1
TAKERS bukan film pertama mengenai geng pembobol bank yang jenius dan tampan. Kare- nanya film ini sebetulnya tidak menawarkan kisah baru yang berbeda. Namun, aksi sederet bintang muda penuh sinar itu memang enak ditonton. Geng kriminal itu berang- gotakan Gordon Jennings (Idris Elba), Jesse (Chris Brown), Jake (Michael Ealy), John (Paul Walker) dan AJ (Hayden Chris- tensen). Mereka beraksi cepat dengan perhitungan matang serta menjauhkan diri dari upaya penembakan, apalagi sampai membunuh polisi. Itulah sebabnya mereka tak sering beraksi. Cukup satu kali setahun. Toh, hasilnya sudah jauh dari mencukupi. Mereka memiliki kondomi- nium mewah dan bisnis. Aksi mereka tak pernah terendus dan menyisakan misteri besar bagi Jack (Matt Dillon), detektif miskin yang bertahan hidup. Sampai suatu kali, muncul Ghost (Tip ‘TI’ Harris), ang- gota geng yang sempat dipen- jara kare na tertangkap saat beraksi. Ia muncul kembali, menawarkan aksi menarik un- tuk menguras truk pengangkut uang. Maka dibuatlah persiapan, minim dan penuh kecurigaan terhadap Ghost. Bisa ditebak, rencana itu membawa mereka ke tragedi. Film ini memang khas film laga Amerika, penuh bunyi ledakan dan aksi menegang- kan. Namun, pada suatu ba- gian, sutradara John Luessen- hop memilih mematikan bunyi desing peluru dan menggan- tinya dengan lantunan musik orkestra. Hasilnya, jauh lebih baik. Ada efek dramatis yang ‘menyelamatkan’ adegan su- perbrutal itu tak jatuh menjadi vulgar. Dari sisi cerita, kisah ini renyah dikunyah, jauh dari kegelisahan-kegelisahan an- tara menjadi baik dan jahat. Di jamin, seusai menonton, Anda akan merasa terhibur tanpa banyak keinginan untuk mempertanyakan ulang. Tokoh protagonis Jack pun jadi terkesan tempelan. Pada- hal aktor Matt Dillon jelas pu- nya kemampuan untuk tampil mengesankan jika ada ben- turan profil polisi miskin de- ngan penjahat yang glamor. Aksi Zoe Seldana sebagai mantan kekasih Ghost juga tak banyak memberikan warna da- lam film ini. Ia cuma pelengkap penderita, karakter tambahan yang diposisikan sebagai pe- manis. (Sic/M-1) Pop Eskapisme | 15 KAMIS, 4 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Kesuksesan membuat situs pertemanan terbesar di dunia dengan mengorbankan teman, sepadankah? Vini Mariyane Rosya S ETELAH hadir begitu fenomenal, situs jeja- ring sosial Facebook kini berusaha menarik mata penggunanya. Kali ini bukan ke arah komputer ataupun tele- pon pintar, melainkan ke layar lebar. Film The Social Network mengisahkan pendirian dan pengembangan Facebook yang diklaim ‘cukup mendekati ke- benaran’. Salah satunya adalah ter- kuaknya konflik seputar pendi- rian dan pengembangan per- usahaan Facebook . Dimulai dari pengupasan tuduhan duo kembar Cameron Winklevoss dan Tyler Winklevoss (Armie Hammer), serta teman mere- ka, Divya Narendra, yang merasa ditipu mentah-mentah oleh Mark Zuckerberg. Tiga remaja itu menyebutkan Mark mengambil ide mereka. Dengan gamblang sutradara David Fincher menggambarkan bagaimana kecerdasan otak Mark mampu mengembang- kan sebuah ide situs jejaring sosial yang lebih baik saat ia mendengar ketiganya ingin membuat situs pertemanan bernama HarvardConnection. Alih-alih membantu mereka mengerjakan proyek terse- but, Mark justru menggaet teman sekamarnya, Eduardo Sa verin (Andrew Garfield), untuk mengembangkan situs baru yang tergambar jelas di otaknya, bernama Facebook. Kesinisan sosok Mark di- gambarkan dengan jawaban cueknya saat Eduardo meminta kebenaran tuduhan pencurian ide. “Kalau ada yang membuat kursi yang lebih bagus, apa