28
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 18 TAHUN 2004 SERI C.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI JASA PELAYANAN KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk penyelenggaraan jasa pelayanan kapal yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan, khususnya yang memanfaatkan jasa labuh, jasa tambat dan jasa penerbitan sertifikat kapal bagi kapal-kapal yang berada di pelabuhan umum maupun khusus, perlu adanya pengaturan secara terpadu; b. bahwa untuk terlaksananya tujuan sebagaimana dimaksud pada huruf “a”, perlu mengatur Jasa Pelayanan Kapal dengan Peraturan Daerah; 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3290);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 18 … · Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

LEMBARAN DAERAH

KABUPATEN PANDEGLANG

NOMOR 18 TAHUN 2004 SERI C.3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

NOMOR 9 TAHUN 2004

TENTANG

RETRIBUSI JASA PELAYANAN KAPAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PANDEGLANG,

Menimbang : Mengingat :

a. bahwa untuk penyelenggaraan jasa pelayanan kapal yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan, khususnya yang memanfaatkan jasa labuh, jasa tambat dan jasa penerbitan sertifikat kapal bagi kapal-kapal yang berada di pelabuhan umum maupun khusus, perlu adanya pengaturan secara terpadu;

b. bahwa untuk terlaksananya tujuan sebagaimana dimaksud pada huruf “a”, perlu mengatur Jasa Pelayanan Kapal dengan Peraturan Daerah;

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3290);

2

2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);

3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 187);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan

dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Nomor 4090);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4145);

3

12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70);

13. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

14. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pandeglang

Nomor 04 Tahun 1986 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Yang Melakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah Yang Memuat Ketentuan Pidana (Lembaran Daerah Tahun 1986 Nomor 5 Seri D);

15. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 26 Tahun 2001

tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Pandeglang (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 35 Seri D.9) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 10 Tahun 2003 (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 19 Seri D.16).

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI JASA PELAYANAN KAPAL

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Pandeglang;

2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;

4

3. Bupati adalah Bupati Pandeglang;

4. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Pandeglang;

5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pandeglang;

6. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenisnya, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya;

7. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi;

8. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan atau barang, keselamatan berlayar serta tempat perpindahan intra dan antar moda;

9. Pelabuhan Umum adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum;

10. Pelabuhan Khusus adalah pelabuhan yang dibangun dan dioperasikan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu;

11. Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri yang selanjutnya disebut DUKS adalah Dermaga dan fasilitas pendukungnya yang dibangun, dioperasikan dan digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu;

12. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan yang selanjutnya disebut DLKrP adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan umum yang dipergunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan;

13. Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang selanjutnya disebut DLKpP adalah wilayah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan umum yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran;

14. Angkutan Laut adalah setiap kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal untuk mengangkut penumpang, barang dan atau hewan dalam satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut;

5

15. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakan dengan

tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk kendaraan air yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah;

16. Kapal Niaga adalah kapal yang digunakan untuk mengangkut barang, penumpang

dan hewan yang berkunjung ke pelabuhan untuk kepentingan niaga, termasuk kapal Pemerintah/TNI/POLRI yang mengangkut barang, penumpang dan hewan untuk kepentingan niaga yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran;

17. Kapal Bukan Niaga adalah kapal yang berkunjung di pelabuhan dalam keadaan

darurat, antara lain mengambil air, bahan makanan, menambah ABK, mendapat pertolongan dokter, pertolongan dalam kebakaran serta pembasmian tikus;

18. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah angkutan laut antar pelabuhan yang dilakukan di

wilayah perairan laut Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut;

19. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah

Indonesia yang dilakukan dengan trayek tetap dan teratur, untuk menghubungkan daerah terpencil dan belum berkembang;

20. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah

Indonesia dengan menggunakan kapal layar atau kapal-kapal motor tradisional dan kapal motor dengan ukuran tertentu (GT.7 s/d GT.400);

21. Hak Pengelolaan yang selanjutnya disingkat HPL adalah hak menguasai dari Negara

yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya;

22. Pendapatan Daerah adalah seluruh penerimaan Daerah yang bersumber dari Pajak daerah, Retribusi daerah dan penerimaan lain-lain;

23. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pendirian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;

24. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-

undangan retribusi, diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tersebut;

25. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi

wajib retribusi untuk menggunakan jasa pelayanan kapal;

26. Kas Daerah adalah Kas Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang pada Bank Jabar atau Bank Lain yang ditunjuk;

6

27. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat yang

menetukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;

28. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda;

29. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya

disingkat disingkat SKRDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan;

30. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB

adalah surat keputusan yang menetukan jumlah kelebihan pambayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang;

31. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD

atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi.

