9
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa bayi baru lahir (neonatal) adalah masa 28 hari pertama kehidupan manusia. Pada masa ini terjadi proses penyesuaian sistem tubuh bayi dari kehidupan intra uteri ke kehidupan ekstra uteri. Masa ini adalah masa yang perlu mendapatkan perhatian dan perawatan yang ekstra karena pada masa ini terdapat mortalitas paling tinggi (Rudolf, 2006). Hari-hari sesudah bayi lahir sangat penting karena menentukan perkembangan selanjutnya. Pada masa ini, organ bayi mengalami penyesuaian dengan keadaan di luar kandungan, ini diperlukan untuk kehidupan selanjutnya (Maryunani & Nurhayati, 2008). Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian (Saifuddin, 2006). Angka kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Angka kematian bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup

latar belakang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: latar belakang

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masa bayi baru lahir (neonatal) adalah masa 28 hari pertama kehidupan

manusia. Pada masa ini terjadi proses penyesuaian sistem tubuh bayi dari

kehidupan intra uteri ke kehidupan ekstra uteri. Masa ini adalah masa yang perlu

mendapatkan perhatian dan perawatan yang ekstra karena pada masa ini terdapat

mortalitas paling tinggi (Rudolf, 2006).

Hari-hari sesudah bayi lahir sangat penting karena menentukan

perkembangan selanjutnya. Pada masa ini, organ bayi mengalami penyesuaian

dengan keadaan di luar kandungan, ini diperlukan untuk kehidupan selanjutnya

(Maryunani & Nurhayati, 2008).

Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi

dalam periode neonatal yaitu bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya

penanganan bayi baru lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat

mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian (Saifuddin, 2006).

Angka kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan

dengan negara berkembang lainnya. Angka kematian bayi (AKB) adalah jumlah

kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup

(Hinchliff, 1999). Angka ini merupakan salah satu indikator derajat kesehatan

bangsa. Tingginya angka kematian bayi ini dapat menjadi petunjuk bahwa

pelayanan maternal dan neonatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk

menurunkan angka kematian bayi tersebut.Melihat angka kematian bayi yang masih tinggi berarti perlu adanya tindak

lanjut dalam menangani hal tersebut. Salah satu akses untuk mengatasi masalah

perawatan bayi baru lahir adalah melalui pelayanan-pelayanan kesehatan yang

banyak dijangkau oleh masyarakat pengguna yang mengadakan program

peningkatan perawatan yang aman dan tepat bagi bayi baru lahir (Stright, 2005).

Page 2: latar belakang

Beberapa masyarakat menjalankan strategi yang berbeda dalam

menghadapi berbagai masalah kesehatan termasuk untuk perawatan bayinya.

Melalui seluruh potensi budayanya, masyarakat mengembangkan perilaku

kesehatan yang dianggap mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan yang

mereka hadapi di lingkungannya (Swasono, 1998).

Berdasarkan fakta yang terjadi pada masyarakat ada beberapa nilai

kepercayaaan masyarakat yang berhubungan dengan perawatan bayi baru lahir.

Mengingat bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultural,

maka fenomena tersebut sangat wajar terjadi (Swasono, 1998)

Pengetahuan tentang aspek budaya merupakan hal penting diketahui oleh

pelayan kesehatan untuk memudahkan dalam melakukan pendekatan dan

pelayanan kesehatan, sebab tidak semua perawatan yang dilakukan dengan

berpedoman pada warisan leluhur tersebut bisa diterima sepenuhnya, bisa saja

perawatan-perawatan yang dilakukan tersebut memberikan dampak kesehatan

yang kurang menguntungkan bagi ibu dan bayinya. Hal ini tentu saja memerlukan

perhatian khusus untuk mengatasinya (Swasono, 1998).

Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis yaitu terdiri dari

suku Batak, suku Nias, dan suku Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini dan

suku Minangkabau , suku Aceh , suku Jawa sebagai suku pendatang. Suku Batak terdiri dari Batak Karo, Batak Toba, Batak Mandailing, Angkola, Simalungun,

Pakpak. Masing-masing suku memiliki keunikan budaya tersendiri, walaupun

terdapat kesamaan pada beberapa hal (BPS Sumut, 2010)

Budaya suku Batak Toba memiliki kebudayaan tersendiri dalam menjalani

kehidupan. Segala perilaku-perilaku dipengaruhi oleh budaya yang telah dianut

secara turun-temurun. Dalam menangani masalah kesehatannya, suku Batak Toba

banyak menggunakan praktek budaya, begitu juga halnya dengan perawatan bayi

baru lahir. Budaya suku Batak Toba mempunyai tradisi-tradisi tertentu yang telah

diterapkan secara turun-temurun hingga sekarang (BPS Sumut, 2010)

Page 3: latar belakang

Menurut budaya

Dukun juga memberikan kalung yang berwarna merah, putih, hitam

bersama dengan soit (sejenis tumbuhan dengan daun berduri) dan hurungan tondi

(penjaga roh/jiwa). Pada hari ke tujuh setelah bayi lahir bayi tersebut dibawa ke

pancur (sungai) dimandikan dan dalam acara inilah sekaligus pembuatan nama

yang disebut dengan pesta martutu-aek (upacara adat membawa seorang bayi ke

Batak Toba untuk perawatan bayi baru lahir berawal

dari acara penyambutan bayi disebut manomu-nomu (menjemput orang dengan

upacara, mengelu-elukan), lalu kemudian mematok tali pusat bayi dengan sisik

bambu yang tajam dengan beralaskan buah ubi rambat dengan ukuran 3 jari dari

bayi. Kemudian untuk ari-ari akan dilakukan penanaman yaitu biasanya ditanam

di tanah yang becek (sawah). Lalu si dukun memecahkan kemiri dan

mengunyahnya kemudian memberikannya kepada bayi dengan tujuan untuk

membersihkan kotoran yang dibawa bayi dari kandungan sekaligus membersihkan

dalam perjalanan pencernaan makanan yang pertama yang disebut tilan (kotoran

pertama). sumber air sebagai pendahuluan untuk pemberian nama) yang dipimpin oleh

pimpinan agama yaitu ulu punguan (kepala perkumpulan). Setelah bayi

dimandikan biasanya dipupus (disembur) (Manik, 2010).

