53
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Lean Manufacturing Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang/jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (costomer value). Tujuan Lean adalah meningkatkan terus-menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-to-waste ratio). APICS Dictionary (2010) mendefinisikan Lean sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandasan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (trmasuk waktu) dalam berbagai aktifitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk

LEAN MANUFACTURING

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LEAN

Citation preview

Page 1: LEAN MANUFACTURING

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Lean Manufacturing

Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan

(waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang/jasa) agar

memberikan nilai kepada pelanggan (costomer value). Tujuan Lean adalah

meningkatkan terus-menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-to-

waste ratio).

APICS Dictionary (2010) mendefinisikan Lean sebagai suatu filosofi bisnis

yang berlandasan pada minimasi penggunaan sumber-sumber daya (trmasuk waktu)

dalam berbagai aktifitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi

aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam desain,

produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), supply chain

management, yang berkaitan langsung dengan pelanggan.

Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik

untuk mengidentifisikan dan menghilangkan pemborosan (waste) aktifitas-aktivitas

yang tidak bernilai menerus radikal (radical continous improvement) dengan cara

mengalirkan produk (material,work-in-process,output) dan informasi menggunakan

Page 2: LEAN MANUFACTURING

8

system tarik (pull system) dan pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar

keunggulan dan kesempurnaan (Vincent Gaspersz, 85).

Pendekatan Lean adalah berfokus pada peningkatan terus-menerus costomer

value melalui identifikasi dan eliminasi aktifitas-aktifitas tidak bernilai tambah yang

merupakan pemborosan (waste). Waste dapat diddasarefinisikan sebagai segala

aktivitas kerja (work activity) yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses

transformasi input menjadi output sepanjang value stream.

Berdasarkan persepektif Lean, semua jenis pemborosan (waste) yang terdapat

sepanjang proses value stream, yang mantransformasikan input menjdai output harus

dihilangkan agar meningkatkan niilai produk (barang/jasa) guna peningkatan

custumer value.

APICS Dictionary (2010) mendefinisikan value stream sebagai proses-proses

untuk membuat, memproduksi, dan menyerahkan produk (barang/jasa) ke pasar.

Untuk proses pembuatan barang (good), value stream mencakup pemasok bahan

baku, manufaktur dan perakitan barang, dan proses jasa (service), value stream terdiri

dari pemasok, personel pendukung dan teknologi,”produser” jasa, dan saluran-saluran

distribusi dari jasa itu. Suatu value stream dapat dikendalikan oleh satu bisnis tunggal

atau jaringan dari beberapa bisnis. Ilmu Lean Manufacturing adalah bekerja dalam

setiap tahapan di value stream dengan mengeliminasi pemborosan agar dapat

mengurangi biaya, meningkatkan output, dan pengurangan lead time produksi agar

Page 3: LEAN MANUFACTURING

9

dapat terus bersaing dalam pertumbuhan pasar global. Konsep dasar dalam Lean

manufacturing dapat diringkas sebagai berikut:

1. Pendefenisian waste (pemborosan) Dari seluruh aktivitas untuk menghasilkan

produk dari tahap awal hingga akhir dapat dikategorikan atas value added

(yang memberikan nilai tambah) dan non-value added (tidak memberikan

nilai tambah). Setiap proses yang non-value added dari sudut pandang

konsumen harus dieliminasi.

2. Standarisasi proses Lean menuntut adanya implementasi dari panduan

produksi yang rinci, disebut sebagai standarisasi kerja. Ini mengeliminasi

variasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

3. Continuous flow

Lean bertujuan mengimplementasikan aliran produksi kontiniu, bebas dari

bottlenecks, interruption, or waiting. Bila hal ini berhasil diimplementasikan

maka waktu siklus produksi dapat dikurangi hingga 90%.

4. Pull production

Disebut juga Just-in-Time (JIT) yang bertujuan memproduksi produk yang

dibutuhkan dan pada waktu dibutuhk

5. Quality at the source

Lean bertujuan mengeliminasi sumber kecacatan dan pemeriksaan kualitas

dilakukan pekerja pada lini proses produksi.

6. Continuous Improvement

Page 4: LEAN MANUFACTURING

10

Lean ditujukan mencapai kesempurnaan dengan perbaikan bertahap untuk

mengeliminasi pemborosan secara terus menerus. Hal ini memerlukan

keterlibatan tinggi dari pekerja (Gasperz, Vincent. Lean Six Sigma for

Manufacturing and Service Industries. Hal. 1-9) .

2.2. Jenis-Jenis Pemborosan

Lean berfokus pada peniadaan atau pengurangan pemborosan (atau “muda”,

bahasa Jepang untuk pemborosan) dan juga peningkatan atau pemanfaatan secara

total aktivitas yang akan meningkatkan nilai ditinjau dari sudut pandang konsumen.

