Upload
mariana-ade-cahaya
View
364
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
MODEL PEMBELAJARAN
LEARNING CYCLE
Mata Kuliah : Pengajaran Biologi
Disusun Oleh:
1. Afianti Sulastri
2. Suci Lestari
SEKOLAH PASCASARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
L e a r n i n g C y c l e | 1
A. Pembahasan
1. Learning Cycle (Siklus Belajar)
Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang
berlandaskan pada pandangan konstruktif. Pandangan ini berasumsi bahwa
mengajar bukan sebagai proses di mana gagasan-gagasan guru (dosen) diteruskan
pada para peserta didik, melainkan sebagai proses untuk mengubah dan
membangun gagasan-gagasan peserta didik yang sudah ada. Seperti yang
diungkapkan oleh Salandanan (2000:19) dalam Laporan Penelitian Purniati, dkk.:
―Knowledge therefore is the result of the learners own construction of reality. It
involves a countinous creation of rules to explain an observation, and it process,
cheks new information against prior knowledge to come up with a new
understanding”. Pernyataan tersebut mengartikan bahwa pengetahuan merupakan
hasil dari konstruksi pembelajar berdasarkan kenyataan, termasuk menjelaskan
suatu pengamatan, melawan informasi baru yang datang dengan pemahaman baru.
Model pembelajaran ini pertama kali diperkenalkan oleh Karplus dan
Thier (Lawson, 1994 dalam Kartika, 2007: 17 dalam Anonim, __)
mengungkapkan bahwa ketiga tahapan dalam siklus belajar adalah exploration,
invention, dan discovery, tetapi hal ini terus mengalami perkembangan hingga
Lawson (1994: 136) dalam Anonim mengemukakan bahwa ada tiga tahap dalam
siklus belajar, yaitu ekplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep, seperti
ditunjukkan dalam diagram berikut:
Eksplorasi
Tanya jawab
Tes Awal
Demonstrasi
Percobaan
Pengenalan
Konsep
Diskusi
Konsep Baru
Penjelasan
Pemantapan
Penyimpulan
Aplikasi Konsep
Contoh Lain
Demonstrasi
Kembali
Kegiatan
Gambar: Tiga Tahapan Siklus Belajar
L e a r n i n g C y c l e | 2
Terdapat istilah-istilah yang berbeda pada penamaan fase-fase dalam
model Learning Cycle ini. Lawson (Wiratmo, 2000:28) dalam Laporan Penelitian
Purniati, dkk menggunakan istilah exploration, concept introduction, dan concept
application. Senada dengan yang diungkapkan Lawson, Dahar (1989:198) dalam
Laporan Penelitian Purniati, dkk., juga mengemukakan bahwa fase-fase dalam
Learning Cycle, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi
konsep. Sedangkan Lorsbach (2002:1) dalam Laporan Penelitian Purniati, dkk.,
menyatakan bahwa Learning Cycle mempunyai lima bagian yang saling
berkaitan, dikenal dengan 5 E’s, yaitu: engage (mendorong), explore
(mengeksplorasi), explain (menjelaskan), extend (memperluas), dan evaluate
(mengevaluasi). Meskipun memiliki istilah yang berbeda, namun pada dasarnya
fase-fase dalam Learning Cycle mempunyai tujuan yang sama, yaitu menggali
ide-ide peserta didik, mengadakan klarifikasi dan perluasan terhadap ide-ide
tersebut, kemudian merefleksikannya secara eksplisit.
Abruscato & DeRosa (2010) dalam laporan penelitian Pujianto,
mengemukakan, siklus belajar adalah sebuah model bagaimana seseorang
menemukan pengetahuan baru. Siklus belajar menyediakan kerangka pikir bagi
pendidik untuk mendesain pengalaman pembelajaran yang efektif.
Keunggulan dari model pembelajaran Learning Cycle antara lain:
merangsang siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran yang telah
didapatkan sebelumnya, memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih
aktif dan menambah rasa keingintahuan, melatih siswa belajar menemukan
konsep melalui kegiatan eksperimen, melatih siswa untuk menyampaikan secara
lisan konsep yang telah dipelajari, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
L e a r n i n g C y c l e | 3
berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang
telah dipelajari (dalam skripsi Nugraheni, 2012).
