Leptin Dan Imunologi Obesitas

Embed Size (px)

Citation preview

LEPTIN DAN IMUNOLOGI OBESITAS Katayoon Bidad, Heshmat Moayen, Muhammad Hossein Nicknam Abstrak Saat ini obesitas merupakan masalah kesehatan utama baik pada Negara berkembang maupun Negara maju dan penelitian untuk menemukan mekanismenya sedang berlangsung. Obesitas adalah status inflamasi derajat rendah dan inflamasi tersebut dipercaya sebagai penyebab atau konsekwensi dari obesitas. Di antara factor-faktor yang berpengaruh terhadap obesitas yang dipelajari, leptin merupakan suatu subject yang diteliti secara luas. Dia bisa mempengaruhi banyak sel-sel system imun dan merupakan target dari pendekatan imunologis. Molekul pengatur energy yang lain juga sedang diteliti dan dipelajari di bidang ini dan bisa membantu menemukan penatalaksanaan baru terhadap penyakit-penyakit karena inflamasi, juga untuk mengatasi obesitas dan mencegah komplikasinya yang merusak. Kata kunci: Obesitas, inflamasi, Leptin, Adiponektin Pendahuluan Obesitas merupakan suatu kondisi multifaktorial, onset dan perkembangan berikutnya adalah akibat dari interaksi yang berulang-ulang antara gen-gen dan lingkungan. Obesitas merupakan masalah kesehatan utama di Negara maju dan Negara berkembang (seperti Iran). Obesitas berkaitan dengan banyak kondisi kesehatan, seperti asma, gangguan nafas saat tidur, defisiensi besi, dan defisiensi nutrisi tertentu. Fenomena obesitas yang kompleks merupakan subjek penelitian yang intensif untuk mengungkap mekanisme yang terjadi pada pathogenesis dan untuk menemukan cara memperbaikinya. Beberapa proses, molekul dan sel-sel yang bermacam-macam berpengaruh terhadap obesitas, di antaranya yang akan kita diskusikan adalah proses inflamasi, leptin, adiponectin, dan molekul ghrelin, sel T, Antigen Presenting Cell (APC), eosinofil, dan Natural Killer Cell.

Inflamasi dan Obesitas Obesitas adalah suatu status inflamasi sistemik derajat rendah yang kronis, pemeriksaan microarray menunjukkan adanya gangguan ekspresi sitokin, chemokin, protein komplemen dan setengah dari komponen fase akut yang lain pada pasien obesitas. Telah diusulkan juga teori bahwa aktivasi komponen system imun non spesifik bisa dianggap seagai factor yang memungkinkan pekembangan obesitas dan inflamasi yang berkaitan dengannya. Oleh karena itu, inflamasi dipercaya sebagai efek dari obesitas, dan merupakan contributor untuk proses perkembangan dan akibatnya. Banyak factor berpengaruh pada proses inflamasi. Pembahasan ini akan mendiskusikan peran mikroba, asupan makanan, dan komponen-komponen seluler. Mikroba Tikus yang bebas kuman resisten terhadap obesitas yang diakibatkan oleh diet, hal tersebut merupakan observasi yang membuktikan bahwa mikroba memiliki peran memicu adipose. Telah diketahui bahwa Mycobacterium tuberculosis menginfeksi jaringan lemak dan adenovirus 36 menginfeksi sel-sel adiposity. Mikroba juga melepaskan produk-produk yang berada di jaringan lemak dan mereka juga bisa menjadi penyebab terjadinya respon imun non spesifik. Toll Like Receptor (TLR) adalah kelompok reseptor yang termasuk dalam Pattern-recognition Receptor (PRR) dan mereka mengenali banyak pola molekuler yang berhubungan dengan pathogen (pathogen-associated molecular pattern/ PAMP) seperti fragmen sel bakteri. TLR, terutama TLR4 diekspresikan pada sel-sel immune spesifik maupun non spesifik sebagaimana sel-sel adiposity. Jadi aktivasi oleh mikroba bisa menghubungkan inflamasi karena bakteri dengan obesitas. Makanan Terpisah dari mutasi yang jarang terjadi pad gen-gen yang mengkode hormone yang berhubungan dengan intake makanan, metabolism, dan reseptornya,

