88
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Menyusui merupakan proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi yang membutuhkan reflek menghisap bayi untuk mendapatkan dan menelan ASI. Namun, pada kondisi tertentu, masalah pada keterampilan ibu dalam menyusui yang dapat menghambat proses menyusui. Salah satu masalah yang sering muncul kesalahan ibu dalam proses menyusui adalah mastitis. Mastitis merupakan peradangan yang disebabkan oleh tersumbatnya aliran ASI dan berisiko menyebabkan adanya akumulasi bakteri yang menginduksi mekanisme infeksi (Abou-Dakn, M., Richardt, A., Schaefer-Graf, U., Wockel, A., 2010). Data WHO terbaru pada tahun 2008 menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, persentase perempuan menyusui yang mengalami mastitis rata-rata mencapai 10%. Persentase yang sama juga terjadi di Indonesia, dengan lebih rinci, Prawirohardjo (2008) menyatakan bahwa kejadian mastitis berkisar 2% hingga 33% pada ibu menyusui. Penyempitan pada duktus laktiferus sebagai patofisiologi mastitis menyebabkan bendungan ASI (engorgement), sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembekakan, nyeri, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, dan adanya respon panas pada payudara. Selain itu, Anggraini (2010) menyebutkan bahwa 1

Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

menyusui, ibu hamil

Citation preview

Page 1: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Analisis Situasi

Menyusui merupakan proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi yang

membutuhkan reflek menghisap bayi untuk mendapatkan dan menelan ASI.

Namun, pada kondisi tertentu, masalah pada keterampilan ibu dalam

menyusui yang dapat menghambat proses menyusui. Salah satu masalah yang

sering muncul kesalahan ibu dalam proses menyusui adalah mastitis. Mastitis

merupakan peradangan yang disebabkan oleh tersumbatnya aliran ASI dan

berisiko menyebabkan adanya akumulasi bakteri yang menginduksi

mekanisme infeksi (Abou-Dakn, M., Richardt, A., Schaefer-Graf, U., Wockel,

A., 2010). Data WHO terbaru pada tahun 2008 menyebutkan bahwa di

Amerika Serikat, persentase perempuan menyusui yang mengalami mastitis

rata-rata mencapai 10%. Persentase yang sama juga terjadi di Indonesia,

dengan lebih rinci, Prawirohardjo (2008) menyatakan bahwa kejadian mastitis

berkisar 2% hingga 33% pada ibu menyusui. Penyempitan pada duktus laktiferus

sebagai patofisiologi mastitis menyebabkan bendungan ASI (engorgement), sehingga

sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembekakan,

nyeri, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, dan adanya respon panas pada

payudara. Selain itu, Anggraini (2010) menyebutkan bahwa meluasnya peradangan

hingga menyebabkan perlunya proses insisi untuk pengeluaran nanah dapat

menyebabkan abses payudara.

Mastitis, abses payudara, dan berbagai kondisi lainnya yang muncul

sebagai akibat kesalahan dalam proses menyusui berkaitan erat dengan

pengetahuan ibu dalam teknik menyusui yang benar. Teknik menyusui yang

benar merupakan cara memberikan ASI terhadap bayi dengan perlekatan dan posisi

ibu dan bayi dengan benar (Suradi & Hesti, 2004). Teknik menyusui merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI untuk mencegah lecet pada payudara

maupun penurunan produksi ASI. Teratasinya masalah berkaitan dengan teknik

menyusui akan menyebabkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi bayi melalui ASI.

Risiko mastitis dan kurangnya pengetahuan ibu tentang teknik menyusui

yang benar juga terjadi di Desa Getasan, Kecamatan Petang, Kabupaten

1

Page 2: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Badung. Hasil wawancara dengan beberapa ibu menyusui menyatakan bahwa

belum pernah diberikan penyuluhan terkait dengan teknik menyusui yang

benar, baik itu di posyandu balita maupun di Puskesmas Getasan. Hasil

wawancara berfokus pada pengetahuan ibu dan pengalaman ibu dalam

menyusui mendapatkan hasil bahwa sebagian ibu tidak mengetahui cara

menyusui yang benar. Ibu mengatakan tidak mengetahui bahwa dalam

menyusui dapat memilih beberapa posisi untuk mencapai kenyamanan. Selain

itu, ibu juga tidak mengetahui seberapa banyak puting dan areola yang harus

masuk ke dalam mulut bayi untuk mencegah penyumbatan ASI. Kondisi

pengetahuan ibu terkait teknik menyusui dan data wawancara yang

menyatakan belum pernah dilakukan penyuluhan tentang teknik menyusui

yang benar sesuai dengan hasil wawancara dengan kepala Puskesmas Getasan

yang mengatakan bahwa belum pernah dilakukan penyuluhan tentang cara

menyusui yang benar. Beberapa penyuluhan biasanya dilakukan melalui meja

4 posyandu balita dengan memberikan edukasi perorangan. Pada kondisi

tersebut, tidak semua ibu dapat diberikan pendidikan kesehatan terkait dengan

keterbatasan waktu dan daya tangkap ibu.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka kami kelompok KKN di Desa

Getasan berencana memberikan penyuluhan terkait dengan teknik menyusui

yang benar pada ibu hamil dan menyusui. Hal tersebut dilakukan untuk

mencegah dampak dari kesalahan dalam cara menyusui serta optimalisasi

manfaat ASI dalam meningkatkan daya tahan tubuh, memenuhi nutrisi, dan

meningkatkan kecerdasan bayi.

1.2 Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi permasalahan dalam

kegiatan ini, di antaranya:

Tabel 1.1 Identifikasi Permasalahan

No. Permasalahan Lokasi Sumber

(P/M/D)

1. Kejadian mastitis dan keluhan- Desa Getasan M

2

Page 3: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

keluhan terkait masalah

kesehatan pada ibu menyusui.

2. Kurangnya pengetahuan ibu

tentang teknik menyusui yang

benar.

Desa Getasan M

3. Belum pernah dilakukan

penyuluhan tentang teknik

menyusui yang benar.

Desa Getasan M, D

1.3 Tujuan dan Manfaat

Pelaksanaan program KKN Desa Getasan diharapkan dapat memajukan

kualitas Desa Getasan, salah satunya di bidang kesehatan:

1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan dari pelaksanaan program KKN di Desa Getasan adalah

sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan menyusui tentang

cara menyusui yang benar.

2. Untuk mencegah masalah kesehatan akibat kesalahan dalam teknik

menyusui.

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat dari pelaksanaan program KKN di Desa Getasan

adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan menyusui tentang cara

menyusui yang benar.

2. Menceghan masalah kesehatan akibat kesalahan dalam teknik

menyusui.

3

Page 4: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

BAB II

REALISASI PENYELESAIAN MASALAH

2.1 Tema dan Program

Adapun tema dan program kerja pelaksanaan KKN PPM Desa Getasan akan

diuraikan pada sub bab dibawah ini.

2.1.1 Tema

“Penyuluhan Tentang Teknik Menyusui yang Benar pada Ibu Hamil dan

Menyususi di Desa Getasan”

2.1.2 Prioritas Pemilihan Permasalahan

No Permasalahan Alasan Pemilihan

2.1.3 Rencana Program KKN PPM

Berdasarkan identifikasi permasalahan yang ada dan dengan mempertimbangkan

analisis KUWAT (Kesempatan, Uang, Waktu, Alat, dan Tenaga), adapun program

–program yang kami laksanakan antara lain:

1. Program Pokok

Penyuluhan Teknik Menyusui dan Perawatan Payudara yang Baik dan Benar

No No. Sektor Nama Program Bahan Volume Sumber

Dana

1. 13.1.1.55 Penyuluhan

Teknik

Menyusui dan

Perawatan

Payudara yang

Baik dan

Materi

penyuluhan,

LCD, alat

perlengkapan

kegiatan

penyuluhan

31 orang Mhs

4

Page 5: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Benar

2.1.4 Jadwal Pelaksanaan Program

Nama

Bidang

Uraian Kegiatan Minggu ke – (Juli-

Agustus 2016)

1 2 3 4

Kesehatan

Masyarakat

Penyuluhan Teknik Menyusui

dan Perawatan Payudara yang

Baik dan Benar

(katarak (?))

3.1 Rincian Anggaran Penyuluhan Teknik Menyusui dan Perawatan

Payudara yang Baik dan Benar

No. Uraian Pengeluaran Satuan Harga Satuan

(Rp)

Volume Jumlah

(Rp)

1. LCD (Sewa) Buah 100.000 1 100.000

2. Sound + Mikrofon

(Sewa)

Buah 1.000.000 3 1.000.000

3. Clip on mic Buah 250.000 1 250.000

4. Leaflet Lembar 5.000 30 150.000

5. Narasumber Orang 350.000 1 350.000

6. Piagam Buah 10.000 1 10.000

7. Map Batik Buah 5.000 1 5.000

8. Spanduk / Banner Buah 200.000 1 200.000

9. Dot Bayi (Sewa

Phantom)

Buah 150.000 1 150.000

10. Handuk Buah 40.000 3 120.000

5

Page 6: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

11. Kapas Kotak 10.000 1 10.000

12. Air Hangat - - - -

13. Konsumsi (Snack) Kotak 5.000 40 200.000

14. Boneka Bayi Buah 135.000 1 135.000

15. Lotion/Minyak

Zaitun

Botol 50.000 1 50.000

16. Kasa Putih Kotak 20.000 1 20.000

17. Soundman Orang 200.000 2 200.000

TOTAL 2.700.000

6

Page 7: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi/Pengertian

Mastitis adalah radang pada payudara yang disebabkan payudara

bengkak yang tidak disusun adekuat (Bahiyatun, 2008)

Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih

segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi.

