7
A. Latar Belakang Terwujudnya kehidupan sosial ekonomi seseorang tidak terlepas dari usaha-usaha manusia itu sendiri dengan segala daya dan upaya yang ada serta dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong antara lain dorongan untuk mempertahankan diri dalam hidupnya dari berbagai pengaruh dorongan untuk mengembangan diri dari kelompok. Semuanya terlihat dalam bentuk hasrat, kehendak, kemauan, baik secara pribadi maupun yang sifatnya kelompok sosial. Kehidupan sosial ekonomi dalam pengertian umum menyangkut beberapa aspek, diantaranya pendidikan, kepercayaan, status perkawinan, keadaan perumahan, kesehatan, status pekerjaan dan penghasilan. Sedangkan, menurut Melly G. Tang, kehidupan sosial ekonomi dalam ilmu kemasyarakatan sudah lazim mencakup tiga unsur, yaitu pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan (Yunus, 2011). Aktivitas ekonomi secara sosial didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka mempengaruhinya. Prespektif ini digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam menganalisis nilai pekerja manusia, dalam arti mata pencaharian dan stratifikasi ekonomi sosial. Pendapat dari Soeratmo (dalam Yunus, 2011) mengemukakan bahwa aspek kehidupan sosial ekonomi meliputi: 1) Aspek sosial demografi, yang terdiri dari pembaharuan sosial, tingkah laku, motivasi masyarakat, serta kependudukan

Latar Belakang Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan KKL 3/ 2015

Citation preview

Page 1: Latar Belakang Fix

A. Latar Belakang

Terwujudnya kehidupan sosial ekonomi seseorang tidak terlepas dari usaha-

usaha manusia itu sendiri dengan segala daya dan upaya yang ada serta

dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong antara lain dorongan untuk

mempertahankan diri dalam hidupnya dari berbagai pengaruh dorongan untuk

mengembangan diri dari kelompok. Semuanya terlihat dalam bentuk hasrat,

kehendak, kemauan, baik secara

pribadi maupun yang sifatnya kelompok sosial. Kehidupan sosial ekonomi dalam

pengertian umum menyangkut beberapa aspek, diantaranya pendidikan,

kepercayaan, status perkawinan, keadaan perumahan, kesehatan, status pekerjaan

dan penghasilan. Sedangkan, menurut Melly G. Tang, kehidupan sosial ekonomi

dalam ilmu kemasyarakatan sudah lazim mencakup tiga unsur, yaitu pekerjaan,

pendidikan, dan kesehatan (Yunus, 2011).

Aktivitas ekonomi secara sosial didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi

yang

dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka mempengaruhinya.

Prespektif ini digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam menganalisis nilai pekerja

manusia, dalam arti mata pencaharian dan stratifikasi ekonomi sosial. Pendapat

dari Soeratmo (dalam Yunus, 2011) mengemukakan bahwa aspek kehidupan

sosial ekonomi meliputi: 1) Aspek sosial demografi, yang terdiri dari

pembaharuan sosial, tingkah laku, motivasi masyarakat, serta kependudukan dan

migrasi; 2) Aspek ekonomi, yang terdiri dari kesempatan kerja, tingkat

pendapatan dan pemilikan barang; serta 3) Aspek pelayanan sosial, yang terdiri

dari sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana olahraga dan sarana transportasi.

Berdasarkan Konvensi PBB tahun 1989 mengenai Hak-hak Anak dan

Konvensi ILO (International Labour Organization) Nomor 182 tahun 1999

mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk

Pekerjaan Terburuk untuk Anak, anak adalah seorang individu yang berusia di

bawah delapan belas tahun. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa akan

menjadi pelaku utama dalam mengisi pembangunan Indonesia di masa

mendatang. Sehingga, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan

Menengah, Kemeterian Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan Anak, serta

Page 2: Latar Belakang Fix

Kementerian Sosial perlu mempersiapkan anak-anak untuk menyongsong masa

depan yang lebih baik. Pendidikan, kesehatan, serta perkembangan jiwa anak

merupakan bagian dari sejumlah rangkaian kebutuhan hak anak yang seharusnya

mereka terima sebagai bekal dalam menghadapi masa depan (Fithriani, 2012).

Namun pada kenyataannya, tidak semua anak memperoleh hak tersebut dan masih

ada sebagian anak-anak yang justru sepanjang waktu bekerja untuk mendapatkan

upah atau bekerja untuk keluarga. Anak-anak yang bekerja untuk mendapatkan

upah, apalagi jika tidak bersekolah, akan kehilangan masa kanak-kanaknya

(childhood) serta tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk menggapai

masa depan yang lebih baik. Hal ini menjadi lebih buruk, apabila mereka bekerja

pada pekerjaan atau peran serta atau partisipasi yang seharusnya dilakukan oleh

orang dewasa. Tentu saja hal ini akan menganggu perkembangan jiwa, mental,

dan kesehatan anak itu sendiri, terutama bagi mereka yang bekerja pada peran

serta yang sangat berbahaya yang dapat mencelakakan diri anak-anak tersebut.