kontribusi makanan yang paling besar terhadap obesitas adalah konsumsi kalori total. Lemak (asam lemak jenuh dan trans) dan glukosa juga bisa meningkatkan prevalensi obesitas. Lemak, glukosa, dan produk-produknya bisa mengikat permukaan reseptor sel seperti kompleks reseptor CD14/TLR4/MD2 pada makrofag dan memicu sinyalsinyal pro-inflamasi. Penemuan-penemuan baru-baru ini menunjukkan bahwa TLR, terutama TLR4, menghubungkan antara metabolism dan system imun dengan mengenali lipopolisakarida (LPS) dan juga lipid-lipid endogen serta asam lemak bebas. Proses ini mengakibatkan ekspresi gen-gen mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, IL-6, dan iNOS. Reactive Oxygen Intermediate dan Reactive Nitrogen Intermediate Reactive Oxygen dan Nitrogen Intermediate (ROI dan RNI) dihasilkan dari metabolism dan inflamasi. Mereka mengatur sinyal intraseluler dan ekspresi gen tergantung pada jumlah dan durasi produksinya. Kadar yang tinggi dari mediatormediator ini memicu apoptosis, nekrosis, sitostasis, dan mutagenesis. Mereka juga mengatur pembentukan satu sama lain. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa produksi ROI meningkat selama paparan asam lemak pada adiposity, dan blockade sintesis NO pada tikus dengan diet tinggi lemak, meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan berat badan pada waktu yang sama. Sebenarnya, dengan adanya peningkatan glukosa, pembentukan RNI dan ROI meningkat. Glukosa yang tinggi, baik in vitro maupun in vivo, memicu adiposit, selsel endotel, dan sel otot polos pembuluh darah untuk mensintesis ROI lebih banyak. ROI dan RNI yang dipicu oleh metabolism memulai siklus umpan balik yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan jumlah mereka. Sebagai contohnya, ROI memicu sel memproduksi suatu lipid aldehid yang menurunkan glutathione sehingga memicu

TNF-, interleukin-1, interleukin-6, dan chemokin. Chemokin-chemokin kemudian menarik dan mengaktifkan makrofag untuk memproduksi ROI dan RNI lebih banyak. Kedua senyawa ini bisa merusak DNA, menyebabkan aktivasi NF-B, di mana pad akhirnya memicu produksinya di dalam sel. Glukosa yang tinggi bersama dengan sitokin-sitokin juga memicu iNOS pada sel-sel otot polos pembuluh darah. Molekul-Molekul yang Mengatur Energi dan Obesitas Ada banyak factor yang berasal dari jaringan lemak dan system neuroendokrin yang mempengaruhi system imun selain asupan makanan dan metabolism. Factor-faktor ini meliputi adiponectin, visfatin, neuropeptida Y, dan ghrelin, di sini kita akan membahas leptin, adiponectin dan ghrelin. Leptin Leptin, suatu golongan sitokin helic (yang meliputi IL-6, IL-11, IL-12, GCSF, dan memiliki struktur yang sama dengan IL-2) adalah protein nonglikosilasi dengan ukuran 15 kDa, yang diproduksi oleh gen ob dan sebagian besar disekresikan oleh adiposit. Leptin diatur secara dinamis, artinya dia menurun dengan puasa dan ditingkatkan oleh mediator-mediator inflamasi. Dia juga mungkin diatur oleh irama sirkadian, asupan makanan, dan olah raga. Peran Leptin yang paling penting adalah efek inhibisi terhadap nafsu makan melalui mekanisme sinyal umpan balik ke otak berdasarkan volume sumber energy yang tersedia. Konsentrasinya dalam plasma berhubungan secara positif dengan masa jaringan lemak. Reseptor leptin, suatu golongan reseptor sitokin kelas I, memiliki paling tidak 6 isoform dan merupakan produk dari gen db. Jalur sinyalnya melibatkan JAKSTAT, PI 3-Kinase, MAPK, AMPK, dan jalur mTOR. Regulator positif (SH2BI) dan negative (SOC3) juga mengkontrol sinyalnya. Ekspresi reseptor paling banyak di hypothalamus, kemudian di jaringan perifer, lalu sel T perifer, NK sel, monositmakrofag, eosinofil, dan sel B.

