Upload
arman-sahsaputro
View
56
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LEAN
Citation preview
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Konsep Dasar Lean Manufacturing
Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan
(waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang/jasa) agar
memberikan nilai kepada pelanggan (costomer value). Tujuan Lean adalah
meningkatkan terus-menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-to-
waste ratio).
APICS Dictionary (2010) mendefinisikan Lean sebagai suatu filosofi bisnis
yang berlandasan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (trmasuk waktu)
dalam berbagai aktifitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi
aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain,
produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), supply chain
management, yang berkaitan langsung dengan pelanggan.
Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik
untuk mengidentifisikan dan menghilangkan pemborosan (waste) aktifitas-aktivitas
yang tidak bernilai menerus radikal (radical continous improvement) dengan cara
mengalirkan produk (material,work-in-process,output) dan informasi menggunakan
8
system tarik (pull system) dan pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar
keunggulan dan kesempurnaan (Vincent Gaspersz, 85).
Pendekatan Lean adalah berfokus pada peningkatan terus-menerus costomer
value melalui identifikasi dan eliminasi aktifitas-aktifitas tidak bernilai tambah yang
merupakan pemborosan (waste). Waste dapat diddasarefinisikan sebagai segala
aktivitas kerja (work activity) yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses
transformasi input menjadi output sepanjang value stream.
Berdasarkan persepektif Lean, semua jenis pemborosan (waste) yang terdapat
sepanjang proses value stream, yang mantransformasikan input menjdai output harus
dihilangkan agar meningkatkan niilai produk (barang/jasa) guna peningkatan
custumer value.
APICS Dictionary (2010) mendefinisikan value stream sebagai proses-proses
untuk membuat, memproduksi, dan menyerahkan produk (barang/jasa) ke pasar.
Untuk proses pembuatan barang (good), value stream mencakup pemasok bahan
baku, manufaktur dan perakitan barang, dan proses jasa (service), value stream terdiri
dari pemasok, personel pendukung dan teknologi,”produser” jasa, dan saluran-saluran
distribusi dari jasa itu. Suatu value stream dapat dikendalikan oleh satu bisnis tunggal
atau jaringan dari beberapa bisnis. Ilmu Lean Manufacturing adalah bekerja dalam
setiap tahapan di value stream dengan mengeliminasi pemborosan agar dapat
mengurangi biaya, meningkatkan output, dan pengurangan lead time produksi agar
9
dapat terus bersaing dalam pertumbuhan pasar global. Konsep dasar dalam Lean
manufacturing dapat diringkas sebagai berikut:
1. Pendefenisian waste (pemborosan) Dari seluruh aktivitas untuk menghasilkan
produk dari tahap awal hingga akhir dapat dikategorikan atas value added
(yang memberikan nilai tambah) dan non-value added (tidak memberikan
nilai tambah). Setiap proses yang non-value added dari sudut pandang
konsumen harus dieliminasi.
2. Standarisasi proses Lean menuntut adanya implementasi dari panduan
produksi yang rinci, disebut sebagai standarisasi kerja. Ini mengeliminasi
variasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya.
3. Continuous flow
Lean bertujuan mengimplementasikan aliran produksi kontiniu, bebas dari
bottlenecks, interruption, or waiting. Bila hal ini berhasil diimplementasikan
maka waktu siklus produksi dapat dikurangi hingga 90%.
4. Pull production
Disebut juga Just-in-Time (JIT) yang bertujuan memproduksi produk yang
dibutuhkan dan pada waktu dibutuhk
5. Quality at the source
Lean bertujuan mengeliminasi sumber kecacatan dan pemeriksaan kualitas
dilakukan pekerja pada lini proses produksi.
6. Continuous Improvement
10
Lean ditujukan mencapai kesempurnaan dengan perbaikan bertahap untuk
mengeliminasi pemborosan secara terus menerus. Hal ini memerlukan
keterlibatan tinggi dari pekerja (Gasperz, Vincent. Lean Six Sigma for
Manufacturing and Service Industries. Hal. 1-9) .
2.2. Jenis-Jenis Pemborosan
Lean berfokus pada peniadaan atau pengurangan pemborosan (atau “muda”,
bahasa Jepang untuk pemborosan) dan juga peningkatan atau pemanfaatan secara
total aktivitas yang akan meningkatkan nilai ditinjau dari sudut pandang konsumen.