Ada berbagai bentuk siklus belajar yang kita kenal. Salah satu dari siklus
belajar ini adalah siklus belajar 5E. Siklus belajar 5E terdiri dari engagement,
exploration, explanation, elaboration, dan evaluation (dalam Laporan Penelitian
Pujianto, 2011).
1). Engagement (Keterlibatan)
Pembelajaran yang efektif akan terjadi jika siswa mempelajari sesuatu
yang memiliki makna. Sebagaimana seorang penulis novel atau film, mereka
harus dengan cepat mengangkap perhatian pembaca atau penonton. Demikian
halnya seorang guru sekolah, mereka akan menemukan bahwa kesempatan untuk
menangkap dan memegang perhatian anak seringkali tertutup dengan cepat.
Seorang guru harus menyusun sebuah skenario yang digunakan untuk menarik
perhatian siswa sekaligus menetapkan pertanyaan utama yang meningkatkan
keinginan anak untuk mempelajari mata pelajaran tersebut (Abruscato, 2010: 44
dalam Laporan Penelitian Pujianto, 2011). Melalui fase inilah hal tersebut
dilakukan. Melalui fase ini guru akan mengetahui tentang apa yang telah diketahui
oleh siswa tentang topik yang akan mereka pelajari sekaligus memotivasi mereka
untuk mempelajarinya (Ciappetta & Koballa, Jr, 2010: 129 dalam Laporan
Penelitian Pujianto, 2011).
Terdapat tiga tipe pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk mencari tahu
lebih dalam: memperoleh informasi, pengajuan pertanyaan umum, ―Saya ingin
tahu apa yang terjadi ketika ...?‖ misalnya, ―Saya ingin tahu pada tahapan apa ulat
berubah menjadi kupu-kupu?‖ atau ―Fase apa saja yang dilewati bulan selama satu
L e a r n i n g C y c l e | 4
bulan?‖ Pertanyaan dapat juga bersifat eksperimental, ―Apa yang akan terjadi
jika.....?‖ Seperti halnya, ―Apa yang akan terjadi jika kita meletakkan tanaman di
dalam almari?‖ Terakhir, pertanyaan dapat juga ―Bagaimana cara melakukannya‖
atau ―Bagaimana saya dapat membangun jembatan yang lebih baik‖ (Abruscato,
2010: 45 dalam Laporan Penelitian Pujianto, 2011).
Pada dasarnya, seluruh anak ingin mengetahui apa yang terjadi pada
lingkungan sekitarnya. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka kemukakan berasal
dari apa yang mereka amati—―Mengapa itu dapat terjadi?‖ Mereka juga masih
memiliki kepolosan sehingga akan mudah tertarik dengan kejadian-kejadian yang
tidak sesuai dengan pikiran mereka. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat
dilakukan guru adalah memancing rasa ingin tahu mereka sehingga muncul
respon positif yang berupa pertanyaan. Cara itu, menurut Wright dalam Laporan
Penelitian Pujianto, dilakukan dengan memberikan kejadian-kejadian ganjil
(discrepant events) pada siswa. Dinamakan kejadian aneh karena kejadian ini
―tidak masuk akal‖ bagi seorang anak sekolah dasar. Hasil sebuah discrepant
events merupakan kejadian yang sangat berbeda dari yang dibayangkan oleh siswa
(Friedl, 1991: 3–4 dalam Laporan Penelitian Pujianto, 2011).
Kejadian-kejadian ganjil merupakan kejadian yang menurut peserta didik
aneh dan tidak sesuai dengan konsepsi awal mereka. Kejadian ganjil akan
mengejutkan, membuat peserta didik heran, dan bertanya-tanya. Kejadian-
kejadian ganjil merupakan kejadian yang tidak sesuai dengan ―kaidah alam‖ yang
terbangun di dalam benak pada umumnya. Hasil kejadian ganjil, setelah
didemonstrasikan, sangat berbeda dengan prediksi sebelum kejadian ganjil
didemonstrasikan. Menurut Lawson & Wollman dalam Collette & Chiappetta
L e a r n i n g C y c l e | 5
(1994: 93) dalam Laporan Penelitian Pujianto, kejadian yang disajikan harus
dipilih sedemikian rupa sehingga tidak dapat dijawab oleh siswa menggunakan
pengetahuan awal yang mereka miliki.