Mastitis diperkirakan dapat terjadi pada 3-20% ibu menyusui. Dua hal

yang perlu diperhatikan pada kasus mastitis adalah pertama, karena

mastitis biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu

untuk berhenti menyusui. Kedua, mastitis berpotensi meningkatkan

transmisi vertikal pada beberapa penyakit. Sebagian besar mastitis

terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling sering pada

minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang

masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui

(Alasiry, 2012).

Gambar 1. Mastitis

7

Page 8: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

2.1.2 Epidemiologi

Tahun 2005 Word Health Organisation (WHO) menyebutkan

bahwa jumlah kasus infeksi payudara yang terjadi pada wanita seperti

kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrocustik terus meningkat dimana

12% diantaranya merupakan infeksi payudara berupa mastitis pada

wanita pasca post partum. Sedangkan di Indonesia hanya

0,001/100.000 angka kesakitan akibat infeksi berupa mastitis (Depkes

RI, 2008).

Menurut Organisasi kesehatan dunia (2008),memperkirakan lebih

dari 1,4 juta orang terdiagnosis menderita mastitis. The American

Society memperkirakan 241.240 wanita Amerika Serikat terdiagnosis

mastitis. Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang terdiagnosis

mastitis sebanyak 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791

orang. Di Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis

adalah berjumlah 876.665 orang dan di Sumatra Utara berkisar 40-

60% wanita terdiagnosis mastitis.

Studi terbaru menunjukkan kasus mastitis meningkat hingga 12-

35% pada ibu yang puting susunya pecahpecah dan tidak diobati

dengan antibiotik. Namun, bila minum obat antibiotik pada saat puting

susunya bermasalah kemungkinan untuk terkena mastitis hanya sekitar

5% (Setyaningrum, 2008).

2.1.3 Etiologi

Penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Adapun

faktor predisposisi yang menyebabkan mastitis diantaranya adalah

umur paritas, serangan sebelumnya, melahirkan, gizi, faktor kekebalan

dalam ASI, stress dan kelelahan, pekerjaan di luar rumah serta trauma

(Inch dan Xylander, 2012).

Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis

ASI biasanya merupakan penyebab primer, yang dapat disertai atau

berkembang menuju infeksi. Gunther pada tahun 1958 menyimpulkan

dari pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI

8

Page 9: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat

mencegah keadaan tersebut. Ia menyatakan bahwa infeksi, bila terjadi,

bukan primer, tetapi diakibatkan oleh stagnasi ASI sebagai media

pertumbuhan bakteri. Thomsen dan kawan-kawan pada tahun 1984

menghasilkan bukti tambahan tentang pentingnya stasis ASI. Mereka

menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara dengan

tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut ini :

- stasis ASI, didapatkan <106 leukosit dan bakteri <103) membaik

hanya dengan terus menyusui atau pengeluaran ASI.

- inflamasi noninfeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa),

didapatkan leukosit >106 dan bakteri <103 yang diterapi dengan

sesering mungkin pengeluaran ASI atau dengan tindakan

pemerasan ASI setelah menyusui, tanpa diobati.

- mastitis infeksiosa, didapatkan leukosit >106 dan bakteri >103,

yang hanya dapat diobati dengan efektif dengan pemerasan ASI

dan antibiotik sistemik

Keterlambatan terapi menyebabkan pembentukan abses pada 11%

kasus, dan hanya 15% kembali ke laktasi normal. Sering

mengosongkan payudara yang terinfeksi dengan perawatan lanjut

mengurangi resiko pembentukan abses, namun hanya 51% kembali ke

laktasi normal. Terapi antibiotik tambahan meningkatkan kembali

laktasi normal pada 97% dengan resolusi gejala dalam 21 hari. Tanpa

pengeluaran ASI yang efektif, mastitis noninfeksiosa sering

berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa

menjadi pembentukan abses.

Berikut ini keterangan mengenai 2 penyebab utama mastitis :

A. Stasis ASI

Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari

payudara. Hal ini dapat terjadi bila payudara terbendung segera

setelah melahirkan atau saat bayi tidak mengisap ASI, yang

9

Page 10: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

dihasilkan oleh sebagian atau seluruh payudara. Penyebabnya

termasuk pengisapan bayi yang buruk pada payudara,

pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi atau durasi

menyusui dan sumbatan pada saluran ASI. Situasi lain yang

mempengaruhi predisposisi terhadap stasis ASI, termasuk suplai

ASI yang sangat berlebihan, atau menyusui untuk kembar dua

atau lebih. Berikut faktor-faktor penyebab stasis asi :

a. Bendungan payudara

Kondisi ini tidak terjadi bila bayi disusui segera setelah

lahir, sehingga stasis ASI terhindarkan. Pentingnya

pengeluaran ASI yang segera pada tahap awal mastitis,

atau kongesti, untuk mencegah perkembangan penyakit

dan pernbentukan abses. Isapan bayi adalah sarana

pengeluaran ASI yang efektif.

b. Frekuensi menyusui

Tahun 1952, Illingworth dan Stone secara formal

menunjukkan dalam uji coba dengan kontro1, bahwa

insiden stasis asi dapat dikurangi hingga setengahnya bila

bayi disusui tanpa batas. Hubungan antara pembatasan

frekuensi dan durasi menyusui dan mastitis telah diuraikan

oleh beberapa penulis. Banyak wanita menderita mastitis

bila mereka tidak menyusui atau bila bayi mereka, tidak

seperti biasanya, tertidur semalaman dan waktu antar

menyusui semakin lama.

c. Pengisapan pada payudara

Pengisapan yang buruk sebagai penyebab pengeluaran

ASI yang tidak efisien, saat ini dianggap sebagai faktor

predisposisi utama mastitis. Nyeri puting dan puting

pecah-pecah sering ditemukan bersama dengan mastitis.

Penyebab nyeri dan trauma puting yang tersering adalah

10

Page 11: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

pengisapan yang buruk pada payudara, kedua kondisi ini

dapat terjadi bersama-sama. Selain itu, nyeri puting akan

menyebabkan ibu menghindar untuk menyusui pada

payudara yang sakit dan karena itu mencetuskan stasis

ASI dan bendungan.

Sumber, Mastitis : penyebab dan penatalaksanaan,

WHO.

d. Sisi yang disukai dan pengisapan yang efisien

Banyak ibu merasa lebih mudah untuk menyusui bayinya

pada satu sisi payudara dibandingkan dengan payudara

yang lain. Selain itu telah dinyatakan bahwa pengisapan

yang tidak tepat, yang menyebabkan stasis ASI dan

mastitis, lebih mungkin terjadi pada sisi payudara yang

lebih sulit untuk menyusui.

11

Page 12: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

e. Faktor mekanis lain

Frenulum yang pendek (tounge tie) pada bayi

mengganggu pengisapan pada payudara dan menyebabkan

puting luka dan pecah-pecah. Hal ini juga mengurangi

efisiensi pengeluaran ASI dan predisposisi untuk mastitis.

B. Infeksi

a. Organisme penyebab infeksi

Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan

abses payudara adalah organisme koagulase-positif

Staphylococcus aureus dan Staph. albus, kadang-kadang

ditemukan Escherichia coli dan Streptococcus, dan

organisme infeksi streptokokal neonatus ditemukan pada

sedikit kasus. M.tuberculosis adalah penyebab mastitis lain

yang jarang ditemukan. Dalam populasi yang endemik

tuberkulosis, M.tuberbulosis dapat ditemukan pada kira-kira

1% dari kasus mastitis dan berkaitan dengan beberapa kasus

tonsillitis tuberkulosis pada bayi.

Bakteri sering ditemukan dalam ASI dari payudara yang

asimtomatik di negara-negara industri dan berkembang.

Spektrum bakteri sering serupa dengan yang ditemukan di

kulit. Berdasarkan penelitian, hanya 50% biakan AS1 bersifat

steril, sedangkan yang lain menunjukkan hitungan koloni

"normal" dari 0-2.500 koloni per ml. Oleh karena itu, adanya

bakteri dalam ASl tidak selalu menunjukkan terjadinya

infeksi, bahkan bila bakteri bukan kontaminan dari kulit.

b. Rute infeksi

Bagaimana infeksi memasuki payudara belum diketahui.

Beberapa jalur telah diduga, yaitu melalui duktus laktiferus

ke dalam lobus, dengan penyebaran hematogen dan melalui

fisura puting susu ke dalam sistem limfatik periduktal.

Frekuensi fisura puting susu telah dilaporkan meningkat 12

Page 13: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

dengan adanya mastitis. Mastitis dan puting pecah-pecah

terjadi bersamaan karena keduanya dapat mengakibatkan

pengisapan yang buruk pada payudara, selain itu, seringkali

fisura menjadi titik masuk infeksi.

Sedangkan menurut Saleha (2009) penyebab terjadinya mastitis adalah

sebagai berikut :

1) Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat akhirnya

terjadi mastitis.

