17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditemukan di seluruh dunia terutama di daerah tropis termasuk Indonesia, disebabkan oleh genus Leptospira yang patogen. Namun, adanya gejala dan tanda leptospirosis yang tidak khas seperti demam, nyeri kepala, mual, dan muntah sering dianggap sebagai penyakit infeksi virus. Sembilan puluh persen kasus leptospirosis bermanifestasi sebagai penyakit demam akut dan mempunyai prognosis baik, sedangkan 10% kasus lainnya mempunyai gambaran klinis lebih berat sehingga menyebabkan kematian pada 10% kasus. Manifestasi leptospira yang berat dan seringkali fatal dikenal sebagai penyakit Weil atau leptospirosis ikterik, dengan gambaran klasik berupa demam, ikterus, gagal ginjal, dan perdarahan. Organ lain yang dapat pula terkena adalah jantung, paru, dan susunan syaraf pusat. Titik sentral pcnyebab leptospirosis adalah urin hewan terinfeksi Leptospira yang mencemari lingkungan. Gejala klinis yang tidak spesifik memerlukan uji laboratorium untuk mendukung penentuan diagnosanya. Upaya mengisolasi dan

Leptospira

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penjelasan

Citation preview

Page 1: Leptospira

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditemukan di

seluruh dunia terutama di daerah tropis termasuk Indonesia, disebabkan oleh

genus Leptospira yang patogen. Namun, adanya gejala dan tanda leptospirosis

yang tidak khas seperti demam, nyeri kepala, mual, dan muntah sering

dianggap sebagai penyakit infeksi virus. Sembilan puluh persen kasus

leptospirosis bermanifestasi sebagai penyakit demam akut dan mempunyai

prognosis baik, sedangkan 10% kasus lainnya mempunyai gambaran klinis

lebih berat sehingga menyebabkan kematian pada 10% kasus. Manifestasi

leptospira yang berat dan seringkali fatal dikenal sebagai penyakit Weil atau

leptospirosis ikterik, dengan gambaran klasik berupa demam, ikterus, gagal

ginjal, dan perdarahan. Organ lain yang dapat pula terkena adalah jantung,

paru, dan susunan syaraf pusat.

Titik sentral pcnyebab leptospirosis adalah urin hewan terinfeksi

Leptospira yang mencemari lingkungan. Gejala klinis yang tidak spesifik

memerlukan uji laboratorium untuk mendukung penentuan diagnosanya.

Upaya mengisolasi dan mengidentifikasi Leptospira sangat memakan waktu.

Diagnosis leptospirosis yang utama dilakukan secara serologis. Uji serologis

merupakan uji standar untuk konfirmasi diagnosis, menentukan prevalensi

dan studi epidemiologi. Vaksinasi pada hewan merupakan salah satu cara

pengendalian leptospirosis.

Pengembangan vaksin untuk hewan masih terus dilakukan di Indonesia

untuk memperoleh vaksin multivalen yang efektif karena Leptospira terdiri

dari banyak serovar. Penggunaan vaksin yang sesuai dikombinasikan dengan

perbaikan sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian leptospirosis.

Page 2: Leptospira

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :

1. Agen apa yang menyebabkan penyakit Leptospirosis?

2. Bagaimana sifat agen penyebab Leptospirosis?

3. Bagaimana penyebaran penyakit Leptospirosis?

4. Bagaimana patogenesis dan gejala klinis Leptospirosis?

5. Apa saja pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis Leptospirosis?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Menjelaskan etiologi penyakit Leptospirosis

2. Menjelaskan sifat agen penyebab Leptospirosis

3. Menjelaskan epidemiologi penyakit Leptospirosis

4. Menjelaskan patogenesis dan gejala klinis Leptospirosis

5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis Leptospirosis

Page 3: Leptospira

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Etiologi Penyakit Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh infeksi bakteri

yang berbentuk spiral dari genus Leptospira. Leptospira yang termasuk dalam

ordo Spirochaeta. Leptospira merupakan organisme fleksibel, tipis, berlilit

padat, dengan panjang 5-15 µm, disertai spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2

µm. Salah satu ujung bakteri ini seringkali bengkok dan membentuk kait.

Leptospira memiliki ciri umum yang membedakannya dengan bakteri

lainnya. Sel bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3-5

lapis. Di bawah membran luar, terdapat lapisan peptidoglikan yang fleksibel

dan helikal, serta membran sitoplasma. Ciri khas Spirochaeta ini adalah lokasi

flagelnya, yang terletak diantara membran luar dan lapisan peptidoglikan.