Uraian di atas menunjukkan terdapat nilai budaya yang dianut suku Batak

Toba berhubungan dengan perawatan bayi baru lahir. Hal ini membuat peneliti

merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang perawatan bayi baru lahir

dalam aspek budaya, selain itu setelah penulis melakukan tinjauan literatur, belum

pernah ada penelitian yang khusus mempelajari dan membahas perawatan bayi

baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba, oleh karena itu penelitian

tentang perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba

penting dilakukan.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan, suku Batak Toba di Kecamatan

Page 4: latar belakang

Pangururan melakukan praktek budaya dalam perawatan bayi baru lahir.

Kecamatan Pangururan yang luasnya 121, 43 km² terdiri dari 28 desa/kelurahan

terdapat Angka Kematian Bayi (AKB) adalah 22,37 kematian/1000 kelahiran

hidup sedangkan jumlah neonatal 2009 adalah 264 ( Profil Kesehatan Kabupaten

Samosir, 2009). Kecamatan Pangururan yang kebanyakan masyarakat bersuku

Batak Toba yaitu sekitar 95% masih menggunakan praktek budaya dalam

perawatan bayi baru lahir. Menurut budaya suku Batak Toba ajaran-ajaran dari

leluhur harus dipelihara dan baik untuk diikuti karena banyak faedahnya. Hal-hal

tersebut diataslah yang mendorong peneliti melakukan penelitian tentang

perawatan bayi baru lahir menurut budaya suku Batak Toba di daerah Pangururan.2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana perawatan bayi baru lahir

menurut perspektif Budaya suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menggali lebih dalam

perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba di

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi

pengembangan praktek keperawatan, pendidikan keperawatan, dan penelitian

keperawatan.

4.1 Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi untuk mengetahui

perawatan bayi baru lahir menurut budaya suku Batak Toba dan menambah

pengetahuan yang dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi praktek

keperawatan.

4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Page 5: latar belakang

Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang perawatan bayi baru lahir

menurut perspektif budaya suku Batak Toba dan dapat menambah studi kepustakaan dan menjadi masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa

keperawatan dan bidang kesehatan lainnya.

4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Sebagai bahan informasi dan referensi untuk penelitian berikutnya yang

berhubungan dengan perawatan bayi baru lahir.

D. Perilaku Suami Suku Batak Toba dalam Merawat Ibu Nifas

1. Suami dapat melakukan pekerjaan ibu sehari-hari seperti memasak, mencuci

pakaian dan merapikan rumah.

2. Suami membuat arang di bawah atau di samping ibu, supaya ibu dan bayi merasa

hangat dan bayi tidak hipotermi.32

3. Suami memberi air nira (tuak) dan juga bir hitam kepada ibu dengan anggapan

supaya ibu cepat sehat dan bisa kuat kembali bekerja ke sawah apabila sudah

sehat total, karena kebanyakan mata pencaharian mereka adalah bertani.

4. Suami juga memberi makanan yaitu bangun-bangun dan ayam napinadar, supaya

sisa darah yang ada di rahim ibu cepat keluar dan ibu cepat sehat dan

memperlancar ASI.

5. Membantu ibu untuk berkemih, mandi, dan mengganti pakaian jika ibu

menginginkannya.

6. Membantu merawat bayi

Jika suami bekerja pada siang hari, tugas merawat bayi dapat digantikan ayah

pada malam harinya. Misalnya dengan membagi waktu malam menjadi dua

paruh waktu pertama (pukul 21.00 – 24.00) untuk istri, paruh waktu berikutnya

(24.00 – 04.00) untuk suami. Pada malam hari itu suami bisa mengambil tugas

mengganti popok bayi, mengganti baju, atau mengayun bayi sementara istri

hanya menyusui.

Page 6: latar belakang

7. Ayah menyusui

Yaitu ayah yang mendukung dan berpartisipasi dalam proses pemberian ASI

agar ASI keluar lebih lancar.

a. Suami melihat kepada istri saat menyusui bayi, mendekap bayi dalam

pelukan, dan suami bisa membantu menyediakan makanan dan minuman

bagi istri yang menyusui, misalnya membuatkan segelas susu hangat saat istri

menyusui.

b. Jangan tidur sepanjang malam tapi tunjukkan solidaritas dalam kegiatan

menyusui di malam hari, misalnya mengangkat bayi dari ranjang untuk 33

diserahkan kepada istri, lalu mengembalikan bayi ke ranjangnya usai

menyusui.

c. Suami dapat mengurangi keletihan istri akibat menyusui dengan memijat

bahunya.

d. Terhadap bayi, usapan lengan ayahnya saat ia tengah menyusu umumnya

menyenangkan, meskipun ada juga bayi yang sangat sensitif sehingga tidak

ingin diganggu saat tengah menyusu.

e. Suami bisa membantu memberikan ASI perahan pada bayi saat istri tidak

bisa memberikan ASI secara langsung suami bisa berada di samping istri

yang tengah menyusui sambil memberikan semangat pada istri untuk terus

memberikan ASI-nya, juga kekaguman dan penghargaan.