2) Putting susu lecet akan memudahkan masuknya kuman dan

terjadinya payudara bengkak.

3) Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmetal engorgement, jika

tidak disusui dengan adekuat, maka bisa terjadi mastitis.

4) Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat dan anemia akan mudah

terkena infeksi.

2.1.4 Faktor - Faktor Risiko :

Ada sejumlah faktor yang telah diduga dapat meningkatkan risiko

mastitis. Faktor-faktor tersebut kurang penting bila dibandingkan

dengan teknik menyusui, yaitu pengisapan yang baik dan pengeluaran

ASI yang efektif.

a. Umur

Sebuah studi menunjukkan bahwa wanita berumur 21-35

tahun lebih sering menderita mastitis daripada wanita di bawah

usia 21 dan di atas 35 tahun. Studi lain mengidentifikasi wanita

berumur 30-34 tahun memiliki insiden mastitis tertinggi, bahkan

bila paritas dan kerja purnawaktu telah dikontrol.

b. Paritas

Primipara ditemukan sebagai faktor risiko pada beberapa studi.

c. Serangan sebelumnya

13

Page 14: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Terdapat bukti yang kuat bahwa serangan mastitis pertama

cenderung untuk berulang. Pada beberapa studi, 40-54% wanita

pernah menderita satu atau lebih serangan sebelumnya. Hal ini

merupakan akibat dari teknik menyusui yang buruk yang tidak

diperbaiki.

d. Gizi

Faktor gizi sering diduga sebagai predisposisi untuk mastitis,

termasuk asupan garam dan lemak yang tinggi, dan anemia, tetapi

bukti yang ada bersifat inkonklusif. Gizi yang buruk juga telah

diduga, khususnya status mikronutrien yang buruk.

e. Stres dan kelelahan

Stres dan kelelahan maternal sering dikaitkan dengan mastitis. Ibu

dengan mastitis tingkat stres dan kelelahan menjadi faktor utama

yang mengarah ke infeksi.

f. Pekerjaan di luar rumah

Bekerja purnawaktu di luar rumah berkaitan dengan

peningkatan risiko mastitis. Penjelasan yang diajukan adalah akibat

stasis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan

kekurangan waktu untuk pengeluaran ASI yang adekuat.

g. Faktor lokal dalam payudara

Faktor seperti jenis kulit, reaksi kulit terhadap matahari,

alergi, ruam, dan pemajanan terhadap suhu dingin tidak tampak

mempengaruhi insiden mastitis. Beberapa prosedur seperti

penggunaan krim puting susu untuk mencegah mastitis masih tetap

bersifat spekulatif. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa ukuran

payudara meningkatkan risiko mastitis.

h. Trauma

14

Page 15: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Trauma pada payudara karena penyebab apa pun dapat

merusak jaringan kelenjar dan saluran susu dan hal ini dapat

menyebabkan mastitis.

i. Puting pecah-pecah, nyeri puting

Kerusakan pada epidermis memberikan jalan masuk ke

jaringan payudara, meskipun kerusakan bukan prasyarat untuk

infeksi payudara. Mastitis dari puting susu yang luka biasanya

terjadi di beberapa minggu pertama setelah melahirkan.

j. Saluran tersumbat

Beberapa wanita berulang kali berkembang menjadi saluran

tersumbat, beberapa di antaranya menyebabkan infeksi penuh.

Sumbatan ini terlihat sebagai “kepala" putih dan terasa tekanan dan

tegang disekitar sumbatan. Pijat yang lembut di atas daerah yang

tegang ketika bayi menyusui dari payudara dapat membantu,

terutama jika sumbatan baru saja terbentuk.

k. Pasokan susu yang banyak dan / atau penurunan jumlah menyusui

Perempuan dengan pasokan susu yang berlimpah lebih

menyebabkan saluran tersumbat dibandingkan dengan pasokan

normal.

l. Pembesaran dan stasis

Penurunan frekuensi menyusui menyebabkan

pembengkakan atau stasis susu. Jarang menyusui dan stasis susu

sering dikaitkan dengan mastitis.

m. Pemakaian bra yang ketat dan posisi tidur

Dapat menghambat sirkulasi ASI

2.1.5 Patofisiologi (Pathway Terlampir)

Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat

terjadi karena proses infeksi ataupun non infeksi. Namun semuanya

15

Page 16: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat proses non infeksi

berawal dari proses laktasi yang normal.  Namun karena sebab-sebab

tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran

ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI. Hal ini membuat ASI

terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan

lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang. Sehingga sel epitel yang

memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan. Permeabilitas jaringan

ikat meningkat, beberapa komponen (terutama protein dan kekebalan

tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan

sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga

mempermudah terjadinya infeksi. Kondisi ini membuat lubang  duktus

laktiferus menjadi  port de entry  bakteri, terutama bakteri

Staphylococcus aureus  dan Strepcococcus sp.

Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis

yang terjadi akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat

timbul fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal

laktasi akan menjadikan  port de entry/tempat masuknya  bakteri.

Proses selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae (Prasetyo,

Doddy Vuman, 2010).

2.1.6 Klasifikasi

Mastitis diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu : mastitis puerparalis

epidemic, mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis

infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang

berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut (Djamudin, 2009) :

a. Mastitis Puerparalis Epidemik

Biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan ibunya

terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah

ini paling sering terjadi dirumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau

bekesinambungan strain resisten.

b. Mastitis Noninfesiosa

16

Page 17: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh

payudara, reproduksi ASI melambat dan aliran terhenti. Namun

proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan

selesai dalam 2-3 minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI

dapat menyebabkan respon peradangan.

c. Mastitis Subklinis

Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi

yang dapat disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat,

sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu kira-kira hanya

sampai dibawah 400 ml/hari.

d. Mastitis Infeksiosa

Terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh

factor imun dalam ASI dan oleh respon-respon inflamasi. Secara

normal, ASI segar bukan merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri.

2.1.7 Gejala Klinis

Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:

a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan

kadang terasa nyeri.

b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang

menjadi rata.

c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk

menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.

d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala

demam, rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.

e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang

sama dengan payudara yang terkena.

Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang

membengkak karena sumbatan saluran ASI antara lain :

a. Payudara terasa nyeri

17

Page 18: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

b. Teraba keras

c. Tampak kemerahan

d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak

seperti pecah–pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu,

bila terkena sumbatan tanpa infeksi, biasanya di badan tidak terasa

nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian

keras dan nyeri serta merah.

Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan,

gampangnya bila didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak

terasa nyeri pada payudara, dan permukaan kulit tidak pecah – pecah

maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara namun

tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal

tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).

2.1.8 Pemeriksaan Fisik

Menurut Blumstein, Howard dan Amy k, Rontal (2004) pada

pemeriksaan dapat ditemukan :

a. Inspeksi

Kemerahan pada mammae

Tampak ada luka pada mammae

Bengkak pada mammae

Benjol-benjol pada mammae

Bentuk pisma segitiga tidak beraturan (wedge) pada mammae

b. Palpasi

Mammae teraba keras/tegang/indurasi

Nyeri tekan pada daerah yang terinflamasi

Teraba hangat pada mammae yang terinflamasi

2.1.9 Pemeriksaan Diagnostik

Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui

dengan pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan

rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan

18

Page 19: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

laboratorium/rontgen. World Health Organization (WHO), (2008)

menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa

keadaan yaitu bila:

a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang

baik dalam 2 hari

b. terjadi mastitis berulang

c. mastitis terjadi di rumah sakit

d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan

tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril.

Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan

tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman

yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari

kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang

muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau

patogenitas bakteri.

2.1.10 Diagnosis

Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak terlalu sukar,

dapat diketahui dengan terdapat amenore, mual dan muntah berlebihan

sampai mengganggu kehidupan sehari-hari dengan berbagai tingkat.

Hiperemesis gravidarum yang terus menerus menyebabkan

kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin,

sehingga pengobatan perlu diberikan. Diagnosis hiperemesis

gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang (Manuaba, 2008)

2.1.11 Penatalaksanaan

a. Farmakologi

Penanganan berupa pemanasan local, antiperetik dan analgetik

ringan, pengosongan mammae berkala dengan terus memberikan

ASI atau memompa, dan terapi antibiotic oral. Jika terjadi abses,

pasien perlu ke rumah sakit untuk mendapatkan antibiotic

19

Page 20: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

intravena, aspirasi, atau insisi dan jika perlu drainase. Setiap cairan

aspirasi perlu dilakukan pemeriksaan histologik untuk

menyingkirkan keganansan.

Walaupun wanita menyusui enggan untuk mengonsumsi obat,

wanita dengan mastitis harus didorong untuk mengonsumsi obat

yang tepat sesuai indikasi. ( Lisa, H. Amir., 2008)

b. Analgesic

Pemberian analgesic kemungkinan dapat membantu reflek

pengeluaran ASI dan harus diberikan pada pasien mastitis. Agen

anti inflamasi seperti ibuprofen lebih efektif untuk mengurang

gejala yang berhubungan dengan inflamasi daripada analgesic

sederhana seperti paracetamol /aceraminophen. Ibunophen tidak

terdeteksi dalam ASI apabila dosis maksimal yang diberikan hanya

1,6g/hari, atau 400mg 3 kali sehari setelah makan. Namun

ibupronophen tidak boleh diberikan pada wanita yang memiliki

asthma, stomach ulcers, atau alergi terhadap aspirin. ( Lisa, H.