Dari sudut pandang konsumen, nilai sama artinya dengan segala sesuatu yang ingin
dibayar oleh konsumen untuk suatu produk atau jasa. Semua kegiatan tersebut dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a. Menciptakan nilai bagi produk (Value added activities) adalah aktivitas yang
mentransformasi material atau informasi yang diinginkan dari sudut pandang
konsumen.
b. Tidak dapat menciptakan nilai, tapi tidak dapat dihindari dengan teknologi
dan asset yang sekarang dimiliki dan dibutuhkan untuk mengtransformasi
material menjadi produk (Necessary non value added activities)
c. Tidak dapat menciptakan nilai bagi produk (Non value added activities)
Pemborosan (Waste) didefinisikan sebagai segala aktivitas pemakaian sumber
daya (resources) yang tidak memberikan nilai tambah (value added) pada
11
produk. Pada dasarnya semua waste yang terjadi berhubungan erat dengan
dimensi waktu. JIT mendefinisikan ada 8 jenis waste yang tidak memberikan
nilai dalam proses bisnis atau manufaktur, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Produksi yang berlebih (overproduction)
Kriteria overproduction adalah:
a. Memproduksi sesuatu lebih awal dari yang dibutuhkan
b. Memproduksi dalam jumlah yang lebih besar dari pada yang
dibutuhkan oleh pelanggan.
Memproduksi lebih awal atau lebih cepat dari yang dibutuhkan
pelanggan menciptakan pemborosan lain seperti biaya kelebihan tenaga
kerja, penyimpanan dan transportasi karena persediaan berlebih.
Persediaan dapat berupa fisik atau antrian informasi.
2. Waktu menunggu (delays)
Kriteria waktu menunggu adalah:
a. Pekerja berdiri menunggu tahap selanjutnya dari proses baik
menunggu alat, pasokan, komponen dan lain sebagainya, atau
menganggur karena kehabisan material, keterlambatan proses,
kerusakan mesin dan bottleneck.
b. Waktu menunggu informasi
c. Material yang keluar dari satu proses dan tidak langsung dikerjakan
di proses selanjutnya
12
3. Transportasi (transportation)
Kriteria transportasi adalah:
a. Memindahkan barang dalam proses dari satu tempat ke tempat yang
lain dalam satu proses, bahkan jika hanya dalam jarak dekat.
b. Menciptakan angkutan yang tidak efisien.
c. Pemindahan yang repetitif dan menempuh jarak jauh
4. Proses yang berlebih (processing)
Kriteria proses berlebih adalah:
a. Melakukan langkah yang tidak diperlukan untuk memproses
komponen.
b. Melaksanakan pemrosesan yang tidak efisien karena alat dan
rancangan produk yang buruk, menyebabkan gerakan yang tidak
perlu sehingga memproduksi barang cacat
5. Persediaan berlebih (inventory)
Salah satu kriteria persediaan berlebih adalah persediaan yang dapat
meningkatkan resiko barang kadaluarsa, barang rusak. Menurut Toyota
persediaan adalah pemborosan. Bahan baku, barang dalam proses atau
barang jadi yang berlebih menyebabkan lead time yang panjang,
peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, serta keterlambatan.
Persediaan berlebih juga menyembunyikan masalah seperti
13
ketidakseimbangan produksi, keterlambatan pengiriman dari pemasok,
produk cacat, mesin rusak, dan waktu set up yang panjang.
6. Gerakan yang tidak perlu (motion)
Kriteria gerakan yang tidak perlu adalah:
a. Gerakan tersebut tidak memberikan nilai tambah bagi produk seperti
mencari, memilih atau menumpuk komponen, alat dan lain
sebagainya.
b. Berjalan juga merupakan pemborosan.
7. Produk cacat (product reject)
Memproduksi komponen cacat atau yang memerlukan perbaikan.
Perbaikan atau pengerjaan ulang, scrap, memproduksi barang pengganti,
dan inspeksi berarti tambahan penanganan, waktu, dan upaya yang sia-
sia.
8. Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan
Kehilangan waktu, gagasan, keterampilan, peningkatan, dan kesempatan
belajar karena tidak melibatkan atau mendengarkan karyawan. (Gasperz,
Vincent.. All-in-one, Hal 95)
14
2.3. Metode yang Digunakan dalam Lean Manufacturing
Perusahaan dapat memilih metode sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang
ingin dicapai serta kemungkinan penerapannya diperusahaan. Beberapa metode yang
dapat digunakan untuk menerapkan lean manufacturing adalah sebagai berikut:
2.3.1. Standardisasi Kerja
Pembentukan proses dan prosedur yang terstandarisasi merupakan kunci
dalam menciptakan kinerja yang konsisten. Standarisasi digerakkan oleh pekerja,
bukan diterapkan pada pekerja. Pekerja yang memahami pekerjaannya dengan cukup
detail dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap standarisasi. Standardisasi
pekerjaan dapat diartikan bahwa proses dan panduan dalam proses produksi
didefinisikan dan dikomunikasi kan secara jelas, dengan tingkat kerincian yang
tinggi, untuk mengeliminasi variasi dan asumsi yang salah dalam melakukan
pekerjaan. Presiden Toyota, Cho, menyatakan bahwa terdapat 3 elemen dalam
standardisasi kerja, yaitu:
a. Standardisasi urutan pekerjaan, merupakan aturan bagi pekerja dalam
melakukan tugasnya, termasuk gerakan dan urutan proses.
