Upload
phungthu
View
238
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT AVENTIS PHARMA
JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA
PERIODE 5 MARET – 30 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
VERIKA ASTRIANA KARTIKA, S. Farm
1306344362
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT AVENTIS PHARMA
JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA
PERIODE 5 MARET – 30 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
VERIKA ASTRIANA KARTIKA, S. Farm
1306344362
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
iii Universitas Indonesia
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi yang saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme,saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas
Indonesia kepada saya.
Depok, 3 Juli 2014
Verika Astriana Kartika
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
iv Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Verika Astriana Kartika
NPM : 1306344362
Tanda Tangan :
Tanggal : 3 Juli 2014
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
v Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
vi Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
anugerah-Nya sehingga saya dapat melaksanakan dan menyelesaikan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Aventis Pharma periode 5 Maret – 30 April
2014. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
saya sangat sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya hendak
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
membimbing, yaitu kepada :
1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt, sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas
izin dankesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan
Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt, sebagai Ketua Program Profesi Apoteker
dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan
bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek
Kerja Profesi Apoteker.
3. Kurnia Sari Setio Putri M. Farm., Apt. selaku pembimbing yang telah
dengan tulus dan sabar dalam membimbing, memberikan dukungan,
memberikan perhatian, selama PKPA dan selama penulisan laporan
Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
4. Bapak Rajesh Kamat, sebagai Head of Industrial Affais PT Aventis
Pharma atas izin dan kesempatan yang telah diberikan sehingga
terlaksananya Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma.
5. Ibu Dra. Yeni Suciani, Apt, sebagai Head of Industrial Quality and
Compliance (IQC) atas bimbingan, kesempatan, dan fasilitas yang telah
diberikan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT
Aventis Pharma.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
vii Universitas Indonesia
6. Seluruh karyawan di bagian Quality Assurance dan Quality Control (Kak
Resty, Ibu Nurikah, Mba Asih, Mba Dyah, Kak Viden, Mba Wiwin, Mba
Rosi, Pak Makmurani, Kak Dasep, Kak Hafid, Pak Yusuf, Yogi, Mas
Bambang, Kak Syandi, Kak Cory) atas ilmu, arahan, bantuan, kerja sama,
dan bimbingan yang telah diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja
Profesi Apoteker ini.
7. Seluruh staff dan karyawan PT Aventis Pharma Jakarta (IQC, TSD, HSE,
Produksi, Warehouse) yang telah memberikan informasi yang sangat
berguna sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
8. Seluruh staff pengajar dan Tata Usaha Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan di
Program Profesi Apoteker.
9. Keluarga penulis dan Steven Sastradi yang selalu memberikan dukungan,
perhatian, doa, kasih sayang yang tak ternilai.
10. Seluruh rekan-rekan Apoteker Universitas Indonesia angkatan LXXVIII
yang saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan
pelaksanaan PKPA.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atassegala
bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsungkepadapenulis
selama Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tidak ada yang penulis
harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada
khususnya.
Penulis
2014
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
viii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Verika Astriana Kartika
NPM : 1306344362
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis Karya : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Free
Right) atas laporan saya yang berjudul:
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Aventis Pharma,
Jl. Jend. A. Yani Pulo Mas, Jakarta Periode 5 Maret – 30 April 2014
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemiliki Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 3 Juli 2014
Yang menyatakan
(Verika Astriana Kartika)
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
ix Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Verika Astriana Kartika
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma Jl.
Jend. A. Yani, Pulomas JakartaPeriode 5 Maret – 30 April 2014
Hidup layak dan sehat merupakan salah satu hak seluruh warga Negara Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan sehat tersebut maka diselenggarakan berbagai
macam pelayanan kesehatan dengan cara memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan
masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009). Semua obat-obatan yang
beredar harus dapat dijamin keamanan, khasiat, kualitas dan harga yang
terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman yang
meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang
dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan yaitu Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Salah satu aspek dalam CPOB yaitu
personalia, yang merupakan sumber daya manusia sangat penting dalam
pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan
pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab
untuk menyediakan personil yang terkualifikasi, memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di
industri farmasi. Farmasis sebagai personil yang profesional harus memahami
penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan dan keterampilan, baik yang
berhubungan dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan. Dilatar belakangi oleh
hal tersebut, maka seorang calon Apoteker harus memahami tanggung jawab
profesinya serta dapat mengimplementasikan secara nyata. Oleh karena itu,
Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia mengadakan
kerjasama dengan PT Aventis Pharma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri
farmasi bagi para calon Apoteker. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dijalankan
dari periode 5 Maret – 30 April 2014. PT Aventis Pharma Indonesia secara umum
telah menerapkan CPOB dengan baik dan mengacu pada Aventis Global Standard
untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan
Kata Kunci : Apoteker, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Praktik
Kerja Profesi Apoteker, PT. Aventis Pharma.
Halaman : xiv + 179 halaman (13 tables, 10 appendices)
Daftar pustaka : 55 (2002-2014)
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
x Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Verika Astriana Kartika
Study Program: Apothecary Profession
Title : Apothecary Profession Internship at PT Aventis Pharma JL. Jend.
A. Yani, Pulomas Jakarta on 5 March - 30 April 2014
Decent and healthy life is one of the rights of all citizens of Indonesia. To meet
the health needs of the wide range of health services organized in a way to
maintain and promote health, prevent and cure diseases, and restore the health of
the community (the President of the Republic of Indonesia, 2009). All the drugs in
circulation should be guaranteed safety, efficacy, quality and affordable price by
the community. Therefore, we need a guideline that covers all aspects of
production and quality control so that each drug produced always complied with
the established quality of Good Manufacturing Practice (GMP). One of the
aspects of the GMP is personnel, which is the human resource is very important in
the formation and implementation of the quality assurance system that is
satisfactory and correct drug manufacturing. Therefore, the pharmaceutical
industry is responsible for providing qualified personnel, has sufficient knowledge
and skills to carry out their duties and responsibilities in the pharmaceutical
industry. Pharmacists as professional personnel must understand the application of
GMP in addition to the knowledge and skills, both associated with the pharmacy
or leadership. Background by this, then a candidate for Pharmacists must
understand the responsibility of the profession as well as to implement in practice.
Therefore, Pharmacist Professional Program, Faculty of Pharmacy, University of
Indonesia entered into a collaboration with PT Aventis Pharma in organizing
Practice Pharmacist in order to be a learning tool in the pharmaceutical industry
for the prospective pharmacist. Pharmacist Professional Practice is run from the
period March 5th to April 30
th 2014 Indonesia PT Aventis Pharma has
implemented GMP generally well and refer to Aventis Global Standard to ensure
the quality of products produced
Key words : Apothecary, Apothecary Profession Internship, Good
Manufacturing Practice (GMP), PT. Aventis Pharma.
Pages : xiv + 179 pages (13 tables, 10 appendices)
Bibliography : 55 (2002-2014)
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
xi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. viii
ABSTRAK ........................................................................................................ ix
ABSTRACT ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Industri Farmasi ..................................................................................... 3
2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi ................................................. 4
2.1.2 Kewajiban Industri Farmasi yang Mendapatkan Izin Usaha
Industri .......................................................................................... 4
2.1.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ......................................... 5
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ............................................. 5
2.2.1 Manajemen Mutu ........................................................................... 7
2.2.2 Personalia ...................................................................................... 8
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas .................................................................. 9
2.2.4 Peralatan ...................................................................................... 10
2.2.5 Sanitasi dan Higiene .................................................................... 11
2.2.6 Produksi ...................................................................................... 12
2.2.7 Pengawasan Mutu ........................................................................ 16
2.2.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit dan Persetujuan
Pemasok ...................................................................................... 16
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali
Produk ......................................................................................... 17
2.2.10 Dokumentasi ............................................................................... 17
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ............................ 18
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi .............................................................. 19
BAB 3. TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA ................................. 21 3.1 Sejarah PT Aventis Pharma ................................................................. 21
3.2 Visi dan Misi PT Aventis Pharma ....................................................... 22
3.2.1 Visi PT Aventis Pharma ............................................................... 22
3.2.2 Misi PT Aventis Pharma .............................................................. 22
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
xii Universitas Indonesia
3.3 Lokasi dan Sarana Produksi ................................................................ 22
3.4 Karyawan Sanofi Group Indonesia ...................................................... 23
3.5 Struktur Sanofi Group Indonesia ......................................................... 24
3.6 Produk PT Aventis Pharma ................................................................. 24
BAB 4. TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS ................. 27 4.1 Industrial Quality and Compliance Department .................................... 27
4.2 Production Department ....................................................................... 62
4.3 Technical Services Department ........................................................... 71
4.4 Health, Safety, and Environment Department ...................................... 79
4.5 Plant Logistics Department ................................................................. 90
4.6 Procurement Department .................................................................. 103
BAB 5. PEMBAHASAN ............................................................................... 105
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 126
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 126
6.2 Saran .................................................................................................. 127
DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 128
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT Aventis Pharma ........................................... 131
Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan
purified water MilliQ plus ................................................................. 132
Tabel 3. Jenis – jenis Air Handling Unit ......................................................... 133
Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band (OEB) ............................... 134
Tabel 5. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB ................... 134
Tabel 6. Parameter baku mutu air kategori D................................................. 135
Tabel 7. Karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian
terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar ............................ 135
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi Sanofi Group Indonesia ............................... 136
Lampiran 2. Struktur organisasi Industrial Affairs .......................................... 137
Lampiran 3. Struktur organisasi Departemen Industrial Quality and
Compliance ............................................................................... 138
Lampiran 4. Diagram pengambilan keputusan terhadap hasil di luar
spesifikasi .................................................................................. 139
Lampiran 5. Alur pemeriksaan bahan baku .................................................... 140
Lampiran 6. Persyaratan jumlah bakteri, total koliform, dan koliform tinja
pada masing – masing jenis air .................................................. 141
Lampiran 7. Denah warehouse ....................................................................... 142
Lampiran 8. Perbedaan antara CPOB dengan implementasi di PT Aventis
Pharma ...................................................................................... 143
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hidup layak dan sehat merupakan salah satu hak seluruh warga Negara
Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan sehat tersebut maka diselenggarakan
berbagai macam pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilakukan dengan memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan masyarakat (Presiden
Republik Indonesia, 2009). Penyediaan obat adalah kewajiban Pemerintah,
institusi pelayanan kesehatan baik publik dan swasta.
Semua obat-obatan yang beredar harus dapat dijamin keamanan, khasiat,
kualitas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan
suatu pedoman yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu
sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah
ditetapkan. Pedoman dalam pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia
yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya adalah
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB menyangkut keseluruhan aspek
produksi dan pengendalian mutu. Semua industri farmasi harus menerapkan
CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat
(BadanPengawas ObatdanMakanan, 2012).
Salah satu aspek dalam CPOB yaitu personalia, yang merupakan sumber
daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian
mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri
farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi,
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya di industri farmasi. Farmasis sebagai personil yang
profesional harus memahami penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan
dan keterampilan, baik yang berhubungan dengan kefarmasian ataupun
kepemimpinan.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Seorang apoteke rmerupakan kunci dalam penerapan segala aspek yang
tercantum dalam CPOB. Berdasarkan CPOB, seorang Apoteker dibutuhkan dalam
bidang produksi dan penjaminan mutu. Apoteker tidak hanya membutuhkan
pengetahuan teoritis, tetapi juga pengalaman langsung di lapangan. Untuk
mewujudkan hal tersebut dijalin kerjasama dengan industri farmasi untuk
menyelenggarakan praktek kerja apoteker dengan perguruan tinggi dengan
harapan lulusan apoteker memiliki pengalaman dan ketrampilan dasar di bidang
industri farmasi.
Dilatar belakangi oleh hal tersebut, maka seorang calon Apoteker harus
memahami tanggung jawab profesinya serta dapat mengimplementasikan secara
nyata. Pemahaman awal yang didapatkan dari teori sebelumnya dapat diperoleh
melalui sebuah praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu, Program
Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia mengadakan
kerjasama dengan PT Aventis Pharma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri
farmasi bagi para calon Apoteker. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dijalankan
dari periode 5 Maret – 30 April 2014.