Pada tahap ini guru :
a). membangkitkan minat;
b). membangkitkan rasa ingin tahu;
c). mengajukan pertanyaan, dan
d). mendatangkan jawaban sehingga membuka apa yang di ketahui oleh siswa
mengenai topik konsep (Carin dan Bass, 2000:132)
2). Exploration (Eksplorasi)
Eksplorasi menyediakan kesempatan bagi anak untuk memperoleh
informasi baru yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan utama. Informasi
yang baru tersebut hendaknya menantang siswa dan mengarahkan mental siswa
menuju asimilasi dan akomodasi yang semakin memperbaiki model mental siswa
sehingga fenomena yang dihadapi semakin dipahami. Aktivitas dalam fase ini
sifatnya terpusat pada siswa. Aktivitas yang dilakukan oleh siswa bisa berbentuk
memperoleh informasi atau bereksperimen (Abruscato, 2010: 44 dalam Laporan
Penelitian Pujianto,2011).
Desain pembelajaran pada fase ini hendaknya memberikan pengalaman
konkret bagi siswa terkait dengan konsep atau prinsip yang akan mereka pelajari.
Siswa diarahkan untuk memikirkan tentang karakteristik dan pola yang
terkandung dalam fenomena yang mereka temui dalam firs-hand experiences
mereka. Siswa diminta untuk merekam pengamatan dan menata
L e a r n i n g C y c l e | 6
(mengorganisasikan) data atau informasi yang mereka peroleh (Ciappetta &
Koballa, Jr, 2010: 129 dalam Laporan Penelitian Pujianto, 2011).
Pada tahap ini guru :
a). mendorong siswa untuk bekerja tanpa pengajaran langsung dari guru.
b). mengamati dan mendengarkan siswa saat mereka saling berinteraksi.
c). mengajukkan pertanyaan penyelidikan untuk mengarahkan penilitian siswa.
d). memberikan waktu untuk meneliti.
e). menyediakan waktu agar siswa dapat memecahkan masalah.
f). bertindak sebagasi konsultan bagi siswa (Carin dan Bass,2000: 139),
sedangkan siswa pada tahap ini berfikir bebas, namun dalam batasan aktifitas,
menguji prediksi dan hipotesis. Membentuk prediksi baru dan hipotesis.
Mencoba alternatif dan mendiskusikannya dengan yang lain. Mencatat
pengamatan dan gagasan dan menangguhkan penilaian (Carin dan Bass,
2000:140) (dalam Shidiq, 2011).
3). Explanation (Penjelasan)
Dalam fase ini, siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan apa yang
telah mereka temukan selama fase eksplorasi. Jika eksplorasi berjalan efektif,
anak akan membuat hubungan yang menjawab pertanyaan utama. Jika anak
menunjukkan miskonsepsi, guru harus mengoreksinya dengan menantang pikiran
anak yang salah melalui perolehan data baru. Fase ini merupakan saat model
eksplanatori dibentuk. Penjelasan (explanation) dapat disajikan menggunakan
tulisan, diagram, secara lisan, atau kinestetik melalui simulasi (Abruscato, 2010:
44–45; 71 dalam Laporan Penelitian Pujianto,2011).
L e a r n i n g C y c l e | 7
Pada tahap ini guru :
a). Mendorong siswa menjelaskan konsep dan definisi dengan kata-kata sendiri
Meminta bukti (justifikasi) dan klasifikasi dari siswa
b). Secara formal menyediakan definisi, penjelasan
c). Menggunakan pengalaman siswa sebelumnya sebagai dasar untuk
menjelaskan konsep (Carin dan Bass, 2000:144) (dalam Shidiq, 2011).
