100
Teknik Pengemasan Teknologi Hasil Perikanan PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang . Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27.000 di seluruh dunia.Secara taksonomi , ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha , 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag ), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes , 800 spesies termasuk hiu dan pari ), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes ). Ikan dalam berbagai bahasa daerah disebut iwak , jukut .Ikan juga biasa digunakan sebagai hewan penghias aquarium (Wikipedia,2012). Dalam Mukhtar (2011) dijelaskan bahwa, menurut Undang- Undang Rebublik Indonesia No. 31 Tahun 2004. Pengertian Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Sampai saat ini, ikan pada umumnya dikonsumsi langsung. Upaya pengolahan belum banyak dilakukan kecuali ikan asin . Ikan dapat diolah menjadi berbagai produk seperti ikan kering, dendeng ikan, abon ikan, kerupuk ikan, ikan 1

Leng Kap

Embed Size (px)

Citation preview

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan

bernapas dengan insang. Ikan

merupakan kelompok vertebrata yang

paling beraneka ragam dengan

jumlah spesies lebih dari 27.000 di

seluruh dunia.Secara taksonomi, ikan

tergolong kelompok paraphyletic yang

hubungan kekerabatannya masih

diperdebatkan; biasanya ikan dibagi

menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan

bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya

tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa daerah

disebut iwak, jukut.Ikan juga biasa digunakan sebagai hewan penghias aquarium

(Wikipedia,2012).

Dalam Mukhtar (2011) dijelaskan bahwa, menurut Undang-Undang Rebublik

Indonesia No. 31 Tahun 2004. Pengertian Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh

atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Sampai saat ini, ikan

pada umumnya dikonsumsi langsung. Upaya pengolahan belum banyak dilakukan

kecuali ikan asin. Ikan dapat diolah menjadi berbagai produk seperti ikan

kering, dendeng ikan, abon ikan, kerupuk ikan, ikan asin, kemplang, bakso ikan

dan tepung darah ikan sebagai pupuk tanaman dan pakan ikan.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi

masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses

pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat.

Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan,

sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk

mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama

proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan,

menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam

1

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan,

perasapan, peragian, dan pendinginan ikan(deputi, 2000)

Menurut Wikipedia (2012), Ikan adalah kelompok parafiletik yang berarti, setiap kelas

yang memuat semua ikan akan mencakup pula tetrapoda yang bukan ikan. Atas dasar ini,

pengelompokan seperti Kelas Pisces, seperti pada masa lalu, tidak layak digunakan lagi.

Berikut adalah unit-unit yang mencakup semua vertebrata yang biasa disebut sebagai ikan:

Subkelas Pteraspidomorphi (ikan tak berahang primitif)

Kelas Thelodonti

Kelas Anaspida

(tidak berstatus) Cephalaspidomorphi (ikan tak berahang primitif)

(tidak berstatus) Hyperoartia

Petromyzontidae (lamprey)

Kelas Galeaspida

Kelas Pituriaspida

Kelas Osteostraci

Infrafilum Gnathostomata (vertebrata bermulut besar)

Kelas Placodermi (ikan berperisai, punah)

Kelas Chondrichthyes (ikan bertulang rawan: hiu, pari)

Kelas Acanthodii (hiu berduri, punah)

Superkelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati: mencakup hampir semua ikan penting

masa kini)

Kelas Actinopterygii (ikan bersirip kipas)

Kelas Sarcopterygii (ikan sirip berdaging/ikan bersirip cuping)

Subkelas Coelacanthimorpha (coelacanth)

Sebagai Negara yang 75% lebih wilayahnya berupa lautan, Indonesia memiliki potensi

ikan laut yang besar. Menurut data departemen kelautan dan perikanan, setidaknya 7 % dari

total potensi ikan laut dunia berada diwilayah Indonesia .Dengan kondisi ini seharusnya

konsumsi ikan dinegara cukup tinggi.Namun yg terjadi malah sebalikntya. Diantara Negara

Asean, Indonesia justru terendah. Kondisi ini tentu disayangkan mengingat betapa besarnya

sumbangan gizi iakn bagi kesehatan.Selain kaya protein ikan mengandung lemak, vitamin dan

mineral.Komposisinya bervariasi, tergantung pada jenis, musim, siklus bertelur, letak

geografis, dan umur ikan (Shvoong, 2012).

Menurut Putih (2009), Jenis makanan berdasarkan stabilitasnya dibagi menjadi tiga

jenis, yaitu :

2

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

A. Non Perishable (Stable Food)

Yaitu makanan yang stabil, tidak mudah rusak kecuali jika di perlukan secara tidak

baik, seperti gula, mie, dan tepung

B. Semi Perishable Food

Yaitu makanan yang semi stabil dan agak mudah membusuk atau rusak.Makanan ini

tahan terhadap pembusukan dalam relative agak lama, seperti roti kering dan makanan

beku yang disimpan pada suhu 0⁰C.

C. Perishable Food

Yaitu makanan yang tidak stabil dan mudah busuk, seperti ikan, susu, daging, telur,

buah dan sayuran. Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas

makanan harus diperhatikan.Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat gizi yang

dibutuhkan dalam makanan dan mencegah terhadap terjadinya kontaminasi makanan

dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Contohnya ikan,

setelah di angkat dari air, langsung di lakukan penanganan, seperti di beri es, di

masukkan ke wadah yang berair ato proses pendinginan lainnya.

Ikan merupakan salah satu contoh produk perishable food, oleh karena itu perlu proses

lanjutan ataupun penanganan yang tepat. Menurut Dunia Kumu (2012), Pengolahan sangat

penting, sebab jika kita tidak bisa melakukan penanganan dan pengolahan dengan baik maka

dalam proses produksi kita akan mengalami kerugian atau keuntungan yang kecil. Bila saat

penangkapan dan budidaya kita memperoleh hasil yang melimpah. Tapi ternyata ikan yang

ditangkap cepat busuk dan ikan hasil budidaya saat akan

dipanen ternyata mati semua karena upwelling.

Ikan adalah bahan makanan yang tergolong paling cepat

busuk daripada yang lain seperti daging, telur, buah dan

sebagainya. Hal itu disebabkan karena ikan memiliki

kandungan protein dan mineral yang tinggi, bahkan protein

pada ikan dapat dikatakan yang paling tinggi dari semua

bahan makanan. Oleh karena itu penanganan hasil perikanan

sangat penting dan sudah tentu Misalnya penjual ikan

menjual ikan di pasar dan ikan yang dijualnya hanya dapat bertahan maksimal 2 hari setelah

itu busuk, sementara selama 2 hari ikan yang terjual hanya setengahnya. Dari sini sudah jelas

terlihat penanganan tidak hanya saat penyimpanan, pengemasan, pengangkutan tapi saat

penjualan penanganan terhadap ikan tidak boleh lepas.

3

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

II. Rumusan Masalah

- Apa yang dimaksud dengan ikan segar ?

- Penanganan ikan segar?

- Apakah terasi itu ?

- Apa saja bahan baku terasi ?

- Bagaimana proses pembuatan terasi ?

- Apa saja kekurangan dan kelebihan terasi ?

- Apa saja jenis bahan kimia ilegal yang biasa ditambhkan dalam produk perikanan?

- Apa saja kemasan tradisional terasi ?

- Apa saja kemasan modern terasi ?

- Bagaimana inovasi desain kemasan untuk terasi ?

III. Tujuan

a. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari tim pengajar mata kuliah Teknik

Pengemasan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya.

b. Makalah ini dibuat sebagai referensi tambahan bahan pembelajaran untuk kami dan

juga mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya

lainnya.

c. Makalah ini dibuat untuk memperkaya informasi seputar terasi dan inovasi

kemasannya.

4

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

PEMBAHASAN

1. Ikan segar

Salah satu masalah yang sering timbul pada sektor perikanan adalah dalam

mempertahankan mutu. Mutu ikan dapat terus dipertahankan jika ikan tersebut ditangani

dengan hati-hati (carefull), bersih (clean), disimpan dalam ruangan dengan suhu yang dingin

(cold), dan cepat (quick). Pada suhu ruang, ikan lebih cepat memasuki fase rigor mortis dan

berlangsung lebih singkat. Jika fase rigor tidak dapat dipertahankan lebih lama maka

pembusukan oleh aktivitas enzim dan bakteri akan berlangsung lebih cepat. Aktivitas enzim

dan bakteri tersebut menyebabkan perubahan yang sangat pesat sehingga ikan memasuki fase

post rigor. Fase ini menunjukan bahwa mutu ikan sudah rendah dan tidak layak untuk

dikonsumsi (Munandar, 2009).

Menurut Cofish (2008), menilai kesegaran ikan yang paling mudah adalah

menggunakan metode indrawi atau organoleptik dengan mengamati bagian tubuh ikan yang

sensitif terhadap perubahan mutu dagingnya, seperti warna/rupa, rasa, kekenyalan dan

kekompakan daging, kondisi mata, kondisi insang, dinding perut, bau atau aroma. Berikut ini

ciri-ciri indrawi ikan segar dan penyimpangan dari ciri tersebut menunjukkan telah terjadinya

penurunan atau perubahan mutunya. Ciri-ciri indrawi ikan segar :

- Rupa dan warna : mata masih jernih, warna merah insang, kecemerlangan kulit/sisik dan

warna putih-merah dagingnya spesifik jenis ikan dalam keadaan segar dan bersih,

- Bau : segar spesifik jenis dan mempunyai bau rumput laut segar,

- Daging elastis (kenyal), padat dan kompak, apabila dicicip berasa netral dan sedikit manis.

2. Penanganan ikan segar

Teknik penanganan ikan yang paling umum dilakukan untuk menjaga kesegaran ikan

adalah penggunaan suhu rendah. Selain itu, pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri

pembusuk dan proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah

pada kemunduran mutu menjadi lebih lambat. Penggunaan suhu rendah yang paling sering

dan mudah dilakukan adalah pengesan. Es merupakan media pendingin yang memiliki

beberapa keunggulan yaitu mempunyai kapasitas pendingin yang besar, tidak membahayakan

konsumen, lebih cepat mendinginkan ikan, harganya relatif murah, dan mudah dalam

penggunaannya (Munandar, 2009).

5

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Kelemahan ikan sebagai bahan makanan adalah sifatnya yang mudah busuk setelah

ditangkap dan mati. Ikan perlu penanganan yang baik agar tetap dalam kondisi yang layak

untuk dikonsumsi. Pendinginan dan pembekuan telah diketahui dapat mempertahankan hasil

perikanan, tetapi perlakuan-perlakuan pendahuluan sebelum hasil perikanan didinginkan atau

dibekukan memerlukan perhatian yang cermat agar kualitasnya tetap baik, akan tetapi proses

oksidasi dan pengeringan bahan pangan selama pendinginan masih sulit untuk dihindarkan

(subastian, 2008).

Kondisi komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan saat dipanen merupakan ciri

ataumkriteria mutu(kesegaran)-nya sekaligus merupakan penyebab dominan kerusakan

mutunya dibanding penyebab lainnya seperti kontaminasi dan benturan/tekanan fisik.

Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang terjadi segera setelah dipanen

dapat efektif dihambat dengan perlakuan suhu rendah. Fakta telah menunjukkan bahwa

perlakuan suhu rendah menggunakan es merupakan salah satu cara yang paling cocok untuk

menangani ikan setelah dipanen sampai saat siap untuk diolah lebih lanjut. Cara ini erelatif

murah dan mudah untuk dikerjakan sesuai dengan kondisi tingkat pengetahuan teknik maupun

sosial-ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang ikan saat ini (cofish, 2008)

3. Definisi Terasi

Menurut Astawan (1993), terasi merupakan produk fermentrasi ikan berbentuk pasta

padat. Bahan baku yang digunakan berupa ikan kecil, udang rebon, udang kecil, teri, dan

limbah ikan yang dicampur dengan garam dan kadang – kadang dicampur menggunakan

bahan lain seperti tepung tapioca atau tepung beras sebagai bahan pengisi.

Menurut Adawiyah (2007), Salah satu produk olahan dari hasil perikanan sebagai

usaha pemanfaatan ikan atau udang yang berkualitas rendah adalah terasi. Terasi adalah

produk perikanan yang berbentuk pasta padat. Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi

yang berkualitas baik yaitu iakan atau uadang yang mempunyai kualitas baik pula, sedangkan

terasi yang bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah ikan , sisa iakn sortiran dengan bahan

tambahan biasanya tepung tapiokan dan tepung beras dan berbagai jenis ikan kecil (teri) atau

udang kecil (rebon). Umumnya terasi digunakan untuk campuran membuat sambal,

adakalanya juga digunakan pula untuk campuran pada masakan lain.

Terasi merupakan produk ikan setengah basah yang dibuat dari udang atau ikan-ikan

kecil yang dicampur dengan garam, kemudian diragikan. Terasi digunakan sebagai bahan

penyedap masakan seperti pada masakan sayuran, sambal, rujak, dan sebagainya. Sebagai

6

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

bahan makanan setengah basah yang berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-

bulan (deputi, 2000)

4. Bahan Baku Terasi

Terasi yang banyak diperdagangkan dipasar, secara umum dapat dibedakan menjadi

dua macam berdasarkan bahan bakunya, yaitu terasi udang dan terasi ikan.Terasi udang

biasanya memiliki warna cokelat kemerahan, sedangkan terasi ikan berwarna kehitaman dan

terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan terasi ikan.

Secara tradisional terasi diproduksi dengan proses yang sederhana, dan umumnya

bahan bakunya adalah udang kecil ataupun ikan kecil. Untuk memenuhi selera konsumen,

sekarang terasi dikemas dengan kemasan yang menarik dengan ukuran yang beragam.Terasi

mengandung 35-50% air, 20-45% protein, 10-25% mineral, dan lemak dalam persentase yang

kecil. Belachan yang hampir sama dengan terasi mengandung niacin, riboflavin dan tiamin.

a. Terasi Ikan

Beberapa jenis ikan yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan terasi ikan

adalah ikan Selar gatel (Rembang), Badar atau Teri (Krawang) dan sebagainya. Kepala ikan

harus dibuang terlebih dahulu sebelum diproses lebih lanjut.

Deskripsi Ikan Selar

Ikan selar termasuk ke dalam golongan ikan pelagis kecil.Klasifikasi ikan selar

(Caranx leptolepis) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Perciformes

Famili : Carangidae

Genus : Caranx

Spesies : Caranx leptolepis

Bentuk tubuh ikan selar kuning (Caranx leptolepis) lebih kecil daripada ikan selar

yang lain. Panjang tubuh ikan ini sampai dengan 16 cm.Jenis ikan ini ditandai dengan garis

lebar berwarna kuning dari mata sampai ekor.Sirip punggung ikan selar kuning terpisah

dengan jelas, bagian depan disokongoleh jari-jari keras dan banyak jari-jari lunak. Sirip ekor

7

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

bercagak dua dengan lekukan yang dalam.Sirip perut terletak di bawah sirip dada. Ikan selar

termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat. Penyebaran ikan ini adalah semua laut di daerah

tropis dan semua lautan Indopasifik.Ikan ini banyak tertangkap di perairan pantai serta hidup

berkelompok sampai kedalaman 80 m.

Daerah distribusi ikan selar meliputi Sumatera (Teluk Betung, Tarusan dan Sibolga),

Palu, Nias, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Sulawesi (Makasar, Bulukumba dan Manado),

Laut Banda, Gisser, Kei Island-Red Sea, Zanzibar, Natal Coust, Madagaskar, Bourhan,

South Arabia, India, Solomon Island, San Wich Island, Admirality Island – Circumtropical.

Warna tubuh ikan memiliki daya tarik tersendiri, bagian atas berwarna biru metalik,

sedangkan bagian bawahberwarna putih keperakan. Terdapat garis kuning yang memanjang

dari belakang mata sampai caudal peducle dengan titik hitam yang mencolok pada belakang

operculum. Sirip dorsal, anal, dan kaudal berwarna pucat sampai kekuningan, serta sirip

pelvic berwarna putih.

