52
LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KANJURUHAN KEPANJEN MALANG KRISIS HIPERTENSI Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya Oleh: Alfiani Rosyida Arisanti, S.Ked. 209.121.0013 Pembimbing: dr. Bondan, M.Kes., Sp.PD.

Lapsus Krisis Hipertensi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lapsus Krisis Hipertensi

LAPORAN STUDI KASUSLABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAMRSUD KANJURUHAN KEPANJEN MALANG

KRISIS HIPERTENSI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh:

Alfiani Rosyida Arisanti, S.Ked.

209.121.0013

Pembimbing:

dr. Bondan, M.Kes., Sp.PD.

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2013

Page 2: Lapsus Krisis Hipertensi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-

Nya kepada penyusun sehingga Laporan Studi Kasus Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam

yang berjudul “Krisis Hipertensi” ini dapat terselesaikan sesuai rencana yang diharapkan.

Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai ujian kasus guna memenuhi tugas

Kepaniteraan Klinik Madya serta melatih keterampilan klinis dan komunikasi dalam

menangani kasus secara holistik dan komprehensif.

Penyusun menyadari bahwa laporan makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan

kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas saran

dan kritik dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.

Semoga Laporan Studi Kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca serta rekan-

rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.

Penyusun

Alfiani Rosyida Arisanti, S.Ked.

1

Page 3: Lapsus Krisis Hipertensi

DAFTAR ISI

Judul

Kata Pengantar .................................................................................................1

Daftar Isi ..........................................................................................................2

BAB I : Pendahuluan .....................................................................................3

BAB II : Laporan KasusIdentitas Penderita......................................................................................4Anamnesis..................................................................................................4Anamnesis Sistem......................................................................................5Pemeriksaan Fisik......................................................................................5Pemeriksaan Penunjang.............................................................................7Resume.......................................................................................................9Diagnosis....................................................................................................9Penatalaksanaan.........................................................................................9Follow Up................................................................................................10

BAB III : Tinjauan PustakaSistem Kardiovaskuler

Anatomi Sistem Kardiovaskuler.......................................................11Fisiologi Sirkulasi Kardiovaskuler...................................................11

HipertensiDefinisi..............................................................................................12Etiologi..............................................................................................12Klasifikasi.........................................................................................13Patofisiologi......................................................................................14Gambaran Klinis...............................................................................15Pemeriksaan Penunjang....................................................................15Penatalaksanaan................................................................................16Komplikasi........................................................................................18

Krisis HipertensiDefinisi..............................................................................................20Epidemiologi.....................................................................................20Patofisiologi......................................................................................21Gambaran Klinis...............................................................................22Diagnosa...........................................................................................23Penatalaksanaan................................................................................25Prognosis...........................................................................................30

BAB IV : Penutup ..........................................................................................31

Daftar Pustaka.................................................................................................32

2

Page 4: Lapsus Krisis Hipertensi

LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

BAB IPENDAHULUAN

Hipertensi (HT) merupakan permasalahan kesehatan masyarakat dunia. Pada

setiap jenis hipertensi, dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu

kegawatan medik dan memerlukan upaya pengenalan dini serta pengelolaan yang

cepat dan tepat untuk mencegah kerusakan organ dan menyelamatkan jiwa

penderita. Beberapa peneliti mengatakan bahwa 1% dari penderita hipertensi akan

mengalami krisis hipertensi. Berdasarkan data dari majalah the Lancet dan WHO

memprediksi bahwa kejadian krisis hipertensi akan meningkat dari 0,26% pada

tahun 2000 menjadi 0,29% pada tahun 2025 pada penduduk dewasa di dunia.

Gambaran kilnis krisis HT berupa tekanan darah (TD) yang sangat tinggi,

menetap pada nilai-nilai yang tinggi dan terjadi dalam waktu yang singkat serta

menimbulkan keadaan klinis yang gawat. Seberapa besar TD yang dapat

menyebabkan krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada

penderita yang sebelumnya nomortensi atau HT ringan/sedang. Krisis hipertensi

dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni hipertensi emergensi dan hipertensi

urgensi. Sebagian besar ahli mendefinisikan hipertensi emergensi sebagai suatu

situasi yang membutuhkan penurunan tekanan darah segera dengan menggunakan

obat parenteral akibat adanya ancaman kerusakan organ target yang akut dan

bersifat progresif, sedangkan hipertensi urgensi merupakan suatu situasi dengan

peningkatan tekanan darah yang nyata tetapi tanpa disertai gejala klinis yang berat

atau kerusakan organ target yang progresif, namun tekanan darah tetap perlu

diturunkan dalam hitungan jam dengan menggunakan obat oral. Berdasarkan latar

belakang tersebut, maka penulis mengangkat kasus ini sebagai pembelajaran.

