27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar atau dibuang ke lingkungan, karena mengandung bahan yang dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lain. Karenanya, penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus dilakukan secara tepat, baik tempat, tata cara maupun persyaratannya. Walaupun limbah B3 yang akan ditimbun tersebut sudah diolah (secara fisika, kimia, biologi) sebelumnya, tetapi limbah B3 tersebut masih dapat berpotensi mencemari lingkungan dari timbulan lindinya. Untuk mencegah pencemaran dari timbulan lindi, maka limbah B3 tersebut harus ditimbun pada lokasi yang memenuhi persyaratan. Penimbunan hasil dari pengolahan limbah B3 merupakan tahap akhir dari pengelolaan limbah B3 di tempat yang diperuntukkan khusus sebagai tempat penimbunan limbah B3 dengan desain tertentu yang mempunyai sistem pengumpulan dan pemindahan timbulan lindi dan mengolahnya memenuhi kriteria limbah cair yang ditetapkan sebelum dibuang ke lingkungan. Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995. Tujuan dari penimbunan limbah B3 di tempat penimbunan (landfill) adalah untuk menampung dan mengisolasi limbah B3 yang sudah tidak dimanfaatkan lagi dan menjamin perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dalam jangka panjang. Selain itu lokasi bekas (pasca) pengolahan dan penimbunan limbah B3 pun harus ditangani dengan baik untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Latar Belakang b3 Indaru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

b3

Citation preview

Page 1: Latar Belakang b3 Indaru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar atau dibuang ke lingkungan, karena mengandung bahan yang dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lain. Karenanya, penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus dilakukan secara tepat, baik tempat, tata cara maupun persyaratannya. Walaupun limbah B3 yang akan ditimbun tersebut sudah diolah (secara fisika, kimia, biologi) sebelumnya, tetapi limbah B3 tersebut masih dapat berpotensi mencemari lingkungan dari timbulan lindinya. Untuk mencegah pencemaran dari timbulan lindi, maka limbah B3 tersebut harus ditimbun pada lokasi yang memenuhi persyaratan. Penimbunan hasil dari pengolahan limbah B3 merupakan tahap akhir dari pengelolaan limbah B3 di tempat yang diperuntukkan khusus sebagai tempat penimbunan limbah B3 dengan desain tertentu yang mempunyai sistem pengumpulan dan pemindahan timbulan lindi dan mengolahnya memenuhi kriteria limbah cair yang ditetapkan sebelum dibuang ke lingkungan. Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

Tujuan dari penimbunan limbah B3 di tempat penimbunan (landfill) adalah untuk menampung dan mengisolasi limbah B3 yang sudah tidak dimanfaatkan lagi dan menjamin perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dalam jangka panjang. Selain itu lokasi bekas (pasca) pengolahan dan penimbunan limbah B3 pun harus ditangani denganbaik untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan makalah ini antara lain untuk :

1. Menjabarkan teknologi dan metoda yang digunakan pada pembuangan akhir limbah

B3.

2. Mengkaji ketentuan menurut peraturan yang berlaku di Indonesia.

3. Memperdalam tentang sistem yang sering dipakai di Indonesia, yaitu secure landfill

1.3 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Ada berapa macam teknologi yang dapat digunakan untuk pembuangan akhir limbah

B3?

Page 2: Latar Belakang b3 Indaru

2. Ketentuan dan peraturan apa saja yang berlaku di Indonesia?

3. Bagaimanakah sistem secure landfill yang diterapkan di Indonesia?

BAB II

PEMBAHASAN

Secure Landfill tipe 1

. Liner tunggal

Liner tunggal apabila liner yang digunakan hanya satu lapis, misalnya geosynthetic

clay liner atau geomembrane.

2. Komposit liner.

Gabungan antara geomembrane dengan clay liner. Lebih efektif untuk membatasi

migrasi leachate

Landfill kategori I (Secure Landfill Double Liner) adalah landfill yang mempunyai 2 lapisan

geomembran dan terdiri dari 8 lapisan, sedangkan landfill kategori III (Landfill Clay Liner) adalah

landfill dengan lapisan tanah liat dan terdiri dari 6 lapisan. Landfill yang dirancang di dalam alat

simulasi terdiri dari 6 lapisan dengan bahan pengikat kapur dan semen.

2.1 Timbulan Limbah Medis

Dalam rangka mengembangkan strategi pengelolaan limbah medis yang tepat,

sangatlah penting untuk memiliki informasi yang akurat terhadap jumlah timbulan limbah

medis. Jumlah timbulan limbah medis tergantung pada beberapa faktor seperti besarnya

fasilitas kesehatan, jumlah tempat tidur terhuni rumah sakit, program pemisahan limbah

medis, lokasi rumah sakit, jenis fasilitas kesehatan, dan jenis layanan yang diberikan.

Hasil survei menunjukkan bahwa 33% rumah sakit menghasilkan kurang dari 100 kg

limbah medis setiap hari, 47% rumah sakit menghasilkan antara 100 dan 200 kg limbah

medis per hari, dan 20% rumah sakit menghasilkan lebih dari 200 kg limbah medis per hari.