Dari sudut pandang konsumen, nilai sama artinya dengan segala sesuatu yang ingin

dibayar oleh konsumen untuk suatu produk atau jasa. Semua kegiatan tersebut dapat

dikategorikan sebagai berikut:

a. Menciptakan nilai bagi produk (Value added activities) adalah aktivitas yang

mentransformasi material atau informasi yang diinginkan dari sudut pandang

konsumen.

b. Tidak dapat menciptakan nilai, tapi tidak dapat dihindari dengan teknologi

dan asset yang sekarang dimiliki dan dibutuhkan untuk mengtransformasi

material menjadi produk (Necessary non value added activities)

c. Tidak dapat menciptakan nilai bagi produk (Non value added activities)

Pemborosan (Waste) didefinisikan sebagai segala aktivitas pemakaian sumber

daya (resources) yang tidak memberikan nilai tambah (value added) pada

Page 5: LEAN MANUFACTURING

11

produk. Pada dasarnya semua waste yang terjadi berhubungan erat dengan

dimensi waktu. JIT mendefinisikan ada 8 jenis waste yang tidak memberikan

nilai dalam proses bisnis atau manufaktur, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Produksi yang berlebih (overproduction)

Kriteria overproduction adalah:

a. Memproduksi sesuatu lebih awal dari yang dibutuhkan

b. Memproduksi dalam jumlah yang lebih besar dari pada yang

dibutuhkan oleh pelanggan.

Memproduksi lebih awal atau lebih cepat dari yang dibutuhkan

pelanggan menciptakan pemborosan lain seperti biaya kelebihan tenaga

kerja, penyimpanan dan transportasi karena persediaan berlebih.

Persediaan dapat berupa fisik atau antrian informasi.

2. Waktu menunggu (delays)

Kriteria waktu menunggu adalah:

a. Pekerja berdiri menunggu tahap selanjutnya dari proses baik

menunggu alat, pasokan, komponen dan lain sebagainya, atau

menganggur karena kehabisan material, keterlambatan proses,

kerusakan mesin dan bottleneck.

b. Waktu menunggu informasi

c. Material yang keluar dari satu proses dan tidak langsung dikerjakan

di proses selanjutnya

Page 6: LEAN MANUFACTURING

12

3. Transportasi (transportation)

Kriteria transportasi adalah:

a. Memindahkan barang dalam proses dari satu tempat ke tempat yang

lain dalam satu proses, bahkan jika hanya dalam jarak dekat.

b. Menciptakan angkutan yang tidak efisien.

c. Pemindahan yang repetitif dan menempuh jarak jauh

4. Proses yang berlebih (processing)

Kriteria proses berlebih adalah:

a. Melakukan langkah yang tidak diperlukan untuk memproses

komponen.

b. Melaksanakan pemrosesan yang tidak efisien karena alat dan

rancangan produk yang buruk, menyebabkan gerakan yang tidak

perlu sehingga memproduksi barang cacat

5. Persediaan berlebih (inventory)

Salah satu kriteria persediaan berlebih adalah persediaan yang dapat

meningkatkan resiko barang kadaluarsa, barang rusak. Menurut Toyota

persediaan adalah pemborosan. Bahan baku, barang dalam proses atau

barang jadi yang berlebih menyebabkan lead time yang panjang,

peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, serta keterlambatan.

Persediaan berlebih juga menyembunyikan masalah seperti

Page 7: LEAN MANUFACTURING

13

ketidakseimbangan produksi, keterlambatan pengiriman dari pemasok,

produk cacat, mesin rusak, dan waktu set up yang panjang.

6. Gerakan yang tidak perlu (motion)

Kriteria gerakan yang tidak perlu adalah:

a. Gerakan tersebut tidak memberikan nilai tambah bagi produk seperti

mencari, memilih atau menumpuk komponen, alat dan lain

sebagainya.

b. Berjalan juga merupakan pemborosan.

7. Produk cacat (product reject)

Memproduksi komponen cacat atau yang memerlukan perbaikan.

Perbaikan atau pengerjaan ulang, scrap, memproduksi barang pengganti,

dan inspeksi berarti tambahan penanganan, waktu, dan upaya yang sia-

sia.

8. Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan

Kehilangan waktu, gagasan, keterampilan, peningkatan, dan kesempatan

belajar karena tidak melibatkan atau mendengarkan karyawan. (Gasperz,

Vincent.. All-in-one, Hal 95)

Page 8: LEAN MANUFACTURING

14

2.3. Metode yang Digunakan dalam Lean Manufacturing

Perusahaan dapat memilih metode sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang

ingin dicapai serta kemungkinan penerapannya diperusahaan. Beberapa metode yang

dapat digunakan untuk menerapkan lean manufacturing adalah sebagai berikut:

