26
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A Usia : 17 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki No Rekam Medik : 757303 Tanggal MRS : 11-05-2016 II. ANAMNESIS Keluhan utama : Nyeri pada paha kiri Anamnesis terpimpin : Dialami sejak 30 menit sebelum masuk Rumah Sakit akibat kecelakaan motor. Mekanisme trauma : Pasien sedang mengendarai motor kemudian ditabrak mobil dari arah depan Riwayat penurunan kesadaran tidak ada, mual dan muntah tidak ada Riwayat penanganan sebelumnya tidak ada III. PEMERIKSAAN FISIK PRIMARY SURVEY Airway :Paten, Clear Breathing : RR = 20 x/menit reguler, spontan, tipe thoraco abdominal, simetris 1

Lapsus Closed Fracture

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lapsus orto

Citation preview

Page 1: Lapsus Closed Fracture

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Usia : 17 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

No Rekam Medik : 757303

Tanggal MRS : 11-05-2016

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Nyeri pada paha kiri

Anamnesis terpimpin : Dialami sejak 30 menit sebelum masuk Rumah Sakit

akibat kecelakaan motor.

Mekanisme trauma : Pasien sedang mengendarai motor kemudian ditabrak

mobil dari arah depan

Riwayat penurunan kesadaran tidak ada, mual dan muntah tidak ada

Riwayat penanganan sebelumnya tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK

PRIMARY SURVEY

Airway :Paten, Clear

Breathing : RR = 20 x/menit reguler, spontan, tipe thoraco abdominal,

simetris

Circulation :BP = 110/70 mmHg, HR = 100 x/minute reguler, kuat angkat,

Disability :GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor, Ø 2.5 mm/2.5 mm, refleks

cahaya +/+

Environment : Temperatur 36,8 oC

SECONDARY SURVEY

1

Page 2: Lapsus Closed Fracture

Right Thigh Region

LookTampak deformitas dan edema. Tidak ada hematom,

tidak ada luka.

Feel Nyeri tekan ada

Move

Gerakan aktif dan pasif hip joint sulit dievaluasi karena

nyeri. Gerak aktif dan pasif knee joint sulit dinilai

karena nyeri

NVDSensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri

tibialis posterior teraba, CRT <2 detik

IV. GAMBARAN KLINIS

Anterior

2

R L

ALL 93 cm 91 cm

TLL 85 cm 83 cm

LLD 2 cm

Page 3: Lapsus Closed Fracture

Lateral

Medial

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

o WBC : 13,9x10 /mm3

o RBC : 5,3 x 106 /mm3

o HGB : 14,2 g/dL

o HCT : 32%

o PLT : 128 x 103/mm3

o HbsAg Non Reactive

o BT 7’ 00”

3

Page 4: Lapsus Closed Fracture

o CT 3’ 00”

Pemeriksaan Radiologi

Foto Pelvis AP

Foto Femur AP dan Lateral

4

Page 5: Lapsus Closed Fracture

VI. RESUME

Seorang laki-laki usia 17 tahun masuk dengan keluhan nyeri pada paha kiri

yang dialami 30 menit yang lalu setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan deformitas pada paha kiri disertai

edema, tidak ada hematoma dan tidak ada luka. Gerakan aktif dan pasif dari sendi

pinggang dan sendi lutut sulit dinilai akibat rasa nyeri dari pasien. Pemeriksaan

radiologi foto x-ray menunjukkan adanya fraktur transversal 1/3 proximal os

femur kiri.