kursi-kursi lain harus disalah- kan?” sindirnya keras. Lembar terhitam pendirian Facebook ditunjukkan pula pada adegan demi adegan saat Mark terpengaruh Sean Parker (Jus- tin Timberlake) dan akhirnya mendepak secara halus teman awal perjuangannya, Eduardo. Eduardo dianggap tak memi- liki visi yang sama dalam usaha pengembangan perusahaan. Di titik inilah film ini mema- parkan fakta terironis kesuk- sesan Facebook. Jejaring yang ditujukan untuk menghubung- kan banyak orang itu ternyata diawali dari pemutusan persa- habatan di antara pendirinya. Intrik Seperti yang sempat ditakut- kan Mark Zuckerbeg (yang asli), film yang diadopsi dari buku The Accidental Billionaires ini benar-benar menunjukkan kekelaman kepribadiannya. Menit-menit awal film cu- kup kasar menunjukkan sosok Mark yang menyebalkan dan brengsek. Mark tega mengata-ngatai kekasihnya dalam blog. Mark juga digambarkan sebagai sosok yang ambisius dengan kegeniusan luar biasa. Otaknya berdesakan dengan ide-ide luar biasa, apalagi saat dirinya merasa diremehkan. Lihatlah bagaimana Mark mampu menciptakan sebuah situs yang menggunakan akun internal Harvard untuk meretas situs bernama FaceMash. Situs ini membuat setiap mahasiswa dapat memilih gadis tercantik. Dengan logaritma dari Eduar- do, Mark terus mengganti foto gadis yang dianggap tidak can- tik sehingga para mahasiswa keranjingan memilih. Hanya dalam 2 jam situs itu dikun- jungi 650 orang serta membuat jaringan Harvard putus akibat kelebihan beban. Padahal pemicunya sederha- na saja, Mark sakit hati de- ngan sikap sang kekasih yang menghakimi dirinya sebagai orang yang tak bisa diajak bi cara, brengsek. Berangkat dari ego yang tersakiti itulah Mark semakin bersemangat menunjukkan kemampuannya. Sederhananya, film ini lebih ba- nyak menceritakan pelimpahan obsesi yang terpicu oleh ego yang tersinggung. Energi yang dihasilkannya ternyata meng- hasilkan kreativitas luar biasa yang mampu menghipnosis banyak orang. Misterius Memang, cerita di balik ke- suksesan selalu menggugah rasa ingin tahu banyak orang, apalagi dengan bumbu penuh intrik dan konflik. Sutradara Fincher sukses meramu berba- gai gesekan keras sepanjang pengembangan perusahaan Facebook menjadi sebuah jalinan cerita yang mendalam. Semua disatukan dalam alur flashback yang memukau. Meski penusukan dari be- lakang menjadi bumbu kuat konflik film ini, Fincher tetap mencoba bermain aman di dae rah-daerah yang sangat sen sitif. Sepertinya film ini memang tak pernah diniatkan menjadi bilik pengakuan dosa bagi para pendiri Facebook . Beberapa pertanyaan penting tetap dibiarkan menggantung, meninggalkan kemisteriusan tersendiri. Mark, misalnya, tetap tak memberikan jawaban yang ju- jur alasan ia memilih Eduardo sebagai rekanannya di awal dan bukan para penuntutnya, Winklevoss bersaudara. Sutra- dara tampaknya juga tak ter- lalu berani memasuki wilayah bagian kelanjutan hubungan Mark dan Eduardo pascapersi- dangan. Namun setidaknya, Fincher berusaha memberikan penutup yang lembut terhadap sosok Mark dengan memberi- kan pernyataan bahwa Mark bukanlah orang jahat, tapi ‘hanya orang yang berusaha menjadi jahat’. (M-4) [email protected] THE SOCIAL NETWORK Lembar Hitam Kesuksesan Facebook TAKERS Geng Pembobol Bank yang Keren THE SOCIAL NETWORK FACEBOOK DI LAYAR LEBAR: Adegan di Film The Social Network yang mengisahkan pendirian dan pengembangan Facebook yang diklaim ‘cukup mendekati kebenaran’. FOTO-FOTO: COLIDER.COM MENEGANGKAN: Film khas laga Amerika tentang pembobol bank, penuh bunyi ledakan dan aksi menegangkan.