1.2. Tujuan
Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT
Aventis Pharma sebagai berikut :
a. Membandingkan penerapan ketentuan CPOB dengan implementasi di
Industri Farmasi, khususnyapada PT Aventis Pharma.
b. Membekali calon apoteker dengan wawasan, pengetahuan dan
keterampilan, serta memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di
industri Farmasi mengenai seluruh aspek yang berhubungan dengan
produksi, pemastian mutu dan pengawasan mutu sesuai pedoman CPOB,
sehingga dapat menghasilkan calon-calon apoteker yang siap memasuki
dunia kerja profesinya.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri farmasi
Berdasarkan Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang
tercantum pada peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012, industri farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat didefinisikan sebagai bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk memengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan
kontrasepsi untuk manusia, sedangkan bahan obat adalah bahan baik yang
berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat
dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012).
Industri farmasi yang akan memproduksi obat wajib memiliki izin usaha
dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Izin usaha industri farmasi diberikan
kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB
(Cara Pembuatan Obat yang Baik). Sebelum mendapatkan izin usaha industri
farmasi, pemohon harus melalui tahap persetujuan prinsipyang diajukan kepada
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan
kepada Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, jika pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman
Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang telah
mendapatkan surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang
menyelenggarakan urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan
persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan. Persetujuan prinsip ini diberikan
paling lama dalam waktu 14 hari kerja setelah permohonan. Persetujuan prinsip
ini diberikan kepada industri farmasi untuk melakukan persiapan-persiapan dan
usaha pembangunan, pengadaan, dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan
prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya
kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. Bagi industri farmasi yang
melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak
memerlukan izin perluasan (Daris, A., 2012).
Izinusaha industri farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya
selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi dan memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan dalam surat
keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/1990.
2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi
Usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT),
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat,
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
d. Memiliki secara tetap paling sedikit tiga orang apoteker warga negara
Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian
mutu,produksi, dan pengawasan mutu,
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak
langsungdalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
2.1.2 Kewajiban Industri Farmasi yang Mendapatkan Izin Usaha Industri
Industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri wajib :
a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya
yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat
atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam satu tahun. Laporan
industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI dengan tembusan kepada Kepala
Badan. Laporan dapat dilaporkan secara elektronik.
b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta
pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup
akibat kegiatan industri farmasi yang dilakukannya.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan
baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk
pengangkutannya dan keselamatan kerja.
d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku
bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk
melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi.
2.1.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dengan alasan:
a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri
Farmasimelakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi;
dan atau
b. Perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan; dan atau
c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi
tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut tigakali
atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau
d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi
melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih
dahulu dari Menteri Kesehatan; dan atau
e. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi
dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku atau obat palsu; dan atau
f. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang
ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan.
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB dibuat bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk
memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang
dikehendaki. Bila perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa
standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Selain itu, CPOB
merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan
obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk
yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai tujuan
penggunaan poduk disamping persyaratan lainnya. Industri Farmasi perlu
menerapkan CPOB karena CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang
memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk
mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya dan
dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produksi.
Mutu merupakan hal yang terpenting dalam proses pembuatan obat. Mutu
obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, prosesproduksi, dan
pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personilyang terlibat
dalam proses pembuatan obat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya
mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, tetapi obat dibuat dalam
kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.
Ruang lingkup CPOB 2012 meliputi :
1. Manajemen mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit dan Persetujuan Pemasok
9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Produk
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
2.2.1 Manajemen Mutu
Manajemen mutu (Quality Management) merupakan suatu upaya yang
dilakukan oleh industri farmasi untuk memastikan bahwa seluruh aspek yang
berkenaan dengan produksi obat memenuhi pedoman yang berlaku, yaitu Cara
Pembuatan Obat yang Baik agar produk obat yang dihasilkannya memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan efikasi secara reprodusibel dan konsisten.
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan dibentuknya “Kebijakan Mutu” (Quality
Policy) yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari seluruh jajaran di semua
departemen dalam perusahaan, pemasok dan distributor. Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu
yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta
menginkorporasi CPOB termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Resiko
Mutu (MRM).
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya; dan
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat
yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat
dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB
ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan
pengembangan produk. CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang
memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai
standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam
izin edar dan spesifikasi produk. Sedangkan pengawasan mutu merupakan bagian
dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan
pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan
bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan, serta produk yang belum
diluluskan tidak dijual atau dipasok, sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan
memenuhi syarat. Selain itu dalam manajemen mutu juga dijelaskan mengenai
manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal
ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif (Badan Pengawas
Obat dan Makanan, 2012).
2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higieneyang berkaitan
dengan pekerjaannya.
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan
berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah
tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko
terhadap mutu obat.Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas
spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah
dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan
kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang
memadai.Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun
tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Personil kunci dalam industri farmasi terdiri dari kepala bagian
produksi,kepala bagian pengawas mutu, dan kepala bagian pemastian mutu. Posisi
personil kunci dalam industri farmasi dirancang sedemikian rupa sehingga bagian
produksi, bagian pengawasan mutu, maupun bagian pemastian mutu dipimpin
oleh orang yang berlainan dan tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
lain (independen). Masing-masing personil kunci hendaklah diberi wewenang
penuh dan sarana cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya
secara efektif. Personil kunci tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar
organisasi pabrikyang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya
atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial.
Kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu
hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh
pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang
tersebut (produksi / pengawasan mutu / pemastian mutu), dan keterampilan
manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara
profesional.Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan
pemastian mutu memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua
aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan Badan POM
mencakup:
a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen.
b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat.
c. Higiene pabrik.
d. Validasi proses.
e. Pelatihan.
f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan.
g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak.
h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk.
i. Penyimpanan catatan.
j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB.
k. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampeluntukpemantauan faktor
yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2012).
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki
desain,konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan
dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko
terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat.
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah
dan air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan
tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap
pencemaran tersebut.
Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi, dan
dirawat sedemikian rupa agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap
pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah, serta masuk dan bersarang serangga,
burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur
untuk pengendalian binatang pengerat dan hama (pest control).
Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area
penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat
dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur
dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas
hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu
obat pasokan.
Adapun kegiatan-kegiatan yang hendaknya dilakukan di area yang
ditentukan antara lain penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan
bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau
produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan
produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh
pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu (Badan
Pengawas Obat dan Makanan 2012).
2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari betskebets, dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya
berdampak buruk pada mutu produk.
Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah
sesuai dengan penggunaan di produksi atau pengujian obat dan apakah terbuat
dari material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya.
Permukaanperalatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau
produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat
mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta
disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan
hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran.
Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan
hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode
yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah
disimpan.
Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak
melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh
digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus
yang tidak melepaskan serat.
Pipa air suling, air deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi
hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi
rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.5 Sanitasi dan higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui
suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap
berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah
mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene, dan
pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara
ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan.
Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara
luas selama sesi pelatihan.
Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.
Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua
personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan
tingkat higiene perorangan yang tinggi.
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan
dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.Hendaklah ada
prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta
menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan
pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan.
Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. Segala praktek tidak higienis di area
pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu
produk, hendaklah dilarang.Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi
dan dievaluasi secara berkalaagar cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan
(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yangsenantiasa menjamin produk
yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan
izin edar. Adapun aspek produksi yang diatur pada CPOB meliputi:
a. Bahan awal
Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui
dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan, langsung dari
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
produsen. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang
kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, dan kemungkinan adanya
kerusakan bahan dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari
pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan
diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu.Label yang
menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan hanya oleh personil yang
ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu.
b. Validasi proses
Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan
peralatan atau bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau
reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi.
c. Pencegahan pencemaran silang
Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu,
gas, uap, percikan, atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses,
dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko
pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Di
antara pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan
sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon
tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling
terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yangdiberikan
dalam dosis besar dan/atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang
panjang.
d. Sistem penomoran bets/lot
Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran
bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara,
produk ruahan, atau produk jadi dapat diidentifikasi.
e. Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus
produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
f. Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan
yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan
benar dan direkonsiliasi.
g. Operasi pengolahanproduk antara dan produk ruahan
Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur
tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan.
h. Bahan dan produk kering
Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang
terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus
hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan, serta penggunaan sarana dan
peralatan. Apabila layak, hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau
metode lain yang sesuai.
i. Produk cair, krim, dan salep (nonsteril)
Produk cair, krim, dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap
mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan
khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Untuk melindungi produk
terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan
transfer.
j. Bahan pengemas
Pengadaan, penanganan, dan pengawasan bahan pengemas primer dan
bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yangsama
seperti terhadap bahan awal. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas
primer hendaklah diberi nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan
identitasnya.
k. Kegiatan pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian
yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang
dikemas.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
l. Pengawasan selama proses
Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis
yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian, atau pemeriksaan yang harus
dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai
dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian pemastian mutu
(manajemen mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk
memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin
menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalamproses.
m. Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan
disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau produk tersebut
hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah
ulang atau dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih dulu
disetujui oleh kepala bagian pemastian mutu dan dicatat.
n. Karantina dan penyerahan produk jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk
diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk
memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi
yang ditentukan.
o. Catatan pengendalian pengiriman obat
Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan
produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu.Penyimpangan terhadap
konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO) hendaklah hanya
diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan
manajemen yang bertanggung jawab.
p. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan,
dan produk jadi
Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk
mencegah risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan
pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan
kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
hendaklah disediakan.Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai
dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.7 Pengawasan mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua
kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel,
pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk
jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan,
pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan
memperbaharuispesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.8 Inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas
yangkompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara
objektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin. Di samping itu, pada situasi
khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi
penolakan yang berulang, semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan
dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi
pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau suatu tim yang dibentuk
khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
Kepala bagian pemastian mutu (manajemen mutu) hendaklah bertanggung
jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang
dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah
menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.9 Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti, sesuai dengan prosedur tertulis.
Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem,
bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat
dari peredaran secara cepat dan efektif.
Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan
dievaluasidengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan
dibuatkan laporan. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah
diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang
merugikan.Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, daluwarsa, masalah
keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan
sehinggamenimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat
yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan,
menyelidiki, dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah
obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan (Badan Pengawas
Obat dan Makanan, 2012).
2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena
hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, serta laporan dan
catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan
dokumen adalah sangat penting. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji,
dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani,
dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Dokumen
hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu
dokumen direvisi, hendaklah dijalankansuatu sistem untuk menghindarkan
penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui, dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara
jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pemastian mutu
(manajemen mutu).
Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah
sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak yang dibuat
hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari
penerimakontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus
diberikanoleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) pemberi kontrak
(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
2.2.12 Kualifikasi dan validasi
CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan
di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis
dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan
dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk divalidasi. Pendekatan dengan
kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana
Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen
yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data
sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi;
ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format
dokumen; format protokol dan laporan validasi; perencanaan dan jadwal
pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.
Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.
Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol
validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap
penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap
perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah
didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.Kualifikasi terdiri dari
kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi
kinerja. Sedangkan validasi terdiri dari validasi proses, validasi pembersihan,
validasi metode analisis, dan validasi ulang (Badan Pengawas Obat dan Makanan,
2012).
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
21 Universitas Indonesia
BAB III
TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA
3.1 Sejarah PT Aventis Pharma
Sebagai suatu perusahaan farmasi bertaraf global, PT Aventis Pharma
terbentuk karena hasil penggabungan/merger antara dua perusahaan besar kimia-
farmasi yaitu PT Rhone Poulenc dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia.
PT Hoechst Marion Roussel Indonesia berasal dari Hoechst Indonesia yang
berdiri pada tahun 1956 dan merupakan pendahulu dari PT Aventis Pharma.
Kemudian, PT Hoechst Indonesia melakukan pengembangan menjadi PT
Hoechst Pharmaceutical Indonesia pada tahun 1969. Kemudian tahun 1972,
dilakukan produksi tablet Novalgin untuk pertama kalinya.