Gambar 1. Ikan selar

Tabel 1. Komposisi kimia ikan selar dalam setiap 100 gram bahan

Jenis kandungan Jumlah (gram)

Air 75,4

Abu 1,36

Protein 18,8

Lemak 2,2

Deskripsi Ikan Teri

Ikan teri (Stolephorus sp.) merupakan ikan penghuni perairan pesisir dan eustaria serta

beberapa jenis dapat hidup pada perairan dengan salinitas 10-15%. Pada umumnya, ikan teri

hidup bergerombol, terutama jenis-jenis yang berukuran kecil, yang terdiri dari ratusan

sampai ribuan ekor. Klasifikasi ikan Teri berdasarkan ikan yang termasuk cartilaginous

(bertulang rawan) atau bony (bertulang keras) menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut:

8

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Filum : Chordata

Sub-filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub-kelas : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Famili : Clopeidae

Sub-famili : Engraulidae

Genus : Stolephorus

Spesies : Stolephorus sp.

Ciri-ciri morfologi ikan teri memiliki tanda khas yang membedakannya dari marga

anggota anak suku Engraulidae yang lain, yaitu sirip caudal bercagak dan tidak bergabung

dengan sirip anal serta duri abdominal hanya terdapat sirip

pektoral dan ventral yang berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak berwarna atau

agak kemerah-merahan. Bentuk tubuhnya bulat memanjang (fusiform) atau agak termampat

kesamping (compressed), pada sisi samping tubuhnya terdapat garis putih keperakan

memanjang dari kepala sampai ekor. Sisiknya kecil dan tipis sangat mudah lepas, tulang

rahang atas memanjang mencapai celah insang.Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal

sebagian atau seluruhnya dibelakang anus, pendek dengan jari-jari lemah sekitar 16-23

buah.Giginya terdapat pada rahang, langit-langit palatin, pterigod, dan lidah. Ikan teri

umumyaberukuran kecil sekitar 6-9 cm.

Gambar 2. Ikan teri

b. Terasi Udang

Adapun bahan baku yang digunakan dalam pembuatan terasi udang adalah berupa

rebon atau udang kecil dengan ukuran panjang berkisar antara 1 cm – 2,1 cm (membujur),

lebar 0,3 cm dengan warna keputihan.

9

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Udang rebon adalah salah satu Famili Penaeidae, Genus Penaeus. Dengan kulit agak

keras, tetapi tidak kaku. Mempunyai tanda istimewa pada badan terdapat ban ungu hitam dan

pada masing-masing ruas terdapat 2 ban. Warna tersebut jelas sekali pada udang yang masih

hidup.Warna kaki pada umumnya berwarna merah. Memiliki ukuran Panjang badan dapat

mencapai 35 cm dan umumnya berukuran 20 – 25 cm. Bernama latin mysis sedangkan nama

internasionalnya trasi shrimp.

Gambar 3. Udang rebon

5. Penanganan dan Pembuatan Terasi

Terasi termasuk salah satu bahan makanan tambahan, sama halnya dengan kecap,

vetsin dan sejenisnya yang digemari oleh kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama di

Pulau Jawa. Di negara lain di Asia Tenggara juga dikenalproduk fermentasi seperti terasi

misalnya di Malaysia (belacan), Vietnam (mamca), Philipina (bagoong), Thailand (kapi),

Kamboja (prahoc) dan Jepang (shiokara) (Reilly, et al. 1989). Bahan dasar yang digunakan

untuk pembuatan terasi umumnya adalah rebon atau jenis-jenis udang kecil. Dapat pula

digunakan ikan teri atau ikan-ikan kecil lainnya yang terdapat sebagai hasil sampingan

penangkapan ikan. Terasi udang biasanya berwarna coklat kemerahan, sedangkan terasi ikan

biasanya berwarna kehitaman.

Terasi yang bermutu baik biasanya terbuat dari rebon atau teri kecil tanpa penambahan

bahan tambahan seperti tepung tapioka atau tepung beras. Seperti pada umumnya pengolahan

yang bersifat tradisional, pengolahan terasi juga kurang memenuhi persyaratan sanitasi dan

hygiene. Selain itu untuk menarik konsumen kadang ditambahkan bahan pewarna buatan

yang seharusnya tidak digunakan untuk makanan. Persoalan lain adalah kurangnya cara

pengemasan yang baik dan informasi yang tertulis didalamnya sehingga konsumen tidak

mengetahui mutu terasi tersebut.

10

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Dari hasil survei diketahui bahwa sebagian besar penanganan dan pengolahan terasi

adalah sebagai berikut :

• Rebon yang didapatkan, dicuci dengan air laut dan langsung dijemur. Penjemuran

dilakukan selama kira-kira 4 jam atau terjadi penyusutan berat sekitar 70%. Selama

penjemuran dilakukan penyortiran terhadap ikan-ikan kecil, rajungan, keong dan bahan

– bahan pengotor lainnya serta ditipiskan untuk mempermudah pengeringannya. Untuk

terasi mutu nomor 1 bahan yang digunakan murni hanya rebon saja tidak boleh

tercampur dengan bahan lainnya. Ciri-ciri rebon yang sudah kering adalah permukaan

tubuh rebon rata, keras dan masing-masing dari rebon sudah terpisah satu sama lain.

• Setelah kering rebon digiling dengan penambahan garam krosok (4-5 kg/100 kg rebon

basah) dan air. Penggilingan pertama menghasilkan hancuran yang belum lumat secara

merata atau masih berupa adonan kasar.

• Hasil penggilingan pertama kemudian dijemur dibawah sinar matahari selama 8 – 12

hari. Rebon dibolak-balik untuk untuk mempercepat pengeringan. Penjemuran ini

bertujuan untuk menghilangkan air yang masih terdapat pada adonan rebon, sehingga

akan mempermudah proses penggilingan yang ke-2. Ciri-ciri jika hasil penjemuran

sudah selesai adalah berubahnya adonan menjadi keras, tidak lengket dan sudah terpisah

satu sama lain.

• Hasil penggilingan ke-1 yang sudah kering kemudian digiling lagi dengan ditambahkan

air untuk mempermudah proses penggilingan ke-2. Penggilingan ini bertujuan untuk

menghaluskan adonan yang masih belum merata.Untuk memperoleh tekstur yang

halus , padat dan kenyal pada adonan dilakukan penumbukan menggunakan lumpang

kayu. Penumbukan ini menyebabkan adonan terasi yang sudah halus menjadi semakin

rekat. Pada saat dilakukan penumbukan ini dilakukan percikan air pada adonan dengan

tujuan untuk mempercepat proses penumbukan dan adonan terasi tidak lengket dengan

penumbuk. Bongkahan hasil penumbukan dipotong –potong dan dibuat menjadi bentuk

blok dan ditimbang seberat 1 dan 3 kg sesuai dengan permintaan pembeli atau

dilakukan pencetakan bentuk dan berat sesuai dengan pesanan pembeli. Permukaan

yang tidak rata dan berlubang-lubang diperbaiki dengan cara dilumuri air sehingga

permukaan terasi menjadi halus dan rata.

• Terasi yang sudah halus permukaannya kemudian dikemas dengan menggunakan daun

pisang kering. Daun pisang yang digunakan berlapislapis dan harus dikeringkan terlebih

dahulu untuk mencegah agar terasi tidak menjdi lembab. Pada proses fermentasi yang

terjadi, daun pisang akan menimbulkan aroma dan rasa yang khas pada terasi.

11

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

• Proses fermentasi yang sempurna terjadi setelah 50 hari penyimpanan pada suhu kamar.

Apabila fermentasi belum sempurna maka terasi yang dihasilkan kenampakannya sudah

mulai kental dengan warna coklat kemerahan, namun aromanya masih kurang pas

belum spesifik karena rebon belum terurai seluruhnya. Berat terasi yang dihasilkan

biasanya 40- 50 % dari berat basah bahan yang digunakan.

Menurut Umami (2009), terasi dibuat dari udang kecil atau rebon, berbentuk padat

dengan tekstur agak kasar dan berwarna cokelat keunguan, umum digunakan untuk membuat

sambal terasi.

 

Gambar 4. Ilustrasi Proses Pembuatan Terasi

Menurut Dina (2009), Cara pembuatan terasi tidak sesulit yang kita pikirkan, sbb. :

Gambar 5. Terasi

12

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

BAHAN:

Ikan atau Udang.

Untuk terasi ikan biasanya menggunakan ikan kecil – kecil dan sejenisnya, yang harus

dibuang kepalanya terlebih dahulu sebelum diproses lebih lanjut. Adapun jika akan membuat

terasi udang maka rebon dapat digunakan.

Garam

Dalam pembuatan terasi, garam ini mempunyai manfaat ganda yaitu :

1. Sebagai pemantap cita rasa terasi.

2. Sebagai bahan pengawet (pada konsentrasi 20 % ; 2 ons per kg bahan baku).

Pewarna.

Bahan pewarna ini diperlukan untuk memperbaiki penampilan produk terasi ; sebaiknya

digunakan pewarna yang diizinkan penggunaannya oleh pemerintah (Standar Industri

Indonesia/Sll).

Kantong Plastik.

Dibuat rangkap dua, yang pertama bagian dalam untuk melindungi terasi sekaligus menahan

bau agar tidak menyebar.

ALAT

Timbangan : Timbangan duduk, timbangan kue, ataupun timbangan

gantung bisa digunakan sesuai dengan jumlah bahan.

Bak Plastik : Wadah plastik berguna untuk tempat pencucian bahan baku

terasi.

Kalo : Kalo merupakan alat penyaring yang terbuat dari bambu, ini

berguna untuk meniriskan bahan terasi setelah dicuci.

Alat Penghancur : Dalam jumlah yang kecil digunakan lumpang dan alu, dan

jika dalam jumlah yang besar dapat menggunakan mesin penggiling, sebagai alat

penghancur sekaligus sebagai alat pencampur dan pelumatan.

Tempat Fermentasi : Karena adonan terasi mengandung kadar garam yang tinggi,

maka tempat adonan ini harus terbuat dari bahan anti karat, misalnya bak yang terbuat

dari bahan plastik yang ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan.

Tempat Penjemuran : Perangkat penjemur dapat dibuat dari anyaman bambu ukuran

0,6 x 1 m yang dialasi dengan plastik ataupun plat aluminium. Perangkat penjemur

tersebut disangga dengan rak penyangga yang terbuat dari bambu utuh yang

13

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

ditancapkan dalam tanah dengan ukuran 0,8 x 10 m, yang diatur dalam jarak 1 meter

antara satu dengan lainnya.

Kain Saring : Kain ini diperlukan untuk membungkus bahan adonan terasi

dalam proses fermentasi. Dengan pembungkusan ini diharapkan adonan tersebut tidak

tercemar oleh debu dan kotoran lain. Namun sirkulasi udara tetap berjalan dengan

lancar melalui pori – pori kain, sehingga proses fermentasi tidak terhambat.

TIPS :

Agar tahan lama dan tidak menebarkan bau tajam. Sebaiknya simpan terasi dalam

wadah bertutup dalam keadaan mentah atau matang.

Kualitas terasi bisa dilihat dari harganya. Terasi yang berkualitas bagus harganya relatif

lebih mahal.

Pada saat membeli, periksa kemasan terasi, pilih yang terbungkus daun pisang atau

plastik dalam keadaan utuh kemasannya dan tidak ada bagian yang rusak.

Terasi yang enak dan baru beraroma segar khas udang atau rebon. Jika terasi

mengeluarkan aroma busuk atau kurang sedap berarti kualitasnya sudah turun atau

kurang bagus.

Dalam proses fermentasi terasi sudah diberi garam, karena itu kurangi jumlah garam

jika masakan memakai terasi.

Terasi merupakan produk awetan ikan-ikan atau rebon yang telah diolah melalui

proses pemeraman atau fermentasi, penggilingan atau penumbukan dan penjemuran yang

berlangsung selama + 20 hari. Ke dalam produk terasi tersebut ditambahkan garam yang

berfungsi sebagai bahan pengawet, berbentuk seperti pasta dan berwarna hitam-coklat,

kadang ditambah dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Terasi memiliki bau

yang tajam dan biasanya digunakan untuk membuat sambal terasi, tapi juga sering ditemukan

dalam berbagai resep tradisional Indonesia (Darmadi, 2011).

14

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Gambar 6. Terasi Udang

Terasi yang banyak diperdagangkan dipasar, secara umum dapat dibedakan menjadi

dua macam berdasarkan bahan bakunya, yaitu terasi udang dan terasi ikan. Terasi udang

biasanya memiliki warna cokelat kemerahan, sedangkan terasi ikan berwarna kehitaman dan

terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan terasi ikan.

Kandungan Unsur Gizi Terasi yang terkandung di dalam terasi cukup lengkap dan cukup

tinggi. Di samping itu dalam terasi udang terkandung yodium dalam jumlah tinggi yang

berasal dari bahan bakunya.

a) Alat

Timbangan.

Alat penghancur.

Tempat fermentasi.

Perangkat penjemuran.

Wadah plastik.

Kain saring

b) Bahan Baku

- Terasi Ikan

Beberapa jenis ikan yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan terasi ikan adalah

ikan Selar gatel (Rembang), Badar/Teri (Krawang) dan sebagainya. Kepala ikan harus

dibuang terlebih dahulu sebelum diproses lebih lanjut.

15

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Gambar 7. Bahan Baku Terasi Ikan

- Terasi Udang

Adapun bahan baku yang digunakan dalam pembuatan terasi udang adalah berupa rebon atau

udang kecil dengan ukuran panjang berkisar antara 1 cm – 2,1 cm (membujur), lebar 0,3 cm

dengan warna keputihan.

Gambar 8. Bahan Baku Terasi Udang

c) Bahan pembantu

- Garam

Pada pembuatan terasi, garam memiliki fungsi ganda,yaitu seabagai berikut:

Untuk memantapkan cita rasa terasi yang dihasilkan.

Pada konsentrai 20% ( 200 g/kg bahan baku), garam mampu berperan sebagai bahan

pengawet, namun dalam konsentrasi lebih dari 20% justru akan menggangu proses

fermentasi.

d) Pewarna

Untuk memperbaiki penampilan maka sering dilakukan penambahan bahan pewarna buatan

dalam terasi.Ke dalam terasi udang sering ditambahkan warna coklat atau merah, sedangkan

ke dalam terasi ikan sering ditambahkan warna kehitaman (campuan antara warna merah dan

16

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

hijau). Adapun konsentrasi pewarna yang digunakan, disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk

menjamin keselamatan konsumen, sebaiknya digunakan bahan pewarna yang diizinkan

penggunaannya oleh pemerintah (SII).

e) Kain Saring atau Daun Pisang.

Pada pelaksanaan fermentasi, adonan terasi peru dibagi dalam beberapa bagian kecil dan

kemudian dibungkus dengan kain saring atau daun pisang yang diiris di beberapa tempat,

sehingga adonan tersebut terlindung dari cemaran debu dan air, sementara aerasi udara tetap

dapat berjalan lancar.

f) Proses Pembuatan Terasi

Gambar 9. Proses Pembuatan Terasi

1.Ikan dicuci bersih untuk membuang kotoran dan lumpur yang melekat kemudian ditiriskan.

2.Tambahkan garam sebanyak 5% dari berat udang/ikan dan pewarna sesuai dengan warna

yang diinginkan kemudian diaduk rata.

3. Tempatkan campuran tersebut pada wadah tampah dan ratakan agar ketebalannya 1 – 2 cm.

4.Jemur sampai setengah kering sambil diaduk selama penjemuran agar merata tingkat

kekeringannya.

5.Giling / tumbuk agar halus dan di bentuk adonan gumpalan-gumpalan tersebut.

6.Hasil tumbukan berupa tumbukan-tumbukan bulat dibungkus dengan tikar atau daun pisang

kering. Biarkan selama satu hari sampai dua hari.

7.Jemur kembali sambil dihancurkan supaya cepat kering. Jika terlalu kering dapat

ditambahkan air. Waktu penjemuran 3 – 4 hari dan kondisi dijaga agar tidak terlalu kering.

