Upload
fianirazhaprimesa
View
39
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LI Fisiologi
Citation preview
Hipertensi
Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%).
Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah
tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti
feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit
parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008). The Joint National
Community on Preventation, Detection evaluation and treatment of High Blood Preassure
dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of Hipertention
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140
mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat
anti hipertensi. Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95
persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya
tiga kali pada pengukuran yang terpisah (Bakri, 2008).
Patofisiologi
Hipertensi Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar: Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan
Perifer. (Yogiantoro, 2006).
Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara
lain :
1) Curah jantung dan tahanan perifer Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat
berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi
esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah
ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan
konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium
intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan
penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi
awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible (Gray, et al. 2005).
2) Sistem Renin-Angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume
cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin
yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus
1
aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam,
ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Gray, et al. 2005).
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin
I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting
dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati,
yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I
(dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan
volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan
darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon
steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
dan tekanan darah (Gray, et al. 2005).
3) Sistem Saraf Otonom Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi
dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf
otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium,
volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, et al. 2005).
4) Disfungsi Endotelium Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu
molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada
2
kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan
perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit (Gray, et al. 2005).
5) Substansi vasoaktif Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator
yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam
pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic
peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan
volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya
dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi (Gray, et al. 2005).
6) Hiperkoagulasi Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding
pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan
faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan
protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ
target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi (Gray, et al.
2005).
7) Disfungsi diastolik. Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat
beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi
normal, dan penurunan tekanan ventrikel (Gray, et al. 2005).
Faktor Risiko Hipertensi
Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara
umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Keturunan Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua
atau salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih besar
untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita
hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara
signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun
dan laki – laki dibawah 55 tahun (Julius, 2008).
3
b. Jenis kelamin Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.
Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara
umum tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan
risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya
pengaruh hormon (Julius, 2008).
c. Umur.Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi umur
seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas dinding
pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian besar hipertensi
terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan darah pada laki – laki
lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin
bertambahnya umur (Gray, et al. 2005)
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Merokok. Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan
darah. Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah.
Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan
pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf
yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung
bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah
pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer (Gray, et al. 2005).
b. Obesitas Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan
hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat
badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan
berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung
pada masing – masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 /
80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat
dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan (Haffner, 1999).
c. Stres. Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan
bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi (Pickering,
1999).
4
d. Aktifitas Fisik Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar
kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu
dengan mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat
setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur
dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupun normotensi
(Simons-Morton, 1999).
e. Asupan
1) Asupan Natrium Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum
normal adalah 136 sampai 145 mEg / L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan
dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam
transfusi saraf dan kontraksi otot (Kaplan, 1999). Perpindahan air diantara cairan
ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh kekuatan osmotik. Osmosis adalah perpindahan
air menembus membran semipermiabel ke arah yang mempunyai konsentrasi partikel tak
berdifusinya lebih tinggi. Natrium klorida pada cairan ekstraseluler dan kalium dengan zat –
zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat – zat terlarut yang tidak dapat menembus dan
sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air pada kedua sisi membran (Kaplan, 1999).
Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi terutama di usus
halus. Mekanisme penngaturan keseimbangan volume pertama – tama tergantung pada
perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif adalah bagian dari volume
cairan ekstraseluler pada ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada
orang sehat volume cairan ekstraseluler umumnya berubah – ubah sesuai dengan sirkulasi
efektifnya dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total. Natrium
diabsorpsi secara aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal, disini natrium disaring
dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan taraf
natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang jumlahnya mencapai 90-99 % dari yang
dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon aldosteron
yng dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar Na darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal
untuk mengasorpsi Na kembali. Jumlah Na dalam urin tinggi bila konsumsi tinggi dan rendah
bila konsumsi rendah (Kaplan, 1999).
Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang secara genetik sensitif terhadap natrium,
misalnya seperti: orang Afrika-Amerika, lansia, dan orang hipertensi atau diabetes. Asosiasi
jantung Amerika menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan garam tidak lebih dari
6 gram per hari. Pada populasi dengan asupan natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan
darahnya meningkat lebih cepat dengan meningkatnya umur, serta kejadian hipertensi lebih
5
sering ditemukan (Kaplan, 1999). Hubungan antara retriksi garam dan pencegahan hipertensi
masih belum jelas. Namun berdasarkan studi epidemiologi diketahui terjadi kenaikan tekanan
darah ketika asupan garam ditambah (Kaplan, 1999).
2) Asupan Kalium Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium
adalah kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya
di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan
menurunkan tekanan darah (Appel, 1999).
Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan sekresi
aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi kalium. Sebaliknya
penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air juga penyimpanan
kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi efektif
atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan
kecepatan aliran di tubulus distal (Appel, 1999). Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
asupan rendah kalium akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal vascular
remodeling yang mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal. Pada
populasi dengan asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih rendah
dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi rendah kalium (Appel, 1999).
3) Asupan Magnesium. Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi
vaskuler otot halus dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah.
The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Presure (JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara magnesium
dan tekanan darah (Appel, 1999). Sebagian besar penelitian klinis menyebutkan,
suplementasi magnesium tidak efektif untuk mengubah tekanan darah. Hal ini dimungkinkan
karena adanya efek pengganggu dari obat anti hipertensi. Meskipun demikian, suplementasi
magnesium direkomendasikan untuk mencegah kejadian hipertensi (Appel, 1999).
PENGENDALIAN TEKANAN DARAH Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa
terjadi melalui beberapa cara:
1.Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempitdaripada biasanya
dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usialanjut, dimana dinding
6
arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan
darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk
sementara waktu mengkerutkarena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.Hal
ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuangsejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,sehingga tekanan
darah juga meningkat.Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang; arteri
mengalami pelebaran; danbanyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan
menurun.Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai
fungsitubuh secara otomatis).
Perubahan fungsi ginjal Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:- Jika
tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air,yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanadarah ke normal.- Jika
tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,sehingga volume
darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.- Ginjal juga bisa meningkatkan
tekanan darah dengan menghasilkan enzim yangdisebut rennin , yang memicu pembentukan
hormone angiotensin, yang selanjutnya akanmemicu pelepasan hormone aldosteron. Ginjal
merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena ituberbagai penyakit
dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darahtinggi.Misalnya
penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis)bisa
menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara
waktu akan:
- meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap
ancaman dari luar)
- meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagianbesar
arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka,yang
memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
- mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume
darah dalam tubuh -melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin
(noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah.
7
Pengaturan Tekanan Darah: Sistem Renin Angiotensin Aldosteron Sistem renin-angiotensin-
aldosteron adalah serangkaian reaksi yang dirancang untuk membantu mengatur tekanan
darah
1. Ketika tekanan darah turun (untuk sistolik, sampai 100 mm Hg atau lebih rendah),ginjal
melepaskan enzim renin ke dalam aliran darah.
2.Renin membagi angiotensinogen, suatu protein besar yang beredar dalam aliran darah,
menjadi potongan-potongan. Satu bagiannya adalah angiotensin I.
3.Angiotensin I, yang relatif tidak aktif, dibagi menjadi potongan-potongan olehangiotensin-
converting enzyme (ACE). Satu bagiannya adalah angiotensin II, suatuhormon yang sangat
aktif.
4. Angiotensin II menyebabkan dinding otot arteri kecil (arteriola) mengerut,meningkatkan
tekanan darah. Angiotensin II juga memicu pelepasan hormonaldosterone dari kelenjar
adrenal dan hormon antidiuretik dari kelenjar pituitari.
5. Aldosteron menyebabkan ginjal untuk menahan pengeluaran garam (natrium) dankalium.
Natrium menyebabkan air harus dipertahankan, sehingga meningkatkan volume darah dan
tekanan darah.
Lethargis
Lethargis terjadi disebabkan hiponatremia atau kekurangan natrium. Na+ membantu
perangsangan neotransmitter, neotransmitter ini mempunyai kontraksi otot miofibril. Didalam
miofibril ini terdapat aktin dan miosin (kontraksi miofibril ini merangsang aktin dan miosin),
aktin dan miosin yang berkontraksi akan menghasilkan suatu gerakan. Apabila Na+ didalam
tubuh berkurang otomatis perangsangan saraf neotransmitter juga melambat dan miofibril
juga diperlambat sehingga kontraksi aktin dan miosinnya juga terhambat. Hal ini yang
menyebabkan penderita menjadi lemas, tidak ada emosi dan menjadi pusing. Pada saat
mengalami letargi, penderita mungkin akan mengalami kebingung an yang disertai dengan
mengigau, tetapi masih mempunyai sedikit kemampuan untuk berkomunikasi.
Tingkat Kesadaran :
- Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
- Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu.
- Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian
terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
- Compos mentis : bereaksi secara adekuat
- Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa.
8
- Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan
pikirannya.
- Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
- Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran
dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu
atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
- Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang
menghindar (contoh menghindari tusukan).
- Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.
- Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa.