Amir., 2008)

c. Antibiotic

Apabila gejala mastitis masih ringan dan timbul kurang dari 24

jam, penatalaksanaan secara konservatif cukup untuk meredakan

gejala. Namun apabila gejalanya tidak membaik dalam waktu 12-

24 jam atau apabila kondisi menjadi akut, maka harus segera

diberikan antibiotic. Pathogen yang paling umum ditemukan pada

mastitis adalah penicillin-resistant Staphylococcus aureus.

Pemberian antibiotic harus diberikan dalam jangka waktu yang adekuat

(10-14 hari). Pemberian dalam jangka waktu yang lebih pendek

berhubungan dengan insidensi relaps. ( Lisa, H. Amir., 2008)

Antibiotic Dosis

Erythromycin 250-500mg

setiap 6 jam

20

Page 21: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Flucloxacilin 250mg setiap

6 jam

Dicloxacilin 125-500 mg

setiap jam oral

Memiliki efek

yang rendah

terhadap hepar

dibandingkan

dengan

Flucloxacilin

Amoxacilin 250-500 mg

setiap 8 jam

Cephalexin 250-500 setiap

6 jam

Aman untuk

wanita dengan

alergi penicillin.

d. Pengobatan simtomatik

Nyeri harus diobati dengan analgesic. Ibuprofen disebut sebagai

antibiotic yang paling efektif, dan dapat membantu mengurangi

inflamasi dan nyeri. Paracetamol adalah pilihan alternative.

Istirahat, apabila memungkinkan istirahat di ranjang bersama bayi

akan meningkatkan frekwensi pemberian air susu yang mampu

membantu mengurangi volume dalam mammae.

Pasien mastitis juga harus mengatur diet, seperti berhenti

mengkonsumsi kopi karena mengandung methylxantines, dan

mengurangi intake lemak ( Lisa, H. Amir., 2008).

Sedangkan menurut Varney (2007), penatalaksanaa mastitis adalah

sebagai berikut:

a. Seringnya menyusui dan mengosongkan payudara untuk mencegah

statis.

b. Memakai bra dengan penyangga tetapi tidak terlalu sempit, jangan

menggunakan bra dengan kawat di bawahnya.

21

Page 22: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

c. Perhatian yang cermat untuk mencuci tangan dan merawat

payudara.

d. Pengompresan dengan air hangat pada area yang efektif pada saat

menyusui untuk memfasilitasi aliran susu.

e. Meningkatkan pemasukan cairan

f. Istirahat, satu atau dua kali di tempat tidur.

g. Membantu kebutuhan prioritas ibu untuk mengurangi stress dan

kelelahan dalam kehidupannya.

h. Antibiotik, penisilin jenis penicillinase resisten atau cephalosporin.

Erythromicin dapat digunakan jika wanita alergi terhadap penisilin.

i. Diberi dukungan pada ibu.

2.1.12 Komplikasi

Komplikasi dari penyakit mastitis yaitu:

a. Abses payudara

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena

pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah

payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah

diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses.

Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.

Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi

adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan

dengan aspirasi jarum halus dengan bimbingan USG karena dapat

bersifat kuratif. Hal ini dapat mengurangi nyeri dibanding insisi

dan penyaliran, dan dapat dilakukan dengan anastesia lokal. Pada

abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah.

Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI

dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang

diberikan sesuai dengan jenis kumannya. Bila payudara yang

dibedah sudah sembuh, maka bayi diwajibkan menyusui payudara

yang terkena agar mencegah stasis asi atau menjadi mastitis

berulang (Robinson D, 2010)

22

Page 23: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

b. Mastitis berulang /kronis

Mastitis berulang bias anya disebabkan karena pengobatan

terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat,

banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi

stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri

diberikan antibiotic dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali

sehari) selama masa menyusui

c. Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh

jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan

setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya

didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar

di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan

payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak Nampak kelainan.

Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles

nistatinkrem yang juga mengandung kortison keputing dan areola

setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin

oral pada saat yang sama. (Ema Alasiry, 2013).

2.1.13 Prognosis

Prognosis baik setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan

segera. Dan keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikan atau

dilakukan tindakan yang adekuat (Djamudin, syahrul.2009).

2.1.14 Pencegahan

Menurut Bahiyatun (2008), pencegahan mastitis meliputi:

1) Perawatan payudara pascanatal secara teratur untuk

menghindari terjadinya statis aliran Air Susu Ibu (ASI).

2) Posisi menyusui yang diubah-ubah.

3) Menggunakan bra/BH yang menyangga dan

membuka bra tersebut ketika terlalu menekan payudara.

23

Page 24: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

4) Susukan dengan adekuat.

2.2 Pembahasan Penelitian Pada Jurnal dan Konsep Intervensi Pada Jurnal

2.2.1 Nyeri pada Mastitis

Pada mastitis biasanya yang selalu dikeluhkan adalah payudara

membesar, keras, nyeri, kulit murah dan membisul (abses) dan yang

pada akhirnya pecah menjadi borok disertai dengan keluarnya nanah

bercampur air susu, dapat disertai dengan suhu badan naik, menggigil.

Jika sudah ditemukan tanda-tanda seperti ini maka pemberian ASI pada

bayi jangan dihentikan, tetapi sesering mungkin diberikan.

Patofisiologis mastitis pada awalnya bermula dari kuman

penyebab mastitis yaitu puting susu yang luka atau lecet. Puting lecet

sebagai salah satu faktor risiko mastitis dapat menyebabkan timbulnya

rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari pengosongan

payudara secara sempurna. Kerusakan integritas kulit pada puting lecet

menyebabkan kuman tersebut berkelanjutan menjalar ke duktulus-

duktulus dan sinus sehingga mengakibatkan radang pada mamae.

Radang duktulus-duktulus menjadi edematous dan akibatnya air susu

tersebut terbendung (Ambarawati, 2008).

Nyeri sedikitnya mengalami dua perubahan, diantaranya: 1.) akibat

perlukaan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif; 2.)

setelah proses perlukaan terjadi dan menyebabkan adanya respon

inflamasi pada daerah sekitar luka atau lecet, kemudian terjadi

pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin,

substansi P dan lekotrein) oleh jaringan yang rusak dan sel-sel

inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada

proses transduksi dari nyeri.

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya

kerusakan jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan

oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif.

24

Page 25: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang

otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan

jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi

protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak

(Burton, 2007). Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk

mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan

meningkat, sehingga stimulus non noksius atau noksius ringan yang

mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri

inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan

respon inflamasi (Sembulingam, 2006).

2.2.1.1 Sensitisasi Perifer

Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya

perubahan lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang

rusak akan melepaskan komponen intraselulernya seperti

adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun, sel inflamasi akan

menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor. Beberapa

komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor

(nociceptor activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan

nosiseptor menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan

berikutnya (nociceptor sensitizers) (Burton, 2007). Komponen

sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang

aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan

cara berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai

komponen yang menyebabkan sensitisasi akan muncul secara

bersamaan, penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia

tersebut tidak akan menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi

perifer akan menurunkan ambang rangsang dan berperan dalam

meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi.

25

Page 26: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

2.1.1.2 Sensitisasi Sentral

Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi

nosiseptor di sentral juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi

sentral dan perifer bertanggung jawab terhadap munculnya

hipersensitivitas nyeri setelah cidera. Sensitisasi sentral

memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik dari nosiseptor ke

neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu oleh input

nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian

terjadi perubahan molekuler neuron (transcription dependent).

Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem

saraf, dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan

input (kerusakan jaringan). Dalam beberapa detik setelah

kerusakan jaringan yang hebat akan terjadi aliran sensoris yang

masif kedalam medulla spinalis, ini akan menyebabkan jaringan

saraf didalam medulla spinalis menjadi hiperresponsif. Reaksi ini

akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat stimulus

non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga

akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri (Burton,

2007).

2.1.1.3 Nosiseptor (Reseptor Nyeri)

Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit,

otot, persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini

bertanggung jawab terhadap kehadiran stimulus noksius yang

berasal dari kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal.

Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai adanya

stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk melampaui

ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah perambatan

sinyal acak (skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi nyeri

(Perdossi, 2000). Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari

spinal cord dengan lokal interneuron dan saraf projeksi yang

membawa informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada

26

Page 27: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik

lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor

nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa

menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan

yang berkelanjutan. Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya

minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut

berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh,

nyeri terjadi pada saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada

15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit bisa terjadai pada 20

sampai 30 menit (Burton, 2007). Tipe nosiseptor spesifik bereaksi

pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C tertentu dan

nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin,

dimana yang lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia,

panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta mempunyai aktivitas

nociceptor-like. Serat –serat sensorik mekanoreseptor bisa

diikutkan untuk transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri

ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan produkproduknya.

Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena sentuhan

ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-beta (Burton, 2007).

Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain

hanya sebagai reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar

pada keadaan yang potensial merusak. Banyak stimulus yang

sifatnya merusak (memotong, membakar, kepitan) tidak

menghasilkan nyeri bila dilakukan pada struktur viseralis. Selain

itu inflamasi, iskemia, regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme

viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini biasanya

dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan

untuk mempertahankan fungsi (Burton, 2007).