Pada tahun 1996 Hoechst Pharmaceutical Indonesia mengakuisisi Marion
Merrel Dow, yaitu suatu perusahaan farmasi Amerika Serikat dan bersamaan
dengan itu Hoechst AG mendirikan perusahaan divisi farmasinya, yaitu Hoechst
Marion Roussel Indonesia. Oleh karena perubahan tersebut, setahun kemudian
PT HPI melakukan perubahan nama menjadi PT Hoechst Marion Roussel
Indonesia. Akhir tahun1999, PT Hoechst Marion Roussel Indonesia bergabung
dengan PT Rhone-Poulenc Rorer, suatu perusahaan kimia-farmasi asal Perancis,
membentuk Aventis SA (Holdingcompany) yang berkedudukan di Strassbourg,
Perancis. Aventis SA mempunyai anak-anak perusahaan baru, antara lain Aventis
Pharma AG yang berkedudukan di Frankfrut, Jerman. Di Indonesia,
penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel Indonesia dengan PT Rhone-
Poulenc Rorer diresmikan pada tahun 2001dengan nama PT Aventis Pharma.
Pada bulan Mei tahun 2007, PT Aventis Pharma mendapatkan sertifikat ISO
14000 dan OHSAS 18001. Pada tahun 2007 dari bulan Januari sampai Maret
2010, PT Aventis Pharma mendapatkan sertifikasi TGA. Setelah bergabung
dengan Sanofi Synthelabo di tahun 2004, nama perusahaan berubah menjadi
Sanofi-Aventis, untuk kemudian berubah lagi menjadi Sanofi di tahun 2011.
Sanofi Group Indonesia terdiri atas 2 (dua) badan hukum yaitu : PT Aventis
Pharma dan PT Sanofi Indonesia.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
3.2 Visi danMisiPT Aventis Pharma (Sanofi Aventis, 2012)
3.2.1 Visi PT Aventis Pharma
Visi PT Aventis Pharma adalah menjadi perusahaan terkemuka yang
didorong oleh inovasi, mampun memanfaatkan kesempatan-kesempatan dalam
bidang ilmu kehidupan (LifeSciences) yang tengah berkembang pesat saat ini,
bertekad untuk berperan utama dalam peningkatan kualitas kehidupan manusia
dan turut bersumbangsih kepada pembangunan dunia, khususnya dengan
mengatasi dan menangani berbagai penyakit melalui teknik diagnosa, terapi
vaksin, dan cara pengobatan yang inovatif.
3.2.2 Misi PT Aventis Pharma
Misi PT Aventis Pharma yaitu menjadi perusahaan farmasi global yang
memiliki tekad untuk memberi arti bagi para pasien, pemilik saham, karyawan,
dan masyarakat luas dengan menemukan, mengembangkan, dan memasarkan
produk-produk farmasi inovatif yang dapat memenuhi kebutuhan medis yang
belum teratasi serta menuju pelayanan kesehatan dengan biaya lebih rendah.
Perusahaan juga mempunyai tekad untuk menjadi pemimpin dalam era ketika
perubahan-perubahan terjadi dengan cepat diindustri ini.
3.3 Lokasi dan Sarana Produksi (Sanofi Aventis, 2012)
PT Aventis Pharma Site berlokasi di Jalan Jendral Ahmad Yani, Pulo Mas
Jakarta, berdiri di atas tanah seluas 37.500 m2 atau 150 x 250 m, dan berupa
lapangan rumput seluas 24.000 m2. Di kawasan ini terdapat beberapa gedung
utama:
1. Factory buildingyang terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian produksi
(processing dan packaging) dan warehouse, seluas 3160 m2. Perluasan
warehouse dibangun dan diperbaiki mengukuti synergi project factory
upgrade (SPFU). Factory building terdiri dari dua lantai, yaitu:
a. Ground flooryang digunakan untuk warehouse, solid processing, cream
and ointment processing, primary and secondary packaging, dan aktivitas
penunjang lainnya. Warehouse memiliki satu incoming airlock dan satu
outgoing airlock. Antara warehouse dan area processing terdapat dua
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
airlock untuk transfer material. Di antara warehouse dan secondary
packaging terdapat dua airlock, yaitu airlock untuk mentransfer
secondarypackaging material dari warehouse ke secondary packaging
area dan untuk mentransfer finished goods dari secondary packaging area
ke warehouse. Layout dan design di ground floor diatur sedemikian rupa
untuk myediakan alur kerja dan urutan lalu lintas bahan satu arah untuk
menghindari resiko mixed up.
b. First floor terutama digunakan untuk fasilitas-fasilitas seprti loker, ruang
ganti pakaian, dan technical area.
2. Office building 1, seluas 540 m2
3. Office building 2, seluas 540 m2
4. Multi purpose building, digunakan untuk office, bagian quality operation
seluas 450 m2
5. Energy building and workshop, seluas 485 m2
3.4 KaryawanSanofi Group Indonesia
PT Aventis Pharma mempekerjakan lebih dari 110.000 pegawai karyawan
di 100 negara, serta lebih dari 700 orang karyawannya bekerja di PT Aventis
Pharma Indonesia. Seluruh karyawan saling berprestasi, bersama mendukung dan
membentuk PT Aventis Pharma menjadi salah satu perusahaan farmasi terkemuka
di dunia. PT Aventis Pharma mengangkat calon-calon karyawan dari lulusan-
lulusan terbaik dan berbakat dari berbagai universitas terkemuka dan institusi
pendidikan lain di Indonesia. Para pegawai kemudian mendapat kesempatan untuk
memperoleh pelatihan mengenai berbagai disiplin industri, seperti teknik,
kesehatan, keuangan, pemasaran, dan teknologi informasi. Perusahaan juga
mendorong budaya kewirausahawan yang berorientasi pada pasar serta terinspirasi
oleh fleksibilitas, kerjasama, dan pembuatan keputusan berdasarkan data, bukan
tradisi.
Kelangsungan kegiatan operasi merupakan hal utama di PT Aventis
Pharma. Demikian juga dengan pengakuan terhadap kepentingan yang sejajar
antara pelanggan dan kesejahteraan karyawan. Disamping mempertahankan
hubungan yang baik dengan serikat pekerja, kesejahteraan karyawan juga dijamin
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
dengan berbagai program menarik, seperti penggantian biaya kesehatan karyawan,
kompensasi yang kompetitif, bonus, serta paket tunjangan hari tua. Penghargaan
diberikan berdasarkan keberhasilan individu dan tim. Semua ini menciptakan
lingkungan kerja yang menyajikan tantangan sekaligus produktif dan
membanggakan.
3.5 Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia (Sanofi Aventis, 2013)
PT Aventis Pharma dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang
membawahi 13 Divisi,yaitu:
a. National Sales
b. Marketing
c. Strategy Development and Diabetes
d. Oncology Unit
e. Communication and Public Affairs
f. Finance and Accounting
g. Business Development
h. Human Resources
i. Medical and Regulatory
j. Senior Legal
k. Industrial Affairs
l. Vaccine
m. Country Compliance
Bagan struktur organisasi Sanofi Group Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.6 Produk PT Aventis Pharma
PT Aventis Pharma dikenal sebagai perusahaan farmasi yang
menghasilkan obat-obat sesuai dengan kebutuhan bidang kesehatan di Indonesia.
Aventis Pharma Global akan mendukung dan mempertahankan predikat tersebut
melalui penerapan teknologi tinggi dalam pengembangan solusi untuk
menghadapi berbagai penyakit yang diderita oleh masyarakat Indonesia. Melalui
penelitian di bidang kardiovaskuler, penyakit infeksi, asma, alergi, diabetes,
radang sendi, kanker, serta dibidang vaksin dan protein terapetik (therapeutic
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
proteins), Aventis Pharma yakin bahwa produk-produk yang dihasilkan akan
memainkan peranan penting dalam membantu masyarakat Indonesia mengatasi
masalah kesehatan diIndonesia.
Produk PT Aventis Pharma diperoleh dengan berbagai cara, antara lain
dengan memproduksi obat tersebut menggunakan fasilitas produksi yang tersedia,
kontrak dengan perusahaan farmasi lain (toll manufacturing), dan mengimpor
baik produk ruahan untuk dikemas akhir (repack) maupun produk jadi yang telah
dikemas tetapi masih memerlukan pelabelan (penempelan stiker). Produk PT
Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi enam,yaitu:
1. Produk yang diproduksi sendiri di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan
lokal (dalam negeri) dan ekspor (luar negeri).
2. Produk impor dari Aventis Global yang dikemas ulang (repackaging) di
pabrik (Jakarta site)
3. Produk impor yang berupa finished goods.
4. Produk yang bulk-nya diimpor dan dikemas dipabrik (Jakarta site) untuk
keperluan lokal dan ekspor.
5. Produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim
Indonesia untuk PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma telah menghasilkan serangkaian obat-obat inovatif
untuk pengobatan pasien yang menderita beranekaragam penyakit serius. Hal ini
terlaksana berkat dukungan dari sumber daya yang profesional, manajemen dan
pimpinan perusahaan yang penuh komitmen, serta dengan research and
development dimana merupakan anggaran terbesar di industri farmasi. Upaya
riset Aventis Pharma difokuskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan medis
yang belum teratasi dan diarahkan pada7 bidang utama,yaitu:
1. Antiinfeksi, dengan pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan
jamur.
2. Radang sendi/tulang, dengan pengobatan untuk radang sendi,dan
osteoporosis.
3. Kardiologi/trombosis, untuk pengobatan infark jantung, penyakit jantung
koroner, dan kelainan jantung lainnya.
4. Sistem saraf pusat, untuk pengobatan berbagai penyakit degeneratif otak dan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
tulang belakang .
5. Metabolisme, untuk pengobatan diabetes dan penyakit metabolisme lainnya.
6. Onkologi, untuk pengobatan tumor ganas.
7. Respiratori, untuk pengobatan asma dan alergi.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
27 Universitas Indonesia
BAB 4
TINJAUAN KHUSUSDIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS
Berdasarkan struktur organisasi, Divisi Industrial Affairs (Industrial
Affairs/IA Division) berada langsung dibawah Presiden Direktur PT Aventis
Pharma, yang dikepalai oleh Head of Industrial Affairs Division. Berikut adalah
departemen yang dibawahi oleh IA Division :
a. Industrial Quality and Compliance Department
b. Production Department
c. Technical Services Department (TSD)
d. Health, Safety, and Environment Department (HSE Dept.)
e. Plant Logistic Department
f. Procurement Department
Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.1 Industrial Quality and Compliance Department (Aventis Pharma, 2013)
Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu
bagian dari IA Division yang bertanggungjawab dalam mengatur dan
mengkoordinasikan pengembangan, penerbitan dan pemeliharaan panduan mutu.
Memberikan dukungan yang sesuai kepada seluruh departemen yang terkait
dengan panduan mutu atas interpretasi, implementasi dan pemenuhan panduan
mutu. Pengendalian mutu menyeluruh dalam arti pengendalian mutu terhadap
produk yang dihasilkan sejak bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In
Process Control/IPC), sampai dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk
didalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor menjadi tanggung jawab
IQC Department untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta menjamin
ketelitian pemeriksaan perlu dilakukan pengecekan, validasi, dan kalibrasi dari
alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC Department juga
perlu melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak langsung
mutu obat yang telah beredar.
Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of IQC yang membawahi dua
unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
Unit). Struktur organisasi dari IQC Department dapat dilihat pada Lampiran 3.
Berikut ini penjelasan mengenai QA Unit dan QC Unit.
4.1.1. Quality AssuranceUnit (Unit Pemastian Mutu)
Unit ini bertanggungjawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari
pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen,
termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu di PT
Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB, Aventis Global Quality Standard,
dan Global IQC Directive. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor
yang dapat mempengaruhi mutu obat yaitu mulai dari bahan awal, bahan
pengemas, proses pembuatan, bangunan, peralatan, dan personalia. Unit ini
dipimpin oleh seorang QA Manager yang bertanggung jawab kepada Head of
IQC. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit ini adalah:
4.1.1.1 Penanganan personel
Unit Pemastian Mutu bertanggungjawab terhadap koordinasi perencanaan
dan penyelenggaraan pelatihan karyawan bidang operasional. Menurut CPOB,
seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena
tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan obat hendaklah
dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai
prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety, and Environment
juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang HSE
(HSE Department). Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, pengenalan
mikroorganisme, keselamatan kerja, dan lain-lain.
b. Pelatihan tambahan, misalnya keluar masuk di cold storage room yang ada di
warehouse, pelatihan khusus tentang pengoperasian suatu alat/mesin.
