun

Tipe 1.b Penyakit hipertensi veno-

pulmonal

Obstruksi vena besar paru oleh

karena penyakit fibrosis (fibrosis

mediastinum, tumor, sarkoidosis,

histiositosis)

Tipe 2 Hipertensi pulmonal dengan

kelainan jantung kiri

Disfungsi sistolik, disfungsi

diastolik, penyakit valvular

Tipe 3 Hipertensi pulmonal dengan

kelainan paru-paru/hipoksia

COPD, panyakit paru interstisial,

penyakit paru dengan gabungan dari

kelainan restriktif dan obstruktif,

sleep upnea desease, gangguan

hipoventilasi alveolar

Tipe 4 Hipertensi pulmonal dengan

tromboemboli kronis

Oklusi trombotik proksimal, oklusi

trombotik distal oleh karena benda

asing

Tipe 5 Hipertensi den gan

multifaktorial

Gangguan mieloproliferatif dan

splenektomi, vaskulitis, gangguan

tiroid, tumor,gagal ginjal kronis

Klasifikasi hipertensi pulmonal berdasarkan kelas fungsional menurut WHO adalah

• Kelas I: Pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa keterbatasan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari

• Kelas II : Pasien dengan hipertensi pulmonal, dengan sedikit keterbatasan

dalam melakukan aktifitas sehari – hari.

• Kelas III: Pasien dengan hipertensi pulmonal, yang bila melakukan aktifitas

ringan akan merasakan sesak dan rasa lelah yang hilang bila istirahat.

14

Page 15: Lapsus Cardiology PH

• Kelas IV: Pasien dengan hipertensi pulmonal, yang tidak mampu melakukan

aktifitas apapun (aktifitas ringan akan merasakan sesak), dengan tanda dan

gejala gagal jantung kanan.

2.6 FaktorResiko

Dari klasifikasi yang telah digambarkan pada etiologi jelas bahwa berbagai

faktor resiko dapat berkembang menjadi hipertensi pulmonal berat dan oleh

karenanya dapat dianjurkan skrining dari bagian populasi terpilih untuk terjadinya

hipertensi pulmonal atau penyakit vaskular pulmonal. Pada simposium WHO, level

resiko disertai dengan masing-masing kondisi yang dinilai pada beberapa

pembagian, antara lain:

1. Obat-obatan

Anoreksigen

Hubungan antara anoreksigen dan hipertensi pulmonal awalnya

diobservasi pada tahun 1960an saat epidemik HPP di Eropa karena

pemakaian aminorex fumarate. Studi hipertensi (IPPHS)

mendemonstrasikan hubungan kuat antara HAP dan obat anoreksik.

Derifat Fenfluramine adalah suatu inhibitor poten uptake serotonin (5-

HT). Aminorex fumarate (2-amino-5-phenyl-2-Oxazoline, derivat

katekolamin), aksinya meliputi pelepasan norepinephrine pada ujung saraf

bebas dan meningkatkan kadar serotonin serum. Sehingga terjadi

proliferasi atau pertumbuhan sel-sel otot polos arteri paru. Penggunaan

obat ini meningkatkan kasus HPP, tergantung dosis dan lama pemakaian

Methamphetamine dan Cocaine

Methamphetamine dan cocain dilaporkan meningkatkan insiden hipertensi

pulmonal. Pada studi autopsi 20 perokok cocain berat, 4 (20%) paru

menunjukkan hipertropi medial arteri paru. Mekanisme terjadinya

hipertrofi arteri ini masih belum jelas.

2. Hubungan Dengan Lingkungan

Hipoksia

Hipoksia menginduksi vasodilatasi vena-vena sistemik tetapi menginduksi

15

Page 16: Lapsus Cardiology PH

vasokonstriksi pada vaskuler paru. Respon vaskuler paru terhadap

hipoksia berbeda dengan sirkulasi sistemik untuk mengoptimalkan

hubungan antara ventilasi dan perfusi. Hipoksia akut diregulasi oleh

produk-produk endotel (seperti endotelin-1 dan serotonin) dan memediasi

perubahan aktivitas kanal ion pada selsel otot polos arteri paru. Hipoksia

akut menyebabkan perubahan yang reversible pada tonus vaskuler paru,

sedangkan hipoksia kronik menyebabkan remodeling struktur, proliferasi

sel-sel otot polos vaskuler, migrasi dan peningkatan deposisi matrik

vaskuler.

3. Riwayat Keluarga

2 gen dalam kelompok reseptor famili TGF-b mempunyai hubungan yang

kuat dengan familial hipertensi pulmonal. Gen bone morphogenetic

receptor type 2 (BMPR2), memodulasi pertumbuhan sel-sel vaskuler

dengan mengaktivasi jalur intraseluler. Dalam keadaan normal BMP

menekan pertumbuhan sel otot polos vaskuler. Lebih dari 45 mutasi yang

berbeda BMPR2 telah diidentifikasi pada familial hipertensi arterial

pulmonal. BMPR2 adalah suatu komponen reseptor pada sel otot polos

vaskuler heteromerik, bagian dari transforming growth factor. Mutasi

eksonik pengkodean gen BMPR2, yang berpengaruh pada suatu aberasi

transduksi sinyal pada sel otot polos vaskuler paru sehingga menimbulkan

proliferasi sel. Mutasi BMPR2 telah diidentifikasi 50%-90% pasien

dengan diagnosis HAPF, 25% pada pasien HPP dan 15 % pada pasien

HAP sehubungan penggunaan fenfluramine. Jenifer R et al menemukan

bahwa 27 % pasien HPP dengan mutasi BMPR2. R. Souza et al, 2008,

pasien dengan mutasi BMPR2 signifikan lebih cepat timbul gejala

dibandingkan dengan tanpa mutasi BMPR2.