b. Standardisasi timing, merupakan takt time. Takt dalam bahasa Jerman artinya
ritme atau meter. Takt time menunjukkan seberapa sering seharusnya suatu
produk diproduksi untuk memenuhi permintaan pelanggan, Takt time dapat
15
digunakan untuk menetapkan kecepatan produksi dan memberi sinyal kepada
para pekerja jika mereka terlalu cepat atau terlalu lamban.
c. Standardisasi persediaan antar proses, merupakan jumlah minimum unit
persediaan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang
terstandarisasi tersebut. Hal ini diperlukan untuk menjaga supaya proses
produksi dapat berjalan dengan lancar.
2.3.2. Diagram SIPOC (Supplier,Input,Process,Output,Costumer)
Diagram SIPOC dapat digunakan untuk memberikan batasan atau ruang
lingkup penelitian sepanjang value stream. Diagram SIPOC adalah alat yang
digunakan untuk mengidentifikasikan elemen yang berkaitan untuk pengembangan
proses sebelum proses pengembangan itu dimulai. Penggambaran ruang lingkup
dilakukan sebelum penggambaran lebih rinci untuk setiap proses. Nama SIPOC
merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:
a. Suppliers adalah orang, departemen atau organisasi yang memberikan
informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu
proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat
dianggap sebagai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).
b. Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada
proses.
16
c. Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara ideal
menambah nilai kepada inputs (proses transformasi nilai tambah kepada
inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.
d. Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri
manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi
(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi kunci
dari proses.
e. Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang menerima
outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses
sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal customers).
Langkah-langkah dalam membuat Diagram SIPOC adalah:
1. Membuat suatu wilayah diagram yang memungkinkan untuk diisi dengan
elemen-elemen berkaitan. Diagram diberi keterangan Supplier, Input,
Process, Output, dan Costumer pada bagian atas.
2. Identifikasikan setiap level proses produksi.
3. Identifikasikan output dari setiap proses.
4. Identifikasikan konsumen yang akan menerima output dari proses.
5. Identifikasikan input yang diperlukan untuk setiap proses agar dapat
berfungsi dengan baik.
17
6. Identifikasikan supplier dari input yang dibutuhkan proses.
7. Identifikasikan kebutuhan dari konsumen
2.3.3. Continuous Improvement dengan 5S
Konsep dalam 5S adalah bagaimana mencari pemborosan dan kemudian
mencoba menghilangkannya. Dalam penerapan konsep 5S ini diharapkan tidak
adanya waktu yang terbuang untuk mencari peralatan yang hendak digunakan. 5S
terdiri dari 5 kata dalam bahasa Jepang, yaitu:
a. Seiri, terkait dengan memindahkan item-item yang sudah tidak terpakai lagi
b. Seiton, terkait dengan peletakkan item yang tepat pada area yang tepat.
c. Seiso, terkait dengan membersihkan seluruh tempat kerja.
d. Seiketsu, memperbaiki standar yang tinggi dalam pengaturan housekeeping
dan tempat kerja.
e. Shitsuke, kemampuan manajemen dalam melatih pekerja untuk mengikuti
aturan housekeeping.
18
2.3.4. Value Stream Mapping
Value Stream Mapping adalah salah satu metode pemetaan aliran produksi
dan aliran informasi untuk memproduksikan satu produk atau satu famili produk,
tidak hanya pada masing-masing area kerja, tetapi pada tingkat total produksi serta
mengidentifikasi kegiatan yang value added dan non value added.
Value Stream Mapping secara visual memetakan aliran material dan informasi
secara menyeluruh dimulai dari kedatangan bahan baku dari supplier melalui semua
tahap proses produksi hingga pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Tujuan
pemetaan ini adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis pemborosan di sepanjang
proses produksi dan untuk mengambil langkah dalam upaya mengeliminasi
pemborosan tersebut. Langkah yang diambil dalam upaya mengeliminasi pemborosan
adalah dengan caramemperbaiki keseluruhan aliran bukan hanya mengoptimalkan
aliran secara sepotong-sepotong. Hal ini dapat membantu pihak perusahaan
mengambil keputusan dalam memperbaiki keseluruhan proses produksi (Mike,
Rother & John Shock. 2003. Ibid) .
