Lebih Dekat Dengan St. Pius X

Embed Size (px)

Citation preview

PELINDUNG PAROKI AEKKANOPAN KEUSKUPAN AGUNG MEDANMasa Kecilnya. Guiseppe (Yosef) Melchiorre Sarto lahir di Riese, Kerajaan-Lombardy - Venesia Kekaisaran-Austria (Italia bagian Utara sekarang). Dia adalah anak kedua dari sepuluh bersaudara-saudari, 3 orang saudara dan 6 saudari. Dalam keluarga, ia biasa dipanggil dengan nama kesayangan "Beppi". Ayahnya bernama Giovanni Battista Sarto (1792-1852) dan ibunya Margarita Sanson (1813-1894). Guiseppe dibaptis pada tanggal 3 Juni 1835. Masa kanak-kanaknya dilewatinya dengan situasi serba paspasan sebagai anak desa putra seorang tukang pos dan tukang sepatu. Setiap hari Guiseppe harus berjalan kaki ke sekolah sepanjang 6 kilo meter. Walau kondisi serba miskin, orang tuannya tetap mendidiknya akan nilai-nilai kehidupan. Ayah dan Ibunya mengajarkan cinta kasih akan Yesus dan Gereja-Nya kepada kesepuluh anak mereka melalui teladan cinta kasih dalam rumah mereka. Orangtuanya bukanlah orang penting atau ternama di mata masyarakat, namun mereka adalah orang-orang Katolik yang saleh. Mereka mengasuh dan membesarkan anakanak mereka yang sepuluh orang itu penuh keteladanan hidup. Masa Mudanya.

Melebihi segalanya, sejak usia muda, Giuseppe ingin menyerahkan hidupnya untuk membawa banyak orang ke surga. Seringkali saudarinya harus menyembunyikan sebagian pakaiannya agar jangan sampai Sarto tidak mempunyai pakaian untuk dikenakan. Ia rindu menjadi seorang imam. Dan untuk itu, ia dan keluarganya harus banyak berkorban agar ia dapat bersekolah di seminari. Itu bukan masalah baginya. Ia bahkan biasa berjalan bermil-mil jauhnya dengan kaki telanjang ke sekolah agar sepatunya yang satu-satunya jangan sampai rusak. Pada usia muda Guiseppe belajar bahasa Latin dari pastornya di kampung. Pastor paroki sangat tertarik pada diri Guiseppe, sang pemimpin para putera altar yang berperilaku baik itu. Dia membantu Guiseppe dalam pendidikannya. Pada tahun 1850 Uskup Treviso memberinya tonsura. (Tonsura: Ritus pemangkasan sebagian rambut keliling kepala dan nampak botak sebagian, sebagai pertanda masuk dalam biara atau seminari). Pada saat itu juga dia menerima beasiswa dari keuskupan Treviso untuk mengikuti pelajarannya di Seminari Padua. Di sanalah dia menyelesaikan pelajaran filsafat, teologi dan musik klasiknya. Masa Sebagai Pastor Muda Pada tanggal 18 September 1858, dalam usia 23 tahun, Sarto ditahbiskan jadi imam dan menjadi pastor kapelan (pastor tentara) di Tombolo. Don Sarto (Don, Italia, artinya Pater) berkarya di paroki-paroki miskin selama tujuh belas tahun. Semua orang mengasihinya. Don Sarto biasa memberikan segala yang ia miliki demi membantu mereka yang membutuhkan.

Selama di Tombodo, pastor Sarto mengembangkan pengetahuan teologinya dan belajar tentang Santo Thomas Aquinas dan Hukum Gereja. Sambil belajar dengan sangat serius pastor muda ini banyak memiliki tanggung jawab yang dipercayakan oleh pastor paroki yang dalam kondisi sakit-sakitan waktu itu. Atasannya menulis tentang imam muda ini: Saya yakin bahwa pada suatu hari dia akan mengenakan mitra. (Topi Jabatan Uskup). Pada tahun 1867 ia sudah menjadi pastor kepala di Salzano (sekitar 15 km dari kota Venesia). Disana dia sungguh mengembangkan Gereja dan memperluas rumah sakit dengan upaya kerasnya mencari dana. Dia semakin dikenal dimana-mana terutama ketika dia sungguh bekerja membantu orang-orang sakit selama masa wabah kolera. Hidup rohani pastor ini pun makin mendalam dan mempunyai seorang Fransiskan besar sebagai idolanya, yaitu Santo Leonardus dari Port Maurice (16761751). Santo Leonardus ini adalah model bagi Guiseppe dalam hidupnya dan juga pada mimbar ketika berkhotbah. Kesalehan pastor Guiseppe yang energik ini juga patut diteladani. Pada jam 4 pagi, dia sudah kelihatan berlutut di depan tabernakel. Sembilan tahun lamanya Pastor Guiseppe berkarya sebagai pastor paroki di Salzano. Pada waktu ditugaskan si Salzano inilah pastor ini bergabung dengan Ordo Ketiga Santo Fransiskus (sekular) dan kemudian mendirikan dua persaudaraan Ordo Ketiga Sekular Fransiskan. Sejak saat itu Pastor Guiseppe berupaya serius agar kata-kata yang diucapkannya serta tulisan-tulisannya diwarnai dengan kesederhanaan dan keugaharian standar-standar kehidupan Fransiskan.

Kemudian dia pernah digelari sebagai kanon katedral (vikjen) saat menjadi kanselor di keuskupan Treviso. Di samping itu, pastor ini memegang tanggung jawab besar sebagai pembimbing rohani, rektor di Seminari Treviso dan pendamping para imam. Sebagai kanselor, dia juga membuka kemungkinan untuk anak sekolah umum mempelajari peraturanperaturan hidup kaum religius. Sebagai imam dan kemudian uskup, dia sering mengalami pergolakan dalam memecahkan kesulitankesulitan bagaimana peraturan hidup religius ini dapat disampaikan kepada anak-anak muda di perkampungan terpencil sebab mereka tidak pernah mengecap pendidikan katolik di sekolahnya. Tahun 1878 Uskup Zanelli wafat dan tahta keuskupan Treviso lowong. Sepeninggal Uskup Zanelli, rapat pemilihan diselenggarakan untuk menunjuk seorang Vikaris Capitularis yang hendak bertanggung jawab dan bertugas di keuskupan Treviso sampai uskup baru ditunjuk dan diangkat. Tahun 1879, Sarto terpilih untuk posisi tersebut dan berkarya mulai dari Desember 1879 sampai dengan Juni 1880. Dan setelah tahun 1880 dia mengajar teologi dokmatik dan teologi moral di Seminari Treviso. Banyak orang mengatakan, bahwa Pastor Guiseppe tidak akan mati di Treviso. Ternyata memang demikianlah, karena kemudian Pastor Guiseppe diangkat menjadi uskup Mantua , sebuah kota di Lombardy, untuk sembilan tahun lamanya. Sebagai seorang uskup, tidak ada perubahan yang terjadi dalam kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Uskup Guiseppe tetap tidak menunjukkan toleransi samasekali terhadap pesta-pesta perjamuan yang mewah. Baginya kegiatan kerasulan dalam bidang pers sangatlah penting karena merupakan mimbar zaman modern. Oleh karena itu