4. Sirosis Hepatis

Sirosis hepatis dapat menyebabkan hipertensi pulmonal karena substansi

seperti prostasiklin, tromboksan A2, endotelin 1, nitreus oxid tidak

termetabolisme di hati, sehingga masuk ke dalam paru dan menyebabkan

perubahan anatomis pada vaskular paru. Perubahan terjadi pada tunika

intima, dimana nantinya vaskular paru tidak dapat berdilatasi yang

menyebabkan meningkatnya tahanan dari arteri paru.

16

Page 17: Lapsus Cardiology PH

5. Infeksi HIV

Hubungan antara HIV dan hipertensi pulmonal pertama kali di jabarkan oleh

Kim dkk pada 1987. Faktor resiko pada penderita dihubungkan dengan

penggunaan obat-obat intravena, infeksi paru berulang, tromboemboli vena

dan disfungsi ventrikel kiri. Patofisiologi secara pasti masih belum diketahui,

dan masih belum di peroleh bukti virus HIV secara langsung dapat

menginfeksi endothel arteri pulmonalis. Kemungkinan lain yang paling

mungkin adalah adanya infeksi yang menyebabkan proses inflamasi yang

merangsang pelepasan leukosit dan trombosit dan juga merangsang

fibrinogen yang akan memicu pembekuan darah dan memicu adanya

trombosis pada pembuluh darah.

2.7 Patogenesis

Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur “complaint” dengan

sedikit serat otot, yang memungkinkan fungsi “pulmonary vaskuler bed” sebagai

sirkuit yang low pressure dan high flow. Kelainan vaskuler hipertensi pulmonal

mengenai arteri pulmonalis kecil dengan diameter 4-10 mm dan arteriol, berupa

hiperplasia otot polos vaskuler, hiperplasia intima, dan trombosis in situ. Progresif

dan penipisan arteri pulmonalis, yang secara gradual meningkatkan tahanan

pulmonal yang pada akhirnya menyebabkan strain dan gagal ventrikel kanan

PATHWAY OF PULMONAL ARTERIAL HYPERTENSION

Kerusakan/sumbatan jaringan Vaskuler paru

Peningkatan aliran darah

Peningkatan tekanan arteri pulmonal

Tahanan Vaskular pulmonal meningkat

17

Page 18: Lapsus Cardiology PH

Kontriksi arteri pulmonal Penurunan jaringan vaskular pulmo

Peningkatan tahanan dan tekanan pulmonal

Nyeri dada midsternum Overload ventrikel kanan

Hipertrofi ventrikel kanan

Gangguan pola tidur Kegagalan ventrikel kanan

Gangguan sirkulasi CO2

Gangguan Transport darah non O2 dari partikel

Kanan jantung ke paru Gagal jantung kanan

Gangguan difusi O2 Gangguan pertukaran gas

Sesak nafas (dyspneu) Ansietas

Intoleransi aktifitas

Pada stadium awal hipertensi pulmonal, peningkatan tekanan arteri

pulmonalis menyebabkan peningkatan kerja ventrikel kanan dan terjadinya

18

Page 19: Lapsus Cardiology PH

trombotik arteriopati pulmonal. Karakteristik dari trombotik arteriopati pulmonal

ini adalah trombosis insitu pada muskularis arteri pulmonalis. Pada stadium lanjut,

dimana tekanan pulmonal meningkat secara terus menerus dan progresif, lesi

berkembang menjadi bentuk arteriopati fleksogenik pulmonal yang ditandai dengan

hipertrofi media, fibrosis laminaris intima konsentrik, yang menggantikan struktur

endotel pulmonal normal. Secara patologi hipertensi pulmonal dapat dikelompokan

dalam 3 subtipe:

1. Fleksogenik arteriopati primer (30-60 % dari HPP)

Secara patologi fleksogenik adalah disorganisasi kapiler pulmonal. Lesi

fleksiform merupakan suatu bentuk hipertensi pulmonal berat, kelainan ini

ditemui pada pasien yang mempunyai komponen genetik, dimana 7 %

adalah familial.

2. Tromboemboli arteriopati (45-50% dari HPP)

Secara patologi subtipe ini ditandai dengan fibrosis eksentrik tunika intima

dan gambaran rekanalisasi thrombosis insitu (jaringan dan septum dalam

lumen arterial). Subtipe tromboemboli hipertensi pulmonal terdapat 2

bentuk : bentuk makro tromboemboli, yang biasanya ditemukan pada

hipertensi pulmonal sekunder dan berisi gumpalan besar ditengah lumen,

dan kedua bentuk mikrotromboemboli dengan thrombus di distal yang

menyumbat pembuluh-pembuluh darah kecil.

