73
Lecture Notes : Tatalaksana Tatalaksana Penyakit Kronik Penyakit Kronik di Bulan Puasa di Bulan Puasa Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa PT. MULTIMEDIKA DIGITAL INDONESIA Rizki Nur Rachman Putra Gofur, dr.

Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

Lecture Notes :

Tatalaksana Tatalaksana Penyakit Kronik Penyakit Kronik di Bulan Puasadi Bulan Puasa

Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

PT. MULTIMEDIKA DIGITAL INDONESIA

Rizki Nur Rachman Putra Gofur, dr.

Page 2: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

Lecture Note :

Tatalaksana Penyakit Kronik

di Bulan Puasa Oleh : Rizki Nur Rachman Putra Gofur, dr.

DAFTAR ISI

1. Manajemen Dispepsia Saat Puasa 1

2. Tatalaksana Diabetes Melitus Saat Puasa 15

3. Puasa dan Kardiovaskular 33

4. Tatalaksana CKD di Bulan Puasa 45

5. Berpuasa Ramadhan di Tengah Pandemi

Covid 19 58

HALAMAN

Halaman

Page 3: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

1

Manajemen Dispepsia Saat Puasa

Dispepsia merupakan kumpulan gejala

yang ditandai rasa tidak nyaman pada perut

bagian atas. Prevalensi dispepsia sekitar 25-

40% dari populasi, hampir separuh pasien

mengobati keluhannya sendiri, dan sekitar

25% datang pada fasilitas kesehatan. Keluhan

dispepsia dapat menyebabkan penurunan

kualitas hidup pasien, oleh karena rasa nyeri

yang tidak nyaman serta bisa menurunkan

produktifitas seseorang.

Puasa ramadhan menjadi tantangan

tersendiri pada pasien dispepsia karena tidak

adanya asupan makanan atau minuman

selama seharian. Keluhan dispepsia (nyeri

perut, kembung, indigestion, heartburn)

Page 4: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

2

sering timbul pada orang yang memiliki pola

makan tidak sehat, seperti jumlah makan

yang berlebihan saat berbuka dan sahur.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

mengetahui efek dari puasa ramadhan pada

penderita dispepsia. Dikatakan dalam sebuah

jurnal pada pasien dispepsia yang telah

terkonfirmasi adanya ulkuk peptik aktif tidak

disarankan untuk berpuasa. Dan penggunaan

proton pump inhibitors (PPI) ternyata dapat

memperbaiki keluhan dyspepsia pada

beberapa pasien. Lalu bagaimana manajemen

pasien dyspepsia saat berpuasa?..... Dan

bagaimana peran obat-obatan antisekretori

pada saat berpuasa?..... Artikel ini berusaha

menjawab pertanyaan tersebut.

Page 5: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

3

Dispepsia

Dispepsia bukanlah sebuah diagnosis.

Dispepsia merupakan kumpulan gejala nyeri

perut atau rasa tidak nyaman pada perut yang

berpusat di abdomen bagian tengah.

Gejala utama pada dispepsia:

1. Retrosternal or epigastric pain

2. Rasa penuh

3. Kembung

4. Rasa terbakar di dada bagian tengah

5. Mual muntah

6. Anoreksia

Derajat nyeri pada dispepsia dapat

ringan hingga berat, dapat presisten (terjadi

Page 6: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

4

terus menerus dan menetap) atau rekuren

(berulang), dan dapat membaik sendiri tanpa

pengobatan ataupun membutuhkan pengo-

batan.

Keluhan dispepsia dapat berhubungan

dengan berbagai keadaan, diantaranya

gangguan traktus gastrointestinal atas seperti

ulkus peptikus atau kanker gaster, patologi

abdomen bagian atas seperti adanya batu

empedu, ataupun kelainan yang disebaban

oleh sistem lain seperti infark miokard.

Pada tabel dibawah ini terdapat

pembagian sub grup dispepsia yakni sub grup

refluks, ulkus (seperti dalam ulkus peptikum),

dan dismotilitas. Lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut.

Page 7: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

5

Refluks Heartburn – adanya regurgitasi

dari asam lambung

Ulkus

Nyeri abdomen atas dengan

predominan tiga gejala :

Nyeri atau rasa tidak

nyaman pada epigastrik

Nyeri hilang setelah

pemberian makanan

Nyeri berkurang dengan

pemberian antasida atau

obat lain yang efektif

untuk ulkus pepti

Nyeri muncul sebelum

makan atau saat lapar

Nyeri dapat

membangunkan

seseorang dari tidur

Page 8: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

6

Nyeri dapat hilang dan

timbul

Dismotilitas

Dicirikan oleh

ketidaknyamanan pada

abdomen atas disertai oleh tiga

atau lebih gejala :

Setelah makan perut

terasa penuh

Mual

Mual dan muntah

Perut bagian atas terasa

penuh namun tidak

terlihat adanya distensi

abdomen

Ketidaknyamanan pada

perut umumnya

diperberat dengan

makan

Page 9: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

7

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan,

adalah bahwa gejala-gejala ini tidak selalu

berdiri sendiri. Gejala dyspepsia umumnya

tumpang tindih (overlap) jadi gejala

dismotilitas dapat muncul bersamaan dengan

gejala refluks, dan gejala dimostilitas. Berikut

seterusnya, jadi sebaiknya dapat dilihat

dengan komperhensif dan tidak berfokus pada

satu gejala.

Tatalaksna Dispepsia

Sebelum memulai tatalaksana perlu

ditegakkan diagnosis dari dyspepsia tersebut.

Pikirkan tidak hanya proses patologis di

saluran gastrointestinal bagian atas tapi

pikirkan juga proses patologis lain seperti dari

jantung, hepar, paru-paru saluran kemih,

hingga saluran cerna bagian bawah. Terutama

Page 10: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

8

untuk pasien-pasien lansia dengan faktor

risiko kardiovaskular. Pasien-pasien lansia

dengan penyakit kardiovaskular terkadang

juga datang dengan gejala abdominal.

Kemudian jika pasien sedang mengkonsumsi

berbagai obat yang dapat menyebabkan

dyspepsia, dapat dihentikan atau diganti

dengan obat lain yang memiliki manfaat

serupa, namun jika ragu dapat dikonsultasikan

dengan dokter spesialis. Obat-obat yang dapat

menyebabkan dyspepsia adalah aspirin /

NSAID, kalsium antagonis, nitrat, teofilin,

bifosfonat, dan steroid.