Sel-sel T regulator (T reg) pada manusia, sel yang penting untuk melakukan down-regulasi terhadap respon imun dan self-tolerance, juga dilaporkan

mengekspresikan sejumlah besar leptin dan reseptor leptin. Jalur sinyal leptin bisa bekerja sebagai sinyal negative terhadap proliferasi sel-sel ini. Fakta ini membenarkan peran leptin pada autoimunitas sesuai dengan penelitian yang mempelajari leptin pada ankylosing spondilitis, MS, dan rheumatoid arthritis. Diduga leptin juga memiliki peran pada perkembangan kanker paru-paru dengan menstimulasi respon imun spesifik dan non spesifik serta menstimulasi inflamasi kronis. Ghrelin Penemuan ghrelin membantu menghubungkan traktus gastrointestinal dan asupan nutrisi dengan unit hypothalamus-hipofisis. Ghrelin, peptide dengan 28 rangkaian asam amino menunjukkan aktivitas yang kuat memicu pelepasan hormone pertumbuhan/ Growth Hormone (GH). Selain memicu asupan makanan dan peningkatan berat badan, dia juga meningkatkan banyak proses di sirkulasi, pencernaan, proliferasi sel, dan fungsi kekebalan tubuh. Salah satu contoh efeknya terhadap fungsi kekebalan tubuh adalah dengan memblokade sekresi sitokin proinflamasi yang diinduksi oleh leptin pada sel T manusia. Adiponectin Adiponectin adalah hormone yang meningkatkan sensitivitas insulin yang, tidak seperti leptin, menurun dengan pembesaran jaringan lemak yang terjadi pada obesitas. Adiponectin terdiri dari domain globular dan kolagen, di mana setelah sintesis, membentuk trimer kemudian menjadi oligomer yang terdiri dari 4 polimer kemudian 6 trimer. Dia memiliki efek antiinflamasi yang penting pada obesitas. Adiponectin bekerja pada makrofag dan monosit untuk menghambat produksi sitokin proinflamasi dan meningkatkan ekspresi reseptor antagonis IL-10 dan IL-1. Dia

mengurangi induksi molekul adhesi endotel ICAM 1 dan VCAM 1 oleh TNF- atau resistin. Ketiga reseptor adipokin yang diekspresikan di jaringan-jaringan yang berbeda telah ditemukan untuk adiponectin dan obesitas didefinisikan sebagai status resistensi terhadap adiponectin bersamaan dengan penurunan serta kemungkinan hilangnya populasi reseptor di hati dan otot.

Th1dominan

Sis. Imun seimbang

Penurunan respon Th1

Status proinflamasi Anergi dan kurang responsive terhadap sel T regulator Efektor proliferasi dan masa hidup sel T Perkembangan fungsi DC dan lama hidupnya

Gambar 1. Gambaran skematis leptin dan adiponectin pada status berat badan yang berbeda. Leptin disekresikan oleh jaringan adipose dan sel-sel imun memicu efek yang berbeda pada efektor dan sel T regulator. Efek adipokin ini (leptin, adiponectin dan adipokin yang lain) bersama-sama dengan factor genetic dan lingkungan menentukan kecenderungan terhadap penyakit autoimun atau penyakit infeksi

Sel-Sel Imun dan Obesitas Sel T Sel T adalah tentara yang penting dari system kekebalan tubuh spesifik dan sinyal ketahanan hidupnya bergantung pada leptin selama proses konsumsi energy pada maturasi limfosit. Leptin juga bertanggung jawab untuk memicu proliferasi sel T CD4+CD45RA+ nave, dan menghambat proliferasi sel T memori