Flagela ini disebut flagela periplasmik. Leptospira memiliki dua flagel

periplasmik, masing-masing berpangkal pada setiap ujung sel. Bergerak aktif

maju mundur dengan gerakan memutar sepanjang sumbunya. Bentuk dan

gerakannya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap atau mikroskop fase

kontras. Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di dalam air tawar

selama kurang lebih satu bulan, tetapi di dalam air laut, air selokan dan air

kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati (Kusmiyati, et. al., 2005).

Gambar 1. Leptospira interrogans

Page 4: Leptospira

Leptospira merupakan Spirochaeta yang paling mudah dibiakkan,

tumbuh paling baik pada keadaan aerob pada suhu 28-30ºC dan pada pH 7,4.

Media yang bisa digunakan adalah media semisolid yang kaya protein,

misalnya media Fletch atau Stuart. Lingkungan yang sesuai untuk hidup

leptospira adalah lingkungan lembab seperti kondisi pada daerah tropis.

Berdasarkan spesifisitas biokimia dan serologi, Leptospira sp. dibagi

menjadi Leptospira interrogans yang merupakan spesies yang patogen dan

Leptospira biflexa yang bersifat tidak patogen (saprofit). Sampai saat ini telah

diidentifikasi lebih dari 200 serotipe pada L.interrogans. Serotipe yang paling

besar prevalensinya adalah canicola, grippotyphosa, hardjo,

icterohaemorrhagiae, dan pomona.

Bakteri ini termasuk dalam ordo Spirochaetales, famili Leptospiraceae,

genus Leptospira. Leptospira dapat tumbuh di dalam media dasar yang

diperkaya dengan vitamin, asam lemak rantai panjang sebagai sumber karbon

dan garam amonium; tumbuh optimal pada suhu 28-30°C dalam kondisi

obligat aerob. Sistem penggolongan Leptospira yang tradisional genus

Leptospira dibagi menjadi dua yaitu L. interrogans yang patogen dan L.

biflexa yang nonpatogen. L. interrogans dibagi menjadi serogrup dan serovar

berdasarkan antigen.

Gambar 2. Bakteri Leptospira sp. menggunakan mikroskop

elektron tipe scanning

Page 5: Leptospira

Berdasarkan penelitian WVDL (Wisconsin Veterinary Diagnostic

Laboratory), terdapat enam serovar Leptospira yang biasanya menyerang

hewan kecil, yaitu bratislava, canicola, grippotyphosa, autumnalis,

icterohaemorrhagiae, dan pomona. Sevoar autumnalis lebih banyak

menyebabkan Leptospirosis akut pada anjing. Pengujian MAT (Microscopic

Agglutination Test) yang dilakukan untuk pemeriksaan darah anjing

menunjukkan hasil positif terhadap titer antibodi sevoar autumnalis, dan

menunjukkan hasil negatif terhadap titer antibodi enam sevoar lainnya yang

merupakan standar uji MAT. Hal tersebut menunjukkan bahwa sevoar

autumnalis menyebabkan penyakit klinis pada anjing yang diuji darahnya

(Sockett, 2015).

2.2 Epidemiologi Leptospirosis

Leptospirosis tersebar luas di seluruh dunia, terutama pada daerah

tropis. Di daerah dengan kejadian luar biasa leptospirosis ataupun pada

daerah yang memiliki faktor risiko tinggi terpapar leptospirosis, angka

kejadian leptospirosis dapat mencapai lebih dari 100 per 100.000 per tahun.

Di daerah tropis dengan kelembaban tinggi angka kejadian leptospirosis

berkisar antara 10-100 per 100.000 sedangkan di daerah subtropis angka

kejadian berkisar antara 0,1-1 per 100.000 per tahun. Case fatality rate (CFR)

leptospirosis di beberapa bagian dunia dilaporkan berkisar antara <5% - 30%.

Kejadian di Amerika berkisar antara 0,02-0,04 kasus per 100.000

penduduk. Daerah risiko tinggi adalah kepulauan Karibia, Amerika Tengah

dan Selatan, Asia Tenggara, dan kepulauan Pasifik. Leptospirosis kadangkala

dapat menyebabkan wabah. Leptospirosis lebih sering terjadi pada laki-laki

dewasa, mungkin disebabkan oleh paparan pekerjaan dan kegiatan sehari-

hari. Angka mortalitas sekitar 10% pada jaundice leptospirosis.

Sumber infeksi pada manusia adalah akibat kontak secara langsung

dengan hewan terinfeksi Leptospira atau tidak langsung dengan urin hewan

yang terinfeksi juga melalui genangan air yang terkontaminasi urin yang

terinfeksi Leptospira. Leptospira masuk ke dalarn tubuh melalui kulit yang

Page 6: Leptospira

terluka atau membrana mukosa. Pekerjaan merupakan faktor resiko yang

penting pada manusia. Kelompok yang beresiko adalah petani atau pekerja di

sawah, perkebunan tebu, tambang, rumah potong hewan, perawat hewan,

dokter hewan atau orang-orang yang berhubungan dengan perairan, lumpur

dan hewan baik hewan peliharaan ataupun satwa liar (Levett, 2001).