19

Page 20: Lapsus Cardiology PH

3. Oklusi vena pulmonalis

Bentuk yang jarang didapat, disebabkan oleh penipisan tunika intima vena

pulmonalis.

Penyebab kelainan Ketidakseimbangan Mediator-mediator Vasoaktif

a. Prostasiklin dan Tromboksan A2

20

Page 21: Lapsus Cardiology PH

Prostasiklin dan tromboksan A2 merupakan metabolit asam arakidonat

utama sel-sel endotel dan sel-sel otot polos. Prostasiklin merupakan vasodilator

poten, menghambat agregasi trombosit dan antiproliferatif, sedangkan tromboksan

A2 merupakan vasokonstriktor poten. Pada hipertensi pulmonal keseimbangan

kedua molekul ini lebih banyak pada tromboksan A2. Prostasiklin sintase adalah

enzim yang merangsang produksi prostasiklin, jumlahnya menurun pada arteri

pulmonal pada pasien hipertensi pulmonal terutama HPP.

b. Endotelin-1

Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu vasokonstriktor poten dan memiliki

aktifitas mitogenik pada sel-sel otot polos arteri. Peningkatan kadar ET-1 plasma

dan dinding vaskuler pada pasien IPAH(idiopatik pulmonary arteri hypertension).

Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu asam amino peptide yang dihasilkan oleh enzim

konverting endothelium pada sel-sel endotel. Kadar endotelin meningkat pada

pasien IPAH dan klirennya berkurang pada vaskuler paru. Endotelin beraksi pada 2

reseptor yang berbeda. Reseptor ETA pada sel otot polos vaskuler dan Reseptor ETB

pada sel otot polos vaskuler dan sel endotel vaskuler paru. Kedua reseptor

menyebabkan proliferasi sel otot polos vaskuler.

c. Nitrik Oksida

Nitric oxide (NO) adalah vasodilator poten, penghambat aktivasi platelet dan

penghambat proliferasi sel otot vaskuler. NO dihasilkan sel endotel dari arginin oleh

NO sintase, menimbulkan efek vasodilatasi melalui mekanisme yang komplek

dengan cGMP. cGMP mengaktifkan cGMP kinase, menyebabkan terbukanya kanal K+

membran sel, sehingga ion K+ keluar, membran depolarisasi dan menghambat kanal

Ca2+. Menurunnya Ca2+ masuk dan menurunnya pelepasan Ca2+ sarkoplasma

menyebabkan vasodilatasi. Phosphodiesterase-5 (PDE-5), salah satu enzim PDE

yang memecah cGMP. Pasien dengan HPP terbukti menurunnya NO sintase,

sehingga timbul vasokonstriksi dan proliferasi sel. NO berkontribusi dalam menjaga

fungsi dan struktur vaskuler dalam keadaan normal.

d. Serotonin

Serotonin (5-hydroxytryptamine=5-HT) adalah vasokonstriktor yang

meningkatkan hiperplasia dan hipertrofi otot polos. Peningkatan serotonin plasma

21

Page 22: Lapsus Cardiology PH

telah dilaporkan pada pasien IPAH, yang menyebabkan vasokonstriksi. Mekanisme

seretonergik yang berimplikasi pada IPAH. Konsumsi dekfenfluramin, terjadi

peningkatan release serotonin dan terhambat reuptake oleh platelet.

e. Adrenomedulin

Adrenomedulin mendilatasi vena-vena pulmonalis, meningkatkan aliran

darah paru dan disintesa sel-sel paru normal. Kadar dalam plasma meningkat pada

pasien IPAH, kadar adrenomedulin plasma berkorelasi dengan tekanan rata-rata

atrium kanan, tahanan vaskuler paru, dan tekanan arteri paru rata-rata.

f. Vasoactive Intestinal Peptide

Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) merupakan vasodilator sistemik poten,

menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal, juga

menghambat aktifasi platelet, dan proliferasi sel otot polos. Studi baru baru ini

melaporkan penurunan kadar VIP pada pasien IPAH

g. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)

Hipoksia akut dan kronik, produksi VEGF meningkat

Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah di

dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru.

Lama-kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal

ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah

juga terganggu. Ventrikel kanan jantung membesar sehingga menyebabkan suplai

darah dari jantung ke paru berkurang, keadaan yang disebut dengan gagal jantung

kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun

sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk

mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas. Biasanya

pasien mengeluh jantung sering berdebar dan sering berkeringan meskipun tidak

beraktifitas.

2.8 Pemeriksaan Fisik

22

Page 23: Lapsus Cardiology PH

Pemeriksan fisik pada HPP sering tidak spesifik untuk menegakan diagnosis,

namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain dari hipertensi

pulmonal (sekunder). Pemeriksaan fisik paru biasanya normal. Gejala lebih awal dan

atau temuan tunggal hanyalah aksentuasi komponen pulmonal pada bunyi jantung 2

(P2) hampir 90 %. Peninggian suara P2 dihasilkan dari peningkatan kekuatan

penutupan katup pulmonal karena respon peningkatan tekanan arteri pulmonal

pada saat diastolik. Temuan fisik tambahan sehubungan dengan HP merefleksikan

pengaruh HP pada jantung dan organ lainnya. Paling banyak pada pasien

berkembang menjadi trikuspid regurgitasi dalam beberapa derajat karena tekanan

overload pada ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel kanan, pulsasi vena jugularis

meningkat bila terjadi overload cairan dan/atau gagal jantung kanan. Hepatomegali

mungkin timbul, asites dan retensi cairan di perifer.