Menurut survei ini, tingkat rata-rata timbulan limbah medis yang dihasilkan di 15 rumah sakit

berkisar antara 0,5 dan 0,8 kg/tempat tidur/hari dengan berat rata-rata 0,68 kg/tempat

tidur/hari. Hasil survei ini dibandingkan dengan jumlah timbulan yang diperoleh dari

penelitian lain di berbagai kota di Cina, maupun di berbagai negara. Dalam penelitian yang

dilakukan di provinsi Jilin di Cina, jumlah rata-rata timbulan limbah medis adalah sekitar 0,5

Page 3: Latar Belakang b3 Indaru

kg/tempat tidur/hari (Shen et al., 2003). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abdulla et al.

(2008) menunjukkan bahwa rata-rata timbulan yang diperoleh adalah 0,83 kg/tempat

tidur/hari hari di Yordania utara. Birpinar et al. (2008) meneliti 192 rumah sakit di Turki dan

melaporkan jumlah timbulan rata-rata 0,63 kg/tempat tidur/hari. Mato dan Kassenga (1997)

melaporkan jumlah timbulan rata-rata 1,5-3,9 kg/tempat tidur/hari. Pada akhirnya, Tsakona et

al. (2007) melaporkan rata-rata timbulan di Yunani sekitar 1,9 kg/tempat tidur/hari. Menurut

sebuah ringkasan oleh Diaz et al. (2008), total limbah pelayanan kesehatan yang dihasilkan di

rumah sakit yang dipilih di negara berkembang bervariasi dari 0,016-3,23 kg/tempat

tidur/hari, dan persentase limbah infeksius dalam aliran total limbah pelayanan kesehatan di

negara berkembang adalah sekitar 63% (dari 0,01 sampai 0,65 kg/tempat tidur/hari).

Pada akhir tahun 2006 di Nanjing, jumlah tempat tidur rumah sakit adalah 20.100 dan

tempat tidur terhuni rata-rata adalah 75,59%. Dengan demikian, total limbah medis di

Nanjing diperkirakan sekitar 3771 ton pada tahun 2006, mengingat bahwa jumlah rata-rata

timbulan adalah 0,68 kg/bed day untuk 365 hari kerja. Data yang ada dibandingkan dengan

data nilai berat limbah medis yang dilayani oleh pembuangan akhir pada tahun 2006. Terlihat

bahwa kesepakatan utama mengenai pembuangan limbah medis kebanyakan tidak ditaati

sehingga pembuangan limbah medis belum terlaksana dengan baik. Menurut survei ini, ada

dua masalah utama dengan manajemen timbulan limbah medis:

Meskipun jumlah limbah medis yang dihasilkan untuk setiap rumah sakit dipantau oleh

Environmental Protection Agency (EPA), berdasarkan Peraturan Pengelolaan Limbah

Medis 380, berat limbah medis yang ada hanya dihitung berdasarkan divisi-divisi yang

ada dalam rumah sakit tersebut. Dengan demikian, lebih mudah bagi rumah sakit untuk

mengabaikan faktor statistik lain dari limbah medis berdasarkan sumber, jenis, dan waktu.

Sehubungan dengan survei yang telah dilakukan, beberapa rumah sakit ternyata tidak

membangun suatu pola pengelolaan kerja yang efektif dalam pengumpulan data timbulan

limbah medis. Di samping itu, kurangnya petugas yang terlatih dan bertanggung jawab

dalam pengumpulan limbah medis juga menjadi masalah yang serius.

2.2 Pemisahan dan Pengumpulan

Berdasarkan Peraturan 380, limbah medis telah dibagi menjadi lima kategori:

1. Limbah berupa benda tajam,

2. Limbah infeksius,

3. Limbah jaringan tubuh,

4. Limbah kimia,

Page 4: Latar Belakang b3 Indaru

5. dan Limbah obat-obatan

Tabel 2.2 Klasifikasi Limbah Medis

Sumber : China Ministry of Health, 2003

Limbah medis perlu dipisahkan dalam proses pengumpulannyadengan menggunakan

tas yang berwarna dan wadah (plastik, logam atau kertas) seperti yang dinyatakan dalam

peraturan saat ini. Survei menunjukkan bahwa 73% rumah sakit menggunakan sistem

pewadahan terpisah untuk mengumpulkan limbah medisnya, sementara 27% rumah sakit

belum melaksanakan sistem pewadahan secara terpisah untuk limbah medisnya. Praktik-

praktik pewadahan limbah medis secara terpisah telah banyak diterapkan. Limbah Infeksius

ditempatkan dalam kantong kuning; limbah jaringan tubuh dikumpulkan dalam tas hitam;

limbah benda tajam dikumpulkan dalam wadah plastik; dan obat-obatan sitotoksik / sitostatik

dikumpulkan dalam kemasan aslinya.