8.Buat gumpalan-gumpalan kembali dan bungkus dengan daun pisang kering.

17

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

9.Simpan selama 1 – 4 minggu, supaya terjadi proses fermentasi sampai tercium bau khas

terasi.

Gambar 10. Mesin Pencetak Terasi

Terasi sangat terkenal terutama di Pulau Jawa. Bahan dasar yang digunakan untuk

pembuatan tersai pada umunya rebon atau jenis-jenis udang yang kecil (Hadiwiyoto, 1993).

Suparno dan Murtini (1992) menambahkan selain dikonsumsi domestic produksi tersai dari

Indonesia telah diekspor ke luar negeri khususnya ke negeri Belanda dan Suriname.

Gambar 11. Pembuatan Terasi

18

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Kandungan unsur gizi dalam proses 100 gr terasi menurut Suprapti (2001) sebagai

berikut:

Tabel 2. Kandungan Unsur Gizi dalam Proses 100 gr Terasi

No. Nama Unsur Kadar Unsur

1. Protein 30,0 gr

2. Lemak 3,5 gr

3. Karbohidrat 3,5 gr

4. Mineral 23,0 gr

No. Nama Unsur Kadar Unsur

5. Kalsium 100,0 mg

6. Fosfor 250,0 mg

7. Besi 3,1 mg

8. Air 40,0 gr

Menurut Hadiwiyoto (1983) langkah – langkah pembuatan terasi diuraikan berikut ini:

1. Pencucian

Rebon, udang kecil atau ikan yang masih segar terlebih dahuli dicuci dengan air bersih

untuk menghilangkan kotoran, lender dan bahan-bahan asin yang terikut serta pada waktu

penangkapan.

2. Penjemuran

Setelah bersih dijemur dengan diserahkan di tempat terbuka yang terkena sinar

matahari langsung. Pada penjemuran ini tidak boleh merupakan lapisan yang tebal supaya

cepat menjadi kering. Setiap kali sering dibolak-balik dan apabila terdapat kotoran dibuang.

Maksud penjemuran ini tidak untuk mengeringkannya sama sekali, tetapi cukup kira-kira

setengah kering saja supaya mudah untuk digiling atau ditumbuk.

19

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Gambar 12. Tahap Penjemuran

3. Penggilingan

Bahan kemudian digiling atau ditumbuk samapi halus. Sementara itu diambil

ditambahkan garam atau kadang-kadang zat warna dan tepung tapioca. Jumlah bahan-bahan

yang ditambahkan ini nanti akan menentukan mutu terasi. Masing-masing perussahaan

mempunyai resep sendiri-sendiri.

4. Pemeraman

Setelah itu adonan tersebut dibuat gumpalan-gimpalan dengan dikepal-kepal lalu

dibungkus dengan tikar atau daun-daun kering. Kemudian diperam selama semalam.

Pemeraman ini merupakan proses fermentasi tahap pertama.

5. Pemeraman II

Keesokan harinya bungkusnya dibuak, kemudian dihancurkan lagi dengan cara

digiling atau ditumbuk samapai halus. Setelah dianggap cukup dibuat gumpalan-gumpalan

sekali lagi dan dibungkus seperti semula.

6. Pemeraman III

Pemeraman selanjutnya selama kurang 4-7 hari. Pemeraman ini merupakan proses

fermentasi tahap II. Pada proses ini akan timbul bau khas tersai . apabila pemeraman selesai,

terasi diiris-iris dalam ukuran-ukuran tertentu untuk dijual.

6. Kekurangan dan Kelebihan Terasi

Rosida et al., (2007) memaparkan dalam jurnalnya, terasi merupakan produk

berbentuk seperti pasta, berwarna merah kecoklatan, dibuat dari udang atau ikan yang

berukuran kecil dan mempunyai aroma yang kuat. Rebon dapat digunakan sebagai bahan

baku pembuatan terasi karena rebon tersebut memiliki kulit dan cangkang yang lunak

20

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

sehingga memungkinkan untuk dihancurkan secara sempurna . Komposisi rebon basah adalah

16,2 g, protein 0,7 g, karbohidrat 1,2 g, dan 21,6 g air.

Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan terasi adalah garam, tepung tapioka,

tepung beras, atau tepung lainnya.Bahan-bahan inilah yang selanjutnya menentukan mutu dan

citarasa terasi yang dihasilkan.Fungsi tapioka dalam pembuatan terasi adalah sebagai substrat

bagi pertumbuhan mikroorganisme dan untuk menambah volume terasi.

Garam dalam pembuatan terasi mempunyai peranan utamasebagai pemberi rasa asin

dan sebagai pengawet. Dalam pembuatan produk-produk fermentasi ikan/udang lainnya juga

ditambahkan garam dalam jumlah yang optimum untuk merangsang pertumbuhan bakteri

asam laktat. Oleh karena itu fermentasi dalam ikan/udang seringkali merupakan gabungan

antara fermentasi garam dengan fermentasi asam laktat. Pada fermentasi asam laktat terjadi

proses otolisis atau enzimatis dengan adanya aktivitas bakteri halofilik atau halotoleran.

Fermentasi asam laktat berlangsung secara anaerobik oleh mikrobia anaerob atau obligat

anaerob.

Salah satu bahan dari terasi adalah udang rebon, dan udang rebon mempunya kualitas

yang baik sesuai dengan tingkat kesegarannya. Menurut astawan (2001),

Udang Rebon disebut juga dalam bahasa internasinalnya Trasi Shrimp atau biasa kita sebut

dengan nama udang rebon dengan nama latin Mysis. Penyebaran udangini berada pada daerah

pantai, tempat sungai-sungai bermuara, teluk-teluk. Famili Penaeidae, genus Penaeus kulit

agak keras, tetapi tidak kaku, yang merupakan tandaistimewa ialah pada badan terdapat ban

ungu hitam yaitu pada masing-masing ruas terdapat dua ban. Warna tersebur jelas sekali pada

udang yang dalam keadaan hidup.Warnakaki pada umumnya berwarna merah. Ukuran :

Panjang badan dapat mencapai 35 cm.Sedang umumnya 20-25 cm.Rebon merupakan udang

yg ukurannya sangat kecil, kadang ada di pasar-pasartradisional, sering juga terdapat di

supermarket. rebon dibuat dari udang yang sangatkecil dan dikeringkan sehingga bentuknya

mirip udang kecil segar hanya saja dalambentuk kuning kecokelatan dan kering. rebon bisa

dijadikan campuran tumisan sayur atauperkedel atau dibuat rempeyek dan sambal. Aroma

rebon gurih harum hampir samadengan udang segar. Udang rebon ternyata kaya akan protein

dan mineral. Zat-zat yang dikandungnya bahkan mampu menangkal osteoporosis,

meningkatkan HDL (kotsterol baik), sekaligusmenurunkan kadar LDL (kolesterol jahat) dan

lemak. Di mancanegara, udang rebondikenal dengan nama terasi shrimp. Boleh jadi karena

rebon jarang sekali dikonsumsisegar, melainkan dalam berbagai bentuk olahan seperti abon,

kerupuk udang, dan yangpaling fenomenal adalah terasi.Udang jenis ini diduga merupakan

21

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

udang asli Indonesiayang hidup di daerah pantai, muara sungai, dan teluk. Udang ini memiliki

kulit kerastetapi tidak kaku, dan biasanya banyak dijumpai pada awal musim hujan.

Udang rebon ternyata kaya akan protein dan mineral. Zat-zat yang dikandungnya

bahkan mampu menangkal osteoporosis, meningkatkan HDL (kotsterol baik), sekaligus

menurunkan kadar LDL (kolesterol jahat) dan lemak. Di mancanegara, udang rebon dikenal

dengan nama terasi shrimp. Boleh jadi karena rebon jarang sekali dikonsumsi segar,

melainkan dalam berbagai bentuk olahan seperti abon, kerupuk udang, dan yang paling

fenomenal adalah terasi. Disebut "rebon" bukan karena udang ini berasal dari Cirebon,

melainkan sebab ukurannya sangat kecil.Beberapa orang menyebutnya sebagai anak

udang.Udang jenis ini diduga merupakan udang asli Indonesia yang hidup di daerah pantai,

muara sungai, dan teluk.Udang ini memiliki kulit keras tetapi tidak kaku, dan biasanya

banyak dijumpai pada awal musim hujan.

Sumber protein

Selama ini udang rebon sering dikategorikan sebagai udangnya kaum

marginal.Dibandingkan dengan udang lainnya, rebon jauh lebih murah harganya. Namun, dari

nilai gizi, udang rebon tidak kalah dari jenis udang lain. Kandungan gizi terasi per 100 g dapat

dilihat pada tabel.Seperti hewan air lainnya, udang rebon merupakan sumber protein hewani

yang sangat baik. Seratus gram udang rebon segar mengandung protein sebesar 16,2 gram.

Kandungan ini hampir sama dengan kandungan protein pada udang segar. Karena itu, anak-

anak yang sedang dalam masa pertumbuhan disarankan banyak mengonsumsi udang,

termasuk rebon.Udang juga mengandung vitamin D yang sangat baik untuk pertumbuhan

tulang. Protein merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Protein berperan penting dalam pembentukan sel-sel

dan jaringan baru tubuh untuk memelihara pertumbuhan dan perbaikan jaringan yang

rusak.Pada anak-anak, protein sangat berperan dalam perkembangan sel otak.Pada orang

dewasa, bila terjadi luka, memar, dan sebagainya, protein dapat membangun kembali sel-sel

yang rusak. Protein juga bisa menjadi bahan untuk energi bila keperluan tubuh akan

karbohidrat dan lemak tidak terpenuhi. Protein pada udang termasuk protein lengkap karena

memiliki semua asam amino esensial.Pemanfaatan protein oleh tubuh sangat ditentukan oleh

kelengkapan dan jumlah asam amino esensial yang terkandung di dalamnya.Semakin lengkap

komposisi asam amino esensial dan semakin banyak jumlahnya, semakin tinggi manfaat

protein tersebut di dalam tubuh.

Kaya kalsium & fosfor

22

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Keunggulan lain dari udang adalah kandungan kalsiumnya yang tinggi. Seratus gram

udang rebon segar mengandung 757 mg kalsium, sedangkan dalam 100 gram udang rebon

yang sudah dikeringkan sebanyak 2.306 mg. Dengan demikian, konsumsi udang rebon sangat

baik untuk mencegah osteoporosis. Keunggulan lain dari udang rebon adalah kandungan

fosfornya yang cukup tinggi. Banyak orang beranggapan bahwa tulang keropos terjadi karena

kekurangan kalsium saja, sehingga dalam pencegahan atau pengobatannya hanya difokuskan

pada konsumsi kalsium.Ini adalah mitos yang tidak benar.Kalsium baru bisa bermanfaat bila

di dalam tubuh juga tersedia fosfor yang cukup untuk mengimbangi kalsium.Perbandingan

konsumsi kalsium dan fosfor yang sangat ideal untuk mencegah tulang keropos adalah 2:1.

Satu-satunya jenis pangan dengan rasio seperti itu adalah air susu ibu (ASI). Pada udang

rebon segar, perbandingan kalsium dan fosfor adalah 2,6:1. Agar pemanfaatan kalsium pada

udang rebon berlangsung optimal, konsumsi rebon harus diimbangi makanan yang kaya

fosfor, seperti sayuran dan buah-buahan.

Sumber zat besi

Selain baik untuk tulang, konsumsi makanan kaya kalsium juga dapat membantu

mengontrol kadar kolesterol di dalam darah. Penelitian Margo A. Denke dari University of

Texas Southwestern Medical Center, Dallas, Amerika Serikat, menunjukkan pemberian

suplemen kalsium pada pria dapat menurunkan kolesterol jahat (LDL) hingga 11 persen bila

dibandingkan dengan makanan yang berkalsium rendah. Meskipun demikian, peran kalsium

akan menjadi optimal bila didukung sederetan cara lain untuk menurunkan kadar kolesterol

dalam darah. Contohnya, konsumsi makanan berlemak rendah dan berserat tinggi, terutama

sayuran dan buah-buahan.Udang rebon juga merupakan sumber zat besi yang sangat baik.

Kadar zat besi per 100 gram udang rebon basah dan kering adalah 2,2 mg dan 21,4 mg. Zat

besi sangat diperlukan tubuh untuk membentuk hemoglobin yang berperan sebagai

pengangkut oksigen dalam darah. Kehadiran oksigen yang cukup sangat diperlukan untuk

fungsi normal seluruh sel tubuh.Bila darah kekurangan oksigen, fungsi sel-sel di seluruh

tubuh bisa terganggu.

Tabel 3. Kandungan gizi udang rebon per 100 g

Kandungan gizi Udang rebon kering Udang rebon segar

Energi (kkal) 299 81

Protein (g) 59,4 16,2

23

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Lemak (g) 3,6 1,2

Karbohidrat (g) 3,2 0,7

Kalsium (mg) 2.306 757

Fosfor (mg) 265 292

Besi (mg) 21,4 2,2

Vitamin A (SI) 0 60

Vitamin B1 (mg) 0,06 0,04

Air (g) 21,6 79,0

Sumber: direktorat gizi Depkes, 1992

Kandungan Unsur Gizi Terasi

Menurut Suprapti (2002), unsur gizi yang terkandung di dalam terasi cukup lengkap

dan cukup tinggi. Disamping itu, dalam terasi udang, terkandung yodium dlam jumlah tinggi

yang berasal dari bahan bakunya. Adapun kandungan unsur gizi dalam terasi tersebut dapat

dilihat dalam tabel .

Tabel 4. Kandungan Unsur Gizi dalam 100 gram Terasi

No Nama Unsur Kadar Unsur

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Protein

Lemak

Karbohidrat

Mineral

Kalsium

Fosfor

Besi

Air

30,0 g

3,5 g

3,5 g

23,0 g

100,0 mg

250,0 mg

3,1 mg

40,0 g

24

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Menurut Ristek (2012), Salah satu produk olahan dari hasil perikanan sebagai usaha

pemanfaatan ikan atau udang yang berkualitas rendah adalah terasi. Terasi merupakan produk

perikanan yang berbentuk pasta. Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi berkualitas

baik. Sedangkan terasi bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah ikan, sisa ikan sortiran

dengan bahan tambahan biasanya tepung tapioka atau tepung beras, dan berbagai jenis ikan

kecil (teri) atau udang kecil (rebon). Umumnya terasi digunakan untuk campuran membuat

sambal, adakalanya digunakan pula untuk campuran pada masakan lain. Kandungan padatan

(protein, garam, Ca dan sebagainya) terasi udang sekitar 27-30%, air 50-70% dan garam 15-

20%. Sedangkan terasi yang dibuat dari kandungan protein 20- 45%, kadar air 35-50%, garam

10-25% dan komponen lemak dalam jumlah yang kecil sedangkan kandungan vitamin B12

cukup tinggi.

Mikroba yang ditemukan pada produk akhir fermentasi dengan penambahan garam

pada ikan terutama dari jenis Micrococci dan penurunan pada jumlah mikroba

Flavobacterium, Achromobacter, Pseudomonas, Bacillus dan Sarcina yang semula banyak

terdapat pada ikan. Mikroba yang dapat diisolasi dari terasi antara lain bakteri Micrococcus,

Aerococcus, Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium dan

Acinetobacter selain beberapa jenis kapang.

Perubahan Selama Fermentasi Campuran garam, rebon dan bahanbahan lainnya pada

pembuatan terasi pada awalnya mempunyai nilai pH sekitar 6 dan selama proses fermentasi

pH terasi yang terbentuk akan naik menjadi 6,5, akhir setelah terasi selesai terbentuk maka pH

turun kembali menjadi 4,5. Apabila fermentasinya dibiarkan berlanjut maka akan terjadi

peningkatan pH dan pembentukan amonia. Apabila garam yang digunakan selama fermentasi

kurang ditambahkan maka campuran tersebut akan terus berlanjut dan akan terjadi

pembusukan karena amonia yang terbentuk terdapat dalam jumlah yang besar. Hal itu dapat

terjadi apabila pemberian garam kurang dari 10%.