2.9 Manifestasi Klinik

Hipertensi pulmonal sering timbul dengan gejala-gejala yang tidak spesifik.

Gejala-gejala itu sulit untuk dipisahkan sehubungan dengan penyebab apakah, dari

paru atau dari jantung (primer atau sekunder), kesulitan utama adalah gejala

umumnya berkembang secara gradual. Gejala yang paling sering adalah dispnea saat

aktifitas 60%, fatique 19% dan sinkop 13%, yang merefleksikan ketidakmampuan

menaikan curah jantung selama aktifitas. Angina tipikal juga dapat terjadi meskipun

arteri koroner normal tetapi disebabkan oleh karena stretching arteri pulmonalis

atau iskemia ventrikel kanan. Gejala dan tanda dari hipertensi pulmonal di

kelompokan pada tabel berikut

Symptoms Signs

Dyspnea saat aktivitas Distensi vena Jugular

Kelelahan impuls ventrikel kanan yang cepat

Sinkop Menekankan komponen katup pulmonal (P

2)

Nyeri dada Anginal Terdengar suara jantung ketiga (S 3)

Hemoptisis Murmur insufisiensi tricuspid

Fenomena Raynaud Hepatomegali

23

Page 24: Lapsus Cardiology PH

Edema perifer

Selain itu hemoptisis akibat pecahnya pembuluh darah paru juga bisa

terjadi, yang akan berpotensi menyebabkan batuk darah. Kelainan terdeteksi pada

pemeriksaan fisik cenderung lokal pada sistem kardiovaskular. Pemeriksaan yang

seksama sering mendeteksi tanda-tanda hipertensi pulmonal dan hipertrofi

ventrikel kanan. Temuan pada pemeriksaan paru-paru yang tidak spesifik tetapi

dapat menunjukkan penyebab yang mendasari hipertensi pulmonal. Sebagai contoh,

mengi dapat didiagnosis PPOK, dan basilar crackles mungkin menunjukkan adanya

penyakit paru-paru interstisial.

2.10 Diagnosa

Untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal, dokter dapat melakukan satu atau

lebih tes untuk mengevaluasi kerja jantung dan paru-paru pasien. Hal ini termasuk

X-ray di daerah dada untuk menunjukkan pembesaran dan ketidaknormalan

pembuluh darah paru-paru, ekokardiogram yang menunjukkan visualisasi jantung,

mengukur besar ukuran jantung, aliran darah, dan mengadakan pengukuran tidak

langsung terhadap tekanan di pembuluh paru-paru.

1. Ekokardiografi

Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk

diagnosis sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi adalah modalitas

diagnostik untuk evaluasi atau eklusi penyebab Hipertensi pulmonal sekunder

(seperti gagal ventrikel kiri, penyakit jantung katup, penyakit jantung kongenital

dengan shunt sistemik pulmonal dan disfungsi diastolik ventrikel kiri). Disamping

itu untuk menentukan beratnya hipertensi pulmonal serta prognosisnya.. Namun

demikian ekokardiografi saja tidak cukup adekuat untuk konfirmasi definitif ada

atau tidaknya hipertensi pulmonal. Untuk itu direkomendasikan untuk kateterisasi

jantung. Penilaian yang dapat dilakukan pada pasien dengan hipertensi pulmonal

antara lain:

24

Page 25: Lapsus Cardiology PH

- Right ventricular size (chamber diameter and volume, and wall

thickness)

- Right ventricular/left ventricular diastolic volume

- Right ventricular contractility

- Pericardial effusion (presence, size)

- Inferior vena cava (IVC) size, respiratory variation

- Tricuspid regurgitation (severity and velocity)

- Left ventricular (LV) early diastolic filling velocity.

2. Eletrokardiografi

Gambaran tipikal EKG pada pasien hipertensi pulmonal sering menunjukan

pembesaran atrium dan ventrikel kanan, strain ventrikel kanan, dan pergeseran

aksis ke kanan, yang juga memiliki nilai prognostik. Kelainan EKG saja bukanlah

indikator yang sensitif untuk penyakit vaskuler paru. Penggunaan perubahan EKG

sebagai marker progresi penyakit dan atau respon terapi belum ada dilaporkan.

Elektrokardiogram menunjukkan perubahan pada hipertrofi ventrikel kanan

(panah panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi paru primer.

Deviasi sumbu kanan (panah pendek), peningkatan amplitudo gelombang P pada

lead II (panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (panah putih)

yang sangat spesifik tetapi tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi

ventrikel kanan.