Uskup Guiseppe mendedikasikan dirinya pada kegiatan kerasulan pers ini. Sementara itu orang-orang miskin adalah favorit-favoritnya. Pastor ini kemudian diangkat menjadi Uskup kota Mantua dan ia masih suka membagi-bagikan apa yang ia miliki kepada mereka yang berkekurangan. Ia tidak menyimpan apa-apa bagi dirinya sendiri. Saat Kardinal dan Patriarch Paus Leo XIII menjadikannya sebagai kardinal pada tanggal 12 Juni 1893. Dan tiga hari setelah itu secara publik dia ditunjuk menjadi Sesepuh para imam di Venice (Patriarch : Petinggi Gereja setempat). Setahu bagaimana hal ini menimbulkan kesulitan karena pihak pemerintah Italia mengklaim bahwa pemerintah berkuasa atas Patriarch. Hubungan buruk antara Kuria Roma dan Pemerintah Italia dapat dituntaskan Kardinal Sarto dengan segala kebijakan dan ketegasannya. Dengan kebijakan dan ketegasannya dia mampu mengangkat harkat keutamaan ketundukan dan kepatuhan pada pimpinan Gerejani. Dan meskipun posisinya begitu dekat dengan pucuk pimpinan Gereja, Kardinal Guiseppe tetap menjadi anak-rohani yang setia dan rendah hati dari bapak-rohaninya, Fransiskus. Pemilihan Paus Tanggal 20 Juli 1903, Leo XIII yang terkenal mencerahkan dunia dengan hikmat-kebijaksanaannya meninggal. Dan pada akhir bulan itu rapat pemilihan paus (konklaf) pengganti Paus Leo XIII dilakukan. Menurut para sejarawan, pada konklaf ini kandidat yang difavoritkan ialah Kardinal Mariano Rampolla, sekretaris Paus Leo XIII. Pemungutan suara putaran

pertama, Rampolla memperoleh 24 suara, Gotti meraih 17 suara dan Kardinal Sarto hanya 5 suara. Pada putaran pemungutan suara kedua, Rampolla memperoleh 5 suara, dan demikian juga Sarto. Pada hari berikutnya, nampak-nampaknya bahwa yang akan terpilih adalah Rampolla. Akan tetapi veto (hak istimewa) muncul untuk melawan nominasi Rampolla. Hak veto ini datang dari Kardinal Polandia Jan Puzyna de Kosielsko atas nama Kaisar Franz Joseph (1848-1916). Tentulah banyak dari peserta konklaf termasuk Rampolla memprotes veto tersebut dan bahkan diusulkan bahwa Rampolla harus menjadi Paus untuk melawan hak veto tadi. Namun demikian, pemungutan suara putaran ketiga telah dilakukan dan konklaf dilanjutkan terus kendati belum jelas siapa yang menjadi pemenang. Pada putaran ketiga ini Sarto memiliki 21 suara tetapi suara untuk Rampolla kurang jelas. Maka putaran keempat menunjukkan bahwa Rampolla memiliki suara 30 dan Sarto menjadi 24 suara. Nampak jelas bahwa suara makin bertambah untuk Sarto. . Pada pagi hari berikutnya, putaran pemungutan suara kelima dilakukan dengan perolehan suara sebagai berikut: Rampolla turun menjadi 10 suara, Gotti 2 suara sementara Sarto menjadi 50 suara. Dengan demikian, pada tanggal 4 Agustus 1903, Kardinal Sarto terpilih menjadi Paus. Dan inilah menjadi terakhir kalinya bahwa konklaf diganggu oleh hak veto dari monarkhi katolik. Pada kali pertama, tersiar berita bahwa Sarto dengan halus menolak nominasi pemilihan atas dirinya karena merasa tak pantas. Tambah pula, bahwa dia sungguh mengalami kekecewaan yang dalam terhadap Veto Austro-Hongaria itu sehingga dia berjanji untuk

menaklukkan kuasa veto semacam ini serta akan meng-excomunikasi setiap orang yang berusaha untuk memperlakukan hak veto semacam itu pada saat konklaf. Kemudian tersiar juga berita bahwa banyak kardinal mengusulkan agar Sarto mempertimbangkan ulang keterpilihannya. Katanya bahwa dia pergi ke Kapel St. Paulinus untuk berdoa yang sangat kusuk dan setelah itu menerima pemilihan itu atas desakan para kardinal juga. Itulah berita yang beredar pada saat-saat awal keterpilihannya. Saat Sarto menerima jabatan kepausan ini, dia memilih nama Paus Pius X karena respeknya yang mendalam terhadap para pendahulunya teristimewa Paus Pius IX (1846-1878). Dia mengagumi kesungguhan Paus Pius IX dan berjuang keras melawan teologi pembebasan dan membela supremasi kepausan. Pelantikan Paus Pius X terjadi pada tanggal 9 Agustus 1903 dan menerima topi kepausan. Jabatan Kepausannya Jabatan kepausan Pius X diwarnai oleh teologi konservatif, pembaharuan liturgi dan penegakan hukum Gereja. Motto kepausannya ialah Instaurare Omnia in Christo atau to restore all things in Christ ; Artinya, Memperbaiki segala sesuatu dalam Kristus. Surat edarannya (ensiklik) yang pertama berjudul E Supremi Apostulatus tertanggal 4 Oktober 1903. Dia dengan tegas menyatakan: Kita menang atas kuasa Allah. Hukum dan KuasaNya harus diindahkan, dipatuhi dan dihargai secara mendalam. Pembawaannya yang sederhana sudah nampak sejak awal keterpilihannya. Pada jelas saat