4). Elaboration (Elaborasi)
Fase elaborasi merupakan saat para anak mengaplikasikan, berlatih, dan
mentransfer pengetahuan baru yang mereka peroleh. Seringkali, fase ini
menantang anak untuk mengaplikasikan pengetahuan baru mereka ke dalam
konteks yang berbeda, menguatkan dan memperdalam pemahaman mereka
terhadap informasi baru tersebut (Abruscato, 2010: 45 dalam Laporan Penelitian
Pujianto, 2011).
Pada tahap ini guru ;
a). Siswa menggunakan definisi, identifikasi dan yang di berikan sebelumnya
b). Mendorong siswa untuk menerapkan atau memperluas konsep serta
keterampilan dalam situasi baru
c). Meningkatkan siswa tentang penjelasan alternatif
d). Merujuk siswa pada data dan bukti yang ada serta bertanya. (dalam Shidiq,
2011)
5). Evaluation (Evaluasi)
Evaluasi dapat berbentuk formatif dan sumatif. Evaluasi formatif
dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Tujuannya untuk
memberikan informasi kepada guru dan anak segala sesuatu yang berkaitan
L e a r n i n g C y c l e | 8
dengan kemajuan proses pembelajaran. Melalui evaluasi formatif, guru menerima
umpan balik lewat hasil yang diperoleh siswa. Hasil tersebut menunjukkan apakah
siswa mengalami kemajuan dalam mencapai tujuan pembelajaran ataukah tidak.
Sedangkan siswa akan menerima umpan balik untuk meningkatkan atau
mengarahkan mereka menuju tujuan pembelajaran yang dicapai. Evaluasi sumatif
biasanya dilakukan di akhir bab untuk mengetahui apakah siswa telah belajar apa
yang diajarkan oleh guru (Abruscato, 2010: 45 dalam Laporan Penelitian Pujianto,
2011).
Pada tahap ini guru:
a). Mengamati siswa saat menerapkan konsep dan keterampilan baru
b). Menilai pengetahuan dan keterampilan baru
c). Mencari adanya perubahan cara berfikir atau sikap siswa
d). Memberikan kesempatan bagi siswa menilai pembelajaran mereka sendiri dan
keterampilan proses kelompok (dalam Shidiq, 2011).
Apabila kelima tahapan tersebut digambarkan dalam bentuk siklus, maka
dapat ditampilkan seperti di bawah ini:
L e a r n i n g C y c l e | 9
Kelima tahapan tersebut adalah hal-hal yang harus dilakukan guru untuk
menerapkan prosedur siklus belajar 5E. Guru dan siswa harus mempunyai peran
masing-masing dalam setiap pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan
prosedur siklus belajar. Peran masing-masing guru dan siswa serta aktivitas yang
dianjurkan dalam setiap fase dalam prosedur siklus belajar dapat digambarkan
dalam tabel berikut ini:
5E’s phase Arah Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Engage Memfokuskan
perhatian siswa
Demonstrasi/
menyajikan
fenomena
Mengakses
pengetahuan
yang telah
dimiliki siswa
Menstimulus
berfikir
Membuat
pembelajaran
lebih
menyenangkan
Meningkatkan
keingintahuan
siswa
Meningkatkan
pertanyaan
terhadap siswa
Mendapatkan
respon yang
membangun dari
apa yang siswa
ketahui tentang
konsep yang
dipelajari
Mengajukan pertanyaan,
seperti ―mengapa bisa
terjadi? Bagaimana saya
dapat menemukan
sesuatu tentang ini?‖
Mencari informasi yang
mendukung konsep yang
akan dipelajari
Explore Memberi
kesempatan
pada siswa
untuk:
Berfikir
Menyelidiki
Membaca
sumber yang
autentik
untuk
memperoleh
informasi
Memecahka
n masalah
Mengkonstr
uksi model
Menganjurkan
siswa untuk
bekerja sama
tanpa petunjuk
langsung dari
guru
Mengobservasi
dan
mendengarkan
siswa selagi
mereka
berinteraksi
Memberikan
pertanyaan
arahan mengenai