25

Page 26: Lapsus Cardiology PH

3. Radiologi

Karena radiografi thorak adalah noninvasif dan tidak mahal, pasien dengan

sesak yang tidak jelas biasanya di skrining dengan radiografi thorak. Ro thorak sama

pentingnya sebagai first-line tes skrining pada pasien IPAH untuk melihat penyebab

sekunder, seperti penyakit interstisial paru dan kongesti vena-vena paru. Hampir 85

% terdapat kelainan Radiografi thorak pada hipertensi pulmonal, seperti

pembesaran ventrikel kanan dan/atau atrium kanan, dilatasi arteri pulmonal.

.

4. Tes Fungsi Paru

Pengukuran kapasitas vital paksa (FVC) saat istrahat, volume ekspirasi

paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum (MVV), kapasitas difusi karbon

monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen

penting dalam pemeriksaan Hipertensi Pulmonal, yang dapat mengidentifikasi

secara signifikan obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi

hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan

mekanik sehubungan dengan penurunan volume paru pada Hipertensi Pulmonal.

5. CT Scan

CT scan dilakukan hanyalah untuk membedakan apakah primer atau

sekunder. Tanpa zat kontras, untuk menilai parenkim paru seperti bronkiektasi,

26

Page 27: Lapsus Cardiology PH

emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk deteksi dan atau

melihat penyakit tromboemboli paru

6. Kateterisasi Jantung

Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal

adalah gold standard untuk konfirmasi PAH. Dengan definisi hipertensi pulmonal

adalah tekanan PAP lebih 25 mHg pada saat istrahat, atau lebih 30 mmHg pada saat

aktifitas. Kateterisasi membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain

seperti penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk prognostik

hipertensi pulmonal. Yang dapat diukur pada pemeriksaan dengan kateterisasi

antara lain:

- Systemic arterial pressure (BP) and heart rate (HR)

- Right atrial pressure (RAP)

- Right ventricular pressure (RVP)

- Pulmonary artery pressure (PAP)

- Pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)

- Cardiac output and index

- Pulmonary vasoreactivity

- Systemic and pulmonary arterial oxygen saturation

Hemodinamik adalah prognostik untuk IPAH, nilai prognostik pengukuran

hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan hidup 50 bulan bila tidak

mendapat terapi vasodilator, sedangkan bila RAP lebih dari 20 mmHg harapan

hidupnya kurang dari 3 bulan.

7. Tes Vasodilator

Vasoreaktifitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi pasien IPAH,

pasien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan

menggunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang. Definisi respon (European

Society of Cardiology consensus) adalah penurunan rata-rata tekanan arteri

pulmonal paling < 10 mm Hg dengan peningkatan kardiak output. Tujuan primer tes

vasodilator adalah untuk menentukan apakah pasien bisa diterapi dengan CCB oral.

8. Tes Berjalan 6 Menit

27

Page 28: Lapsus Cardiology PH

Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan

fungsional pasien hipertensi pulmonal adalah dengan tes ketahanan berjalan 6

menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur kapasitas fungsional pasien dengan

sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah digunakan secara luas

dalam penelitian untuk evaluasi pasien hipertensi pulmonal yang diterapi. 6WT

tidak memerlukan ahli dalam penilaian.

9. Biopsi paru

Jarang dilakukan karena sangat riskan pada pasien hipertensi pulmonal,

biopsi paru di indikasikan bila pasien yang diduga IPAH, dengan pemeriksaan

standar tidak kuat untuk diagnosis definitif.

10. Laboratorium

Pasien-pasien yang diduga hipertensi pulmonal harus dilakukan

pemeriksaan laboratorium standar untuk dispnea, yang meliputi pemeriksaan

analisa gas darah, pemeriksaan kimia dan darah lengkap. Pemeriksaan HIV

direkomendasikan pada pasien dengan faktor resiko. Dilaporkan bahwa hipertensi

pulmonal sehubungan dengan infeksi HIV 100 kali lebih sering dibandingkan

dengan IPAH. Tes fungsi hati juga harus dilakukan untuk eklusi suatu hipertensi

portopulmonal disamping untuk pemberian terapi.

2.11 Penatalaksanaan

Tahanan vaskuler paru secara dramatis meningkat pada saat latihan atau

aktifitas pada pasien hipertensi pulmonal, dan pasien sebaiknya harus

memperhatikan dan membatasi aktifitas yang berlebihan. Pemberian oksigen untuk

mengatasi sesak nafas dan hipoksia, saturasi oksigen dipertahankan diatas 90 %.

Penggunaan digoksin saat ini masih kontroversial, karena belum ada data terhadap

keuntungan dan kerugian penggunaan digoksin pada hipertensi pulmonal primer.

Penggunaan diuretik untuk mengurangi sesak dan edema perifer, dapat bermanfat

untuk mengurangi kelebihan cairan terutama bila ada regurgitasi trikuspid.

Timbulnya trombosis in situ, gagal jantung kanan dan stasis vena meningkatkan

28

Page 29: Lapsus Cardiology PH

resiko terjadinya tromboemboli paru. Perbaikan survival telah dilaporkan dengan

antikoagulan oral, warfarin 1,5-2,5 mg dengan target INR 1,8. Telah banyak

penelitian untuk pengobatan hipertensi pulmonal yang dilakukan : golongan

vasodilator, prostanoid, NO, penghambat phosfodiestrase, antagonis reseptor

endotelin dan anti koagulan.

