Upload
gita-fitriani
View
1.378
Download
74
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Mata membutuhkan sejumlah tekanan tertentu agar dapat berfungsi baik.
Pada beberapa orang, tekanan bola mata ini dapat meninggi sehingga akan
menyebabkan kerusakan saraf optik. Dapat pula terjadi tekanan bola matanya
masih normal tetapi tetap terjadi kerusakan saraf optik yang disebabkan kerusakan
saraf optiknya sendiri.
Glaukoma adalah penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf
mata dengan neuropati (kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang
pandang) yang khas. Faktor utamanya adalah tekanan bola mata yang tinggi.1-4
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan
mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf optik, dan berkurangnya lapangan pandang5.
Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular ini
disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan
berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya
cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi
papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan5.
Di Indonesia penyakit glaukoma kurang dikenal oleh masyarakat, padahal
cukup banyak orang yang menjadi buta karenanya. Pada glaukoma kronik dengan
1
sudut bilik mata depan terbuka misalnya, kerusakan pada saraf optik terjadi
perlahan-lahan hampir tidak ada keluhan subjektif. Hal ini menyebabkan
penderita datang terlambat ke dokter. Biasanya kalau sudah memberikan keluhan,
keadaan glaukomanya sudah lanjut. Dalam masyarakat yang kesadaran atau
pendidikannya masih kurang, dokter perlu secara aktif dapat menemukan kasus
glaukoma1.
Survei Departemen Kesehatan RI 1992 menunjukkan, angka kebutaan di
Indonesia mencapai 1,5 persen dari seluruh penduduk. Glaukoma merupakan
penyebab kebutaan nomor dua (0,2 %) setelah katarak. Berbeda dengan kebutaan
akibat katarak yang dapat dipulihkan, kebutaan akibat glaukoma bersifat
permanen.6
Mengingat fatalnya akibat penyakit glaukoma terhadap penglihatan,
deteksi dini glaukoma untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut menjadi
sangat penting
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian ; glaukoma
primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut
sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma
dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. 1-4
Dari semua jenis glaukoma di atas, glaukoma absolut merupakan hasil
atau stadium akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol, yaitu dengan kebutaan
total dan bola mata nyeri.
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus Glaukoma Absolut pada seorang
wanita berusia 28 tahun yang datang ke Poli Mata RSUD Ulin Banjarmasin.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 28 tahun
Alamat : Jl Basarang Jaya II Km.2 No 27 RT 5 Kec. Basarang
Kab. Kapuas Kalteng
Pekerjaan : Pembantu rumah tangga
Status : Kawin
ANAMNESIS
Hari/tanggal : 14 Juli 2010
Keluhan Utama : Mata kiri tidak bisa melihat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak ± 2 bulan sebelum mengontrolkan diri ke poli mata RSUD Ulin
Banjarmasin, os mengeluh pandangan mata kirinya tidak bisa melihat. Hal
tersebut telah terjadi secara perlahan-lahan. Os juga merasakan ada semacam
rasa mengganjal di mata kirinya tersebut. Os juga merasa pandangannya
gelap, tidak seperti dulu. Sedangkan mata kanan os masih dapat melihat
dengan baik. Os merasa adanya nyeri pada matanya. Selain itu pada mata
kirinya terasa gatal dan panas jika terkena sinar matahari. Os juga mengeluh
3
kadang-kadang kepalanya nyeri menyeluruh. 10 tahun yang lalu, Os pernah
mengalami sakit mata, ada riwayat mata merah, gatal dan berair. Kelopak
mata os tidak ada mengalami bengkak dan tidak ada riwayat trauma
sebelumnya. Os awalnya tidak merasakan itu sebagai sesuatu yang
mengganggu. Tetapi setelah itu lama kelamaan pandangan matanya menjadi
semakin kabur. Os pernah berobat ke dokter dan diberi obat tetes (Os lupa
nama obatnya) dan vitamin. Setelah itu pandangan os tetap kabur tetapi
karena alasan ekonomi, os tidak pernah lagi memeriksakan matanya ke
dokter. Os juga tidak ada riwayat menggunakan obat-obatan dalam jangka
waktu yang lama. Dan sekarang, karena mata kiri os tidak dapat melihat lagi,
sering nyeri kepala, dan warna seluruh bola mata os berubah menjadi putih
maka os akhirnya memeriksakan diri ke rumah sakit.