pelantikannya dia memakai salib dada yang terbuat dari besi penyepuh. Besi penyepuh itu biasa dipakai para buruh pada abad pertengahan. Dan ketika para staffnya agak merasa terkejut dan tidak setuju dengan mengenakan salib itu, paus baru ini tidak terlalu suka membawa banyak orang untuk mengawalnya. Suatu ketika Mama Sarto datang mengunjunginya di Vatican, Paus Pius X menunjukkan kepada ibunya cincin kepausannya. Mama Sarto berkata, Kamu tidak akan mengenakan cincin itu hari ini, jika aku tidak terlebih dahulu mengenakan cincin ini, kemudian Mama Sarto menunjukkan kepada Paus cincin emas ikatan perkawinannya. Dia terkenal juga sebagai Paus yang alergi dengan hal-hal yang sermonial. Dia menghapus kebiasaan bahwa Paus harus makan sendiri dengan pakaian makan yang khusus. Kebiasaan ini tercipta sejak Paus Urbanus VIII. Malahan Paus yang satu ini sering sekali mengundang teman-temannya untuk makan bersamanya. Dalam suatu kesempatan dia pernah juga dicacimaki oleh pemimpin masyarakat Roma. Para pemimpin ini menolak gadis-gadis kampung masuk dalam acara kontes kepausan. Akan tetapi Paus ini menanggapinya demikian: Saya harus membuat mereka saudarisaudari Paus; Dan apa lagi yang dapat saya lakukan untuk mereka? Reputasinya semakin mekar dan terkenal dengan memperlakukan anak-anak dengan sangat bersahabat dan bersahaja. Permen selalu ada di kantongnya dan dibagi-bagikannya kepada anak-anak jalanan yang bandal di Mantua dan Venesia. Setelah memberi permen kepada anak-anak itu, dia memberi mereka katekese ringan.

Selama masa audiensinya, dia akan mengumpulkan anak-anak di sekitarnya dan bersendau-gurau tentang hal-hal yang mereka sukai. Pelajaran katekesenya setiap minggu di halaman San Damaso Vatikan selalu mengikut-sertakan anak-anak. Di juga menekankan dalam bentuk keputusan agar para pengajar kekristenan di setiap paroki dimotivasi dengan keinginan yang besar untuk memelekkan anakanak dari kebutaan pengetahuan tentang kerohanian katolik.

Mariologi: Segala Sesuatu Dibaharui Dalam Kristus Pius X sangat mempPastorsikan komuni setiap hari untuk orang-orang katolik. Dalam ensiklik Ad Diem Illum tahun 1904, Maria digambarkannya dalam konteks Perbaikan segala sesuatu dalam Kristus. Secara rohaniah, kita semua adalah putra-putrinya dan dia adalah ibu kita dan karena itu dia mestinya kita perlakukan seperti ibu kandung kita sendiri. Kristus yang adalah Sabda berubah menjadi Daging dan Penyelamat umat manusia. Secara fisik Dia sama seperti kita dan sebagai penyelamat keluarga manusiawi kita, Dia memiliki tubuh rohani dan tubuh mistik yakni Gereja itu sendiri. Argumentasinya ini tentu juga memiliki pengaruh akan pandangan kita terhadap Perawan Terberkati itu. Dia tidak semata mengandung Putra Allah yang kekal tetapi sekaligus memberiNya kodrat kemanusiaan sehingga Dia menjadi Penebus manusia. Semua umat beriman dipersatukan dengan Kristus

sebagai anggota-anggota tubuhNya dari danging dan tulangNya dari rahim Maria seperti tubuh bersatu dengan kepala. Dalam Kristus baik secara spiritual dan mistik kita semua putra-putri Maria dan dia ibu kita. Dia sungguh ibu Tuhan kita secara badaniah dan sekaligus secara rohaniah. Demikian penghayatan Paus ini. Kecemasan dan Lagu Gregoriannya Tiga bulan setelah pelantikannya, Pius X sudah mempublikasikan suratnya Tra le Sollecitudini artinya Antara Kecemasan-Kecemasan itu Sendiri. Dalam surat tersebut, Paus Pius X menggambarkan kepercayaannya yang teguh dan amat mencintai iman Katolik. Ia menghendaki setiap orang Katolik mengenal dan mencintai keindahan kebenaran ajaran iman Katolik. Dan karenanya dia juga mengalami pergolakan batin yang mencemaskan. Ia amat peduli pada tiap-tiap orang, mengenai kebutuhan rohani maupun kebutuhan jasmaninya. Ia mendorong para imam dan para katekis membantu orang banyak mengenal iman mereka. Musik dan lagu bergaya klasik dan barok telah lama disukainya untuk mendukung nyanyian gregorian dalam musik gerejani. Paus ini membuat pengumuman untuk kembali ke gaya musik terdahulu yang diperjuangkan oleh Don Perosi. Sejak tahun 1898, Perosi telah menjadi Direktur Paduan Suara Caphela Sistina. Edisi-edisi lagu baru senantiasa dikemas bergaya gregorian atas bantuan ahli musik seperti Dom Joseph Pothier. Pembaharuan Liturgi Selam masa jabatannya sebagai Paus, Pius X bekerja serius untuk meningkatkan devosi dalam hidup para imam dan kaum awam. Secara istimewa ia sangat

menganjurkan untuk menjalankan ibadat harian dengan brevir dan mengikuti misa kudus setiap hari. Ia menetapkan pokok-pokok yang diperlukan dalam rangka pencapaian kesucian hidup para klerus. Kecintaan Paus Pius X pada Mazmur dalam Ibadat Harian juga mengagumkan, karena baginya Mazmur adalah mengenai Yesus sendiri, dalam Mazmur dia bertemu dengan Yesus. Pada bacaan kedua Ibadat Bacaan (versi Inggris) tanggal 21 Agustus, kita dapat membaca tulisannya tentang Mazmur ini:Siapa yang dapat tetap tidak tergerak hatinya kalau melihat banyak bagian dalam Mazmur di mana keagungan Allah yang besar sekali, kemahakuasaan-Nya, kekudusan-Nya yang tak-tereskpresikan dengan kata-kata, kebaikan-Nya, kerahiman-Nya, kesempurnaan-kesempurnaan-Nya yang tak terbatas lainnya, diproklamasikan dengan begitu agung dan indah? Siapa pula yang tak tergerak hatinya oleh tindakantindakan penuh syukur atas berkat-berkat dari Allah, oleh doadoa penuh kerendahan-hati dan rasa percaya yang dimohonkan kepada Tuhan untuk hal-hal yang sangat didambakan, oleh seruan-seruan pertobatan jiwa-jiwa berdosa? Siapa yang tidak terbakar dengan cinta oleh gambar Kristus sang Penebus yang setia, yang suara-Nya didengar oleh Santo Augustinus dalam semua mazmur, Dia bernyanyi, Dia meratap, Dia bersukacita dalam harapan, Dia berkeluh-kesah dalam keadaan sulit?