Selama proses fermentasi, protein terhidrolisis menjadi turunannya, seperti protease,

pepton, peptida dan asam amino. Terasi yang mempunyai kadar air 26-42% adalah terasi yang

baik, karena apabila kadar air terasi terlalu rendah, maka permukaan terasi akan diselimuti

oleh kristal-kristal garam dan tekstur terasi menjadi tidak kenyal. Apabila kadar air terasi

terlalu tinggi maka terasi akan menjadi terlalu lunak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pemeraman atau proses fermentasi ikan untuk terasi dapat menghasilkan aroma yang khas.

Komponen aroma tersebut berupa senyawa yang mudah menguap terdiri atas 16 macam

senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil, 7 macam lemak, 34 macam

25

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, dan senyawa-senyawa lainnya sebanyak 10

macam. Persenyawaan tersebut antara lain akan menghasilkan bau amonia, asam, busuk,

gurih dan bau-bau khas lainnya.

Adanya campuran komponen bau yang berbeda dengan jumlah yang berbeda pula

akan menyebabkan pasta ikan mempuyai bau/aroma yang khas pula menurut daerah asal dan

proses pembuatannya. Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan sebagai

berikut ini.Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau keasaaman, sedangkan amonia

dan amin menyebabkan bau anyir beramonia.Senyawa belerang sederhana seperti sulfida,

merkaptan dan disulfida menyebabkan bau yang merangsang pada terasi. Senyawa-senyawa

karbonil besar sekali kemungkinannya dapat memberikan bau khusus yang terdapat pada

hasil-hasil perairan yang diawetkan dengan cara pengeringan, penggaraman atau dengan cara

fermentasi.

Senyawa-senyawa volatil yang terdapat dalam terasi berasal dari lemak melalui proses

oksidasi dan karena adanya aktivitas mikroba. Kandungan karbonil volatil merupakan

kandungan senyawa volatil yang tersebar diantara komponen volatil lainnya.Senyawa tersebut

merupakan senyawa yang sangat menentukan cita rasa dari terasi. Cita rasa yang ditimbulkan

oleh senyawa karbonil selain dari hasil degradasi lemak juga dapat ditimbulkan dari reaksi

pencoklatan/browning pada produk perikanan.

Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai

komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan

makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan

pembusukan.Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Selain dari terasi udang rebon, Menurut Sari et al., (2012) memaparkan tentang terasi

jembret. Terasi jembret merupakan terasi dengan kualitas terbaik dan terkenal enak di daerah

Sungsang.Terasi ini dinamakan terasi jembret karena memang sudah turun temurun sebagai

sebutan masyarakat di daerah Sungsang. Jembret berarti udang yang berukuran sangat kecil.

Terasi jembret memiliki beberapa keunggulan tersendiri bila dibandingkan dengan terasi yang

biasanya beredar di pasaran. Keunggulannya terletak pada rasanya yang khas dan sedap serta

tidak berbau amis. Hal ini dikarenakan bahan baku yang diperoleh selalu dalam keadaan

segar, selain itu memiliki tekstur yang halus, dan tanpa menggunakan zat pewarna sehingga

aman untuk di konsumsi.

26

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Untuk mendapatkan kualitas terasi jembret yang baik, kita harus memperhatikan

faktor –faktor sebagai berikut :

1. perbedaan lama waktu pengeringan yang dilakukan berpengaruh nyata terhadap kadar

air, kadar lemak, kadar protein, ukuran butiran bubuk dan kelarutan terasi instan pada

taraf 5 %, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu, densitas, aroma dan

warna pada taraf 5 %.

2. SNI 01-2716-1992, Perlakuan pengeringan dengan lama waktu pengeringan 60 menit

karena dapat mempertahan kan kadar protein yang baik, kadar air terendah dan total

mikroba yang rendah.

3. Analisa sensoris uji hedonik berpengaruh tidak nyata pada parameter aroma dan warna

atau panelis menilai sama terhadap seluruh perlakuan.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dari terasi adalah :

a. Warna

Salah satu hal terpenting yang diperhatikan oleh konsumen dalam memilih

suatu produk adalah warna.Warna dapat menjadi daya tarik bagi konsumen untuk

mengkonsumsi produk tersebut.Warna merupakan hasil respon oleh tubuh yang

dilakukan secara visual sehingga warna sangat menentukan kualitas produk.Penentuan

mutu bahan makanan pada umumnya tergantung dari beberapa faktor seperti cita rasa,

tekstur, dan nilai gizi. Tetapi sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual faktor

warna tampil lebih dahulu dan sangat menentukan.

b. Aroma

Aroma makanan merupakan salah satu parameter yang menentukan rasa enak

tidaknya suatu makanan.Kelezatan makanan juga ditentukan oleh aroma bahanpangan

yang berkaitan dengan indera penciuman.Dalam industri pangan uji terhadap aroma

dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan penilaian terhadap hasil

produksinya, apakah produk yang dihasilkan disukai atau tidak oleh konsumen.

7. Jenis Bahan Kimia Tambahan Ilegal dalam Produk Perikanan

Dikutip dari Riyadi(2006), dalam penelitian ini, kandungan bahan kimia tambahan

ilegal yang akan dibahas adalah formalin, boraks, bahan pewarna maupun peroksida dari

suatu jenis produk perdagangan dan olahan tertentu seperti produk ikan segar, ikan asin/

kering, terasi, dan kerupuk ikan di 6 wilayah Kota/ Kabupaten. Ahli kesehatan pangan

Universitas Diponegoro, M. Sulchan, (2006) menyebutkan bahwa kehidupan manusia modern 27

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

telah terkepung bahan pangan yang tak layak konsumsi. Dalam seporsi makanan yang biasa

disantap tiga kali sehari, terkandung belasan zat tambahan, yang bisa merugikan kesehatan

tubuh, antara lain, dari bahan pewarna sintetis, pengawet, penguat rasa, dan pemanis Lebih

lanjut dikatakan bahwa dalam jangka pendek bahayanya tidak dapat diketahui, tetapi dalam

jangka panjang, akibatnya sangat merugikan, karena bisa menyebabkan kanker dan

sejenisnya. Permasalahan keamanan pangan yang bersumber dari kesengajaan pengolah

dalam penanganan dan proses pengolahan banyak ditemui pada produk-produk ikan segar dan

tradisional. Hal ini diakui oleh Dirjen P2HP DKP bahwa maraknya penggunaan bahan kimia

berbahaya dalam produk makanan merembet pada penanganan hasil ikan di Indonesia.

Selanjutnya dinyatakan bahwa bahan kimia berbahaya yang sering digunakan untuk

penanganan dan pengolahan hasil ikan adalah formalin, borak, insekstisida, deterjen, zat

pewarna dan sejumlah lainnya.

Seperti kita ketahui bahwa penggunaan bahan-bahan tersebut sangat membahayakan

kesehatan jika masuk ke dalam tubuh manusia.

A. Formalin

Sampling yang dilakukan pada awal Nopember 2005 di 6 (enam) lokasi penelitian

menunjukkan bahwa bahan kimia tambahan ilegal berupa formalin ditemukan pada ikan segar

di Pekalongan, Pati dan Rembang, sedangkan 3 (tiga)

lokasi yang lainnya menunjukkan negatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Bahan Kimia Tambahan Ilegal Formalin dalam Ikan Segar

No Jenis Komoditi Tanggal Tempat Jumlah Hasil Uji

Positif Negatif

1 Ikan segar 1-11-2005 Tegal 2 0 2

1-11-2005 Pekalongan 2 2 0

1-11-2005 Semarang 2 0 2

3-11-2005 Pati 2 2 0

3-11-2005 Rembang 2 2 0

7-11-2005 Bantul 2 0 2

Jumlah 12 6 6

Sumber : Data Penelitian, 2005

Hal ini menunjukkan bahwa ikan segar yang dikhawatirkan mengandung bahan kimia

tambahan ilegal berupa formalin ternyata ditemukan pada ikan segar dari Pekalongan, Pati

28

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

dan Rembang. Seperti kita ketahui bahwa pada produk hasil perikanan udang atau ikan yang

menggunakan bahan pengawet formalin ditandai dengan warna putih bersih, kenyal,

insangnya berwarna merah tua bukan merah segar, daya awetnya meningkat. Hal ini juga

disampaikan oleh Balai Besar POM Semarang.

Sedangkan sampling yang dilakukan pada awal Nopember 2005 di 6 (enam) lokasi

penelitian menunjukkan bahwa bahan kimia tambahan ilegal berupa formalin ditemukan pada

ikan kering/ asin yang diolah di Kota Semarang dan Kabupaten Bantul DIY, sedangkan 4

(empat) lokasi yang lainnya menunjukkan negatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

table 6.

Tabel 6. Kandungan Bahan Kimia Tambahan Ilegal Formalin dalam Ikan Kering/ Asin

Jenis

Komoditi

Tanggal Tempat Jumlah Hasil Uji

Positif Negatif

Ikan

Asin/

Kering

1-11-2005

1-11-2005

1-11-2005

3-11-2005

3-11-2005

7-11-2005

Tegal

Pekalongan

Semarang

Pati

Rembang

Bantul

2

2

2

2

2

2

0

0

2

0

0

2

2

2

0

2

2

0

Jumlah 12 4 8

Sumber : Data Penelitian, 2005

Hal ini menunjukkan bahwa ikan asin/ kering yang dikhawatirkan mengandung bahan

kimia tambahan ilegal berupa formalin ternyata ditemukan pada ikan asin/ kering yang

diproduksi oleh pengolah dari Kota Semarang maupun Kabupaten Bantul. Saat ini, racun

bernama formalin sudah menyeruak ke dapur dan berbagai makanan disantap masyarakat

tanpa was-was setiap hari.

Bukan kali ini saja penggunaan formalin pada makanan terbongkar. Pada tahun 1977,

sebuah lembaga konsumen juga menemukan penggunaan formalin pada produk tahu dan mi.

Sebenarnya penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan sesungguhnya telah dilarang

sejak tahun 1982. Formalin bersifat iritatif karsinogenik IIA, artinya kemungkinan formalin

untuk menimbulkan kangker masih dalam taraf dugaan karena data uji hasil pada manusia

belum lengkap. (Sukayana, et al, 2006). Gejala yang ditimbulkan dari keracunan formalin

29

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

antara lain sukar menelan, mual, sakit perut yang akut, disertai muntah-muntah, mencret

berdarah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah.

Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan, dan akibat yang

ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi,

karsinogenik, dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/ jaringan) pada

manusia (Syah et al., 2005). Karena itu formalin tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan

makanan (food additive) pada Codex Alimentarius, maupun pada Departemen Kesehatan RI,

maka formalin dilarang digunakan dalam makanan (Syah et al., 2005). Balai Besar POM DIY

mengemukakan bahwa dalam penelitiannya sejak pertengahan sampai akhir tahun 2006

memang menunjukkan hasil cukup mengagetkan karena sebanyak 75 dari 113 sampel yang

diteliti mengandung formalin. Sebagian besar formalin ditemukan dalam mi basah dan ikan

asin, sedangkan dalam tahu tidak ditemukan. Sedangkan dalam operasi yang digelar Balai

Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Semarang di beberapa pasar tradisional dan

swalayan ditemukan ikan yang mengandung formalin. Misalnya di Pasar Karangayu, salah

seorang pedagang yang terbukti menjual ikan berformalin mengaku mendapatkan ikan

tersebut dari pedagang di Pasar Kobong Semarang. Selanjutnya Tim gabungan Pemkot

Semarang, saat melakukan inpeksi mendadak (sidak) Rabu (18/1/2006) malam, menemukan

indikasi kandungan formalin dalam sampel ikan segar dan ikan asin yang dijual di Pasar

tersebut.

Menurut Pengusaha ikan asal Desa Magersari Kecamatan Rembang Kabupaten

Rembang mengatakan bahwa sebagian pengusaha ikan memang menggunakan bahan

formalin, tetapi tidak secara keseluruhan. Sedangkan di Kota Solo, Dinas Kesehatan Kota

(DKK) Surakarta menemukan ikan jambal positif mengandung formalin. Ikan jambal tersebut

adalah salah satu dari sampel makanan yang diambil dalam operasi di sejumlah pasar

tradisional dan Sekolah Dasar (SD). Hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Balai POM

terhadap sejumlah sampel makanan yang beresiko mengandung formalin terbukti bahwa ikan

jambal terbukti positif mengandung bahan pengawet tersebut. Selain itu, juga ditemukan pada

jenis ikan yang lain.

Di Pemalang, ikan kering jenis cumi-cumi dalam kemasan, ditemukan Dinas

Perindagkop dan Penanaman Modal Pemalang positif mengandung bahan pengawet formalin.

Makanan yang diawetkan tersebut ditemukan di dua toserba ternama di Pemalang. Makanan

tersebut didatangkan dari sebuah produsen di Jakarta. Sementara produk perikanan dari

Pemalang, justru dinyatakan tidak mengandung bahan pengawet.

30

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

B. Boraks

Sampling yang dilakukan pada awal Nopember 2005 di 6 (enam) lokasi penelitian

menunjukkan bahwa hanya ada 3 (tiga) lokasi yang melakukan pengolahan kerupuk ikan

yaitu Pekalongan, Pati maupun Bantul. Dari hasil penelitian yang dilakukan di 3 (tiga) lokasi

tersebut menunjukkan bahwa bahankimia tambahan ilegal berupa boraks tidak ditemukan

pada kerupuk ikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Kandungan Bahan Kimia Tambahan Ilegal Boraks dalam Kerupuk Ikan

Jenis

Komoditi

Tanggal Tempat Jumlah Hasil Uji

Positif Negatif

Kerupuk

Ikan

1-11-2005

3-11-2005

7-11-2005

Pekalongan

Pati

Bantul

2

2

2

0

0

0

2

2

2

Jumlah 6 0 6

Sumber : Data Penelitian, 2005

Hal ini menunjukkan bahwa kerupuk ikan yang dikhawatirkan mengandung bahan

kimia tambahan ilegal berupa boraks ternyata tidak ditemukan pada kerupuk ikan yang

diproduksi oleh pengolah dari Pekalongan, Pati maupun Bantul. Seperti kita ketahui bahwa

boraks dapat menimbulkan efek racun pada manusia. Toksisitas boraks yang terkandung di

dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Menururt Winarno (1994), boraks

yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara komulatif dalam

hati, otak, testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Sedangkan

pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-

pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya

mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan

terjadi jika dosisnya telah mencapai 10-20 g atau lebih.

C. Bahan Pewarna (Rhodamin B)

31

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Sampling yang dilakukan pada awal Nopember 2005 di 6 (enam) lokasi penelitian

menunjukkan bahwa bahan kimia tambahan ilegal berupa rhodamin B tidak ditemukan pada

terasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 8. Kandungan Bahan Kimia Tambahan Ilegal Rhodamin B dalam Terasi

Jenis

Komoditi

Tanggal Tempat Jumlah Hasil Uji

Positif Negatif

Terasi 1-11-2005

1-11-2005

1-11-2005

3-11-2005

3-11-2005

7-11-2005

Tegal

Pekalongan

Semarang

Pati

Rembang

Bantul

2

2

2

2

2

2

0

0

0

0

0

0

2

2

2

2

2

2

Jumlah 12 0 12

Sumber : Data Penelitian, 2005

Hal ini menunjukkan bahwa terasi yang dikhawatirkan mengandung bahan kimia

tambahan ilegal berupa rhodamin B ternyata tidak ditemukan pada terasi yang diproduksi oleh

pengolah dari Tegal, Pekalongan, Semarang, Pati, Rembang maupun Bantul. Namun tetap

perlu diwaspadai mengenai penggunaan rhodamin B pada terasi, bisa jadi sampel yang

diambil kebetulan tidak mengandung rhodamin B. Sebagai contoh di Kabupaten Sragen,

Polres Sragen, Jumat (30/12), menyita sejumlah barang bukti, selain botol bahan pewarna

juga ditemukan dua jerigen bekas tempat formalin, beberapa dan dua kilogram mi basah di

sebuah industri rumah tangga. Bahan makanan yang mengandung rhodamin B sangat

membahayakan kesehatan manusia. Bahkan menurut Karyadi, dalam tulisannya mengenai

memperbaiki pola makan mencegah kanker, rhodamin B dapat merangsang timbulnya kanker

hati (Hartulistyoso, 1997). Sedangkan dewasa ini terdapat kecenderungan peningkatan

penyakit kanker. Hingga saat ini penyakit kanker menjadi pembunuh terbesar kedua setelah

penyakit infeksi.