Value stream mapping dapat menyajikan suatu titik balik yang optimal bagi
setiap perusahaan yang ingin menjadi lean. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh
dengan penerapan konsep value stream mapping adalah sebagai berikut :
1. Membantu perusahaan menggambarkan aliran produksi secara keseluruhan
mulai dari proses awal hingga proses akhir, bukan hanya satu proses tunggal.
Dengan demikian akan terlihat jelas seluruh aliran.
19
2. Pemetaan membantu perusahaan melihat segala pemborosan dan sumber
pemborosan yang terjadi di sepanjang aliran produksi
3. Value stream mapping memberikan pemahaman mengenai proses manufaktur
dalam bahasa yang umum.
4. Value stream mapping menggabungkan antara teknik dan konsep lean yang
dapat membantu perusahaan untuk menghindari pemilihan teknik dan konsep
yang asal-asalan.
5. Sebagai dasar dari rencana implementasi. Dengan membantu perusahaan
merancang bagaimana mengoperasikan keseluruhan aliran dari setiap proses
kegiatan – merancang bagian yang hilang dalam mengupayakan lean
manufacturingdiharapkan. Value stream map merupakan sebuah rencana
dalam strategi implementasi lean.
6. Value stream mapping menunjukkan hubungan antara aliran informasi dan
aliran material.
7. Value stream mapping jauh lebih berguna dibandingkan metode kuantitatif
lainnya yang menghasilkan perhitungan non value added, lead time, jarak
perpindahan, jumlah persediaan, dsb. Value stream mapping merupakan
sebuah metode kualitatif yang menggambarkan secara terperinci bagaimana
seharusnya fasilitas produksi dioperasikan dalam usaha menciptakan aliran.
Value stream mapping merupakan metode yang bagus digunakan untuk
20
menggambarkan apa yang sebenarnya akan dilakukan dalam upaya untuk
memberikan pengaruh terhadap perhitungan-perhitungan yang dilakukan.
Dalam value stream mapping, ada dua pemetaan yang harus
digambarkan yaitu pembuatan current state map dan future state map.
Pembuatan current state map dilakukan untuk memetakan kondisi lantai
produksi aktual, dimana segala informasi yang terdapat dalam setiap proses
dicantumkan dalam pemetaan. Current state map digunakan untuk
mengidentifikasi pemborosan dan sumber pemborosan yang terjadi. Setelah
identifikasi pemborosan dilakukan, maka dapat digambarkan future state map.
Future state map merupakan pemetaan kondisi perusahaan di masa
mendatang sebagai usulan rancangan perbaikan dari current state map yang
ada. Petunjuk pembuatan current state map adalah sebagai berikut:
1. Penentuan Family Product yang akan dijadikan sebagai Model Line
Tahap ini merupakan tahap awal dalam menggambar Current State
Map. Setelah mengetahui konsep yang benar tentang Lean, maka pada
tahap ini perlu ditentukan produk yang akan dijadikan model line
sebagai target perbaikannya. Tujuan pemilihan model-line adalah agar
penggambaran sistem fokus pada satu produk saja yang bisa dianggap
sebagai acuan dan representasi dari sistem produksi yang ada.
Mengidentifikasi suatu family product dapat dilakukan baik dengan
menggunakan produk dan matriks proses untuk mengklasifikasikan
21
langkah proses yang sama untuk produk yang berbeda. Untuk
menentukan famili produk mana yang akan dipetakan tergantung
keputusan perusahaan yang dapat ditentukan dari pandangan bisnis
seperti tingkat penjualan, atau menurut fokus perusahaan.
2. Penentuan Value Stream Manager
Untuk meluhat value-stream suatu produk secara keseluruhan tentunya
perusahaan perlu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga
batasan-batasan organisasi dalam perusahaan perlu diterobos. Karena
pada dasarnya perusahaan cenderung terorganisir untuk setiap
departemen (proses) dan terbatas pada fungsinya masing-masing.
Sehingga biasanya orang hanya bertanggungjawab pada apa yang
menjadi bagiannya (pada areanya saja) tanpa perlu mengetahui proses
secara keseluruhan menurut sudut pandang value-stream. Oleh karena
itu dalam memetakan value-stream agar nantinya dapat dibuat suatu
usulan perancangan, diperlukan seorang Value-stream Manager yakni
orang yang paham mengenai proses keseluruhan dalam value-stream
suatu produk sehingga dapat membantu dalam memberikan saran bagi
perbaikan value-stream produk tersebut.
3. Pembuatan Peta Untuk Setiap Kategori Proses (Door-to-Door Flow) di
Sepanjang Value-stream
22
Keadaan sebenarnya di lapangan diperoleh saat penggambar berjalan
di sepanjang proses aktual value stream dari proses produksi yang
aktual. Melakukan pengamatan mendetail untuk setiap kategori proses.