27

Page 28: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

2.2.2 Pembahasan Jurnal

Jurnal berjudul “Effect of Lukewarm Water Compress on Prevention

of Nipple Pain and Breast Engorgement Among Primiparous at A

Selected Hospital in Chennai” bertujuan untuk mengetahui pengaruh

kompres hangat terhadap payudara bengkak dan nyeri pada puting. Penelitian

dilakukan dengan metode quasi eksperimen dengan desain kontrol group

posttest only design. Studi dilakukan pada 60 sampel primipara yang

menjalankan operasi sesar, dengan teknik sampling convenient. Lukewarm

diaplikasikan dengan kompres bersuhu 43-46 celcius dengan menggunakan

spons pada payudara yang mengalami nyeri. Spons diganti setiap 5 menit

dengan total waktu kompres 20 menit. Kompres diberikan 2 kali dalam

sehari, yaitu pada hari ke 2, ke-3, dan ke-4 postpartum. Kelompok komtrol

menerima intervensi biasa. Hasil penelitian pembengkakan payudara diukur

dari 6 poin skala pembengkakan, sedangkan nyeri puting susu diukur dari

numerical pain scale pada kelompok kontrol dan intervensi pada hari ke-2, 3,

dan 4 postpartum. Hasil analisis data terkait dengan usia responden, usia rata-

rata didapatkan 24 tahun pada kelompok perlakuan dan 24,17 tahun pada

kelompok kontrol. Perbedaan analisis kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol menunjukkan bahwa kelompok perlakuan mengalami reduksi atau

penurunan skala nyeri puting susu dan pembengkakan payudara yang

signifikan (p<0,001) di setiap satu hari setelah diberikan perlakuan (hari ke-3,

ke-4, dan ke-5).

Desain penelitian adalah kontrol group posttest only design. Sampel terdiri

dari 60 orang, dengan 30 sampel pada kelompok perlakuan dan 30 sampel

pada kelompok kontrol. Kriteria inklusi yaitu primipara yang menjalankan

operasi sesar, mengerti bahasa Tamil, dan bahasa inggris, serta ibu yang

menjalani rawat gabung. Kriteria eksklusi yaitu ibu hamil yang mengalami

komplikasi antenatal atau postnatal.

Prosedur penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu meminta persetujuan

responden. Kelompok dengan perlakuan mendapatkan kompres lukewarm

dengan menggunakan spons dengan suhu 43-46 derajat celcius dan diganti

28

Page 29: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

setiap 5 menit dengan durasi 20 menit (10 menit sebelum ibu menyusui dan

10 menit setelah ibu menyusui) 2 kali sehari, dilakukan pada pagi dan sore

hari. Intervensi diberikan pada hari ke-2, ke-3, dank e-4 postpartum.

Kemudian, dilakukan pengukuran pembengkakan payudara (dari skala 6 poin

pembengkakan payudara) dan nyeri puting susu diukur dengan numerical

pain scale pada hari ke-3, ke-4, dan ke-5 postpartum.

Data dianalisis dengan menggunakan statistic deskriptif (frekuensi, rata-

rata standar deviasi) untuk menganalisis data demografis. Statistik inferensial

yang digunakan adalah chi-square, independent t-Test, Mannova, dan Annova

untuk membandingkan nyeri puting susu dan pembengkakan payudara.

Analisis menggunakan program computer SPSS versi 16.

Hasil penelitian menunjukkan perbandingan posttest pada kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa

kelompok perlakuan mengalami penurunan pembengkakan payudara dan

nyeri puting susu dengan nilai signifikan (p<0,001).

Berdasarkan penelitian, disebutkan bahwa sifat hangat dari kompres

membantu meningkatkan sirkulasi dan memicu sekresi hormone oksitosin

untuk pengeluran air susu. Mengkompres payudara dengan kompres hangat

berdasarkan jurnal dapat membantu pengeluaran air susu secara perlahan

(menetes) dan mengurangi kongesti. Secara teori, Lukewarm kompres mudah

digunakan, dapat diaplikasikan tanpa efek samping, dan meningkatkan

kenyamanan ibu, serta efektif untuk mencegah pembengkakan payudara.

Dikaitkan dengan teori menurunnya nyeri puting akibat kompres hangat,

dapat dijelaskan melalui teori nyeri seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Proses kompres lukewarm yang memberikan rasa nyaman pada bagian

payudara atau puting susu yang mengalami nyeri berkaitan dengan proses

sensitisasi sentral. Melalui kompres hangat, sensitisasi sentral yang

memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik dari nosiseptor ke neuron

kornu dorsalis selanjutnya melemahkan sifat hiperaktivitas yang dimiliki.

Proses ini dipacu oleh melemahnya input nosiseptor nyeri ke medulla spinalis

(activity dependent), yang kemudian menurunkan perubahan molekuler

29

Page 30: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

neuron (transcription dependent) dibandingkan sebelum diberikan kompres

hangat lukewarm (Burton, 2007; Demir, Y., 2012) Dalam beberapa detik akan

terjadi penurunan aliran sensoris yang masif kedalam medulla spinalis, ini

akan menyebabkan ambang hiperresponsif jaringan saraf didalam medulla

spinalis menjadi menurun. Reaksi ini akan menyebabkan menurunnya

rangsangan nyeri pada puting susu dan daerah sekitarnya. Dengan begitu,

kemungkinan bendungan air susu menjadi menurun akibat peran ibu dalam

memberikan asi untuk bayinya menjadi kembali seperti semula.

30

Page 31: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Pengumpulan Data

Pada pengkajian awal yang perlu dikaji adalah identitas pasien

meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, status

perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tgl masuk, no RM dan

diagnosa medis. Kemudian ditambahkan dengan identitas penangguang

jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan

hubungan dengan pasien.

3.1.2 Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Pada keluhan utama data yang bisa muncul pada pasien dengan

mastitis kemungkinan pasien mengeluh nyeri pada payudara dan

pasien tampak meringis

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada riwayat penyakit sekarang ditanyakan keluhan pasien saat ini.

Kemungkinan data yang bisa muncul pada pasien dengan mastitis

suhu tubuh meningkat (380C), nyeri pada daerah mammae,

bengkak dan merah pada mammae. Jika tidak mendapatkan

pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul berbagai komplikasi

seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Kemungkinan data yang bisa muncul, pasien mempunyai riwayat

penyakit yang sama dengan penyakit yang dialaminya sekarang.

Untuk Riwayat penyakit dahulu dapat ditanyakan kepada pasien

penyakit menular ataupun penyakit keturunan yang dapat

mempengaruhi keadaannya. Kemungkinan wanita yang mengalami

mastitis ini karena adanya faktor-faktor predisposisi seperti faktor

kekebalan ASI yang rendah, sehingga dapat dengan mudah

mengalami infeksi utamanya pada payudara (mastitis). Asupan

31

Page 32: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

nutrisi yang tidak adekuat dan lebih banyak mengandung garam

dan lemak juga dapat memicu terjadinya mastitis, adanya riwayat

trauma pada payudara juga dapat menjadi penyebab terjadinya

mastitis karena adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran susu.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.

e. Riwayat Ginekologi

Pada pasien dengan mastitis ditanyakan kapan menarche, siklus

haid dan apakah ada keluhan saat menstruasi. Perlu juga mengkaji

riwayat pernikahan, riwayat persalinan, riwayat ANC (Antenatal

Nursing Care), dan riwayat kontrasepsi, riwayat kehamilan dan

persalinan

3.1.3 Pengkajian pola fungsional Gordon

a. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

Sebelum sakit :

- Bagaimana pasien menjaga kesehatan?

- Apakah pasien mengetahui bagaimana hidup sehat?

- Apakah pasien sering olah raga?

Saat sakit:

-Apakah pasien tahu tentang penyakit yang diderita, penyebab, dan

gejalanya?

- Apakah pasien mengetahui cara mengatasi, merawat, mengobati

penyakit yang diderita?

- Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?

- Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?

Kemungkinan pada pasien mastitis pada pola persepsi terhadap

kesehatan, sebelum dan selama sakit pasien beranggapan bahwa

kesehatan merupakan hal yang terpenting dalam hidupnya, maka

bila pasien sakit, pasien langsung memeriksakan penyakitnya ke

puskesmas atau ke pelayanan kesehatan terdekat.

32

Page 33: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

b. Nutrisi dan metabolik

Sebelum sakit:

- Makan dan minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?

- Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?

Saat sakit:

- Apakah klien merasa mual atau muntah atau sulit menelan?

- Apakah klien mengalami anoreksia?

- Makan dan minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?

Pada pasien dengan mastitis terjadi akumulasi ASI menyebabkan

respon peradangan sehingga terjadi pengeluaran sitokin inflamasi (

seperti IL-8) sehingga menyebaban pengeluaran endogen pirogen

terjadilah peningatan suhu tubuh dan terjadi hipertermi. Kulit

pasien teraba hangat (khususnya pada bagian payudara) dan suhu

tubuh 38 oC

c. Eliminasi

Sebelum sakit:

- Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi,

warna, konsistensi, keluhan nyeri?

- Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil

sehingga berpengaruh pada pernapasan?

Saat sakit:

- Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi,

waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri, bau, sejak kapan?