D. Hidrogen Peroksida (H2O2)

Penggunaan bahan kimia H2O2 pada produk perikanan sudah menjadi hal yang umum

dilakukan. Hal ini diakui oleh beberapa pengusaha ikan di Rembang yang menggunakan

bahan kimia H2O2 untuk membersihkan kotoran yang menempel pada ikan yang akan diolah.

32

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Bahkan dari seorang pengusaha menandaskan kalau ada pengusaha ikan yang mengatakan

tidak menggunakan H2O2, itu merupakan suatu kebohongan. Hal itu disampaikan ketika

menghadiri pertemuan antar pengusaha perikanan menanggapi isu penggunaan bahan kimia

pada makanan di aula Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Diperindakop)

Rembang Mulyanto, pengusaha ikan asal Desa Tasikagung, Kecamatan Rembang Kabupaten

Rembang itu menegaskan, meski semua pengusaha ikan menggunakan H2O2, namun tidak

semua menggunakan formalin. Pengusaha ikan lainnya, menuturkan bahwa sudah sejak lama

pengusaha ikan di daerahnya menggunakan H2O2. Menurut keterangannya, jika tidak

menggunakan H2O2 ikan akan mudah busuk, terlebih lagi pada saat musim hujan seperti

sekarang ini. Pemberian H2O2 dilakukan jika kenampakan ikan kurang baik. Perendaman

dengan H2O2 ini menurut pengolah bertujuan untuk memutihkan ikan dan menghilangkan

lendir dan kotoran yang menempel pada ikan. Menurut Hanny Wijaya (1997), Hidrogen

peroksida (H2O2) tidak dibenarkan dalam pengolahan makanan, karena sifat dari hydrogen

peroksida tersebut bersifat karsinogenik, mudah bereaksi (oksidator kuat) dan korosif.

Hidrogen peroksida dijual bebas, dengan berbagai merek dagang dalam konsentrasi rendah

(3-5%) sebagai pembersih luka atau sebagai pemutih gigi (pada konsentrasi terukur). Dalam

konsentrasi agak tinggi (misalnya merek dagang Glyroxyl) dijual sebagai pemutih pakaian

dan disinfektan.

Analisa Kebijakan Keamanan Pangan

Kebijakan penanganan keamanan pangan diarahkan agar dapat menjamin masyarakat

terhindar dari mengkonsumsi pangan terutama pangan segar yang terkontaminasi oleh

cemaran biologis, kimia maupun cemaran fisik, sehingga dapat mendukung terjaminnya

pengembangan pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan manusia. Disadari bahwa sampai saat

ini masih belum banyak masyarakat yang menyadari pentingnya keamanan pangan terutama

pada produk pangan segar, hal ini disebabkan karena masyarakat baik masyarakat produsen

(terutama produsen skala rumah tangga) maupun konsumen masih menghadapi masalah

kemampuan modal dan daya beli sehingga masalah keamanan pangan belum menjadi prioritas

dalam menetapkan preferensi memilih pangan untuk dikonsumsi, dan sebagian besar

pertimbangan adalah pada pangan dengan harga murah. Disamping itu belum efektifnya

penanganan keamanan pangan juga dikarenakan masih belum berkembangnya sistem

penanganan keamanan pangan serta terbatasnya laboratorium yang telah terakreditasi

sehingga sistem penjaminan mutu belurn bisa berjalan dengan baik. Laboratorium yang

33

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

terakreditasi sangat diperlukan dalam melakukan pengawasan pangan segar khususnya untuk

melakukan uji residu pestisida pada buah dan sayuran segar. Penanganan keamanan pangan

adalah suatu rangkaian kegiatan dalam cara-cara budidaya, berproduksi sampai dengan

pengolahan pangan untuk menjamin agar makanan yang dihasilkan dalam rantai pangan bebas

dari bahayabahaya fisik, kimia, dan biologi yang dapat berakibat buruk atau mengganggu

kesehatan konsumen. Di Indonesia, penanganan keamanan pangan sebagaimana diamanatkan

dalam Undang-Undang Pangan No. 7 Tahun 1996, dan dijabarkan lebih lanjut dalam PP No.

28/ 2004 bertujuan membantu konsumen untuk mengevaluasi dan memilih produk, membantu

produsen dalam meningkatkan mutu serta dalam melakukan perdagangan yang jujur, serta

meningkatkan kesehatan. rakyat dan peningkatan kegiatan ekonomi rakyat.

Perundang-undangan

Pada awalnya peraturan yang dipakai dalam melaksanakan program mutu dan

keamanan pangan didasarkan pada Verpakkings Ordonantine Staatblad 1935 pada zaman

kolonial. Pada tahun 1961, pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang yang

mengatur mutu, susunan bahan, pembungkus, penandaan serta pengawasan terhadap semua

barang yang diperdagangkan atau ditujukan untuk diperdagangakan di Indonesia.

Berbagai peraturan perundangan dalam industri pangan adalah sebagai berikut :

- UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

- UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

- UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan

- PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan

- Per Menkes No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan

- Per Menkes No. 1168/Menkes/ Per/X/99 tentang, perubahan atas Per

Menkes No. 722/Menkes/Per/IX/88- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

472/Menkes/Per/V/96 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan

- Tata cara perniagaan Formalin diatur dengan Keputusan Meneteri Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 254/MPP/Kep/7/2000.

Berikut penggolongan Bahan Tambahan Makanan menurut Permenkes RI No.

722/Menkes/Per/IX/88 meliputi :

- Pewarna

- Pemanis buatan

- Pengawet

- Antioksidan

34

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

- Anti kempal

- Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa

- Pengatur keasaman

- Pemuting dan pematang tepung

- Pengemulsi, pemantap dan pengental

- Pengeras

- Sekuestran

Kemudian diperbaharui dengan Permenkes RI No. 1168/ Menkes/ Per/ X/ 1999 tentang Bahan

Tambahan Makanan. Ada beberapa perubahan. Misalnya ditambah dengan 7 bahan makanan

tambahan yang diijinkan, dilarang menggunakan bahan tambahan untuk menyembunyikan

kerusakan makanan (pasal 17), Dirjen POM berwenang melakukan pengawasan tentang

bahan tambahan makanan ini (pasal 27). Selain itu ditambah pula dengan bahan kimia

tambahan yang dilarang dalam makanan. Uraian ini terdapat pada lampiran II yang meliputi :

- Asam borat dan semacamnya

- Asam salisilat dan garamnya

- Dietilpirokarbonat

- Dulsin

- Kalium klorat

- Kloramphenikol

- Minyak nabati yang dibrominasi

- Nitrofurazon

- Formalin

- Kalium bromat

Sebenarnya sanksi dalam keamanan pangan suatu produk pangan sudah diatur dalam

Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Dalam salah satu pasal dijelaskan, barang

siapa dengan sengaja menambahkan zat berbahaya dalam makanan akan dikenai denda

maksimal 600 juta rupiah. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga

mengatur sanksi denda sampai Rp. 2 miliar dan atau kurungan selama-lamanya lima tahun.

Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri menyatakan bahwa perangkat hukum untuk

masalah penggunaan formalin dalam makanan sudah tersedia, yaitu KUHP Pasal 214 dengan

ancaman hukuman 15 tahun penjara, UU No. 23/1999 Pasal 80 ayat 4 butir a dengan ancaman

hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp. 300 juta. Selanjutnya UU No. 8 tahun 1999 dengan

ancaman hukuman maksimal lima tahun dengan denda Rp. 2 milyar dan UU No. 7 tahun 1999

dengan ancaman hukuman lima tahun dengan denda Rp. 600 juta.

35

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Bahkan sesuai dengan UU No. 15 tahun 1996, setiap pelanggar akan dikenai hukuman

15 tahun penjara bagi yang menyalahgunakan formalin untuk bahan pengawet makanan. Hal

ini dikatakan oleh Kepala bidang penerangan umum (Kabid Penum) Mabes Polri. Dia juga

mengatakan, pihak kepolisian melakukan razia terhadap beberapa institusi yang menjual

formalin.

Sebenarnya produsen makanan atau minuman yang terbukti mencampurkan bahan

kimia yang berbahaya pada makanan dapat dikenai sanksi secara berlapis. Dari Undang-

Undang Kesehatan, Undang-Undang Pangan maupun Undang- Undang Perlindungan

Konsumen. Menurut Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) dalam

makalahnya menyebutkan ada tiga Undang-Undang yang bisa dijadikan dasar untuk menjerat

pelaku usaha ataupun pedagang makanan yang menambahkan formalin. Ketiga UU tersebut

adalah UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan, dan

UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Menurut Direktur Pusat Studi Pengendalian Mutu Pangan menyatakan bahwa tindak

pelanggaran di bidang pangan berarti pelakunya melanggar UU No. 7 Tahun 1996 tentang

Pangan. Pelanggar dikenai sanksi pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda

maksimal Rp. 600 juta. Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan UU No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya yaitu pidana penjara paling lama

lima tahun dan atau denda 2 miliar.

Namun dalam pelaksanaannya tidak bisa diterapkan begitu saja, mengingat sebagian

besar produsen makanan berupa Usaha Kecil Menengah (UKM). Kalau modalnya saja hanya

Rp. 5 juta, apakah mampu membayar denda sebesar itu.

Peraturan

Sebenarnya kalau kita mengacu UU No. 7/1996 tentang Pangan telah menetapkan

tanggung jawab industri pangan sebagaimana tercantum pada pasal 41 sebagai berikut :

1. Badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang

perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya usaha

tersebut, bertanggung jawab atas keamanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan

orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut

2. Orang perseorangan yang kesehatannya terganggu atau ahli waris dari orang yang

meninggal sebagai akibat langsung karena mengkonsumsi pangan olahan yang diedarkan

berhak mengajukan gugatan ganti rugi terhadap badan usaha dan atau orang perseorangan

dalam badan usaha sebagaimana dimaksud ayat (1)

36

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

3. Dalam hal terbukti pangan olahan yang diedarkan dan dikonsumsi tersebut mengandung

bahan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia atau bahan lain

yang dilarang, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengganti segala kerugian yang secara nyata

ditimbulkan

4. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal badan usaha dan atau

orang perseorangan dalam badan usaha dapat membuktikan bahwa hal tersebut bukan

diakibatkan kesalahan atau kelalaiannya maka badan usaha dan atau orang perseorangan

dalam badan usaha tidak wajib mengganti kerugian

5. Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setinggitingginya sebesar Rp

500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk setiap orang yang dirugikan kesehatannya atau

kematian yang ditimbulkannya.

Jadi, jika mengacu pada pasal 41 tersebut di atas, sangat jelas bahwa industri pangan

dapat dikenakan sanksi yang cukup berat. Namun demikian, hingga kinibelum ada satupun

pihak industri yang terkait dengan penggunanaan B2 dalam makanan diajukan ke pengadilan

oleh BPOM. Kendala lain dalam penegakan hak konsumen yaitu belum lengkapnya peraturan

pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah (PP). Dari 13 PP yang seharusnya menyertai UU

Pangan, hingga saat ini baru ada satu PP, yaitu PP tentang Label dan Iklan Pangan pada tahun

1999, padahal UU No. 7/1996 tentang Pangan telah berusia 8 tahun.

Berdasarkan ketentuan yang disebutkan pada UU No.7/1996 tentang Pangan,

seharusnya ditindaklanjuti dengan pembuatan PP sebagai peraturan pelaksanaannya. PP

tersebut adalah :

1. Keamanan Pangan

2. Bahan Tambahan Pangan

3. Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan

4. Kemasan Pangan

5. Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaaan Laboratorium

6. Pangan Tercemar

7. Mutu dan Gizi Pangan

8. Label dan Iklan Pangan

9. Pengeluaran Pangan ke Dalam dan dari Wilayah Indonesia

10. Tanggung Jawab Industri Pangan

11. Ketahanan Pangan

12. Fungsi Pemeriksaan

37

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

13. Fungsi Pengawasan

UU No.7/1996 tentang Pangan juga mengatur sanksi tentang produk impor

sebagaimana ditetapkan dalam pasal 42 berikut : "Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud

dalam pasal 41 ayat (1) tidak diketahui atau tidak berdomisili di Indonesia, ketentuan dalam

pasal 41 ayat (3) dan ayat (5) diberlakukan terhadap orang yang mengedarkan dan atau

memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia." Namun karena belum adanya PP yang

mengatur maka sanksi produk impor tersebut tidak dapat diterapkan. Jika PP belum ada,

khususnya yang menyangkut tanggung jawab industri pangan maka sanksi pidana tidak dapat

dilaksanakan sehingga pihak industri pangan tidak akan jera dengan kelalaiannya, yang

contohnya antara lain terjadinya keracunan makanan. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah

dalam hal ini Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen

Kesehatan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Badan POM ikut

menyelesaikan PP tersebut(Riyadi, 2006).

8. Kemasan Tradisional Terasi

Kemasan merupakan “pemicu” karena fungsinya langsung berhadapan dengan

konsumen.Dengan demikian, kemasan harus dapat memberikan impresi spontan yang

mempengaruhitindakan positif konsumen di tempat penjualan.Dengan situasi persaingan yang

semakin tajam,estetika merupakan suatu nilai tambah yang dapat berfungsi sebagai

“perangkap emosional” yangsangat ampuh untuk menjaring konsumen.

Kemasan makanan tradisional – jenis kemasanyang memanfaatkan bahan botanis

(daun-daunan,misalnya) – berfungsi bukan saja sebagaipelindung isinya dari debu atau agar

tahan lama,tapi juga merupakan upaya unutk membereskan ,mengatur, merapikan makanan

itu agar mudah danpraktis dibawa-bawa, dipegang atau dibuka ketikahendak disantap

membantu tangan dalammelakukan tugas.Selain itu, bahan kemasan tersebut jugamemberikan

aroma tertentu pada makanannya.Misalnya, peuyem ketan yang dibungkus dengandaun pisang

berbeda keharuman rasa-nya (aroma)dari yang dibungkus dengan daun jambu air. Padajenis

makanan tertentu pengemasan dengan bahanbotanis, di samping melakukan fungsi-fungsi

tadi,juga turut membantu proses, misalnya,penjamuran pada tempe dan peragian

(fermentasi)pada peuyeum ketan(Sabana, 2012).

Bahan pengemas selain dapat berfungsi sebagai pelindung produk juga dapat menjadi

sarana promosi.Namun demikian, bahan pengemas juga dpat menjadi sumber kontamina

mikrobia pada makanan yang dikemas. Makanan yang dikonsumsi akan bepengaruh langsung

sertahadap kesehatan oleh karena itu para pelaku bisnis makanan perlu memperhatikan

38

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

prosesproduksidan penanganan pangan agar terhindar dari mikroorganisme pathogen. Bahan

pengemas yang saat ini banyak digunakan dalam industry adalah cellophane sebagai

pengemas yang fleksibel dan murah. Dalam industry local skala UKM, masih banyak

dijumpai pengemas dari daun misalnya daun pisang,waru, jati, bamboo dan sebagainya, selain

karena muran juga mudah diperoleh, member rasa dan bentuk produk yang baik juga ramah

lingkungan (Hidayat, 2008).

Menurut Sumitra (2003), penggunaan bahan kemas untuk komoditas hasil pertanian

dan perikanan ditujukan untuk mencegahkerusakan dan mengurangi terjadinya perubahan dari

sifat-sifat bahan yang dikemas.Didalam melakukan pengemasan hasil pertanian harus sesuai

dengan kondisi lingkungandan sifat-sifat yang dapat mempengaruhinya. Berbagai macam

bahan kemas alamiantaralain ; daun, kayu, klobot, dan lain-lain.