3

Page 5: Lapsus Krisis Hipertensi

LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

BAB IILAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. M Tanggal periksa : 09-11-2013

Umur : 53 tahun Nomor RM : 33-49-23

Pekerjaan : Petani Pasien Jamkesmas

Pendididkan : Tidak sekolah Status Perkawinan: Menikah

Nama suami : Tn.C

Usia suami : 55 tahun

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Pakisaji

B. ANAMNESIS (Heteroanamnesis)

1. Keluhan Utama : nyeri dada

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang diantar keluarganya ke UGD Rumah Sakit Kanjuruhan

tanggal 9 November 2013 pukul 15.33 WIB dengan keluhan nyeri dada

yang dirasakan sejak kemarin pagi. Nyeri dada dirasakan semakin

memberat tetapi tidak menjalar dan pasien juga mengeluh sesak. Pasien

mengeluhkan sakit kepala di bagian tengkuk seperti kaku dan berat serta

semakin memberat saat aktivitas biasa pada pagi hari. Pasien tidak

mengeluh mual dan muntah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat MRS : (+) karena stroke

Riwayat stroke : (+) saat 10 tahun yang lalu

Riwayat DM : (-)

Riwayat hipertensi : (+)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (+) anak dan saudara

5. Riwayat kebiasaan dan gizi:

Jarang berolahraga

4

Page 6: Lapsus Krisis Hipertensi

Pasien mengaku sudah berhenti mengkonsumsi kopi dan mengurangi

makanan asin.

6. Riwayat Pengobatan:

Pasien mengaku jarang kontrol dan jarang mengkonsumsi obat karena

merasa tidak ada keluhan yang dirasakan.

C. ANAMNESIS SISTEM

Kulit : kulit gatal (-), bintik merah di kulit (-), berkeringat (-)

Kepala : rambut beruban, luka (-), benjolan (-), sakit kepala (+)

Mata : merah (-/-), penglihatan berkunang-kunang (-)

Hidung : tersumbat (-/-), mimisan (-/-), sekret/rhinorrea (-/-)

Telinga : cairan (-/-), nyeri (-/-)

Mulut : sariawan (-), bibir pucat (-)

Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)

Pernafasan : sesak nafas (+), batuk (-)

Kardiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (+)

Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), BAB (normal)

Genitourinaria : BAK (normal)

Neurologic : kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-)

Muskuluskeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-)

Ekstremitas :

a. Atas kanan : bengkak (-), nyeri (-), luka (-)

b. Atas kiri : bengkak (-), nyeri (-), luka (-)

c. Bawah kanan : bengkak (-), nyeri (-), luka (-)

d. Bawah kiri : bengkak (-), nyeri (-), luka (-)

D. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 9 November 2013)

1. KU: tampak lemah, kesadaran (GCS 456), status gizi kesan cukup.

2. Tanda Vital

Tensi : 238/129 mmHg

Nadi : 82 x/ menit

Pernafasan : 28 x/menit

Suhu : 37oC

5

Page 7: Lapsus Krisis Hipertensi

3. Kulit

Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-)

4. Kepala

Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, atrofi m.

temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), mimik wajah kesakitan

5. Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), subconjunctiva bleeding (-/-)

6. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).

7. Mulut

Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-).

8. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-).

9. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), sekret (-)

10. Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

11. Thoraks

Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider

nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-), nyeri (+)

Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat

Perkusi : batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio

Clavicularis Sinistra

pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra

(batas jantung terkesan normal)

Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo : Statis (depan dan belakang)

6

Page 8: Lapsus Krisis Hipertensi

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

Pulmo : Dinamis (depan dan belakang)

Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

12. Abdomen

Inspeksi : flat

Palpasi : nyeri (-), undulansi (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus normal

13. Ektremitas

Palmar eritema (-/-)

Akral dingin Oedem

- -

- -

14. Sistem genetalia: dalam batas normal

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Hematologi (9 November 2013)

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai NormalDarah lengkapHb HCTEritrositLeukositTrombosit

14,140,74,747.700217.000

g/dl%Juta/cmmsel/cmmsel/cmm

L= 13,5-18 P= 12-16L= 40-54 P= 35-47L= 4,5-6,5 P= 4,0-6,04.000-11.000150.000-450.000

Laboratorium Kimia Darah (9 November 2013)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

GDSSGOT

80 mg/dl14 U/L

<140L= 10-42 P= 7-35

7

- -

- -

Page 9: Lapsus Krisis Hipertensi

SGPTUreum/ureaCreatinin

12 U/L51 mg/dl1,0 mg/dl

L= 10-42 P= 7-3520-40L= 0,6-1,1 P= 0,5-0,9

Kesimpulan: kadar ureum sedikit meningkat dengan krisis hipertensi

EKG (11 November 2013)

Lead I V1

Lead II V2

Lead III V3

AVF V4

AVL V5

AVR V6

8

Page 10: Lapsus Krisis Hipertensi

F. RESUME

Ny. M, 53 tahun datang dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan sejak

kemarin pagi, pasien juga mengeluh sesak. Pasien mengeluhkan sakit kepala

di bagian tengkuk seperti kaku dan berat serta semakin memberat saat

aktivitas biasa pada pagi hari. Pasien tidak mengeluh mual dan muntah. Pasien

pernah MRS karena stroke sekitar 10 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat

hipertensi sudah sejak lama tetapi jarang kontrol dan jarang mengkonsumsi

obat karena merasa tidak ada keluhan yang dirasakan. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan tekanan darah 238/129 mmHg, dan mimik wajah pasien terlihat

kesakitan, didapatkan juga nyeri lepas (tanpa penekanan) pada dada.