Pada manusia penyakit ini beragam, mulai subklinis, dengan gejala akut

sampai yang mematikan. Gejala klinisnya sangat beragam dan nonspesifik.

Gejala yang umum dijumpai adalah demam, sakit kepala, mual-mual, nyeri

otot, muntah . Kadang-kadang dijurnpai konjungtivitis, ikterus, anemia dan

gagal ginjal (Nazir, 2005).

Sebagai host (inang), pada hewan dan manusia, dapat dibedakan atas

maintenance host dan incidental host. Dalam tubulus ginjal maintenance host,

leptospirosis akan menetap sebagai infeksi kronik. Infeksi biasanya ditularkan

dari hewan ke hewan melalui kontak langsung . Biasanya, infeksi didapat

pada usia dini, dan prevalensi ekskresi kronik melalui urin meningkat dengan

bertambahnya umur hewan. Pada manusia, penularan melalui kontak tidak

langsung dengan - maintenance host. Luasnya penularan tergantung dari

banyak faktor yang meliputi iklim, kepadatan populasi, dan derajat kontak

antara maintenance host dan incidental host . Hal ini dan juga tentang serovar

penting untuk studi epidemiologi leptospirosis pada setiap daerah. Pada

manusia kejadian leptospirosis biasanya meningkat pada saat curah hujan

yang tinggi (Kusmiyati, et. al., 2005).

Hewan terpenting dalam penularan leptospirosis adalah jenis binatang

pengerat, terutama tikus. Bakteri leptospira khususnya spesies L.

ichterrohaemorrhagiae banyak menyerang tikus besar seperti tikus wirok

(Rattus norvegicus) dan tikus rumah (Rattus diardii). Sedangkan hewan

peliharaan seperti kucing, anjing, kelinci, kambing, sapi, kerbau, dan babi

dapat menjadi hospes perantara dalam penularan leptospirosis. Transmisi

bakteri leptospira ke manusia dapat terjadi karena ada kontak dengan air atau

tanah yang tercemar urin hewan yang mengandung leptospira. Selain itu

Page 7: Leptospira

penularan bisa juga terjadi karena manusia mengkonsumsi makanan atau

minuman yang terkontaminasi dengan bakteri leptospira.

2.3 Patogenesis

Transmisi infeksi leptospira ke manusia dapat melalui berbagai cara,

yang tersering adalah melalui kontak dengan air atau tanah yang tercemar

bakteri leptospira. Bakteri masuk ke tubuh manusia melalui kulit yang lecet

atau luka dan mukosa, bahkan dalam literatur disebutkan bahwa penularan

penyakit ini dapat melalui kontak dengan kulit sehat (intak) terutama bila

kontak lama dengan air. 6 Selain melalui kulit atau mukosa, infeksi leptospira

bisa juga masuk melalui konjungtiva. 17 Bakteri leptospira yang berhasil

masuk ke dalam tubuh tidak menimbulkan lesi pada tempat masuk bakteri.

Hialuronidase dan atau gerak yang menggangsir (burrowing motility) telah

diajukan sebagai mekanisme masuknya leptospira ke dalam tubuh.

Selanjutnya bakteri leptospira virulen akan mengalami multiplikasi di

darah dan jaringan. Sementara leptospira yang tidak virulen gagal

bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh setelah 1 atau

2 hari infeksi. Leptospira virulen mempunyai kemampuan motilitas yang

tinggi, lesi primer adalah kerusakan dinding endotel pembuluh darah dan

menimbulkan vaskulitis serta merusak organ. Vaskulitis yang timbul dapat

disertai dengan kebocoran dan ekstravasasi sel.

Patogenitas leptospira yang penting adalah perlekatannya pada

permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada bakteri

leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin

bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil

pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai

trombositopenia. Bakteri leptospira mempunyai fosfolipase yaitu suatu

hemolisis yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang

mengandung fosfolipid.

Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di

dalam ginjal bakteri leptospira bermigrasi ke interstisium tubulus ginjal dan

Page 8: Leptospira

lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi

mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan

kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan

perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal. Pada gagal

ginjal tampak pembesaran ginjal disertai edema dan perdarahan subkapsular,

serta nekrosis tubulus renal. Sementara perubahan yang terjadi pada hati bisa

tidak tampak secara nyata. Secara mikroskopik tampak perubahan patologi

berupa nekrosis sentrolobuler disertai hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.