Tanggung jawab lain QA adalah memastikan bahwa program pelatihan
yang disiapkan sesuai dengan aturan-aturan pemerintah maupun Global HSE
Standard serta memonitor pelaksanaannya. Pelatihan dilakukan secara kontinu
untuk menjamin personel terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
dengan tugasnya dan untuk menjaga agar sistem yang telah ditetapkan berjalan
sesuai dengan yang diharapkan.
Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan
program pelatihan untuk satu tahun mendatang untuk departemennya yang
mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta instrukturnya.
Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap) baru atau
protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi diri atau
temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap kegagalan),
kecelakaan kerja, dan sebagainya. Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti
pelatihan dasar mengenai teori dan praktek dari CPOB atau HSE, mereka juga
harus menerima pelatihan yang sesuai atau berkaitan dengan tugasnya baik umum
maupun khusus. Untuk mengevaluasi efektifitas dari pelatihan, dilakukan dengan
pelatihan pemahaman karyawan terhadap materi pelatihan dengan menggunakan
metode scoring (berdasarkan hasil tertulis) maupun dengan pengamatan langsung
terhadap karyawan dalam melaksanakan prosedur tetap tersebut. Contohnya: pada
saat pelatihan pengunaan alat tertentu, karyawan langsung diminta untuk
mendemonstrasikan cara menggunakan alat. Hal ini kemudian dinilai oleh pelatih.
4.1.1.2 Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi
Sistem dokumentasi merupakan bagian dari aspek CPOB yang sangat
penting dalam sistem penjaminan mutu. Dokumentasi dirancang dan digunakan
untuk menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Setiap proses produksi dilakukan terhadap bahan awal sampai
diperoleh obat jadi, termasuk proses pengolahan, pengemasan dan pemeriksaan
harus didokumentasikan dengan baik. Setiap dokumen yang ada harus disimpan
sesuai dengan persyaratan CPOB serta peraturan di Sanofi Aventis Directives.
Tugas QA Unit adalah menangani dokumen yang berlaku, baik dalam hal
penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, serta penanganan dokumen yang
sudah tidak berlaku. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau
tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang
berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi
obat, yang diperlukan untuk pemenuhan persyaratan CPOB, Sanofi Aventis
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
directives, dan peraturan pemerintah yang berhubungan yang digunakan di PT
Aventis Pharma. Dokumennya antara lain adalah General Manufacturing
Instruction, Test method (produk, bahan baku dan bahan pengemas), Test Method
Validation, Stability Study, Global IQC Directive, Global HSE, Drug Surveillance
Action Plan (DSAP), dan dokumen registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah
dokumen pembuatan obat yang merupakan bagian manajemen sistem informasi
yang meliputi spesifikasi, prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan
lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi
seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang
dipersyaratkan dalam CPOB. Dokumen yang termasuk mencakup dokumen dalam
bentuk hard copy dan dokumen elektronik, daftar, sistem database, email,
mikrofilm, microfiche dan termasuk rekaman audio dan atau visual dan segala
informasi yang dibuat, diterima dan digunakan dalam kegiatan Sanofi Aventis.
Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu:
a. Batch related document
Contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau pengemasan induk); catatan
pengolahan/pengemasan bets; Spesifikasi dan catatan hasil pemeriksaan bahan
baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi (termasuk
kromatogramnya); raw data; test method, protap, catatan distribusi obat.
b. Non batch related document
Contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian terhadap kegagalan (Failure
Investigation Report/ FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program
stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar
tekhnik, pemeriksaan dan kalibrasi alat, penanganan keluhan dan obat
kembalian, pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical
agreement, dan dokumen lainnya.
4.1.1.3 Menyusun dan mengendalikan prosedur tetap (protap)
Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQCDirectives maupun Global
Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan
hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Protap. Prosedur Tetap
(Protap), atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP),
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi
instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak khusus berkaitan dengan suatu
produk atau bahan tertentu, tetapi lebih bersifat umum, misalnya pengoperasian,
pemeliharaan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pembersihan gudang
dan pengendalian kondisi lingkungan, pengambilan contoh (sampling), dan
inspeksi diri. Protap dimaksudkan untuk:
a. Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama
oleh petugas
b. Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan HSE
c. Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah
berlaku
d. Membantu melatih karyawan baru
Pada dasarnya tiap protap dibuat oleh departemen atau unit yang
bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan IQC Department atau
QA Unit dan departemen lain yang berhubungan. Personel yang membuat dan
mengkaji protap haruslah menguasai bidang / kegiatan yang dijelaskan dalam
protap tersebut dan dapat melatihkan pelaksanaannya dalam rangka memenuhi
standar CPOB.
IQC Department bertanggung jawab mengkoordinir penyiapan,
penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Protap dikaji ulang minimal
setiap tiga tahun sekali atau bila ada perubahan. Secara umum protap harus
diperiksa dan ditandatangani oleh Department Head pemilik protap dan atau
departeman terkait oleh QA Supervisor serta disetujui oleh IQC Manager.
Protap diperiksa oleh QA Manager, Department Manager yang
bersangkutan, dan Department Manager yang berkaitan, serta disetujui oleh Head
of IQC. Bila penerbitan protap dimaksudkan untuk mengganti protap yang telah
ada, maka Department yang bersangkutan yang dapat menggantikan sedangkan
penarikan dokumen lama dan salinannya dengan Formulir Penarikan Salinan
Protap harus dilakukan dan disimpan oleh Quality Assurance Unit. Salinan protap
kemudian dimusnahkan seluruhnya dengan membuat Berita Acara Pemusnahan
Protap, sedangkan protap asli disimpan dalam dokumen khusus. Protap yang
berhubungan dengan produk disimpan selama sepuluh tahun dan protap yang
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
tidak berhubungan dengan produk selama enam tahun atau dua edisi sebelumnya
dan dimusnahkan setelah habis masa simpannya oleh QA Unit. Formulir
Penarikan Salinan Protap dan Berita Acara Pemusnahan Protap dilampirkan pada
protap asli yang berlaku.
4.1.1.4 Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian
dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem,
perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi, dan pengawasan
akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Perubahan signifikan terhadap
fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah
divalidasi.
a. Validasi proses
Menurut Aventis Pharma, validasi proses adalah cara pemastian dan
memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses berlangsung dalam parameter
desain yang telah ditentukan mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk
sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keterulangan yang
tinggi. Setiap proses pembuatan dan pengemasan selalu melibatkan rangkaian
faktor yang dapat mempengaruhi kualitas suatu produk. Dengan melakukan
validasi pada proses tersebut maka faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas produk dapat diramalkan. Validasi proses dilakukan dengan cara yang
berbeda tergantung pada status produk, yaitu dapat dilakukan dengan cara:
1) Prospective
Validasi yang dilakukan terhadap produk baru sebelum dipasarkan atau bila
ada perubahan (pada pabrik atau proses pembuatan) yang akan
mempengaruhi kualitas produk. Untuk validasi ini, minimal dilakukan
terhadap 3 bets sebelum produk tersebut dipasarkan (bila memungkinkan).
Biarpun produk baru, tetapi bila dalam 1 tahun jumlah bets kurang dari 3,
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
dapat dilakukan secara concurent, asalkan disertai dengan dokumen
pengkajian resiko.
2) Concurrent
Validasi ini hampir sama dengan validasi prospective kecuali pemasaran
produk tidak menunggu proses validasi hingga selesai, validasi dilanjutkan
selama produksi secara rutin. Validasi ini dilakukan bila terdapat perubahan
yang direncanakan yang sedikit berpengaruh terhadap produk. Validasi
concurent ini diperbolehkan jika jumlah bets yang diproduksi sedikit.
3) Retrospective
Validasi yang didasarkan pada pengumpulan data yang diperoleh dalam
proses produksi dan pemeriksaan pada produk yang sudah dipasarkan/dibuat.
Validasi dari proses ini tetap memerlukan protokol yang memanfaatkan data
historis sehingga bukti terdokumentasi. Jenis validasi ini tidak dianjurkan
untuk digunakan.
4) Revalidasi
Validasi yang dilakukan secara internal dalam bentuk evaluasi kembali (Re-
evaluation), unit produksi / pabrik, proses dan data pengujian dan data produk
yang spesifik untuk suatu proses pembuatan yang tervalidasi, diperiksa untuk
menilai kesesuaian terhadap persyaratan dan atau revalidasi aktif setelah
terjadi suatu modifikasi. Revalidasi dapat dilakukan jika terjadi perubahan.
Perubahan yang dimaksudkan adalah perubahan kecil dan perubahan besar.
Protokol validasi lama dapat digunakan sebagai acuan untuk penyusunan
protokol baru. Hasil kaji PQR (Product Quality Review) yang terdokumentasi
dengan kesimpulan tertentu dapat digunakan sebagai pengganti validasi
Retrospective dan baik seluruh parameter pada Protokol Validasi awal atau
hanya parameter kiritisnya saja dapat dipakai sebagai acuan pada revalidasi.
Perubahan kecil (minor changes) adalah perubahan yang tidak
memberikan dampak yang berarti pada kestabilan obat. Termasuk dalam
perubahan kecil diantaranya :
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
34
Universitas Indonesia
a) Perubahan kecil pada sintesa bahan aktif.
b) Perubahan junlah excipient (bahan penolong) sesuai dengan range yang telah
dipersyaratkan.
c) Perubahan supplierexcipient.
d) Pengurangan “Colouring Agent” atau “Flavouring Agent”
e) Pengurangan bahan penyalut atau perubahan dari berat kapsul kosong.
f) Perubahan prosedur pemeriksaan tanpa mengubah spesifikasi. Perubahan besar
wadah atau bentuk dasarnya.
g) Perubahan dimensi tablet, kapsul, suppositoria dan sebagainya tanpa mengubah
komposisi secara kuantitatif maupun berat masanya ( kecuali : perubahan
bentuk dari sustained release product, termasuk perubahan besar)
h) Perubahan besar batch, sampai sebesar 10 kali besar batch sebelumnya.
i) Perubahan fasilitas produksi (tanpa mengubah batchrecord, peralatan dan
protap)
j) Perubahan peralatan yang sejenis baik design maupun cara kerjanya.
Perubahan besar (Major changes) adalah perubahan yang secara potensial
dapat memberikan dampak terhadap kestabilan obat. Yang termasuk kedalam
perubahan besar antara lain :
a) Setiap perubahan baik kualitatif maupun kuantitatif dari setiap excipient yang
sedikit mengubah sifat efek obat.
b) Perubahan Techical grade dari excipient.
c) Perubahan supplier dari bahan aktif
d) Perubahan besar terhadap sintesa bahan aktif
e) Perubahan jumlah excipientrange dari obat yang mempunyai solubilitas dan
permeabilitas rendah.
f) Perubahan secara kualitatif dari bahan pengemas primer dan perubahan
pemakaian bahan pengemas primer.
g) Perubahan kondisi penyimpanan.
h) Perubahan spesifikasi produk.
i) Perubahan metode pemeriksaan yang berhubungan dengan perubahan
spesifikasi
j) Perubahan dimensi dari substained release produk / formulation.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
35
Universitas Indonesia
k) Perubahan cara dari pembuatan obat.
l) Perubahan metode dari granulasi basah ke “cetak langsung” atau granulasi
kering.
m) Perubahan ruangan produksi pada pabrik atau berpindah pabrik
n) Perubahan basar batch lebih besar dari 10 kali batch asal
o) Perubahan peralatan yang mempunyai design dan cara pengoperasiannya yang
berbeda.
Data APR yang harus dikaji adalah :
a. adanya perubahan Master Formula, metode, pabrik pembuat bahan baku
b. kalibrasi alat dan preventive maintenance sesuai jadwal
c. PROTAP diperbarui dan diikuti
d. Program pembersihan dan sanitasi
e. Perubahan tidak direncanakan atau pemeliharaan peralatan atau instrumen
Validasi proses tidak ditujukan sebagai pengembangan/ optimalisasi
produk/ proses. Laporan pengembangan proses & produk (termasuk scale-up)
dan/atau Prosedur Pengolahan harus telah siap digunakan sebelum proses validasi
dimulai. Proses validasi juga harus sedemikian rupa identik dan mudah terulang
saat produksi rutin.
