14
OSTEOPOROSIS DEFINISI Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Dengan kata lain osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan, kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang. PATOGENESIS

LI B22A

  • Upload
    balhum

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tutorial

Citation preview

Page 1: LI  B22A

OSTEOPOROSIS

DEFINISI

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous

berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu

penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai

gangguan mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat

menimbulkan kerapuhan tulang. Dengan kata lain osteoporosis adalah kelainan kerangka,

ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya

risiko patah tulang. Sedangkan, kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor,

yaitu densitas tulang dan kualitas tulang.

PATOGENESIS

         Dalam penyerapannya osteoklas melepas Transforming Growth Factor yang

merangsang aktivitas awal osteoblas dalam keadaan normal kuantitas dan kualitas

Page 2: LI  B22A

penyerapan tulang oleh osteoklas sama dengan kuantitas dan kualitas pembentukan tulang

baru oleh osteoklas. Pada osteoporosis penyerapan tulang lebih banyak dari pada

pembentukan baru

Klasifikasi

Osteoporosis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan

osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui

penyebabnya. Sedangkan, osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahi

penyebabnya. Osteoporosis primer dibagi menjadi dua, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Osteoporosis

tipe 1 disebut juga osteoporosis pasca menopause karena defisiensi estrogen akibat

menopause. Osteoporosis tipe 2 disebut juga osteoporosis tipe senilis karena gangguan

absorbsi kalsium. Berdasarkan penelitian terakhir, konsep itu berubah karena ternyata peran

estrogen juga menonjol pada osteoporosis tipe 2.

1. Osteoporosis Primer

Osteoporosis Primer tipe 1 (Osteoporosis Postmenopausal)

Osteoporosis tipe 1 disebabkan karena kekurangan hormon estrogen (hormon utama

pada wanita) yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.

Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai

Page 3: LI  B22A

muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama

untuk menderita osteoporosis pascamenopause, wanita kulit putih dan daerah timur lebih

mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. Setelah menopause, resorbsi

tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause sehingga insiden

fraktur terutama fraktur vertebra dan distal radius meningkat. Penurunan densitas tulang

terutama pada tulang trabekular karena memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat

dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda resorbsi tulang dan formasi tulang keduanya

meningkat menunjukkan bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi

berbagai produksi sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononklear seperti IL-

1, IL-6 dan TNF-ά yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian,

penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin

sehingga aktivitas osteoklas meningkat.

Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorbsi kalsium di usus

dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga menurunkan sintesis

berbagai protein yang membawa 1,25(OH)2D sehingga pemberian estrogen akan

meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D di dalam plasma. Tetapi pemberian estrogen

transdermal tidak akan meningkatkan sintesis protein tersebut karena estrogen transdermal

tidak diangkut melewati hati. Walaupun demikian, estrogen transdermal tetap dapat

meningkatkan absorbsi kalsium di usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk

mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause maka kadar PTH akan meningkat

pada wanita menopause sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause,

kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum dan hal ini disebabkan oleh

menurunnya kadar volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat sehingga

meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk

garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang

respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik. Walaupun terjadi peningkatan kadar

kalsium yang terikat albumin dan kalsium dalam garam kompleks, kadar ion kalsium tetap

sama dengan keadaan premenopausal.

Osteoporosis tipe 2

Osteoporosis pada orang tua baik laki-laki maupun perempuan. Demikian juga kadar

testosteron pada laki-laki. Defisiensi estrogen pada laki-laki juga berperan pada massa tulang.

Penurunan kadar estriol dibawah 40 pMol pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis.

Karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang

mendadak) maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah

Page 4: LI  B22A

terjadi. Falahati-Nini, dkk. menyatakan bahwa estrogen pada laki-laki berlangsung linier

sehingga terjadi penipisan trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula pada wanita

disebabkan karena peningkatan resorbsi yang berlebihan akibat penurunan kadar estrogen

yang drastis pada waktu menopause.

Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar

sex hormone binding globulin (SBHG) akan meningkat. Peningkatan SBHG akan

meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif. Laki-

laki yang menderita kanker prostat dan diterapi dengan antagonis androgen atau agonis

gonadotropin juga akan mengalami kehilangan massa tulang dan peningkatan risiko fraktur.

Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga berperan terhadap peningkatan

resorbsi tulang. Tetapi penurunan kadar androgen (DHEA dan DHEA-S) ternyata

menunjukkan hasil yang kontroversial terhadap penurunan massa tulang pada orang tua.

Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah

faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, imobiliasi lama dan obat-obatan). Dengan

bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan intrakortikal akan meningkat sehingga

kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang kortikal, misalnya pada femur proksimal.

Total permukaan tulang untuk remodelling tidak berubah dengan bertambahnya umur, hanya

berpindah dari tulang trabekular ke tulang kortikal. Pada laki-laki tua, peningkatan resorbsi

endokortikal tulang panjang akan diiikuti peningkatan formasi periosteal sehingga diameter

tulang panjang akan meningkat dan menurunkan risiko fraktur pada laki-laki tua. Risiko

fraktur yang juga harus diperhatikan adalah risiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua

dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,

gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin dan

tidak rata dan lain sebagainya. Pada umumnya, risiko terjatuh pada orang tua tidak

disebabkan oleh penyebab tunggal.

Page 5: LI  B22A

Patogenesis osteoporosis tipe 2 dan fraktur

2. Osteoporosis Sekunder

Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis. Kondisi osteoporosis sekunder ini sendiri

disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Bisa juga disebabkan oleh

kondisi medis seperti gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid

dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon

tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk

keadaan osteoporosis.

B. PENEGAKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang

menunjang terjadi osteoporosis, seperti:

Page 6: LI  B22A

a. Tinggi badan yang makin menurun

b. Obat-obat

c. Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium

d. Jumlah kehamilan dan menyusui

e. Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi

f. Apakah sering beraktivitas di luar rumah sehingga mendapat paparan matahari

g. Apakah sering minum susu dan asupan kalsium lainnya

h. Apakah sering merokok, minum alkohol

2. Pemeriksaan fisik

Penderita (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang terutama tulang

belakang, bungkuk dan sudah menopause.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Densitometer (Lunar)

Pemeriksaan ini menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry).

Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosis osteoporosis. Pemeriksaan

kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam

waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk wanita yang memiliki risiko tinggi

menderita osteoporosis, penderita yang diagnosisnya belum pasti, dan penderita yang

hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat.

2. Densitometer-USG.

Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit osteoporosis.

Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan

tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai

kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah

kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.

3. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx.

Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia

CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang

dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses

pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau

pengobatan menggunakan antiresorpsi oral. Proses pembentukan tulang dapat

diketahui dengan memeriksakan penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin

merupakan protein spesifik tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai

Page 7: LI  B22A

penanda biokimia pembentukan tualng dan juga untuk menentukan kecepatan

turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga

dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.

T-Score dan Z-Score:

Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur

untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok

kerja WHO (T-Score) yaitu :

Normal : densitas massa tulang di atas – 1 SD

Osteopenia : densitas massa tulang diantara – 1 SD dan - 2,5 SD

Osteoporosis : densitas massa tulang dibawah – 2,5 SD

Osteoporosis berat : densitas masa tulang dibawah -2.5 SD yang disertai

dengan fragility fracture

Untuk setiap SD penurunan pada BMD, terjadi peningkatan resiko patah tulang

sebanyak 1.5-3 kali. Penggunaan diagnosis T-Score ini sebaiknya tidak digunakan

pada wanita premenopause, pria dengan usia dibawah 50 tahun, dan anak-anak.

Z-Score merupakan perbandingan antara densitas tulang seseorang dengan nilai

rata rata dari orang yang berumur dan berjenis kelamin sama. Nilai Z-Score (dibawah

–2,0) merupakan pertanda bahwa seseorang mempunyai masa tulang yang lebih

sedikit daripada yang diharapkan pada orang yang berumur sama.

Page 8: LI  B22A

4. Radiologi

Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan

daerah trabekuler yag lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang – tulang vertebra

yang memberikan gambaran picture–frame vertebra.