2.3.1. Standardisasi Kerja

Pembentukan proses dan prosedur yang terstandarisasi merupakan kunci

dalam menciptakan kinerja yang konsisten. Standarisasi digerakkan oleh pekerja,

bukan diterapkan pada pekerja. Pekerja yang memahami pekerjaannya dengan cukup

detail dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap standarisasi. Standardisasi

pekerjaan dapat diartikan bahwa proses dan panduan dalam proses produksi

didefinisikan dan dikomunikasi kan secara jelas, dengan tingkat kerincian yang

tinggi, untuk mengeliminasi variasi dan asumsi yang salah dalam melakukan

pekerjaan. Presiden Toyota, Cho, menyatakan bahwa terdapat 3 elemen dalam

standardisasi kerja, yaitu:

a. Standardisasi urutan pekerjaan, merupakan aturan bagi pekerja dalam

melakukan tugasnya, termasuk gerakan dan urutan proses.

b. Standardisasi timing, merupakan takt time. Takt dalam bahasa Jerman artinya

ritme atau meter. Takt time menunjukkan seberapa sering seharusnya suatu

produk diproduksi untuk memenuhi permintaan pelanggan, Takt time dapat

Page 9: LEAN MANUFACTURING

15

digunakan untuk menetapkan kecepatan produksi dan memberi sinyal kepada

para pekerja jika mereka terlalu cepat atau terlalu lamban.

c. Standardisasi persediaan antar proses, merupakan jumlah minimum unit

persediaan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang

terstandarisasi tersebut. Hal ini diperlukan untuk menjaga supaya proses

produksi dapat berjalan dengan lancar.

2.3.2. Diagram SIPOC (Supplier,Input,Process,Output,Costumer)

Diagram SIPOC dapat digunakan untuk memberikan batasan atau ruang

lingkup penelitian sepanjang value stream. Diagram SIPOC adalah alat yang

digunakan untuk mengidentifikasikan elemen yang berkaitan untuk pengembangan

proses sebelum proses pengembangan itu dimulai. Penggambaran ruang lingkup

dilakukan sebelum penggambaran lebih rinci untuk setiap proses. Nama SIPOC

merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:

a. Suppliers adalah orang, departemen atau organisasi yang memberikan

informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu

proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat

dianggap sebagai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).

b. Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers) kepada

proses.

Page 10: LEAN MANUFACTURING

16

c. Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara ideal

menambah nilai kepada inputs (proses transformasi nilai tambah kepada

inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.

d. Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri

manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi

(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi kunci

dari proses.

e. Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang menerima

outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses

sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal customers).

Langkah-langkah dalam membuat Diagram SIPOC adalah:

1. Membuat suatu wilayah diagram yang memungkinkan untuk diisi dengan

elemen-elemen berkaitan. Diagram diberi keterangan Supplier, Input,

Process, Output, dan Costumer pada bagian atas.

2. Identifikasikan setiap level proses produksi.

3. Identifikasikan output dari setiap proses.

4. Identifikasikan konsumen yang akan menerima output dari proses.

5. Identifikasikan input yang diperlukan untuk setiap proses agar dapat

berfungsi dengan baik.

Page 11: LEAN MANUFACTURING

17

6. Identifikasikan supplier dari input yang dibutuhkan proses.

7. Identifikasikan kebutuhan dari konsumen

2.3.3. Continuous Improvement dengan 5S

Konsep dalam 5S adalah bagaimana mencari pemborosan dan kemudian

mencoba menghilangkannya. Dalam penerapan konsep 5S ini diharapkan tidak

adanya waktu yang terbuang untuk mencari peralatan yang hendak digunakan. 5S

terdiri dari 5 kata dalam bahasa Jepang, yaitu:

a. Seiri, terkait dengan memindahkan item-item yang sudah tidak terpakai lagi

b. Seiton, terkait dengan peletakkan item yang tepat pada area yang tepat.

c. Seiso, terkait dengan membersihkan seluruh tempat kerja.

d. Seiketsu, memperbaiki standar yang tinggi dalam pengaturan housekeeping

dan tempat kerja.

e. Shitsuke, kemampuan manajemen dalam melatih pekerja untuk mengikuti

aturan housekeeping.

Page 12: LEAN MANUFACTURING

18

2.3.4. Value Stream Mapping

Value Stream Mapping adalah salah satu metode pemetaan aliran produksi

dan aliran informasi untuk memproduksikan satu produk atau satu famili produk,

tidak hanya pada masing-masing area kerja, tetapi pada tingkat total produksi serta

mengidentifikasi kegiatan yang value added dan non value added.

Value Stream Mapping secara visual memetakan aliran material dan informasi

secara menyeluruh dimulai dari kedatangan bahan baku dari supplier melalui semua

tahap proses produksi hingga pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Tujuan

pemetaan ini adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis pemborosan di sepanjang

proses produksi dan untuk mengambil langkah dalam upaya mengeliminasi

pemborosan tersebut. Langkah yang diambil dalam upaya mengeliminasi pemborosan

adalah dengan caramemperbaiki keseluruhan aliran bukan hanya mengoptimalkan

aliran secara sepotong-sepotong. Hal ini dapat membantu pihak perusahaan

mengambil keputusan dalam memperbaiki keseluruhan proses produksi (Mike,

Rother & John Shock. 2003. Ibid) .