Head of IQCbersama QA manager akan menetapkan prioritas produk yang
akan divalidasi setelah sepakat dengan pihak yang berkaitan.Head of IQC akan
membentuk Validation Steering Team yang terdiri dari Production manager, TS
manager, HSE Manager, Head of plant Logistic dan QA Manager. Validation
Steering Team yang telah dibentuk akan menyusun protokol validasi untuk produk
yang akan divalidasi. Protokol validasi merupakan bagian dari validasi yang
berupa panduan kerja dalam melakukan validasi. Parameter kritis dan kriteria
penerimaannya harus ditetapkan sebelum proses validasi dan dipantau selama
proses berlangsung.
Protokol validasi dibuat berdasarkan data-data dari laporan
optimalisasi/pengembangan produk (jika ada) atau prosedur pengolahan, dengan
harus memperhatikan aspek penting dari suatu validasi sebagai berikut:
a) Karakteristik produk
b) Spesifikasi produk
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
36
Universitas Indonesia
c) Desain pabrik dan keterbatasannya
d) Desain proses, kemungkinan dan keterbatasannya
e) Metoda analisis dan spesifikasi
f) Mikrobiologi
g) Pembersihan
h) Quality Assurance
Validation Steering Team menyusuntim validasi yang akan bekerja sama
dengan departemen yang bersangkutan akan menyusun rincian kegiatan validasi
mencakup kualifikasi peralatan (Installation/Operational/Performance
Qualification), validasi metode analisis, dan pelatihan karyawan yang terlibat
dalam kegiatan validasi. Kegiatan validasi akan dilakukan oleh departemen yang
bersangkutan, dimonitor, dan didokumentasikan oleh tim validasi. Setiap
perubahan atau penyimpangan dari prosedur yang telah ditentukan akan
didokumentasikan dan diulas.
Tim validasi akan menyusun laporan validasi berdasarkan hasil kegiatan
validasi dan temuan yang diperoleh selama validasi. Setiap penyimpangan yang
terjadi selama proses validasi harus diselesaikan investigasinya sebelum produk
tersebut diputuskan tervalidasi atau diluluskan. Laporan validasi akan dikaji
kembali untuk membuat rekomendasi dalam rangka pengawasan dan “in-proses
control” untuk memproduksi produk secara rutin.
b. Validasi pembersihan untuk ruangan dan peralatan
Ruangan setelah selesai digunakan untuk membuat atau mengemas produk
akan segera dibersihkan. Untuk mendapatkan ruangan yang bersih dan memenuhi
syarat yang sudah ditetapkan, maka cara pembersihan, deterjen, dan desinfektan
yang digunakan, serta frekuensi desinfeksi harus sesuai dengan protap
pembersihan dan sanitasi yang sudah ditetapkan.
Untuk itu prosedur pembersihan dan sanitasi yang digunakan tersebut
harus divalidasi. Validasi pembersihan ruangan dan peralatan bertujuan untuk
memastikan dan membuktikan bahwa prosedur tersebut tepat/efektif untuk
menghilangkan sisa produk sebelumnya dan menguragi jumlah cemaran mikroba
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Validasi pembersihan untuk tiap
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
37
Universitas Indonesia
ruangan ini minimal dilakukan 3 kali dimulai dengan ruangan yang digunakan
untuk membuat/mengemas produk yang sukar larut dalam air, memiliki dosis
rendah dan sering dibuat. Susun proses pembersihan dengan mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut :
a. Informasi ruangan mengenai bagian-bagiannya yang tidak dapat dilepas,
bagian sulitdibersihkan dan lain-lain.
b. Konsentrasi atau volume bahan pembersihan serta air yang digunakan
(panas/dingin).
c. Waktu perendaman.
d. Waktu dan volume pembilasan.
e. Kesesuaian bahan pembersih / air panas dengan produk atau alat.
f. Suhu air / bahan pembersih selama pembersihan dan ruangan.
g. Tekanan atau gaya mekanik yang digunakan selama pembersihan.
h. Tentukan lama / waktu antara waktu akhir produksi dan mulai pembersihan
dan antara tiap tahap pembersihan.
i. Prosedur pengeringan.
j. Persyaratan Pembuangan.
4.1.1.5 Mengadakan audit terhadap pemasok (Vendor Audit)
Guna memastikan semua bahan awal yang dikirim oleh pemasok
memenuhi persyaratan yang ditetapkan secara terus menerus harus dilakukan
penilaian terhadap pemasok (vendor evaluation). Penilaian ini bertujuan untuk
melihat sejauh mana kehandalan, kemampuan serta mutu yang dimiliki oleh
pemasok dapat dipercaya.Pemasok yang diaudit meliputi pabrik pembuat,
pemasok bahan yang mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai
gudang (sale agent atau broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim
yang terdiri dari wakil–wakil Quality Assurance dan Purchasing, serta kepala tim
adalah Quality Assurance Manager. Pada kasus tertentu anggota tim dapat
diperluas dengan mengikutsertakan QC unit, Techinal Services Department dan
Medical and Regulatory Affairs dan departemen lain yang terkait. Hal – hal yang
perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
38
Universitas Indonesia
pembuatan, perujukan dan pemeriksaan bahan baku dan produk jadi, penanganan
sisa, dokumentasi, serta prosedur dan persyaratan.
Sertifikasi pemasok dimulai dari urutan status “not approved”,
“approved”, dan “certified”. Sertifikasi status “not approved” atau belum disetujui
merupakan sertifikasi untuk pemasok yang baru yang akan dijadikan pemasok
tetap. Sertifikasi status “approved” atau disetujui diberikan kepada pemasok yang
telah memenuhi persyaratan menurut standar kualitas PT Aventis Pharma dan
menjadi pemasok tetap. Sedangkan sertifikasi status “certified” atau tersertifikasi
diberikan kepada pemasok tetap yang konsisten dalam hal kualitasnya. Pemasok
dengan status belum disetujui, masih dalam tahap penilaian mengenai kualitas
produk yang akan dipasok. Pada saat proses pre-approval, maka supplier harus
menyerahkan minimum tiga bets material untuk diperiksa oleh Sanofi Aventis.
Setelah pre-approval, status pemasok dapat meningkat menjadi approved
supplieryang telah disetujui secara formal sebagai pemasok yang dapat memasok
material atau servis tertentu. Untuk selanjutnya bahan awal hanya boleh
didapatkan dari pemasok berstatus disetujui ini. Selanjutnya pemasok yang telah
disetujui ini dimasukkan dalam Daftar Pemasok Disetujui atau List Approved
Supplier.
Apabila suatu pemasok yang disetujui menunjukkan kualitas serta kinerja
yang konsisten, maka pemasok tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi
“pemasok tersertifikasi” atau “certified supplier”. Pemasok Tersertifikasi
diputuskan melalui program evaluasi terhadap hasil analisa dan penerapan aspek
kualitas, regulasi dan penilaian kinerja. Evaluasi tersebut dilakukan terhadap
setiap pengiriman pemasok yang menggambarkan konsistensi pemasok untuk
menghasilkan material yanng memenuhi syarat yang ditentukan. Penilaian ini
dilakukan oleh divisi QA, QC, pembelian dan produksi. Pemasok yang dapat
menjadi pemasok tersertifikasi adalah pemasok yang telah disetujui minimal
selama dua tahun dan telah mengirimkan minimal sepuluh bets. Evaluasi
konsistensi supplier dalam mengirimkan material yang memenuhi syarat. Evaluasi
ini harus didasarkan pula pada kriteria kritis seperti out of specification atau
penyimpangan kritis lainnya yang dilaporkan selama sepuluh bets pengiriman
terakhir. Pada proses peningkatan status menjadi Pemasok Tersertifikasi, harus
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
39
Universitas Indonesia
dilakukan juga perbandingan antara metoda analisa pemasok dan Sanofi Aventis.
Hasilnya harus menunjukkan bahwa supplier memiliki persamaan metoda analisa
dengan PT Sanofi Aventis. Jika terdapat perbedaan, maka harus dilakukan
validasi untuk membandingkan bahwa metoda tersebut dapat diterima oleh Sanofi
Aventis. Hasil uji pemasok tersebut juga harus mendekati dengan hasil uji yang
dilakukan oleh PT Sanofi Aventis.
4.1.1.6 Inspeksi diri (self inspection)
Inspeksi diri adalah cara meninjau kembali seluruh tata kerja diri sendiri
dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan dari inspeksi
diri ini adalah untuk menilai secara teratur dan sistematis apakah seluruh aspek
produksi dan pengawasan mutu selalu memenuhi CPOB. Dalam melaksanakan
inspeksi diri tidak cukup hanya mengenali cacat dan kelemahan, melainkan harus
pula dapat menetapkan cara yang efektif untuk mencegah dan memperbaikinya.
Audit adalah pemeriksaan sistematik dan independen terhadap suatu sistem secara
periodik untuk menilai kesesuaian sistem tersebut dan efektifitas pelaksanaannya
terhadap prosedur yang telah ditetapkan.
PT Aventis Pharma Indonesia mempunyai internal audit sistem (self
inspection) untuk meyakinkan kesesuaian yang berhubungan dengan CPOB,
GMP, regulatory requirement, dan Company Global Quality Standard. Inspeksi
diri yang dilakukan meliputi:
a. Inspeksi di bidang GMP
1. Inspeksi diri tri wulanan (quarterly GMP self inspection)
Inspeksi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali pada minggu kedua/ketiga bulan
Januari, April, Juli, dan November. Tim ini terdiri dari Quality Assurance
Manager (ketua tim), supervisor processing, supervisor packaging,
supervisor Quality Control, supervisor TS & HSE, dan Quality Assurance
inspector. Pada inspeksi ini dilakukan pemeriksaan terhadap lingkungan
warehouse, production area (termasuk gowning) kelas 3 dan kelas 2,
Technical System Departemen, dan Industrial Quality Compliance (Quality
Assurance dan Quality Control).
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
40
Universitas Indonesia
2. Inspeksi diri Semester (IDS)
Ruang Lingkup IDS yaitu aspek keselamatan kerja Aventis dengan mengacu
pada GMP dan HSE Guideline. IDS dilakukan paling sedikit selama 3 hari.
IDS dilakukan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Juni dan Desember. Dalam
pelaksanaan IDS terdapat anggota tetap dan anggota pendamping. Anggota
tetap meliputi Head of IQC(sebagai ketua), QA Manager, HSE &TSD
Manager, Production Manager, Plant Logistic Manager. Anggota
pendamping meliputi QC supervisor, TSD supervisor, processing
supervisor, packaging supervisor, dan warehouse supervisor. Pemeriksaan
di lapangan dilakukan dengan urutan yaitu lingkungan pabrik, warehouse,
processing, gowning area, packaging kelas 2 dan 3, technical services
(purified water plant, AHU-areas, workshop, utilities dan sebagainya),
purchasing, dan Information System.
3. Audit CPOB (GMP audit)
Global quality / HSE audit mencakup seluruh aspek CPOB / HSE yang ada
di seluruh site Jakarta. Tim inspeksi biasanya diketuai oleh Head of IQC
untuk Global Quality Audit atau Supervisor HSE untuk Global HSE Audit,
yang beranggotakan Kepala Divisi Industrial Affairs, Manager Produksi,
Manager Plant Logistic, Manager TS/ HSE, dan Manager Quality
Assurance. Laporan audit akan diterima maksimal dalam waktu 15 hari
kerja.
4. Audit dari badan otoritas (Badan POM, Badan Sertifikasi ISO, dan lain-lain)
Jadwal audit tergantung pada jadwal badan otoritas. Audit mencakup
seluruh aspek CPOB atau aspek yang terkait serta hasil temuan sebelumnya
dari badan otoritas yang bersangkutan. Anggota tim inspeksi badan otoritas
didampingi oleh kepala departemen atau unit yang terkait.
b. Inspeksi di bidang HSE
Inspeksi bidang HSE merupakan salah satu cara memastikan bahwa sistem
HSE (ISO 14001 & OHSAS 18001) dilaksanakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan secara teratur dan sistematis. Perencanaan, penetapan, penerapan
dan pemeliharaan program audit ini didasarkan pada hasil penlikaian dampak dan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
41
Universitas Indonesia
resiko dari kegiatan perusahaan, hasil audit sebelumnya dan faktor lain yang
berkaitan, dan pertimbangan atas tingkat kepentingan berbagai operasi dari sisi
Health and Safety. Audit ini dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Audit ini
dilakukan dengan melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara training HSE
yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari sebagai cara untuk menilai
keberhasilan suatu training. Keluaran yang diharapkan adalah sebuah perbaikan
yang terus menerus, sehingga yang tidak benar menjadi benar, dan yang sudah
benar tetap dijaga agar pelaksanaannya selalu benar. Hasil inspeksi diri ini dicatat
dan dilaporkan dalam pertemuan HSE Committee / P2K3 dan dalam rapat
tinjauan manajemen. HSE juga mengadakan dan mengupayakan self inspection
yang diadakan sewaktu-waktu, atau temuan yang ditemukan ketika sedang
berkunjung ke lapangan (langsung diberitahukan kepada Manager).
