8
Lelaki Berselendang Langit Ia hanyalah seorang anak yatim, tak mempunyai sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah digerogoti penyakit renta lagi lumpuh, hanyalah penglihatan kabur yang masih tersisa. Pada tubuhnya menempel dua helai kain yang telah kusut, satu untuk menutup tubuh dan satunya untuk selendangan. Tak ada yang menghiraukannya. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, pemuda itu bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Sebenarnya ia seorang pemuda yang berpenampilan cukup tampan, hanya saja ia seorang albino dengan mata berwarna biru, dan berambut kemerahan, pundaknya lapang panjang, kulitnya putih kemerah-merahan. Ia telah menerima Islam ketika tersyiarnya berita dan dakwah Rasulullah sampai ke negerinya, Yaman. Meng-Esakan Allah tanpa menyekutukan dengan sesuatupun yang lain. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hatinya, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati ia selalu merindukan datangnya kebenaran. Bukan ajaran yang justru menyesatkan. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, kemudian pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Dan sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, senantiasa membaca Al-Qur’an yang di ajarkan para tetangganya yang telah mendapatkan seruan langsung dari Medinah dan menangis. Pemuda itu, pemuda yang senantiasa merindukan untuk bisa menatap paras Rasulullah saw, sang Kekasih Allah. Alangkah sedihnya hati pemuda itu setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya

Lelaki Berselendang Langit.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lelaki Berselendang Langit.docx