G. DIAGNOSIS

Krisis Hipertensi

Differrential Diagnosis:

1. Myocardial Infarction

2. Cerebrovascular Accident (CVA)

3. Acute Coronary Syndrome

4. Renal disorder

H. PENATALAKSANAAN

Non Farmakoterapi

a. Edukasi tentang penyakitnya

b. Tirah baring, head up 30o

c. Diet rendah cairan

d. Diet rendah garam

Farmakoterapi (tanggal 9 November 2013)

1. O2 nasal 2 liter/menit

2. R/ IVFD NS 20 tpm

3. R/ Inj. Neurobion 5000 amp 3ml drip

4. R/ Nifedipin 5 mg PO sublingual, monitor tiap 15-30’ ulang

5. R/ Interpril 5 mg PO 1-0-0

9

Page 11: Lapsus Krisis Hipertensi

I. FOLLOW UP

Nama/usia : Ny.M / 53 tahun

Diagnosis : Krisis hipertensi

Tabel flowsheet penderitaNo. Tanggal S O A P1. Sabtu,

9/11/201315.33 WIBLokasi: IGD

nyeri dada sejak kemarin pagi, sesak, sakit kepala semakin memberat saat aktivitas biasa pagi hari.

KU: lemah, GCS: 456TD: 238/129 mmHg, N :82 x/mnt, RR : 28 x/mnt, Suhu: 37oCP.Fisik:mimik wajah terlihat kesakitan, nyeri lepas dada (+), retraksi dinding dada (-), edema ekstremitas atas & bawah (-/-), meteorismus abdomen (-)P.Penunjang:Darah lengkap & Kimia darah : kadar ureum sedikit meningkat dengan krisis hipertensi

Krisis Hipertensi

O2 nasal 2 liter/menitR/ IVFD NS 20 tpm R/ Neurobion 5000 amp 3 ml dripR/ Nifedipin 5 mg PO sublingual

- R/ Interpril 5mg PO 1-0-0

-

2. Minggu, 10/11/2013Lokasi: R. Airlangga

nyeri dada, sesak berkurang, sakit kepala berkurang

KU: lemah, GCS: 456TD: 150/90 mmHg, N:78 x/mnt,RR: 24 x/mnt, Suhu: 35,8oCP.Fisik:mimik wajah terlihat kesakitan, nyeri lepas dada (+), retraksi dinding dada (-), edema ekstremitas atas & bawah (-/-), meteorismus abdomen (-)

Krisis Hipertensi

O2 nasal 2 liter/menitR/ IVFD NS 20 tpm R/ Neurobion 5000 amp 3 ml drip

- R/ Interpril 5mg PO 1-0-0

3. Senin, 11/11/2013Lokasi: R. Airlangga

sakit kepala, sulit tidur

KU: lemah, GCS: 456TD: 140/90 mmHg, N :82 x/mnt,RR: 19 x/mnt, Suhu: 36,3oCP.Fisik:nyeri dada (-), retraksi dinding dada (-), edema ekstremitas atas & bawah (-/-), meteorismus abdomen (-)

Krisis Hipertensi

R/ IVFD NS 20 tpm R/ Neurobion 5000 amp 3 ml drip

- R/ Interpril 5mg PO 1-0-0

4. Selasa, 12/11/2013Lokasi: R. Airlangga

sakit kepala berkurang, bisa tidur

KU: cukup, GCS: 456TD: 140/80 mmHg, N :82 x/mnt,RR: 20 x/mnt, Suhu: 35,8oCP.Fisik:

Krisis Hipertensi

R/ IVFD NS 20 tpm R/ Inj.iv Ketorolac 3 dd 1R/ Interpril 5mg PO 1-0-0

5. Rabu, 13/11/2013Lokasi: R. Airlangga

Tidak ada keluhan KU: cukup, GCS: 456TD: 140/70 mmHg, N: 80 x/mnt,RR: 18 x/mnt, Suhu: 36,5oCP.Fisik:nyeri dada (-), retraksi dinding dada (-), edema ekstremitas atas & bawah (-/-), meteorismus abdomen (-)

Krisis Hipertensi

R/ IVFD NS 20 tpm R/ Inj.iv Ketorolac 3 dd 1

- R/ Interpril 5mg PO 1-0-0

6. Kamis, 14/11/2013 Lokasi: R. Airlangga

Tidak ada keluhan KU: cukup, GCS: 456TD: 140/90 mmHg, N:78 x/mnt,RR: 20 x/mnt, Suhu: 36oCP.Fisik:nyeri dada (-), retraksi dinding dada (-), edema ekstremitas atas & bawah (-/-), meteorismus abdomen (-)

Krisis Hipertensi

R/ IVFD NS 20 tpm R/ Interpril 5mg PO 1-0-0

Boleh Pulang

10

Page 12: Lapsus Krisis Hipertensi

LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

A. SISTEM KARDIOVASKULER

a. Anatomi Sistem Kardiovaskuler

Gambar 3.1: Sistem Peredaran Darah Jantung dan Pembuluh Darah. 1

b. Fisiologi Sirkulasi Kardiovaskuler

Gambar 3.2: Komponen yang mempengaruhi tekanan darah. 1

Pada gambar 3.1 dan 3.2 menunjukkan sistem sirkulasi jantung. Tekanan

darah manusia dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi perifer. Curah

11

Page 13: Lapsus Krisis Hipertensi

jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh ventrikel setiap

menit. Setiap periode tertentu volume darah yang mengalir melalui sirkulasi

pulmonalis di periode tertentu ekuivalen dengan volume darah yang mengalir ke

sirkulasi sistemik. Faktor yang mempengaruhi curah jantung yaitu frekuensi

denyut jantung dan volume sekuncup (Stroke volume). Volume sekuncup adalah

jumlah darah yang dipompa keluar oleh ventrikel dalam sekali berdenyut. Volume

sekuncup dipengaruhi oleh kontraktilitas otot jantung, volume darah yang kembali

ke jantung atau aliran balik vena menuju atrium (preload) serta volume darah

yang diejeksikan dari ventrikel (afterload). 1

B. HIPERTENSI

a. Definisi Hipertensi

Sesuai dengan JNC VII 2003 (Seventh Joint National Committee) on

Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure,

hipertensi adalah tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140

mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama

dengan 90 mmHg (Nugroho, 2010). Diagnostik ini dapat dipastikan dengan

mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001 : 453).