Pada beberapa kasus dispepsia dengan

“alarm sign” membutuhkan investigasi lebih

lanjut. Berikut “alarm sign” pada dispepsia:

Page 11: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

9

Pendarahan gastrointestinal (dirujuk

pada hari yang sama)

Mual muntah presisten

Penurunan berat badan yang progresif

(tidak direncanakan)

Disfagia

Massa pada daerah epigastrik

Anemia akibat adanya pendarahan

gastrointestinal

Dispepsia yang tidak membaik/tidak

respon dengan terapi standar

Dispepsia dan Puasa

Gejala-gejala dyspepsia seperti panas,

nyeri, penuh, mual, juga umum ditemukan

pada pasien yang sedang puasa terutama

Page 12: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

10

yang memimiliki kebiasan buruk seperti

makan berlebihan saat sahur dan berbuka.

Pasien dengan ulkus peptic yang aktif

sebaiknya disarankan untuk tidak berpuasa

karena kemungkinan untuk munculnya

komplikasi sangat tinggi. Pasien dengan ulkus

peptic yang tidak aktif, dapat berpuasa

sembari mengkonsumsi proton pump inhibitor.

Sebelum melakukan puasa sebaiknya

pasien yang menderita dyspepsia melakukan

kontrol ke dokter untuk dilakukan peme-

riksaan dan edukasi. Hindari dehidrasi selama

puasa, apalagi jika puasa dilakukan saat

musim kemarau. Konsumsi diet yang sehat

dan seimbang, pilih makanan yang kaya serat,

rendah garam, dan memiliki indeks glikemik

yang rendah. Saat buka puasa mulailah

Page 13: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

11

dengan makanan yang ringan seperti kurma,

dan jangan mengisi perut terlalu banyak.

Setelah itu mulai makan berat setelah salat

terawih. Kemudian jangan segera tidur setelah

makan berbuka maupun sahur.

Edukasi lain adalah ada beberapa hal

dan makanan yang sebaiknya tidak di-

konsumsi saat berpuasa. Beberapa hal yang

harus dihindari adalah :

Makanan yang berlemak dan terlalu

banyak minyak

Buah yang mengandung asam seperti

lemon, anggur, tomat, dan jeruk

Makanan pedas

Makanan yang mengandung terlalu

banyak gula

Page 14: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

12

Makan terlalu banyak saat berbuka

maupun sahur

Merokok

Langsung tidur setelah makan < 3-4 jam

Terapi medikamentosa pada dispepsia

fungsional :

1. proton pump inhibitor (diminum 30

menit sebelum makan)

a. omeprazole 20mg (1-2x/hari)

b. pantoprazole 40mg

c. rabeprazole 10 mg

d. esomeprazole 40mg

e. lansoprazole 15-30 mg

2. prokinetik (domperidon)

3. psikofarmasi (amitriptilin)

4. penghambat reseptor H2 (ranitidin)

5. antasida

Page 15: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

13

Daftar pustaka

Abbas, Z. J Pak med Assoc. 2015 May;

65(5Suppl 1):S68-71

Bragazzi, N. L. et al. (2015) ‘Ramadan fasting

and infectious diseases: A systematic

review’, Journal of Infection in

Developing Countries, 9(11), pp. 1186–

1194. doi: 10.3855/jidc.5815.

E Chandra, S Ndraha

Indonesian Journal of Gastroenterology,

Hepatology and Digestive Endoscopy

Vol 14, No 2, August 2013

Moayyedi, P. M. et al. (2017) ‘ACG and CAG

Clinical Guideline: Management of

Dyspepsia’, American Journal of

Gastroenterology, 112(7), pp. 988–1013.

doi: 10.1038/ajg.2017.154.

Rimmani HH, et al

Digestive Disease 2019; 37:188-193

Talley NJ, Phung N, Kalantar JS. ABC of the

upper gastrointestingal tract:

Page 16: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

14

Indigestion: When is it functional? BMJ

323:2001; 1294-1297

Talley, N. J. and Ford, A. C. (2015) ‘Functional

dyspepsia’, New England Journal of

Medicine, 373(19), pp. 1853–1863. doi:

10.1056/NEJMra1501505.

Page 17: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

15

Tatalaksana Diabetes Melitus Saat Puasa

Bulan Ramadhan adalah bulan yang

penuh berkah, namun juga selalu menjadi

tantangan bagi dokter umum karena puasa

mengatur ulang aktivitas fisiologis dari tubuh.

Karena puasa saat Bulan Ramadhan,

masyarakat Indonesia menjalankan puasa dan

hanya makan di saat sahur yaitu sebelum

matahari terbit dan berbuka puasa yaitu

setelah matahari terbenam. Hal ini

menyebabkan konsumsi obat pun menjadi

berubah, dan berpotensi mengurangi

kepatuhan pasien karena perubahan pola

makan dan pola kehidupan. Selain itu puasa

sendiri juga memberikan dampak kesehatan

bagi pasien, dan tidak semua pasien

diperbolehkan untuk melakukan puasa

Page 18: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

16

Ramadhan. Masalah-masalah ini umumnya

dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit

kronis, dan salah satu penyakit kronis tersebut

adalah penyakit yang berhubungan dengan

metabolik seperti diabetes mellitus.

Sebelum memasuki materi, mari sedikit

mengingat kembali patofisiologi dari diabetes

mellitus dan apa hubungannya dengan puasa.

Sekresi insulin menyebabkan penyimpanan

glukosa di liver dan otot sebagai glikogen.

Pada orang sehat aktivitas ini dirangsang

dengan makan. Saat puasa, glukosa darah

cenderung rendah, menyebabkan penurunan

sekresi insulin, yang akhirnya menyebabkan

pembongkaran glikogen dan meningkatkan

gluconeogenesis. Karena puasa terus

berlanjut, maka glikogen akan semakin

Page 19: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

17

sedikit, dan level insulin yang rendah pada

darah menyebabkan asam lemak terlepas dari

jaringan adipose. Oksidasi dari asam lemak

dapat menjadi keton yang dapat digunakan

sebagai bahan baar otot, jantung, hepar,

ginjal, dan jaringan lain. Hal ini menyisakan

glukosa untu dipakai otak dan eritorsit.

Pada individu tanpa diabetes, proses di

atas direulgasi oleh keseimbangan insulin dan

hormone kontrarulgator untuk mempertahan-

kan konsentrasi glukosapada level yang

fisiologis. Pada pasien dengan diabetes,

homeotstasis glukosa diganggu oleh

patofisiologi dari diabetes mellitus. Pada

pasien dengan insulin defisiensi yang berat,

puasa yang panjang tanpa adanya insulin

dapat menyebabkan pembongkaran glikogen

Page 20: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

18

yang berelebihan gluconeogenesis dan keto-

genesis yang meningkat, menyebabkan

hiperglikemia dan ketoasidosis. Pasien dengan

diabetes mellitus tipe 2 dapat menderita

gangguan yang sama jika puasa berlangsung

dalam waktu lama. Ketoasidosis jarang

ditemukan walau tetap mungkin terjadi, dan

keparahan hiperglikemia tergantung dari

keparahan resistensi insulin.