Pada pasien dengan mastitis pasien tidak mengalami gangguan

pada eliminasi .

d. Aktivitas dan latihan

Sebelum sakit

- Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari?

33

Page 34: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

- Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?

- Apakah mengalami sesak napas saat beraktivitas?

Saat sakit:

- Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan

kesehatan, sebagian, total)?

- Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?

Pada pasien dengan mastitis perlu dikaji kemampuan ADL seperti

makan minum,mandi, toileting mobilisasi di tempat tidur,

kemampuan berpindah, serta ambulasi ROM apakah pasien

melakukannya secara mandiri atau dengan bantuan orang lain atau

bantuan alat. Adapun skor yang dapat diberikan berkaitan dengan

pola aktivitas dan latihan seperti : 0 : Mandiri, 1 : Alat bantu 2 :

Dibantu orang lain., 3 : Dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung

total.

e. Tidur dan istirahat

Sebelum sakit:

- Apakah tidur klien terganggu?

- Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?

- Kebiasaan sebelum tidur?

- Apakah mengkonsumsi obat sebelum tidur?

Saat sakit:

- Apakah tidur klien terganggu, penyebab?

- Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam)?

- Kebiasaan sebelum tidur?

Pada pasien dengan mastitis tidak ditemukan adanya gangguan

pada pola tidur dan Istirahat.

f. Kognitif dan persepsi sensori

Sebelum sakit:

- Bagaimana menghindari rasa sakit?

34

Page 35: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

- Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera dan daya ingat,

apa saja?

- Apakah menggunakan alat bantu (kacamata, dll)?

Saat sakit:

- Bagaimana menghindari rasa sakit?

- Apakah mengalami nyeri (P: penyebab rasa nyeri, Q: kualitas nyeri

seperti ditusuk-tusuk, R: terdapat didaerah mana, S: skala 0-10, T:

waktu kejadiannya kapan)?

- Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?

- Apakah merasa pusing?

Pada pasien dengan mastitis pasien mengatakan nyeri pada

payudara. Hal ini terjadi karena bendungan payudara atau penghisapan

yang buruk atau infeksi menyebabkan aliran vena limfatik tersumbat

terjadilah tekanan pada saluran ASI dan peningkatan alveoli yang

menyebabkan pelepasan zat-zat imiawi (prostaglandin, histamin,

serotonin,bradikinin, substansi F dan lekotrein oleh sel inflamasi)

sehingga adanya tranduksi nyeri menyeaan nyeri akut. P: nyeri terasa

jika bayi mengisap putting susu, Q : nyeri terasa tertusuk-tusuk , R :

daerah yang di rasakan nyeri yaitu di payudara, S : skala nyeri 6, T :

nyeri terasa hilang timbul. Disamping itu pasien dengan mastitis

mengalami keterlambatan terapi yang diberikan akibat tidak paham

dengan gejala sehingga menyeaan defisiensi pengetahuan dimana

pasien mengatakan kurang paham mengenai penyakitnya.

g. Persepsi dan konsep diri

Sebelum sakit:

- Bagaimana klien menggambarkan dirinya?

Saat sakit:

- Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan

penyakitnya?

- Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?

35

Page 36: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Pada pasien dengan mastitis pola persepsi dan konsep diri pasien

tidak mengalami gangguan

h. Peran dan hubungan dengan sesama

Sebelum sakit:

- Bagaimana hubungan klien dengan sesama?

Saat sakit:

- Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat,

dan dokter)?

- Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?

Pada pasien dengan mastitis mengalami gangguan pada

peran hubungan dengan sesama. Hal ini terjadi karena jalur

paraseluler terbuka menyebakan perubahan komposisi ASI

sehingga ASI yang diproduksi tida disukai bayi menyebabkan

ketidakefektifan pemberian ASI. Pada pasien dengan mastitis Bayi

tampak menolak diberikan ASI dan terdapat luka pada puting Ibu.

i. Reproduksi dan seksualitas

Sebelum sakit:

- Apakah ada gangguan hubungan seksual pasien?

- Apakah waktu menstruasi tepat waktu atau tidak?

Saat sakit:

- Apakah ada gangguan hubungan seksual pasien?

Pada pasien dengan mastitis biasanya tidak adanya gangguan pada

pola reproduksi dan seksualitas .

j. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres

Sebelum sakit:

36

Page 37: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

- Bagaimana menghadapi masalah?

- Apakah klien stres dengan penyakitnya?

- Bagaimana klien mengatasinya?

- Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?

Saat sakit:

- Bagaimana menghadapi masalah?

- Apakah klien stres dengan penyakitnya?

- Bagaimana klien mengatasinya?

- Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?

Pada pasien dengan mastitis tidak mengalami pola mekanisme

koping dan toleransi terhadap stres.

k. Nilai dan kepercayaan

Sebelum sakit:

- Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?

Saat sakit:

- Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?

- Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan

ajaran Agama yang dianut?

- Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat

dari sudut pandang nilai dan kepercayaan?

Pada pasien dengan mastitis tidak ditemukan adanya gangguan

pada nilai dan kepercayaan.

3.1.4 Pemeriksaan Fisik

Menurut Blumstein, Howard dan Amy k, Rontal (2004) pada

pemeriksaan dapat ditemukan :

b. Inspeksi

Kemerahan pada mammae

37

Page 38: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Tampak ada luka pada mammae

Bengkak pada mammae

Benjol-benjol pada mammae

Bentuk pisma segitiga tidak beraturan (wedge) pada mammae

f. Palpasi

Mammae teraba keras/tegang/indurasi

Nyeri tekan pada daerah yang terinflamasi

Teraba hangat pada mammae yang terinflamasi

3.1.5 Pemeriksaan Diagnostic/ Penunjang

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Jika tidak sedang menyusui, bisa dilakukan mammografi atau biopsy

payudara, ultrasound payudara.

Mammografi merupakan proses pemeriksaan mammae manusia

menggunakan sinar x dosis rendah ( umumnya berkisar 0,7mSv). Biopsy

adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia untuk

pemeriksaan patologis mikroskopik. Biopsy atau alat kultur ASI,

menyediakan koloni bakteri untuk tumbuh. Identifikasi bakteri penyebab

dapat dilihat melalui mikroskop. Pada saat yang sama tes dapat dilakukan

untuk menentukan antibiotic yang paling efektif untuk melawan bakteri

penyebab. Selain itu pemeriksaan darah (WBC) meningkat atau tidak.

Meningkatnya WBC sebagai tanda adanya peradangan. (Blumstein,

Howard dan Amy k, Rontal., 2004)

Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai

berikut:

b. Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC

c. Menggigil

d. Nyeri atau ngilu seluruh tubuh

e. Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa

sangat nyeri.

38

Page 39: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

f. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi

menolak menyusu karena ASI terasa asin

g. Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

3.1.6 Analisa Data

Analisa data terlampir

3.2 Diagnosis Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (mastitis) ditandai

dengan pasien tampak meringis, pasien melaporkan nyerinya di sekitar

payudara, skala nyeri 6, nyeri terasa saat bayi mengisap puting susu

2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit mastitis ditandai dengan suhu

pasien diatas kisaran normal (38oC), kulit pasien teraba hangat.

3. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas

pemberian ASI ditandai dengan bayi menolak diberikan ASI dan terdapat

lecet pada puting susu ibu.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (gigitan

oleh bayi) ditandai dengan adanya lecet pada puting susu ibu.

5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi

ditandai dengan pasien mengatakan tidak paham menyenai penyakitnya

(mastitis).

39

Page 40: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

3.3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Nyeri akut berhubungan

dengan agens cedera fisik

(mastitis) ditandai dengan

pasien tampak meringis, pasien

melaporkan nyerinya di sekitar

payudara, skala nyeri 6, nyeri

terasa saat bayi mengisap

puting susu

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama …. x 24 jam,

diharapkan terjadi penurunan

skala nyeri dari 6 menjadi kurang

dari 6 (1-10).

NOC label: Pain Level

a. Skala nyeri pasien berkurang

dari 6 menjadi kurang dari 6

de ngan rentangan (1-10).

b. Pasien melaporkan bahwa

nyeri berkurang ketika

menarik napas setelah

melakukan manajemen nyeri

c. Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang

NIC Label : Pain Management

1. Mengkaji nyeri secara

komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan

faktor presipitasi.

2. Mengobservasi aspek

nonverbal terhadap nyeri

yang dirasakan.

3. Mengajarkan teknik non

farmakologi: napas dalam,

relaksasi, distraksi, dan

kompres panas atau dingin.

4. Kolaborasikan penggunaan

analgetik dengan dokter.

5. Mengeliminasi faktor yang

NIC Label : Pain

Management

1. Lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas

dan faktor presipitasi nyeri

merupakan hal yang

dijadikan ukuran untuk

melihat kondisi klien.

2. Untuk menilai skala nyeri

yang dirasakan klien.

3. Dapat meminimalisir

penggunaan teknik

farmakologi untuk

mengurangi skala nyeri

40

Page 41: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

NOC label : Pain Control

a. Pasien mampu mengontrol

dan menangani nyeri (mampu

menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri, mencari

bantuan)

b. Mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas, frekuensi

dan tanda nyeri)

NOC label: Vital Signs

1. Tanda vital dalam rentang

normal ( T = 36,5o C – 37,5o C

, TD = 120/80 mmHg, RR =

16-20 x/menit, N = 60-

100x/menit)

dapat menyebabkan nyeri.

