Lapsus Urtikaria

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lapsus Utrikaria koas kulit FKUB 2009

Citation preview

LAPORAN KASUS

URTICARIA

Oleh :Ivan Andre H.0910710073Gladish Rindra S.0910714073

Pembimbing : dr. Taufiq Hidayat, Sp.KK(K)

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMINFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYARUMAH SAKIT UMUM DR.SAIFUL ANWAR MALANG2014

BAB 1PENDAHULUAN

Urtikaria didefinisikan sebagai bekas gatal yang intens disebabkan oleh reaksi alergi terhadap agen internal dan eksternal. Kata urtikaria berasal dari kata latin urtika, yang berarti jelatang, yang tumbuhan berdaun gerigi yang ditutupi oleh rambut dan mampu mensekresi cairan menyengat yang dapat menyebabkan rasa gatal jika terjadi kontak dengan kulit.1

Urtikaria mempengaruhi 15-25 % dari populasi, setidaknya sekali dalam waktu hidup mereka. Urtikaria kronis lebih sering terjadi pada orang dewasa, terutama pada perempuan setengah baya, dan jarang terjadi pada anak-anak dan remaja.1 Urtikaria secara umumnya diklasifikasikan sebagai akut, kronis, atau fisik, tergantung pada durasi gejala dan ada atau tidaknya rangsangan faktor pencetusnya. Urtikaria akut mengacu pada lesi yang terjadi kurang dari 6 minggu, dan urtikaria kronis lesi yang terjadi selama lebih dari 6 minggu; biasanya diasumsikan bahwa lesi yang muncul hampir setiap hari dalam seminggu. Daripada semua kasus urtikaria akut; sekitar 30% dapat menjadi kronis.2

Urtikaria fisik merupakan kelompok sekunder yang berbeda dari urtikaria kronis yang disebabkan oleh rangsangan fisik eksternal, seperti menggaruk (dermatographism, bentuk umum dari urtikaria fisik), dingin, panas, sinar matahari dan tekanan pada 5-10% kasus dan urtikaria kronis yang idiopatik pada 50 % kasus.1,2

Diagnosis urtikaria, dengan atau tanpa angioedema, adalah berdasarkan riwayat klinis yang menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Selain riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, tes diagnostik juga dapat dipertimbangkan untuk membantu menegakkan diagnosis urtikaria akut, kronis atau fisik.

Riwayat klinis dan pemeriksaan fisik harus mencakup informasi rinci mengenai: frekuensi, timing, durasi dan pola kekambuhan lesi; bentuk, ukuran, lokasi dan distribusi lesi; potensi pemicu (misalnya, makanan, obat-obatan, rangsangan fisik, infeksi, sengatan serangga); respon terhadap terapi yang sebelumnya,dan riwayat atopi pada pasien atau keluarga.

Terdapat banyak kondisi yang sulit dibedakan dengan urtikaria seperti vaskulitis urtikaria dan mastositosis sistemik. Dalam vaskulitis urtikaria, lesi biasanya lebih menyakitkan dibanding pruritusnya, berlangsung lebih daripada 48 jam, dan meninggalkan memar atau perubahan warna pada kulit. Mastositosis sistemik (juga disebut penyakit sel mast sistemik) adalah kondisi langka yang melibatkan organ-organ internal, di samping kulit. Dalam gangguan ini, sel mast yang atipikal mengumpul dalam berbagai jaringan yang dapat mempengaruhi hati, limpa, kelenjar getah bening, sumsum tulang dan organ lain

Skin Prick Test (SPT) dan tes IgE serum spesifik dapat membantu mengkonfirmasikan diagnosis urtikaria akut akibat alergi atau reaksi yang dimediasi IgE (tipe I) terhadap alergen umum seperti makanan, hipersensitivitas lateks, hipersensitivitas serangga menyengat dan antibiotik tertentu. Tes ini adalah yang terbaik dilakukan untuk pasien alergi kronis untuk memestikan bahan apa yang menyebabkan reaksi tersebut.