Value stream mapping dapat menyajikan suatu titik balik yang optimal bagi

setiap perusahaan yang ingin menjadi lean. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh

dengan penerapan konsep value stream mapping adalah sebagai berikut :

1. Membantu perusahaan menggambarkan aliran produksi secara keseluruhan

mulai dari proses awal hingga proses akhir, bukan hanya satu proses tunggal.

Dengan demikian akan terlihat jelas seluruh aliran.

Page 13: LEAN MANUFACTURING

19

2. Pemetaan membantu perusahaan melihat segala pemborosan dan sumber

pemborosan yang terjadi di sepanjang aliran produksi

3. Value stream mapping memberikan pemahaman mengenai proses manufaktur

dalam bahasa yang umum.

4. Value stream mapping menggabungkan antara teknik dan konsep lean yang

dapat membantu perusahaan untuk menghindari pemilihan teknik dan konsep

yang asal-asalan.

5. Sebagai dasar dari rencana implementasi. Dengan membantu perusahaan

merancang bagaimana mengoperasikan keseluruhan aliran dari setiap proses

kegiatan – merancang bagian yang hilang dalam mengupayakan lean

manufacturingdiharapkan. Value stream map merupakan sebuah rencana

dalam strategi implementasi lean.

6. Value stream mapping menunjukkan hubungan antara aliran informasi dan

aliran material.

7. Value stream mapping jauh lebih berguna dibandingkan metode kuantitatif

lainnya yang menghasilkan perhitungan non value added, lead time, jarak

perpindahan, jumlah persediaan, dsb. Value stream mapping merupakan

sebuah metode kualitatif yang menggambarkan secara terperinci bagaimana

seharusnya fasilitas produksi dioperasikan dalam usaha menciptakan aliran.

Value stream mapping merupakan metode yang bagus digunakan untuk

Page 14: LEAN MANUFACTURING

20

menggambarkan apa yang sebenarnya akan dilakukan dalam upaya untuk

memberikan pengaruh terhadap perhitungan-perhitungan yang dilakukan.

Dalam value stream mapping, ada dua pemetaan yang harus

digambarkan yaitu pembuatan current state map dan future state map.

Pembuatan current state map dilakukan untuk memetakan kondisi lantai

produksi aktual, dimana segala informasi yang terdapat dalam setiap proses

dicantumkan dalam pemetaan. Current state map digunakan untuk

mengidentifikasi pemborosan dan sumber pemborosan yang terjadi. Setelah

identifikasi pemborosan dilakukan, maka dapat digambarkan future state map.

Future state map merupakan pemetaan kondisi perusahaan di masa

mendatang sebagai usulan rancangan perbaikan dari current state map yang

ada. Petunjuk pembuatan current state map adalah sebagai berikut:

1. Penentuan Family Product yang akan dijadikan sebagai Model Line

Tahap ini merupakan tahap awal dalam menggambar Current State

Map. Setelah mengetahui konsep yang benar tentang Lean, maka pada

tahap ini perlu ditentukan produk yang akan dijadikan model line

sebagai target perbaikannya. Tujuan pemilihan model-line adalah agar

penggambaran sistem fokus pada satu produk saja yang bisa dianggap

sebagai acuan dan representasi dari sistem produksi yang ada.

Mengidentifikasi suatu family product dapat dilakukan baik dengan

menggunakan produk dan matriks proses untuk mengklasifikasikan

Page 15: LEAN MANUFACTURING

21

langkah proses yang sama untuk produk yang berbeda. Untuk

menentukan famili produk mana yang akan dipetakan tergantung

keputusan perusahaan yang dapat ditentukan dari pandangan bisnis

seperti tingkat penjualan, atau menurut fokus perusahaan.

2. Penentuan Value Stream Manager

Untuk meluhat value-stream suatu produk secara keseluruhan tentunya

perusahaan perlu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga

batasan-batasan organisasi dalam perusahaan perlu diterobos. Karena

pada dasarnya perusahaan cenderung terorganisir untuk setiap

departemen (proses) dan terbatas pada fungsinya masing-masing.

Sehingga biasanya orang hanya bertanggungjawab pada apa yang

menjadi bagiannya (pada areanya saja) tanpa perlu mengetahui proses

secara keseluruhan menurut sudut pandang value-stream. Oleh karena

itu dalam memetakan value-stream agar nantinya dapat dibuat suatu

usulan perancangan, diperlukan seorang Value-stream Manager yakni

orang yang paham mengenai proses keseluruhan dalam value-stream

suatu produk sehingga dapat membantu dalam memberikan saran bagi

perbaikan value-stream produk tersebut.

3. Pembuatan Peta Untuk Setiap Kategori Proses (Door-to-Door Flow) di

Sepanjang Value-stream

Page 16: LEAN MANUFACTURING

22

Keadaan sebenarnya di lapangan diperoleh saat penggambar berjalan

di sepanjang proses aktual value stream dari proses produksi yang

aktual. Melakukan pengamatan mendetail untuk setiap kategori proses.