Di samping pembaharuan terhadap lagu dan musik gregorian, dia juga menekankan pembaruan liturgi dalam ekaristi dengan mengatakan: Komuni Kudus adalah jalan tersingkat dan paling menyelamatkan masuk Surga. Pius X selalu mendorong dan menyemangati umat beriman agar menyambut komuni kudus sesering mungkin. Hal ini diberlakukannya terhadap anak-anak yang mencapai umur bijak. Kendati dia tidak mengijinkan praktek Barat kuno dimana anak umur belia menerima komuni.

Bersamaan dengan itu dia juga menekankan penerimaan sakramen pengampunan dosa sehingga Komuni Kudus diterima dengan sepantasnya. Karena devosi Pius X terhadap ekaristi akhirnya dia digelari secara terhormat sebagai Paus Sakramen Mahakudus walaupun dia mempunyai devosi-devosi lainnya. Yang paling penting: Lewat kesucian hidupnya, Paus Pius X membuat dirinya sendiri menjadi contoh bagi orangorang untuk melakukan pembaharuan hidup rohani mereka. Pada tahun 1910, Pius X mengeluarkan dekrit Quam Singulari yang mengubah umur anak yang bisa menerima Komuni Kudus dari umur 12 tahun ke umur 7 tahun. Pada suatu waktu Pius X pernah bertanya kepada anak berkebangsaan Inggris: Siapakah yang diterima dalam menerima komuni dalam ekaristi? Anak yang berumur 4 tahun itu menjawab: Jesus. Pada saat itu juga Paus ini memberi dia komuni kudus. Paus ini mengurangi umur sambut komuni karena dia sangat menginginkan agar peristiwa sambut komuni itu berkesan sejak dini di dalam pikiran anakanak dan mendorong para orang tua semakin memperhatikan hidup rohani anak. Di beberapa tempat, dekrit ini tidak terlalu didukung. Pihak-pihak yang tidak mendukung itu berpendapat bahwa orang tua akan menarik anak-anak mereka keluar dari sekolah katolik karena komuni itu terlalu dini. Pius X mengatakan dalam surat edarannya Tra le Solecitudini tahun 1903 bahwa sumber utama dan yang sangat dibutuhkan untuk jiwa kekristenan yang benar ialah partisipasi di dalam misteri maha kudus dan di tengah publik dan doa-doa ofisi Gereja. Dan baik

tidaknya kekatolikan seseorang ditentukan oleh penghayatannya dengan Sakramen Mahakudus ini. Anti-Modernisme Pada masa jabatan kepausannya, Pius X sangat menentang dengan kuat modernisme dan relativisme. Baginya hal itu mengancam dan membahayakan iman katolik. Sampai-sampai dia mengutuk modernisme dan bersumpah untuk angkat senjata terhadapnya. Barangkali hal inilah yang merupakan aspek paling kontroversial dalam masa kepausannya. Modernisme dan relativisme, dalam konteks kehadirannya dalam Gereja, merupakan trend teologis berbau rationalisme filsuf Immanuel Kant. Kaum modernisme yakin sekali bahwa iman Gereja telah pelahan-lahan berkembang karena mampu melawan ajaran Gereja sepanjang sejarahnya yang konservatif. Bagi mereka semua bentuk evolusi akan menjadi subjek bagi dirinya sendiri dalam penyesuaian terhadap orang modern. Kemudian kaum anti-modernisme memperlihatkan buah pikiran ini sebagai lawan dari dogma-dogma dan tradisi-tradisi Gereja Katolik. Mereka sangat mengawaskan bahwa modernisme dengan segala kecenderungannya yang negatif akan membuat semua dogma bisa berobah-obah dan akhirnya bertentangan dengan kodratnya sendiri. Dan hasilnya ialah bahwa semua kepercayaan dan iman kristiani akan jatuh ke dalam keragu-raguan sebab mereka adalah subjek dari perobahan dan evolusi. Akibat-akibat yang paling fatal dari modernisme tentulah adanya kecenderungan jatuh ke dalam gerakan ateisme. Dalam dekritnya yang berjudul Lamentabili Sane Exitu artinya Keberangkatan / Perpisahan yang

Sungguh Disesalkan yang dikeluarkan pada tanggal 3 Juli 1907, Pius X secara formal mengutuk 65 dalil kaum modernis dan relativis yang berkenaan dengan harkat Gereja, wahyu, eksegese Kitab Suci, sakramen dan keAllah-an Kristus. Dan esiklik berikutnya berjudul Pascendi Dominici Gregis artinya Menggembalakan Kawanan Allah yang isinya menerangkan bahwa modernisme merupakan hasil dari ajaran sesat. Dan menghimbau semua imam untuk ikut bersumpah melawan modernisme. Sikap teguh dan aggressif dari Pius X melawan modernisme menyebabkan beberapa perpecahan dalam Gereja. Kendati hanya sekitar 40-an kaum imam menolak untuk bersupah melawan modernisme, para pelajar filsafat yang memiliki kecenderungan modernisme secara medasar sungguh tergoyahkan juga. Gerakan kaum teolog yang sedang menggeluti modernisme dan relativisme mesti diberhentikan. Dan mereka yang melawan kepausan terancam diekskomunikasi dari Gereja Katolik.

Katekismus Saint Pius X Bulan April 1905, St. Pius X dalam suratnya berjudul Acerbo Nimis mengamanatkan secara resmi keberadaan pengajaran atau katekese di setiap paroki di seluruh dunia. Katekismus Paus St. Pius X merupakan perwujudan pengajarannya yang sederhana, singkat dan terang serta populer untuk dipakai secara seragam di seluruh dunia. Katekismus ini pada awalnya untuk beberapa tahun pertama dipraktekkan di Roma dan beberapa tempat lainnya di Italia. Akan tetapi dalam perjalanan

waktu, meskipun diminati banyak orang, katekismus ini tidak ditetapkan untuk diberlakukan di seluruh dunia. Karakteristik St. Pius X tergambar dalam katekismusnya. Penjelasannya sangat sederhana sekaligus terang dan isinya sungguh mendalam mencerminkan kepribadiaanya. Pun pula, oleh karena ciri-ciri tadi, katekismusnya ini berlaku di masa depan yang panjang. Katekismus ini ternyata sangat dipuji banyak orang sebagai metode pengajaran hidup rohani yang tertera dalam Acerbo Nimis. Pada tahun 2003, kepada Cardinal Ratzinger (Paus kita sekarang) dialamatkan sebuah pertanyaan: Apakah katekismus St. Pius X yang sudah berumur hampir 100 tahun ini masih layak dan bisa dipakai?. Paus Benedicktus XVI menjawab: Iman yang diuraikan di dalamnya adalah iman yang sama untuk seterusnya. Maka dengan itu, Katekismus St. Pius X ini selalu akan memelihara dan menyegarkan nilai-nilai kekristenan kita. Cara untuk mengurai dan mengungkapkan nilainilai kekristenan boleh saja berobah tetapi isi tetap sama. Oleh karena itu katekismus ini masih tetap valid dewasa ini. Penyusunan Hukum Gereja Sebelumnya, Hukum Gereja dalam Gereja Katolik bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa ada sesuatu ketetapan yang berlaku secara umum dan menyeluruh. Pada tanggal 19 Maret 1904 Paus Pius X mengangkat suatu komisi para Kardinal untuk membuat suatu konsep hukum yang berlaku secara universal. Kemudian hasil kerja mereka disebut dengan Kitab Hukum Kanonik dan berlaku selama abad kedua puluh.