Hiponatremia adalah sebuah gangguan elektrolit (gangguan pada garam dalam darah) di
mana natrium di bawah 135 mEq / L. Sebagian besar kasus hiponatremia terjadi dalam hasil
orang dewasa dari jumlah berlebih atau efek dari hormon penahan air yang dikenal sebagai
hormon antidiuretik ADH.Hiponatremia disebabkan oleh kelebihan cairan maupun deplesi
natrium. Deplesi natrium mungkin terjadi akibat asupan yang tidak adekuat atau kehilangan
yang berlebihan. Hiponatremia bisa menyebabkan otot-otot menjadi kaku, kejang dan yang
paling parah adalah koma. Hiponatremia juga bisa terjadi pada penderita gagal jantung dan
sirosis hati saat volume darah meningkat. Selain itu, kondisi ini juga bisa dialami oleh
penderita ketidakstabilan hormon antidiuretik. Jika kekurangan natrium akan menyebabkan
volume darah menurun yang membuat tekanan darah menurun, denyut jantung meningkat,
pusing, kadang-kadang disertai kram otot, lemas, lelah, kehilangan selera makan, daya ingat
menurun, daya tahan terhadap infeksi menurun, luka sukar sembuh, gangguan penglihatan,
rambut tidak sehat dan terbelah ujungnya, serta terbentuknya bercak-bercak putih di kuku.
PENYEBAB Konsentrasi natrium darah menurun jika natrium telah dilarutkan oleh terlalu
banyaknya air dalam tubuh.Pengenceran natrium bisa terjadi pada orang yang minum air
dalam jumlah yang sangat banyak (seperti yang kadang terjadi pada kelainan psikis tertentu)
dan pada penderita yang dirawat di rumah sakit, yang menerima sejumlah besar cairan
intravena. Jumlah cairan yang masuk melebihi kemampuan ginjal untuk membuang
kelebihannya. Asupan cairan dalam jumlah yang lebih sedikit (kadang sebanyak 1L/hari),
bisa menyebabkan hiponatremia pada orang-orang yang ginjalnya tidak berfungsi dengan
baik, misalnya pada gagal ginjal. Hiponatremia juga sering terjadi pada penderita gagal
9
jantung dan sirosis hati, dimana volume darah meningkat.Pada keadaan tersebut, kenaikan
volume darah menyebabkan pengenceran natrium, meskipun jumlah natrium total dalam
tubuh biasanya meningkat juga. Hiponatremia terjadi pada orang-orang yang kelenjar
adrenalnya tidak berfungsi (penyakit Addison), dimana natrium dikeluarkan dalam jumlah
yang sangat banyak. Pembuangan natrium ke dalam air kemih disebabkan oleh kekurangan
hormon aldosteron. Penderita Syndrome of Inappropriate Secretion of Antidiuretik Hormone
(SIADH) memiliki konsentrasi natrium yang rendah karena kelenjar hipofisa di dasar otak
mengeluarkan terlalu banyak hormon antidiuretik. Hormon antidiuretik menyebabkan tubuh
menahan air dan melarutkan sejumlah natrium dalam darah.
GEJALA Beratnya gejala sebagian ditentukan oleh kecepatan menurunnya kadar natrium
darah. Jika kadar natrium menurun secara perlahan, gejala cenderung tidak parah dan tidak
muncul sampai kadar natrium benar-benar rendah.Jika kadar natrium menurun dengan cepat,
gejala yang timbul lebih parah dan meskipun penurunannya sedikit, tetapi gejala cenderung
timbul. Otak sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi natrium darah. Karena itu gejala
awal dari hiponatremia adalah letargi (keadaan kesadaran yang menurun seperti tidur lelap,
dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur kembali). Sejalan dengan makin
memburuknya hiponatremia, otot-otot menjadi kaku dan bisa terjadi kejang. Pada kasus yang
sangat berat, akan diikuti dengan stupor (penurunan kesadaran sebagian) dan koma.
PENGOBATAN Hiponatremia berat merupakan keadaan darurat yang memerlukan
pengobatan segera.
Cairan intravena diberikan untuk meningkatkan konsentrasi natrium darah secara perlahan.
Kenaikan konsentrasi yang terlalu cepat bisa mengakibatkan kerusakan otak yang menetap.
Asupan cairan diawasi dibatasi dan penyebab hiponatremia diatasi.Jika keadaannya
memburuk atau tidak menunjukkan perbaikan setelah dilakukannya pembatasan asupan
cairan, maka pada SIADH diberikan demeclocycline atau diuretik thiazide untuk mengurangi
efek hormon antidiuretik terhadap ginjal.
10