1. Daun Pisang

Gambar 13. Kemasan Daun

Daun pisang lah yang sering dipakai untuk mengemas. Zat lilin yang melapisinya

membuat daun pisang itu dapat menampung hidangan berkuah kental.Daun pisang pun

memberi aroma sedap pada masakan jika kita menuangkan makanan panas di atasnya.Cara

membuatnya pun praktis, hanya bermodalkan daun pisang serta biting sebagai piranti

sematnya. Selain daun pisang, daun jagung , daun kelapa, daun enau , daun jambu air dan

daun jati kerap juga dipakai (Anto, 2009).

Tidak semua daun pisang baik digunakan untukmengemas, dikarenakan sifat fisik

yang berbeda terutama sifat fleksibilitas. Cara penggunaannya dapat secara langsung

ataumelalui proses pelayuan terlebih dahulu, hal iniuntuk lebih melenturkan daun sehingga

mudahuntuk dilipat dan tidak sobek atau pecah. Seperti halnya pada pengemasan terasi,

kemasan ini rendah menyerap panas, kedap air dan udara, maka cocok untuk digunakan untuk 39

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

mengemas. Caranya ialah dengan menempatkan produk di bagian dalam daun, kemudian

dilipatdengan menarik keempat bagian ujung daun ke atas, lalu dikunci dengan semat

yangterbuat dari bambu.Untuk menjaga kebocoran bagian tengah kemasan, biasanya

dilapisilagi dengan daun pisang (Sumitra, 2003).

Gambar 14. Kemasan Terasi (Daun)

Sementara itu daun pisang  merupakan bahan organik yang memiliki sifat kontaminan

alami yang ada pada daunnya. Macam bakteri yang sering ada pada permukaan daun adalah

Bacillus cereus, B.Subtilis, Lacotbacillus acidophilussp., Staphylococcus aureus,

S.epidermidis, pseudomonas sp.,Corynebacteriumsp.,Micrococcus sp. Kapang yang sering

ada adalah Mucor mucedo,Aspergillus niger, A.flavus, penicilium expansum,Rhizopus

stolonifer(Hidayat, 2008).

Menurut Ristagustina (2012), sejak dulu daun pisang digunakan oleh masyarakat jawa

sebagai pembungkus terasi,tempe, dan makanan, hal ini disebabkan karena membungkus

terasi dengan daun pisang sama halnya dengan menyimpan terasi dalam ruang gelap dimana

hal itu adalah salah satu syarat ruang fermentasi. Walaupun dibungkus kelebihan lainnya daun

pisang masih bisa melakukan sirkulasi udara Karena rongga-rongga udaranya. Ini dia yang

menambah  kelebihan  terasi jika dibungkus dengan daun pisang, kandungan polifenol yang

terdapat pada daun pisang sama dengan daun teh yang dapat menjadi antioxidant. Antioxidant

polifenol dapat mengurangi resiko penyakit jantung, pembuluh darah dan kanker. Aroma dari

terasi pun akan lebih harum dan tak berbau tengik karena ada kandungan polifenol ini.

Kandungan polifenol juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri streptococcus dan akan

lebih memaksimalkan proses fermentasi pada terasi.Namun demikian, daun sebagai bahan

organic juga memiliki sifat yang perlu diperhatikan, yaitu adanya kontaminan alami yang ada

pada daun tersebut, sehingga ketika digunakan sebagai pengemas dapat mempengaruhi

kualitas makanan yang dikemasnya. Macam bakteri yang sering ada pada permukaan daun

40

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

adalah: Bacillus cereus, B. subtilis, Lacotbacillus acidophilus sp., Staphylococcus aureus, S.

epidermidis, Pseudomonas sp., Corynebacterium sp., Micrococcus sp. Kapang yang sering

ada adalah Mucor mucedo, Aspergillus niger, A. flavus,Penicillium expansum, Rhizopus

stolonifer.

2. Daun Aren

Gambar 15. Kemasan Daun Aren

Daun aren sebagai bahan kemas biasanya hanyadipakai untuk hasil pertanian atau

hasil olahan yang berbentuk padatan dan ukurannya relatif besar sebagai contoh, pengemasan

pada buah durian, terasi atau gula merah dari aren. Dengan keadaannya yang mudah pecah,

sobek, patah atau belah, maka daun aren yang digunakan untuk mengemas biasanya daun

yang masih hijau,dan belum tua, sehingga mudah untuk dilipat. Untuk jenis hasil olahan,

penggunaan daun aren sebagai pengemas, harus mampu menutupi keseluruhan bagian produk,

oleh karena itu daun yang digunakannya harus disusun secara berlapis sehingga produk yang

dikemasnya dapat terlindungi dari airmaupun panas.

Penggunaan daun sebagai bahan kemasan alami sudah lajim dipakai di seluruh

masyarakat Indonesia, selain murah dan praktis cara pemakaiannya, daun ini juga

masihmudah didapat, akan tetapi kemasan daun ini bukan merupakan kemasan yang bersifa

trepresentatif, sehingga pada saat penanganannya harus ekstra hati-hati. Karena sifatnya yang

opak, kemasan daun ini dapat melindungi penguraian produk yang dikemasnya dari pengaruh

cahaya. Akan tetapi kelemahannya mudah robek atau pecah, dan tidak dapat mempertahankan

mutu produk dalam jangka waktu yang lama (Sumitra, 2003).

41

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

3. Bambu dan Rotan

Gambar 16. Kemasan Rotan

Kemasan dari bambu dan rotan merupakankemasan tradisional yang biasanya

ditampilkandalam bentuk anyaman.Perhatikan pula apakah kemasan tersebut primeratau

sekunder, adakah cat atau vernis yangdigunakan untuk lebih menarik.

Pemakaian keranjang dari anyaman bambu untukpengemasan, biasanya digunakan

untuk buah-buahandengan permukaan yang halus, denganbobot yang terbatas, atau untuk

hasil olahandengan dilapisi daun, kertas dan plastik yangbertujuan agar produk yang dikemas

tidak keluardari jalinan anyaman, dan tidak terkontaminasioleh kotoran dan air dari

luar.Kelebihan dari kemasan yang terbuat darianyaman bambu, adalah mampu

menjagakelembaban udara, dan dengan sifatnya yangopak, dapat melindungi bahan yang

dikemasnyaterhindar dari reaksi penguraian yangdiakibatkan oleh sinar atau cahaya. Akan

tetapikelemahannya bila tertarik anyamannya akanterbuka dan sulit menutup kembali. Produk

yangdapat dikemas antara lain; tape singkong, terasi, tahu,brem, bunga, mangga dan

sebagainya.Bakul yang terbuat dari anyaman bambu biasanya digunakan untuk

pengemasansekunder, sekaligus berfungsi sebagai tempat pewadahan

/penyimpanan,mendistribusikan barang.Pada acara-acara tertentu, bakul ini juga berfungsi

sebagaitempat menyimpan nasi.Kelebihan dari bakul ini, selain ringan untuk dipikul juga

sangatfleksibel, karena kapasitasnya dapat diatur sesuai kebutuhan.Di sebahagian tempatbakul

ini dipergunakan untuk menjajakan makanan oleh kaum ibu.Selain terbuat darianyaman

bambu, bakul ini dapat dibuat dari anyaman rotan, kulit sisa (Sumitra, 2003).

42

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

4. Kayu

Gambar 17. Kemasan Kayu

Kemasan kayu biasanya berbagai jenis peti yangmerupakan kemasan sekunder dan

merupakanwadah yang paling tua digunakan orang sebagaibahan kemas.Perhatikan jenis kayu

yang digunakan : terbuatdari bahan lunak (kayu jengjeng atau albizia).Dapat juga dari

‘plywood’ atau ‘veneer’. Amati ukuran kotak, letak paku, cara mengikatsimpai (lempengan

atau plat logam) dan cara menutup.Wadah kayu yang dibuat daribahan yang lebih keras (kayu

keras) jarang digunakan untuk hasil pertanian.Perhatikan kemasan kayu yang digunakan

untuk

ikan asin, terasi, sayuran (kol) dan buah-buahan (apel,mangga). Bandingkan dengan

kemasan kayu yangdigunakan untuk teh kering.Pada peti kayuuntuk teh perlu dilapisi dengan

bahan yangkedap air pada dinding bagian dalam.Hal inidiperlukan untuk mencegah

penyerapan air dariluar atau penguapan dari dalam.Umumnyabentuk kemasan kayupersegi

atau persegi panjang, hal ini untukmemudahkan penataan bahan atau barang yangdikemas

(Sumitra, 2003).

5. Karung dan goni

43

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Gambar 18. Kemasan Karung

Bahan yang dipergunakan untuk membuat karunggoni adalah rami atau yute. Ukuran

karung goni :50 kg atau 100 kg. Perhatikan tanda (strip) padakarung (strip tiga, polet ungu,

strip hijau).Tanda-tanda tersebut ada hubungannya denganukuran karung goni.Sebelum

digunakan untukmengemas, perhatikanlah apakah karung gonitersebut bekas

digunakan.Amati adakahserangga (larva, pupa, seranga dewasa) yangmenempel pada

karung.Karung goni juga sering digunakan untuk gula pasir, pupuk dan garam. Karung

gonimempunyai sifat yang baik karena fleksibel, relatif murah, dapat melindungi bahan

darikelembaban, mudah menutup kembali bila goni diganco untuk membantu

pengangkutan,atau ditusuk untuk mengambilan contoh, mudah dalam penyimpanan dengan

carapenumpukan tanpa mudah meleset atau meluncur ke bawah.Mempunyai tenunan atau

lubang-lubang tenunan yang lebih besar dari kain blacusehingga mempunyai keuntungan

dalam hal memudahkan penetrasi gas yang digunakanuntuk fumigasi.Akan tetapi lebih mudah

diserang serangga dari luar.Setelah karung diisi kemudianmulut karung dijahit, bisa dilakukan

dengan tangan (secara manual) atau dengan alat.

Terasi dihasilkan dari fermentasi udang atau rebon yang diolah dengan bumbu -

bumbu lain. Bentuknya padat dengan tekstur agak kasar dan berwarna cokelat keunguan. Ciri

khas terasi adalah aromanya yang agak tajam dan rasanya gurih karena memakai udang dan

rebon segar.Biasanya dijual dalam bentuk bulat atau segi empat panjang, dibungkus daun

pisang, plastik atau kertas.Kadang, ada juga jenis terasi yang berbentuk butiran kasar dan

dikemas dalam botol plastik.Ada juga jenis terasi matang yang sudah dipanggang dalam oven

(Mania, 2012).

Pada pelaksanaan fermentasi, adonan terasi peru dibagi dalam beberapa bagian kecil

dan kemudian dibungkus dengan kain saring atau daun pisang yang diiris di beberapa tempat,

sehingga adonan tersebut terlindung dari cemaran debu dan air, sementara aerasi udara tetap

dapat berjalan lancar (Mania, 2012).

Sedangkan bila memperhatikan bahan kemasannya tercatat pemanfaatan sejumlah

bahan botanis yang berasal dari pohon menurut Sabana (2012), yaitu sebgai berikut:

- pisang (Musa Paradisiaca) daun danpelepahnya sebanyak 31 buah,

- jagung ( zea mays), kulit buah sebanyak 5buah,

- kelapa (cocos mucifera) daunnya sebanyak 7buah, bambu apus atau awi tali,

(ogantochloaapus)

- daun dan batang pohonnya sebanyak 11 buahenau (arenga pinnata) daunnya

sebanyak 2buah,

44

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

- jambu air (syzigium aqueum) daunnyasebanyak 1 buah,

- hanjuang daunnya sebanyak 1 buah,

- dan jati (tectona grandis) daunnya sebanyak 1buah.

Dari data ini teramati bahwa daun pisang palingbanyak dimanfaatkan. Masuk akal,

karena daunini di samping mudah dan murah diperolehpohonnya tersebar di mana-mana, di

pedesaan,maupun kota, dan daunnya secara terpisah dapatdibeli di pasar-pasar juga berukuran

lebar sertahampir setiap bagian pohonnya dapatdimanfaatkan. Daun dan pelepahnya

untukkemasan, buahnya dimakan, pohonya (gedebog)sering dipakai untuk menancapkan

wayang golekselama pertunjukkan atau sebagai alas mayatsewaktu dimandikan, dan serat

pohon inipunmenurut penelitian merupakan bahan yang baiknuntuk pembuat kertas

(pulp).Pohon serba guna.

Saat masyarakat dunia mulai beralih ke kemasan organik dan mulai mengurangi

penggunaan plastik, styrofoam dan sebagainya , ironisnya masyarakat kita, yang sebelumnya

begitu “akrab” dengan kemasan bambu tradisional, justru malah beralih ke kemasan modern

yang tidak ramah lingkungan.  Oleh karena itu, berbagai bentuk kebudayaan yang dapat

melestarikan penggunaan kemasan tradisional patut untuk dipertahankan.

7. Kemasan Modern Terasi

Kemasan memiliki pengertian umum dan khusus.dalam pengertian umum, kemasan

adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat bahan yang dikemas dan dapat

memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Dalam pengertian khusus, kemasan

adalah wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas dan telah

dilengkapi dengan tulisan atau label yang menjelaskan tentang isi, kegunaan dan lainlainnya

yang perlu atau diwajibkan. Dengan adanya kemasan, benda tersebut bisa bertahan dan

terlindungi terhadap sesuatu yang dapat merusak benda yang terdapat dalam kemasan

tersebut.

Kemasan dapat didefinisikan sebagai seluruh kegiatan merancang dan memproduksi

wadah atau bungkus atau kemasan suatu produk.Kemasan juga dapat diartikan sebagai wadah

atau pembungkus yang guna mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada

bahan yang dikemas atau yang dibungkusnya.Kemasan meliputi tiga hal, yaitu merek,

kemasan itu sendiri dan label. Ada tiga alasan utama untuk melakukan pembungkusan, yaitu:

1. Kemasan memenuhi syarat keamanan dan kemanfaatan. Kemasan melindungi produk

dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen.Produk-produk yang dikemas biasanya

lebih bersih, menarik dan tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cuaca.

45

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

2. Kemasan dapat melaksanakan program pemasaran. Melalui kemasan identifikasi produk

menjadi lebih efektif dan dengan sendirinya mencegah pertukaran oleh produk pesaing.

Kemasan merupakan satu-satunya cara perusahaan membedakan produknya.

3. Kemasan merupakan suatu cara untuk meningkatkan laba perusahaan. Oleh karena itu

perusahaan harus membuat kemasan semenarik mungkin. Dengan kemasan yang sangat

menarik diharapkan dapat memikat dan menarik perhatian konsumen.

Teknologi pengemasan berkembang dengan pesat sejalan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Revolusi industri yang telah mengubah tatanan

hidup manusia ke arah kehidupan yang lebih modern, telah pula mengubah teknologi kemasan

hingga mencakup aspek perlindungan pangan (mutu nutrisi, cita rasa, kontaminasi dan

penyebab kerusakan pangan) dan aspek pemasaran (mempertahankan mutu, memperbaiki

tampilan, identifikasi produk, informasi komposisi dan promosi). Saat ini meskipun kemasan

alami masih juga digunakan, namun telah banyak berkembang kemasan yang termasuk dalam

kelompok kemasan sintetis dan kemasan

modern. Berbagai jenis material kemasan sintetis bahan pangan yang beredar di masyarakat,

misalnya kertas, kaca, kaleng dan plastik mempunyai keunggulan dan kelemahan tertentu,

sehingga penggunaannya juga didasarkan pada kecocokan dengan sifat bahan pangan yang

dikemas. Kemasan modern yang telah digunakan untuk mengemas bahan pangan antara lain

kemasan aseptik, kemasan dengan variasi atmosfir di dalamnya atau kemasan yang

diaplikasikan dengan penyimpanan suhu rendah, baik sebagai pengemas primer (langsung

kontak dengan bahan yang dikemas) maupun sekunder, tertier dan seterusnya.