Dua orang dari anggota komisi yang ditunjuknya kemudian menjadi Paus juga, yakni Paus Benedictus XV dan Paus Pius XII. Hukum Kitab Kanonik yang pertama secara definitif diumumkan oleh Paus Benedictus XV pada 27 Mei 1917 dan kemudian secara penuh diberlakukan mulai tanggal 19 Mei 1918 dan sungguh berpengaruh sampai masa Advent tahun 1983. Ini semua berkat prakarsa Pius X. Penataan Administrasi Gereja Pius X mereformasi Kuria Roma dengan sebuah undang-undang yang berjudul Sapienti Consilio terutama peraturan-peraturan yang mendesak para uskup untuk memikirkan secara lebih serius perihal seminari-seminari. Hal itu tertuang juga dalam surat ensikliknya yang berjudul Pieni LAnimo. Dia membangun seminari-seminari secara regional dan seminari yang lebih kecil ditutup sebagian. Dan dia menekankan pentingnya rancang bangun pendidikan seminari yang baru. Dia juga dengan tegas melarang para imam untuk untuk larut mengurusi organisasiorganisasi sosial. Sikap Gereja Terhadap Pemerintah Berhadapan dengan pemerintah sekular, Pius X berbeda cara dengan pendekatan Paus Leo XIII. Ketika presiden Francis, Emile Loubet mengunjungi raja monarkis Italia Victor Emmanuel III (1900-1946), Pius X masih menolak untuk menerima penggabungan daerah teritorial kepausan di Italia. Dan kemudian Pius X mencela presiden Francis berkenaan dengan kunjungan itu dan tidak mau bertemu dengan sang presiden. Hal ini menyebabkan putusnya hubungan diplomatik dengan Francis, dan tahun 1905 Francis mengumumkan sebuah Hukum Perpisahan (perpisahan

Gereja dengan negara) dan Pius X juga dicela. Akibat dari perpecahan ini, Gereja kehilangan dana dari pemerintah Francis. Dua uskup Francis dipecat oleh Vatikan karena mengakui Republik Ketiga. Akhirnya, Francis mengusir para pastor dan bruder Jesuit dari sana karena hubungan diplomatik dengan Vatikan secara resmi telah putus. Sementara itu, terhadap pemerintahan lain seperti Portugis, Irlandia, Polandia dan Itopia serta negaranegara lain dimana orang katolik banyak, Pius X tetap menjaga hubungan baik. Tindakan-tindakan dan pernyataan-pernyataan melawan hubungan internasional dengan Italia, membuat pemerintah negara-negara di atas termasuk Inggris dan Rusia berlawanan dengan Italia. Kaum pimpinan Protestan juga cukup cemas dengan pengaruh luas dari Paus Pius X ini. Tahun 1908, dekrit kepausan yang berjudul Ne Temere mulai memberlakukan perkawinan campur yang cukup merumitkan itu. Perkawinan yang tidak diberkati oleh seorang imam Katolik Roma adalah legal secara hukum tetapi secara religius adalah tidak sah. Dan hal ini mencemaskan kaum protestan bahwa Gereja Katolik bisa menerima percerian pasangan yang sudah diberkati di gereja protestan dan di catatan sipil. Para imam diberi hak kebijaksanaan untuk menolak memberkati perkawinan campur atau awam membuatnya sendiri dan anak-anak diwajibkan untuk diasuh oleh Gereja Katolik. Dekrit ini secara khusus di Irlandia ternyata bersifat memecah belah dan secara tidak langsung berakibat terhadap konflik politik dan menimbulkan perdebatan-perdebatan di pemerintahan. Pius X menjadi lebih aggressif lagi karena otoritas sekuler menantang kebijakan kepausan itu. Dia

mencabut Opera dei Congressi yang mengatur kerja perkumpulan-perkumpulan Katolik di Italia. Le Sillon, sebuah gerakan sosial Francis yang mencoba memperdamaikan Gereja dengan pandanganpandangan politis liberal juga kena hukuman. Pius X juga melawan segala persekutuan-persekutuan yang sungguh tidak menampakkan warna kekatolikan. Mukzijat Selama Hidupnya Selain tanda mukzijat yang terjadi melalui doa kepadanya setelah kematiannya, ada juga mukzijat yang terjadi ketika Pius X masih hidup. Pada suatu kali, ketika sedang audiensi kepausan, seorang anak kecil yang lumpuh, setelah dia pangku, tiba-tiba bisa berlarilari di dalam ruangan audiensi. Suatu kesempatan lain lagi, sepasang suami istri yang pernah mengaku dosa kepadanya (ketika masih uskup Mantua), bersama dengan anaknya yang berumur 2 tahun yang sakit, menulis surat kepadanya. Pius X membalas surat tersebut untuk tetap berharap dan berdoa, dan secara tak terduaga anak itu sembuh seketika. Ernesto Ruffini, yang kemudian menjadi Kepala Kardinal Palermo, mengidap penyakit TBC berkunjung kepada Paus ini. Dan Pius X mengatakan kepadanya : Kembali saja ke seminari dan kamu akan sembuh. Ruffini sendiri memberikan cerita ini kepada para penyelidik kepausan untuk proses kanonisasi. Kegiatan Lainnya Selain pembelaan politis terhadap Gereja, pembaharuan liturgis dan anti-modernisme, serta permulaan dari kodifikasi hukum Gereja, selama masa kepausannya, Pius juga memperhatikan dengan baik