1. Calcium-Channel Blocker (CCB)

Penggunaan CCB telah banyak diteliti dan digunakan sebagai terapi

hipertensi pulmonal, perbaikan terjadi kira-kira 25-30 % kasus terutama pada

pasien yang tes vasodilator akut positif. Nifedipine (120-240 mg/hari) atau

diltiazem (540-900 mg/hari) merupakan agen yang paling sering digunakan,

sementara verepamil menimbulkan efek inotropik negative. Efek samping yang

bermakna seperti hipotensi yang mengancam hidup pasien dengan fungsi ventrikel

kanan yang berat.

2. Prostanoid

Telah terbukti bahwa defisiensi prostasiklin berkontribusi dalam

patogenesis IPAH. Studi klinis membuktikan bahwa terapi jangka lama dengan

analog prostasiklin eksogen menguntungkan pada pasien dengan hiperetensi

pulmonal sedang sampai berat.

a. Epoprostenol

Epoprostenol iv pertama kali disetujui oleh FDA untuk terapi hipertensi

pulmonal pada tahun 1995. Pemakaian epoprostenol jangka panjang

memperbaiki hemodinamik, toleransi latihan, klas fungsional NYHA, dan

survival rate penderita hipertensi pulmonal. Epoprostenol tidak stabil pada

suhu kamar, harus dilindungi selama pemberian infus, half- life pendek

dalam aliran darah (< 6 min), tidak stabil pada pH asam, dan tidak bisa

secara oral. Dimulai dengan dosis (1-2 ng/kg/min), dan secara perlahan

dititrasi 1-2 ng/kg/min, sampai (20 ng/kg/min atau 40 ng/kg/min).

Komplikasi lain sehubungan dengan terapi iv jangka lama adalah infeksi,

29

Page 30: Lapsus Cardiology PH

selulitis sampai sepsis, bila pemberian melalui katerterisasi vena sentral

harus dilakukan pada senter dengan peralatan lengkap, perawat / dokter

yang berpengalaman.

b. Treprostinil

Adalah suatu analog prostasiklin dengan half-life 3 jam. Obat stabil pada

suhu kamar dan dapat diberikan secara subkutan. Efek samping seperti sakit

kepala, diare, flushing sama seperti epoprostenol, disamping nyeri dan

eritem pada tempat penyuntikan. Pemberian secara subkutan ini lebih aman

dan efektif pada pasien terutama rawat jalan.

c. Iloprost Inhalasi

Iloprost adalah prostasiklin analog dengan bentuk kimia stabil, yang tersedia

dalam bentuk intravena, oral dan aerosol. Half-live dalam serum 20-25 min.

Bentuk inhalasi dalam pengobatan hipertensi pulmonal adalah konsep yang

baik dan praktis dalam penggunaan klinik. Iloprost inhalasi mempunyai efek

vasodilator yang lebih poten dibandingkan dengan NO inhalasi. Illoprost

inhalasi mempunyai aksi yang lebih pendek sehingga pemberiannya bisa 6

sampai 9 kali sehari.

d. Beraprost

Beraprost adalah analog prostasiklin secara kimia stabil dan aktif untuk oral.

Diabsorbsi secara cepat dalam keadaan puasa, konsentrasi puncak tercapai

setelah 30 menit dan half life 35-40 menit setelah pemberian.

3. Antagonis Reseptor Endotelin

Pada penelitian terakhir Antagonis reseptor Endotelin efektif dalam

mengobati hipertensi pulmonal, karena banyaknya bukti peranan patogenik

endotelin-1 pada hipertensi pulmonal. Endothelin-1 adalah suatu vasokonstriktor

yang poten, dan mitogen pada otot polos yang menyebabkan meningkatnya tonus

vaskuler dan hipertrofi vaskuler paru. Dalam studi kontrol kecil pasien IPAH,

konsentrasi endothelin plasma berkorelasi dengan PAP and PVR, berkorelasi juga

dengan kapasitas latihan.

a. Bosentan

30

Page 31: Lapsus Cardiology PH

Efek samping dari bosentan adalah peningkatan kadar alanine

aminotransferase dan/atau aspartate amino transferase. Gangguan fungsi

hati ini berkorelasi dengan dosis, dimana lebih sering terjadi dengan

bosentan 250 mg bid. Dan efeknya transien, sehingga USFDA

merekomendasikan pemeriksaan fungsi hati paling tidak 1 bulan sebelum

terapi.

b. Sitaxsentan

Perbaikan yang sama fungsional klas, dan hemodinamik pada kedua

kelompok dosis. Efek samping terapi dengan sitaxsentan berupa

abnormalitas fungsi hati, sakit kepala, edem perifer, nausea, nasal kongestan

dan pusing.

c. Ambrisentan

Tidak terdapat peningkatan transaminase hati.