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme

pengaturan tekanan darah (Mansjoer,2000 : 144).

b. Etiologi Hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan

besar yaitu : (Lany Gunawan, 2001)

1. Hipertensi essensial (primer): hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.

2. Hipertensi sekunder: hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,

sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun

hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian

telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya

hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

12

Page 14: Lapsus Krisis Hipertensi

Faktor keturunan

Ciri perseorangan

o Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )

o Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )

o Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

Kebiasaan hidup

o Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )

o Kegemukan atau makan berlebihan

o Stress

o Merokok

o Minum alkohol

o Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Hipertensi sekunder disebabkan oleh sebagai berikut :

Tabel 3.1: Etiologi hipertensi sekunder. 1

c. Klasifikasi

13

Page 15: Lapsus Krisis Hipertensi

Tabel 3.2: Pembagian hipertensi menurut JNC VII. 1

d. Patofisiologi

Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel

kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan

pembuluh darah perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan

hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastole.

Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpato-adrenal yang

meningkat dan peningkatan aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron (RAA)

belum diketahui, mungkin sebagai penunjang saja. Fungsi pompa ventrikel kiri

selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya

aterosklerosis primer.

Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus

(konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat

tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada

stadium selanjutnya, karena penyakir berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak

teratur, dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada

jantung dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara

massa dan volume, oleh karena meningkatnya volume diastolik akhir. Hal ini

diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan

fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan

konsumsi oksigen otot jantung. Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik

ventrikel kiri berhubungan erat bila disertai dengan penyakit  jantung  koroner.

  Faktor Koroner

Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga

meningkat. Jadi cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan-perubahan

hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat

hipertrofi otot jantung.

Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu:

14

Page 16: Lapsus Krisis Hipertensi

1. penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos

pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan.

Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya

compliance pembuluh-pembuluh ini dan mengakibatkan tahanan perifer;

2. hipertrofi yang meningkat mengakibatkan kurangnya kepadatan kepiler per

unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi

antara kapiler dan serat otot yang hipertrofik menjadi factor utama pada

stadium lanjut dari gambaran hemodinamik ini.

Jadi, faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit,

meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktifitas

mekanik ventrikel kiri.

e. Gambaran Klinis

Gejala klinis spesifik pada pasien hipertensi yaitu nyeri kepala yang dirasakan

pada pagi hari dan terlokalisir di oksipital. Gejala non spesifik hipertensi yaitu

pusing, palpitasi, kelemahan, dan impotensi. Gejala yang timbul pada hipertensi

sekunder tergantung penyakit yang mendasari.

f. Pemeriksaan Penunjang

1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

2. Pemeriksaan retina

3. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

4. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

5. Pemeriksaan; renogram, pielogram intravena arteriogram renal,

pemeriksaan fungsi

6. ginjal terpisah dan penentuan kadar urin

7. Foto dada dan CT scan.

8. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti

ginjal dan jantung

15

Page 17: Lapsus Krisis Hipertensi

Tabel 3.3: Pemeriksaan Laboratorium Untuk Mengetahui Fungsi Organ. 1

g. Penatalaksanaan

Tabel 3.4: Penatalaksanaan hipertensi. 2

16

Page 18: Lapsus Krisis Hipertensi

Diagram 3.1: Alur penatalaksanaan hipertensi. 2

Non Farmakoterapi

Tabel 3.5: Terapi Modifikasi Gaya Hidup pada Hipertensi. 1

Farmakoterapi

17

Page 19: Lapsus Krisis Hipertensi

Tabel 3.6: Daftar obat yang digunakan dalam terapi hipertensi. 1

Pengobatan pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam dua

kategori pengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi dan

pengobatan penyakit jantung hipertensi. Tekanan darah ideal adalah kurang

dari 140/90 pada pasien tanpa penyakit diabetes dan penyakit ginjal kronik

dan kurang dari 130/90 pada pasien dengan penyakit diatas.

Pengobatan hipertensi atau penyakit jantung hipertensi dapat

menggunakan berbagai kelompok obat antihipertensi seperti thiazide, beta-

blocker dan kombinasi alpha dan beta blocker, calcium channel blockers, ACE

inhibitor, angiotensin receptor blocker dan vasodilator seperti hydralazine.

Hampir pada semua pasien memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi

untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan.

18

Page 20: Lapsus Krisis Hipertensi

Tabel 3.7: Terapi hipertensi dengan komplikasi. 2

h. Komplikasi

Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada

hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan

baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal,

mata,otak, dan jantung.Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing,

migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial.

Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut:

pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan(jarangan), sukar tidur, sesak

nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang.

Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah:

gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung,gangguan fungsi ginjal,

gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh

darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma,

sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal,

serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan

merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus hipertensi erat kaitannya

dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah raga, stress, minum-minuman,

beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. kebiasaan makan juga perlu

19

Page 21: Lapsus Krisis Hipertensi

diqwaspadai. pembatasan asupan natrium (komponen utama garam), sangat

disarankan karena terbukti baik untuk kesehatan penderita hipertensi.

Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat

menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain :

a. Stroke

b. Gagal jantung

c. Gagal Ginjal

d. Gangguan pada Mata

20

Page 22: Lapsus Krisis Hipertensi

C. KRISIS HIPERTENSI

a. Definisi Krisis Hipertensi

Klasifikasi dan pendekatan untuk hipertensi secara periodik ditinjau oleh Joint

National Committee (JNC) dalam pencegahan, deteksi, evaluasi, dan penanganan

tekanan darah tinggi, dengan laporan terbaru (JNC 7) yang telah dirilis pada tahun

2003. 3 Meskipun tidak secara khusus dijelaskan dalam laporan JNC 7, pasien

dengan tekanan darah sistolik (Systolic blood pressure/SBP) > 179 mm Hg atau

tekanan darah diastolik (Diastolic blood pressure/SBP) > 109 mm Hg biasanya

dianggap sebagai "krisis hipertensi". Berdasarkan data dari JNC 3 tahun 1993

mendefinisikan klasifikasi operasional krisis hipertensi secara komprehensif yaitu

"hypertensive emergencies/darurat" dan "hypertensive urgencies/mendesak"

Klasifikasi ini tetap berlaku sampai saat ini. Peningkatan tekanan darah (TD) yang

berat dan akut diklasifikasikan atas hypertensive emergencies yakni

hipertensi dengan kerusakan akut dan berat pada organ target, dan hypertensive

urgencies yakni tidak adanya keterlibatan kerusakan akut pada organ target.

Kepentingan pembagian hypertensive emergencies dan hypertensive urgencies

adalah untuk mengambil kebijakan penting dalam merumuskan rencana

terapeutik. Pasien dengan hypertensive urgencies, TD harus diturunkan dalam

waktu 24 sampai 48 jam, sedangkan pasien dengan hypertensive emergencies

harus memiliki TD yang rendah segera (antara 1-2 jam), meskipun tidak dalam

level yang normal.3,4

Malignant hypertension digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom

yang ditandai dengan peningkatan TD yang disertai dengan ensefalopati atau

nefropati akut.3,4 Tetapi istilah ini, telah dihapuskan dari National and International Blood Pressure Control guidelines dan istilah yang sering

digunakan dan telah disetujui adalah hypertensive emergency.3

b. Epidemiologi Krisis Hipertensi

Hypertensive emergency pertama kali dijelaskan oleh Volhard dan Fahr

pada tahun 1914, yang melihat pasien dengan hipertensi berat disertai dengan

tanda-tanda cedera vascular pada jantung, otak, retina, dan ginjal. Sindrom ini

21

Page 23: Lapsus Krisis Hipertensi

memiliki efek yang cepat dan fatal, berakhir dengan serangan jantung, gagal

ginjal, atau stroke, tetapi masih belum dapat dijelaskan secara rinci. Sampai pada

tahun 1939 telah dilakukan studi besar pertama dari perjalanan penyakit

hypertensive emergency dan telah dapat dijeslakan secara rinci. Hasil

artikel ini dijelaskan oleh Keith dan rekan-rekannya, yang mengungkapkan bahwa

hypertensive emergency yang tidak diobati memiliki angka kematian 1

tahun sebanyak 79%, dengan harapan hidup rata-rata 10,5 bulan. Sebelum

ditemukan obat antihipertensi, dari seluruh pasien hipertensi memiliki

kemungkinan 7% mengalami hypertensive emergency. Saat ini,

diperkirakan antara 1 sampai 2% pasien dengan hipertensi akan mengalami

hypertensive emergency. 3,4

Di Amerika Serikat, keadaan hypertensive emergency terus berkembang

dan menjadi umum. Epidemiologi gangguan ini sejajar dengan distribusi dari

essential hypertension, yang lebih tinggi pada orang tua dan Afrika Amerika,

dengan laki-laki berpengaruh dua kali lebih sering daripada wanita. Meskipun

selama 4 dekade terakhir pengembangan obat antihipertensi semakin efektif,

tetapi insiden hypertensive emergency tetap terus meningkat. Sebagian besar pasien yang datang dengan hypertensive emergency ke

rumah sakit pernah diagnosis hipertensi sebelumnya dan telah diresepkan obat

antihipertensi. Namun, pesien-pasien tersebut memiliki kontrol TD yang tidak

adekuat. Kurangnya dokter perawatan primer, serta ketidakpatuhan konsumsi obat

antihipertensi yang telah diresepkan memiliki peran yang kuat terhadap terjadinya

hypertensive emergency. Dalam beberapa penelitian, 50% dari pasien yang

datang ke IGD dengan hypertensive emergency diakibatkan ketidakpatuhan

dalam mengkonsumsi obat antihipertensi dalam minggu sebelumnya. Selain itu di

daerah metropolitan, sebagian kecil pasien, penggunaan narkoba menjadi faktor

risiko utama dalam pengembangan hypertensive emergency. 3,4

c. Patofisiologi

Hipertensi berat akut dapat mempersulit hipertensi esensial dan hipertensi

sekunder. Faktor-faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi peningkatan TD

yang cepat dan berat pada pasien dengan krisis hipertensi masih belum dapat

dipahami dengan jelas. Kecepatan dari onset menunjukkan adanya faktor pemicu

22

Page 24: Lapsus Krisis Hipertensi

yang menyertai keadaan hipertensi yang sudah diderita sebelumnya. Krisis

hipertensi diperkirakan diakibatkan oleh peningkatan mendadak resistensi

vaskular sistemik yang mungkin berhubungan dengan vasokontriktor humoral.