Untuk setiap proses, maka seluruh informasi kritis termasuk lead time,

cycle time, changeover time, uptime, EPE (ukuran batch produksi),

jumlah operator dan waktu kerja (sudah dikurangi dengan waktu

istirahat), level inventory, dll. perlu didokumentasikan. Yang

semuanya akan dimasukkan dalam suatu data box untuk masing-

masing proses. Level inventory pada peta seharusnya disesuaikan

dengan level pada waktu pemetaan aktual dan bukan berdasarkan

rataan karena penting untuk menggunakan gambar aktual daripada

rata-rata historis yang disediakan oleh perusahaan.

Untuk setiap pembuatan data box, maka ukuran-ukuran yang

diperlukan antara lain:

a. Cycle Time (C/T)

Cycle time (C/T) merupakan salah satu ukuran penting yang

dibutuhkan dalam kegiatan Lean selain Value-creating time (VCT)

dan Lead time (L/T). Cycle time menyatakan waktu yang dibutuhkan

oleh satu operator untuk menyelesaikan seluruh elemen/kegiatan

kerja dalam membuat satu part sebelum mengulangi kegiatan untuk

membuat part berikutnya. Value-creating time (VCT) menyatakan

Page 17: LEAN MANUFACTURING

23

waktu keseluruhan elemen kerja yang biasa mentransformasikan

suatu produk dalam cara yang rela dibayar oleh konsumen. Lead time

(L/T) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk seluruh proses atau

dalam satu value stream, mulai dari awal hingga akhir proses.

Biasanya : VCT < C/T < L/T

b. Change-over Time (C/O)

Menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merubah posisi (switch)

dari memproduksi satu jenis produk menjadi produk yang lainnya.

Dalam hal ini biasanya changeover time menyatakan waktu untuk

memindahkan dari posisi kiri menjadi posisi kanan dalam pembuatan

satu produk simetris.

c. Uptime

Menyatakan kapasitas mesin yang digunakan dalam mengerjakan

satu proses. Kapasitas mesin bersifat on-demand machine uptime.

Artinya informasi mesin ini tetap.

d. Jumlah Operator

Menyatakan jumlah orang yang dibutuhkan saat untuk satu proses.

e. Waktu Kerja

Waktu kerja yang dibutuhkan untuk tiap shift pada suatu proses

sesudah dikurangi dengan waktu istirahat (break), waktu rapat

(meeting), dan waktu membersihkan area kerja (cleanup times).

Page 18: LEAN MANUFACTURING

24

Simbol-simbol yang digunakan dalam penggambaran value stream mapping

dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Simbol-simbol yang Digunakan dalam Value Stream Mapping

Nama Simbol Arti

Costomer/

Supplier

Simbol ini merepresentasikan Supplier

bila diletakkan di kiri atas, yakni

sebagai titik awal yang umum

digunakan dalam penggambaran aliran

material. Sementara gambar akan

merepresentasikan Customer bila

ditempatkan di kanan atas, biasanya

sebagai titik akhir aliran material.

Dedicated Process

Simbol ini menyatakan proses, operasi,

mesin atau departemen yang dilalui

aliran material. Secara khusus, untuk

menghindari pemetaan setiap langkah

proses yang tidak diinginkan, maka

simbol ini biasanya merepresentasikan

satu departemen dengan aliran internal

yang kontinu.

Page 19: LEAN MANUFACTURING

25

Shared Process Simbol ini menyatakan operasi, proses,

departemen atau stasiun kerja dengan

famili-famili yang saling berbagi dalam

value-stream. Perkiraan jumlah

operator yang dibutuhkan dalam value

stream dipetakan, bukan sejumlah

operator yang dibutuhkan untuk

memproduksi seluruh produk

Data Box Simbol ini memiliki lambang-lambang

di dalamnya yang menyatakan

informasi/data yang dibutuhkan unuk

menganalisis dan mengamati sistem.

C/T adalah waktu siklus yang

dibutuhkan untuk memproduksi satu

barang sampai barang yang akan

diproduksi selanjutnya datang. C/O

adalah changeover time yang

merupakan waktu pergantian produksi

satu produk dalam suatu proses untuk

yang lainnya. Uptime adalah persentase

Page 20: LEAN MANUFACTURING

26

waktu yang tersedia pada mesin untuk

proses

Operator Simbol ini merepresentasikan operator.

Lambang ini menunjukkan jumlah

operator yang dibutuhkan untuk

melakukan suatu proses.

Inventory Simbol ini menunjukkan keberadaan

suatu inventory diantara dua proses.

Ketika memetakan current state,

jumlah inventory dapat diperkirakan

dengan satu perhitungan cepat, dan

jumlah tersebut dituliskan dibawah

gambar segitiga. Jika terdapat lebih

dari satu akumulasi inventory, gunakan

satu lambang untuk masing-masing

inventory. Lambang ini juga dapat

digunakan untuk merepresentasikan

penyimpanan bagi raw material dan

finished goods.

Page 21: LEAN MANUFACTURING

27

Shipment Simbol ini merepresentasikan

pergerakan raw material dari supplier

hingga menuju gudang penyimpanan

akhir di pabrik. Atau pergerakan dari

produk akhir di gudang penyimpanan

pabrik hingga sampai ke konsumen.