Anak-anak sebagai individu yang tidak bebas merupakan korban terparah

dari kemiskinan. Anak-anak yang terjebak dalam kemiskinan memiliki

kesempatan yang terbatas untuk mengubah nasibnya. Mereka terjebak dalam

rutinitas yang merenggut hak mereka untuk bermain, mengembangkan diri secara

wajar, serta hak akan pendidikan. Anak yang hidup dalam kemiskinan tidak

memiliki kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya yang mendapatkan

pendidikan. Mereka tidak mampu atau bahkan tidak dimungkinkan untuk dapat

memenuhi kebutuhan akan pendidikan karena pada umumnya mereka

menanggung kewajiban untuk mencari nafkah atau membantu orang tua mereka

dalam mencari nafkah, tetapi ada pula yang bekerja di rumah untuk menggantikan

pekerjaan rumah orang tua.

Untuk menghilang kan hambatan finansial bagi keluarga

miskin dalam memasuki dunia pendidikan, dicetuskanlah sebuah

kebijakan subsidi biaya pendidikan. Program Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) merupakan salah satu program yang

bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan pada tingkat

pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah

Pertama (SMP) sebagai wujud nyata Pemerintah dalam

Page 3: Latar Belakang Fix

merealisasi program wajib belajar sembilan tahun di seluruh

wilayah Indonesia. Kebijakan subsidi pendidikan lainnya yang

diberikan pemerintah adalah beasiswa Bidik Misi. Dengan adanya

kebijakan tersebut, maka diharapkan keluarga miskin yangada

di Indonesia dapat menyekolahkan anaknya hingga jenjang

pendidikan perguruan tinggi.

Meskipun kebijakan penekanan biaya pendidikan telah

dilakukan, tingkat peran serta anak pada ekonomi rumah tangga

suatu keluarga dengan tingkat kesejahteraan 30 persen terendah

di Indonesia terbilang masih cukup tinggi. Setidaknya, di tahun

2012 terdapat 60,53 persen anak usia lima hingga lima belas

tahun pada suatu keluarga dengan tingkat kesejahteraan 30

persen terendah di Indonesia berstatus bekerja (Fithriani, 2012).

Permasalahan peran serta anak pada ekonomi rumah tangga

telah menjadi masalah global selama tujuh belas tahun terakhir,

namun demikian ketersedian data mengenai hal ini masih

terbatas di Indonesia. Bahkan, sebuah laporan analisis

Perusahaan Maplecroft, telah menyebutkan bahwa dari 197

negara yang dilibatkan dalam penelitian, Indonesia berada pada

urutan ke-46 negara dengan tingkat peran serta anak dalam

ekonomi rumah tangga terbesar (Melani, 2013). Dengan kata

lain, Indonesia termasuk dalam lima puluh besar negara dengan

peran serta anak dalam ekonomi rumah tangga terbesar.

Walaupun demikian, peran serta anak di Provinsi Jawa Timur,

khususnya di Kabupaten Malang, masih cukup tinggi daripada di

provinsi lain di Pulau Jawa.

Peran serta anak dalam ekonomi rumah tangga diartikan

sebagai kegiatan ikut ambil bagian atau keikutsertaan dalam

suatu kegiatan pemanfaatan uang, tenaga, serta waktu yang

berharga secara aktif. Kegiatan ekonomi rumah tangga itu

sendiri mencakup semua pekerjaan atau peran serta atau

partisipasi dibayar dan beberapa tipe pekerjaan atau peran serta

Page 4: Latar Belakang Fix

atau partisipasi yang tidak dibayar, termasuk produksi barang-

barang yang dipakai sendiri. Apakah dibayar atau tidak, kegiatan

atau peran serta ini dapat dilakukan, baik di sektor formal maupun

informal, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Dalam hal

ini, penelitian akan dilakukan di Dusun Pohbener dan Dusun

Wiloso, Desa Gondowangi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.

Misalnya, anak yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang tak

dibayar di usaha-usaha yang berorientasi pasar yang

dioperasikan oleh seorang anggota keluarga yang tinggal di

rumah yang sama dianggap terlibat dalam kegiatan ekonomi.

Anak yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga atau

melakukan jenis-jenis pekerjaan atau peran serta rumah tangga

lainnya di rumah tangga orang lain juga dianggap aktif secara

ekonomi. Namun, anak-anak yang melakukan tugas-tugas rumah

di rumahnya sendiri dianggap pasif secara ekonomi. Tidak semua

anak yang terlibat dalam pekerjaan atau peran serta adalah

pekerja anak. Tugas dan kegiatan yang sewajarnya dilakukan

oleh anak-anak justru membuat anak memperoleh keterampilan

dan memupuk rasa tanggung jawab. Dengan demikian, penulis

mengambil judul Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Peran Serta

Anak dalam Ekonomi Rumah Tangga di Dusun Pohbener dan Dusun Wiloso

Desa Gondowangi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang.

Page 5: Latar Belakang Fix

DAFTAR RUJUKAN

Fithriani, Rizqa. 2012. Pekerja Anak, Kemiskinan, dan Nilai Ekonomi Anak: Studi

Kasus Provinsi Lampung Tahun 2011 (dalam Child Poverty and Social

Protection Conference). Naskah seminar tidak diterbitkan: Bandar Lampung

Melani, Ni Made Rita, I Made Anom Wiranata, dkk. 2013. Peran ILO Melalui

Proyek EAST dalam Upaya Pencegahan Pekerja Anak di Indonesia.

Universitas Udayana Press: Denpasar

Yunus, Auliya Insani. 2011. Potret Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang Kaki

Lima di Kota Makassar: Kasus Penjual Pisang Epe di Pantai Losari.

Skripsi tidak diterbitkan: Makassar