Praktik pewadahan secara terpisah di beberapa Rumah Sakit di Nanjing mirip dengan

praktik pengelolaan limbah medis sebagaimana dijelaskan dalam literatur (Tsakona et al.,

2007). 80% dari keseluruham rumah sakit yang ada telah cukup terlatih dalam praktik

pewadahan secara terpisah, sementara 20% lainnya masih tidak. Dari pengamatan ini,

beberapa praktik yang bermasalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Pekerja yang menangani limbah medis tanpa peralatan pelindung diri sangat

bertolak belakang dengan kewajiban suatu perusahaan yang mewajibkan para

pekerjanya menggunakan peralatan pelindung ketika melakukan pengumpulan

limbah medis. Selain itu, pelatihan mengenai praktik-praktik pemisahan limbah

Page 5: Latar Belakang b3 Indaru

medis yang sesuai dan bahaya potensial yang terkait dengan prosedur seperti

penanganan tanpa perlindungan, harus disediakan untuk semua orang yang

terlibat dalam proses pengelolaan limbah (Tsakona et al., 2007).

Walaupun sistem kode warna atau label wadah/tas limbah telah digunakan di

beberapa rumah sakit, tetapi tidak semua rumah sakit secara ketat mengikuti

sistem yang dikeluarkan oleh Standar Nasional HJ 421-2008 tentang perauturan

kode warna. Karena ketiadaan pelabelan, sangat sulit bagi masyarakat dan

pekerja untuk mengidentifikasi sumber dan jenis limbah medis.

Limbah infeksius dicampur dengan sampah karena kurang cukupnya pemisahan,

sementara dalam kasus lain, sampah dikumpulkan dengan limbah medis. Praktik

ini dapat meningkatkan biaya untuk membuang limbah medis dan risiko yang

ditimbulkan untuk kesehatan masyarakat dan lingkungan.

2.3 Penyimpanan

Setelah limbah medis dipisahkan dan dikumpulkan, para pegawai rumah sakit harus

memindahkannya dari lokasi sementara ke lokasi penyimpanan di Nanjing, sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Lokasi penyimpanan sementara, wadah penampung, dan aturan

penyimpanan mempunyai dampak langsung terhadap lingkungan dan resiko kesehata di

rumah sakit, yang dimana limbah harus tersanitasi dengan benar dan terjamin dari akses luar

kecuali petugas yang berwenang (Pruess et al., 1999).

Berdasarkan hasil survey, 93,3% rumah sakit mempunyai lokasi penyimpanan

sementara. Situasi ini lebih baik dibandingkan dengan beberapa kota lain. Da Silva et al.

(2005) melaporkan bahwa di daerah selatan Brazil, sekitar 85% rumah sakit mempunyai

lokasi penyimpanan sementara di luar rumah sakit khusus untuk sampah medis. Birpinar et al

(2008) melaporkan bahwa di Istanbul 63% rumah sakit mempunyai tempat penyimpanan

sementara.

Dari keseluruhan rumah sakit dalam kajian yang dilakukan peneliti, 75% diantaranya

tempat penyimpanan sementaranya telah tersanitasi dengan baik (Askarian et al., 2004). Pada

kajian ini hanya 53,3% dari rumah sakit yang menggunakan wadah penampung standar, dan

hanya 33% dari rumah sakit yang mempunyai logo khusus pada lokasi penyimpanannya.

Namun berdasarkan observasi yang dilakukan, beberapa masalah yang ditemukan

pada kegiatan penyimpanan adalah sebagai berikut:

Page 6: Latar Belakang b3 Indaru

Pada beberapa kasus, lokasi dari tempat penyimpanan sementara tidak memuaskan

dan letaknya dekat dengan pembuangan limbah rumah tangga. Pada satu kasus,

sampah medis bahkan ditempatkan bersama dengan limbah rumah tangga.

Kegiatan penyimpanan yang tidak benar pada beberapa rumah sakit. Meskipun rumah

sakit-rumah sakit ini telah menggunakan wadah seperti kantong plastik berwarna biru,

pada banyak kasus ditemui bahwa kantong kuning berisi limbah medis diletakkan

langsung di atas tanah pada lokasi penyimpanan. Tindakan ini beresiko terhadap

lingkungan maupun petugas.

Pada beberapa kasus tidak ada tanggung jawab secara personal terhadap lokasi

penyimpanan sehingga siapapun dapat mengambil limbah medis dari rumah sakit-

rumah sakit ini.

Petugas biasanya tidak menggunakan peralatan pelindung yang diperlukan sehingga

dapat meningkatkan resiko gangguan kesehatan.

Pada beberapa rumah sakit, lokasi penyimpanan tidak dibersihkan setelah limbah

medis dibawa ke tempat pembuangan.