4.1.1.7 Penolakan dan pelulusan terhadap obat jadi
Obat jadi adalah bentuk sediaan obat yang telah selesai dikemas yang telah
siap dipasarkan setelah lulus dari pemeriksaan. Pengambilan keputusan untuk
meluluskan/menolak obat jadi dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan
evaluasi yang meliputi hasil pemeriksaan selama proses pengolahan dan
pengemasan, pemantauan lingkungan (jika ada), pemeriksaan produk ruahan,
pemeriksaan kelengkapan bahan pengemas produk jadi, atau pemeriksaan
dokumen catatan pengolahan dan pengemasan bets, serta dokumen-dokumen lain
jika ada, seperti Failure Investigation Report atau Out of Specification (OOS).
Pelulusan atau penolakan obat jadi dilakukan oleh QA Manager dan disetujui oleh
Head of IQC. Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum memutuskan status
produk adalah sebagai berikut:
a. Penyerahan Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk jadi lokal maupun impor
yang telah disahkan oleh QC Supervisor kepada QA Manager.
b. Pemeriksaan kelengkapan dokumen yang terkait dengan pelulusan, yang terdiri
dari : Catatan Pengemasan dan atau pengolahan, Catatan Hasil Pemeriksaan
(CHP) selama proses IPC pengolahan dan atau pengemasan, Catatan Hasil
Pemeriksaan (CHP) produk ruahan QC, dan dokumen pendukung lain (jika
ada), seperti data mikrobiologi, hasil pemantauan lingkungan, dokumen Out of
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Specification (OOS), Failure Investigation Report (FIR), dan hasil
pemeriksaan validasi proses.
c. QA Manager akan mengkaji kelengkapan dokumen dari obat jadi tersebut.
d. Hasil pemeriksaan terhadap produk jadi tersebut dicatat pada formulir “Daftar
Pemeriksaan Pelulusan Produk Jadi”. QA Managerakan memutuskan apakah
produk jadi tersebut diluluskan atau ditolak, lalu menandatangani catatan
pemeriksaan beserta tanggal pelulusan/penolakkan produk tersebut.
Pelulusan/penolakan obat jadi juga dilakukan pada sistem SAP (System
Application Product).
Untuk produk jadi dari Toll Manufacturer, proses pelulusan/ penolakannya
dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets, Catatan Pengolahan Bets,
dan Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan. Untuk produk jadi
yang di-Toll-kan di PT Aventis Pharma, proses pelulusan/ penolakannya
dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets, Catatan Pengemasan Bets,
Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan dan GMP Conformance.
4.1.1.8 Penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Specification / OOS)
Mutu suatu produk ditentukan oleh yang membuat produk tersebut dalam
arti tahapan proses pembuatan suatu produk akan sangat mempengaruhi hasil
akhir dari mutu produk. Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi
persyaratan, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara kimia,
fisika, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak
memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang
telah ditetapkan. Salah satu kemungkinan ketidaksesuaian tersebut diakibatkan
oleh cara pemeriksaannya. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir
mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang
seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Penyelidikan hasil di luar
spesifikasi (Out of Specification/OOS) atau dapat juga dianggap sebagai atypical
test result (Out of Trend / OOT) yang berlaku untuk hasil pemeriksaan kalibrasi
alat dan pemeriksaan kalibrasi alat dan pemeriksaan stabilitas produk. Sumber
ketidaksesuaian hasil harus diteliti secara sistematis. Apabila terjadi
penyimpangan hasil di luar spesifikasi pada saat analisis maka hal yang harus
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
43
Universitas Indonesia
dilakukan adalah segera menyiapkan laporan tertulis mengenai
insiden/penyimpangan yang terjadi baik penyimpangan pemeriksaan secara kimia,
fisika, atau mikrobiologi. Cara kerja pada saat mempersiapkan contoh untuk
pemeriksaan, alat yang digunakan harus diperiksa kembali. Bila hasilnya masih
menyimpang baik itu OOS dari pemeriksaan kimia, fisika, atau mikrobiologi
maka dibuat laporan Failure Investigation Report (FIR). Tindak lanjut yang dapat
diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan yang didapat, antara lain:
a. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang
sudah released.
b. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa yang
berbeda.
c. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa yang
pertama (bila perlu).
d. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test
method dan farmakope (EP, USP, dan FI).
e. Contoh untuk pemeriksaan ulang tersebut diambil sebanyak 2 kali dari
pemeriksaan normal.
Apabila dianggap perlu, dilakukan pemeriksaan terhadap prosedur
pengolahan bets produk yang bersangkutan. Apabila diduga penyimpangan
tersebut berasal dari test method atau sebab-sebab lain yang tidak diketahui dapat
dikonsultasikan dengan mother plant. Perincian urutan pengambilan keputusan
terhadap pemeriksaan di luar spesifikasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Penyelidikan terhadap OOS harus diselesaikan maksimal 20 hari.
4.1.1.9 Penanganan Penyimpangan
Penyimpangan adalah suatu kejadian atau pelanggaran yang tidak
direncanakan terhadap suatu prosedur atau spesifikasi yang telah ditetapkan. Head
of IQC dan QA Manager harus menilai dan memeriksa prosedur yang harus
dilakukan menurut bidang dan tanggung jawabnya untuk memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan. Mereka yang bertanggung jawab agar proses penyelesaian
berlangsung cepat dan kembali kepada pengirim untuk ditindak lanjuti. Menurut
tingkat kekritisannya, penyimpangan dikategorikan menjadi:
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
44
Universitas Indonesia
a. Critical Deviation
Critical deviation adalah kekurangan material, produk obat, alat kesehatan,
sistem atau jasa yang dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas, keamanan
atau efikasi dari obat/alat kesehatan atau yang dapat menyebabkan kondisi yang
mengancam jiwa. Pengertian lainnya adalah kekurangan apapun yang dapat
menyebabkan produk obat/alat kesehatan menjadi non compliant atau
menyebabkan terjadinya situasi yang dapat dikategorikan sebagai critical oleh
badan regulasi. Contoh: kesalahan / penyimpangan dalam melaksanakan suatu
tahap proses pembuatan, kesalahan dalam pemakaianbahan/material, kesalahan
dalam penimbangan atau tercampur dengan bahan lain, hasil uji stabilitas diluar
spesifikasi.
b. Major Deviation
Penyimpangan yang tidak termasuk kritikal, yang secara potensial dapat
mempengaruhi kualitas, keamanan, efikasi atau pemenuhan persyaratan CPOB
dari suatu produk obat atau alat kesehatan. Salah satu contoh major deviation
adalah kesalahan dalam melaksanakan suatu protap misalnya protap sanitasi dan
penyimpangan-penyimpangan yang tidak ditanggulangi secara sepihak tanpa
mengikutsertakan atau memperoleh informasi tambahan dari depertemen lain
seperti kesalahan pencetakan nomor bets, tanggal daluarsa, tapi produk belum
diluluskan.
c. Minor Deviation
Deviasi yang tidak termasuk kritikal atau major, yang secara potensial
berdampak pada sistem GMP, utilities, peralatan, bahan, komponen, lingkungan
atau dokumentasi, tetapi tidak mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari
produk obat atau alat kesehatan. Salah satu contoh minor deviation adalah batas
penyimpanan maksimum produk terlampaui dan perekatan label tidak sempurna.
Sedangkan menurut golongan, kegagalan atau penyimpangan dibagi menjadi dua
yaitu:
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
a. General Failure
Semua penyimpangan yang terjadi di Site dan hal tersebut tidak
berhubungan secara langsung dengan suatu produk tertentu, misalnya
penyimpangan pada persiapan produk, penyimpangan sistem pengolahan air dan
sebagainya.
b. Batch deviation
Semua penyimpangan yang terjadi pada proses pembuatan atau
pengemasan suatu produk, misalnya kegagalan salah satu tahapan proses,
pengemasan dan sebagainya.
Apabila terjadi kegagalan, tindakan yang pertama kali diambil adalah
penghentian proses dan produk tersebut dikarantina. Kegagalan tersebut kemudian
dilaporkan ke Manager bagian bersangkutan diteruskan ke Head of IQC yang
akan memeriksa dan mengevaluasi serta mengambil keputusan tindakan yang
harus dilakukan. Terhadap semua penyimpangan, baik besar maupun kecil, akan
diambil langkah selanjutnya oleh IQC Department. Bila dianggap perlu, IQC
Department akan mengundang departemen yang bersangkutan dan departemen
lain yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul. Hasil penilaian
terhadap langkah yang telah atau yang akan dilakukan oleh departemen produksi,
departemen IQC, atau departemen lainnya yang terkait akan dikirimkan kembali
ke departemen yang bersangkutan. Apabila proses dapat dilanjutkan, maka
departemen produksi harus segera mencatat tindakan yang diambil pada catatan
pengolahan bets / catatan pengemasan bets dari produk yang bersangkutan.
Apabila produk tersebut dapat diolah ulang, departemen produksi harus segera
membuat prosedur pengolahan ulang atau apabila produk tersebut harus
dihancurkan maka harus disiapkan proses penghancuran terhadap produk tersebut.
4.1.1.10 Pengkajian/penilaian tahunan terhadap produk (Product Quality
Review/ PQR)
Peninjauan dan penilaian tahunan terhadap produk (PQR) merupakan
suatu bentuk komunikasi antara bagian produksi,quality dan regulatory. PQR
dilaksanakan dengan tujuan untuk meninjau dan memastikan konsistensi dari
suatu proses, mengevaluasi trend hasil produksi untuk akhirnya dapat
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
46
Universitas Indonesia
memutuskan perlu tidaknya dilakukan perbaikan suatu proses, perubahan
spesifikasi dan kemungkinan revalidasi. Penilaian terhadap produk ini dilakukan
dengan mengevaluasi data-data mengenai produk yang dihasilkan selama satu
tahun, termasuk peralatan yang digunakan, proses produksi, cara dan hasil
pemeriksaan lalu dibuat kesimpulan dan saran yang berguna untuk
mempertahankan atau memperbaiki mutu produk.
Isi dari PQR adalah:
a. Gambaran dari suatu produk yang dibuat ditest
b. Parameter kritis dalam In Process Control (IPC)
c. Evaluasi dari semua batch yang tidak memenuhi syarat beserta
investigasinya.
d. Keluhan (Product Technical Complaint)
e. Penarikan produk
f. Produk kembalian
g. Tren analisis dan data pelulusan beserta analisa data secara statistik
h. Tren analisis dari data stabilitas
i. Perubahan yang terjadi dari proses produksi, pengemasan, pemeriksaan dan
lainnya (seperti supplier, peralatan, dan lain-lain)
j. Status validasi yang dilakukan (validasi proses dan pengemasan)
k. Rekomendasi dari hasi audit BPOM dan regulatory issue
l. Formula
m. Pengumpulan parameter kritis pada proses produksi
n. Pengumpulan parameter kritis dari produk yang diperiksa di laboratorium
o. Seluruh data yang akan dirangkum menjadi satu dalam raw data PQR, dibuat
grafik tren analisa dan diolah secara statistik
p. Evaluasi dari PQR berupa kesimpulan
q. Tindakan selanjutnya yang direncanakan sebagai akibat dari evaluasi
Penyiapan Product Quality Review dilakukan setiap tahun sekali. Tim kerja
dari Production Department yaitu Procesing Supervisor dan Packaging
Supervisor serta QC dan QA Managerbersama dengan Head of IQCbertanggung
jawab untuk menyiapkan PQR dalam bentuk tes kimia fisika dan bioanalisis.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Tindakan-tindakan selanjutnya yang direncanakan sebagai hasil evaluasi
dapat berupa peningkatan proses produksi, perbaikan formulasi, perbaikan metode
pemeriksaan, review spesifikasi semi finished/finished product, revalidasi, atau
penarikan obat jadi. Laporan annual product review kemudian diperiksa dan
ditandatangani oleh Quality Assurance Manager, Production Manager, dan
disetujui oleh Head of IQC dan diketahui oleh Head of IADivision. Proses review
dari PQR harus selesai dalam waktu 60 hari dari waktu akhir tahun penilaian,
sedangkan semua proses harus selesai dalam waktu 90 hari dari waktu akhir tahun
penilaian.