Pasien yang melakukan puasa dalam

bulan Ramadhan memiliki risiko untuk terkena

komplikasi dari diabetes mellitus. Beberapa

komplikasi tersebut adalah hipoglikemia,

hiperglikemia, dan ketoasidosis diabetikum.

Komplikasi tersebut akan dijabarkan di bawah

ini

Page 21: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

19

Hipoglikemia

Penurunan konsumsi makanan merupa-

kan faktor risiko yang sudah banyak dikenal

saat bulan puasa. Hipoglikemia menyebabkan

2-4 % mortalitas pada pasien DM tipe 1. Tidak

ada perkiraan pasti angka mortalitas akibat

hipoglikemia pada DM tipe 2, namun

hipoglikemia ini dirasa jarang ditemukan pada

diabetes tipe 2. Pasien DM tipe 2 lebih jarang

menderita hipoglikemia dibandingkan dengan

DM tipe 1, dan risiko ini jauh lebih rendah lagi

pada pasien DM tipe 2 yang mendapat terapi

oral saja.

Hiperglikemia

Kontrol glikemia pada pasien DM pada

bulan Ramadhan dilaporkan memburuk, baik,

atau tetap. Pasien yang berpuasa pada bulan

Page 22: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

20

Ramadhan memiliki faktor risiko lima kali

peningkatan insiden hiperglikemia dan

membutuhkan perawatan di rumah sakit saat

bulan Ramadhan. Hal ini ditemukan pada

pasien diabetes mellitus tipe dua. Sedangkan

pada DM tipe 1 ditemukan risiko tiga kali lipat

menderita hiperglikemia berat dengan atau

tanpa ketoasidosis diabetikum. Hiperglikemia

dapat terjadi akibat penurunan dosis dari obat

yang mencegah hipoglikemia. Pasien yang

juga melaporkan peningkatan konsumsi

makanan dan gula memiliki risiko tinggi untuk

menderita hiperglikemia.

Ketoasidosis Diabetikum

Pasien dengan ketoasidosis diabetikum

umumnya yang menderita DM tipe 1. Pasien

yang berpuasa Ramadhan, memiliki risiko

Page 23: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

21

besar untuk mengalami komplikasi ini. Apalagi

yang sebelumnya memiliki kepatuhan rendah

soal diet dan pengobatan. Ketoasidosis

diabetikum juga dapat muncul akibat

penurunan dosis insulin yang dilakukan sebab

terdapat asumsi konsumsi makanan juga

menurun saat bulan puasa.

Tatalaksana

Untuk pasien DM yang berpuasa dalam

bulan Ramadhan, ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan. Pertama adalah tentu saja

memeriksakan diri ke dokter sebelum

melakukan puasa untuk menilai kondisi tubuh

serta menentukan apakah sang pasien bisa

melakukan puasa Ramadhan. Beberpaa

tatalaksana yang bisa dilakukan adalah :

Page 24: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

22

Monitor gula darah secara mandiri,

tergantung dari jenis dan regimen terapi

yang diberikan. Monitor gula darah

dapat dilakukan beberapa kali sehari,

terutama untuk pasien yang diobati

menggunakan insulin dan insulin

sekretagog. Monitor gula darah

dilakukan 2-4 kali sehari, terutama

sebelum sahur, saat puasa, dan sesudah

berbua

Minta pasien periksa ke dokter minimal

1 bulan sebelum melakukan puasa untuk

edukasi, modifikasi regimen terapi, serta

menilai kondisi pasien

Minta pasien untuk tidak melewatkan

sahur karena dapat menyebabkan risiko

hipoglikemia

Page 25: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

23

Hindari aktivitas fisik yang berlebihan

karena dapat menyebabkan dehidrasi

Jika terjadi hipoglikemia, sarankan

pasien untuk buka puasa dan konsumsi

makanan manis

Untuk modifikasi regimen terapi pasien,

umumnya dapat dilakukan seperti di

bawah ini :

Sebelum

Ramadhan Saat Ramadhan

Pasien yang se-

dang

melakukan diet

dan olahraga

Modifikasi durasi dan inten-

sitas dari aktivitas fisik, pas-

tikan pasien mengkonsumsi

cairan yang cukup

Pasien dengan

pengobatan

oral anti dia-

betes

Berikan pemberian cairan

yang cukup

Biguanid, Tidak perlu perubahan

Metformin 1x sehari diberikan

Page 26: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

24

saat buka

2x sehari diberikan

saat sahur dan buka

3x sehari diberikan 1x

saat sahur dan 2x saat

buka

Sulfonilurea

sekali sehari

Berikan dosis saat

buka

Pada pasien dengan

gula darah baik, dosis

dapat diturunkan

Sulfonilurea

dua kali sehari

Dosis buka tetap

Pada pasien dengan

gula darah baik dosis

sahur dapat diturun-

kan

Pasien yang se-

dang menjalan-

kan terapi insu-

lin long /

intermediate

acting

NPH

/determir/glargine/degludec

1 x sehari

Turunkan dosis 15-30%,

berikan saat buka

Pasien yang se- Dosis normal saat buka

Page 27: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

25

dang menjalan-

kan terapi

insulin short

acting

Hilangkan dosis makan siang

Turunkan dosis sahur

sebanyak 25-50%

Pasien yang se-

dang menjalan-

kan terapi

insulin premix

satu kali sehari

Dosis normal saat buka

Pasien yang se-

dang menjalan-

kan terapi

insulin premix

dua kali sehari

Dosis normal saat buka

Turunkan dosis sahur

sebanya 25-50%

Pasien yang se-

dang menjalan-

kan terapi

insulin premix

tiga kali sehari

Hilangkan dosis makan siang

Atur ulang dosis sahur dan

berbua

Lakukan titrasi dosis setiap

3 hari dengan cara

GDA pre sahur/pre buka <

70 mg/dl Turunkan 4 unit

GDA pre sahur/pre buka 70-

90 mg/dl Turunkan 2 unit

Page 28: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

26

GDA pre sahur/pre buka 90-

126 mg/dl Tidak perlu

perubahan

GDA pre sahur/pre buka

126-200 mg/dl Naikkan 2

unit

GDA pre sahur/pre buka >

200 mg/dl Naikkan 4 unit

Sedangkan untuk beberapa OAD yang

dapat diberikan pada pasien DM, akan di-

review di bawah ini sekaligus catatan-catatan

penting yang perlu diperhatikam.