Riwayat Penyakit dahulu :
Os tidak ada riwayat kencing manis, hipertensi atau asma. Os pernah
mengalami sakit mata sekitar 10 tahun yang lalu.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak baik
Kesadaran : Komposmentis
Status Generalis :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit
4
RR : 20 x/menit
T : 36,4oC
Status Lokalis :
OD Pemeriksaan Mata OS
5/5 Visus 0
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Skiaskopi Tidak dilakukan
Dalam batas normal Bulbus Okuli Dalam batas normal
(-) Paresis / Paralisis (-)
Hiperemi (-), Edema (-) Palpebra Hiperemi (-), Edema (-)
Hiperemi (-) Konj. Palpebra Hiperemi (-)
Hiperemi (-) Konj. Bulbi Hiperemi (-)
Hiperemi (-) Konj. Fornices Hiperemi (-)
Putih Sklera Hiperemi
Jernih Kornea Putih keruh
DalamKamera Okuli
AnteriorDangkal
Reguler Iris Kelabu
Reflek cahaya (+)Pupil
Sulit dievaluasi
Jernih Lensa Keruh
Tidak dilakukan Fundus Refleksi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Korpus Vitreum Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Tensa Okuli Tidak dilakukan
14,5 mmHg Tonometri 81,7 mmHg
5
DIAGNOSA KERJA
Glaukoma Absolut
PENATALAKSANAAN
Per oral :
o Asam Mefenamat 500 mg tab 3x1
o Acetazolamide 250 mg tab 3x1
Topikal :
o Timolol 0,5% ed 2 dd gtt 1 (OS)
o Cendo carpine ed 6 dd gtt 1 (OS)
Pengangkatan bola mata (enukleasi)
Kontrol Rutin
6
BAB III
DISKUSI
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa,
neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandangan yang khas dan utamanya
diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intraokular. Berdasarkan etiologi,
glaukoma dibagi menjadi 4 jenis yaitu glaukoma primer, glaukoma kongenital,
glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan berdasarkan mekanisme
peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup 1-4.
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit / terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut3.
Diagnosis glaukoma absolut pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis utama
yang dikeluhkan sehingga pasien datang ke rumah sakit adalah mata kiri tidak
dapat melihat. Hal tersebut terjadi secara perlahan-lahan. Os juga merasakan ada
semacam rasa mengganjal di mata kirinya tersebut. Os juga merasa
pandangannya gelap, tidak seperti dulu. Sedangkan mata kanan os masih dapat
melihat dengan baik. Os merasa adanya nyeri pada matanya. Selain itu pada mata
kirinya terasa gatal dan panas kalau terkena sinar matahari. Os juga mengeluh
kadang-kadang kepalanya nyeri menyeluruh. 10 tahun yang lalu, Os pernah
mengalami sakit mata, ada riwayat mata merah, gatal dan berair. Kelopak mata
7
os tidak ada mengalami bengkak dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Os
awalnya tidak merasakan itu sebagai sesuatu yang mengganggu. Namun karena
lama kelamaan pandangan matanya menjadi semakin kabur. Os pernah berobat
ke dokter dan diberi obat tetes (Os lupa nama obatnya) dan vitamin. Setelah itu
pandangan os tetap kabur tetapi karena alasan ekonomi, os tidak pernah lagi
memeriksakan matanya ke dokter. Os juga tidak ada riwayat menggunakan obat-
obatan dalam jangka waktu yang lama. Dan sekarang, karena mata kiri os tidak
dapat melihat lagi, sering nyeri kepala, dan warna seluruh bola mata os berubah
menjadi putih maka os akhirnya memeriksakan diri ke rumah sakit.
Keluhan-keluhan yang telah didapatkan pada anamnesis sesuai dengan
keluhan-keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien dengan glaukoma absolut,
yaitu mata berair, fotophobia, nyeri menyeluruh pada mata. Gejala-gejala terjadi
akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat
namun pasti. Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada
iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma
hemoragik 2,3,7.
Gambar 1. Glaukoma absolut
8
Pada pasien ini terjadinya glaukoma absolut diduga disebabkan oleh
glaukoma primer yang kronis yang berjalan lambat dan sering tidak diketahui
kapan mulainya, karena keluhan pasien sangat sedikit atau samar. Misalnya mata
sebelah terasa berat, nyeri kepala sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur
dengan anamnesis yang tidak khas. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan
kadang-kadang penglihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah
berat. Pada glaukoma simpleks (glaukoma primer yang ditandai dengan sudut
bilik mata terbuka) ditemukan perjalanan penyakit yang lama akan tetapi berjalan
terus sampai berakhir dengan kebutaan yang disebut sebagai glaukoma absolut.
Karena perjalanan penyakit yang demikian maka glaukoma simpleks disebut
sebagai maling penglihatan3.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kiri adalah 0 (nol), terdapat
hiperemi pada sklera, dan kornea berwarna putih keruh. Pada pemeriksaan
tekanan intraokular dengan tonometri diperoleh nilai TIO mata kiri pasien adalah
81,7 mmHg.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis adanya glaukoma
dapat dilakukan1-3:
1. Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan ini penting untuk menegakan diagnosis, meneliti perjalanan
penyakitnya, dan untuk menentukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus
selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada
glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer belum menujukan
kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukan adanya macam-
9
macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandang perifer juga
memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal
atas. Yang kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang
dapat menimbulkan tunnel vision, yaitu seolah–olah melihat melalui teropong
dan akhirnya menjadi buta.
2. Pemeriksaan oftalmoskopi
Pada pemeriksaan ini, akan terlihat penggaungan dan atrofi tampak pada
papil N. II. Ada yang mengatakan, bahwa pada glaukoma sudut terbuka,
didalam saraf optik didapatkan kelainan degenerasi yang primer, yang
disebabkan oleh insufisiensi vaskular. Sebab menurut penelitian kemunduran
fungsinya terus berlanjut, meskipun tekanan intraokulernya telah dinormalisir
dengan obat– obatan ataupun dengan operasi. Juga penderita dengan kelainan
sistemik seperti diabetes melitus, arteriosklerosis, lebih mudah mendapat
kelainan saraf optik, akibat kenaikan tekanan intraokuler, dari pada yang lain.