VII. DIAGNOSIS

Closed fracture 1/3 proximal left femur

VIII. PENATALAKSANAAN

Infus Ringer laktat 20 tetes/menit

Injeksi Metamizole 500mg/8jam/intravena

Pasang skin traksi pada ekstremitas kanan bawah (3 kg)

Rencana operasi ORIF

5

Page 6: Lapsus Closed Fracture

DISKUSI

A. PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas dua, yaitu fraktur

tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu bila kulit yang tersisa diatasnya

masih intak (tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan

fraktur terbuka (compound) yaitu bila kulit yang melapisinya tidak intak dimana sebagian

besar fraktur jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.(1)

Berdasarkan insidensinya, di AS insidensi kasus fraktur pada tulang femur dilaporkan

10 kasus fraktur per 100.000 populasi per tahun. Pada individu yang berusia kurang dari 25

tahun dan yang berusia lebih dari 65 tahun meningkat menjadi 3 fraktur per 10.000 populasi.

Cidera ini lebih banyak pada laki-laki berusia kurang dari 30 tahun yang cenderung

disebabkan karena adanya kecelakaan bermotor, atau karena adanya luka tembak.(2) Fraktur

corpus femur pada laki-laki dewasa lebih banyak disebabkan trauma high-energy sedangkan

pada perempuan tua disebabkan low-energy. (3)

B. ANATOMI

Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat

tubuh dari os coxae ketibia sewaktu kita berdiri.Caput femoris ke arah craniomedial dan agak

ke ventral sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari sebuah

caput femoris dan dua trochanter (trochanter mayordan trochanter minor).(4)

Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan proksimal

dari batang femur.Area ini terletak di antara trochanter mayor dan trochanter minor. Caput

femoris dan collum femoris membentuk sudut (1150-1400) terhadap poros panjang corpus

femoris; sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin.Corpus femoris berbentuk

lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir menjadi epicondylus

medialis dan epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan ulir. (4)

6

Page 7: Lapsus Closed Fracture

Gambar 1.Anatomi femur 4

Femur mendapat suplai darah utama dari Arteri Femoralis. Arteti Femoralis adalah

lanjutan dari a.iliaca externa setelah arteri ini melewati tepi caudal ligamentum inguinal.

A.femoralis selanjutnya berjalan ke distal, berada pada trigonum femorale, melalui fossa

ileopectinea, berjalan melalui canali adductorius hunteri, lalu masuk ke dalam fossa poplitea

dan menjadi Arteri Poplitea.

C. MEKANISME TERJADINYA FRAKTUR

a. Low-energy trauma: paling umum pada pasien yang lebih tua, disebabkan karena

tulang kehilangan kekuatannya terutama pada orang-orang yang mengalami

penurunan densitas tulang karena osteoporosis; penderita kanker metastasis tulang

dan orang yang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang juga beresiko tinggi

mengalami fraktur femur karena kekuatan tulang akan berkurang. (5)

b. High-energy trauma: ini menyumbang patah tulang leher femur pada pasien yang

lebih muda dan lebih tua, seperti kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari

ketinggian yang signifikan. (2,5)

7

Page 8: Lapsus Closed Fracture

c. Stress fracture atau fraktur karena tekanan, penyebab ketiga dari fraktur femur adalah

tekanan atau trauma yang berulang. Trauma tekanan berulang mengakibatkan

kerusakan internal dari struktur arsitektur tulang. Fraktur jenis ini seringkali terjadi

pada atlet atau pada militer yang menjalani pelatihan yang berat. (5)

Gambar 2. (a) Spiral (berputar); (b) Oblik/serong (kompresi); (c) Triangular butterfly fragment/kupu-kupu (membengkok);(d) Transversal/lintang (mengencang)6

C. KLASIFIKASI

Pada Klasifikasi Muller membagi tulang panjang menjadi 3 bagian proximal,diafisis,

dan distal. Segmen proximal dan distal masing-masing dibatasi oleh suatu persegi empat

yang dasarnya berada pada bagian terluas tulang. Bagian diafisis (shaft) dibagi menjadi 3

yaitu 1/3proximal, 1/3middle, dan 1/3 distal.