4.1.1.11 Penanganan Obat Kembalian
Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan
dari PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan
ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan :
a. Masalah keabsahan maupun salah kirim
b. Penarikan produk dan atau pack size dari pasaran
c. Kerusakan obat atau pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis
Pharma selama pengiriman/ penyimpanan
d. Kelainan dari segi kualitas (baik kualitas obat maupun kualitas bahan
pengemas).
Sedangkan obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke
PT Aventis Pharma tidak termasuk ke dalam penggolongan obat kembalian
karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima pengembalian obat
yang sudah kadaluarsa. Untuk obat kembalian yang sudah kadaluarsa maka harus
diberi label “Reject” dan bila tidak akan dijual / diditribusikan lagi maka harus
dimusnahkan.
Obat kembalian dapat berasal dari :
a. Gudang yang diawasi oleh PT Aventis Pharma
b. Gudang distributor yang diawasi oleh PT Aventis Pharma
c. Gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk
lembaga lain : rumah sakit, apotek dll.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
48
Universitas Indonesia
Penerimaan obat kembalian dapat diberikan langsung ke IQC departemen
jika dalam jumlah kecil (sampai satu master box). Jika dalam jumlah besar maka
produk untuk sementara dapat dititipkan di gudang Aventis Pharma.
4.1.1.12 Penanganan Keluhan
Setiap perusahaan farmasi bertanggung jawab utuk menjamin keamanan
obat yang diproduksinya baik yang tekait dengan masalah efek samping obat atau
masalah kualitas obat..
Keluhan terhadap suatu produk harus ditangani sesuai prosedur yang telah
ditetapkan PT.Aventis Pharma dan harus diselidiki, dievaluasi serta diambil tindak
lanjut yang sesuai guna mencari penyelesaian yang sebaik mungkin.
Keluhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Keluhan yang menyangkut Efek Samping Obat (ESO)
b. Keluhan yang menyangkut Keluhan Teknis Kualitas Obat (KTKO).
Untuk keluhan yang berhubungan dengan medis atau memberikan efek samping
maka pelaporan ditujukan ke Medical and Regulatory Division sedangkan yang
menyangkut pharmaceutical atau KTKO akan ditujukan ke IQC Department.
Keluhan digolongkan menjadi:
a. Kelas I
Kerusakan pada produk yang dapat mengancam jiwa atau mengakibatkan
resiko besar terhadap kesehatan. Misalnya kesalahan penempelan label dan
tercampurnya satu produk dalam satu pengemas.
b. Kelas II
Kerusakan pada produk yang dapat menyebabkan sakit pada pasien dan
menyebabkan kegagalan proses penyembuhannya. Misalnya kesalahan
informasi pada leaflet, kontaminasi kimia maupun fisik.
c. Kelas III
Kerusakan pada produk yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang
tidak major, hanya menimbulkan gangguan kesehatan minor pada pasien dalam
hal penggunaan produk. Misalnya tidak rapatnya bahan pengemas, kesalahan
penulisan expired date.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
49
Universitas Indonesia
d. Kelas IV
Kerusakan pada produk yang tidak mengancam jiwa manusia namun hanya
menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien ketika menggunakan produk
tersebut sehingga menyebabkan rusaknya nama baik perusahaan. Misalnya
tablet pecah atau retak, hilangnya blister dalam folding box.
Pemeriksaan keluhan terhadap obat dilakukan melalui retained sample
(sampel pertinggal) sebagai pembanding. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh
bagian Quality Control. Hasil penyelidikan mengenai asal keluhan, jenis keluhan,
dan tindak lanjut dilaporkan ke Head of IQC atau Medical and Regulatory
Division. Tindak lanjut yang dilakukan dapat berupa penggantian produk atau
penarikan produk (recall). Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena keinginan
produsen (misalnya karena stabilitas obat tidak baik atau mau mengganti bahan
pengemas) atau keinginan Badan POM. Produk kembalian yang ditarik akan
disimpan di gudang. Penanganan selanjutnya dapat dihancurkan, dijadikan stok
kembali (misalnya jika produk masih baik dan sudah diperiksa di QC), atau diolah
kembali.
4.1.13 Penarikan Kembali Obat Jadi
Penarikan kembali obat jadi biasanya disebabkan oleh :
a. Adanya permasalahan kualitas, keamanan dan efikasi dari produk sanofi,
misalnya terjadi deviasi, keluhan teknis kualitas obat, keluhan terkait reaksi
obat yang tidak diinginkan, dll.
b. Penyesuaian dengan kebijakan administratif dari pihak berwenang (pemerintah,
Badan POM, dll).
Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi
laporan dan bila perlu hasil pemeriksaan contoh per tinggal di Laboratorium
Pengawasan Mutu selesai dilakukan. Selain cepat, penarikan obat jadi harus tuntas
dalam arti semua obat yang telah terlanjur beredar di tingkat distributor, sub
distributor maupun pengecer (Toko Obat, Apotek) dan dari pemakai langsung
(Rumah Sakit, Dokter dsb) diusahakan untuk dapat ditarik kembali. Prosedur
penarikan kembali obat jadi juga berlaku untuk vaksin, alat kesehatan, sampel
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
50
Universitas Indonesia
medis, dan produk investigasional. Untuk produk toll-in, prosedur penarikan
kembali obat jadi dilakukan berdasarkan quality agreement.
Penarikan kembali obat jadi (recall) diawali dengan peringatan
pendahuluan yang berasal dari pihak internal atau eksternal (dapat berupa
keluhan, deviasi, OOS, temuan audit dll). Apabila peringatan yang diterima
memiliki potensi untuk dilakukannya penarikan kembali obat jadi, maka IQC
departemen akan membentuk Alert Team bersama departemen lain yang terkait
sesuai dengan jenis peringatan yang diterima, yaitu Quality Alert Team, Product
Alert Team, dan atau Safety Alert Team. Alert team akan melakukan klarifikasi
terhadap peringatan terkait, review terhadapinformasi yang ada, pencarian
terhadap informasi tambahan atau pendapat ahli (jika perlu), dan
penetapan/penilaian resiko yang ada.Distributor utama dan distributor regional
diperintahkan untuk memberikan informasi dalam waktu kurang dari 3 (tiga) jam
kepada PL & MSC departemen PT Aventis Pharma mengenai jumlah obat yang
diterima dari PT Aventis Pharma, persediaan yang belum terjual/ tersisa, jumalh
yang terjual, dan tujuan produk yang telah terjual.
4.1.1.14 Pengendalian terhadap perubahan (Change Control)
Perubahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang terjadi pada proses
pembuatan atau pemeriksaan produk yang telah diproduksi,dapat meliputi tata
cara pembuatan obat termasuk bahan bakunya, control test, protap, perubahan
terhadap sistem pendukung seperti mesin, ruang, tata udara, dan sebagainya, serta
mencakup juga bila terjadi perubahan supplierbaik untuk bahan baku maupun
bahan pengemas. Sasaran dari pengendalian terhadap perubahan ini adalah untuk
menjamin bahwa perubahan yang dilakukan terhadap proses produksi, jenis bahan
baku yang digunakan, termasuk sistem pendukung (alat, ruangan, mesin-mesin,
prosedur pemeriksaan, cara penyimpanan), maupun perubahan protap yang
mendukung proses secara keseluruhan tidak akan menimbulkan dampak negatif
terhadap mutu produk yang dihasilkan maupun terhadap kondisi HSE.
Pengendalian terhadap perubahan menguraikan persiapan dan pelaksanaan
dari suatu perubahan yang berkaitan dengan segala aspek pengolahan,
pengemasan, pemeriksaan, penyimpanan atau distribusi yang mempengaruhi mutu
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
51
Universitas Indonesia
produk, GMP/CPOB termasuk kualifikasi/ validasi, HSE dan regulatori.
Perubahan yang dimaksud juga meliputi bahan/ raw material (perubahan supplier,
proses, spesifikasi dan lain – lain), proses, formula, spesifikasi dan test method
dari komponen, bulk dan finished goods, primary packaging, penyimpanan dan
pelabelan, alat kesehatan, peralatan, instrument, produk baru, utilitas dan fasilitas
yang digunakan untuk mendukung dokumen GMP/ CPOB.
Perubahan didokumentasikan dengan sistem manajemen perubahan
(GIMC) yang merupakan suatu sistem komputerisasi yang akan digunakan untuk
mengatur pembuatan perubahan. Sistem ini mengatur alur perubahan mulai dari
pengajuan, evaluasi, hingga persetujuan perubahan. Rancangan perubahan dibuat
oleh departemen yang bersangkutan yang akan mengadakan perubahan dan
diinformasikan kepada IQC Department. IQC Department bersama-sama dengan
departemen terkait akan merencanakan dan memutuskan tindakan apa yang harus
dilakukan dalam menanggapi perubahan tersebut.
4.1.1.15 Penanganan obat di distributor
Mutu produk obat jadi sangat dipengaruhi antara lain oleh cara
penanganan mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan produk kepada
konsumen. Penanganan obat di distributor meliputi masalah:
a. Penerimaan obat jadi (disertai delivery note resmi)
b. Penyimpanan obat jadi (harus sesuai kondisi yang dipersyaratkan)
c. Pengiriman obat jadi (harus sesuai kondisi yang dipersyaratkan)
d. Penanganan keluhan
e. Penanganan bahan obat yang pecah atau tumpah
f. Obat kembalian dan penarikan kembali obat jadi
g. Penanganan Taxotere (penerimaan, pengiriman, dan penyimpanan)
h. Pelatihan
Audit pada distributor yang dilakukan secara berkala setiap 2 tahun sekali,
kecuali jika dianggap segera perlu untuk dilakukan. Audit tersebut meliputi tata
cara penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
52
Universitas Indonesia
4.1.16 Penanganan transfer proses pengolahan dan atau pengemasan
Transfer proses produksi adalah suatu jenis proses alih teknologi dan
pembuatan dan atau pengemasan produk dari suatu pabrik ke pabrik lainnya.
Transfer proses pengolahan dan pengemasan tersebut meliputi:
a. Golongan 1
Produk-produk Aventis Pharma yang sudah atau akan diproduksi dan telah
dipasarkan, ditetapkan suatu produk Aventis Pharma sebagai produk induknya
(mother plant).
b. Golongan 2
Produk-produk Aventis Pharma yang ada saat ini diproduksi di beberapa
negara/region, tetapi tidak mempunyai pabrik induk. Seperti Avil, Sofradex
yang dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma lain, dari Aventis
Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain.
c. Golongan 3
Produk yang hanya diproduksi atau dipasarkan oleh 1 pabrik Aventis Pharma
di suatu negara/region. Transfer produk golongan 3 dikoordinasikan oleh
regional manufacturing/ regional Quality Operations dan dilakukan antara
Aventis Pharma ke Aventis Pharma, dari Aventis Pharma ke toll
manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain.
4.1.2 Quality Control Unit
Quality Control Unit dikepalai oleh seorang Quality Control Supervisor.
Unit ini bertanggung jawab kepada Head of IQC. QC Supervisor bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan pengambilan
contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, dan
produk jadi; memberikan pelatihan yang berhubungan dengan QC; menyusun,
merevisi, serta memuktahirkan protap di QC; memeriksa dan memastikan
kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan; serta melakukan uji stabilitas.
Untuk melaksanakan pemeriksaan, QC membuat prosedur analisis yang disebut
test method. Test method untuk bahan baku berasal dari Farmakope Indonesia,
Farmakope Eropa, USP, Farmakope Perancis dan prosedur dari mother site. Test
method ditangani sama dengan prosedur tetap (protap) dan dibuat dalam Bahasa
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
53
Universitas Indonesia
Indonesia agar mudah dalam pengendalian, pengawasan, serta memudahkan
penelusuran apabila terjadi kesalahan. Prosedur pemeriksaan yang digunakan
harus sudah divalidasi. Untuk prosedur dari farmakope tidak perlu divalidasi,
hanya perlu diverifikasi yaitu kesiapan penggunaan prosedur analisis tersebut
sesuai dengan yang dipersyaratkan. Untuk prosedur yang berasal dari mother site
walaupun sudah divalidasi tetapi perlu dilakukan validasi kembali.