Lembar Hitam Bank yang Keren Kesuksesan Facebook fileDari sisi cerita, kisah ini re nyah dikunyah, jauh dari ke gelisahan-kegelisahan an-tara menjadi baik dan jahat. Di jamin, seusai

  • Upload
    ngotruc

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lembar Hitam Bank yang Keren Kesuksesan Facebook fileDari sisi cerita, kisah ini re nyah dikunyah, jauh dari ke gelisahan-kegelisahan an-tara menjadi baik dan jahat. Di jamin, seusai

TAKERS bukan fi lm pertama mengenai geng pembobol bank yang jenius dan tampan. Kare-nanya fi lm ini sebetulnya tidak menawarkan kisah baru yang berbeda. Namun, aksi sederet bintang muda penuh sinar itu memang enak ditonton.

Geng kriminal itu berang-gotakan Gordon Jennings (Idris Elba), Jesse (Chris Brown), Jake (Michael Ealy), John (Paul Walker) dan AJ (Hayden Chris-tensen). Mereka beraksi cepat dengan perhitungan matang serta menjauhkan diri dari upa ya penembakan, apalagi sam pai membunuh polisi.

Itulah sebabnya mereka tak sering beraksi. Cukup satu kali setahun. Toh, hasilnya sudah jauh dari mencukupi.

Mereka memiliki kondo mi-ni um mewah dan bisnis. Aksi mereka tak pernah terendus dan menyisakan misteri besar bagi Jack (Matt Dillon), detektif miskin yang bertahan hidup.

Sampai suatu kali, muncul Ghost (Tip ‘TI’ Harris), ang-gota geng yang sempat dipen-jara kare na tertangkap saat beraksi. Ia muncul kembali, menawarkan aksi menarik un-tuk me ngu ras truk pengangkut uang.

Maka dibuatlah persiapan, minim dan penuh kecurigaan

terhadap Ghost. Bisa ditebak, rencana itu membawa mereka ke tragedi.

Film ini memang khas fi lm laga Amerika, penuh bunyi ledakan dan aksi menegang-kan. Namun, pada suatu ba-gian, sutradara John Luessen-hop memilih mematikan bunyi desing peluru dan menggan-tinya dengan lantunan musik orkestra. Hasilnya, jauh lebih baik. Ada efek dramatis yang ‘menyelamatkan’ adegan su-perbrutal itu tak jatuh menjadi vulgar.

Dari sisi cerita, kisah ini re nyah dikunyah, jauh dari ke gelisahan-kegelisahan an-tara menjadi baik dan jahat. Di jamin, seusai menonton, An da akan merasa terhibur tan pa banyak keinginan untuk mempertanyakan ulang.

Tokoh protagonis Jack pun jadi terkesan tempelan. Pada-hal aktor Matt Dillon jelas pu-nya kemampuan untuk tampil mengesankan jika ada ben-turan profi l polisi miskin de-ngan penjahat yang glamor.

Aksi Zoe Seldana sebagai mantan kekasih Ghost juga tak banyak memberikan warna da-lam fi lm ini. Ia cuma pelengkap penderita, karakter tambahan yang diposisikan sebagai pe-manis. (Sic/M-1)

Pop Eskapisme | 15KAMIS, 4 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Kesuksesan membuat situs pertemanan terbesar di dunia dengan mengorbankan teman, sepadankah?

Vini Mariyane Rosya

SETELAH hadir begitu fenomenal, situs jeja-ring sosial Facebook kini ber usaha menarik mata

peng gunanya. Kali ini bukan ke arah komputer ataupun tele-pon pintar, melainkan ke layar le bar. Film The Social Network mengi sahkan pendirian dan pe ngembangan Facebook yang di klaim ‘cukup mendekati ke-benaran’.

Salah satunya adalah ter-kuak nya konfl ik seputar pendi-ri an dan pengembangan per-usa haan Facebook. Dimulai da ri pengupasan tuduhan duo kembar Cameron Winklevoss dan Tyler Winklevoss (Armie Hammer), serta teman mere-ka, Divya Narendra, yang me rasa ditipu mentah-mentah oleh Mark Zuckerberg. Tiga re maja itu menyebutkan Mark mengambil ide mereka.

Dengan gamblang sutradara David Fincher menggambarkan bagaimana kecerdasan otak Mark mampu mengembang-kan sebuah ide situs jejaring sosial yang lebih baik saat ia

mendengar ketiganya ingin membuat situs pertemanan bernama HarvardConnection.

Alih-alih membantu mereka mengerjakan proyek terse-but, Mark justru menggaet te man sekamarnya, Eduardo Sa verin (Andrew Garfield), un tuk mengembangkan situs ba ru yang tergambar jelas di otaknya, bernama Facebook.

Kesinisan sosok Mark di-gam barkan dengan jawaban cuek nya saat Eduardo meminta ke benaran tuduhan pencurian ide. “Kalau ada yang membuat kursi yang lebih bagus, apa kursi-kursi lain harus disalah-kan?” sindirnya keras.