Nama

Generik

Dosis

harian

(mg)

Keunggulan Catatan

Sulfonilurea

Glipizid 2,5-20 Menurunkan

HbA1c seba-

nyak 1-2 %,

respon awal

bagus, tidak

Hipoglike-

mia,

kenaikan

berat ba-

dan, perlu

Glyburide 1,25 – 20

Glimepiride 1-4

Glicazide 40 – 320

Page 29: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

27

ada lag time

sebelum

respon, dosis

sekali sehari,

harga murah

hati-hati

pada pasi-

en dengan

disfungsi

renal/hati,

dan alergi

sulfa

Meglitinides

Repaglinide 0,5 -8 Mennurunkan

HbA1c

sebanyak 1-

1,15 % dan

memilii waktu

paruh yang

lebih sedikit

dibandigkan

sulfonylurea

Hipoglike-

mia,

menaikkan

berat

badan, do-

sis yang

berulang,

dan lebih

mahal di-

banding-

kan sulfo-

nylurea

Nateglinide 60-120

Alpha

glukosidase

inhibitor

Page 30: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

28

Acarbose 25-150

Menurunkan

HbA1c

sebanyak 0,5

– 0,8%,

menurunkan

glukosa post

prandial

tanpa

menyebaban

hipoglikemia,

tidak

menyebabkan

peningkatan

berat badan

Tidak lebih

efektif di-

banding-

kan sulfo-

nylurea

dan

metformin

dalam

menurun-

kan glike-

mia, dapat

menyebab

kan

produksi

gas dan

gejala

gastrointe

stinal

Insulin

sensitizer

Metformin 500-2000

Menurunkan

HbA1c

sebanyak 1 –

Efek

samping

gastrointe

Page 31: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

29

2 %, tidak

mengubah

berat badan,

respon awal

yang baik,

pemakaian

jangka

panjang yang

aman, risiko

hipoglikemia

kecil, dapat

memperbaiki

profil lipid,

dapat

menurunkan

kejadian

makrovasku-

lar, harga

murah

stinal,

risiko

asidosis

laktat,

tidak

adapat

digunakan

pada

pasien

dengan

disfungsi

hati dan

hepar

Sedangkan untuk menjawab, pasien DM

dalam keadaan apa yang boleh melakukan

Page 32: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

30

puasa Ramadhan, berikut adalah stratifikasi

risiko dari kondisi-kondisi umum.

Kategori

Risiko Kondisi

Risiko

sangat

tinggi

Pasien dengan hipoglikemia

berat selama 3 bulan

terakhir

Riwayat hipoglikemia

berulang

Kontrol glikemik yang buruk

Memilki riwayat KAD 3 bulan

terkahir

DM tipe 11

Menderita keadaan koma

hyperosmolar

hiperglikemiak dalam 3

bulan terakhir

Memilki pekerjaan dengan

aktivitas fisik berat

Hamil

Menjalani cuci darah

Glikemia moderat dengan

Page 33: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

31

Risiko

tinggi

gulada darah 150-300 mg/dl

atau A1c 7,5% - 9,0 %

Insufiesiensi renal

Memiliki komplikasi

makorvaskular lanjut

Hidup sendiri dan diobati

dengan insulin atau

sulfonylurea

Pasien dengan kondisi

komorbid yang dapat

menyebabkan faktor risiko

tambahan

Usia tua dengan kesehatan

yang tidak baik

Risiko

Sedang

Diabetes terkontrol yang

diobati dengan short acting

insulin secretagogues

Risiko

rendah

Diabetes terkontrol dengan

terapi gaya hidup,

metformin, akarbose,

thizolindinediones, dan atau

terapi berbasis incretin, dan

Page 34: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

32

pasien secara umum sehat.

Daftar pustaka

Al-Arouj, M. et al. (2010) ‘Recommendations for management of diabetes during Ramadan: Update 2010’, Diabetes Care,

33(8), pp. 1895–1902. doi: 10.2337/dc10-0896.

Ibrahim, M. et al. (2015) ‘Recommendations for management of diabetes during Ramadan: Update 2015’, BMJ Open Diabetes Research and Care, 3(1), pp. 1–9. doi: 10.1136/bmjdrc-2015-000108.

Page 35: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

33

Puasa dan Kardiovaskular

Bulan Ramadhan selalu menjadi

tantangan bagi dokter umum karena puasa

mengatur ulang aktivitas fisiologis dari tubuh.

Karena puasa saat Bulan Ramadhan,

masyarakat Indonesia menjalankan puasa dan

hanya makan di saat sahur dan berbuka

puasa. Hal ini menyebabkan konsumsi obat

pun menjadi berubah, dan berpotensi

mengurangi kepatuhan pasien karena

perubahan pola makan dan pola kehidupan.

Selain itu puasa sendiri juga memberikan

dampak kesehatan bagi pasien, dan tidak

semua pasien diperbolehkan untuk melakukan

puasa Ramadhan. Masalah-masalah ini

umumnya dihadapi oleh pasien-pasien dengan

penyakit kronis, dan salah satu penyakit

Page 36: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

34

kronis tersebut adalah penyakit yang

berhubungan dengan kardiovaskular. Artikel

ini akan membahas mengenai efek puasa

terhadap kardiovaskular. tips pengaturan

dosis obat selama puasa.

Sebelum memulai puasa Ramadhan

sebaiknya semua pasien dihimbau untuk

kontrol sehingga dokter dapat melakukan

penilaian mengenai kondisi kardiovaskular

pasien, memberikan edukasi mengenai puasa,

melakukan pengaturan ulang pada tatalaksana

pasien, serta menentukan apakah pasien

dapat melakukan puasa Ramadhan atau tidak.

Secara umum terdapat milyaran muslim

di dunia yang melakukan puasa Ramadhan.

Sebagian besar dari mereka, menurut studi

literature, dapat menjalankan puasa dengan

Page 37: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

35

baik. Menurut studi oleh Chamsi-Pasha dan

Ahmed, dari 86 pasien poliklinik yang mereka

tangani dengan berbagai kondisi penyakit

kardiovaskular, sekitar 74% aspei sukses

melakukan puasa Ramadhan secara penuh.

Sedangkan sekitar 10,4% pasien tidak

berpuasa selama 1-7 hari, dan hanya 3,5%

yang tidak melakukan puasa sama sekali.

Tidak ada perubahan berarti pada pasien-

pasien dalam studi ini. Studi ini kemudian

menyimpulkan bahwa mayoritas pasien

dengan penyakit jantung yang stabil dapat

berpuasa tanpa ada dampak negative.

Studi lain oleh Al Suwaidi et al., melihat

kondisi 465 pasien penyakit kardiovaskular

stabil yang berpuasa saat ramadhan. Penyakit

kardiovaskular yang diobservasi pada penyakit

Page 38: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

36

ini bermacam-macam mulai dari gagal

jantung, fibrilasi atrial, hingga angina.

Sebanya 91,2% pasien berpuasa tanpa ada

dampak negative. Hanya sekitar 6,7% yang

merasa keadaannya semakin buruk saat

puasa Ramadhan. Studi ini juga menemukan

bahwa 82,8% pasien patuh terhadap

pengobatan penyakit kardiovaskular dan seitar

68,8% pasien patuh dengan aturan diet.