Strategi untuk manajemen urtikaria akut mencakup langkah-langkah menghindari factor pemicu, antihistamin dan kortikosteroid. Untuk urtikaria, antihistamin adalah terapi utamanya. Kortikosteroid dan berbagai terapi imunomodulator ataupun imunosupresif juga dapat digunakan untuk kasus yang lebih berat, atau untuk pasien yang mengalami respon yang buruk terhadap antihistamin.

Untuk beberapa pasien dengan urtikaria akut, pemicu tertentu dapat diidentifikasi (misalnya, makanan, obat-obatan, lateks, serangga racun), dan menghindari agen penyebab dapat menjadi pendekatan manajemen yang efektif. Pasien harus diberikan penjelasan, instruksi tertulis mengenai strategi penghindaran yang tepat

Antihistamin reseptor-H1 generasi kedua non-sedatif (misalnya, fexofenadine, desloratadine, loratadine, kortikosteroid oral, cetirizine) merupakan pilihan terapi untuk urtikaria. Agen ini telah terbukti secara signifikan lebih efektif daripada plasebo untuk pengobatan pada kedua-dua urtikaria akut dan kronis. Generasi pertama, antihistamin sedatif dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien yang mengalami kesulitan tidur karena gejala nokturnal. Sejak 15 % dari reseptor histamin di kulit adalah reseptor tipe-H2, antihistamin reseptor-H2, seperti cimetidine, ranitidine dan nizatidine, juga dapat membantu pada beberapa pasien dengan urtikaria. Namun, agen ini tidak boleh digunakan sebagai monoterapi karena mereka memiliki efek terbatas terhadap pruritus.

Untuk beberapa pasien dengan urtikaria berat yang kurang responsif terhadap antihistamin, pengobatan dengan kortikosteroid oral jangka pendek (misalnya, prednison, hingga 40 mg / hari selama 7 hari) dibenarkan. Namun, terapi kortikosteroid jangka panjang harus dihindari mengingati efek samping yang terkait dengan penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan kemungkinan terjadi peningkatan toleransi terhadap obat ini.

Setengah dari pasien dengan urtikaria hidup bebas dari lesi dalam waktu 1 tahun, tetapi 20% memiliki lesi selama lebih dari 20 tahun. Prognosis adalah baik di sebagian besar penderita. Meskipun angioedema memiliki mekanisme yang berbeda, di sekitar 50% dari pasien dengan CAU juga mungkin memiliki angioedema pada saat yang sama, dan memiliki prognosis yang lebih buruk karena ada kemungkinan terjadinya episode berulang dari penyakit tersebut dan mungkin berlangsung sehingga 5 tahun.

BAB 2LAPORAN KASUS

2.1 Identitas PasienNama: Tn. MNo. RM: 11173016Jenis Kelamin: LelakiUsia: 47 tahunAlamat: ProbolinggoStatus: MenikahSuku Bangsa: JawaTanggal pemeriksaan: 24 April 2014

2.2Anamnesis : autoanamnesis Keluhan Utama : Gatal-gatalPasien mengeluh gatal-gatal sejak 2 hari yang lalu. Gatal-gatal disertai bercak kemerahan. Awalnya muncul di wajah kemudian menyebar ke punggung dan telapak tangan. Gatal dan bercak kemerahan hilang timbul dan kumat-kumatan sejak 6 bulan ini. Menurut pasien gatal muncul jika pasien mengkonsumsi ikan dan terasi, memburuk saat berkeringat. Untuk meringankan gejala pasien minum jamu seduh namun justru bertambah parah, gatal dan kemerahan semakin memberat. Gatal membaik saat dikompres es. Tidak didapati bengkak pada wajahRiwayat penyakit dahulu: Riwayat asma (-), Bersin-bersin saat dingin dan terkena debu (-), biduren (+) Riwayat gigi berlubang (+), sakit berkemih (-) Riwayat cat rambut (+), Pasien memakai cat rambut degan merk yang sama selama 10 tahun dan tidak pernah berganti merk Riwayat keluarga: Pada keluarga Ayah dan adik pernah mengalami biduranRiwayat pengobatan: Dalam 1 bulan ini pasien mengkonsumsi dexametason dan ciprofloxacin yang diberikan oleh mantri namun tidak membaik