Untuk setiap proses, maka seluruh informasi kritis termasuk lead time,
cycle time, changeover time, uptime, EPE (ukuran batch produksi),
jumlah operator dan waktu kerja (sudah dikurangi dengan waktu
istirahat), level inventory, dll. perlu didokumentasikan. Yang
semuanya akan dimasukkan dalam suatu data box untuk masing-
masing proses. Level inventory pada peta seharusnya disesuaikan
dengan level pada waktu pemetaan aktual dan bukan berdasarkan
rataan karena penting untuk menggunakan gambar aktual daripada
rata-rata historis yang disediakan oleh perusahaan.
Untuk setiap pembuatan data box, maka ukuran-ukuran yang
diperlukan antara lain:
a. Cycle Time (C/T)
Cycle time (C/T) merupakan salah satu ukuran penting yang
dibutuhkan dalam kegiatan Lean selain Value-creating time (VCT)
dan Lead time (L/T). Cycle time menyatakan waktu yang dibutuhkan
oleh satu operator untuk menyelesaikan seluruh elemen/kegiatan
kerja dalam membuat satu part sebelum mengulangi kegiatan untuk
membuat part berikutnya. Value-creating time (VCT) menyatakan
23
waktu keseluruhan elemen kerja yang biasa mentransformasikan
suatu produk dalam cara yang rela dibayar oleh konsumen. Lead time
(L/T) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk seluruh proses atau
dalam satu value stream, mulai dari awal hingga akhir proses.
Biasanya : VCT < C/T < L/T
b. Change-over Time (C/O)
Menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merubah posisi (switch)
dari memproduksi satu jenis produk menjadi produk yang lainnya.
Dalam hal ini biasanya changeover time menyatakan waktu untuk
memindahkan dari posisi kiri menjadi posisi kanan dalam pembuatan
satu produk simetris.
c. Uptime
Menyatakan kapasitas mesin yang digunakan dalam mengerjakan
satu proses. Kapasitas mesin bersifat on-demand machine uptime.
Artinya informasi mesin ini tetap.
d. Jumlah Operator
Menyatakan jumlah orang yang dibutuhkan saat untuk satu proses.
e. Waktu Kerja
Waktu kerja yang dibutuhkan untuk tiap shift pada suatu proses
sesudah dikurangi dengan waktu istirahat (break), waktu rapat
(meeting), dan waktu membersihkan area kerja (cleanup times).
24
Simbol-simbol yang digunakan dalam penggambaran value stream mapping
dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Simbol-simbol yang Digunakan dalam Value Stream Mapping
Nama Simbol Arti
Costomer/
Supplier
Simbol ini merepresentasikan Supplier
bila diletakkan di kiri atas, yakni
sebagai titik awal yang umum
digunakan dalam penggambaran aliran
material. Sementara gambar akan
merepresentasikan Customer bila
ditempatkan di kanan atas, biasanya
sebagai titik akhir aliran material.
Dedicated Process
Simbol ini menyatakan proses, operasi,
mesin atau departemen yang dilalui
aliran material. Secara khusus, untuk
menghindari pemetaan setiap langkah
proses yang tidak diinginkan, maka
simbol ini biasanya merepresentasikan
satu departemen dengan aliran internal
yang kontinu.
25
Shared Process Simbol ini menyatakan operasi, proses,
departemen atau stasiun kerja dengan
famili-famili yang saling berbagi dalam
value-stream. Perkiraan jumlah
operator yang dibutuhkan dalam value
stream dipetakan, bukan sejumlah
operator yang dibutuhkan untuk
memproduksi seluruh produk
Data Box Simbol ini memiliki lambang-lambang
di dalamnya yang menyatakan
informasi/data yang dibutuhkan unuk
menganalisis dan mengamati sistem.
C/T adalah waktu siklus yang
dibutuhkan untuk memproduksi satu
barang sampai barang yang akan
diproduksi selanjutnya datang. C/O
adalah changeover time yang
merupakan waktu pergantian produksi
satu produk dalam suatu proses untuk
yang lainnya. Uptime adalah persentase
26
waktu yang tersedia pada mesin untuk
proses
Operator Simbol ini merepresentasikan operator.
Lambang ini menunjukkan jumlah
operator yang dibutuhkan untuk
melakukan suatu proses.
Inventory Simbol ini menunjukkan keberadaan
suatu inventory diantara dua proses.
Ketika memetakan current state,
jumlah inventory dapat diperkirakan
dengan satu perhitungan cepat, dan
jumlah tersebut dituliskan dibawah
gambar segitiga. Jika terdapat lebih
dari satu akumulasi inventory, gunakan
satu lambang untuk masing-masing
inventory. Lambang ini juga dapat
digunakan untuk merepresentasikan
penyimpanan bagi raw material dan
finished goods.