CD4+CD45RO+. Leptin juga meningkatkan aktivitas antiapoptosis dari sel T. Di sisi lain, sel T memproduksi leptin dan melakukan upregulasi ekspresi reseptor leptin setelah mengaktifkannya. Telah dinyatakan bahwa wanita yang obese memiliki jumlah sel T dan limfosit yang lebih banyak. Di antara sel-sel T, sel Treg memainkan peran penting dalam memelihara toleransi perifer terhadap selfantigen (antigen yang berasal dari diri sendiri) dan mengatur respon kekebalan tubuh supaya bereaksi kepada non-self antigen (antigen yang berasal dari luar). Ada banyak populasi sel Treg, yang terdiri dari sel Treg alami dan adaptif, yaitu CD4+ CD25+ FoxP3+. Sel T regulator yang mensekresikan IL-10 (IL-10 Treg cell) sebagai kelompok lain dari sel T, dipicu oleh respon perifer terhadap stimulasi antigen dan mensekresikan sejumlah besar IL-10. Sel Treg tipe 1 (TR1) adalah subkelompok sel IL-10 Treg yang menunjukkan molekul permukaan CD4+ CD25+ Fox P3-. Sel Th3adalah populasi yang lain dari sel Treg, yang memproduksi sejumlah besar TGF- dan memainkan peran penting dalam memicu atau memelihara toleransi perifer dengan mengarahkan diferensiasi dari sel-sel regulator Foxp3+ di perifer. Beberapa alasan rasional ada pada obesitas untuk membenarkan penelitian mengenai sel Treg. Yang pertama, adanya inflamasi derajat rendah bisa merupakan tanda gangguan jumlah sel Treg dan/ atau fungsinya, serta gangguan polaritas Th1 pada sel TCD4+ yang mengindikasikan adanya kerusakan pada Treg. Selain itu, jaringan lemak putih adalah sumber ghrelin, leptin, dan cytokine yang mungkin

memiliki efek terhadap sel-sel Treg. Yang ketiga, sel Treg telah diketahui memiliki peran pada atherosclerosis, komplikasi dari obesitas. Tetapi, ada penelitian pendahuluan dengan jumlah peserta terbatas tidak sejalan dengan perubahan proporsi sel Treg. Pada penelitian ini, hanya sel Treg FoxP3+ yang diteliti, sementara populasi golongan lain seperti TR1 tidak dievaluasi. Suatu penelitian komprehensif untuk menguji peran leptin dalam mengkontrol proliferasi sel Treg menunjukkan bahwa leptin bisa mengatur hiporesposivitas dan proliferasi sel Treg in vivo maupun in vitro. Hasilnya, netralisasi leptin yang bersamaan dengan sinyal TCR menyebabkan ekspansi sel Treg, berkurangnya responsivitas terhadap antigen tertentu, hiporesponsivitas, dan menghambat proliferasi sel T efektor. Penelitian baru-baru ini mencari peran mikrobiota pada traktus intestinal terhadap induksi sel Treg oleh mikroorganisme tertentu untuk mencegah dan meredakan penyakit-penyakit inflamasi. Sel-Sel yang Mempresentasikan Antigen (Antigen Presenting Cell/ APC) Sel-sel dendritik (DC) adalah APC yang paling poten dan memiliki peran penting pada pembentukan dan regulasi kekebalan tubuh. Berdasarkan penelitian Mattioli et al, DC yang immature maupun yang matur mengekspresikan reseptor leptin dan meningkatkannya ketika mendapatkan perlakuan dengan leptin. Tetapi leptin tidak memicu perubahan fenotip DC, dia meningkatkan sitokin-sitokin (pada DC yang matur meningkatkan IL-12, IL-1, dan IL-6; TNF- pada DC matur maupun immature) seta kemokin (MIP-1). Dia juga meningkatkan kapasitas stimulasi kekebalan tubuh pada DC. Melalui pengaturan ulang system mikrofilamen pada DCm leptin menginduksi perubahan morfologi yang khas dari sel yang sedang migrasi, aktivasi dan interaksi antarsel. DC yang mendapatkan leptin juga mengarahkan polarisasi sel T ke arah fenotip Th1 (dengan meningkatkan IL-12 dan mengurangi Il-10) dan dijaga dari apoptosis spontan maupun terinduksi.