Ruang lingkup bidang kemasan saat ini juga sudah semakin luas, mulai dari bahan

yang sangat bervariasi hingga bentuk dan teknologi kemasan yang semakin menarik.Bahan

kemasan yang digunakan bervariasi dari bahan kertas, plastik, kayu, logam, fiber hingga

bahan-bahan yang dilaminasi. Bentuk dan teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan

berbentuk kubus, limas, tetrapak, corrugated box, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan

pintar (active and intelligent packaging) yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di

dalam kemasan dengan kebutuhan produk yang dikemas. produk dalam kantong plastik,

dibalut dengan daun pisang, sekarang juga sudah berkembang sampai dalam bentuk botol dan

kemasan yang cantik.

Seperti yang kita lihat saat ini di pasar-pasar tradisional pun sangat sulit kita temukan

kemasan tradisional.Hampir semua produsen beralih menggunakan kemasan modern.Produk

yang bisa dikatakan sebagai produk tradisional pun banyak kita jumpai dikemas dengan

menggunakan kemasan modern.Seperti contohnya produk hasil perikanan terasi yang diolah

46

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

oleh industri biasa dikemas dengan menggunakan plastik.Plastik di sini selain berfungsi

sebagai wadah untuk produk terasi juga berfungsi untuk memperkenalkan produk kepada

konsumen, memberi rasa aman pada terasi yang dikemas, menjaga terasi agar tidak

terkontaminasi dengan faktor luar, dan lain-lainnya.

Terasi yang dikemas dengan menggunakan plastik jauh lebih awet daripada trasi yang

tidak dikemas dengan menggunakan plastik. Terasi yang dibungkus dengan plastik bisa

bertahan sampai beberapa bulan ke depan. Jika plastik masih bagus dan tidak rusak sehingga

tidak terkontaminasi dengan udara luar, terasi tidak mengalami kerusakan.Akan tetapi

plastikpun juga mempunyai banyak kekurangan.

Pada saat sangat sulit dijumpai kemasan tradisional.Kemasan yang berada di pasar

tradisional pun kebanyakan menggunakan kemasan modern.Seperti contohnya kemasan

produk hasil perikanan seperti terasi.Untuk mengemas produk hasil perikanan seperti terasi

udang, dapat menggunakan plastik, kertas, kardus, botol dan lain sebagainya.

Dapat dilihat contoh bahan kemasan modern terasi udang yaitu sebagai berikut:

Gambar 19. Kemasan Kertas Gambar 20. Kemasan Plastik

Gambar 21. Kemasan Gelas Plastik

47

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Gambar 22. Kemasan Botol Gambar 23. Kemasan Kardus

Gambar 24. Kemasan Plastik

Pengemasan terasi dengan menggunakan kertas

Kemasan kertas merupakan kemasan fleksibel yang pertama sebelum ditemukannya

plastik dan aluminium foil. Saat ini kemasan kertas masih banyak digunakan dan mampu

bersaing dengan kemasan lain seperti plastik dan logam karena harganya yang murah, mudah

diperoleh dan penggunaannya yang luas. Selain sebagai kemasan, kertas juga berfungsi

sebagai media komunikator dan media cetak.Kelemahan kemasan kertas untuk mengemas

bahan pangan adalah sifanya yang sensitif terhadap air dan mudah dipengaruhi oleh

kelembaban udara lingkungan.

Sifat-sifat kemasan kertas sangat tergantung pada proses pembuatan dan perlakuan

tambahan pada proses pembuatannya. Kemasan kertas dapat berupa kemasan fleksibel atau

kemasan kaku. Beberapa jenis kertas yang dapat digunakan sebagai kemasan fleksibel adalah

kertas kraft, kertas

tahan lemak (grease proof), glassin dan kertas lilin (waxed paper) atau kertas yang dibuat dari

modifikasi kertas-kertas ini. Wadah-wadah kertas yang kaku terdapat dalam bentuk karton,

kotak, kaleng fiber, drum, cawan-cawan yang tahan air, kemasan tetrahedral dan lain-lain,

yang dapat dibuat48

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

daripaper board, kertas laminasi, corrugated board dan berbagai jenis board dari kertas

khusus. Wadah kertas biasanya dibungkus lagi dengan bahan-bahan kemasan lain seperti

plastik dan foil logam yang lebih bersifat protektif.

Keuntungan penggunaan kemasan dari kertas:

Harga murah dan mudah diperoleh.

Kelemahan kertas untuk mengemas bahan pangan adalah:

Sifatnya yang sensitif terhadap air dan mudah dipengaruhi oleh kelembaban udara

lingkungan. Hal ini menyebabkan makanan yang dikemas dengan kertas akan sangat

mudah mengalami penurunan mutu.

Modifikasi proses pembuatan dan aditif yang digunakan dilakukan untuk memperoleh

kertas dengan sifat khusus. Contohnya: Kertas tahan minyak (grease proof) mempunyai

permukaan seperti gelas dan transparan, mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap lemak,

oli dan minyak, tidak tahan terhadap air walaupun permukaan dilapisi dengan bahan tahan air

seperti lak dan lilin. Kertas perkamen mempunyai ketahanan lemak yang baik, mempunyai

kekuatan basah yang baik, tidak berbau/berasa, tidak memberikan penghambatan yang baik

terhadap gas, kecuali jika dilapisi dengan bahan tertentu dan dapat digunakan untuk

mengemas bahan pangan seperti mentega, margarin, keju, teh, kopi. Kertas lilin memiliki

lapisan lilin dengan bahan dasar parafin; sifatnya dapat menghambat air, tahan minyak dan

memiliki daya rekat panas yang baik. Kertas bekas (koran, buku, majalah) tidak boleh

digunakan untuk mengemas makanan. Kertas bekas bisa menjadi sumber cemaran biologis

(mikroba) yang dapat menyebabkan penyakit diare akut.Selain itu, tinta yang ada di kertas

bekas bisa jadi mengandung logam berat yang bisa bermigrasi kemakanan dan

membahayakan kesehatan konsumen.

Pengemasan terasi dengan menggunakan plastik

Kelebihan plastik sebagai bahan kemasan dibandingkan bahan kemasan yang lain

adalah:

1. Relatif lebih ringan

2. Praktis dan fleksibel

3. Harga relatif murah

4. Dapat diberi warna menarik

5. Dapat menghambat panas/listrik

6. Tidak mudah pecah.

49

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Sifat-sifat plastik antara lain:

1. Tembus pandang (clarity) yang baik

2. Kekakuan (stiffnes)

3. Permeabel terhadap gas

4. Ketahanan terhadap benturan/gesekan (Marrresistance)

5. Dapat dilengkungkan/dibengkokan (warpage)

6. Ketahanan terhadap benturan (impact strenght)

7. Ketahananterhadap sobekan (tear strenght)

8. Ketahanan terhadap tegangan (tensile strenght).

Jenis-jenis plastik pengemas yang banyak digunakan meliputi:

1. Polistiren (PS)

2. Polietilen (PE)

3. Polipropilen (PP)

4. Polikarbonat (PC)

5. Polivinil khlorida/saran (PVC)

6. Poliamida/nilon, poliester (PET)

7. Cellophan (selofan) dan lain-lain (Tjahjadi, 2011).

Sifat-sifat utama dari plastik tipis fleksibel yang digunakan untuk pengemasan bahan

pangan dapat diringkas sebgai berikut:

1. Cellulosa acetat digunakan di mana kekakuan, sifat sangat mengkilat dan kestabilan

ukuran sangat penting. Dipergunakan untuk memamerkan bahan di dalam kotak-kotak

karena bahan ini tidak dapat menyerap debu. Bahan ini mempunyai transmisi gas dan

air yang tinggi yang membuatnya berguna dalam pengemasan.

2. Polyethylene (PE) merupakan volume terbesar dari plastik tipis berlapis tunggal

(single film) yang digunakan dalam industri pengemasan fleksibel. Polyethylene

dengan kepadatan yang rendah (dibuat dengan tekanan dan suhu yang tinggi)

merupakan plastik tipis yang murah dengan ekuatan tegangan yang sedang dan terang,

dan merupakan penahan air yang baik tetapi jelek terhadap oksigen. Keuntungan yang

terbesar adalah kemampuannya untuk ditutup sehingga memberi tutup yang rapat

terhadap cairan. Polyethylene dengan kepadatan tinggi (suhu dan tekanan rendah)

memberi perlindungan yang baik terhadap air dan meningkatkan stabilitas terhadap

panas (Buckle, 1987).

Berdasarkan jenisnya maka ada tiga jenis PE yaitu:

LDPE (Low Density Polyethylene)

50

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

MDPE (Medium Density Polyethylene)

HDPE (High Density Polyethylene)

3. Polypropylene (PP) lebih kaku, kuat dan ringan dari pada Polyethylene dengan daya

tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu

tinggi dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang tidak mengkilat mempunyai daya tahan

yang cukup rendah terhadap suhu tetapi bukan penahan gas yang baik.

4. Polyamides (atau nilon) terdapat dalam bermacam-macam mutu. Nilon 6 mempunyai

sifat mudah dikelola dan tahan terhadap gesekan. Nilon 11 dan 12 adalah penahan

yang sangat baik terhadap oksigen dan uap air dan mempunyai suhu penutupan lebih

rendah. Nilon 66 akan mencair pada suhu tunggi dan sukar ditutup dengan panas.

5. Poliester (PET) mempunyai kekuatan cukup baik terhadap tegangan, tahan terhadap

sobekan dan baik untuk maksud-maksud pematangan (misalnya saran).

6. Polyvilyl chlorida (PVC). Plastik tipis bersifat fleksibel yang diperoleh dengan

penambahan bahan-bahan plastik. Vinyl copolymer film dipergunakan sebagai plastik

tipis yang bersifat mengerut untuk berbagai produk dan sebagai pelapis.

7. Polyvinylidene chlorida biasanya digunakan sebagai suatu copolimer dengan vinyl

chlorida. Plastik tipis saran adalah tembus cahaya, mempunyai ketahanan mekanis

yang sangat baik dan kecepatan tembus uap air dan gas yang sangat rendah.

8. Rubber hydrochlorida (pliofilm) dapat diregangkan, tidak bersifat racun, tahan

terhadap minyak dan lemak, tidak berubah oleh asam atau basa, dan tidak mudah

terbakar dan dapat ditutup dengan panas dan tahan bau. Penyimpanan yang lama dapat

mengakibatkan perubahan warna dan kerapuhan.

9. Polyvinyl acetat terutama digunakan untuk melapisi kertas atau sebagai copolymer.

10. Alumunium foil digunakan secara luas dalam pelapisan dimana dibutuhkan sifat-sifat

yang rendah terhadap daya tembus gas dan uap air, odor atau sinar (Buckle, 1987).

Menurut Nesty (2009), sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus

cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Plastic ini dapat didaur ulang, baik untuk

barang-barang yang memerlukan fleksibilitas tetapi kuat dan memiliki resistensi yang baik

terhadap reaksi kimia.

Adapun pengertian dari nomor plastik yang biasa digunakan untuk mengemas bahan

pangan adalah:

a. No 1 yaitu PETE atau PET (polyethylene terephthalate), biasa di pakai untuk botol

plastik tembus pandang/transparan seperti botol air mineral, PET digunakan untuk

bahan serat sintetis atau lebih dikenal dengan polyster.PET di rekomendaikan hanya

51

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

untuk sekali pakai. Apabila di konsumsi terus menerus dalam jangka waktu lama akan

mengakibatkan kanker.

b. No 2 yaitu HDPE (high density polyethylene) memiliki sifat bahan yang lebih kuat,

keras, buram, dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. HDPE biasa di pakai untuk botol

obat,botol minuman susu, HDPE direkomendasikan hanya untuk sekali pakai karena

pelepasan senyawa antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu.

c. No 3 yaitu PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis plastik yang paling sulit di daur

ulang, jenis plastik PVC biasa di temukan pada plastik pembungkus (cling warp). PVC

mengandung DEHA yang berbahaya bagi kesehatan.

d. No 4 yaitu LDPE (low density polyethylene) yaitu plastik tipe coklat

(thermoplastik/di buat dari minyak bumi )biasa dipakai untuk botol-botol lembek.

Barang berbahan LDPE sulit dihancurkan.

e. No 5 yaitu PP (polypropylene) ini termasuk bahan plastik terbaik, terutama untuk

tempat makanan dan minuman, bahan berjenis PP bila ditekan akan kembali seperti

semula.

f. No 6 yaitu PS (polystyrene) biasa di pakai sebagai tampat bahan makan styrofoam,

polystyrene dapat mengeluarkan bahan styrene, bahan ini harus di hindari karena

berbahaya untuk kesehatan.

g. No 7 yaitu OTHER untuk jenis 7 OTHER ini ada 4 jenis :

SAN (styrene acrylonitrile)

ABS(acrylonitrile butadiene styrene)

PC(polycarbonate)

NYLON

Kelebihan dan kekurangan kemasan terasi dengan menggunakan plastik adalah:

Kelebihan:

Harga kemasan plastik lebih murah

Tidak memerlukan alat khusus dalam menutup kemasan

Produk yang dikemas dapat dilihat dari luar kemasan

Biaya desain kemasan yang murah.

Kekurangan

Kemasan bersifat transparan sehingga tidak tahan terhadap sinar matahari

Kemasan tidak tahan tekanan sehingga mengakibatkan keripik tempe mudah hancur

Desain kemasan yang simpel, tidak menarik

Mudah terkontaminasi

52

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Memungkinkan terjadinya migrasi atau berpindahnya zat-zat monomer dari bahan

plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tak cocok dengan

kemasan atau wadah penyimpannya.

Kemasan plastik yangfood grade (untuk pangan) sebenarnya relatif aman digunakan,

asal digunakan dengan tepat. Berikut ini beberapa tips yang bisa dilakukan untuk

menghindari bahaya kemasan plastik:

1. Hindari menggunakan kemasan plastik untuk makanan atau minuman yang

panas.Termasuk memanaskan makanan dengan microwave Meski ada yang relatif

resiten terhadap panas, tetap akan terjadi migrasi monomer plastik sekecil apapun.

2. Kalau terpaksa menggunakan menggunakan wadah plastik untuk pangan yg panas,

segera pindahkan ke wadah yg lebih aman yang terbuat dari gelas atau stainlestil.

3. Ibu-ibu yang memberikan minuman susu dengan botol dari plastik, sebaiknya

membuat susu dalam gelas, kemudian setelah dingin baru dipindahkan ke dalam botol.

4. Bila tersedia, lebih baik menggunakan kemasan yang lebih aman misalnya daun

pisang, daun jati, dan sejenisnya atau wadah jenis gelas dan stainlestil.

5. Bila menggunakan plastik pilih dengan kode 4 atau 5, yang relatif lebih aman.

Pengemasan terasi dengan menggunakan kardus/karton

Kardus atau corrugated paper merupakan bahan dasar kemasan yang memiliki daur

hidup sangat singkat dan berharga ketika berlangsungnya proses distribusi produk dari

produsen ke konsumen. Material kardus saat ini dipandang sebagai kebutuhan sekunder dalam

suatu proses produksi industri. Bahan dasar utama kertas kardus berasal dari limbah industri

pemotongan kayu (sisa potongan, serutan, serbuk gergaji).Sifat kardus mudah untuk diolah

kembali atau didaur ulang beberapa kali, baik untuk bahan pembuatan kardus baru atau papan

daur ulang (MDF/medium density fibreboard). Bahan bakunya sangat berlimpah dan

didukung oleh sifatnya yang ramah lingkungan sehingga kardus menjadi material yang sangat

ekonomis untuk dimanfaatkan.

Kardus sebagai bahan baku berbiaya murah memiliki karakteristik yang cukup unik

untuk dijadikan sebagai produk furniture. Selain ekonomis dan fleksibilitas tinggi, dalam hal

estetika juga memiliki design yang kuat. Design bentuk kardus juga amat baik dan sulit ditiru

bahan umum lainnya seperti kayu atau metal. Kekuatan dan durabilitas produk furniture

kardus yang terdiri dari kertas sebagai bahan utama pembentuknya begitu rentan terhadap

53

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

kelembaban atau air. Meskipun demikian konsumen menyadari bahwa aspek ekonomis tetap

menjadi pilihan utama untuk membeli produk dengan biaya murah, walaupun tidak memiliki

kekuatan yang sama seperti kayu (Nova,2012).