2.4 Gejala Klinis

Pada hewan ternak ruminansia dan babi yang bunting, gejala abortus,

pedet lahir mati atau lemah sering muncul pada kasus leptospirosis . Pada

sapi, muncul demam dan penurunan produksi susu sedangkan pada babi,

sering muncul gangguan reproduksi. Pada kuda, terjadi keratitis,

conjunctivitis, iridocyclitis, jaundice sampai abortus. Sedangkan pada anjing,

infeksi leptospirosis sering bersifat subklinik; gejala klinis yang muncul

sangat umum seperti demam, muntah, jaundice.

Gejala klinis leptospirosis pada sapi dapat bervariasi mulai dari yang

ringan, infeksi yang tidak tampak, sampai infeksi akut yang dapat

mengakibatkan kematian. Infeksi akut paling sering terjadi pada pedet/sapi

muda.

Berat ringannya gejala klinis tergantung dari serovar Leptospira yang

menginfeksi dan species hewan yang terinfeksi. Leptospira interrogans

serovar pomona pada sapi menyebabkan demam, depresi, anemia akut,

haemorrhagis, dan redwater ; serovar hardjo biasanya pada sapi bunting atau

laktasi menyebabkan demam, penurunan produksi susu dan abortus

(Kusmiyati, et. al., 2005).

2.5 Teknik Diagnosis

Adanya Leptospira di organ saluran genital, ginjal atau urin dari pasien

yang memperlihatkan gejala klinis dapat digunakan untuk mendiagnosa

Page 9: Leptospira

leptospirosis. Mengisolasi Leptospira dengan cara membiakkan bakteri

adalah metode yang sangat sensitif, namun sering sulit dilakukan dan

membutuhkan waktu yang lama.

Polymerase chain reaction (PCR) juga digunakan untuk mendeteksi

keberadaan leptopsira di jaringan tubuh atau cairan tubuh. Teknik deteksi ini

cukup sensitif tetapi tidak dapat mengidentifikasi sampai serovar. Metode

biakan, PCR, dan immunuofluorescence merupakan metode yang sensitif

untuk mendeteksi Leptospira serovar hardjo pada urin sapi, tetapi kurang

sensitif apabila hanya menggunakan salah satu metode tersebut (Kusmiyati,

et. al., 2005).

Uji serologis di laboratorium sering digunakan untuk konfirmasi

diagnosa klinik, menentukan prevalensi kelompok dan melakukan studi

epidemiologi. Antibodi leptospira muncul beberapa hari setelah infeksi dan

bertahan selama beberapa minggu sampai beberapa bulan dan pada kasus

tertentu sampai beberapa tahun. Namun titer antibodi dapat turun hingga tidak

terdeteksi, biasanya pada hewan yang menderita leptospirosis kronik. Ada

dua uji serologis yang biasa digunakan yaitu Microscopic Agglutination Test

(MAT) dan Enzyme-Linked Immuno sorbent Assay (ELISA) (Kusmiyati, et.

al., 2005).

Page 10: Leptospira

BAB III

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh infeksi bakteri

yang berbentuk spiral dari genus Leptospira ordo Spirochaeta. Leptospira sp.

dibagi menjadi Leptospira interrogans yang bersifat patogen dan Leptospira

biflexa yang bersifat tidak patogen. Leptospira interrogans sevoar autumnalis

lebih banyak menyebabkan penyakit klinis pada anjing terutama penyakit

Leptospirosis akut pada anjing.

5.2 Saran

Perilaku hidup sehat perlu diterapkan untuk mencegah timbulnya

penyakit Leptospirosis pada manusia. Selain itu, program vaksinasi perlu

dilakukan untuk mencegah kejadian penyakit pada hewan.

Page 11: Leptospira

DAFTAR PUSTAKA

Ketaren, H.S. 2009. Karakteristik dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi NAD Tahun 2007. Skripsi : Universitas Sumatera Utara.

Kusmiyati., Susan M.N., Supar. 2005. Leptospirosis pada Hewan dan Manusia di Indonesia. WARTAZOA Vol. 15 No. 4.

Levett, P .N. 2001. Leptospirosis. Clinical Microbiol. Review, 14(2): 296-326.

Nazir, H. 2005. Diagnosis Klinis dan Penatalaksanaan Leptospirosis. Disampaikan pada Workshop dan Training Penanggulangan Leptospirosis bagi Dokter Puskesmas di Propinsi DKI Jakarta, Bapelkes Depkes Cilandak, 29 Maret 2005.

Setadi, B., et.al. 2001. Leptospirosis. Petunjuk Praktis : Sari Pediatri, Vol. 3, No. 3: 163-167.

Sockett, D. 2015. Leptospirosis in Dogs. WVDL (Wisconsin Veterinary Diagnostic Laboratory) : Can Vet J 43:955-961.