Hanya 19 orang pasien yang membutuhkan

perawatan di rumah sakit akibat masalah

kardiovaskular. Studi ini menyimpulkan pasien

dengan penyakit kardiovaskular stabil dapat

berpuasa, dan efek yang ditimbulkan puasa

untuk penyakit jantung hanya minimal.

Beberapa studi yang menginvestigasi efek

yang ditimbulkan puasa ramadhan terrhadap

insiden sindroma korona akut, infark miokard

Page 39: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

37

akut, dan unstable angina. puasa Ramadhan

tidak meningkatkan angka kejadian penyakit –

penyakit kardiak akut. Angka kejadian

penyakit penyakit seperti sindroma koroner

akut, dekompensasio kordis, dan stroke

memiliki angka yang sama pada bulan–bulan

tanpa puasa, dan juga pada bulan Ramadhan.

Sebuah studi yang dilakukan Temizhan

menginvestigasi efek puasa Ramadhan pada

penyakit jantung koroner. Mereka mem-

bandingkan kejadian infark miokard akut dari

unstable angina saat bulan Ramadhan dan

sebelum bulan Ramadhan pada tahun 1991-

1997. Studi ini kemudian mengumpulkan

subyek sebanyak 1655 pasien, kemudian studi

ini menemukan bahwa angka kejadian

penyakit jantung akut lebih sedikit pada bulan

Ramadhan dibandingkan sebelum atau

Page 40: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

38

sesudah bulan Ramadhan. Justru angka

kejadian-kejadian penyakit ini lebih sedikit

pada bulan Ramadhan. Studi ini kemudian

menarik kesimpulan bahwa puasa Ramadhan

tidak meningkatkan penyakit jantung akut.

Menurut literature yang ditulis Perk et al.

pasien yang memiliki hipertensi ringan dapat

menjalankan puasa Ramadhan dengan baik

setelah sebelumnya dilakukan pemerisaan

fisik, edukasi, dan pengaturan dosis obat.

Untuk hipertensi grade 2-3 sering dikatikan

dengan risiko sedang hingga tinggi

kardiovaskular. Pasien-pasien yang masuk ke

dalam kelompok ini perlu dilakukan terambi

kombinasi untuk kontrol tekanan darah yang

efektif. Menurut studi lain oleh Ural et al.

pasien yang mengalami hipertensi grade 2

Page 41: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

39

hingga 3 terkontrol tidak mengalami

perubahan tekanan darah saat puasa

Ramadhan. Konsumsi obat penurun tekanan

darah dua kali sehari sebelum sahur dan

sesudah buka merupakan regimen yang tepat

untuk kontrol tekanan darah dan diapliasian

saat bulan Ramadhan.

Namun hal ini berbeda untuk beberapa

pasien dengan kepatuhan rendah dan tekanan

darah tidak terkontrol. Dilaporkan angka

kunjungan ke unit gawat darurat dengan

kondisi terkait hipertensi pada bulan

Ramadhan meningkat. Kepatuhan yang buruk

ditambah dengan perubahan fisiologis pada

saat puasa termasuk rasa lapar di saat

tertentu dapat menyebabkan temuan ini.

Diuretik sebaiknya dihindari saat puasa,

Page 42: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

40

terutama pada tempat-tempat yang panas,

atau jika harus diberian sebaiknya diberikan

setelah buka puasa. Pasien dengan tekanan

darah yang tidak terkontrol sebaiknya tidak

berpuasa sebelum tekanan darah merah

stabil. Pasien dengan kegawatdaruratan

kardiovasular harus ditangani sebagaimana

mestinya dengan protokol standard.

Sementara untuk kasus gagal jantung

atau heart failure. Al Suwaidi et al., mencoba

menginvestigasi hubungan puasa Ramadhan

dengan gagal jantung kongestif. 2160 pasien

menjadi subyek pada studi ini. Studi ini

menemukan bahwa angka masuk rumah sakit

pada gagal jantung kongestif tidak berbeda

pada bulan Ramadhan jika dibandingkan pada

bulan-bulan lain. Tidak terdapat perbedaan

Page 43: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

41

dari gejala penyakit, maupun dilihat dari

parameter hematologis dan biokimiawi.

Namun studi ini juga menyarankan bahwa

pasien yang diobati menggunakan diuretic

sebaiknya tidak berpuasa terutama dalam

kondisi cuaca yang panas.

Sebelum melakuan puasa sebaiknya

pasien yang menderita penyakit kronis seperti

penyakit kardiovaskular mengunjungi dokter

untuk kontrol 1 atau 2 bulan sebelum puasa.

Kunjungan ini diperlukan untuk melakukan

pemeriksaan fisik, edukasi mengenai puasa,

serta pengaturan dosis obat. Dehidrasi dan

ketidakseimbangan elektrolit perlu dihindari

untuk pasien dengan diuretic, sebaiknya

diuretic tidak diberikan karena dapat

menyebabkan disritmia berat saat puasa.

Page 44: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

42

Untuk pasien puasa, diuretik bukan pilihan

utama untuk pasien hipertensi. Sedangkan

untuk pasien gagal jantung kongestif diuretic

dapat diberikan dengan pengaturan dosis

berupa dosis yang lebih rendah terutama

untuk golongan loop diuretic apalagi jika

puasa dilakukan pada musim kemarau.

Ubahlah dosis obat menjadi sekali sehari jika

memungkinkan untuk membantu memperbaiki

kepatuhan pasien.

Untuk merangkum semua materi di atas,

berikut ini ada beberapa tips menangani

pasien kardiovaskular selama puasa. Berikut

adalah tips dari dr. Ragil Sp.JP:

Puasa Ramadhan umumnya aman

dilakukan untuk pasien gagal jantung

Page 45: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

43

kronis pada kondisi stabil NYHA class 1

atau 2

Tetap lakukan pembatasan cairan dan

garam (jika memang sebelum puasa hal

ini dilakukan), dan jangan kurangi dosis

obat

Beberapa pasien tidak dapat melakukan

puasa, yang termasuk pada golongan

tersebut adala pasien

o Sakit Kritis

o Gagal jantung NYHA kelas 3-4

o Krisis hipertensi atau hipertensi

tidak terkontrol

o Sindroma koroner akut

Page 46: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

44

Jika memungkinan ubah dosis menjadi

dosis tunggal. Hal ini mungkin dilakukan

untuk pengobatan pasien gagal jantung

Untuk obat dengan dua dosis, berikan

dengan jeda selama mungkin saat jam-

jam pasien tidak melakukan puasa.