27
Shipment Simbol ini merepresentasikan
pergerakan raw material dari supplier
hingga menuju gudang penyimpanan
akhir di pabrik. Atau pergerakan dari
produk akhir di gudang penyimpanan
pabrik hingga sampai ke konsumen.
Tabel 2.1. Simbol-simbol yang Digunakan dalam Value Stream Mapping
(Lanjutan)
Push Arrows Simbol ini merepresentasikan
pergerakan material dari satu proses
menuju proses berikutnya.
External Shipments
Simbol ini berarti pengiriman yang
dilakukan dari supplier ke konsumen
atau pabrik ke konsumen dengan
menggunakan pengangkutan eksternal
(di luar pabrik).
28
Production Control Simbol ini memrepresentasikan
penjadwalan produksi utama atau
departemen pengontrolan, orang atau
operasi
Manual Info Simbol anak panah yang lurus dan tipis
menunjukkan aliran informasi umum
yang bisa diperoleh melalui catatan,
laporan ataupun percakapan
Other Menyatakan informasi atau hal lain
yang penting
Timeline Menunjukkan waktu yang memberikan
nilai tambah (cycle times) dan waktu
yang tidak memberikan nilai tambah
(waktu menunggu). Gunakan lambang
ini untuk menghitung Lead Time dan
Total Cycle Time.
Sumber: Rother, M & Shook, J, Learning to See, ,2003, The Lean Enterprise Institute, appendix A
Setelah membuat Current State Map, maka langkah terakhir dalam
value stream mapping adalah membuat suatu future state map. Tujuan dari
29
value stream mapping adalah untuk mengetahui dengan jelas sumber-sumber
pemborosan dan membantu membuat area target bagi proses perbaikan yang
nyata. Future state map tidaklah lebih dari sekedar pengimplementasian
rencana yang menjelaskan jenis tool yang dibutuhkan dalam proses lean untuk
mengeliminasi pemborosan dan dimana (pada proses apa) tool tersebut
diperlukan dalam value stream suatu produk. Pembuatan suatu future state map
diawali dengan menjawab serangkaian pertanyaan terkait masalah yang
menyebabkan perlu dibangunnya suatu future state map, dan juga implementasi
teknis terkait penggunaan tools dalam proses lean. Penemuan akar masalah
dapat menggunakan Five Why. Future State Map ini diperoleh berdasarkan
analisis dari Current State Map yang telah dibuat sebelumnya dan dengan
menerapkan tool yang sesuai untuk digunakan.
2.4. Pengukuran Waktu
1. Pengukuran Waktu secara Langsung
Yaitu pengukuran yang dilakukan ditempat dimana pekerjaan bersangkutan
dijalankan, ada dua yaitu:
a. Metode Sampling Pekerjaan: Pengamatan dilakukan pada waktu-waktu
tertentu yang telah ditentukan secara acak/random.
30
b. Metode Jam Henti: Menggunakan instrumen stopwatch dimana metode ini
baik diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-
ulang.
Waktu yang diambil adalah waktu siklus dan beberapa pengujian yang
dilakukan yaitu:
1. Pengujian keseragaman data
Pengujian keseragaman data dilakukan dengan menetapkan batas kontrol
atas dan batas kontrol bawah dari data sebaran tersebut. Penentuan batas
control atas dan batas kontrol bawah tergantung pada tingkat ketelitian
dan tingkat keyakinan yang telah ditetapkan. Untuk tingkat ketelitian 7%
dan tingkat keyakinan 93% batas kontrol data ditentukan oleh rumusan
matematis yang diperoleh secara statistik yaitu:
Batas kontrol atas = x + 3 σ ………………………(2.1)
Batas kontrol bawah = x – 3 σ ……………………….(2.2)
Dimana : x = rata-rata nilai pengamatan
σ = standar deviasi nilai pengamatan
2. Pengujian jumlah data yang dibutuhkan
Pengujian jumlah data dibutuhkan untuk melihat apakah data yang
tersedia memenuhi tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian yang telah
ditetapkan. Untuk tingkat ketelitian 7% dan tingkat keyakinan 93%
jumlah data yang dibutuhkan adalah :
31
………………(2.3)
Dimana :N’ = jumlah data yang dibutuhkan
N = jumlah data pengamatan
Apabila N’ > N maka diperlukan pengukuran tambahan hingga
memenuhi jumlah yang diperlukan. Apabila N’ < N maka data
pengukuran sudah mencukupi. (Sutalaksana, Iftikar Z, Hal 119-135)
2.5. Penyesuaian dan Kelonggaran
1. Penyesuaian
Penyesuaian merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
mendapatkan nilai rata-rata yang wajar sehingga didapatkan waktu normal.