Citation preview

Lelaki Berselendang Langit

Ia hanyalah seorang anak yatim, tak mempunyai sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah digerogoti penyakit renta lagi lumpuh, hanyalah penglihatan kabur yang masih tersisa. Pada tubuhnya menempel dua helai kain yang telah kusut, satu untuk menutup tubuh dan satunya untuk selendangan. Tak ada yang menghiraukannya.Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, pemuda itu bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.Sebenarnya ia seorang pemuda yang berpenampilan cukup tampan, hanya saja ia seorang albino dengan mata berwarna biru, dan berambut kemerahan, pundaknya lapang panjang, kulitnya putih kemerah-merahan. Ia telah menerima Islam ketika tersyiarnya berita dan dakwah Rasulullah sampai ke negerinya, Yaman. Meng-Esakan Allah tanpa menyekutukan dengan sesuatupun yang lain. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hatinya, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati ia selalu merindukan datangnya kebenaran. Bukan ajaran yang justru menyesatkan. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, kemudian pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Dan sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, senantiasa membaca Al-Quran yang di ajarkan para tetangganya yang telah mendapatkan seruan langsung dari Medinah dan menangis.Pemuda itu, pemuda yang senantiasa merindukan untuk bisa menatap paras Rasulullah saw, sang Kekasih Allah. Alangkah sedihnya hati pemuda itu setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah bertamu dan bertemu dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.Ketika sebuah kabar memberitakan Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya pada pertemupuran di bukit Uhud. Kabar ini akhirnya terdengar olehnya. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Ia merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat?Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari ia mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.Beliau memaklumi perasaan anak semata wayangnya, dan berkata,Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang, dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah ia menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.Tibalah pemuda itu di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina Aisyah r.a., sambil menjawab salamnya.Segera saja ia menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, Engkau harus lekas pulang.Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan seorang pemuda yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW, Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun.Menurut informasi Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya. Sabda Rasulullah SAW. Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada Ali bin Abi Thalib r.a dan Umar bin Khattab r.a. dan bersabda,Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi.Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang seorang pemuda, sang penghuni langit. Ia segera mengingatkan kepada Ali r.a. untuk mencarinya bersama.Sejak itu, setiap ada kafilah dagang yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang seorang pemuda penggembala domba dari Yaman yang berpenampilan menyejukkan, bermata biru dan berambut merah, apakah ia turut bersama mereka.Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.Suatu ketika, ia, sang penghuni langit turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan Ali r.a. mendatangi mereka dan menanyakan apakah seorang penggembala domba yang dimaksud Rasulullah turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui pemuda itu.Sesampainya di kemah tempatnya berada, Khalifah Umar r.a. dan Ali r.a. memberi salam. Namun rupanya pemuda itu sedang melaksanakan salat. Setelah mengakhiri shalatnya, pemuda itu menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangannya, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangannya, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya oleh kedua tamu tersebut,Siapakah namamu, wahai anak muda? Abdullah, jawabnya.Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan,Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?Pemuda itu kemudian menjawab, Nama saya Uwais al-Qorni.Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibunya telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu untuk menemui Rasulullah, memandang sepuas-puasnya paras wajahnya. Khalifah Umar r.a menceritakan segala yang disampaikan Rasulullah tentang dirinya, pesan Rasulullah agar memintakan doa dan istighfar dan menyampaikan berita meninggalnya Rasulullah. Ketika mendengar berita meninggalnya Rasulullah, air matanya tak sanggup untuk di bendung.Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali r.a. memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah,Sayalah yang harus meminta doa kepada kalian. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata,Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari anda.Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata,Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya.Usai bin Jabir bercerita, bahwa Uwais mendatangi Kufah, kami sedang berkumpul dalam sebuah halaqoh dalam rangka mengingat Allah, dan Uwais ikut duduk bersama kami, jika ia mengingatkan para hadirin yang duduk dalam halaqoh tentang akhirat maka nasehatnya sangat mengena hati kami tidak sebagaimana nasehat orang lain. Suatu hari aku tidak melihatnya maka aku bertanya kepada teman-teman halaqoh kami,Apakah yang sedang dikerjakan oleh orang yang biasa duduk dengan kita, mungkin saja ia sakit?,Orang yang mana?, tanya salah seorang dari mereka.Aku berkata, Orang itu adalah Uwais Al-Qoroni, lalu aku ditunjukan dimana tempat tinggalnya, maka akupun mendatanginya.Semoga Allah merahmatimu, dimanakah engkau?, kenapa engkau meninggalkan kami?, tanyaku.Aku tidak memiliki rida (selendang untuk menutup tubuh bagian atas), itulah yang menyebabkan aku tidak menemui kalian., maka akupun melemparkan ridaku kepadanya untuk kuberikan kepadanya, namun ia melemparkan kembali rida tersebut kepadaku, lalu akupun mendiamkannya beberapa saat.Jika aku mengambil ridamu ini kemudian aku memakainya dan kaumku melihatku maka mereka akan berkata, Lihatlah orang yang cari muka ini (riya) tidaklah ia bersama orang ini hingga ia menipu orang tersebut atau ia mengambil rida orang itu. Aku terus bersamanya hingga iapun mengambil ridaku.Keluarlah hingga aku mendengar apa yang akan mereka katakan!, aku memberi jaminan. Maka iapun memakai rida pemberianku lalu kami keluar bersama. Lalu kami melewati kaumnya yang sedang bermasjlis, sedang berkumpul dan duduk-duduk.Lihatlah kepada orang yang tukang cari muka ini, tidaklah ia bersama orang itu hingga ia menipu orang itu atau mengambil rida orang itu. Akupun menemui mereka.Tidak malukah kalian, kenapa kalian menyakitinya?, demi Allah aku telah menawarkannya untuk mengambil ridaku namun ia menolaknya!, Aku menjelaskan.Pada tahun depannya datang seseorang dari pemuka mereka dan ia bertemu dengan Umar, lalu Umar bertanya kepadanya tentang kabar Uwais, orang itu berkata, Ia adalah orang yang jadi bahan ejekan di kalangan kami, ia dipanggil Uwais.Umar berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,Akan datang kepada kalian Uwais bin Amir bersama pasukan perang penolong dari penduduk Yaman dari Murod dari kabilah Qoron, ia pernah terkena penyakit albino kemudian sembuh kecuali sebesar ukuran dirham, ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepada ibunya itu, seandainya ia berdoa kepada Allah dengan bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan permintaannya. Maka jika engkau mampu membujuknya agar ia memohonkan ampunan kepada Allah untukmu maka lakukanlah,Maka orang itupun mendatangi Uwais dan berkata kepadanya,Mohonlah ampunan kepada Allah untukku,Uwais berkata, Engkau lebih baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku,Orang itu berkata, Mohonlah ampunan kepada Allah untukku,Uwais berkata, Engkau lebih baru saja selesai safar dalam rangka kebaikan maka engkaulah yang memohon ampunan kepada Allah untukku,Engkau bertemu dengan Umar?, lanjutnya.Orang itu menjawab, Iya.Uwais berkata, Aku tidak akan memohonkan ampunan kepada Allah untukmu hingga engkau melakukan untukku tiga perkara,Ia berkata, Apa itu?,Uwais berkata, Janganlah kau ganggu aku lagi setelah ini, janganlah engkau memberitahu seorangpun apa yang telah dikabarkan Umar kepadamu dan Usair (perowi) lupa yang ketiga)) Maka Uwaispun memohon ampunan bagi orang itu. Lalu orang-orangpun mengerti apa yang terjadi lalu iapun pergi.Usair berkata, Dan baju Uwais adalah burdah (kain yang bagus yang merupakan pemberian si Usair) setiap ada orang yang melihatnya maka mereka bertanya-tanya,Darimanakah Uwais memperoleh burdah itu?, Uwais, seorang miskin yang selalu menjadi bahan cemoohan dan prasangka buruk masyarakatnya beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya.Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa Uwais al-Qorni ternyataia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.