Lembar terhitam pendirian Facebook ditunjukkan pula pada adegan demi adegan saat Mark terpengaruh Sean Parker (Jus-tin Timberlake) dan akhirnya mendepak secara halus teman awal perjuangannya, Eduardo. Eduardo dianggap tak memi-liki visi yang sama dalam usaha pengembangan perusahaan.

Di titik inilah fi lm ini mema-parkan fakta terironis kesuk-sesan Facebook. Jejaring yang ditujukan untuk menghubung-kan banyak orang itu ternyata

diawali dari pemutusan persa-habatan di antara pendirinya.

IntrikSeperti yang sempat ditakut-

kan Mark Zuckerbeg (yang as li), fi lm yang diadopsi dari bu ku The Accidental Billionaires ini benar-benar menunjukkan kekelaman kepribadiannya. Menit-menit awal film cu-kup kasar menunjukkan sosok Mark yang menyebalkan dan brengsek.

Mark tega mengata-ngatai kekasihnya dalam blog. Mark juga digambarkan sebagai sosok yang ambisius dengan kegeniusan luar biasa. Otaknya berdesakan dengan ide-ide luar biasa, apalagi saat dirinya merasa diremehkan.

Lihatlah bagaimana Mark mampu menciptakan sebuah situs yang menggunakan akun internal Harvard untuk meretas situs bernama FaceMash. Situs ini membuat setiap mahasiswa dapat memilih gadis tercantik. Dengan logaritma dari Eduar-do, Mark terus mengganti foto gadis yang dianggap tidak can-tik sehingga para mahasiswa keranjingan memilih. Hanya

dalam 2 jam situs itu dikun-jungi 650 orang serta membuat jaringan Harvard putus akibat kelebihan beban.

Padahal pemicunya sederha-na saja, Mark sakit hati de-ngan sikap sang kekasih yang meng hakimi dirinya sebagai orang yang tak bisa diajak bi cara, brengsek. Berangkat da ri ego yang tersakiti itulah Mark semakin bersemangat menunjukkan kemampuannya. Sederhananya, fi lm ini lebih ba-nyak menceritakan pelimpahan obsesi yang terpicu oleh ego yang tersinggung. Energi yang dihasilkannya ternyata meng-hasilkan kreativitas luar biasa yang mampu menghipnosis banyak orang.

MisteriusMemang, cerita di balik ke-

suk sesan selalu menggugah rasa ingin tahu banyak orang, apalagi dengan bumbu penuh intrik dan konfl ik. Sutradara Fincher sukses meramu berba-gai gesekan keras sepanjang pengem bangan perusahaan Facebook menjadi sebuah jalinan cerita yang mendalam. Semua disatukan dalam alur fl ashback

yang memukau.Meski penusukan dari be-

lakang menjadi bumbu kuat kon fl ik fi lm ini, Fincher tetap mencoba bermain aman di dae rah-daerah yang sangat sen sitif. Sepertinya film ini me mang tak pernah diniatkan men jadi bilik pengakuan dosa bagi para pendiri Facebook. Be berapa pertanyaan penting te tap dibiarkan menggantung, meninggalkan kemisteriusan tersendiri.

Mark, misalnya, tetap tak memberikan jawaban yang ju-jur alasan ia memilih Eduardo sebagai rekanannya di awal dan bukan para penuntutnya, Winklevoss bersaudara. Sutra-dara tampaknya juga tak ter-lalu berani memasuki wilayah bagian kelanjutan hubungan Mark dan Eduardo pascapersi-dangan. Namun setidaknya, Fincher berusaha memberikan penutup yang lembut terhadap sosok Mark dengan memberi-kan pernyataan bahwa Mark bukanlah orang jahat, tapi ‘ha nya orang yang berusaha men jadi jahat’. (M-4)

[email protected]

T H E S O C I A L N E T W O R K

Lembar Hitam Kesuksesan Facebook

T A K E R S

Geng Pembobol Bank yang Keren

THE SOCIAL NETWORK

FACEBOOK DI LAYAR LEBAR: Adegan di Film The Social Network yang mengisahkan pendirian dan pengembangan Facebook yang diklaim ‘cukup mendekati kebenaran’.

FOTO-FOTO: COLIDER.COM

MENEGANGKAN: Film khas laga Amerika tentang pembobol bank, penuh bunyi ledakan dan aksi menegangkan.