D. TATALAKSANA

Farmakologi

Terapi siklik dengan penggantian pada esterogen, dianjurkan pemberiannya pada

masa peri-menopause.

Pemberian kalsitonin kepada penderita osteoporosis yang sudah terdiagnosis.

Penggunaan kalsium suplemental lebih pada pasien yang tidak memiliki batu ginjal.

Penambahan asupan vitamin D pada pasien yang mengalami defisiensi.

Pemberian biphosphonate

Rehabilitasi

Terapi dan rehabilitasi. Rasa nyeri yang dialami oleh pasien osteoporosis dapat

diatasi, selain dengan obat-obatan juga dengan terapi modalitas fisik (terapi panas,

terapi dingin, juga terapi relaksasi yang memosisikan tubuh secara tepat dan benar).

Pada nyeri kronis, perlu diterapkan modifikasi sehari-hari dan penggunaan alat bantu.

Pemakaian ortosis spinal. Alat ini, ortosis spinal di-gunakan untuk imobilitasi tulang

punggung. Ortose artinya tegak dan spinal artinya tulang belakang/tulang punggung.

Bentuknya seperti jaket dengan bahan kerangka besi. Bisa juga menggunakan

ortoplast yang dipasang pada tubuh dan bermanfaat memosisikan tubuh pada posisi

yang benar. Alat ini mengurangi posisi membungkuk, mencegah terjadinya patah

Page 9: LI  B22A

tulang, dan membantu menegakkan tubuh pada otot- otot tulang punggung yang

lemah.

Uji gangguan kestabilan. Pada usia lanjut, orang cenderung sering terjatuh. Ini

disebabkan ketidakstabilan ketika berjalan karena proses penuaan mengubah pola

jalan seseorang. Ketidakstabilan pada lansia disebabkan menurunnya input

proprioseptif (penerimaan rangsangan dari dalam tubuh sendiri), refleks yang

melambat, menurunnya kekuatan otot, dan lain-lain. Tindakan dalam hal mencegah

terjatuh, seyogianya memerhatikan faktor-faktor tersebut.

Edukasi

Menghindari mengangkat sesuatu/ barang yang berat 

Menghindari jatuh dengan menghindari lantai licin, alas kaki licin, tangga yang

curam, dan penerangan ruangan yang redup. Bila ada gangguan penglihatan harus

dikoreksi (misalnya dengan kacamata), penggunaan tongkat saat berjalan, penggunaan

pegangan tangan di kamar mandi, penggunaan kloset duduk.

Postur: menghindari postur yang bungkuk, harus tegak, dapat dibantu dengan korset.

Olahraga: awalnya tanpa beban kemudian bertahap diberikan beban sesuai toleransi. 

- Latihan pembebanan harus dalam pengawasan dokter SpKFR (Spesialis Kedokteran

Fisik dan Rehabilitasi) atau SpKO (Kedokteran Olahraga). 

- Latihan keseimbangan. 

- Latihan kelenturan

DAFTAR PUSTAKA

Appley AG,Solomon L.: Appleys System of Orthopaedics and Fractures. 8th Ed. Oxford. Butterworh-Heinemann. 2001,.105-116

Kemp, Walter, Burn, Dennis K, Brown, Travis G. The Big Picture McGraw-Hills. 2007

Kumar, Abbas, Fausto, Mitchelle. Robbins basic pathology. 8th ed. (http://emedicine.medscape.com/article/330598-workup#aw2aab6b5b3)

Rasjad Chairuddin, MD, Ph.D. Pengantar Ilmu bedah orthopedic. 3rd ed. Jakarta. Yarsif Watampone. 2007,.185-188

Robert B. Salter.. Generalized and Disseminate Disorder of Bone: Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Baltimore Lippincott Williams&Wilkins. 1999 ,. 183-193

Page 10: LI  B22A

Sherwood, Lauralee. Human Physiology From Cell to System. 7 th ed. Canada. Yolanda Cossio. 2010,.726-738

WEBMD, 2011. Osteoporosis-Medication. Available at: (http://www.webmd.com/ osteoporosis/tc/osteoporosis-medications17)