Selanjutnya, peningkatan TD menghasilkan stres mekanik dan cedera sel endotel

yang mengarah kepada peningkatan permeabilitas, aktivasi koagulasi cascade dan

platelet, dan deposisi fibrin. Peningkatan TD yang berat, dapat menyebabkan

cedera sel endotel dan nekrosis fibrinoid dari arteriol. 3,4

Akibat dari proses tersebut, akan menyebabkan iskemia dan pelepasan

mediator vasoaktif lain yang dapat menyebabkan cedera berkelanjutan (lingkaran

setan). Sistem renin-angiotensin akan sering diaktifkan, sehingga menyebabkan

vasokonstriksi lebih lanjut dan produksi sitokin proinflamasi seperti interleukin-6. 3,4 Deplesi (habisnya) volume sebagai akibat dari tekanan natriuresis menstimulasi

pelepasan lebih lanjut zat vasokonstriktor dari ginjal. Mekanisme kolektif ini

dapat berujung di hipoperfusi, iskemia dan disfungsi organ target yang

bermanifestasi sebagai hypertensive emergency.

d. Gambaran Klinis

Tabel 3.8: Manifestasi klinis hypertensive emergencies. 3

Sebagian besar pasien akan mengalami peningkatan TD yang persisten selama

sekitar satu tahun sebelum mengalami hypertensive emergency.

Manifestasi klinis dari hypertensive emergency secara langsung

berhubungan dengan terjadinya disfungsi organ target tertentu. Tanda-tanda dan

gejala dapat bervariasi antar pasien. Zampaglione dan rekan-rekannya melaporkan

bahwa tanda-tanda yang paling sering pada pasien dengan keadaan

hypertensive emergency adalah nyeri dada (27%), dyspnea (22%), dan

23

Page 25: Lapsus Krisis Hipertensi

defisit neurologis (21%). Tidak ada ambang batas tertentu pada TD yang dapat

berhubungan dengan terjadinya hypertensive emergency. Namun, disfungsi

organ jarang terjadi pada tekanan diastole/DBP <130 mmHg (kecuali pada anak-

anak dan kehamilan). Peningkatan TD yang absolut juga mungkin tidak

berpengaruh terhadap terjadinya hypertensive emergency. Misalnya, pada

pasien dengan hipertensi lama, dengan tekanan sistol/SBP > 200 mm Hg atau

DBP > 150 mm Hg mungkin juga ditoleransi tanpa perkembangan hipertensi

ensefalopati, sedangkan pada anak dan ibu hamil ensefalopati dapat berkembang

dengan DBP hanya > 100 mmHg. 3

e. Diagnosa 5,6,11,12,16

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi

tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil

pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita

sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.

Anamnesa: sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal

yang penting ditanyakan :

- Riwayat hipertensi: lama dan beratnya.

- Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

- Usia: sering pada usia 40 – 60 tahun.

- Gejala sistem syaraf (sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas).

- Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang ).

- Gejala sistem kardiovascular (payah jantung, kongestif dan oedem paru,

nyeri dada )

- Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

- Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD (baring dan berdiri) mencari

kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif,

aorta diseksi). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan

neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari

penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.

Pemeriksaan penunjang :

24

Page 26: Lapsus Krisis Hipertensi

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1. Pemeriksaan yang segera seperti :

darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.

urine : Urinelisa dan kultur urine.

EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.

Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan

terlaksana ).

2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan

yang pertama ) :

sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ),

biopsi renald ( kasus tertentu ).

menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT

Scan.

Bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk Katekholamine,

metamefrin, venumandelic Acid (VMA).

Faktor presifitasi pada krisis hipertensi

Dari anamnese dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat dibedakan

hipertensi emergensi urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis

hipertensi. Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis

hipertensi, antara lain :

- Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial (tersering).

- Hipertensi renovaskular.

- Glomerulonefritis akut.

- Sindroma withdrawal anti hypertensi.

- Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.

- Renin-secretin tumors.

- Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO

inhibitors.

- Penyakit parenkhim ginjal.

- Pengaruh obat: kontrasepsi oral, anti depresan trisiklik, kortikosteroid, NSAID,

MAO Inhibitor, simpatomimetik (pil diet, sejenis Amphetamin), ergot alk.

- Luka bakar.

25

Page 27: Lapsus Krisis Hipertensi

- Progresif sistematik sklerosis, SLE.

Differential diagnosa

Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis

hipertensi seperti :

- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.

- Ansietas dengan hipertensi labil.