penyelidikan
terhadap siswa
ketika diperlukan
Berfikir bebas tetapi
dibatasi sesuai dengan
aktivitasnya
Melakukan eksperimen
Mengetes prediksi dan
hipotesis (jika ada)
Mengumpulkan data
autentik atau data
sekunder
Diskusi kelompok
Menjawab
permasalahan
Menyimpulkan temuan
L e a r n i n g C y c l e | 10
Memberikan
waktu pada siswa
untuk
menyelesaikan
masalah
Explain Menganalisis
apa yang telah
dieksplorasi
Diskusi
Penjelasan dari
guru
Menganjurkan
siswa untuk
menjelaskan
konsep dan
definisi menurut
kata-kata mereka
sendiri
Menjelaskan solusi yang
masuk akal berdasarkan
kerja kelompok yang
telah dilakukan
Aktivitas
keterampilan
berfikir:
Membanding
kan,
mengklasifik
asikan,
analisis
kesalahan
Memberikan
pertanyaan arahan
sebagai petunjuk
untuk siswa dan
klarifiksai dari
siswa
Menggunakan
pengalaman siswa
yang sebelumnya
sebagai dasar
untuk
menerapkan dan
menjelaskan
konsep
Mendengarkan
penjelasan kelompok
lain
Memberikan
pertanyaan terhadap
penjelasan siswa lain
Mendengarkan dan
mencoba memahami
penjelasan guru
Menggunakan catatan
hasil observasi untuk
menjelaskan konsep
Extend Memecahkan
masalah
Membuat
keputusan
Mengharapkan
siswa untuk
menggunakan
istilah yang
umum, definisi,
dan memberikan
penjelasan
Menganjurkan
pada siswa untuk
menggunakan
konsep yang telah
dipelajari
sebelumnya
Menggunakan istilah
baru, definisi,
penjelasan, dan
keterampilan yang baru
tetapi dalam situasi
yang sama
Menggunakan informasi
sebelumnya untuk
bertanya,
mengemukakan solusi,
dan membuat keputusan
Aktivitas
dalam
keterampilan
berfikir:
Membandin
gkan,
mengklasifi
kasikan
konsep
Mengarahkan
siswa pada data
yang ada dan
petunjuk, serta
menanyakan, ―apa
yang baru kamu
ketahui? mengapa
kamu berfikir
….?‖
Menggambarkan
kesimpulan yang masuk
akal dari petunjuk
Mengingat kembali
observasi dan
keterangan yang ada
Memeriksa pengertian
diantara teman
L e a r n i n g C y c l e | 11
yang telah
dipelajari
sebelumnya
Evaluate Melakukan
penilaian
internal dan
eksternal
terhadap aspek
pengetahuan,
keterampilan,
dan sikap yang
terbangun
Melakukan tes
Penilaian
penampilan
Menghasilkan
sebuah karya
Mengobservasi
siswa selama
mereka
menggunakan
konsep baru dan
keterampilannya
Menilai
pengetahuan dan
keterampilan
siswa
Melihat bukti
bahwa siswa
mempunyai
perubahan
pemikiran
Mengarahkan
siswa untuk
menilai
pembelajarannya
sendiri
Memberikan
pertanyaan
seperti: ―mengapa
kamu berfikir
….?fakta apa
yang kamu
punya?
Apa yang kamu
tahu tentang ….?
Bagaimana kamu
menjelaskan
tentang ….?
Menjawab pertanyaan
dengan menggunakan
observasi, fakta yang
telah diperoleh, dan
petunjuk-petunjuk
sebelumnya
Mendemonstrasikan
pengertian atau
pengetahuan dari
konsep dan
keterampilan
Mengevaluasi
perkembangan dan
pengetahuan diri
sendiri
Menanyakan
pertanyaan yang ada
hubungannya dengan
penyelidikan untuk
selanjutnya
(Lorsbach, 2006 dalam anonim)
2. Tiga Jenis Siklus Belajar
Siklus Belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu deskriptif,
empiris-induktif (abduktif), dan hipotesis-deduktif (Lawson, 1998:13 dalam
Shidiq, 2011). Perbedaan utama antar ketiganya adalah cara siswa mengumpulkan
data dan jenis olah penalaran yang digunakan selama pembelajaran. Ketiga jenis
L e a r n i n g C y c l e | 12
siklus belajar di atas menggambarkan continuum dari sains deskriptif hingga sains
eksperimental (Dahar, 1989:26 dalam Shidiq, 2011).