Gambar 3. Klasifikasi Muller (a) Masing-masing tulang panjang memiliki tiga segmen-proximal,

diafisis dan distal; fragmen proksimal dan distal dibatasi oleh segiempat dari ukuran terlebar tulang

(b,c,d) fraktur pada segmen diafisis dapat sederhana, tajam maupun kompleks. (e,f,g) fraktur pada

bagian proksimal dan distal dapat berupa ekstraartikular, partial artikular dari articular lengkap.1

8

Page 9: Lapsus Closed Fracture

Berdasarkan klasifikasi Winguist-Hansen yang didasarkan pada pola dasar fraktur dan

derajat kestabilannya, fraktur corpus femoris dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1,3)

Femoral Shaft Fracture

Stable

0: No comminution

I: Minimal comminution

II: Comminuted:>50% of cortices intact

Unstable

III: Comminuted:<50% of cortices intact

IV: Complete comminution, no intact cortex

Gambar 3. Winquist and Hansen Classification of femoral shaft fracture3

Pada gambar 5 menunjukkan level fraktur yang menyebabkan karakteristik displacement dari

fragmen tulang berdasrkan pada otot-otot yang melekat. Dengan fraktur subtrochanter,

fragmen proksimal mengarah ke posisi abduksi, fleksi dan external rotasi. Tarikan

gastronemius pada fragmen distal pada fraktur supracondylar menghasilakn deformitas

ekstensi (angulasi posterior pada corpus femur), yang membuat femur sulit untuk sejajar.

9

Page 10: Lapsus Closed Fracture

Gambar 5. Hubungan level fraktur dan posisi fragmen proksimal. A. Pada keadaan

normal, posisi femur relatif netral karena tarikan yang seimbang dari otot-otot. B.

Fraktur shaft proksimal, fragmen proksimal mengarah ke posisi fleksi (iliopsoas),

abduksi (otot-otot abduktor), dan lateral rotation (short eksternal rotasi). C. Pada fraktur

midshaft, efeknya kurang ekstrim karena ada kompensasi dari perlekatan adduktor dan

ekstensor pada fragmen proksimal. D fraktur shaft distal menyebabkan perubahan kecil

pada posisi fragmen proksimal karena banyak otot yang melekat pada fragmen yang

sama, sehingga lebih seimbang. 6

D. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan

tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan

dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum.

Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang

ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering

ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas

jauh lebih mendukung. (1,7)

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan status lokalis dilakukan setelah pemeriksaan skrining awal dilakukan.

Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis:

10

Page 11: Lapsus Closed Fracture

a. Look

Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi,

pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu

utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka. (1)

b. Feel

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat

nyeri.

- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati

- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri femoralis,

arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior

- Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan panjang

tungkai. (1)

c. Motion

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif

sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Umumnya pada

fraktur shaft femur seringkali terlewatkan karena nyeri yang disebabkan oleh fraktur

seperti fraktur neck femur, dislokasi hip dan cedera ligamen pada lutut. (1,5)

3. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta

gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. (1)

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two, yaitu: dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis; dua kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi. (1,6)

E. PENATALAKSANAAN

11

Page 12: Lapsus Closed Fracture

Penatalaksanaan awal

Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :

1. Pertolongan pertama

Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan

nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, dan imobilisasi fraktur pada

anggota gerak yang terkena agar pasien merasa nyaman dan mengurangi nyeri

sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan

pertolongan dengan penekanan setempat.

2. Penilaian klinis

Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka

itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/ saraf ataukah ada trauma

alat-alat dalam yang lain.

3. Resusitasi

Kebanyakan pasien dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan syok,

sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri

berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.

Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur

1. First, do no harm

Yakni dengan mencegah terjadinya komplikasi iatrogenik. Hal ini bisa dilakukan

dengan pertolongan pertama yang hati-hati, transportasi pasien ke rumah sakit

yang baik, dan mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan yang lebih

parah.

2. Tatalaksana dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat

Keputusan pertama adalah menentukan apakah fraktur tersebut membutuhkan

reduksi dan bila iya maka tentukan tipe reduksi terbaik apakah terbuka atau

tertutup. Kemudian keputusan kedua yakni mengenai tipe imobilisasi, apakah

eksternal atau internal.

3. Pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang spesifik

Tujuan spesifik dalam tatalaksana fraktur yaitu :

Untuk mengurangi rasa nyeri

Dikarenakan tulang bersifat relatif tidak sensitif, rasa nyeri pada fraktur

berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak termasuk periosteum dan

endosteum. Rasa nyeri ini dapat diperberat dengan pergerakan fragmen

12

Page 13: Lapsus Closed Fracture

fraktur yang berhubungan dengan spasme otot dan pembengkakan yang

progresif. Rasa nyeri pada fraktur dapat berkurang dengan imobilisasi dan

menghindari pembalutan yang terlalu ketat. Beberapa hari pertama setelah

terjadinya fraktur dapat diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri.

Untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur

Reduksi fraktur untuk mendapatkan posisi yang baik, yakni diindikasikan

hanya untuk memperbaiki fungsi dan mencegah terjadinya artritis

degeneratif. Pemeliharan posisi fragmen fraktur biasanya membutuhkan

beberapa derajat imobilisasi, dengan beberapa metode, termasuk

continuous traction, plaster-of-Paris cast, fiksasi skeletal eksterna, dan

fiksasi skeletal interna, berdasarkan derajat dari kestabilan atau

ketidakstabilan reduksi.

Untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union)

Pada kebanyakan fraktur, proses penyatuan tulang merupakan proses

penyembuhan yang terjadi secara alami. Namun pada beberapa kasus,

misalnya dengan robekan periosteum berat dan jaringan lunak atau dengan

nekrosis avaskular pada satu atau dua fragmen, proses penyatuan tulang

harus dengan autogenous bone grafts, pada tahap penyembuhan awal atau

lanjut.

Untuk mengembalikan fungsi secara optimal

Saat periode imobilisasi dalam penyembuhan fraktur, diuse atrophy pada

otot regional harus dicegah dengan latihan aktif statik (isometrik) pada otot

tersebut dengan mengkontrol imobilisasi sendi dan latihan aktif dinamik

(isotonik) pada seluruh otot lainnya di tubuh. Setelah periode imobilisasi,

latihan aktif sebaiknya tetap dilanjutkan.

4. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang realistik dan

praktis.

5. Seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual

Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu dengan

mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan perlu

pula dipertimbangkan keadaan ekonomi pasien secara individual.

13

Page 14: Lapsus Closed Fracture

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip

pengobatan ada empat (4R), yaitu :

Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan

anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu

diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai

untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengobatan.

Reduction; reduksi fraktur apabila perlu

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat

diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat

mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti

kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.

Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna.

Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus tidak

memerlukan reduksi. Angulasi <5º pada tulang panjang anggota gerak bawah

dan lengan atas dan angulasi sampai 10º pada humerus dapat diterima.

Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5

inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun

lokalisasi fraktur.

Retention; imobilisasi fraktur

Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan

splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik

sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multipel

trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah

hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah

dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan “ORIF” maupun

“OREF”.

Tujuan pengobatan fraktur yaitu :

a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Teknik

reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan

14

Page 15: Lapsus Closed Fracture

dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi

terbuka yang dilakukan pada pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup,

fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multipel, dan fraktur patologis.

b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post

reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan

(shortening), fraktur unstable serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.

Jenis Fiksasi :

1. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)

Gips (plester cast)

Traksi

Jenis traksi :

Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus

Skin traksi

Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan

kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit

akan lepas

Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut),

pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada

pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf

peroneus (kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin.

- Indikasi OREF :

• Fraktur terbuka derajat III

• Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

• Fraktur dengan gangguan neurovaskuler

• Fraktur Kominutif

• Fraktur Pelvis

15

Page 16: Lapsus Closed Fracture

• Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF

• Non Union

• Trauma multipel

a. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini

adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

- Indikasi ORIF :

• Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi, misalnya fraktur

talus dan fraktur collum femur.

• Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan fraktur

dislokasi.

• Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia,

fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.

• Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,

misalnya : fraktur femur. (8)

F. KOMPLIKASI

Komplikasi dari fraktur femur cukup beragam tergantung lokasi dan tingkat

keparahan fraktur. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi antara lain:

1. Infeksi

Pada kasus fraktur terbuka, dimana tulang merobek jaringan kulit, ada

kemungkinan resiko infeksi. Resiko infeksi ini dapat berkurang dengan pemberian

antibiotik.

2. Permasalahan dalam penyembuhan tulang

Jika pada proses penyembuhan angulasi tulang tidak baik serta timbul iritasi

pada bagian tulang yang patah akibat terjadinya infeksi, proses penyembuhan

tulang dapat terhambat bahkan membutuhkan terapi operatif lebih lanjut.

3. Kerusakan saraf

16

Page 17: Lapsus Closed Fracture

Kerusakan saraf paska fraktur femur terbilang jarang, namun kerusakan saraf

pada fraktur femur dapat menyebabkan mati rasa serta kelemahan yang persisten.

4. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen jarang terjadi pada fraktur femur, namun ini dapat

terjadi sehingga resiko terjadinya sindrom kompartemen harus selalu diantisipasi.

Sindrom kompartemen teradi akibat kompresi nervus, pembuluh darah, dan otot di

dalam spatium tertutup atau kompartemen di dalam tubuh. Sindrom kompartemen

terjadi pada tungkai yang mengalami inflamasi dan perdarahan selama trauma

yang sering diasosiasikan dengan fraktur. Jika sindrom kompartemen terjadi,

maka dibutuhkan tindakan bedah segera9.

Berikut adalah hal yang perlu diperhatikan untuk identifikasi dini terjadinya

sindrom kompartemen:

a. Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan berakibat berat

b. Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau remuk dan tanpa

cedera luar atau fraktur yang jelas

c. Reevaluasi yang sering sangat penting

d. Penderita dengan hipotensi atau tidak sadar meningkatkan resiko

terjadinya kejadian sindrom kompartemen

e. Nyeri merupakan tanda awal dimulainya iskemia kompartemen, terutama

nyeri pada tarikan otot pasif

f. Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan gejala lanjut, setelah

kerusakan yang menetap terjadi

5. Komplikasi operatif

Komplikasi operatif biasanya terjadi karena kegagalan plate atau piranti keras

untuk menstabilisasi tulang, atau bagian piranti keras yang menonjol

mengakibatkan iritasi dan nyeri. (1,3,6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Nayagam, Selvadurai. Injuries of the hip and femur. [book auth.] Louis Solomon,

David Warwick and Selvadurai Nayagam. Apley`s System of Orthopaedics and

17

Page 18: Lapsus Closed Fracture

Fractures. London : Hodder Arnold, 2010, pp. 847-852.

2. Aukerman, Douglas F. (2014). Femur Injuries and Fractures. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall

3. Egol, Kenneth, Koval, Kenneth J. and Zuckerman, Joseph D. Femoral Shaft Fractures.

Handbook of Fractures 5th Edition. New York : Wolters Kluwers, 2015.

4. Thompson, Jon C. Netter COncise Orthopaedic Anatomy 2nd Edition. s.l. : Elsevier

Saunders, 2010.

5. <http://orthoanswer.org/hip/femur-fractures/definition.html> diakses pada 15 Agustus

2014

6. Bucholz, Robert W.; Heckman, James D. Fractures of The Tibia and Fibula. In:

Court-Brown, Charles M. Rockwood & Green's Fractures in Adults, 7th Edition. UK:

Lippincott Williams & Wilkins. 2006.

7. James E Keany, MD. (2011). Femur Fracture. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall

8. Rasjad, C. 2007. Trauma. Dalam pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. PT. Yarsif

Watampone : Jakarata

18