- Oedema paru dengan payah jantung kiri.

f. Penatalaksanaan

Dasar-dasar penanggulangan krisis HT : 5,11,12,15

Tekanan darah harus segera diturunkan karena penundaan akan memperburuk

penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi dipihak lain,

penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan

aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal. Untuk menurunkan

TD sampai ke tingkat yang diharapkan perlu diperhaikan berbagai faktor antara

lain keadaan hipertensi sendiri (TD segera diturunkan atau bertahap), pengamatan

problema yang menyertai krisis hipertensi perubahan dari aliran darah dan

autoregulasi TD pada organ vital dan pemilihan obat anti hipertensi yang efektif

untuk krisis hipertensi dan monitoring efek samping obat.

o Autoregulasi

Autoregulasi: penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan

pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran

darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.

Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak

dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi.

Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan.

Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada

individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean

Arterial Pressure ( MAP ) 60–70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas

autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah

untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal,

maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual,

menguap, pingsan dan sinkope.

26

Page 28: Lapsus Krisis Hipertensi

Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic

yang disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak. Walaupun

oleh Kontos dkk. mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam

perubahan metabolisme di otak. Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan

TD yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditolelir. Pada penderita

hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang

autoregulasi ini akan berubah, sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada

TD yang lebih tinggi. Straagaard pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-

rata 113 mmHg pada 13 penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan

dengan 73 mmHg pada orang normotensi. Penderita hipertensi dengan

pengobatan mempunyai nilai diantara group normotensi dan hipertensi tanpa

pengobatan dan dianggap bahwa TD terkontrol cenderung menggeser

autoregulasi kearah normal.

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun

hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira

25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis

hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 20–25% dalam beberapa menit/jam,

tergantung dari apakah emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita

aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan

dalam tempo 15–30 menit dan bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi

emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25%

dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan

intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus

dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.

o Status volume cairan 11,15

Umumnya penderita krisis hipertensi mempunyai intravaskuler volume

depletion, oleh karena itu jangan diberi terapi diuretika, kecuali bila secara

klinis dibuktikan adanya volume overload seperti payah jantung kongestif atau

oedema paru. Perlu diketahui bahwa pembatasan cairan dan garam (natrium)

serta diuretika pada hipertensi maligna akan menyebabkan bertambahnya

volume depletion sehingga bukannya menurunkan TD malah meningkatkan

27

Page 29: Lapsus Krisis Hipertensi

TD. Pemberian diuretika dapat dilakukan bila setelah diberikan obat anti

hipertensi non diuretika beberapa hari dan telah terjadi reflex volume retention.

Penanggulangan hipertensi emergensi: 6,7,10

Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera

diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

- Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial

catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair

dan status volume intravaskuler.

- Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.

*tentukan penyebab krisis hipertensi

*singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT

*tentukan adanya kerusakan organ sasaran

- Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD

sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis

yang menyertai dan usia pasien.

- Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak

kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg

selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal :

disecting aortic aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP

ataupun TD yang didapat.

- Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal

pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung

dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan,

kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.

- TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam 1-2 minggu.

Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka

penderita dirawat diruangan intensive care unit, (ICU) dan diberi salah satu dari

obat anti hipertensi intravena (IV).

28

Page 30: Lapsus Krisis Hipertensi

Tabel 3.9: Terapi parenteral hypertensive emergencies. 3

Tabel 3.10: Dosis terapi parenteral hypertensive emergencies. 3

• Obat oral untuk hipertensi emergensi : 8,9,10,14

Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk

menggunakan obat oral seperti Nifedipine (Ca antagonist) dan Captopril dalam

penanganan hipertensi emergensi. Captopril dan Nifedipine sublingual tidak

berbeda bermakna dalam menurunkan TD. Captopril 25mg atau Nifedipine

10mg digerus dan diberikan secara sublingual kepada pasien. TD dan tanda

Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga dicatat tanda-tanda efek

samping yang timbul. Pasien digolongkan nonrespons bila penurunan TD

diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respons bila TD

diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan

simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai secara klinis

setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit

pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg

29

Page 31: Lapsus Krisis Hipertensi

atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan

sign dari organ sasaran.

Penaggulangan hipertensi urgensi : 11,12,15

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah

sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan

TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka

dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi

dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan antara lain:

- Nifedipine : 5-10 mg sublingual (onset 5-10 menit), buccal (onset 5 –10

menit), oral (onset 15-20 menit), duration 5 – 15 menit secara

sublingual/buccal. Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi,

flushing, hoyong.

- Clondine : oral dengan onset 30 – 60 menit, duration of action 8-12 jam.

Dosis : 0,1-0,2 mg, dilanjutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg. Efek

samping: sedasi,mulut kering. Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd

degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome. Over dosis dapat

diobati dengan tolazoline.

- Captopril: pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25 mg dan dapat

diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping : angio neurotik

oedema, rash, gagal ginjal akut.

- Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam

bila perlu. Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi,

takhikaro sakit kepala.

Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP

sebanyak 20 % ataupun TD < 120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin

terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan

katekholamine.

Pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat menyebabkan penurunan

TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi (walaupun hal ini

jarang sekali terjadi). Dikenal adanya “first dose” effek dari Prozosin. Dilaporkan

30

Page 32: Lapsus Krisis Hipertensi

bahwa reaksi hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan

timbulnya infark miokard dan stroke. Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine

ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas

aman dari MAP. Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi

cenderung lebih sensitive terhadap penambahan terapi. Untuk penderita ini dan

pada penderita dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada

pasien umur tua dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine

dan Clonidine harus dikurangi. Seluruh penderita diobservasi paling sedikit

selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga

kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila TD penderita yang obati tidak berkurang

maka sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.

g. Prognosis

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita

hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah

jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), payah jantung

kongestif disertai uremia (48%), infrak miocard (1%), diseksi aorta (1%).

Prognose menjadi lebih baik dengan ditemukannya obat yang efektif dan

penaggulangan gagal ginjal dengan analysis dan transplanta ginjal. Whitworth

melaporkan dari penelitiannya tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94%

dan survival 5 tahun sebesar 75%. Serum creatine merupakan prognostik marker

yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita

dengan kreatinin <300 umol/l memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan

penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9%. 5

31

Page 33: Lapsus Krisis Hipertensi

LAPORAN STUDI KASUS LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

BAB IVPENUTUP

Pasien Ny. M, 53 tahun datang dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan

sejak kemarin pagi, pasien juga mengeluh sesak. Pasien mengeluhkan sakit kepala

di bagian tengkuk seperti kaku dan berat serta semakin memberat saat aktivitas

biasa pada pagi hari. Pasien tidak mengeluh mual dan muntah. Pasien pernah

MRS karena stroke sekitar 10 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi

sudah sejak lama tetapi jarang kontrol dan jarang mengkonsumsi obat karena

merasa tidak ada keluhan yang dirasakan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

tekanan darah 238/129 mmHg, dan mimik wajah pasien terlihat kesakitan,

didapatkan juga nyeri lepas (tanpa penekanan) pada dada.

Hipertensi urgensi perlu dibedakan dengan hipertensi emergensi agar dapat

memilih pengobatan yang memadai bagi penderita. Hipertensi emergensi disertai

dengan kerusakan organ sasaran, sedangkan hipertensi urgensi tanpa kerusakan

organ sasaran/kerusakan minimal. Dalam memberikan terapi perlu diperhatikan

beberapa faktor : apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi,

mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat, cepatnya TD diturunkan, TD yang

diinginkan dan lama kerja dari obat, Autoregulasi dan perfusi dari organ vital

(otak, jantung, dan ginjal) bila TD diturunkan, faktor klinis lain (obat lain yang

diberikan, status volum), effek sqamping obat. Besarnya penurunan TD umumnya

kira-kira 25% dari MAP ataupun tidak lebih rendah dari 170-180/100mmHg.

Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD

dapat diatur sesuai dengan keinginan, sedangkan dengan obat oral kemungkinan

penurunan TD melebihi diingini sehingga dapat terjadi hipoperfusi organ. Drug of

choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside. Nifedipine,

Clinidine, merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi urgensi.

32

Page 34: Lapsus Krisis Hipertensi

KATA PENGANTAR

1. Longo, Fauci, Kasper, Hausen, Jameson, et al. Harrison’s manual of medicine. International edition. 18th edition. The McGraw-Hills Companies. USA: 2013.

2. JNC 7 Express. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S. Department of Health and Human Service. December 2003.

3. Paul E. Marik, MD, FCCP, and Joseph Varon, MD, FCCP. Hypertensive Crises: Challenges and Management. CHEST Postgraduate Education Corner. Contemporary Reviews in Critical Care Medicine: 2007; 131:1949–1962.

4. Joseph Varon, MD, FCCP, and Paul E. Marik, MD, FCCP. The Diagnosis and Management of Hypertensive Crises. CHEST Postgraduate Education Corner. Contemporary Reviews in Critical Care Medicine: 2000; 118:214–227.

5. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis Dan Pengobatan. Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: 2004.

6. Alpert J. S, Rippe J.M ; 1980 : Hypertensive Crisis in manual of Cardiovascular Diagnosis and Therapy, Asean Edition Little Brown and Coy Boston, 149-60.

7. Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive Crissis with Clonidine (catapres ), Med. J. Aust. 1 :829-831.

8. Angeli.P. Chiese.M,Caregaro,et al,1991. Comparison of sublingual captopril and nifedipine in immediate treatment of hypertensive emergencies, Arch, Intren. Med, 151 : 678-82.

9. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang dan berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.

10. Bertel. O. Conen D, Radu EW, Muller J, Lang C : 1983: Nifedipine in Hypertensive Emergencies, BrMmmed J, 286; 19-21.

11. Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatment of Hypertensive Crisis, New Engl J Med, 323 : 1177-83.

12. Gifford R.W, 1991 : Management of Hypertensivi Crisis, JAMA SEA,266; 39-45.

13. Gonzale D.G, Ram C.SV.S., 1988 : New Approaches for the treatment of Hypertensive Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.

14. Haynes R.B, 1991 : Sublingual Captopril and Nifedipine on Hipertensive Emergencies, ACP Journal Clib, 45.

15. Houston MC ; 1989 : Pathoplysiology Clinical Aspects and tereatment Dis, 32, 99-148.

16. Kaplan N.M, 1986 : Clinical Hypertention, 4th Edition, William&Elkins, Baltimore, 2273-89.

17. Langton D, Mcgrath B ; 1990 : Refractory Hypertantion and Hypertensive Emergencies in Hypertention Management, Mc Leman & Petty Pty Limited, Australia, 169-75.

33