4. Phosphodiesterase Inhibitor

Mekanisme yang memodulasi cyclic guanosine 3-5 monophosphate (cGMP) di

dalam otot polos vaskuler memainkan peranan dalam regulasi tonus, pertumbuhan

dan struktur vaskuler paru. Efek vasodilator NO tergantung pada kemampuannya

untuk meningkatkan dan mempertahankan cGMP yang ada pada vaskuler. Sekali

diproduksi, NO secara langsung mengaktifasi guanylate cyclase, yang meningkatkan

produksi cGMP. cGMP kemudian mengaktifasi cGMP kinase, membuka kanal

potassium, dan menyebabkan vasorelaksasi. Efek intraseluler cGMP sangat singkat,

sehingga didegradasi cepat oleh phosphodiesterase. Phosphodiesterase merupakan

famili enzim yang menghidrolisa cyclic nucleotides, cyclic adenosine monophosphate

(cAMP) dan cGMP, dan membatasi signal intraseluler dengan menghasilkan produk

inaktif 5-adenosine monophosphate dan 5-guanosine monophosphate. Bagaimanapun

juga obat-obat yang menginhibisi spesifik cGMP phosphodiesterase

(phosphodiesterase type 5 inhibitors) meningkatkan respon vaskuler paru pada NO

inhalasi dan endogen pada hipertensi pulmonal.

a. Dipyridamole

31

Page 32: Lapsus Cardiology PH

Studi terdahulu mendemonstrasikan bahwa dipyridamole dapat

menurunkan PVR, menurunkan hipertensi pulmonal dan meningkatkan atau

memperpanjang efek inhalasi NO pada anak dengan hipertensi pulmonal.

Pasien yang gagal dengan inhalasi NO maka dikombinasi dengan

dipyridamole. Hasil ini menyokong bahwa inhibisi phosphodiesterase type 5

bisa menjadi suatu strategi klinik yang efektif untuk terapi HPP.

b. Sildenafil

Sildenafil adalah suatu inhibitor phosphodiesterase type 5 yang poten dan

lebih spesifik, telah terbukti efektif dan aman untuk terapi disfungsi ereksi.

Berdasarkan perkembangnya pemahaman aktifitas phosphodiesterase type

5 dalam sirkulasi paru, suatu studi klinik tanpa kontrol menguji efek

hemodinamik akut sildenafil dan potensinya dalam terapi jangka panjang

pasien IPAH. Dilaporkan bahwa sildenafil memblok vasokonstriksi paru

hipoksik pada dewasa sehat dan menurunkan mPAP pasien IPAH.

Perbandingan dengan inhalasi NO, sildenafil juga mempunyai efek

hemodinamik sistemik dan bila dikombinasi dengan inhalasi NO

meningkatkan dan memperpanjang efek NO sehingga dapat mencegah

rebound vasokonstriksi setelah memberian inhalasi NO. Dalam suatu studi

dengan mengkombinasikan inhalasi sildenafil dengan iloprost dilaporkan

terjadi penurunan yang besar mPAP dan PVR dibanding bila diberikan

tunggal.

4. NO dan Arginine

Pentingnya NO terutama dalam adaptasi normal sirkulasi paru saat lahir.

Gangguan NO akan berkembang menjadi neonatal hipertensi pulmonal. NO terus

menerus memodulasi tonus dan struktur vaskuler paru sepanjang hidup. NO juga

memiliki aktifitas antiplatelet, anti inflamasi dan antioksidan, juga memodulasi efek

angiogenesis. NO dihasilkan dalam 3 bentuk NO synthase (NOS), yang muncul dalam

sel multiple dan terus menerus aktif (type I dan III) dalam endotelium atau

“inducible” (type II) pada sel lainnya seperti makrofag, epitel bronkus dan otot polos

vaskuler. Regulasi NOS komplek dan termasuk growth factors hormon (seperti

vascular endothelial growth factor), tekanan oksigen, hemodinamik, dan faktor

lainnya. Sudah jelas bahwa amino acid, L-arginine, adalah substansi NOS, maka itu

32

Page 33: Lapsus Cardiology PH

penting untuk produksi NO. Arginine eksogen diperlukan untuk memproduksi NO.

Arginine masuk dalam sel dangan transport aktif dan defek pada mekanisme

transpor berkontribusi pada ketergantungan arginine dengan meningkatnya kadar

ekstraseluler untuk memenuhi kebutuhan. Dalam endotel, transpor arginin secara

kuat berikatan dengan NOS, bila ikatan ini rusak oleh karena injuri endotel maka

kadar normal ekstraseluler mungkin berkurang untuk memproduksi NO. Defisiensi

Arginine telah memperlihatkan terjadinya hipertensi pulmonal dan infuse L-

arginine (500 mg/kg selama 30 menit pada bayi hipertensi pulmonal terjadi

peningkatan PaO2 selama lebih 5 jam.

a. NO inhalasi

Merupakan suatu vasodilator pulmonal selektif, diberikan secara inhalasi

dengan waktu paruh singkat, hal ini bermanfaat sebagai tes vasodilator pada

pengobatan hipertensi pulmonal. Efek inhalasi NO pada pasien hipertensi

pulmonal primer memperlihatkan perbaikan dalam parameter

hemodinamik, efek jangka panjang belum diteliti namun beberapa pasien

tampak menunjukan manfaat dengan terapi tersebut untuk jangka lama.

b. Suplemen Arginine

Pemberian L-arginine (500 mg/kg infuse selama 30 menit) pada 10 pasien

IPAH menghasilkan penurunan mPAP sampai 15.8 ± 3.6% (p < 0.005) dan

PVR sampai 27 ± 5.8% (p < 0.005), dibandingkan dengan titrasi prostasiklin

saja sampai dosis maksimal penurunan mPAP 13.0 ± 5.5% (p < 0.005) dan

PVR 46.6 ± 6.2% (p < 0.005). Infus L-arginine mengurangi mPAP dengan

memediasi vasodilatasi oleh NOS.