Kelainan dikatakan bermakna bila ada pembesaran cup-to-disc ratio (CDR)
lebih besar dari 0.5, dan asimetri CDR antara dua mata 0.2 atau lebih.
3. Pemeriksaan Gonioskopi
Dengan lensa gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat
menimbulkan glaukoma. Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan
pada setiap kasus yang dicurigai adanya glaukoma. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan
kornea setelah diberikan local anestesi. Lensa ini dapat digunakan untuk
melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.
10
4. Pemeriksaan Tonometri
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui tekanan intraokular. Alat
sederhana yang biasa digunakan adalah tonometer Schiotz, yaitu dengan
dilakukan indentasi (penekanan) pada kornea. TIO > 20 mmHg di curigai
adanya glaukoma. TIO > 25 mmHg pasien menderita glaukoma.
5. Tes Provokasi
Tes provokasi yang sering dilakukan adalah uji kopi, uji minum air, uji
steroid, uji variasi diurnal, dan uji kamar gelap.
Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada
semua bentuk glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu
dan besar peningkatan tekanan intraokular. Tekanan intraokular yang normal
berkisar antara 15-20 mmHg (dengan Schiotz). Umumnya tekanan 24,4 mmHg
masih dianggap sebagai batas tertinggi. Tekanan 22 mmHg dianggap high normal
dan kita sudah harus waspada2.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
11
Gambar 2. Peningkatan Tekanan dalam Bola Mata
dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi
atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi
atrofik, dan prosessus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma,
tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik
pada iris yang disertai edema kornea1.
Pemilihan pengobatan glaukoma dapat dibagi berdasarkan jenis
glaukomanya. Pengobatan ditujukan pada penyebabnya dan juga terhadap
glaukomanya sendiri. Walaupun glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari
glaukoma, tetapi terapi medikamentosa masih diperlukan. Terapi medikamentosa
pada glaukoma absolut, prinsip penatalaksanaannya adalah menurunkan TIO,
memberi terapi simptomatik, dan mengatasi ketidakmampuan penglihatan pasien.
Pada pasien ini diberikan obat peroral dan topical. Obat peroral yang
diberikan yaitu asam mefenamat yang berfungsi sebagai analgetik dan
antiinflamasi untuk mengurangi nyeri kepala yang dikeluhkan penderita. Asam
mefenamat diberikan 3 x 500 mg, sesuai untuk dosis dewasa. Selain itu, obat oral
lain yang diberikan adalah asetazolamid yang berfungsi untuk menekan produksi
humor akueus . Dosis asetazolamid 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500
mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini dapat
menimbulkan poliuria. Efek samping asetazolamid antara lain anoreksi, muntah,
mengantuk, trombositopeni, granulositopeni, kelainan ginjal1,3.
Obat topical yang diberikan pada pasien antara lain Timolol 0,5 % ed 2 dd
gtt 1 dan Cendo carpine 2 % ed 6 dd gtt1, yang fungsinya untuk menurunkan
tekanan intraokular dengan menarik cairan dari dalam mata, menekan produksi
12
humor akueus dan juga mendilatasikan pupil untuk mencegah terbentuknya
sinekia posterior yang permanen1,3.
Timolol maleate adalah penghambat reseptor beta adrenergik non selektif
yang digunakan untuk pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan tetes mata
dengan kadar 0,25%, 0,5% dan 0,68%. Sama seperti Brinzolamide, Timolol
maleate mengurangi tekanan pada mata akibat glaukoma. Selain itu diberikan pula
Cendo carpine 2-4 %, 3-6 kali satu tetes sehari berfungsi membesarkan
pengeluaran cairan mata1,3.
Pengobatan lain untuk glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar
beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau
melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit2,3,7.
13
BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus glaukoma absolut pada seorang wanita usia 28
tahun. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang didapat. Penderita mendapatkan terapi yang
berfungsi sebagai simptomatik untuk mengurangi keluhan, menurunkan tekanan
intarokular baik topikal maupun sistemik dan mendilatasi pupil untuk melepaskan
atau mencegah terjadinya sinekia posterior yang permanen.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Shock JP. Lensa. Dalam: Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum (General Opthalmology). Alih bahasa: Ilyas S. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000
2. Ilyas S, Mailangkay, Taim H, Saman R, Simarmata M et al. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke 2. Jakarta: Sagung Seto, 2002
3. Ilyas R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009
4. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta, Penerbit Erlangga, 2006
5. Asta. Glaukoma. 2009 ; (online), (http://www.astaqauliyah.com diakses 14 Juli 2010)
6. Mansjoer Arif, dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta, FKUI, 2001 hal 109-110
7. Anonymous. Glaukoma Absolut. 2009; (online), (http://www.wrongdiagnosis.com diakses 14 Juli 2010)
15