BAB II

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI

Pasal 2

Dengan nama Retribusi Jasa Pelayanan Kapal dipungut retribusi sebagai pembayaran atas penyediaan jasa di pelabuhan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, yang meliputi Jasa Labuh, Jasa Tambat, Jasa Penerbitan Sertifikasi Kapal berukuran < 7 GT dan Pemberian Ijin Usaha Angkutan Laut dalam Kabupaten.

Pasal 3

Obyek Retribusi adalah pelayanan penyediaan jasa terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan di Pelabuhan Umum, Pelabuhan Khusus (PELSUS), Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS) dan Pelabuhan Marina.

Pasal 4

Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan dan atau memperoleh pelayanan jasa labuh, tambat dan penerbitan sertifikasi kapal berukuran < 7 GT serta pemberian ijin usaha angkutan laut dalam Kabupaten.

7

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 5

Retribusi Jasa Pelayanan Kapal digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.

BAB IV

JENIS RETRIBUSI JASA PELAYANAN KAPAL

Pasal 6

Jasa Pelayanan Kapal sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Peraturan Daerah ini, terdiri

dari :

a. Jasa Labuh;

b. Jasa Tambat;

c. Jasa Penerbitan Sertifikasi Kapal berukuran < 7 GT;

d. Pemberian Ijin Usaha Angkutan Laut dalam Kabupaten.

BAB V

PENERAPAN RETRIBUSI JASA PELAYANAN KAPAL

Pasal 7

Jasa Labuh sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf a, dikenakan retribusi untuk kapal-kapal sebagai berikut : 1. Kapal Melakukan Kegiatan di Pelabuhan :

a. Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri; b. Kapal Wisata Bahari/Pesiar; c. Kapal Pelayaran Rakyat / Perintis; d. Kapal Penangkap Ikan / Nelayan.

8

2. Kapal Melakukan Kegiatan Tetap di Pelabuhan ;

a. Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri; b. Kapal Wisata Bahari/Pesiar; c. Kapal Pelayaran Rakyat / Perintis; d. Kapal Penangkap Ikan / Nelayan.

Pasal 8

(1) Jasa Labuh sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf a, tidak dikenakan retribusi untuk kapal-kapal sebagai berikut ;

a. Kapal yang berukuran kurang dari 3,5 GT;

b. Kapal yang tidak dipakai lagi atau yang akan dipecah belah dan dilabuhkan di tempat yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan dengan jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan;

c. Kapal Perang Republik Indonesia;

d. Kapal Negara yang yang digunakan tugas pemerintahan;

e. Kapal yang melakukan penelitian;

f. Kapal Palang Merah Indonesia;

g. Kapal yang memasuki pelabuhan untuk meminta pertolongan atau yang memberi pertolongan jiwa manusia;

h. Kapal-kapal SAR. (2) Kapal dengan ukuran kurang dari 3,5 GT sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a Pasal

ini, dikenakan retribusi jasa labuh apabila dalam 1(satu) hari, kapal tersebut melakukan kunjungan ke satu pelabuhan lebih dari 2 (dua) kali kunjungan.

Pasal 9

Jasa Tambat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf b, meliputi; 1. Kapal yang melakukan kegiatan di Pelabuhan Umum yang ditambat pada;

a.Tambatan Besi, Beton, Kayu bagi;

1) Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri;

2) Kapal Wisata Bahari/Pesiar;

3) Kapal Pelayaran Rakyat / Perintis;

4) Kapal Penangkap Ikan / Nelayan.