Menurut Lawson dalam Shidiq, pada pelajaran deskriptif siswa hanya
menggambakan apa yang mereka amati. Pada pendekatan kedua dan ketiga, siswa
tidak hanya menggambarkan apa yang mereka amati tetapi juga berusaha untuk
membuat hipotesis guna memjelaskan pengamatannya. Ditambah lagi, siswa
mendesain dan melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis. Oleh karena itu,
pendekatan empiris-induktif dan hipotesis-deduktif menumbuhkan penalaran yang
lebih kompleks daripada deskriptif. Ketiganya menunjukan kebutuhan yang
berbeda dalam inisiatif, pengetahhuan dan keterampilan penalaran siswa. Dalam
kaitannya dengan penalaran siswa, siklus belajar deskriptif umumnya hanya
membutuhkan pola deskriptif (urutan, klasifikasi, konservasi) sementara siklus
belajar hipotesis–prediktif membutuhkan pola urutan yang lebih tinggi
(identidfikasi dan variabel kontrol, proporsional, kombinatorial, probabilistik, dan
penalaran korelasional). Siklus belajar empiris-induktif merupakan pertengahan
dan membutuhkan pola penalaran deskriptif, namun umunya melibatkan beberapa
pola urutan yang lebih tinggi juga (Lawson. 2002:67 dalam Shidiq, 2011).
Selama siklus belajar deskriptif, siswa menemukan dan menjelaskan pola
empiris di dalam konteks tertentu (eksplorasi). Guru memberi nama (pengenalan
konsep), lalu pola diidentifikasi dalam konteks tambahan (aplikasi konsep). Jenis
siklus belajar ini di sebut deskriptif karena siswa menggambarkan apa yang
mereka amati tanpa menjelaskan pengamatannya.
Siklus belajar empiris-induktif melibatkan keterampilan proses dasar dan
integrasi (mengidentifikasi variabel, membangun tabel dan grafik,
L e a r n i n g C y c l e | 13
menggambarkan hubungan antar variabel) karena keterampilan integrasi
membutuhkan penalaran yang lebih kompleks, maka kelihatannya pendekatan
deskriptif cocok bagi siswa yang sedang mermbangun kecakapan dalam
keterampilan proses dasar.
L e a r n i n g C y c l e | 14
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (____). Pembelajaran Learning Cycle 5E untuk Meningkatkan Hasil
Belajar. Tersedia:
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_d025_030326_chapter2.pdf.
[19 September 2012]
Nugraheni, Latif Sofiana. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Learning Cycle (5e) Terhadap Keterampilan Proses Sains Biologi
Siswa Kelas X Sma Al Islam 1 Surakarta. FKIP Universitas Sebelas
Maret: Surakarta.
Pujianto. (2011). Laporan Penelitian Hibah Program Dia Bermutu: Peningkatan
Outcome Expectation Dan Self-Efficacy Calon Guru Sekolah Dasar
Melalui Integrasi Struktur Pembelajaran Seqip (Science Education
Quality Improvement Project) Dengan 5 E Learning Cycle. Universitas
Negeri Yogyakarta: D. I. Yogyakarta.
Purniati, tia, dkk. (____). Penerapan Model Learning Cycle untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Mahasiswa pada Kapita Selekta
Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI:
Bandung.
Sidiq, ade. (2011). Penerapan Metode Siklus Belajar (Learning Cycle) Sebagai
Alat Pendidikan Dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Pada Mata Pelajaran Biologi Pokok Bahasan Ciri-Ciri Mahluk Hidup
Di Kelas Vii Semester 1 Smpn I Cikedung Kabupaten Indramayu.
Tersedia: http://adesidiq.blogspot.com/2011/01/penerapan-metode-
siklus-belajar.html. [19 September 2012].