Tabel 2.1. Simbol-simbol yang Digunakan dalam Value Stream Mapping

(Lanjutan)

Push Arrows Simbol ini merepresentasikan

pergerakan material dari satu proses

menuju proses berikutnya.

External Shipments

Simbol ini berarti pengiriman yang

dilakukan dari supplier ke konsumen

atau pabrik ke konsumen dengan

menggunakan pengangkutan eksternal

(di luar pabrik).

Page 22: LEAN MANUFACTURING

28

Production Control Simbol ini memrepresentasikan

penjadwalan produksi utama atau

departemen pengontrolan, orang atau

operasi

Manual Info Simbol anak panah yang lurus dan tipis

menunjukkan aliran informasi umum

yang bisa diperoleh melalui catatan,

laporan ataupun percakapan

Other Menyatakan informasi atau hal lain

yang penting

Timeline Menunjukkan waktu yang memberikan

nilai tambah (cycle times) dan waktu

yang tidak memberikan nilai tambah

(waktu menunggu). Gunakan lambang

ini untuk menghitung Lead Time dan

Total Cycle Time.

Sumber: Rother, M & Shook, J, Learning to See, ,2003, The Lean Enterprise Institute, appendix A

Setelah membuat Current State Map, maka langkah terakhir dalam

value stream mapping adalah membuat suatu future state map. Tujuan dari

Page 23: LEAN MANUFACTURING

29

value stream mapping adalah untuk mengetahui dengan jelas sumber-sumber

pemborosan dan membantu membuat area target bagi proses perbaikan yang

nyata. Future state map tidaklah lebih dari sekedar pengimplementasian

rencana yang menjelaskan jenis tool yang dibutuhkan dalam proses lean untuk

mengeliminasi pemborosan dan dimana (pada proses apa) tool tersebut

diperlukan dalam value stream suatu produk. Pembuatan suatu future state map

diawali dengan menjawab serangkaian pertanyaan terkait masalah yang

menyebabkan perlu dibangunnya suatu future state map, dan juga implementasi

teknis terkait penggunaan tools dalam proses lean. Penemuan akar masalah

dapat menggunakan Five Why. Future State Map ini diperoleh berdasarkan

analisis dari Current State Map yang telah dibuat sebelumnya dan dengan

menerapkan tool yang sesuai untuk digunakan.

2.4. Pengukuran Waktu

1. Pengukuran Waktu secara Langsung

Yaitu pengukuran yang dilakukan ditempat dimana pekerjaan bersangkutan

dijalankan, ada dua yaitu:

a. Metode Sampling Pekerjaan: Pengamatan dilakukan pada waktu-waktu

tertentu yang telah ditentukan secara acak/random.

Page 24: LEAN MANUFACTURING

30

b. Metode Jam Henti: Menggunakan instrumen stopwatch dimana metode ini

baik diaplikasikan untuk pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-

ulang.

Waktu yang diambil adalah waktu siklus dan beberapa pengujian yang

dilakukan yaitu:

1. Pengujian keseragaman data

Pengujian keseragaman data dilakukan dengan menetapkan batas kontrol

atas dan batas kontrol bawah dari data sebaran tersebut. Penentuan batas

control atas dan batas kontrol bawah tergantung pada tingkat ketelitian

dan tingkat keyakinan yang telah ditetapkan. Untuk tingkat ketelitian 7%

dan tingkat keyakinan 93% batas kontrol data ditentukan oleh rumusan

matematis yang diperoleh secara statistik yaitu:

Batas kontrol atas = x + 3 σ ………………………(2.1)

Batas kontrol bawah = x – 3 σ ……………………….(2.2)

Dimana : x = rata-rata nilai pengamatan

σ = standar deviasi nilai pengamatan

2. Pengujian jumlah data yang dibutuhkan

Pengujian jumlah data dibutuhkan untuk melihat apakah data yang

tersedia memenuhi tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian yang telah

ditetapkan. Untuk tingkat ketelitian 7% dan tingkat keyakinan 93%

jumlah data yang dibutuhkan adalah :

Page 25: LEAN MANUFACTURING

31

………………(2.3)

Dimana :N’ = jumlah data yang dibutuhkan

N = jumlah data pengamatan

Apabila N’ > N maka diperlukan pengukuran tambahan hingga

memenuhi jumlah yang diperlukan. Apabila N’ < N maka data

pengukuran sudah mencukupi. (Sutalaksana, Iftikar Z, Hal 119-135)

2.5. Penyesuaian dan Kelonggaran

1. Penyesuaian

Penyesuaian merupakan suatu cara yang dilakukan untuk

mendapatkan nilai rata-rata yang wajar sehingga didapatkan waktu normal.