2.4 Pelatihan dan Pendidikan

Pelatihan yang tepat harus dilakukan kepadan karyawan rumah sakit untuk

mengembangkan kesadaran akan kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja (Mohee,

2005). Jika pemahaman tentang metode pembuangan limbah medis meningkat, maka

pengelolaan limbah medis akan semakin baik. Setiap rumah sakit dalam kasus ini ditugaskan

untuk mengambil tanggung jawab dalam pengelolaan limbah, sementara di Iran hanya 46.7%

rumah sakit saja yang bertanggung jawab atas pengelolaan limbah medis (Askarian et al.,

2004). Berdasarkan rumah sakit yang telah disurvei, 93,3% memberikan pelatihan untuk staf

di beberapa titik, sementara hanya 20% dari rumah sakit yang memberikan pendidikan dan

pelatihan berkelanjutan. Survei menunjukkan bahwa pelatihan program mengenai

pengelolaan limbah medis untuk dokter, perawat dan teknisi yang dibatasi di Nanjing.

Birpinar et al. (2008) melaporkan bahwa, di Istanbul, 98% dari rumah sakit mengatur

perlatihan untuk personil dan pelayanan kesehatan dalam pengelolaan limbah medis untuk

dokter, perawat, dan teknisi.

Pekerja pembersihan dan teknisi tidak menerima pelatihan tentang bagaimana

menangani limbah medis untuk menghindari risiko yang terjadi. Mekanisme pelatihan dan

pendidikan di beberapa rumah sakit belum dikembangkan. Terbukti dengan, kurangnya

organisasi yang efektif dalam mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan program

Page 7: Latar Belakang b3 Indaru

pendidikan serta pelatihan untuk manajemen limbah medis. Bahkan, beberapa staf rumah

sakit tidak memiliki pemahaman yang tepat dari manajemen limbah medis meskipun terlatih

dan dididik beberapa kali setahun

2.5 Pengangkutan

Meningkatnya jumlah rumah sakit di kota Nanjing mengakibatkan peningkatan

timbulan limbah medis yang dihasilkan. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pembuangan

limbah medis dan timbulan limbah yang semakin meningkat mendorong kementrian

kesehatan di China mengeluarkan sebuah peraturan yang saat ini dikenal dengan nama

Penanganan limbah medis Act 380. Berdasarkan peraturan inilah pemerintah kota Nanjing

membangun sistem pembungan terpusat untuk limbah medisnya. Namun, pemerintah

Nanjing juga mewajibkan setiap rumah sakit untuk bertanggungjawab atas limbah medis

yang dihasilkan dengan memiliki tempat pengolahan dan pengangkutan limbah sendiri (on-

site management). Sistem on-site management yang saat ini sedang diterapkan oleh lebih dari

70 % rumah sakit di Nanjing adalah incenerator.

Limbah medis yang telah dikumpulkan oleh masing- masing rumah sakit kemudian

diangkut menuju TPA oleh truk khusus dimana truk–truk khusus ini dikelola oleh perusahaan

yang bergerak di bidang pembuangan. Perusahaan–perusahaan ini juga memiliki tanggung

jawab atas pembuangan akhir dari limbah medis yang diangkut. Truk–truk pengangkut ini

harus melewati rute khusus untuk menuju TPA. Tidak hanya truk, namun pengangkutan

limbah medis di dalam rumah sakit juga harus melewati koridor dan lift tertentu dari gudang

perantara menuju gudang akhir yang terletak di ruang bawah tanah rumah sakit. Hal ini

dilakukan bertujuan untuk mencegah dan meminimisasi penyebaran penyakit akibat limbah

infeksius yang ditimbulkan. Pengangkutan limbah medis di Nanjing dilakukan sekali setiap

1-2 hari dengan mempertimbangkan jarak transportasi dan jumlah limbah medis yang

diangkut. Pengangkutan setiap dua hari sekali ini berdasarkan analisis bahwa limbah

infeksius dapat bertahan hingga 24 jam di musim panas dan dapat bertahan hingga 48 jam di

musim dingin.

Permasalahan pengangkutan yang kerap terjadi adalah :

1. Kurangnya pemantauan dan pengontrolan terhadap truk – truk pengangkut. Dalam

beberapa kasus, tidak sedikit limbah medis tidak terangkut alias terlewati dan limbah

medis yang sudah berada di dalam truk pengangkut tumpah ke jalan

2. Supir dan truk yang digunakan tidak dengan tegas mematuhi Standar Peraturan 380

dan belum mendapat lisensi

Page 8: Latar Belakang b3 Indaru

3. Dalam banyak kasus, limbah medis diangkut dengab metode yang tidak tepat. Seperti

supir atau pekerja menangani wadah limbah medis secara manual tanpa perlindungan

4. Wadah logistik tidak sepenuhnya digunakan dalam prosedur pengangkutan yang

dapat meningkatkan risiko pencemaran terhadap manusia dan lingkungan

5. Limbah medis sering diangkut bersamaan dengan limbah industri. Hal ini cukup

berbahaya, karena limbah medis ada yang meiliki karakteristik tertentu dan tidak bisa

begitu saja dicampur dengan bahan lain.