Faktor penyesuaian diperhitungkan jika pengamat berpendapat bahwa pekerja
(operator) bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan
waktu disesuaikan dengan atau dinormalkan terlebih dahulu untuk
mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan
wajar, maka faktor penyesuaian = 1, artinya waktu siklus rata-rata sudah
normal. Jika bekerjanya terlalu lambat maka untuk menormalkannya
N '=[ ZT
α √N ∑ Xi2−(∑ X i)
2
∑ X i]2
32
pengamat harus memberi harga p<1 dan sebaliknya jika bekerja terlalu cepat
maka p>1
Ketidakwajaran harus diwajarkan untuk mendapatkan waktu normal.
Untuk memudahkan konsep wajar, seorang pengamat dapat mempelajari
bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal itu, yaitu jika
seorang operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha
yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan,
dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Walaupun
usaha-usaha membakukan konsep bekerja wajar telah dilakukan, namun
penyesuaian tetap tampak sebagai suatu yang subjektif. Hal inilah yang
dipandang sebagai kelemahan pengukuran waktu dilihat secara ilmiah.
Namun bagaimanapun penyesuaian harus dilakukan karena ketidakwajaran
yang menghasilkan ketidaknormalan data merupakan sesuatu hal yang bisa
terjadi. Sehubungan dengan faktor penyesuaian dikembangkanlah cara untuk
mendapatkan harga p termasuk cara-cara yang berusaha seobjektif mungkin
(Sutalaksana, Iftikar Z,1979).
Dalam melakukan penyesuaian ini digunakan cara penyesuaian
Westinghouse yang mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap
menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan,
usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Keterampilan atau skill didefinisikan
sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Usaha adalah
33
kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan pekerja (operator) ketika
melakukan pekerjaannya. Keterampilan dan usaha mempunyai hubungan
yang erat, dalam kenyataannya banyak terjadi pekerja yang mempunyai
keterampilan yang rendah tetapi mempunyai usaha yang lebih sungguh-
sungguh sebagai imbangnya, namun kadang-kadang usaha yang begitu besar
sehingga nampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan dikarenakan
keterampilan yang minim. Sebaliknya seseorang yang mempunyai
keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak didukung
dihasilkannya performance yang lebih baik. Oleh karena itu cara
Westinghouse memisahkan faktor keterampilan dan usaha (Sutalaksana,
Iftikar Z, 1979).
Yang dimaksud dengan dengan kondisi kerja pada cara Westinghouse
adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur,
dan kebisingan ruangan. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah
keterampilan, usaha, dan konsistensi. Faktor ini perlu diperhatikan karena
kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat
tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja
selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan
dari hari ke hari. Berikut ini merupakan tabel penyesuaian menurut
Westinghouse:
34
Tabel 2.2 Penyesuaian menurut Westinghouse
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Ketrampilan
Usaha
Superskill
Excelent
Good
Average
Fair
Poor
Excessive
Excellent
Good
Average
Fair
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
+ 0,15
+ 0,13
+ 0,11
+ 0,08
+ 0,06
+ 0,03
0,00
- 0,05
- 0,10
- 0,16
- 0,22
+ 0,13
+ 0,12
+ 0,10
+ 0,08
+ 0,05
+ 0,02
0,00
- 0,04
35
Kondisi Kerja
Konsistensi
Poor
Ideal
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor
Perfect
Excellent
Good
Average
Fair
Poor
E2
F1
F2
A
B
C
D
E
F
A
B
C
D
E
F
- 0,08
- 0,12
- 0,17
+ 0,06
+ 0,04
+ 0,02
0,00
- 0,03
- 0,07
+ 0,04
+ 0,03
+ 0,01
0,00
- 0,02
- 0,04
Sumber : (Sutalaksana, Iftikar Z, 1979)
2. Kelonggaran
Kelonggaran terbagi untuk tiga hal, yaitu :
a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi.
b. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique.
c. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan
36
Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
pekerja (operator), dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat
ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan
waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. Adapun besarnya kelonggaran
berdasarkan faktor yang berpengaruh dimana terdiri dari faktor :
Tenaga yang dikeluarkan
Sikap kerja
Gerakan kerja
Kelelahan mata
Keadaan temperatur tempat kerja
Keadaan atmosfer
Keadaan lingkungan yang baik
Pelengkap (kelonggaran untuk kebutuhan pribadi pria dan wanita)
Sumber : (Sutalaksana, Iftikar Z, 1979)
2.6. Waktu Baku
Jika pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki
keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat-tingkat
ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran
waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan
37
waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul itu
adalah sebagai berikut :
a. Hitung waktu siklus rata-rata dengan :
W s=∑ Xi
k ………………………….
