Upload
balhum
View
218
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tutorial
Citation preview
OSTEOPOROSIS
DEFINISI
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu
penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai
gangguan mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang. Dengan kata lain osteoporosis adalah kelainan kerangka,
ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya
risiko patah tulang. Sedangkan, kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor,
yaitu densitas tulang dan kualitas tulang.
PATOGENESIS
Dalam penyerapannya osteoklas melepas Transforming Growth Factor yang
merangsang aktivitas awal osteoblas dalam keadaan normal kuantitas dan kualitas
penyerapan tulang oleh osteoklas sama dengan kuantitas dan kualitas pembentukan tulang
baru oleh osteoklas. Pada osteoporosis penyerapan tulang lebih banyak dari pada
pembentukan baru
Klasifikasi
Osteoporosis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya. Sedangkan, osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahi
penyebabnya. Osteoporosis primer dibagi menjadi dua, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Osteoporosis
tipe 1 disebut juga osteoporosis pasca menopause karena defisiensi estrogen akibat
menopause. Osteoporosis tipe 2 disebut juga osteoporosis tipe senilis karena gangguan
absorbsi kalsium. Berdasarkan penelitian terakhir, konsep itu berubah karena ternyata peran
estrogen juga menonjol pada osteoporosis tipe 2.
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis Primer tipe 1 (Osteoporosis Postmenopausal)
Osteoporosis tipe 1 disebabkan karena kekurangan hormon estrogen (hormon utama
pada wanita) yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama
untuk menderita osteoporosis pascamenopause, wanita kulit putih dan daerah timur lebih
mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. Setelah menopause, resorbsi
tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause sehingga insiden
fraktur terutama fraktur vertebra dan distal radius meningkat. Penurunan densitas tulang
terutama pada tulang trabekular karena memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat
dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda resorbsi tulang dan formasi tulang keduanya
meningkat menunjukkan bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi
berbagai produksi sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononklear seperti IL-
1, IL-6 dan TNF-ά yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian,
penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin
sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorbsi kalsium di usus
dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga menurunkan sintesis
berbagai protein yang membawa 1,25(OH)2D sehingga pemberian estrogen akan
meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D di dalam plasma. Tetapi pemberian estrogen
transdermal tidak akan meningkatkan sintesis protein tersebut karena estrogen transdermal
tidak diangkut melewati hati. Walaupun demikian, estrogen transdermal tetap dapat
meningkatkan absorbsi kalsium di usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk
mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause maka kadar PTH akan meningkat
pada wanita menopause sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause,
kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum dan hal ini disebabkan oleh
menurunnya kadar volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat sehingga
meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk
garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang
respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik. Walaupun terjadi peningkatan kadar
kalsium yang terikat albumin dan kalsium dalam garam kompleks, kadar ion kalsium tetap
sama dengan keadaan premenopausal.
Osteoporosis tipe 2
Osteoporosis pada orang tua baik laki-laki maupun perempuan. Demikian juga kadar
testosteron pada laki-laki. Defisiensi estrogen pada laki-laki juga berperan pada massa tulang.
Penurunan kadar estriol dibawah 40 pMol pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis.
Karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang
mendadak) maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah
terjadi. Falahati-Nini, dkk. menyatakan bahwa estrogen pada laki-laki berlangsung linier
sehingga terjadi penipisan trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula pada wanita
disebabkan karena peningkatan resorbsi yang berlebihan akibat penurunan kadar estrogen
yang drastis pada waktu menopause.
Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar
sex hormone binding globulin (SBHG) akan meningkat. Peningkatan SBHG akan
meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif. Laki-
laki yang menderita kanker prostat dan diterapi dengan antagonis androgen atau agonis
gonadotropin juga akan mengalami kehilangan massa tulang dan peningkatan risiko fraktur.
Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga berperan terhadap peningkatan
resorbsi tulang. Tetapi penurunan kadar androgen (DHEA dan DHEA-S) ternyata
menunjukkan hasil yang kontroversial terhadap penurunan massa tulang pada orang tua.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah
faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, imobiliasi lama dan obat-obatan). Dengan
bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan intrakortikal akan meningkat sehingga
kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang kortikal, misalnya pada femur proksimal.
Total permukaan tulang untuk remodelling tidak berubah dengan bertambahnya umur, hanya
berpindah dari tulang trabekular ke tulang kortikal. Pada laki-laki tua, peningkatan resorbsi
endokortikal tulang panjang akan diiikuti peningkatan formasi periosteal sehingga diameter
tulang panjang akan meningkat dan menurunkan risiko fraktur pada laki-laki tua. Risiko
fraktur yang juga harus diperhatikan adalah risiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin dan
tidak rata dan lain sebagainya. Pada umumnya, risiko terjatuh pada orang tua tidak
disebabkan oleh penyebab tunggal.
Patogenesis osteoporosis tipe 2 dan fraktur
2. Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis. Kondisi osteoporosis sekunder ini sendiri
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Bisa juga disebabkan oleh
kondisi medis seperti gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid
dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon
tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk
keadaan osteoporosis.
B. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang
menunjang terjadi osteoporosis, seperti:
a. Tinggi badan yang makin menurun
b. Obat-obat
c. Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium
d. Jumlah kehamilan dan menyusui
e. Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi
f. Apakah sering beraktivitas di luar rumah sehingga mendapat paparan matahari
g. Apakah sering minum susu dan asupan kalsium lainnya
h. Apakah sering merokok, minum alkohol
2. Pemeriksaan fisik
Penderita (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang terutama tulang
belakang, bungkuk dan sudah menopause.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Densitometer (Lunar)
Pemeriksaan ini menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry).
Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosis osteoporosis. Pemeriksaan
kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam
waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk wanita yang memiliki risiko tinggi
menderita osteoporosis, penderita yang diagnosisnya belum pasti, dan penderita yang
hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat.
2. Densitometer-USG.
Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit osteoporosis.
Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan
tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai
kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah
kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.
3. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx.
Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia
CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang
dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses
pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau
pengobatan menggunakan antiresorpsi oral. Proses pembentukan tulang dapat
diketahui dengan memeriksakan penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin
merupakan protein spesifik tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai
penanda biokimia pembentukan tualng dan juga untuk menentukan kecepatan
turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga
dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.
T-Score dan Z-Score:
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur
untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok
kerja WHO (T-Score) yaitu :
Normal : densitas massa tulang di atas – 1 SD
Osteopenia : densitas massa tulang diantara – 1 SD dan - 2,5 SD
Osteoporosis : densitas massa tulang dibawah – 2,5 SD
Osteoporosis berat : densitas masa tulang dibawah -2.5 SD yang disertai
dengan fragility fracture
Untuk setiap SD penurunan pada BMD, terjadi peningkatan resiko patah tulang
sebanyak 1.5-3 kali. Penggunaan diagnosis T-Score ini sebaiknya tidak digunakan
pada wanita premenopause, pria dengan usia dibawah 50 tahun, dan anak-anak.
Z-Score merupakan perbandingan antara densitas tulang seseorang dengan nilai
rata rata dari orang yang berumur dan berjenis kelamin sama. Nilai Z-Score (dibawah
–2,0) merupakan pertanda bahwa seseorang mempunyai masa tulang yang lebih
sedikit daripada yang diharapkan pada orang yang berumur sama.
4. Radiologi
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekuler yag lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang – tulang vertebra
yang memberikan gambaran picture–frame vertebra.
D. TATALAKSANA
Farmakologi
Terapi siklik dengan penggantian pada esterogen, dianjurkan pemberiannya pada
masa peri-menopause.
Pemberian kalsitonin kepada penderita osteoporosis yang sudah terdiagnosis.
Penggunaan kalsium suplemental lebih pada pasien yang tidak memiliki batu ginjal.
Penambahan asupan vitamin D pada pasien yang mengalami defisiensi.
Pemberian biphosphonate
Rehabilitasi
Terapi dan rehabilitasi. Rasa nyeri yang dialami oleh pasien osteoporosis dapat
diatasi, selain dengan obat-obatan juga dengan terapi modalitas fisik (terapi panas,
terapi dingin, juga terapi relaksasi yang memosisikan tubuh secara tepat dan benar).
Pada nyeri kronis, perlu diterapkan modifikasi sehari-hari dan penggunaan alat bantu.
Pemakaian ortosis spinal. Alat ini, ortosis spinal di-gunakan untuk imobilitasi tulang
punggung. Ortose artinya tegak dan spinal artinya tulang belakang/tulang punggung.
Bentuknya seperti jaket dengan bahan kerangka besi. Bisa juga menggunakan
ortoplast yang dipasang pada tubuh dan bermanfaat memosisikan tubuh pada posisi
yang benar. Alat ini mengurangi posisi membungkuk, mencegah terjadinya patah
tulang, dan membantu menegakkan tubuh pada otot- otot tulang punggung yang
lemah.
Uji gangguan kestabilan. Pada usia lanjut, orang cenderung sering terjatuh. Ini
disebabkan ketidakstabilan ketika berjalan karena proses penuaan mengubah pola
jalan seseorang. Ketidakstabilan pada lansia disebabkan menurunnya input
proprioseptif (penerimaan rangsangan dari dalam tubuh sendiri), refleks yang
melambat, menurunnya kekuatan otot, dan lain-lain. Tindakan dalam hal mencegah
terjatuh, seyogianya memerhatikan faktor-faktor tersebut.
Edukasi
Menghindari mengangkat sesuatu/ barang yang berat
Menghindari jatuh dengan menghindari lantai licin, alas kaki licin, tangga yang
curam, dan penerangan ruangan yang redup. Bila ada gangguan penglihatan harus
dikoreksi (misalnya dengan kacamata), penggunaan tongkat saat berjalan, penggunaan
pegangan tangan di kamar mandi, penggunaan kloset duduk.
Postur: menghindari postur yang bungkuk, harus tegak, dapat dibantu dengan korset.
Olahraga: awalnya tanpa beban kemudian bertahap diberikan beban sesuai toleransi.
- Latihan pembebanan harus dalam pengawasan dokter SpKFR (Spesialis Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi) atau SpKO (Kedokteran Olahraga).
- Latihan keseimbangan.
- Latihan kelenturan
DAFTAR PUSTAKA
Appley AG,Solomon L.: Appleys System of Orthopaedics and Fractures. 8th Ed. Oxford. Butterworh-Heinemann. 2001,.105-116
Kemp, Walter, Burn, Dennis K, Brown, Travis G. The Big Picture McGraw-Hills. 2007
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchelle. Robbins basic pathology. 8th ed. (http://emedicine.medscape.com/article/330598-workup#aw2aab6b5b3)
Rasjad Chairuddin, MD, Ph.D. Pengantar Ilmu bedah orthopedic. 3rd ed. Jakarta. Yarsif Watampone. 2007,.185-188
Robert B. Salter.. Generalized and Disseminate Disorder of Bone: Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Baltimore Lippincott Williams&Wilkins. 1999 ,. 183-193
Sherwood, Lauralee. Human Physiology From Cell to System. 7 th ed. Canada. Yolanda Cossio. 2010,.726-738
WEBMD, 2011. Osteoporosis-Medication. Available at: (http://www.webmd.com/ osteoporosis/tc/osteoporosis-medications17)