6. Jadwal pengangkutan yang tidak menentu, hal ini menyababkan masalah baru yakni

menumpuknya limbah medis di rumah sakit yang dapat berakibat penyebaran

penyakit

2.6 Pembuangan Limbah medis

Pembuangan terpusat limbah medis telah diimplementasikan di Nanjing sejak tahun

1997. Menurut Peraturan 380, rumah sakit tidak diizinkan untuk membuang limbah medis

mereka sendiri. Tiga perusahaan pembuangan swasta, Jiangbei, Huifeng dan Jingzhijie,

bertanggung jawab untuk pembuangan limbah medis yang ditimbulkan dari rumah sakit di

Nanjing. Environmental Protection Agency bertanggung jawab untuk memantau pembuangan

semua limbah medis. Dari survei yang dilakukan oleh peneliti jurnal, limbah medis yang

ditimbulkan dari semua rumah sakit yang dipilih diangkut ke fasilitas pembuangan terpusat.

Biaya pembuangan limbah medis adalah sekitar 580 US $ / ton, sementara di Yordania Utara

biaya bulanan pembuangan adalah antara 70 dan US $ 1.330 / bulan (Abdulla et al.,2008).

Ada beberapa metode pembuangan limbah medis, seperti insenerasi, sterilisasi uap

(atau sanitasi), sanitasi microwave, desinfeksi kimia, desinfeksi panas kering dan desinfeksi

dengan uap super panas (Jang et al., 2006). Hanya teknologi insenerasi yang telah

dilaksanakan oleh tiga perusahaan pembuangan di Nanjing. Dengan peraturan perlindungan

lingkungan yang ketat dan hukum, teknologi insenerasi telah menerima beberapa kritik dari

masyarakat dan peneliti dalam beberapa tahun terakhir. Kelemahan-kelemahan teknologi

tersebut telah dibahas dalam banyak studi (Jang et al, 2006. Lee et al, 2004, Diaz et al, 2005).

Insenerator limbah medis dapat menghasilkan berbagai polutan beracun seperti karbon

monoksida, debu partikel dan hidrogen klorida, memiliki biaya operasional dan pemeliharaan

cukup tinggi serta memerlukan pembuangan abu. Di sisi lain, insenerasi menguntungkan

terutama dari sisi mereduksi volume limbah. Teknologi insenerasi juga dapat terletak dekat

Page 9: Latar Belakang b3 Indaru

dengan daerah pelayanan yang menyebabkan pengeluaran biaya lebih efektif daripada

metode lain di mana sampah harus diangkut dari jarak yang jauh sampah pada pembuangan

akhir. Teknologi insenerasi dapat beroperasi 24 jam/hari dan juga dapat beroperasi di semua

jenis cuaca, tidak seperti metode lain dimana cuaca buruk dapat memematikan operasi. Tidak

seperti tempat pembuangan limbah konvensional, insenerator tidak mengambil lahan

berukuran besar yang membuatnya menjadi pilihan yang baik untuk kota-kota kecil. Bau dan

hewan pengerat yang hadir dalam metode lain tidak pula menjadi masalah ketika

menggunakan insinerasi sebagai metode pembuangan limbah.

Berdasarkan survei dari peneliti jurnal, beberapa permasalahan yang diidentifikasi dari tahap

pembuangan limbah medis, antara lain:

Pilihan pembuangan limbah medis yang terbatas dan insenerator skala kecil telah

digunakan sebagai solusi terakhir. Insenerator menghasilkan berbagai polutan

berbahaya, termasuk debu partikulat, merkuri, dioksin dan furan.

Setiap perusahaan menginsinerasi sekitar 2 ton limbah medis setiap hari. Karena

kuantitas rendah, tidak ada skala ekonomi dan biaya pembuangan tinggi.

Emisi dari insenerator limbah medis dan pembuangan abu tidak dipantau ketat dalam

survei ini.

Setiap perusahaan bertanggung jawab untuk pembuangan di beberapa wilayah di

Nanjing. Dengan demikian, pengumpulan limbah medis dari berbagai rumah sakit

sering tidak sesuai dengan Peraturan 380.

Praktek penyimpanan limbah medis perlu perbaikan, dan pencemaran sekunder dapat

terjadi di fasilitas pembuangan.

Dalam beberapa kasus, pekerja yang bertanggung jawab atas insenerator limbah

medis tidak memiliki pelatihan yang diperlukan dan pengetahuan yang berkaitan.

Mekanisme biaya pembuangan belum dikembangkan berdasarkan pada ekonomi

pasar. Biaya pembuangan yang lebih tinggi sering mendorong beberapa rumah sakit

untuk membuang limbah medis itu sendiri.

Perusahaan-perusahaan pembuangan kadang membuang limbah medis bersama

dengan limbah perkotaan dengan cara insinerasi.

2.7 Kesadaran Masyarakat tentang Pengelolaan Limbah Medis

Page 10: Latar Belakang b3 Indaru

Mengacu pada Peraturan 380 tentang Manajemen Pembuangan Akhir Limbah Medis,

rumah sakit tidak lagi diijinkan untuk membuang limbah medisnya secara individual. Tiga

tempat yang dianggap memenuhi kriteria sebagai tempat pembuangan limbah medis adalah

Jiangbei, Huifeng, dan Jingzhijie. Environmental Protection Agency (EPA) adalah pihak

yang bertanggung jawab atas penanganan masalah medis ini. EPA melakukan monitoring

terhadap respon masyarakat mengenai penanganan limbah medis, tujuh pertanyaan

disampaikan dalam kuisioner dan respon masyarakat yang didapatkan tersaji pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Kuesioner Respon Pasien dalam Pengelolaan Limbah Medis di Nanjing

Pertanyaan Jawaban

1. Apakah anda mengetahui tentang

sampah medis dan kategorinya ?