6. Memposisikan klien dalam

posisi senyaman mungkin.

7. Menanyakan pada klien

kapan nyeri menjadi lebih

buruk dan apa yang

dilakukan untuk

menguranginya.

8. Mengajarkan prinsip dari

manajemen nyeri.

9. Berikan kompres hangat

pada pasien

NIC Label : Analgesic

administration

1. Mengetahui lokasi,

karakteristik, kualitas, dan

derajat nyeri sebelum

klien.

4. Untuk mengoptimalkan

penanganan nyeri pada

klien.

5. Untuk menurunkan skala

nyeri dan mencegah

peningkatan skala nyeri.

6. Posisi klien yang nyaman

dapat meminimalisir faktor

predisposisi.

7. Melihat karakteristik nyeri

yang dialami klien,

sehingga akan

mempengaruhi tindakan

keperawatan dan diagnosa

yang akan ditegakkan.

8. Mempercepat proses

penurunan skala nyeri

klien.

41

Page 42: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

memberikan pasien

medikasi

2. Melakukan pengecekan

terhadap riwayat alergi

3. Memilih analgesic yang

sesuai atau kombinasikan

analgesic saat di resepkan

analgesik lebih dari satu

4. Memonitor tanda-tanda vital

sebelum dan setelah

diberikan analgesic dengan

satu kali dosis atau tanda

yang tidak biasa dicatat

perawat

5. Mengevaluasi keefektian

dari analgesic

9. Kompres hangat pada

pasien efektif untuk

mengurangi nyeri yang

dirasakan pasien.

NIC Label : Analgesic

administration

1. Untuk dapat menentukan

medikasi yang tepat agar

tujuan tercapai maksimal.

2. Untuk mencegah terjadinya

alergi ketika pemberian

medikasi.

3. Untuk mengoptimalkan

penggunaan analgesik

dalam upaya mengurangi

42

Page 43: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

skala nyeri klien.

4. Untuk mengetahui adanya

perubahan tanda-tanda vital

sebelum dan setelah

diberikan analgesic

sehingga dapat menentukan

kondisi klien saat ini.

5. Untuk menentukan

keberlanjutan pemakaian

analgesik.

2 Hipertermia berhubungan

dengan penyakit mastitis

ditandai dengan suhu pasien

diatas kisaran normal (38oC),

kulit pasien teraba hangat.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2 x 24 jam,

diharapkan terjadi penurunan

suhu tubuh dengan kriteria hasil:

NOC label: Thermoregulation

a. Suhu tubuh dalam rentang

normal 36,5 – 37,50C

NIC label: Temperature

Regulation

a. Memonitor suhu setidaknya

setiap 2 jam sekali

b. Memonitor tekanan darah,

denyut nadi, dan rr

c. Memonitor warna kulit dan

suhu kulit

d. Memberitahukan indikasi

NIC label: Temperature

Regulation

a. Untuk mengetahui

perubahan suhu tubuh

pasien.

b. Untuk memantau kondisi

klien atau

mengindentifikasi masalah

dan mengevaluasi respons

43

Page 44: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

b. Nadi dan RR dalam rentang

normal. (RR = 16-20 x/menit,

N = 60-100x/menit)

c. Tidak ada perubahan warna

kulit

dari demam dan perawatan

darurat yang sesuai

e. Gunakan hal-hal yang

bersifat hangat dan selimut

hangat untuk menyesuaikan

suhu

f. Menyesuaikan suhu

lingkungan yang pasien

butuhkan

g. Berikan antipiretik

NIC label: Fever Treatment

a. Berikan tindakan

pengobatan untuk

mengurangi demam.

b. Lakukan tindakan “Water

Tepid Sponge”

c. Anjurkan untuk

meningkatkan intake cairan

melalui oral.

klien terhadap intervensi.

c. Mengetahui perfusi pada

kulit pasien.

d. Mengatasi penyebab

hipertermi

e. Untuk menyesuaikan suhu

tubuh pasien dengan

bantuan hal-hal yang

bersifat hangat dan selimut

hangat.

f. Mencegah peningkatan

suhu tubuh pasien

g. Memberikan efek untuk

menurunkan hipertermi

NIC label: Fever Treatment

a. Untuk penurunan demam

pasien secara farmakologis.

b. Untuk penurunan demam

44

Page 45: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

d. Monitor IWL pasien secara non

farmakologis

c. Agar intake cairan melalui

oral pada pasien dapat

meningkat.

d. Untuk mengetahui output

cairan pasien.

3 Ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan

diskontinuitas pemberian ASI

ditandai dengan bayi menolak

diberikan ASI dan terdapat

lecet pada puting susu ibu.

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama ... x 24 jam,

diharapkan klien dapat menyusu

dengan lebih baik dengan kriteria

hasil:

NOC Label : Breastfeeding

Establishment : Infant

1. Bantuan minimal dalam 5-10

menit sekali menyusu.

NOC Label : Konwledge

NIC Label:

Lactation counseling

1. Berikan orang tua

pendidikan mengenai

menyusu pada bayi untuk

informasi pengambilan

keputusan

2. Sediakan informasi tentang

keuntungan dan kerugian

dari menyusu

3. Perbaiki konsep yang salah,

NIC Label:

Lactation counseling

1. Untuk memberikan

pemahaman pada orang

tua tentang pentingnya

pemberian ASI

2. Agar orang tua mengetahui

keuntungan dan kerugian

dari menyusu sehingga

dapat mengambil

keputusan yang tepat

45

Page 46: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Breastfeeding

1. Mengetahui manfaat

menyusui.

2. Mengetahui ketentuan asupan

cairan untuk ibu

3. Mengetahui tanda-tanda

pasokan ASI yang adekuat

4. Mengetahui posisi bayi yang

tepat saat menyusui

5. Mengetahui zat yang

ditransfer ke bayi melalui

ASI.

informasi yang tidak sesuai

dan ketepatan mengenai

menyusu

4. Berikan dukungan pada

keputusan ibu

5. Berikan rekomendasi

pendidikan pada orang tua

mengenai perawatan yang

digunakan sesuai

kebutuhan

6. Evaluasi tingkat

pemahaman ibu mengenai

isyarat bayi saat menyusu

7. Evaluasi kemampuan

menghisap setelah lahir

8. Tentukan penggunaan

pompa payudara sesuai

kebutuhan

9. Demonstrasikan massage

untuk anak

3. Informasi yang salah dapat

menyebabkan

pengambilan keputusan

yang salah pula

4. Agar ibu yakin dengan

keputusan yang diambil

5. Rekomendasi mengenai

perawatan diperlukan

untuk memberikan

beberapa pilihan yang

dapat digunakan untuk

menentukan perawatan

yang sesuai pada anak

6. Untuk mengetahui

seberapa besar pemahaman

ibu tentang isyarat bayi

saat meyusu

7. Untuk mengetahui

46

Page 47: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

payudara dan diskusikan

keuntungannya

kemampuan menghisap

bayi setelah lahir, sehingga

dapat menentukan

perawatan yang tepat

8. Untuk mengurangi

penggunaan energi

berlebih saat bayi menyusu

9. Untuk meningkatkan

suplai air susu

4 Kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan faktor

mekanik (gigitan oleh bayi)

ditandai dengan adanya lecet

pada puting susu ibu.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama …x 24 jam,

kerusakan integritas kulit klien

dapat berkurang, dengan criteria

hasil:

NOC Label: Tissue Integrity :

Skin & Mucous Membran

1. tidak teraba panas pada kulit

yang terinfeksi

NIC Label :

Skin Care : Topical

Treatment

1. Kaji keadan kulit pasien

(derajat kerusakan integritas)

2. Bersihkan kulit pasien

dengan sabun antibakteri

3. Aplikasikan antibiotic

topikal pada area yang

mengalami kerusakan

NIC Label :

Skin Care : Topical

Treatment

1. derajat kerusakan kulit

dapat menentukan

intervensi selanjutnya

yang akan diberikan

2. Sabun antibakteri

berguna untuk

menghilangkan bakteri

47

Page 48: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

2. Tidak terlihat adanya

kemerahan pada kulit klien

yang terinfeksi

3. Integritas kulit klien dapat

membaik dibanding keadaan

sebelumnya

4. Lesi pada kulit pasien dapat

teratasi

NOC label: Infection Severity

1. Tidak terdapat ruam pada

daerah sekitar payudara

2. Tidak terdapat tanda-tanda

kerak vesikel

integritas

4. Dokumentasikan derajat

kerusakan integritas sebelum

dan sesudah dilakukannya

terapi serta terapi yang telah

dilakukan

5. Memonitor warna dan

kelembapan kulit

NIC label : Skin Surveillance

1. Inspeksi kulit dari tanda

kemerahan, edema, atau

drainase.

2. Melakukan monitoring kulit

dari ruam dan lecet.

3. Monitor infeksi, terutama

pada area yang edema.

yang terdapat pada

kulit dan mencegah

timbulnya infeksi

3. Antibiotic topical

berguna untuk

mengobati infeksi yang

terjadi pada kulit.