Daftar pustaka

Chamsi-Pasha, H., Ahmed, W. H. and Al-Shaibi, K. F. (2014) ‘The cardiac patient during Ramadan and Hajj’, Journal of the Saudi Heart Association. King Saud

University, 26(4), pp. 212–215. doi: 10.1016/j.jsha.2014.04.002.

Chamsi-Pasha, M. and Chamsi-Pasha, H. (2016) ‘The cardiac patient in Ramadan’, Avicenna Journal of Medicine, 6(2), p. 33. doi: 10.4103/2231-0770.179547.

Page 47: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

45

Tatalaksana CKD di Bulan Puasa

Puasa telah banyak diteliti oleh banyak

ilmuan dari seluruh dunia. Secara umum

puasa memberikan efek yang baik untuk

kesehatan. Puasa dilakukan oleh masyarakat

seluruh dunia dengan berbagai latar belakang

mulai dari sebagai tren, ajaran agama,

maupun karena alasan sosial budaya. Tidak

terkecuali bagi masyarakat Indonesia.

Masyarakat Indonesia mayoritas terdiri dari

pemeluk agama Islam. Agama Islam

mengajarkan untuk berpuasa selama bulan

Ramadhan dari terbit hingga tenggelamnya

matahari. Muslim yang berpuasa dalam bulan

Ramadhan tidak hanya muslim yang sehat

saja, namun juga para pengidap penyakit

kronis. Para pengidap penyakit kronis ini salah

Page 48: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

46

satunya adalah pasien dengan chronic kidney

disease (CKD) atau gagal ginjal kronis. Lalu

bagaimana dampak puasa terhadap CKD?

Bagaimana tatalaksana pasien CKD selama

puasa?..... Bolehkah pasien CKD berpuasa?.....

Artikel ini berusaha menjawab pertanyaan

pertanyaan di atas.

Chronic Kidney Disease

Sebelumnya mari sedikit membahas

mengenai CKD untuk me-refresh pengetahuan

tentang CKD. Sub bab ini disarikan dari buku

Kapita Selekta Kedokteran (Tim Kapita Selekta

Kedokteran, 2014).

Definisi dari CKD adalah adanya

kelaianan structural dan fungsional pada

ginjal. Kerusakan ini tidak boleh bersifat

sementara dan harus bertahan minimal tiga

Page 49: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

47

bulan. Kelainan stukrtur yang dimaksud

adalah kelainan struktural yang dapat dilihat

dari pemeriksaan penunjang berupa peme-

riksaan laboratorium. Kelainan tersebut adalah

albuminuria, sedimen urin, kelainan elektrolit.

Namun juga dapat melalui pemeriksaan

histologi, imaging, dan riwayat transplantasi

ginjal. Kelainan tersebut juga dapat dilihat dari

adanya penurunan laju filtrasi glomeroulus <

60 ml/menit/1,73 m persegi.

Etiologi yang menyebabkan CKD

bermacam-macam. Mulai dari infeksi yang

menyebabkan glomerulonefirtis, diabetes

mellitus yang menyebabkan nefropati

diabetikum, hipertensi, obstruksi pada saluran

kemih diakibatkan oleh batu atau tumor, lupus

sistemik, dan penggunaan obat-obatan yang

Page 50: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

48

berlebihan. Prevalensi penyakit ini di negara

maju mencapai 10-13% sedangkan di

Indonesia didapatkan sektiar 12,5% menga-

lami penurunan fungsi gijal.

Manifestasi klinis dari CKD tidak spesifik.

Pada fase awal-awal penyakit ini umumnya

tidak menunjukkan gejala. Gejala muncul

pada fase akhir. Tanda dan gejala yang

umumnya dapat muncul akibat CKD adalah :

Ketidakseimbangan elektrolit dan asam

basa : dicirikan oleh tanda gejala

hyperkalemia, asidosis metabolic, serta

hiperfosfatemia

Ketidakseimbangan cairan yang ditandai

dengan edema pada ekstremitas, efusi

pleura, asites, peningkatan JVP, asites

Page 51: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

49

Gejala-gejala gastrointestinal seperti

metallic taste, vomiting gastritis, ulkus

peptikum, dan malnutrisi

Gangguan kulit seperti kulit kering,

pruritus, dan perubahan warna kulit

Gangguan saraf seperti adanya

kelemahan otot, kelainan memori,

penurunan kesadaran

Anemia dan gangguan hemostasis

Penyakit-penyakit metabolic seperti

dyslipidemia, diabetes mellitus, dan

gangguan hormone seks.

Untuk mendiagnosis CKD selain dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik, perlu

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap

perlu dilakukan untuk mendeteksi anemia.

Page 52: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

50

Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan

profil ginjal untuk menilai kenaikan ureum

atau serum kreatinin. Peningkatan profil ginjal

mengindikasikan adanya kerusakan ginjal.

Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan

elektrolit, CKD dicirikan dengan adanya

hyperkalemia, hipokalsemia, hiperfofatemia,

hipermagesemia.

Secara umum pasien baru CKD atau

dengan kecurigaan CKD (yang sebelumnya

belum didiagnosis CKD) perlu dirujuk ke

fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Namun ada

beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa

perujukan harus dilakukan segera, beberapa

di antaranya adalah :

Pasien CKD baru yang perlu dicari

penyebab dari CKD tersebut

Page 53: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

51

Pasien gagal ginjal akut yang tidak

respon dengan terapi awal dan tidak ada

perbaikan fungsi ginjal

Anemia dan CKD

Pasien kecurigaan CKD dengan riwayat

penyakit ginjal di keluarga

Terdapat hematuria

CKD yang semakin memburuk

CKD dengan hipertensi tidak terkontrol

atau tidak membaik dengan pemberian

obat

CKD dengan gangguan tulang

Level kalium yang sulit terkontrol

Albuminuria refrakter

CKD yang akan dilakukan transplantasi

ginjal

Page 54: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

52

CKD dan Puasa

Puasa memiliki dampak tertentu pada

kondisi fisiologis tubuh diakibatkan tidak ada

konsumsi kalori dan cairan dari terbit matahari

hingga terbenam. Beberapa studi sudah

mencoba menjelaskan hubungan antara

keduanya. Studi oleh Al-Muhanna pada 140

pasien dengan CKD dengan rincian 40 pasien

hemodialysis rutin, 18 pasien peritoneal

dialisis, 15 pasien predialis, dan 67 dengan

terapi obat. Pada studi ini ditemuan tidak ada

efek samping puasa terhadap CKD. Namun

studi ini terbatas karena tidak mengeksklusi

pasien dengan gagal ginjal kronik stadium

akhir.

Studi lain dilakukan oleh Bakhit et al.

pada tahun 2017. Studi ini bersifar prospektif

Page 55: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

53

observasional yang mengamati 65 pasien

dengan CKD stage 3-5. Observasi dilakukan

selama Ramadhan dan 3 bulan setelah

Ramadhan. Studi ini menemukan bahwa 33%

mengalami perburukan fungsi ginjal. Studi ini

kemudian menarik kesimpulan bahwa pasien

dengan CKD stage 3 atau lebih mengalami

perburukan fungsi ginjal saat melakukan

puasa Ramadhan.