Sangat jelas(1%) ; Jelas (20%) ; Rata-rata

(33%) ; Tidak jelas (46%)

2. Termasuk dalam resiko apakah limbah

medis itu?

Limbah beresiko tinggi (49%) ; Limbah

beresiko sedang (46%) ; Limbah dengan

resiko kecil (1%); Limbah tanpa resiko

apapun (0%) ; Tidak jelas (4%)

3. Fasilitas dengan tipikal seperti apa

yang sesuai untuk tempat pembuangan

akhir bagi limbah medis di Nanjing?

Fasilitas yang sesuai dengan limbah medis

(72%) ; Insenerator limbah padat (12%);

Depo pengumpulan limbah padat (5%) ;

Tidak tahu (11%)

4. Diperuntukkan kepada siapakah dana

yang dikeluarkan untuk pengelolaan

limbah medis?

Untuk pengadaan kontainer sampah (18%);

Monitoring fasilitas yang ada (31%) ; Biaya

transportasi (31%) ; Biaya pemrosesan akhir

(40%)

5. Apakah anda puas dengan pelayanan

limbah medis di Nanjing?

Sangat puas (1%) ; Puas(9%) ; Cukup(53%) ;

Tidak puas (27%) ; Sangat tidak puas (10%)

6. Menurut anda, siapakah byang

seharusnya membayar pengelolaan

limbah medis ?

Pasien (24%) ; Pemerintah Daerah (39%) ;

Perusahaan Lokal (17%) ; Rumah Sakit

(20%)

Page 11: Latar Belakang b3 Indaru

7. Apakah pengelolaan limbah medis

menjadi factor penting untuk anda

dalam memilih rumah sakit?

Sangat penting (2%) ; Penting (35%) ;

Cukup penting (40%) ; Tidak penting

(22%) ; Sangat tidak penting (1%)

Sumber : Yong, Zhang et.al, 2009

Dari hasil kuisioner yang didapatkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Pemahaman masyarakat mengenai prosedur penanganan limbah medis sangat minim.

Hasil survei menunjukkan bahwa orang-orang yang berada di bawah usia 40 tahun

memiliki tingkat pemahaman yang lebih baik karena faktor pendidikan mereka

Responden terlihat belum mampu membedakan antara limbah medis, limbah daur

ulang, sampah asli, dan bagaimana cara penanganan dan pembuangan sampah-

sampah tersebut

Dalam menetapkan mekanisme operasional pengelolaan limbah medis, 24%

responden bersedia membayar untuk setiap limbah medis yang mereka hasilkan

Hanya 23% responden yang menganggap bahwa penanganan limbah medis ini tidak

terlalu penting sebagai faktor untuk memilih jenis pelayanan di rumah sakit.

Responden mengusulkan agar pihak rumah sakit meningkatkan lagi sistem

pengelolaan limbah medis mereka yang nantinya akan sekaligus menaikkan

kredibilitas rumah sakit mereka

Mayoritas responden kurang puas terhadap pengelolaan limbah medis di kota

Nanjing, China

Page 12: Latar Belakang b3 Indaru

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jumlah rumah sakit swasta dan pemerintah di Nanjing akan terus meningkat. Hal ini

menyebabkan peningkatan jumlah total limbah medis yang dihasilkan dari berbagai rumah

sakit. Meskipun Kementerian Kesehatan bersama dengan Administrasi Perlindungan

Lingkungan Negara telah mengembangkan peraturan yang bertujuan untuk memastikan

penanganan yang tepat dan pengolahan limbah medis, masih diperlukan peraturan praktik

yang terpadu dengan pilihan manajemen limbah medis. Saat ini praktikk pengelolaan limbah

medis di Nanjing harus dievaluasi dari sudut pandang manajemen terpadu. Sebagai

kesimpulan, temuan utama dari studi ini diidentifikasi sebagai berikut:

Tingkat timbulan limbah medis berkisar 0,5-0,8 kg/tempat tidur/hari dengan rata-rata

tertimbang 0,68 kg/tempat tidur/hari. Pengumpulan terpisah dari berbagai jenis limbah medis

ini telah dilakukan dengan baik di 73% dari keseluruhan rumah sakit, tetapi 20% rumah sakit

lainnya masih menggunakan pegawai yang belum terkualifikasi untuk pengumpulan limbah

medis. Pelindung tindakan, sistem kode warna pelaksanaan, pengelolaan limbah minimisasi,

dan efektif praktek daur ulang masih tidak cukup dalam menangani beberapa kasus. 93,3%

dari rumah sakit memiliki tempat penyimpanan sementara. Beberapa penyimpanan praktek

yang tidak benar-benar dilakukan sesuai dengan persyaratan peraturan. 93,3% dari rumah

sakit yang disurvei telah memberikan pelatihan untuk staf, sementara hanya 20% dari rumah

sakit memiliki pelatihan yang berkelanjutan dan pendidikan.