9

b.Tambatan Breasthing, Dolphin, Pelampung bagi;

1) Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri;

2) Kapal Wisata Bahari/Pesiar;

3) Kapal Pelayaran Rakyat / Perintis;

4) Kapal Penangkap Ikan / Nelayan.

2. Kapal yang melakukan kegiatan di Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS) dan Pelabuhan Khusus (PELSUS) serta Pelabuhan Marina, yang terdiri dari :

a. Kapal yang mengangkut bahan baku, hasil produksi dan peralatan penunjang

produksi untuk kepentingan sendiri;

b. Kapal yang mengangkut barang muatan umum;

c. Kapal yang mengangkut orang / penumpang.

Pasal 10

Kapal-kapal yang ditambat sebagaimana dimaksud pada Pasal 9, dikenakan retribusi jasa tambat terkecuali kapal pengangkut bahan baku, hasil produksi dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri yang ditambat dan atau melakukan kegiatan bongkar muat di Dermaga Untuk Kepentingan Sendiri (DUKS) dan Pelabuhan Khusus (PELSUS) serta Pelabuhan Marina, tidak dikenakan retribusi jasa tambat.

Pasal 11

(1) Retribusi jasa tambat dihitung dengan satuan etmal (24 jam) dan dihitung sekurang-kurangnya untuk 6 (enam) jam atau ¼ etmal dengan pembulatan sebagai berikut :

a. Waktu tambat s/d 6 jam dihitung ¼ etmal;

b. Waktu tambat lebih dari 6 jam s/d 18 jam dihitung ½ etmal;

c. Waktu tambat lebih dari 12 jam s/d 18 jam dihitung ¾ etmal;

d. Waktu tambat lebih dari 18 jam s/d 24 jam dihitung 1 etmal.

(2) Kapal yang bertambat secara susun sirih dikenakan retribusi sebesar 75 % dari tarif dasar sesuai dengan tambatan yang dipergunakan.

(3) Kapal yang ditambat pada lambung kapal lain yang sedang ditambat ditambatan, dikenakan retribusi sebesar 50 % dari tarif dasar sesuai dengan tambatan yang dipergunakan.

10

(4) Tarif retribusi dasar bagi kapal yang melakukan kegiatan tetap dapat dibayar per 1 (satu) bulan kalender dan setiap bulannya dihitung sebesar 20 (dua puluh) etmal dikalikan tarif dasar tambatan yang dipergunakan.

BAB VI

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 12

Cara mengukur penggunaan jasa pelayanan kapal didasarkan pada ukuran kapal, waktu pelayanan dan tempat kapal melakukan kegiatan.

BAB VII

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF

Pasal 13

Prinsip penetapan tarif retribusi jasa pelayanan kapal didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagai pengganti biaya investasi, biaya perawatan atau pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya rutin yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa dan biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa.

BAB VIII

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF

Pasal 14

(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi jasa pelayanan kapal tertuang dalam lampiran

Peraturan Daerah ini. (2) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini merupakan satu kesatuan

dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB IX

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 15

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat Jasa Pelayanan Kapal diberikan.

11

BAB X

SAAT RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 16

Saat retribusi terutang adalah saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XI

TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 17

(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XII

TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI

Pasal 18

(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dibayar sekaligus.

(2)Tata cara pembayaran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan Keputusan

Bupati.

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 19

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2 %(dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

12

BAB XIV

TATA CARA PENAGIHAN

Pasal 20

(1) Pengeluaran surat teguran, peringatan atau surat lain yang sebagai awal tindakan

pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran, peringatan atau

surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang. (3) Surat teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini dikeluarkan oleh pejabat

yang ditunjuk.

BAB XV

KE B E R A T A N

Pasal 21

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan atas SKRD, SKRDKBT dan SKRDLB atau dokumen lain yang dipersamakan kepada Bupati atau Pejabat lain yang ditunjuk.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib

retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketapan retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal

SKRD, SKRDKBT dan SKRDLB atau dokumen lain yang dipersamakan diterbitkan, kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukan bahwa dalam jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dan (3), tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan

penagihan retibusi.

Pasal 22

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.