reorganisasi Kuria Roma. Demikian pula, dia memperbaharui pendidikan para imam, seminari dengan meninjau ulang kurikulum pendidikan mereka. Pius X menyatakan sepuluh beato atau beata dan empat orang santo atau santa. Mereka yang dinyatakan orang kudus ini adalah sebagai berikut: Marie Genevieve Meunier (1906), Rose Chretien (1906), Valentin Faustino Berri Ochoa (1906), St. Clarus (1907), Zdislava Berka (1907), John Bosco (1907), John dari Ruysbroeck (1908), Andrew Nam Thung (1909), Agatha Lin (1909), Agnes De (1909), Joan dari Arc (1909), John Eudes (1909). Alexander Sauli (1904), Gerard Majella (1904), Clement Mary Hofbauer (1909), Joseph Oriol (1909). Pius X menerbitkan 16 ensiklik (surat edaran paus). Di antaranya ada yang berjudul Vehemementer Nos yang diterbitkan 11 Februari 1906 yang mencela hukum Negara Francis sehingga terjadi pemisahan Negara dan Gereja. Paus ini juga meneguhkan keberadaan Limbo dalam teologi Katolik Roma dalam katekismusnya pada tahun 1905. Di dalamnya dia menguraikan bahwa orang-orang yang tidak dibaptis tidak memiliki kegembiraan dalam Allah. Mereka justeru menderita karena tidak berada dalam paradiso tetapi di neraka atau di api pencucuian. Pada tanggal 23 November 1903 Pius X mengeluarkan instruksi kepausan untuk melarang para wanita ikut bernyanyi dalam kelompok paduan suara koor. Di antara 112 ramalan St. Malachy yang secara khusus dikumpukan, Pius X tampil sebagai Ignis Ardens (Api Menyala) di dalamnya. Kematian dan Penguburannya

Pada tahun 1913 Pius X, seorang perokok ini, menderita serangan jantung dan sejak itu kesehatannya mulai memburuk. Pada Pesta Maria Diangkat ke Surga (15 Agustus 1914), Beliau jatuh sakit yang tidak tersembuhkan lagi. Kondisi keseahatannya semakin memburuk dan diperparah oleh peristiwaperistiwa yang semakin menggejalakan pecahnya Perang Dunia I (1914-1918). Berita seputar peristiwa-peristiwa tersebut membuatnya semakin murung dan takut luar biasa dalam usia rentanya. Paus Pius X teramat menderita ketika pecah Perang Dunia I. Ia tahu bahwa akan ada banyak orang terbunuh. Ia mengatakan, "Aku akan dengan senang hati menyerahkan nyawaku demi menyelamatkan anak-anakku yang malang dari penderitaan yang mengerikan ini." Akhirnya, karena serangan jantung pada tanggal 20 Agustus 1914, Pius X menghembuskan nafas terakhir saat berumur 79 tahun. Hari wafatnya terjadi, hanya beberapa jam setelah kematian Pemimpin Jesuit, Franz Xavier Wernz yang terkenal itu. Kemudian dia dimakamkan di kubur yang sangat sederhana di ruang bawah tanah Basilika St. Petrus. Para dokter kepausan mempunyai kebiasaan untuk membuka semua pakaian Paus yang meninggal untuk proses pengolesan minyak balsem pengawet mayat. Akan tetapi Pius X dengan terang-terangan pernah melarang ini dan tak seorang pun dari para penggantinnya mengijinkan praktek itu untuk diubah lagi. Kanonisasinya Walaupun kanonisasi Pius X terjadi 1954, tetapi segala prosesnya sudah lama terjadi segera setelah

kematiannya. Secarik surat tertanggal 24 Septermber 1916 oleh Mgr Leo, Uskup Nicotera dan Trope, mengatakan bahwa Pius X merupakan seorang Santo Besar dan Paus Besar. Untuk mengakomodasi jumlah besar pejiarah yang masuk ke pemakamannya (tempatnya tidak mampu menampung), maka sebuah salib besi kecil didirikan di lantai Basilika itu dengan bertuliskan Pius Papa X. Dengannya umat pejiarah manakala sampai di tempat tersebut akan secara langsung berlutut di atas makamnya. Sampai tahun 1930, perayaan ekaristi diadakan dekat dengan makam tersebut. Devosi kepada Pius X terutama di antara Perang Dunia I dan II sungguh tinggi. Pada tanggal 14 Februari 1923, sebagai penghormatan akan peringatan yang ke20 atas pengangkatannya sebagai paus, terjadilah sebuah gerakan pertama menuju kanonisasinya. Panitia kanonisir resmi diangkat untuk dapat bekerja. Peristiwa itu ditandai dengan pembangunan monumennya di Basilika St. Petrus. Pada 19 Agustus 1939 Paus Pius XII (1939-1958) membuat sebuah penghargaan khusus kepada Pius X di Castel Gandolfo. Kemudian pada tanggal 12 Februari 1943, perkembangan lebih lanjut akan pencarian alasan kanonisasi Pius X ini semakin terasa. Kepadanya diberi gelar Venerable (yang dimuliakan) justru karena penampilan sederhana tetapi memiliki keutamaankeutamaan heroik. peti mayat Pius X dibuka tanggal 19 Mei 1944, dan ditempatkan di Kapel Salib Suci di Basilika St. Petrus guna pemeriksaan pengkanonisasiannya. Ketika membuka peti mayat, para penguji / pemeriksa menemukan bahwa tubuh Pius X terlihat sangat awet kendati dia sudah meninggal 30 tahun dan tidak dibuat

minyak balsem pengawet sebelumnya. Menurut Jerome Dai-Gal, semua tubuhnya sungguh utuh dan segar. Dan setelah penyelidikan itu dan di penghujung proses apostolik menuju pengkanonisasiaanya, Pius XII menganugerahkan nama kehormatan Yang Mulia Hamba Allah kepada Pius X. Dan sebelum dikembalikan ke makamnya semula, mayat Pius X diperlihatkan secara terbuka selama 45 hari (dan selama itu pula Roma bebas dan menang atas lawan-lawan politisnya). Selanjutnya, proses beatifikasinya pun segera mulai. Penyelidikan dari pihak Sacred Congregation of Rites (S.C.R) terhadap mukzijat-mukzijat yang terjadi melalui tindakan dan perlakuan Pius X kemudian dilakukan. Pihak S.C.R. akhirnya menemukan dan mengakui dua peristiwa mukzijat. Pertama menyangkut Sr. Marie-Francoise Deperras, seorang biarawati yang mengidap penyak kangker tulang dan sembuh secara menakjubkan pada tanggal 7 Desember 1928 selama novena yang di dalamnya reliqui Paus Pius X ditempelkan pada dadanya. Yang kedua berkenaan dengan Sr. Benedetta De Maria, yang juga menderita penyakit kangker, dan dalam novena yang dimulai tahun 1938, akhirnya dia menyentuh reliqui patung Pius X dan penyakitnya langsung sembuh. . Paus Pius XII secara resmi membenarkan kedua tanda mukzijat itu pada tanggal 11 Februari 1951. Dan pada tanggal 4 Maret Pius XII, dalam ensikliknya De Two menyatakan dengan resmi bahwa Gereja akan melanjutkan beatifikasi Yang Mulia Paus Pius X. Beatifikasinya dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 1951 di Basilika St. Petrus di hadapan 23 kardinal, ratusan uskup dan disaksikan 100.000 orang beriman. Selama dekrit beatifikasinya, Pius XII meggelari Pius X sebagai