Sebelum melakukan puasa sebaiknya

pasien yang menderita penyakit kronis seperti

penyakit kardiovaskular mengunjungi dokter

untuk kontrol 1 atau 2 bulan sebelum puasa.

Kunjungan ini diperlukan untuk melakukan

pemeriksaan fisik, edukasi mengenai puasa,

serta pengaturan dosis obat. Pasien yang

diberikan diuretic perlu hati- hati karena dapat

Page 56: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

54

menyebabkan dehidrasi dan ketidakseim-

bangan elektrolit. Untuk pasien puasa, diuretik

bukan pilihan utama untuk pasien hipertensi.

Walupun diuretic tidak rutin diberikan untuk

pasien CKD, namun kadang juga dapat

disertai dengan gangguan kardiovaskular dan

hipertensi dan mendapatkan obat ini.

Sekarang keputusan yang perlu

diberikan adalah apakah seorang pasien

dengan CKD dapat berpuasa atau tidak. Jika

ragu, sebaiknya dikonsultasikan dengan

dokter spesialis penyakit dalam. Namun

terdapat beberapa kriteria seorang pasien

CKD yang tidak diperbolehkan untuk puasa:

Poliuria, pasien dengan volume urin

yang lebih besar dari 2,5 liter per hari

Page 57: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

55

Pasien dengan diabetes insipidus atau

diabetes mellitus yang tidak terkontrol

Pasien dengan segala jenis angina

Pasien dengan postural hipotensi

Pasien dengan infeksi akut

Pasien dengan ulkus peptic akut

Pasien dengan komorbid signfikan

seperti kardivaskular

Pasien yang tidak patuh dengan

modifikasi diet, obat, dan terapi.

Sedangkan untuk pasien CKD yang tidak

masuk kriteria di atas, ada beberapa tips yang

dapat diberikan selama puasa untuk menjaga

kondisi dan stabilitas penyakit. Tips tersebut

adalah :

Page 58: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

56

Dosis obat dapat diatur dan diganti

menjadi dua kali sehari dan dikonsumsi

saat sahur dan berbuka

Hentikan puasa jika terjadi gejala

ketidakseimbangan elektrolit atau

peningkatan plasma kreatinin > 30%

Hentikan puasa jika terjadi gejala -

gejala tersebut : edema, sesak, pusing

berputar, anoreksi, lemas, dan

kelemahan

Follow up pemeriksaan ke dokter setiap

1 atau 2 minggu. Pemeriksaan dilakukan

sebelum, saat, dan sesudah Ramadhan.

Saat buka hindari makanan tinggi

potassium dan pospor seperti kurma,

kismis, kacang, keju, jus, teh, dan kopi

Page 59: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

57

• Konsumsi air sekitar 1 – 2,5 liter, namun

jangan berlebihan. Konsumsi ini juga

bisa menyesuaian planning terapi.

Daftar pustaka

Ahmad S & Chowdhury TA, 2019. Ther Adv Endocrinol Metab 2019, Vol. 10: 1–11

Am Fam Physician. 2017 Dec 15;96(12):776-783

Bakhit et al., 2017. Saudi Med J. 2017 Jan; 38(1): 48–52

Bragazi, 2014. J Res Med Sci. 2014 Jul; 19(7): 665–676.

Tim Kapita Selekta Kedokteran. 2014.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesklapius.

Page 60: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

58

Berpuasa Ramadhan di Tengah

Pandemi Covid 19

Ramadhan adalah bulan suci bagi

masyarakat Muslim di seluruh dunia. Tidak

terkecuali bagi masyarakat Indonesia. Masya-

rakat Indonesia menjalani serangkaian ritual

dalam bulan Ramadhan mulai dari berpuasa,

berdiam diri di masjid, bertemu dengan sanak

saudara, hingga salat tarawih. Namun

berbagai ritual keagamaan ini membutuhkan

sedikit pengaturan di tengah pandemic Covid

19.

Covid – 19 yang merupakn singkatan

dari Coronaviruse Diesease 19 menular

melalui kontak dekat antar manusia dan

manusia. Virus ini menyebar melalui titik-titik

Page 61: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

59

air kecil yang disebut droplet. Droplet menular

ketika seseorang yang terinfeksi batuk, bersin,

atau berbicara. Untuk mengatasi penularan

Covid 19 ini, berbagai negara termasuk

Indonesia sudah melakukan mitigasi bencana

dengan menerapan physical distancing.

Physical distancing sangat krusial untuk

memperlambat laju penluran Covid -19.

Aturan ini yang kemudian mengharuskan

adanya modifikasi pada ibadah-ibadah yang

menyebabkan berkumpulnya banyak orang.

Physical Distancing menyebabkan sebagian

besar masjid ditutup, aktivitas mudik ditunda

dan dibatasi, dan tentu saja dapat

memberikan dampak yang besar dalam

aktivitas ibadah masyarakat Muslim Indonesia.

Berikut ini panduan mengadakan ibadah serta

keadaan keagamaan dan puasa Ramadhan

Page 62: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

60

yang dikeluarkan oleh World Health

Organization.

Membatalkan aktivitas yang membuat

banyak orang berkumpul sebaiknya dilakukan.

Walaupun hal ini tentu harus dilakukan

dengan hati-hati dengan memperhatikan

keadaan sosial, ekonomi, dan budaya

masyarakat. Jika tidak memungkinkan,

lakukan pembatasan, modifikasi, penundaan,

pembatalan, agar meminimalisasi risiko

tertular Covid 19. Keputusan ini sebaiknya

memang diambil oleh pemerintah pusat

sebagai salah satu bentuk mitigasi bencana.

Namun pemerintah daerah bahkan

pemerintah desa atau kelurahan dapat

melakukan sendiri jika memungkinkan. Jika

memungkinkan alihkan aktivitas-aktivitas ini

Page 63: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

61

untuk dilakukan di ruang virtual atau online.

Alihkan aktivitas berkumpul masyarakat

banyak, diganti dengan siaran telivis, radio,

atau menggunakan fasilitas video call atau

video meeting.

Jika aktivitas ibadah yang melibatkan

orang banyak terpaksa harus dilakukan,

pastikan mitigasi transmisi Covid 19

diperhatikan dan dijalankan dengan sangat

baik. Gunakan guideline yang dikeluarkan oleh

Kementrian Kesehatan RI sebagai panduan

untuk melakukan physical distancing. Pastikan

warga patuh dengan aturan ini. Untuk

membuat warga patuh, minta para pemuka

agama untuk menyampaikan pesan-pesan

mengenai Covid 19 dan Physical Distancing

pada warga. Gunakan taktik komunikasi yang

Page 64: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

62

kuat, dan gunakan strategi agar pesan dapat

sampai ke seluruh warga.