5. Terapi Bedah

a. Atrial Septostomi

Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial shunt untuk

mengurangi tekanan dan volume overload di jantung kanan. Dengan

berkembangnya strategi terapi obat, maka atrial septostomi hanyalah suatu

prosedur paliatif atau sebagai permulaan untuk tranplantasi paru. Pemilihan pasien,

waktu dan perkiraan ukuran septostomi adalah hal yang masih krusial. Tranplantasi

jantung-paru terutama untuk IPAH yang gagal dengan semua strategi terapi.

33

Page 34: Lapsus Cardiology PH

Survival pasien IPAH yang mengalami tranplantasi paru kira-kira 66%-75% pada 1

tahun pertama. Dan yang paling sering adalah bilateral transplantasi.

b. Transplantasi paru-paru

Hipertensi pulmonal primer biasanya progresif dan akhirnya berakibat fatal.

Paru-paru transplantasi adalah suatu pilihan pada beberapa pasien lebih muda dari

65 tahun yang memiliki hipertensi pulmonal yang tidak merespon manajemen

medis. Menurut AS tahun 1997 transplantasi laporan registri, 24 penerima

transplantasi paru-paru dengan hipertensi pulmonal primer memiliki tingkat

ketahanan hidup dari 73 persen pada satu tahun, 55 persen di tiga tahun dan 45

persen pada lima tahun. Pengurangan langsung tekanan arteri paru-paru dikaitkan

dengan perbaikan dalam fungsi ventrikel kanan.

2.12 Prognosis

Kemungkinan kelangsungan hidup setelah diagnosis hipertensi pulmonal

primer adalah lebih kurang 3tahun, tapi angka ini sangat bervariasi. Sebagai hasil

dari pengobatan baru, pasien tanpa bukti hemodinamik disfungsi ventrikel kanan

dapat bertahan hidup selama lebih dari 10 tahun.

Prognosis untuk pasien dengan hipertensi pulmonal sekunder tergantung

pada penyakit yang mendasari, serta fungsi ventrikel kanan. Sebagai contoh, pasien

dengan PPOK dan obstruksi aliran udara moderat memiliki tiga tahun angka

kematian 50 persen setelah onset kegagalan ventrikuler kanan. Survival adalah juga

dipengaruhi pada pasien dengan penyakit paru-paru interstisial dan hipertensi

pulmonal.

34

Page 35: Lapsus Cardiology PH

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Z. 2006. Hipertensi Pulmonal Primer, Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 3. jakarta: FKUI. Hal ; 1072.

Capture 17. Pulmonary hypertension. www.nlm.nih.gov/medlineplus/pulmonaryhypertension.html

Chad, D. dan Pritts. 2010. Anesthesia for patients with pulmonary hypertension. Stanford University, Stanford, California, USA. 2010, 23:411–416

Diah, M., Ghanie A,. 2006. Hipertensi Pulmonal Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 3. Jakarta: FKUI. Hal ; 1697-1702.

Georg, Mirko, dan Ardechir. 2002. HIV-associated Pulmonary Hypertension

Guidelines. 2009. Guidelines for the diagnosis and treatment of pulmonary hypertension. European Heart Journal 30, 2493–2537.

Jean, P et al. 2004. Pulmonary Arterial Hypertension Related to HIV Infection: Improved Hemodynamics and Survival Associated with Antiretroviral Therapy. by the Infectious Diseases Society of America. All rights reserved. 1058 4838/2004/3808-0023

35

Page 36: Lapsus Cardiology PH

Lubis, A. 2010. 2010. Manifestasi kasrdiovaskular penderita HIV. Medan

Marius, Michael, dan Christian. 2004. Portopulmonary hypertension and Hepatopulmonary syndrome. THE LANCET • Vol 363 • May 1, 2004

Nauser, D. & Steven, W. 2001. Diagnosis and Treathment of Pulmonary Hypertension. Amerika: Amerika Family Physician.

Nasrul, A. 2008. Hipertensi Pulmonal Primer. Padang: RS dr. M Djamil Padang

Rosenkranz. 2007. Pulmonary hypertension current diagnosis and treatment. Clin Res Cardiol 96:527–541 (2007) DOI 10.1007/s00392-007-0526-8.

Saunders, Constable, Heath, D., Smith. 2012. Pulmonary hypertension complicating portal vein thrombosis. Thorax, 1979, 34, 281-283

Trenton dan Steven. 2001. Diagnosis and Treatment of Pulmonary Hypertension. University of Kansas Medical Center, Kansas City, Kansas. MAY 1, 2001 / VOLUME 63, NUMBER 9

36