2.3Status DermatologisLokasi: dahi, punggungDistribusi: tersebarRuam: Plak urtika, ireguler, berbatas tegas, multipel, diaskopi (-)

2.4Status GeneralisKeadaan umum: compos mentisKepala / leher: anemis (-), ikterus (-), kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)Thoraks: tidak dilakukan pemeriksaanAbdomen: tidak dilakukan pemeriksaanExtremitas : (-)

2.5 Diagnosis Banding1. Urtikaria2. Dermatitis kontak alergi

2.6 Pemeriksaan PenunjangTidak dilakukan

2.7 Diagnosis Urtikaria

2.8TerapiLoratadine 1 dd 1 pagiCetrizine 1dd 1 malam

2.9Follow UpKontrol lagi ke poli klinik setelah 1 minggu

2.10KIE Hindari faktor pencetus Hindari mengaruk untuk mencegah luka dan infeksi. Obat dari mantri (dexamethasone & Ciprofroxacin) stop Gigi berlubang ditambal Jika ingin mengetahui faktor pemicu yang pasti dapat dilakuakan prick test dan cara melakukannya.

BAB 3PEMBAHASAN

Pada tanggal 24 April 2014, telah datang pasien Tn.M, berusia 47 tahun dengan keluhan gatal- gatal sejak 2 hari yang lalu. Gatal-gatal disertai bercak kemerahan. Awalnya timbul di wajah kemudian menyebar ke punggung dan telapak tangan. Gatal dan bercak kemerahan hilang timbul dan kumat-kumatan sejak 6 bulan yang lalu. Menurut pasien gatal muncul jika mengkonsumsi ikan dan terasi, memburuk saat berkeringat. Waktu gatal pasien minum jamu seduh namum gatal dan kemerahan semakain memberat. Gatal berkurang saat dikompres es. Tidak didapatkan bengkak pada wajah.

Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologi, didapatkan plak urtika, multiple, ireguler, berbatas tegas yang tersebar di daerah dahi, punggung dan telapak tangan. Pasien mengeluh gatal-gatal pada daerah tersebut. Hasil tes diaskopi (-)

Pasien didiagnosa dengan urtikaria, karena dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, pada pasien didapatkan plak urtika multiple, irregular, berbatas tegas yang disertai rasa gatal. Pertamanya muncul pada wajah dan menyebar ke punggung dan telapak tangan. Gatal dan kemerahan hilang timbul dan sering kumat-kumatan sejak 6 bulan yang lalu. Pada pasien ini dapatkan didapatkan cardinal sign urtikaria yaitu pruritus. Definisi urtikaria adalah lesi kulit yang ditandai dengan edema intrakutan yang lokal dan dikelilingi lingkaran eritem yang biasanya gatal (pruritic)4. Didapatkan juga riwayat gatal-gatal jika pasien mengkonsumsi ikan dan terasi, memberat saat berkeringat. Urtikaria yang kurang daripada 6 minggu, dikenali sebagai urtikaria akut biasanya disebabkan oleh efek samping obat atau makanan4.

Diagnosa banding pasien ini adalah dermatitis kontak alergi karena memiliki kesamaan plak urtika dan sensasi gatal pada daerah tersebut. Dermatitis kotak alergi hanya terjadi pada daerah yang terdapat paparan allergen, sering kali terjadi pada daerah tubuh yang kurang terlindung seperti wajah, tangan dan lengan. Namun pada pasien ini, tidak didapatkan paparan terhadap allergen, pasien mempunyai riwayat cat rambut dan pasien memakai cat rambut dengan merk yang sama selama 10 tahun dan tidak pernah berganti merk dan gatal-gatalnya muncul 6 bulan yang lalu, sering muncul setelah mengkonsumsi ikan dan terasi. Paparan terhadap bahan kimiawi yang lain disangkal.