Paus Ekaristi sebagai penghormatan istimewa untuk Pius X atas perhatiannya yang khusus terhadap ekaristi dan ritusnya bagi anak-anak. Selanjutnya, pada 17 Februari 1952, jenazah Pius X dipindahkan dari makamnya ke Basilika Vatikan dan ditempatkan di bawah altar kapel Penampakan. Peti jenazah yang terbuat dari peti batu berkaca di letakkan sedemikian agar umat beriman bisa melihatnya. Pada tanggal 29 Mei 1954, kurang lebih tiga tahun setelah beatifikasinya, Pius X kemudian dikanonisir karena pengakuan atas dasar dua tanda mukzijat yang diakui oleh pihak S.C.R. Pertama menyangkut Francesco Belsami, seorang pengacara dan ahli hukum dari Nepal yang menderita pembengkakan paruparu berbisul yang parah, sembuh karena menempelkan gambar Pius X di dadanya. Mukzijat yang kedua berhubungan dengan Suster Maria Ludovica Scorcia, seorang biarawati yang terserang oleh virus neurotropik yang mengganggu kejiwaannya dan setelah beberapa kali novena, dia sembuh total. Misa pengkanonisasian tersebut dipimpin oleh Pius XII di Basilika St. Petrus di hadapan sebanyak 800.000 orang kaum beriman dan para pekerja di Basilika St. Petrus. Pius X menjadi Paus yang pertama yang dikanonisasi setelah kanonisasi Pius V tahun 1712. Peristiwa seremonial kanonisasinya itu di abadikan dalam bentuk rekaman taperecoder dan disiarkan melalui televisi termasuk oleh siaran cabang NBG . Kartu-kartu selebaran doa sering berisi uraian Sri Paus yang dikuduskan dan dilengkapi dengan komuni kudus. Selain dirayakan sebagai Paus Sakramen Mahakudus, St. Pius X juga dikenal sebagai patron

santo bagi para emigran dari Treviso. Dia dihormati secara istimewa di banyak paroki di Italia, Jerman, Belgia, Canada dan America Serikat. Banyak paroki, sekolah, seminari dan rumah retret dinamai dengan nama St. Pius X secara khusus di negara-negara Barat karena kenyataan kemasyhuran Pius X. Ketenarannya semakin meluas karena peristiwa batifikasi dan kanonisasinya pada awal tahun 1950-an pada masa periode setelah perang dunia II. Pada waktu itu terjadi pembangunan-pembangunan baru yang sangat banyak di kota-kota besar dan pertumbuhan penduduk dalam jaman ledakan kelahiran, sehingga mengakibatkan pengembangan Institusi-Institusi Gereja Katolik yang berhubungan erat dengan perkembangan masyarakat. Pada tahun 1955, hari pesta Pius X ditetapkan pada tanggal 3 September untuk dirayakan sebagai pesta yang kedua. Tetapi kemudian dalam perjalanan waktu tanggal 3 September ini ditetapkan tahun 1969 sebagai peringatan bebas. Pesta resminya ditetapkan pada tanggal 21 Agustus sebagai yang wajib dirayakan atau dipestakan. Tanggal ini ditentukan karena dekat dengan hari kematiannya pada tanggal 20 Agustus dan pada tanggal 20 ini sudah ada hari pesta St. Bernardinus. Rekan-rekannya yang bertugas dalam penggarpan ajaran-ajaran Gereja meruapan kelompok pendukung besar dalam pengkanonisasiannya. Hal itu dikarenakan oleh kenyataan bahwa Pius X menegaskan pentingnya keberadaan doktrin dalam setiap keuskupan yang mesti diberlakukan.

Tak ayal pula, kenyataan ini membuat kepausan menuai banyak kritik. Namun demikian, dengan pengkanonisasian ini para pemegang doktrin gereja semakin mempunyai kekuatan berhadapan dengan segala bentuk kritik. Mereka memulai sebuah doa demi pembelaan kanonisasi ini yang didukung 2000 nama yang berpartisipasi. Setelah pengkanonisasiannya tanda mukzijat lain diduga terjadi ketika aktivis keluarga kristiani bernama Clem Lane menderita serangan jantung dan ditempatkan di tenda oksigen dimana kepadanya diberikan sakramen minyak suci. Reliqui Paus ini diletakkan di atas tenda dan dia sembuh yang membuat dokter terheran-heran. Seorang saudari Loretta di Perguruan Tinggi Webster St. Louis Missouri, menyatakan bahwa saudaranya yang imam telah sembuh melalui doa permohonan Paus ini juga. Lambang Kepausan Simbol / logo kepausan Pius X disusun dan dibentuk dari unsur-unsur tradisional. Unsur-unsur itu berasal dari berbagai simbol kepausan sebelum Paus Benediktus XVI yakni: Perisai, tiara (topi paus yang dihiasi dengan permata-permata) dan kunci. Tiara dan kedua kunci merupakan simbol pakaian kebesaran kepausan yang melambangkan kekuasaan para Paus. Perisai yang ada di pakaian kebesarannya berisi dua bagian mendasar as it is per fess. Di bagian kepala (bagian paling atas dari perisai) menunjukkan kuasa Jabatan gerejani Venesia asalnya (1893-1903). Dalam gambar perisai terdapat singa lambang St. Markus dilengkapi dengan perak di atas latar yang berwarna perak keputih-putihan sedang memengang buku dengan tulisan Pax Tibi Marce (Damai bagimu Markus) di bagian halaman sebelah kiri; Dan di

halaman sebelah kanan buku tertulis Evangelista Meus (Pewartaku). Pax tibi Marce Evangelista Meus adalah motto dari Gereja Venesia yang artinya Damai bagimu, Markus pewartaku. Motto ini menerangkan Venesia sebagai tempat peristirahatan Santo Markus yang terakhir. Ada semacam tradisi untuk memakai Gambar Senjata Petinggi Gereja Venesia dalam Lambang Kepausan para Paus yang dulu pernah sebagai uskup agung di sana. Itu sebabnya, bagian kepala lambang kepausan boleh saja terlihat pada beberapa Paus yang pernah berkarya di Venesia. Misalnya,i Paus Johanes XXIII dan Paus Johanes Paulus I adalah mantan petinggi Gereja Venesia sebelum menjadi paus di Roma. Gambar perisai menunjukkan Kuasa Pius X sebagai Uskup Matua. Sebuah jangkar yang disauhkan ke lautan bergelombang (garis-garis gelombang berwarna biru dan perak) disinari satu bintang bertitik enam berwarna emas. Hal-hal ini terinspirasi dari Ibrani 6 : 19 yang hendak menekankan bahwa harapan yang kita miliki merupakan jangkar jiwa kita yang paling pasti dan tak tergoyahkan. Pius X yang dulu Uskup Sarto menyatakan bahwa harapan merupakan teman hidup kita satu-satunya. Harapan adalah pendukung paling besar saat keadaan tak menentu dan daya paling kuat saat situasi kita lemah. Kendati tidak termuat dalam lambang kepausannya, motto satu-satunya yang dilekatkan kepada Paus Pius X, yang dengannya ia paling dikenang ialah : Instaurare Omnia in Christo (Membaharui segala hal dalam Kristus). Kata-kata ini merupakan kata-kata terakhir sebelum dia meninggal. Sekedar Ringkasan