Faktor penyesuaian diperhitungkan jika pengamat berpendapat bahwa pekerja

(operator) bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan

waktu disesuaikan dengan atau dinormalkan terlebih dahulu untuk

mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan

wajar, maka faktor penyesuaian = 1, artinya waktu siklus rata-rata sudah

normal. Jika bekerjanya terlalu lambat maka untuk menormalkannya

N '=[ ZT

α √N ∑ Xi2−(∑ X i)

2

∑ X i]2

Page 26: LEAN MANUFACTURING

32

pengamat harus memberi harga p<1 dan sebaliknya jika bekerja terlalu cepat

maka p>1

Ketidakwajaran harus diwajarkan untuk mendapatkan waktu normal.

Untuk memudahkan konsep wajar, seorang pengamat dapat mempelajari

bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal itu, yaitu jika

seorang operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha

yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan,

dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Walaupun

usaha-usaha membakukan konsep bekerja wajar telah dilakukan, namun

penyesuaian tetap tampak sebagai suatu yang subjektif. Hal inilah yang

dipandang sebagai kelemahan pengukuran waktu dilihat secara ilmiah.

Namun bagaimanapun penyesuaian harus dilakukan karena ketidakwajaran

yang menghasilkan ketidaknormalan data merupakan sesuatu hal yang bisa

terjadi. Sehubungan dengan faktor penyesuaian dikembangkanlah cara untuk

mendapatkan harga p termasuk cara-cara yang berusaha seobjektif mungkin

(Sutalaksana, Iftikar Z,1979).

Dalam melakukan penyesuaian ini digunakan cara penyesuaian

Westinghouse yang mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap

menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan,

usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Keterampilan atau skill didefinisikan

sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Usaha adalah

Page 27: LEAN MANUFACTURING

33

kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan pekerja (operator) ketika

melakukan pekerjaannya. Keterampilan dan usaha mempunyai hubungan

yang erat, dalam kenyataannya banyak terjadi pekerja yang mempunyai

keterampilan yang rendah tetapi mempunyai usaha yang lebih sungguh-

sungguh sebagai imbangnya, namun kadang-kadang usaha yang begitu besar

sehingga nampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan dikarenakan

keterampilan yang minim. Sebaliknya seseorang yang mempunyai

keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak didukung

dihasilkannya performance yang lebih baik. Oleh karena itu cara

Westinghouse memisahkan faktor keterampilan dan usaha (Sutalaksana,

Iftikar Z, 1979).

Yang dimaksud dengan dengan kondisi kerja pada cara Westinghouse

adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur,

dan kebisingan ruangan. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah

keterampilan, usaha, dan konsistensi. Faktor ini perlu diperhatikan karena

kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat

tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja

selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan

dari hari ke hari. Berikut ini merupakan tabel penyesuaian menurut

Westinghouse:

Page 28: LEAN MANUFACTURING

34

Tabel 2.2 Penyesuaian menurut Westinghouse

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

Ketrampilan

Usaha

Superskill

Excelent

Good

Average

Fair

Poor

Excessive

Excellent

Good

Average

Fair

A1

A2

B1

B2

C1

C2

D

E1

E2

F1

F2

A1

A2

B1

B2

C1

C2

D

E1

+ 0,15

+ 0,13

+ 0,11

+ 0,08

+ 0,06

+ 0,03

0,00

- 0,05

- 0,10

- 0,16

- 0,22

+ 0,13

+ 0,12

+ 0,10

+ 0,08

+ 0,05

+ 0,02

0,00

- 0,04

Page 29: LEAN MANUFACTURING

35

Kondisi Kerja

Konsistensi

Poor

Ideal

Excellenty

Good

Average

Fair

Poor

Perfect

Excellent

Good

Average

Fair

Poor

E2

F1

F2

A

B

C

D

E

F

A

B

C

D

E

F

- 0,08

- 0,12

- 0,17

+ 0,06

+ 0,04

+ 0,02

0,00

- 0,03

- 0,07

+ 0,04

+ 0,03

+ 0,01

0,00

- 0,02

- 0,04

Sumber : (Sutalaksana, Iftikar Z, 1979)

2. Kelonggaran

Kelonggaran terbagi untuk tiga hal, yaitu :

a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi.

b. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique.

c. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan

Page 30: LEAN MANUFACTURING

36

Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh

pekerja (operator), dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat

ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan

waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. Adapun besarnya kelonggaran

berdasarkan faktor yang berpengaruh dimana terdiri dari faktor :

Tenaga yang dikeluarkan

Sikap kerja

Gerakan kerja

Kelelahan mata

Keadaan temperatur tempat kerja

Keadaan atmosfer

Keadaan lingkungan yang baik

Pelengkap (kelonggaran untuk kebutuhan pribadi pria dan wanita)

Sumber : (Sutalaksana, Iftikar Z, 1979)

2.6. Waktu Baku

Jika pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki

keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat-tingkat

ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran

waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan

Page 31: LEAN MANUFACTURING

37

waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul itu

adalah sebagai berikut :

a. Hitung waktu siklus rata-rata dengan :

W s=∑ Xi

k ………………………….