Page 13: Latar Belakang b3 Indaru

Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya pelatihan yang memadai dan program

pendidikan untuk semua staf rumah sakit serta mekanisme pelatihan dan pendidikan di

beberapa rumah sakit yang belum dikembangkan. Pembuangan terpusat limbah medis telah

diterapkan di Nanjing berbasis teknologi insinerasi. Biaya pembuangan limbah medis adalah

sekitar 580 US$/ton. Penyimpanan manajemen, pelatihan pekerja mekanisme pembuangan

akhir limbah medis dan pemantauan emisi masih mencukupi. Survei responden menunjukkan

berbagai tingkat pemahaman untuk kategori limbah medis, risiko, biaya dan metode

pembuangan, yaitu kurangnya pemahaman akan risiko dan manajemen oleh banyak

responden, namun 77% dari responden berpikir bahwa pengelolaan limbah medis merupakan

faktor penting ketika memilih layanan rumah sakit.

3.2 Solusi

Untuk mengatasi kendala yang terjadi, beberapa solusi disajikan untuk berbagai aspek

pengelolaan limbah medis, antara lain :

Timbulan Limbah Medis

o Membuat kerangka pengelolaan untuk minimisasi limbah medis (Mohee, 2005).

o Berat, jenis, sumber, dan karakteristik limbah medis yang dihasilkan harus dipantau

berdasarkan data yang ada

o Adanya tindakan untuk mengelola siklus hidup dari setiap jenis obat di rumah sakit,

yang terdiri dari pembelian, penggunaan, pengumpulan, pemilahan, transportasi dan

pembuangan akhir.

Pemilahan dan Pengumpulan

o Pelatihan yang tepat harus diberikan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses

pengelolaan limbah terkait dengan praktik pemilahan yang tepat dan potensi bahaya

yang diakibatkan oleh ketidaktepatan prosedur seperti penanganan tanpa tindakan

pengamanan (Tsakona et al., 2007).

o Sistem kode warna atau label kontainer limbah/kantong sesuai dengan persyaratan

standar nasional HJ 421-2008 harus digunakan secara konsisten.

Penyimpanan

o Pengawasan ketat di tempat penyimpanan sementara harus diterapkan. Hanya

pengendali limbah medis yang diizinkan untuk memasuki daerah ini.

o Lokasi yang tepat dari tempat penyimpanan sementara harus diterapkan, yaitu, jauh

dari area fungsional lainnya

Page 14: Latar Belakang b3 Indaru

o Adanya ketegasan untuk menjaga kebersihan tempat penyimpanan.

o Ketersediaan kontainer yang berkualitas baik

Aplikasi sistem Informasi

o Sistem informasi rumah sakit perlu ditingkatkan.

o Adanya kebutuhan untuk meningkatkan teknologi RFID diimplementasikan di rumah

sakit.

Pelatihan dan Pendidikan

o Program pelatihan dan pendidikan untuk semua karyawan harus dilakukan, pelatihan

pegawai baru dan petugas kebersihan harus ditegaskan.

o Efektivitas program pelatihan dan pendidikan harus dievaluasi secara berkala.

Transportasi

o Terwujudnya sistem on-line harus diterapkan untuk memantau rute transportasi

limbah medis.

o Jadwal tetap untuk transportasi harus ditentukan untuk kompleksitas dari manajemen

limbah medis.

o Ketersediaan kontainer yang berkualitas baik

Pembuangan

o Dalam rangka menciptakan manfaat lingkungan, maka perlu bagi kota Nanjing untuk

memperbarui fasilitas pembuangan dan teknologi pembuangan limbah medis.

Teknologi pembuangan dengan alternatif baru yang lebih ramah lingkungan harus

diimplementasikan (Diaz et al., 2005).

o Mekanisme pasar harus diperkenalkan untuk menyeimbangkan kepentingan yang

bertentangan antara rumah sakit, pemerintah, perusahaan pembuangan dan pasien,

karena biaya pembuangan langsung ditentukan oleh Badan Perlindungan Lingkungan.

o Pelatihan profesional tenaga kerja perlu ditingkatkan, terutama mengenai bagaimana

menangani abu sisa pembakaran insenerator.

o Beberapa operator canggih untuk pembuangan limbah medis harus diperkenalkan dari

kota-kota lain atau luar negeri untuk menciptakan persaingan pasar Nanjing, misalnya

Teknologi Insenerator Maxpell dari Indonesia. Teknologi Insenerator Maxpell adalah

sebuah alat penghancur limbah berupa tungku pembakaran yang didesain secara

sempurna dalam sistem pembakaran dengan menggunakan berbagai media bahan

bakar yang dikembangkan baik dari sisi teknologi maupun kapasitas. Beberapa

keunggulan Teknologi Insenerator Maxpell tersebut adalah:

Page 15: Latar Belakang b3 Indaru

Tidak membutuhkan tempat luas

Dapat membakar sampah kering hingga sampah basah

Daya musnah sistem pembakaran mencapai suhu diatas 1000 ° C

Bekerja efektif dan irit bahan bakar

Tingkat dari pencemaran rendah. Dalam operasional dibeberapa tempat di

Indonesia, asap hasil pembakaran yang keluar dari cerobong hampir tidak

kelihatan dan tidak mengeluarkan bau yang menganggu

Suhu pembuangan udara panas pada cerobong asap terkendali secara konstan

Suhu dinding luar tetap dingin sama dengan suhu udara luar

Perawatan yang mudah dan terjangkau

Abu sisa pembakaran dapat diolah menjadi berbagai produk bahan bangunan

Keunggulan teknologi Maxpell berbeda dengan teknologi lainnya, teknologi lain

biasanya hanya dapat melakukan penghancuran sampah kering dengan tungku

pembakaran, tetapi teknologi Maxpell menggunakan teknologi khusus yang

didesain untuk mengelola dan sekaligus menghancurkan hampir seluruh limbah

pada medis atau non medis secara maksimal. Siklus atau proses pengolahan

limbah medis atau non medis Maxpell dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.1 Siklus Pengolahan Limbah Medis/Non Medis Maxpell

Sumber : www.maxpelltechnology.com, 2008

Page 16: Latar Belakang b3 Indaru

Keunggulan lain teknologi Maxpell adalah dengan diterapkannya Teknologi

Ramah Lingkungan pada insenerator Maxpell. Teknologi ini berbeda dengan

teknologi pembakaran sampah konvensional, pada tungku Maxpell limbah

ditempatkan dalam ruangan yang kedap, lalu di injeksikan dengan bahan bakar yang

sudah dicampur oksigen dan terbakar dengan suhu yang tinggi, asap hasil pembakaran

diimbas dengan molekul air sehingga asap yang keluar menjadi hidrokarbon yang

akan terbakar habis pada secondary chamber. Dengan demikian asap akan bersih dan

ramah lingkungan. Namun sebelum teknologi ini diperkenalkan di Nanjing, kiranya

produsen Indonesia wajib untuk melakukan sertifikasi produk sehingga dapat

mencegah TBT (Technical Barriers to Trade).

o Abu dan polusi udara yang dihasilkan dari pembakaran limbah medis, seperti HCI,

CO, Hg, Cd, dan SO2 harus diukur.

o Kesehatan dan keselamatan pekerja di fasilitas pembuangan harus dilindungi dengan

menggunakan pakaian pelindung yang tepat dan dengan mengikuti pedoman

keselamatan.

o Sistem pemantauan harus ditingkatkan dengan memasang sistem pengendalian

pencemaran udara.

Page 17: Latar Belakang b3 Indaru

DAFTAR PUSTAKA

Abdulla; Fayez; Qdais; Hani,A; Rabi dan Atallah. 2008. Site investigation on medical waste

management practices in northern Jordan. Waste management 28, pp. 450–458.

Askarian, Mehrdad, Vakili, Mahmood, Kabir, dan Gholamhosein. 2004. Results of a medical

waste survey in private hospitals in Fars province, Iran. Waste Management 24, pp. 347–

352.

Birpinar Mehmet Emin, Mehmet Sinan Bilgili. 2009. Medical waste management in Turkey:

A case study of Istanbul. Waste Management 29, 445–448.

Diaz, L.F., Eggerth, L.L., Enkhtsetseg, Sh., Savage, G.M. 2008. Characteristics of healthcare

wastes. Waste Management 28, pp. 1219–1226.

Holland, Perry, 1999. The Effectiveness of Incineration. CE540 Research Paper

Mato, R.R. dan Kassenga, G.R. 1997. A study problems of management of medical solid

wastes in Dar Es Salaam and their remedial measures. Resources, Conservation and

Recycling 21, pp. 1–16.

Mohee, R. 2005. Medical wastes characterization in healthcare institutions in Mauritius.

Waste Management 25, pp. 575–581.

Page 18: Latar Belakang b3 Indaru

Shen, Bao-hong, Wang, Xiu-chuan, Li, Jing-shun, Zhang, Yu-hua. 2003. Current situation

and disposing countermeasure of medical waste in Jilin province. China Environmental

Management 22 (4), pp. 35–36. 38. (in Chinese).

Technology, Maxpell. 2008. Incinerator Medis Alat Pengolahan Sampah Klinik/ Puskesmas/

Rumah Sakit, (Online), (http://www.maxpelltechnology.com/incineratormedis.php,

diakses 17 Maret 2013)

Tsakona, M., Anagnostopoulou, E., Gidarakos, E. 2007. Medical waste management and

toxicity evaluation: a case study. Waste management 27, pp. 912–920.

Yong, Zhang. 2009. Medical Waste Management in China : A Case Study of Nanjing.

Elseiver, Waste Management 29 (2009) pp. 1376–1382