13

(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,

menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat dan Bupati

tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

BAB XVI

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal 23 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan

pengembalian kepada Bupati. (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan

pengambilan kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) telah dilampaui dan Bupati

tidak memberikan keputusan permohonan, pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran

retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebh dahulu retribusi tersebut.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterimanya SKRDLB. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka

waktu 2 (dua) bulan, Bupati memberi imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

Pasal 24

(1) Permohonan pengambilan kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis

kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan :

a.Nama dan Alamat Wajib Retribusi;

b.Masa Retribusi;

c.Besarnya kelebihan pembayaran;

d.Alasan yang singkat dan jelas.

14

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.

(3) Bukti penerimaan oleh pejabat daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan

bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.

Pasal 25

(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebihan retribusi.

(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (4) Peraturan Daerah ini, pembayarannya dilakukan dengan cara memindahbukukan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XVII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 26

(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dapat diberikan kepada wajib retribusi antara lain lembaga sosial untuk mengangsur, berkenaan dengan kegiatan sosial, dan bencana alam.

(3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Bupati.

BAB XVIII

KADALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 27

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka

waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagimana dimaksud ayat (1) pasal ini tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat Teguran;atau

b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

15

BAB XIX

TATA CARA PENERIMAAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN

Pasal 28

(1) Seluruh penerimaan retribusi jasa pelayanan kapal disetor langsung ke Kas Daerah. (2) Seluruh penerimaan retribusi jasa pelayanan kapal dikelola dalam sistem Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 29

(1) Penyetoran ke Kas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dilakukan oleh Bendaharawan Penerima.

(2) Bendaharawan Penerima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini diangkat oleh

Bupati.

Pasal 30

(1) Pengaturan dan penyetoran dan retribusi jasa pelayanan kapal dilakukan dengan blanko sebagai alat bukti.

(2) Blanko penyetoran dan Blanko Kwitansi atau Nota Tagihan ditetapkan oleh Bupati atau

Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 31

Pelaporan Penerimaan dan Penyetoran dilakukan setiap 1 (satu) bulan selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

BAB XX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 32

(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan

keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah besarnya retribusi yang terutang.

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pelanggaran.

16

BAB XXI

P E N Y I D I K A N

Pasal 33

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi

wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;

b.Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah tersebut ;

c.Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah ;

d.Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah.

e.Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f.Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

g.Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h.Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

i. Menghentikan penyidikan;

k.Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang berlaku.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

17

BAB XXII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

(1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

(2) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sudah selesai selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Peraturan Daerah ini diundangkan.

Pasal 35

Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pandeglang.

Disahkan di Pandeglang pada tanggal 19 Juli 2004

BUPATI PANDEGLANG,

Cap / ttd

A. DIMYATI NATAKUSUMAH

Diundangkan di Pandeglang pada tanggal 28 Juli 2004

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG,

Cap / ttd

ERWAN KURTUBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

TAHUN 2004 NOMOR 18 SERI C.3

LD2004-Mur-Perda-Jasa-Kapal

18

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

NOMOR 9 TAHUN 2004

TENTANG

RETRIBUSI JASA PELAYANAN KAPAL

2. U M U M

Pelayanan jasa kapal merupakan pelayanan yang diberikan kepada kapal

sejak memasuki Daerah Lingkungan Kerja Perairan Pelabuhan, sampai dengan kapal bertambat di Dermaga dan kembali keluar Daerah Lingkungan Kerja Perairan Pelabuhan dengan aman, selamat, lancar dan diharapakan tepat waktu. Pengertian aman disini dimaksudkan bahwa gangguan yang ditimbulkan oleh alam ( ombak, arus, angin, kedalaman perairan ) dalam keadaan yang sangat minimal, begitu pula yang disebabkan oleh ulah manusia ( perampokan, pencurian dan lain – lain ), sehingga aktivitas kapal dapat berjalan lancar dan waktu yang hilang sedikit, yang berarti biaya operasi harian kapal yang timbul menjadi lebih murah.