(2.4)

Dimana Xi dan k telah terdapat pada bahasan diatas

b. Hitung Waktu Normal dengan :

W n=W s X P ………………………… (2.5)

Dimana P adalah penyesuaian dan telah ada pembahasan di atas

c. Hituung Waktu Baku dengan :

W b=W n X (1+L) ……………………………………………….. (2.6)

Diaman 1 adalah kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada

pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan disamping waktu normal.

Sumber : (Sutalaksana, Iftikar Z,1979)

2.7. Diagram Pareto

Alfredo Pareto adalah orang yang pertama kali memperkenalkan diagram

pareto ini. Tujuannya pada saat itu untuk mendistribusikan kesejahteraan masyarakat,

kemudian Dr. Joseph Juran mengembangkannya lagi sehingga dapat digunakan pada

berbagai macam bidang. Diagram pareto adalah grafik yang menguraikan klasifikasi

Page 32: LEAN MANUFACTURING

38

data secara menurun mulai dari kiri ke kanan. Diagram pareto digunakan untuk

mengidentifikasi masalah dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Tahun

1949, George K Zipf, seorang professor dari Harvard University, mengembangkan

wilayah penelitian dengan menjadikan temuan Pareto sebagai acuan. Hasilnya bahwa

manusia, benda-benda, waktu, keahlian, atau semua alat produksi telah memiliki aturan

alamiah yang berkaitan antara hasil dan aktivitas dengan jumlah perbandingan mulai dari

80/20 atau 70/30.

Contoh di bidang lain mengindikasikan bahwa 20% kesalahan atau

penyimpangan akan menyebabkan 80% masalah yang timbul. Para manajer proyek akan

mengatakan bahwa 20% pekerjaan akan menyita 80% waktu dan sumber daya. Para

pengusaha akan mengatakan bahwa 20% stok barang akan memakan 80% tempat

penyimpanan, atau 80% stok barang berasal dari 20% pemasok. Para peritel mengatakan

bahwa 20% pelanggan akan menghasilkan 80% penjualan.

Pareto diagram adalah suatu diagram yang menggambarkan urutan masalah menurut

bobotnya yang dinyatakan dengan frekuensinya. Kegunaannya adalah untuk:

a. Menentukan jenis persoalan utama.

b. Membandingkan masing-masing jenis persoalan terhadap keseluruhan.

c. Menunjukkan tingkat perbaikan yang berhasil dicapai.

d. Membandingkan hasil perbaikan masing-masing jenis persoalan sebelum dan

setelah perbaikan.

Contoh penggunaan diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Page 33: LEAN MANUFACTURING

39

Hole Hike Nakabari Nakagore10000

15000

20000

25000

30000

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Di a g r a m P a r e to J e ni s Re je c t P a da Kr a n

Frekuensi

Persentase Komulatif

Jenis Reject

Fre

kuen

si

Per

sen

tase

Kom

ula

tif

Gambar 2.1. Diagram Pareto

2.8. Peta Kontrol

Merupakan suatu peta yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proses

berada dalam keadaan stabil atau tidak. Apabila semua data berada dalam batas

kontrol, maka proses dikatakan dalam batas kendali (stabil). Bagan ini menunjukkan

penyebab penyimpangan, walaupun adanya penyimpangan akan terlihat pada bagan

pengendalian tersebut. Bagan ini merupakan peta garis dengan mencantumkan batas-

batas daerah pengendalian. Contoh gambar peta control dapat dilihat pada gambar

2.2.

Page 34: LEAN MANUFACTURING

40

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 120.0100

0.0150

0.0200

0.0250

0.0300

0.0350

0.0400

0.0450

0.0500

0.0550

Peta Kontrol P

UCL

CL

P

LCL

Bulan

Pro

por

si r

ejac

t

Gambar 2.2 Peta Kontrol P

2.9. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)

Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram)

yang diperkenalkan pertama sekali oleh Prof. Kaoru Ishikawa pada tahun 1943.

Diagram ini berguna untuk menganalisis dan menemukan faktorfaktor yang

berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output

kerja. Di samping itu, diagram ini berguna untuk mencari penyebab-penyebab yang

sesungguhnya dari suatu masalah. Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya

penyimpangan kualitas hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5

faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Manusia (Man)

b. Metode kerja (Work Method)

Page 35: LEAN MANUFACTURING

41

c. Mesin atau peralatan kerja lainnya (Machine/Equipment)

d. Bahan baku (raw material)

e. Lingkungan kerja (work environment)

Cause-Effect diagram mempunyai kegunaan yang cukup banyak baik dalam

peningkatan kualitas maupun dalam hal-hal lain. Beberapa kegunaan dari Cause-

Effect diagram adalah:

1. Sebagai alat untuk training.

2. Sebagai alat untuk mengarahkan diskusi pada faktor-faktor yang

dominan.

3. Dapat dijadikan petunjuk dalam pengumpulan dan pencatatan data.

4. Dapat menunjukkan tingkat kemampuan dari pekerja.

Gambar 2.3. Diagram Sebab Akibat