Paus Pius X lahir tanggal 2 Juni 1835 dengan nama kecil Guiseppe Melchiorre Sarto. Dia adalah paus yang ke-257 dengan masa bakti kepausannya sejak 1903 1914. Setelah Paus Pius V, dialah paus yang pertama dikanonisasi. Pius X menolak dengan keras tafsiran-tafsiran moderen terhadap ajaran Gereja Katolik serta-merta mempPastorsikan praktek-praktek devosi tradisional dan teologi ortodoks. Reformasinya yang paling penting adalah publikasi KHK yang pertama. Dia mengumpulkan hukum-hukum Gereja ke dalam satu volume untuk pertama sekalinya. Pius X terkenal sebagai paus pastoral, pribadi yang saleh dan penuh rasa penyemangatan serta gaya hidupnya sungguh memantulkan nilai-nilai kristiani. Beliau lahir di kota Riese yang kemudian nama kota ini menjadi Riese Pio X. Pius X memiliki devosi yang sangat istimewa kepada Bunda Maria. Ad Diem Illum, surat edarannya mengungkapkan keinginannya yang mendalam melalui Bunda Maria untuk memperbaharui segala sesuatu di dalam Kristus. Dia hal itu sebagai mottonya di dalam surat edarannya yang pertama. Pius X sangat percaya bahwa untuk mencapai tujuannya, tidak ada jalan yang paling pasti dan langsung selain daripada melalui Bunda Maria. Paus inilah sebagai paus yang satu-satunya pada abad 20 yang memiliki jangkauan pengalaman pastoral hingga ke tingkat paroki. Perhatiannya terhadap pastoral sangat mempengaruhi masa kepausannya. Dia sangat menyukai dan mendukung pemakaianpemakaian katekese dalam berpastoral. Perhatian pastoralnya sangat terasa terhadap komunio (pertama)

dan merupakan inovasi yang sangat berdampak dalam masa bakti kepausannya. Pius X, seperti Paus Pius IX dikenal oleh beberapa pihak sebagai orang yang blak-blakan dan tajam dalam berbicara. Gaya keterusterangannya dalam menunjuk dan menyatakan sesuatu yang tidak pantas dan tidak benar membuat dia tidak banyak terdukung oleh masyarakat bangsawan pada saat sebelum Perang Dunia I di Eropah. Ada beberapa pendahulunya yang telah mempromosikan dengan sangat giatnya perpaduan antara Gereja Katolik dan budaya sekuler, iman dan pengetahuan, wahyu ilahi dan pemikiran-pemikiran manusiawi dan duniawi. Pius X membela iman Katolik melawan pandangan-pandangan populer abad 19 seperti indifferentime dan relativisme. Sebelumnya juga para pendahulunya yang lain telah mulai angkat senjata dengan hal tersebut. Dia mengikuti contoh dari Leo XIII dengan mempromosikan Thomas Aquinas dan Thomisme sebagai metode prinsip filosofis untuk diajarkan di dalam institusi-institusi Katolik. Pius berseberangan dengan modernisme, yang menuding bahwa Dogma Roma Katolik seharusnya dimodernisasi dan melebur dengan filsafat- filsafat abad 19. Dia memandang modernisme sebagai barang import dari kekeliruan-kekeliruan sekuler yang berdampak terhadap tiga bidang kepercayaan Roma Katolik yakni: teologi, filsafat dan dogma. Dalam kepribadian Paus Pius X, terkombinasi sense bela rasa yang sangat kuat dan cita rasa kerendahan hati, tetapi juga ada kekakuan dan terkesan keras kepala. Dia sangat gandrung menjadi

pelayan pastoral dan memang dia satu-satunya paus di abad 20 yang memberi pengajaran-pengajaran Hari Minggu dan dilakukan setiap minggunya. Jiwa cintakasih / semangat karitasnya sangat kentara juga. Dia pernah menerima di kepausan, para pengungsi dari peristiwa gempa bumi Messiana 1908 untuk tinggal beberapa lama. Jauh sebelum pemerintah Italia memulai bertindak atas nama pemerintahan sendiri dia sudah melakukan tindakan penyelamatan dan karikatif itu. Dia menolak segala bentuk pemberian pertolongan untuk keluarganya sendiri. Saudaranya tetap sebagai tukang pos Gereja saja pada saat dia sudah paus. Keponakan kesayangannya dibiarkan tetap tinggal sebagai imam kampung dan ketiga saudarinya tinggal bersama dekat dan dengan kemelaratan di Roma. Dia sering berbicara tentang asal-usulnya sendiri yang sederhana yang mendasari juga perhatian dan pelayanan kepada kaum miskin. Saya lahir miskin, saya hidup miskin, dan saya mendambakan mati miskin. Dikenal sebagai orang yang suci oleh banyak orang, sehingga venerasi publik Paus Pius mulai segera setelah kematiannya. Banyak usulan-usulan yang muncul agar proses beatifikasinya lekas terjadi setelah kematiannya.

Jabatan Paus mulai Kepausannya berakhir Pendahulu Pengganti Tahbisan Imam Dikonsekrasi Menjadi Kardinal Nama Lahir Lahir Meninggal Hari Pestanya Beatifikasi Kanonisasi

4 Agustus 1903 20 August 1914 (11 tahun, 16 hari) Leo XIII Benediktus XV 18 September 1858 oleh uskup Giovanni Antonio Farina 20 November 1884 oleh Lucido Maria Parocchi 12 Juni 1893 Giuseppe Melchiorre Sarto 2 Juni 1835: Riese, Lombardy Venesia Kekaisaran Austria 20 Agustus 1914 (umur 79), Istana Apolostolik Roma 21 Agustus;3 September(Kalender Kuria Roma 19551969) 3 Juni 1951 oleh Paus Pius XII 29 Mei 1954 oleh Paus Pius XIIby p.hiasintus sinaga, ofmcap.- september 2011