Kardus sebagai bahan dasar kemasan yang memiliki daur hidup singkat, memiliki

kelebihan dan kelemahan, diantaranya yaitu:

1. Struktur kardus olahan atau hasil recycle (daur ulang) tidak jauh berbeda dengan

kardus baru, perbedaan utamanya adalah ketebalan yang terjadi karena penambahan

lapisan gelombang.

2. Proses cetak dilakukan dengan sistem cetak sablon (silk-screen printing). Teknik

pencetakan sablon cukup sulit untuk diterapkan karena permukaan material ini tidak

begitu rata, disebabkan alur gelombang atau flute sehingga bagian yang cekung tidak

dapat tercapai oleh screen sablon dan tinta tidak dapat tercetak secara merata.

3. Kertas sebagai bahan dasarnya tidak tahan terhadap air dan kelembaban, baik yang

disebabkan oleh zat cair atau kelembaban udara. Sehingga harus dilakukan

penjemuran atau pemanasan dengan plat lain (misalnya lampu sorot, oven, dan lain-

lain) untuk mengembalikan kekuatan struktur material.

4. Dalam keadaan kadar air tinggi, sangat mudah terjadi perubahan permukaan atau

kekuatan struktur gelombang bahkan terbukanya rekatan antar lapisan.

5. Ketebalan material yang tersusun dari lapisan-lapisan kardus berdampak langsung

terhadap kekuatan struktur material. Semakin banyak lapisan atau semakin tebal

material maka semakin kuat pula struktur material tersebut.

6. Penyusunan lapisan dengan sistem modul pada saat perekatan mempermudah proses

pembuatan material untuk suatu produk. Hal ini dapat menekan banyaknya material

yang terbuang pada saat proses produksi.

7. Berasal dari bahan baku yang dapat didaur ulang dan bersifat bio-degradable (dapat

diurai oleh tanah).

8. Proses produksi tidak membutuhkan peralatan khusus yang mahal dan tidak

membutuhkan keahlian khusus sehingga kardus olahan dapat diproduksi dalam skala

pribadi, rumah tangga, industri kecil hingga industri besar untuk menanggulangi

kardus bekas yang umumnya hanya menjadi limbah.

9. Pengolahan dapat dilakukan dengan mudah untuk menghasilkan produk dengan

sistem bongkar pasang.

Pengemasan terasi dengan menggunakan botol

54

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Kemasan botol terbuat dari gelas, mudah pecah, plastis, transparan, kemasan dapat

ditutup kembali setelah dibuka, lebih tebal dan harganya lebih murah dari pada kemasan

kaleng tin plate.

Menurut Tjahjadi (2011), Beberapa keuntungan pemakaian bahan kemasan dari gelas

adalah sebagai berikut:

1. bersifat transparan dan produk yang dikemas dapat dilihat dengan jelas oleh konsumen

2. tidak memengaruhi produk yang dikemas

3. kedap terhadap gas, rasa dan warna produk yang dikemas

4. dapat dibentuk dengan bermacam-macam desain

5. dapat diwarnai dengan berbagai macam warna, sesuai dengan berbagai kebutuhan

produk yang dikemas

6. dapat disterilisasi dan divakum; clan

7. tahan terhadap perubahan suhu rendah dan tinggi, dengan catatan suhu tersebut tidak

berubah dengan cepat

Karakteristik kemasan antara lain:

1. Kemasan Kertas

- tidak mudah robek

- tidak dapat untuk produk cair

- tidak dapat dipanaskan

- fleksibel

2. Kemasan Gelas

- berat

- mudah pecah

- mahal

- non biodegradable

- dapat dipanaskan

- transparan/translusid

- bentuk tetap (rigid)

- proses massal (padat/cair)

- dapat didaur ulang

3. Kemasan logam (kaleng)

55

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

- bentuk tetap

- ringan

- dapat dipanaskan

- proses massal (bahan padat atau cair)

- tidak transparan

- dapat bermigrasi ke dalam makanan yang dikemas

- non biodegradable

- tidak dapat didaur ulang

4. Kemasan plastik

- bentuk fleksibel

- transparan

- mudah pecah

- non biodegradable

- ada yang tahan panas

- monomernya dapat mengkontaminasi produk

5. Komposit (kertas/plastik)

- lebih kuat

- tidak transparan

- proses massal

- pengisian aseptis

- khusus cairan

- non biodegradable

Setiap bahan pengemas yang digunakan untuk mengemas bahan makanan, termasuk

produk perikanan terasi misalnya, mempunya kekurangan dan kelebihan masing-masing

seperti yang telah dikatakan di atas.

9. Inovasi Desain Kemasan Terasi

56

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

- Kemasan 1

Tampak Luar Kemasan

Bagian Dalam Kemasan

Model Terasi (Terasi telah dibungkus dengan alufo)

Gambar 25. Inovasi Desain Kemasan Terasi 1

- Kemasan 2

57

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Gambar 26. Inovasi Desain Kemasan Terasi 2

- Kemasan 3

58

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Gambar 27. Inovasi Desain Kemasan Terasi 3

- Kemasan 4

Gambar 28. Inovasi Desain Kemasan Terasi 4

- Kemasan 5

59

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Gambar 29. Inovasi Desain Kemasan Terasi 5

60

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan.Bumi aksara. Jakarta

Afrianto, E dan E. Liviawaty, 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Ahira. 2012. http://asal-usul-terasi.html

Antara, Nyoman Semadi Ph.D. 1996. Potensi Pangan Hasil Laut Terfermentasi.

Anto, Dimas. 2009. Kemasan Daun. http://Blog Galeri Antik Serba Jadul. Diakses pada

tanggal 20 November 2012, pukul 20.00 WIB.

Astawan, Made. 1997. Mengenal Makanan Tradisional (2) Produk Olahan Ikan. Buletin

Teknologi dan Industri Pangan vol VIII No.3 Th. 1997

Astawan, Made. 2009. Udang Rebon Bikin Tulang Padat

Beberapa Ekstrak Biji Anyang-Anyang (Elaeocarpus grandiflorus JE Smith). Laporan

Buckle, K.A., Edwards, G.H. Fleet, dan H. Wooton. 1987. Ilmu Pangan (Terjemahan).

Universitas Indonesia : Jakarta

Calcium mobilization from fish scales is mediated by parathyroid hormone related collagen.

International Journal of Food Science and Technology. 39:239-244.

Darmadi, Susanto. 2011. Bagaimana Cara Membat Terasi yang Enak dan Mudah.

http://bagaimanacaramembuat.com/2011/05/24/bagaimana-cara-membuat-

terasi-yang-enak-dan-mudah/. Di akses pada tanggal 3 November 2012.

Deman JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi ke-2. Padmawinata K, penerjemah; Sutomo T,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Institut Pertanian Bogor.

Deputi dalam Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah.2000. Buku Panduan Teknologi dan

Gizi Universitas Gadjah Mada.

Dina, 2009. Proses Pembuatan Terasi.http://www.tebarnasi.com/showthread.php?707-Proses-

pembuatan-Terasi.Diakses tanggal 4 November 2012. Semarang :

Universitas Diponegoro.

Googleimage. 2012. http://www.googleimage.com

Hadiwiyoto, S, 1983. Hasil-Hasil olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty. Yokyakarta.

Hartulistyoso Mira S. 1997. Memperbaiki Pola Makan Mencegah Kanker, Majalah Intisari.

Hidayat, Nur. 2008. Mikroorganisme pada Kemasan dari Daun. http:// Mikroorganisme pada

Kemasan dari daun « Agroindustri dan Pangan.htm. Diakses pada tanggal

20 November 2012, pukul 19.00 WIB.

61

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cybermed

%7C0%7C0%7C6%7C513

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab2/2011-2-00235-ds%20bab%202.pdf

http://palito.blogdetik.com/2008/08/11/bahaya-dan-keuntungan-kemasan-primer/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24117/8/Chapter%20II.pdf

http://www.forumskripsi.com/2010/02/bahaya-di-balik-kemasan-plastik.html

http://www.ristek.go.id. Jakarta.

Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:Principles of Biochemistry.

Javatoya. 2012. Terasi Batok Oleh-Oleh Khas Cirebon. http:// terasi-batok-oleh-oleh-khas-

asli-cirebon-iid-284693882.htm. Diakses pada tanggal 20 November 2012,

pukul 20.00 WIB.

Khanna DR, Sarkar P, Gautam A, Bhutiani R. 2007. Fish scales as bio-indicator of water

Kumu, Dunia .2012. Pentingnya Penanganan Hasil Perikanan. http://blogs.unpad.ac.id/

pobersonaibaho/2011/02/28/ pentingnya-penanganan-hasil- perikanan/

Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Maggy Thenawidjaja, penerjemah.

Mania, Kicau. 2012. Kemasan Terasi. http://kVITAZ16.htm.part.htm. Diakses pada tanggal

20 november 2012, pukul 20.00 WIB.

Mann J. 1987. Secondary metabolism. Ed ke-2. New York:Oxford University Press Inc.

Materials Science & Engineering C. 28(8):1276-1283.

Metode Isolasi Khitin Kulit Udang Terhadap Mutunya. Laporan Akhir Hasil

Mukhtar .2011. Pengertian Ikan Menurut Peraturan. http://mukhtar api.blogspot.com/

2011/05/ pengertian-ikan-menurut-peraturan_19.html

Munandar, Aris.2009. kemunduran mutu ikan nila pada penyimpanan suhu rendah dengan

mutu fillet ikan nila merah selama penyimpanan dingin. UGM: Yogyakarta.

Nagai T, Izumi M, Ishii M. 2004. Preparation and partial characterization of fish scale

Nesty. 2009. Bahaya Plastik. http://nestygfarry.blogspot.com/2009_06_01_archive. html.

Diakses pada tanggal 26 November 2012

Neville AC. 1975. Biology of the Arthropod Cuticle. Springer-Verlag:New York.

Nova.2012.http://novanurfauziawati.files.wordpress.com/2012/02/pengemasan-bahan-

pangan.pdf. Diakses pada tanggal 25 November 2012

Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan

Parker Rick. 2003. Introduction to Food Science. Delmar : United State of America

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,

62

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Penelitian Dibiayai oleh Program Operasi dan Perawatan Fasilitas (OPF)-IPB 1991/1992.

Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian

Bogor.

Penelitian Dibiayai oleh Proyek Studi Sektoral dan Regional Direktorat Pembinaan,

penyunting. Bandung:Penerbit ITB. Terjemahan dari:Principle of Food Chemistry.

periode kemunduran mutu ikan. IPB : Bogor.

perlakuan cara kematian dan penyiangan. IPB: Bogor Press.

protein via the parathyroid hormone type 1 receptor. Regulatory Peptides 132:33-40

Quality Of Fish in Southeast Asia.

quality of River Ganga. Springer Science. 134:153-160.

Reilly, P.JA, RWH Parry and LE Barile. 1989. Post–Harvest Technology, Preservation and

Resmiati, Hj. Teti, S. Diana dan s.Astuty. 2003. Laporan Penelitian Pengasinan Ikan Teri

(Stolephorus spp.) dan Kalayakan Usahanya Di Desa Karanghantu Serang.

Universitas Padjadjaran : Bandung.

Richards AG. 1951. The Integument of Arthropods. University of Minnesota

Ristagustina. 2012. Mengapa Daun Pisang Lebih Baik Digunakan Sebagai Pembungkus

Makanan Dibandingkan Plastik. http://ristagustina.wordpress.com/. Diakses

pada tanggal 20 November 2012, pukul 21.00 WIB.

Riyadi, 2006. Analisisnkebijakan keamanan pangan produk hasil perikanan di Panatura Jawa

Rosida1 dan Enny Karti Basuki Susiloningsih2. 2007. Pengaruh Konsentrasi Starter

Lactobacillus plantarum dan Lama Fermentasi terhadap Kualitas dan

Kerusakan Produk Terasi. Jurnal Protein vol. 15 No. 2. 1Staf Pengajar

Jurusan Teknologi Pangan FTI UPN Veteran Jawa TimurJl. Raya Rungkut

Madya Gunung Anyar Surabaya

Rotllant J, Redruello B, Guerreiro PM, Fernandes H, Canario AVM, Power DM. 2005.

Rustamaji, 2009. Aktivitas enzim katepsin dan kolagenase dari daging ikan bandeng selama

S, penerjemah; Kosasih Padmawinata, editor. Yogyakarta:Gadjah Mada University

Sabana, Setiawan. 2012. Kemasan Sebelum Kertas dan Plastik, Data Permasalahan dan

Prospeknya.

Sari, Dwi Inda, Agus Supriadi dan Rinto. 2012. Karakteristik Terasi Jembret Instan dengan

Perbedaan Lama Waktu Pengeringan. Program Studi Teknologi Hasil

Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Inderalaya

Sastra, Windo. 2008. Fermentasi Rusip. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor : Bogor.

63

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Schunack W, Mayer K, Haake M. 1990. Senyawa Obat. Ed ke-2. Wattimena JR dan Soebito

Shodik. 2011. Terasi Kampung Pegat Batumbuk pantas diacungi Jempol. Blog TPL-IKM

Kabupaten Berau. Diakses pada tanggal 20 November 2012, pukul 20. 30

WIB.

shvoong. 2012. Ikan, Gizi Super Komplit.

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1826681-

ikan-gizi-super-komplit/

Soetarno S, Padmawinata K, Kusmardiyani S, Hoyaranda E. 1981. Pengembangan Obat

Subastian, 2008. Pemanfaatan kitosan sebagai edible film dalam menghambat kemunduran

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.

Sujatmiko, Putih .2009. Rancangan Sistem. FKM UI, 2009. digital_125438-S-5674-

Rancangan sistem-Literatur. Universitas Indonesia.

Sukayana, M.K., et al. 2006. Ada Apa dengan Formalin ? Badan Penerbit Universitas

Sumitra,Omit. 2003. Mengidentifikasi Bahan Kemasan Alami. THP IN PK 01/ 4,5 Jam

DEPDIKNAS

Suparno dan J.T Martini, 1992 Terasi Bubuk. Kumpulan-kumpulan hasil-hasil Penelitian

Pasca Panen Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan

Perikanan. Jakarta.

Suprapti, M. Lies. 2002. Membuat Terasi. Teknologi Tepat Guna. Kanisius : Yogyakarta

Suprapti., M.L, 2002. Membuat Terasi. Kanisius. Yogyakarta.

Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J. 1992. Pengaruh Berbagai

Suwardi B, Girindra A, Sihombing DTH. 1973. Metabolisme Mineral; Aspek Mineral dalam

Swiss Development Cooperation, 1993

Syah, D., Utama, S., Mahrus, Z., Fauzan, F., Siahaan, R. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan

Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Jakarta

Tengah dan DIY (Thesis). UNDIP: Semarang

the nanocomposite laminate structure occurring in fish scales from Arapaima gigas.

Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas Padjajaran,

Bandung

Torres FG, Troncoso OP, Nakamatsu J, Grande CJ, G´omez CM. 2008. Characterization of

Tradisional Indonesia I, Pemeriksaan Pendahuluan Fitokimia dan Uji Diuretika

TTG Pengolahan Pangan. 2012. http://www.ristek.go.id

Tubuh Hewan. Institut Pertanian Bogor. Biro Penataran.

64

Teknik PengemasanTeknologi Hasil Perikanan

Umami,2009. Proses Pembuatan Terasi. http://www. ajinomoto.co .id/page.php? keyLink

=CULINARY&idLang=INA&subKey=TERASI. Di akses pada tanggal 2

November 2012.

Wikipedia .2012. Pengertian Ikan. http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Wordprees. 2012. http://www.wordprees.com

www. googleimage. com

Yogaswari, 2009. Karakteristik kimia dan fisik sisik ikan gurami. IPB: Bogor

Yogyakarta:Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan

Yunita, Baiq Risna Eka. 2005. Studi Karakteristik Terasi Nusa Tenggara Barat dan Sidorjo.

Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas

Muhammadiyah Malang : Malang.

65