4. Mengetahui perubahan

yang terjadi pada

pasien

5. mendeteksi dini jika

terdapat peningkatan

suhu kulit dan

kelembapan kulit

NIC label : Skin Surveillance

1. Mengetahui keadaan

kulit saat ini

48

Page 49: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

2. Monitoring dilakukan

untuk melihat setiap

perubahan yang terjadi

dan mewaspadai

adanya tanda yang

abnormal pada kulit.

3. Melihat prkmbangan

kulit dan dapat

melakukan penanganan

segera jika keadaan

kulit semakin

memburuk

5 Defisiensi pengetahuan

berhubungan dengan

kurangnya pajanan informasi

ditandai dengan pasien

mengatakan tidak paham

menyenai penyakitnya

(mastitis).

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama … x 24 jam

diharapkan pasien mengetahui

penyakitnya dengan criteria

hasil :

NOC Label :

NIC Label :

Teaching : Disease Process

1. Kaji tingkat

pengetahuan pasien

2. Jelaskan tentang

penyakit yang dialami

NIC Label :

Teaching : Disease Process

1. Dengan menggali level

pengetahuan mengenai

penyakit kepada pasien,

perawat dapat melakukan

49

Page 50: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

Knowledge: Disease Process

1. Klien mengetahui penyebab dan

faktor yang berkontribusi

terhadap terjadinya penyakit

2. Mengetahui tanda dan gejala

dari penyakit

3. Klien mengetahui faktor risiko

4. Klien dapat menggunakan

strategi untuk meminimalisir laju

penyakit

5. Dapat mengetahui dampak

psikososial penyakit pada diri

sendiri dan keluarga.

pasien (penyebab,

faktor resiko, dampak

yang ditimbulkan, gejala

dan tanda penyakit

3. Tanya kepada pasien

usaha apa yang sudah

dilakukan untuk

memenejemen gejala

yang muncul

4. Jelaskan kepada pasien

waktu control serta

follow up mengenai

status penyakit

NIC Label : Teaching

Prescribed Medication

1. Instruksikan pasien

untuk mengenal

intervensi yang tepat

2. Dengan menjelaskan

mengenai patofisiologi

penyakit dan manifestasi

klinis nya, diharapkan

pasien tidak bingung lagi

mengenai penyakitnya

3. Membantu pasien dalam

memanajemen gejala yang

muncul tanpa

menggunakan terapi

lainnya untuk mengatasi

gejala tersebut

4. Waktu follow up

merupakan hal yang sangat

penting untuk diketahui

dan diingat pasien karena

dengan follow up dan

control dapat mengetahui

50

Page 51: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

karakterisitik dari obat

2. Jelaskan kepada pasien

tujuan dan aksi dari obat

3. Jelaskan kepada pasien

dosis, rute, dan durasi

dari obat

4. Jelaskan kepada pasien

tanda dan gejala dari

kelebihan dosis

status penyakit pasien.

NIC Label : Teaching

Prescribed Medication

1. tujuan dari mengenal

karakteistik obat adalah

mengajarkan pasien tentang

obat agar nantinya terapi

dapat dilanjutkan di rumah

dengan tepat.

2. Memberikan informasi

kepada pasien tentang

setiap obat yang

dikonsumsi oleh pasien.

3. Mendapatkan terapi yang

benar sesuai dengan dosis,

rute, serta durasiobat-

obatan.

4. Mengajarkan pasien

51

Page 52: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

mengenali reaksi obat yang

memerlukan penanganan

segera

52

Page 53: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

53

Page 54: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi dilakukan sesuai dengan perencanaan keperawatan yang

telah ditentukan.

3.5 Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi

1 Nyeri akut berhubungan dengan agens

cedera fisik (mastitis) ditandai dengan

pasien tampak meringis, pasien

melaporkan nyerinya di sekitar

payudara, skala nyeri 6, nyeri terasa

saat bayi mengisap puting susu

S : Pasien mengatakan bahwa rasa

nyeri berkurang terutama saat

menarik nafas dan merasakan

lebih nyaman setelah nyeri

berkurang.

O : Skala nyeri pasien berkurang

dari 6 menjadi kurang dari 6

dalam rentangan 1-10. Nadi

pasien dalam rentang normal

(60-70x/menit)

A : Tujuan tercapai.

P : Pertahankan kondisi pasien

2 Hipertermia berhubungan dengan

penyakit mastitis ditandai dengan

suhu pasien diatas kisaran normal

(38oC), kulit pasien teraba hangat

S : Pasien mengatakan sudah tidak

demam lagi.

O : Suhu tubuh pasien dalam

rentang normal 36,5 – 37,50C,

nadi dan RR dalam rentang

normal (RR = 16-20 x/menit, N

= 60-100x/menit) dan tidak

terdapat perubahan warna kulit

A : Tujuan tercapai.

54

Page 55: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

P : Pertahankan kondisi pasien

3 Ketidakefektifan pemberian ASI

berhubungan dengan diskontinuitas

pemberian ASI ditandai dengan bayi

menolak diberikan ASI dan terdapat

lecet pada puting susu ibu.

S : Pasien mengatakan sudah

dapat menyusui dengan baik

dan memerlukan bantuan

minimal dalam menyusui.

O : pasien tampak mengerti

dengan informasi yang

diberikan manfaat menyusui

mengenai ketentuan asupan

cairan untuk ibu, tanda-tanda

pasokan ASI yang adekuat,

posisi bayi yang tepat saat

menyusui dan mengetahui zat

yang ditransfer ke bayi melalui

ASI.

A : Tujuan tercapai.

P : Pertahankan kondisi pasien

4 Kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan faktor mekanik

(gigitan oleh bayi) ditandai dengan

adanya lecet pada puting susu ibu

S : Pasien mengatakan tidak

terdapat rasa panas pada kulit,

tidak terdapat ruam, tidak

terdapat lsi dan tidak terdapat

edema.

O : tidak terdapat ruam pada

daerah sekitar payudara dan

tidak terdapat tanda-tanda

kerak vesikel

A : Tujuan tercapai.

P : Pertahankan kondisi pasien

5 Defisiensi pengetahuan berhubungan S : Pasien mengatakan mengetahui

55

Page 56: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

dengan kurangnya pajanan informasi

ditandai dengan pasien mengatakan

tidak paham menyenai penyakitnya

(mastitis).

penyebab dan faktor yang

berkontribusi terhadap terjadinya

penyakit, mngetahui tanda dan

gejala dari penyakit, mengetahui

faktor risiko, dan pasien

mengatakan dapat menggunakan

strategi untuk meminimalisir laju

penyakit.

O : pasien tampak lebih aman dan

nyaman.

A : Tujuan tercapai.

P : Pertahankan kondisi pasien

BAB IV

56

Page 57: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

PEMBAHASAN

4.1 Kelebihan Evidence Based

Adapun kelebihan evidence based sebagai berikut :

a. Intervensi ini menggunakan statistik inferensial (chi-square, independent

‘t’ test RMANNOVA, one-way ANNOVA)

b. Intervensi kompres hangat ini terbilang cukup sederhana, mudah dalam

penerapannya dirumah, dan tanpa adanya efek samping dan rasa sakit yang

ditimbulkan, memberikan kenyamanan dan kebaikan bagi ibu dan bayi

serta mencegah pembengkakan pada payudara.

c. Hasil penelitian pada jurnal ini berupa pengurangan nyeri puting dan

mencegah pembengkakan payudara juga didukung oleh penelitian lainnya

yang serupa. Penelitian tersebut telah dilakukan sebelumnya yang

membandingkan efektivitas susu ibu, kompres teh dan kompres lembab

hangat pada pencegahan masalah puting kepada 105 primipara menyusui

yang menjalani persalinan normal maupun caesar.

4.2 Kekurangan Evidence Based

Adapun kekurangan evidence based sebagai berikut :

a. Beberapa keterbatasan penelitian ini adalah variabel luar seperti

lingkungan, toleransi rasa sakit, sikap subjek tidak diambil menjadi

pertimbangan dalam penelitian.

b. Data yang diperoleh tentang nyeri puting adalah subjektif sehingga tidak

mendapatkan hasil yang akurat

4.3 Etika Penerapan Evidence Based

Kompres hangat adalah tindakan memberikan rasa hangat pada daerah

tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan

rasa hangat pada bagian tubuh yang memerlukan.

Kompres hangat dengan suhu 45-50,5 oC dapat dilakukan dengan menempelkan

kantung karet yang diisi air hangat ke daerah tubuh yang nyeri. Tujuan dari

57

Page 58: Latar Belakang Program Penyuluhan Teknik Menyusui Yang Benar

kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih

rileks, menurunkan rasa nyeri, dan mempelancar pasokan aliran darah dan

memberikan ketenangan pada klien (Azril Kimin, 2009)

Nyeri akibat pembengkakan payudara pada ibu post partum dapat

diberikan kompres panas sebelum menyusui untuk mengurangi rasa sakit (Depkes

RI, 2001 dalam runiari 2010 ). Kompres panas dengan suhu 40,5-43°C merupakan

salah satu pilihan tindakan yang digunakan untuk mengurangi dan bahkan

mengatasi rasa nyeri. Hal ini berdasarkan pada Permenkes no. 1109 tahun 2007

tentang Penyelenggaraan pengobatan komplementer alternative 2007 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Komplementer Alternatif di Fasilitas

Kesehatan Pelayanan Kesehatan, Jenis Pengobatan, Tenaga Pelaksana termasuk

Tenaga Asing. Jakarta.

.

58