Pada makrofag, tipe lain dari APC, leptin meningkatkan sekresi sitokinsitokin proinflamasi seperti TNF-, IL-6, dan IL-12. Leptin juga bisa menstimulasi proliferasi monosit yang bersirkulasi dalam darah manusia dan meningkatkan ekspresi marker-marker aktivasi. Sel dendritik dan monosit sebagai APC juga mempengaruhi induksi sel Treg dan aktivasinya. Keduanya diturunkan oleh sel Treg, membentuk hubungan yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, adipokin-adipokin yang diekskresikan oleh jaringan lemak dan factor-faktor inflamasi derajat rendah yang kronis yang ada pada obesitas mungkin mengganggu fungsi APC pada pasien yang obese dan secara teori, APC ini mempengaruhi populasi sel Treg. Meskipun begitu, suatu penelitian yang mempelajari DC dalam sirkulasi dan monosit pada orang obese, kaitannya dalam hal karakter sel T, tidak menemukan gangguan yang signifikan pada subtype DC atau kapasitas produksi sitokin pada monosit yang terstimulasi. Lebih jauh lagi, adiponektin, suatu sitokin yang disekresikan oleh jaringan lemak, yang berkurang pada obesitas, menghambat ekspresi TNF- pada monosit. Jadi, seperti yang telah dilaporkan pada wanita yang obese, monosit yang terstimulasi memproduksi kadar TNF- yang tinggi. Sel-Sel Lain Leptin mengaktifkan eosinofil secara langsun dan menunda apoptosisnya dengan menghambat event-event proapoptotik. Leptin bisa menyebabkan migrasi eosinofil dan terakumulasi pada lokasi inflamasi seperti paru-paru dan saluran udara dengan meningkatkan adhesi eosinofil pada sel epitel bronkus dan transmigrasi ke lokasi-lokasi inflamasi. Dia bis menginduksi sintesis IL-1, IL-6, dan kemokin seperti MCP-1 dan IL-8 pada eosinofil sehingga membantu respon imun Th2. Peningkatan leptin berkaitan dengan asma, dermatitis atopic, dan penyakit inflamasi alergik kemungkinan karena penurunan toleransi imun.

Penelitian pendahuluan tentang leptin pada natural killer sel (NK) menunjukkan bahwa leptin rekombinan meningkatkan proliferasi dan sitotoksisitas sel NK. Peningkatan fungsi sel NK terjadi melalui sinyal STAT3 dan meningkatkan ekspresi gen IL-2 dan perforin. Telah diketahui dari beberapa penelitian bahwa leptin memiliki aktivitas kemotaktik terhadap netrofil, dia menghambat kemotaksis neutrofil pada

kemoatraktan netrofil klasik (gambar 2).

Aktivasi Survival Transmigrasi ke lokasi inflamasi Proliferasi sel T nave Proliferasi sel memori] Aktivitas antiapoptotik Leptin dan ekspresi reseptornya setelah aktif Produksi sitokin Upregulasi marker aktivasi Anergi hiporesponsivitas Sekresi sitokin proinflamasi Proliferasi monosit Ekspresi marker aktivasi Produksi ROI dan RNI fagositosis

Ekspresi reseptor leptin Proliferasi sitotosisitas Upregulasi molekul adhesi Stres oksidatif

Aktivitas kemotaktik terhadap neutrofil Menghambat kemotaksis netrofil pada kemoatraktan netrofil klasik