(2.4)
Dimana Xi dan k telah terdapat pada bahasan diatas
b. Hitung Waktu Normal dengan :
W n=W s X P ………………………… (2.5)
Dimana P adalah penyesuaian dan telah ada pembahasan di atas
c. Hituung Waktu Baku dengan :
W b=W n X (1+L) ……………………………………………….. (2.6)
Diaman 1 adalah kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada
pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan disamping waktu normal.
Sumber : (Sutalaksana, Iftikar Z,1979)
2.7. Diagram Pareto
Alfredo Pareto adalah orang yang pertama kali memperkenalkan diagram
pareto ini. Tujuannya pada saat itu untuk mendistribusikan kesejahteraan masyarakat,
kemudian Dr. Joseph Juran mengembangkannya lagi sehingga dapat digunakan pada
berbagai macam bidang. Diagram pareto adalah grafik yang menguraikan klasifikasi
38
data secara menurun mulai dari kiri ke kanan. Diagram pareto digunakan untuk
mengidentifikasi masalah dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Tahun
1949, George K Zipf, seorang professor dari Harvard University, mengembangkan
wilayah penelitian dengan menjadikan temuan Pareto sebagai acuan. Hasilnya bahwa
manusia, benda-benda, waktu, keahlian, atau semua alat produksi telah memiliki aturan
alamiah yang berkaitan antara hasil dan aktivitas dengan jumlah perbandingan mulai dari
80/20 atau 70/30.
Contoh di bidang lain mengindikasikan bahwa 20% kesalahan atau
penyimpangan akan menyebabkan 80% masalah yang timbul. Para manajer proyek akan
mengatakan bahwa 20% pekerjaan akan menyita 80% waktu dan sumber daya. Para
pengusaha akan mengatakan bahwa 20% stok barang akan memakan 80% tempat
penyimpanan, atau 80% stok barang berasal dari 20% pemasok. Para peritel mengatakan
bahwa 20% pelanggan akan menghasilkan 80% penjualan.
Pareto diagram adalah suatu diagram yang menggambarkan urutan masalah menurut
bobotnya yang dinyatakan dengan frekuensinya. Kegunaannya adalah untuk:
a. Menentukan jenis persoalan utama.
b. Membandingkan masing-masing jenis persoalan terhadap keseluruhan.
c. Menunjukkan tingkat perbaikan yang berhasil dicapai.
d. Membandingkan hasil perbaikan masing-masing jenis persoalan sebelum dan
setelah perbaikan.
Contoh penggunaan diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 2.1.
39
Hole Hike Nakabari Nakagore10000
15000
20000
25000
30000
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Di a g r a m P a r e to J e ni s Re je c t P a da Kr a n
Frekuensi
Persentase Komulatif
Jenis Reject
Fre
kuen
si
Per
sen
tase
Kom
ula
tif
Gambar 2.1. Diagram Pareto
2.8. Peta Kontrol
Merupakan suatu peta yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses
berada dalam keadaan stabil atau tidak. Apabila semua data berada dalam batas
kontrol, maka proses dikatakan dalam batas kendali (stabil). Bagan ini menunjukkan
penyebab penyimpangan, walaupun adanya penyimpangan akan terlihat pada bagan
pengendalian tersebut. Bagan ini merupakan peta garis dengan mencantumkan batas-
batas daerah pengendalian. Contoh gambar peta control dapat dilihat pada gambar
2.2.
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 120.0100
0.0150
0.0200
0.0250
0.0300
0.0350
0.0400
0.0450
0.0500
0.0550
Peta Kontrol P
UCL
CL
P
LCL
Bulan
Pro
por
si r
ejac
t
Gambar 2.2 Peta Kontrol P
2.9. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram)
yang diperkenalkan pertama sekali oleh Prof. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943.
Diagram ini berguna untuk menganalisis dan menemukan faktorfaktor yang
berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output
kerja. Di samping itu, diagram ini berguna untuk mencari penyebab-penyebab yang
sesungguhnya dari suatu masalah. Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya
penyimpangan kualitas hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5
faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Manusia (Man)
b. Metode kerja (Work Method)
41
c. Mesin atau peralatan kerja lainnya (Machine/Equipment)
d. Bahan baku (raw material)
e. Lingkungan kerja (work environment)
Cause-Effect diagram mempunyai kegunaan yang cukup banyak baik dalam
peningkatan kualitas maupun dalam hal-hal lain. Beberapa kegunaan dari Cause-
Effect diagram adalah:
1. Sebagai alat untuk training.
2. Sebagai alat untuk mengarahkan diskusi pada faktor-faktor yang
dominan.
3. Dapat dijadikan petunjuk dalam pengumpulan dan pencatatan data.
4. Dapat menunjukkan tingkat kemampuan dari pekerja.
Gambar 2.3. Diagram Sebab Akibat