Daripada diagnosa yang ditegakkan, pasien dianjurkan terapi farmakologi dengan obat antihistamin laratadine (1x1) waktu pagi dan cetirizine (1x1) waktu malam.

Pada kasus urtikaria harus diedukasi untuk menghindari factor pencetus, pada kasus ini mengkonsumsi ikan dan terasi. Selain ini harus menghindari untuk mengaruk untuk mengurangi rasa gatal karena kemungkinan akan menyebabkan lesi pada kulit dan menyebabkan infeksi. Selain itu pasien diminta untuk menghentikan obat(dexamethasone dan ciprofloxacin) dari mantri, gigi yang berlubang ditambal, pasien dijelaskan bahwa dapat dilakukan prick test untuk mengetahui factor pemicu yang pasti serta menjelaskan cara melakukan prick test.

Pasien diminta untuk kontrol lagi ke poli klinik setelah 1 minggu untuk mengetahui hasil pengobatannya.

BAB 4RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus Tn. M yang berusia 47 tahun dengan urtikaria. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien. Dari anamnesis didapatkan pasien datang ke poli kulit RSSA dengan keluhan utama gatal-gatal. Pasien mengeluh gatal-gatal sejak 2 hari yang lalu. Gatal-gatal disertai bercak kemerahan. Awalnya muncul di wajah kemudian menyebar ke punggung dan telapak tangan. Gatal dan bercak kemerahan hilang timbul dan kumat-kumatan sejak 6 bulan ini. Menurut pasien gatal muncul jika pasien mengkonsumsi ikan dan terasi, memburuk saat berkeringat. Untuk meringankan gejala pasien minum jamu seduh namun justru bertambah parah, gatal dan kemerahan semakin memberat. Gatal membaik saat dikompres es. Tidak didapati bengkak pada wajah. Riwayat asma (-), Bersin-bersin saat dingin dan terkena debu (-), biduren (+) riwayat gigi berlubang (+), sakit berkemih (-) riwayat cat rambut (+), pasien memakai cat rambut degan merk yang sama selama 10 tahun dan tidak pernah berganti merk. Riwayat keluarga,ayah dan adik pasien pernah mengalami biduran. Dalam 1 bulan ini pasien mengkonsumsi dexametason dan ciprofloxacin yang diberikan oleh mantri namun tidak membaik.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan plak urtika mutipel berbatas tegas di dahi dan punggung dengan distribusi menyebar dan bentuk ireguler. Dilakukan tes diaskopi memberikan hasil negatif.

Pengobatan pada pasien ini meliputi pengobatan simptomatis dan suportif. Diperlukan komunikasi, informasi dan edukasi yang tepat pada pasien ini mengenai penyakitnya agar kekambuhan penyakit dapat dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wardhana, E.A. Datau. (2012). Chronic Autoimmune Urticaria.Acta Medica Indonesiana - The Indonesian Journal of Internal Medicine. 44 (2), p165-173.2. Kanani, Amin, Robert Schellenberg, Richard Warrington. (2011). Urticaria and angioedema.Allergy, Asthma & Clinical Immunology. 7 (7), p1-10.3. Craig G. Burkhart. (2008). Patient-Oriented Treatment for Urticaria: A Three-Step Approach with Informational/Instructional Sheets.The Open Dermatology Journal. 2 (1), 57-63.4. Wolff, K., Goldsmith, L. A., Katz, S. I., Gilchrest B. A., Paller, A. S., Lefell, D. J., 2008. Fitzpatricks Dermatology in Medicine Seventh Edition. McGraw Hill. p 330 343