Upregulasi sitokin dan kemokin Migrasi dan aktivasi populasi Th1

Gambar 2. Reseptor leptin dapat ditemukan pada sel-sel sistem imun spesifik dan nonspesifik dan leptin menggunakan efek multiple melalui sel-sel ini Respon Th1/Th2 dan Obesitas Kecenderungan membentuk Th1 pada obesitas dilaporkan pada beberapa penelitian tetapi faktor-faktor yang bertanggung jawab pada kecenderungan ini belum sepenuhnya dimengerti. Peningkatan produksi faktor-faktor proinflamasi dan antiinflamasi pada jaringan lemak putih adalah penjelasan yang mungkin, tetapi beberapa meningkatkan Th1 tapi yang lain menginduksi polarisasi Th2 yang menghasilkan efek yang belum diketahui. Interaksi lain yang mungkin, kadar leptin dilaporkan memancing respon Th1. Efek leptin untuk memancing Th-1 berkaitan dengan peningkatan kerentanan terjadinya penyakit autoimun pada penelitian, seperti encephalomyelitis autoimun eksperimental (EAE), diabetes mellitus tipe 1 (T1D) dan artritis yang diinduksi antigen (AIA). Sejalan dengan peran leptin ini, transkripsi gennya juga diinduksi bersamaan dengan polarisasi terhadap respon Th1 pada penyakit-penyakit autoimun. Sebaliknya, pada penelitian oleh Wong et al, leptin membantu respon imun Th2 dengan mempengaruhi eosinofil untuk mensekresikan MCP-1 dan IL-6. Penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa peningkatan TNF- pada obesitas mungkin memicu sekresi IL-4 dan 5 dari sel-sel epitel yang mengakibatkan kecenderungan kepada Th2. Penelitian-penelitian pada ghrelin menunjukkan bahwa molekul ini, tergantung pada kadarnya, menghambat proliferasi sel T di lien bersamaan dengan stimulasi anti-CD3. Selain itu, ghrelin mengurangi ekspresi mRNA sitokin Th1 (IL-2 dan IFN-) pada limfosit yang teraktivasi dan menghambat ekspresi mRNA sitokin Th2 (IL-4 dan IL-10) secara sempurna. Peningkatan CRP dan ESR yang berperan pada inflamasi derajat rendah bisa menyebabkan gangguan regulasi dari sitokin promelawan anti-inflamasi dan keseimbangan sitokin Th1 melawan Th2.

Implikasi Diagnostik dan Terapi Leptin, yang bekerja sebagai sitokin proinflamasi, mungkin terlibat pada pathogenesis penyakit-penyakit inflamasi dan mungkin digunakan sebagai marker dari aktivitas penyakit dan follow up klinis pada penyakit autoimun seperti ankylosing spondilitis dan MS. Netralisasi leptin bisa menjadi strategi baru untuk meningkatkan sel Treg perifer pada manusia. Pendekatan berdasarkan anti-eptin bisa digunakan untuk immunoterapi pada kondisi dengan cirri-ciri jumlah sel Treg yang rendah. Penggunaan leptin juga bisa dipakai untuk memperbaiki penderitaan karena penurunan system kekebalan tubuh dan pada deviasi immune dari respon Th2 menjadi respon Th1 pada penatalaksanaan dan pencegahan penyakit alergi. Pada protocol vaksinasi untuk penyakit infeksi, leptin bisa digunakan sebagai adjuvant untuk meningkatkan respon Th1 supaya lebih efisien. Baru-baru ini leptin rekombinan digunakan intranasal dengan lactococcus lactis dan untuk meningkatkan respon imun spesifik dan mengurangi penigkatan berat badan serta asupan makanan. Tetapi, selain adanya kemungkinan resistensi leptin, yuang mungkin mengacaukan efektivitas terapi, leptin memainkan peran yang berbeda pada hematopoesis, angiogenesis, metabolism tulang dan lipid, sekresi insulin dan system reproduksi, sehingga terapi in vivo menggunakan leptin mungkin menyebabkan efek yang tidak diinginkan dan tidak diduga. Penelitian pada hewan mengungkapkan bahwa kelaparan akut karena penurunan leptin menunda onset penyakit autoimun dan kadang melemahkan gejala penyakit inflamasi. Kesimpulan Obesitas mungkin dianggap sebagai penyakit inflamasi sistemik, dengan banyak factor-faktor yang terlibat pada patogenesisnya dan perkembangannya

berkisar mulai dari genetic sampai lingkungan. Hubungan obesitas dengan banyak penyakit autoimun dan inflamasi menunjukkan adanya hubungan antara hal tersebut dengan gangguan imunologis. Leptin sebagai penanda obesitas yang terkenal telah dipelajari secara intensif. Penelitian di bidang ini membuka jalan untuk menemukan terapi baru untuk penyakit-penyakit inflamasi, dan juga untuk memperbaiki obesitas, serta mencegah komplikasi-komplikasinya.