Physical Distancing

Lakukan physical distancing dengan

paling tidak mempertahankan jarak

sejauh 1 meter di antara warga lain di

setiap waktu

Gunakan salam dan sapa yang tidak

memerlukan kontak fisik seperti melam-

baikan tangan, mengangguk, atau

menaruh tangan di tengah dada

Hindari tempat-tempat ramai dan hindari

mengadakan acara-acara bertema Ra-

madhan yang menyebabkan berkumpul-

nya banyak orang

Untuk warga yang menderita sakit

terutama gejala Infeksi saluran

Page 65: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

63

pernapasan atas seperti batuk, pilek,

demam, dan sesak untuk mengisolasi

diri di rumah jika gejala ringan dan

mengunjungi fasilitas kesehatan jika

gejala memburuk. Untuk warga yang

seperti ini, dilarang datang ke acara-

acara yang berisi banyak orang

Untuk lansia atau orang dengan

penyakit penyerta seperti diabetes,

penyakit paru obstrruksi kronis, dan

penyakit jantung, sebaiknya dilarang

untuk menghadiri acara-acara yang

menjadi tempat berkumpul banyak

orang karena rentan menderita penyaki

berat akibat Covid 19.

Page 66: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

64

Acara

Jika terpaksa melaksanakan acara, ada

beberapa rambu-rambu yang harus dipatuhi.

Beberapa diantaranya adalah :

Jika harus dilakukan, adakan acara di

luar ruangan. Jika harus dilaksanakan di

dalam ruangan pastikan ventilasi baik

dan aliran udara cukup

Perpendek waktu acara sesedikit mung-

kin agar membatasi potensi tertular

Covid 19

Jika mungkin, ubah pertemuan keaga-

maan menjadi pertemuan kelompok-

kelompok kecil dengan beberapa orang.

Hindari pertemuan dengan jumlah orang

yang banyak

Minta warga yang mengikut pertemuan

keagamaan untuk melakukan physical

Page 67: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

65

distancing saat duduk maupun berdiri.

Berikan masing-masing orang tempat

yang tetap saat wudhu dan sholat

Atur warga yang masuk dan keluar dari

acara atau tempat-tempat ibadah,

pastikan warga yang masuk dan keluar

melakukan physical distancing

Jika ada warga yang sakit, larang warga

tersebut untuk mengikuti acara. Bantu

petugas kesehatan untuk melakukan

tracing pada warga lain di acara

tersebut

Pastikan warga yang beraktivitas

melakukan perilaku hidup bersih sehat

Pastikan tempat-tempat ibadah dan

tempat berkumpul keagamaan memiliki

air dan sabun untuk cuci tangan, atau

hand rub berbasis alcohol 70%. Pastikan

Page 68: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

66

hal-hal ini ada di tempat masuk dari

masjid

Pastikan ada tisu dan tempat sampah

tisu, begitu juga ada tempat tersendiri

untuk menaruh sampah serta kain bekas

ibadah

Minta warga untuk membawa sajadah

sendiri dan diletakkan di atas karpet

masjid

Jika memungkinkan tempelkan poster /

pengingat soal physical distancing, cuci

tangan, perilaku hidup bersih sehat,

serta pesan-pesan untuk mencegah

Covid 19

Bersihkan tempat ibadah secara rutin,

lakukan pembersihan sebelum dan

sesudah warga berkumpul. Bersihkan

dengan deterjen dan desinfektan

Page 69: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

67

Tempat-tempat yang perlu diberikan

perhatian khusus adalah tempat-tempat

yang sering dikunjungi banyak orang

seperti tempat wuduh. Pastikan tempat

wudhu bersih, dan sediakan tempat cuci

tangan

Bersihkan juga area-area bersama yang

sering dilewati dan disentuh orang

seperti gagang pintu, pegangan tangga,

serta tombol saklar lampu. Bersihkan

dengan desinfektan.

Zakat dan Shodaqoh

Zakat juga bagian penting saat bulan

Ramadhan, begitu juga dengan shodaqoh saat

bulan Ramadhan. Saat menyalurkan zakat

maupun shodaqoh seperti saat membagi buka

puasa, tetap perlu diperhatikan physical

Page 70: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

68

distancing. Hindari mengumpulkan banyak

orang dalam satu tempat, gunakan wadah

individu untuk masing-masing warga. Begitu

juga dengan proses masak, pengepakan,

hingga pembagian harus mematuhi aturan

physical distancing.

Puasa

Sejauh ini belum ada hubungan antara

puasa dengan covid 19. Namun jika seorang

pasien menderita penyakit kronis, harpa

mengkonsultasikan diri ke dokter apakah

dirinya boleh berpuasa atau tidak. Untuk

masyarakat yang sehat, secara umum tidak

ada masalah jika ingin berpuasa saat era

Covid 19.

Aktivitas fisik juga tetap perlu dilakukan

selama pandemi Covid 19. Banyak masyaraat

Page 71: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

69

yang akhirnya membatasi aktivitas fisik karena

tidak dapat keluar rumah. Namun aktivitas

fisik dapat dilakukan dalam rumah. Jika

terpaksa dilakuan di luar rumah tetap patuhi

aturan physical distancing dan terapkan

perilaku hidup bersih sehat. Masyarakat juga

dihimbau untuk makan sehat dan

mengkonsumsi nutrisi seimbang. Hindari

makanan yang sudah diproses, pilih makanan

yang segar dan minum banyak air. Hal ini

juga diperlukan agar sistem imun tetap kuat

dan terhindar dari Covid 19.

Kesehatan mental serta psikososial juga

perlu diperhatikan. Pandemi menyebabkan

masyarakat terkurung di rumah sehingga

kesehatan mental dapat terganggu. Man-

faatkan waktu-waktu sendiri di rumah untuk

Page 72: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

70

beribadah bersama keluarga. Waktu sendiri ini

juga dapat digunakan untuk refleksi diri akan

kondisi ibadah setahun sebelumnya. Tidak

lupa untuk selalu menjalin silaturahmi, hal ini

bisa dilakukan lewat teknologi digital seperti

video call.

Daftar pustaka

WHO (2020) ‘Safe Ramadan practices in the context of the COVID-19’, (April), pp. 1–3.

(WHO, 2020)

Page 73: Lecture Notes : Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

Lecture Notes :

Tatalaksana Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan PuasaPenyakit Kronik di Bulan Puasa

Tatalaksana Penyakit Kronik di Bulan Puasa

MEDIA INFORMASI DAN KOMUNIKASI DOKTERINDONESIA

Rizki Nur Rachman Putra Gofur, dr.