Besarnya beban tanggung jawab Pemerintah Daerah di pelabuhan, untuk

memberikan rasa aman terhadap suatu kapal yang berada di perairan pelabuhan dan di tambatan serta meninggalkan pelabuhan dengan selamat, menjadi tolok ukur keberhasilan Pemerintah Daerah kepada penyelenggara tranportasi laut ( pelayaran ) baik di dalam maupun di luar negeri dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pelabuhan.

Beban tanggung jawab yang merupakan kewajiban Pemerintah Daerah

memerlukan biaya yang dapat dikategorikan sebagai satuan harga produksi jasa yang dibatasi oleh waktu penggunaan dan sudah barang tentu satuan harga produksi jasa tersebut harus dapat dijual kepada setiap kapal yang menggunakan pelayanan sejak masuk pelabuhan, melaksanakan kegiatan ditambatan dan kembali meninggalkan pelabuhan.

Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut di atas, maka perlu

untuk menyusun Peraturan Daerah yang mengatur tentang retribusi jasa pelayanan kapal di Kabupaten Pandeglang.

19

Dengan berdasarkan prinsip saling menguntungkan antar pelaku di pelabuhan, diharapkan Peraturan Daerah ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat penyelenggara transportasi laut.

3. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 2

Cukup Jelas

Pasal 3

Cukup Jelas Pasal 4

Cukup Jelas

Pasal 5

Cukup Jelas Pasal 6

Huruf a

Yang dimaksud dengan jasa labuh adalah jasa yang diberikan terhadap setiap kapal karena adanya pemberian prestasi keamanan dari gangguan alam ( ombak, angin, arus dan kandas ) maupun keamanan dari gangguan manusia (perampokan, pencurian di perairan dan lain – lain ).

Huruf b

Yang dimaksud dengan jasa tambat adalah jasa yang diberikan terhadap setiap kapal yang melakukan dan atau tidak melakukan kegiatan karena adanya prestasi penyediaan tempat sandar kapal di Dermaga Beton, Besi, Kayu, Dolphin/Pelampung ( BUOY ), Pinggiran/Talud dan lambung kapal lainnya.

20

Pasal 7

Angka 1 Huruf a

Yang dimaksud dengan Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kapal yang melakukan kegiatan angkutan laut di wilayah perairan laut Indonesia yang diselengarakan oleh perusahaan angkutan laut.

Huruf b

Yang dimaksud Kapal Pelayaran Rakyat adalah kapal yang melakukan kegiatan angkutan laut yang disiapkan untuk mengangkut barang dan atau hewan, dengan menggunakan kapal layar, kapal layar motor tradisional dan kapal motor dengan ukuran tertentu ( GT. 7 – GT. 400 ) Kapal Perintis adalah kapal yang melakukan kegiatan angkutan diperairan yang dilaksanakan dari atau ke daerah terpencil serta daerah perbatasan yang potensial namun belum berkembang. Pelayanan jasa angkutan dilaksanakan secara tetap dan teratur dengan tarif angkutan yang terjangkau dalam rangka kelancaran mobilitas penduduk, angkutan barang, administrasi pemerintahan, pembangunan dan perdagangan.

Angka 2

Huruf a dan b Cukup Jelas

Angka 3

Huruf a dan b Cukup Jelas

Pasal 8

Cukup Jelas

21

Pasal 9

Cukup Jelas Pasal 10

Cukup Jelas

Pasal 11 Cukup Jelas

Pasal 12

Yang dimaksud dengan Ukuran Kapal adalah Gross Tonage (GT). Waktu Pelayanan adalah lamanya kapal memperoleh pelayanan yang dihitung dengan satuan waktu per etmal (24 jam). Tempat kapal melakukan kegiatan adalah diperairan pelabuhan atau di luar perairan pelabuhan sesuai ketentuan perundang – undangan yang berlaku, di tambatan Pelabuhan Umum, PELSUS dan DUKS.

Pasal 13 Cukup Jelas Pasal 14 Cukup Jelas Pasal 15 Cukup Jelas Pasal 16 Cukup Jelas

22

Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses

kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerjasama dengan pihak ketiga.

Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, Pemerintah

Daerah dapat mengajak bekerjasama dengan badan – badan tertentu yang layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan retribusi secara efisien.

Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah

kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terhutang, pengawasan, penyetoran retribusi dan penagihan retribusi.

Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19

Cukup Jelas Pasal 20

Cukup Jelas

Pasal 21

Cukup Jelas

Pasal 22

Cukup Jelas

Pasal 23

Cukup Jelas

23

Pasal 24

Cukup Jelas Pasal 25

Cukup Jelas Pasal 26 Cukup Jelas Pasal 27

Cukup Jelas

Pasal 28

Cukup Jelas

Pasal 29

Cukup Jelas Pasal 30

Cukup Jelas

Pasal 31

Cukup Jelas Pasal 32 Cukup Jelas

24

Pasal 33

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Daerah yang telah diangkat berdasarkan Peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Ayat (2) dan (3) Cukup Jelas Pasal 34

Cukup Jelas

Pasal 35

Cukup Jelas

25

26

LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG Nomor : 9 TAHUN 2004 Tanggal : 19 JULI 2004 A. TARIF DASAR PELAYANAN JASA LABUH

NO URAIAN TARIF KETERANGAN

1 2

KAPAL MELAKUKAN KEGIATAN DI PELABUHAN : a. Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri b. Kapal Wisata Bahari / Pesiar c. Kapal Pelayaran Rakyat / Perintis d. Kapal Penangkap Ikan / Nelayan KAPAL MELAKUKAN KEGIATAN TETAP DI PELABUHAN : a. Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri b. Kapal Wisata Bahari / Pesiar c. Kapal Pelayaran Rakyat / Perintis d. Kapal Penangkap Ikan / Nelayan

Rp. 40,- Rp. 30,- Rp. 20,- Rp. 10,-

Rp. 400,- Rp. 300,- Rp. 200,- Rp. 100,-

Per GT Kapal Per GT Kapal Per GT Kapal Per GT Kapal

Per GT Kapal Per GT Kapal Per GT Kapal Per GT Kapal

B. TARIF DASAR PELAYANAN JASA TAMBAT

NO URAIAN TARIF KETERANGAN

1 2

TAMBATAN BESI, BETON, KAYU : a. Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri b. Kapal Wisata Bahari / Pesiar c. Kapal Pelayaran Rakyat / Perintis d. Kapal Penangkap Ikan / Nelayan TAMBATAN BREASTING, DOLPHIN, PELAMPUNG : a. Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri b. Kapal Wisata Bahari / Pesiar c. Kapal Pelayaran Rakyat / Perintis d. Kapal Penangkap Ikan / Nelayan

Rp. 30,- Rp. 25,- Rp. 15,- Rp. 5,-

Rp. 20,- Rp. 15,- Rp. 10,- Rp. 5,-

Per GT Kapal Per GT Kapal Per GT Kapal Per GT Kapal

Per GT Kapal Per GT Kapal Per GT Kapal Per GT Kapal

27

C. TARIF BIAYA SERTIFIKASI KAPAL DAN IZIN USAHA ANGKUTAN LAUT

NO URAIAN TARIF KETERANGAN

1 2 3

SURAT TANDA KEBANGSAAN KAPAL (PAS KECIL) UKURAN < 10 GT : a. Kapal Wisata Bahari / Pesiar b. Kapal Niaga / Angkutan Laut c. Kapal Penangkap Ikan / Nelayan IJIN USAHA ANGKUTAN LAUT DALAM KABUPATEN (LOKAL) : a. Perusahaan Pelayaran (SIUPP) b. Perusahaan Pelayaran Rakyat (SIUPPER) c. Angkutan di Perairan Pelabuhan DAFTAR ULANG PERUSAHAAN PELAYARAN/ PELAYARAN RAKYAT DALAM KABUPATEN (LOKAL)

Rp. 50.000,- Rp. 30.000,- Rp. 10.000,-

Rp. 250.000,- Rp. 250.000,- Rp. 250.000,-

Rp. 50.000,-

Per Kapal Per Kapal Per Kapal

Per Ijin Per Ijin Per Ijin

Per Tahun

BUPATI PANDEGLANG,

Cap / ttd

A. DIMYATI NATAKUSUMAH

28