Dalam pelaksanaan tugasnya, QC Unit dibagi dalam 4 bagian, yaitu,
Chemical and Physical Control (bahan baku, produk ruahan, produk jadi),
Packaging Material and Other Material Control and Calibration,
Microbiological Control dan Stability Study
4.1.2.1 Chemical and physical control (Pengawasan secara kimia dan fisika)
Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan bahan baku, produk
ruahan, produk jadi secara kimia dan fisika sesuai dengan spesifikasinya.
a. Bahan baku (raw material)
Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak, yang
berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun
tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Bahan baku
sangat mempengaruhi mutu obat yang dihasilkan sehingga setiap bahan baku
harus diperiksa sesuaidengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh "Mother
Plant" atau sesuai dengan Farmakope yang telah ditetapkan. Pemeriksaan
dilakukan secara analisis penuh (full analysis) atau terhadap identitas saja,
tergantung pada ketentuan yang ditetapkan.
Setiap bahan baku yang datang harus selalu disertai dengan sertifikat
analisisnya. Sertifikat analisis tersebut penting karena dipakai sebagai acuan pada
pemeriksaan bahan tersebut. Bahan baku yang baru datang akan diperiksa sesuai
dengan spesifikasi. Setelah itu dibuat slip penerimaan barang (Good Receipt Slip /
GRS) oleh bagian gudang. Bahan baku tersebut akan masuk ke gudang dengan
status quarantine. Gudang akan mengirimkan GRS ke bagian QC. Berdasarkan
GRS yang diterima, QC melakukan pengambilan contoh (sampling) terhadap
bahan tersebut. Pengambilan contoh untuk semua bahan aktif dan bahan penolong
harus disertai dengan lembar permintaan material (Material Request Form).
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
54
Universitas Indonesia
Pengambilan contoh bahan baku secara benar merupakan faktor/ langkah
penting karena hanya dari contoh yang terjamin kebenarannya, informasi/ data
pemeriksaan bahan baku dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan contoh
dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF) di ruang sampling yang berada di
gudang pada suhu tidak lebih dari 25oC, perbedaan tekanan diatas 7,5 Pa
dankelembaban 30 - 60%. Wadah untuk contoh harus dilengkapi dengan data-data
mengenai contoh yang diambil yang meliputi kode barang, nomor bets, tanggal
kadaluarsa, dan tanggal pengambilan contoh. Wadah bahan baku yang telah
diambil contohnya harus disegel kembali secara khusus dan diberi label kuning
SAMPLE TAKEN. Setelah proses sampling selesai, semua alat-alat yang telah
digunakan untuk sampling dibungkus dengan plastik dan tempelkan label
kotor/merah pada alat yang sudah digunakan untuk memberitahu agar
dibersihkan.
Hasil pemeriksaan fisika, kimia, maupun mikrobiologi bahan-bahan ditulis
dalam suatu Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dan kemudian dibuatkan formulir
rangkap tigayang menyatakan bahwa bahan baku yang diterima telah diluluskan
(released) atau ditolak (rejected). CHP, formulir, dan label RELEASED atau
REJECTED diserahkan ke QC untuk diperiksa dan disahkan. Setelah diperiksa
dan disahkan oleh QC Supervisor, formulir tersebut didistribusikan ke QC,
Warehouse, Factory, Plant Logistic Department. Sedangkan label RELEASED
atau REJECTED diserahkan ke analis untuk ditempelkan pada wadah bahan baku
yang telah diperiksa/diambil contohnya. Label RELEASED (warna hijau)
ditempelkan menutupi label QUARANTINE pada wadah bahan baku yang
diluluskan dan jika bahan baku tidak memenuhi persyaratan maka ditempel label
REJECTED (warna merah) beserta label yang menyatakan penanganan
selanjutnya. Bahan baku yang ditolak (rejected) akan ditempatkan pada area
rejected yang ada di gudang. Label RELEASED, SAMPLE TAKEN,
QUARANTINE, dan REJECTED dapat dilihat pada Lampiran 5.
Sebagian contoh bahan baku yang sudah dinyatakan lulus disimpan sebagai
contoh pertinggal (retained sample) sebanyak yang diperlukan untuk pemeriksaan
satu kali dan tiga kali pengulangan. Bahan baku yang tidak mencantumkan masa
daluarsa dan masa simpannya tidak tertera di CA harus diperiksa ulang (retest)
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
55
Universitas Indonesia
setiap 6 bulan atau 2 tahun sekali. Untuk bahan baku yang mencantumkan waktu
uji ulang/masa simpan pada CA, pengujian ulang dilakukan sesuai waktu uji ulang
tersebut dan untuk bahan baku yang mempunyai masa daluarsa tercantum pada
CA tidak dilakukan uji ulang karena masa pakainya sesuai dengan masa daluarsa
tersebut. Pengujian kembali dilakukan terhadap semua produk yang tidak
mempunyai waktu daluarsa untuk semua bahan-bahan yang telah jatuh tempo
tanggal uji ulangnya yang tersimpan di gudang. Pengambilan contoh untuk
pengujian kembali dilakukan sesuai dengan yang direkomendasikan pada “Daftar
Daluarsa Bahan dan Obat Jadi” yang diterbitkan oleh QA setiap bulannya.
Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengujian ulang yaitu:
1) Untuk bahan baku tanpa waktu daluwarsa dengan retest tiap 2 tahun
sekali mempunyai masa pakai 8 tahun dengan kata lain pengujian
kembali hanya dapat dilakukan maksimum 3 kali.
2) Untuk bahan baku tanpa waktu daluwarsa dengan retest tiap 6 bulan
sekali mempunyai masa pakai 2 tahun dengan kata lain pengujian
kembali hanya dapat dilakukan maksimum 3 kali.
Pemeriksaan penuh (Full Analysis) diberlakukan untuk seluruh bahan baku
yang akan diuji ulang baik yang berasal dari Mother Company maupun dari
pemasok luar. Pada Form TT755 harus diberi catatan mengenai beberapa kali
bahan baku tersebut telah diuji ulang sebagai informasi kepada bagian gudang –
Plant Logistic. Jika dari hasil pengujian ulang tersebut dinyatakan lulus, maka
dibuatkan sertifikat analisisnya dan bahan boleh digunakan untuk produksi. Jika
tidak lulus maka bahan tersebut harus dimusnahkan. Alur pemeriksaan bahan
baku dapat dilihat pada Lampiran 6.
b. Produk ruahan (semi finished goods)
Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk
dikemas. Terdapat 2 jenis produk ruahan di PT Aventis Pharma, yaitu produk
ruahan hasil produksi PT Aventis Pharma sendiri dan produk ruahan impor.
Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu pada awal,
tengah, dan akhir proses (oleh bagian produksi). Untuk semi finished goods impor,
pengambilan contoh dilakukan di ruang sampling QC yang terdapat di gudang
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
56
Universitas Indonesia
oleh petugas QC. Cara pengambilan contoh (sampling) sama dengan yang
dilakukan pada bahan baku. Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai dengan
spesifikasi masing-masing produk yang telah ditetapkan dan hasilnya dicatat
dalam CHP. Jika dalam pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari
spesifikasi, maka dilakukan penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi (Out of
Spesification/OOS). Pada produk setengah jadi impor yang belum dikemas dalam
kemasan primer dilakukan pemeriksaan sesuai dengan spesifikasi dan prosedur
pemeriksaannya. Semua hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP.
c. Produk jadi (finished goods)
Produk jadi adalah produk yang telah melewati seluruh tahapan produksi,
termasuk pengemasan, dan telah siap untuk didistribusikan. Terdapat dua macam
produk jadi di PT Aventis Pharma yaitu produk jadi hasil produksi sendiri (lokal)
dan produk jadi impor.
Untuk produk jadi lokal, pengambilan contoh dilakukan pada proses
pengemasan yaitu pada awal, tengah, dan akhir proses pengemasan. Terhadap
produk jadi dilakukan pemeriksaan:
1) Tanggal penerimaan
2) Nomor batch lengkap
3) Jumlah contoh pertinggal
4) Waktu kadaluarsa
5) Informasi tentang produk, semi finished good, bahan pengemas
6) Kelengkapan kemasan (jumlah isi, cetakan, kode bets, dan tanggal
kadaluarsa).
Hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. Untuk obat jadi impor dilakukan
pemeriksaan kelengkapan pengemas yang digunakan beserta sertifikat analisa
(CoA) yang menyertainya. Penerbitan label released/rejected atau label
penandaan lainnya untuk obat jadi impor harus diparaf oleh QC Supervisor.
4.1.2.2 Packaging Material and Other Material Control and Calibration
Tugas dari bagian ini adalah mengambil contoh dan memeriksa bahan
pengemas serta barang lain sesuai dengan spesifikasi dan prosedur yang telah
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
57
Universitas Indonesia
ditetapkan. Barang lain yang diperiksa adalah bahan-bahan pelengkap yang tidak
terlibat langsung dalam proses produksi obat, seperti masker, sarung tangan, dan
sebagainya. Bahan pengemas digolongkan dalam 2 jenis, berdasarkan kontak atau
tidaknya dengan produk, yaitu:
a. Bahan pengemas primer (Primary Packaging Materials), yaitu bahan
pengemas yang berhubungan langsung dengan produk seperti PVC-foil untuk
blister, alufoil untuk blister, cold forming foil, botol, dan tube aluminium.
b. Bahan pengemas sekunder (Secondary Packaging Materials), yaitu bahan
pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan produknya, seperti folding
box, packing insert, label, dan lain-lain.
Sebelum bahan dipesan, film untuk bahan pengemas tercetak disiapkan
berdasarkan artwork yang disetujui. Setelah bahan pengemas dipesan, bagian ini
akan melakukan sampling terhadap bahan pengemas yang datang. Pada waktu
pengambilan contoh kemasan primer, dilakukan di ruang sampling di bawah LAF.
Untuk kemasan sekunder pemeriksaannya dapat langsung dilakukan di gudang.
Pengambilan contoh (sampling) kemasan dilakukan secara random sesuai dengan
prosedur yang berlaku. Pemeriksaan packaging material meliputi pemeriksaan
terhadap primary packaging material, packing insert, dan folding box. Hasil
pemeriksaan dicatat di CHP dan proses selanjutnya sama dengan proses terhadap
bahan baku. Sejumlah contoh bahan pengemas primer yang telah lulus disimpan
sebagai contoh pertinggal sesuai dengan ketentuan lengkap dengan identitasnya.
4.1.2.3 Microbiological control
Microbiological control bertanggung jawab dalam mendukung
pengawasan mutu dalam hal mikrobiologi seperti permeriksaan mikrobiologi
bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi; pemeriksaan cemaran partikel dan
mikroba di ruang produksi dan laboratorium mikrobiologi; serta pemeriksaan
mutu air. Kegiatan yang dilakukan oleh bagian ini, antara lain:
a. Pemeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi
Pemeriksaan bahan baku disini meliputi bahan baku yang berasal dari
nabati (tepung jagung, sukrosa) serta bahan baku yang berasal dari hewani
(gelatin). Bahan baku yang harus diuji mikrobiologinya, yaitu sugar crystal, maize
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
58
Universitas Indonesia
starch, lactose, gummi arabicum, avicel pH 102, Mg stearat, glucose anhydrous,
gelatine, talcum, starch syrup, pregelatinized starch, carestar snowflake, kollidon.
Uji batas cemaran mikroba dilakukan terhadap produk-produk non steril,
termasuk bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, dan produk jadi yang
tidak mensyaratkan steril. Produk-produk tersebut harus bebas dari beberapa jenis
mikroba seperti Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella
sp., dan E. coli atau mikroba lain sesuai spesifikasi.
b. Pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan
laboratorium mikrobiologi
Ruang produksi yang ada di PT Aventis Pharma adalah ruang produksi
non steril. Ruang produksi ini diklasifikasikan menjadi ruang kelas 3, kelas 2, dan
kelas 1. Setiap ruang memiliki persyaratan yang berbeda dalam hal jumlah
partikel dan jumlah mikrobanya, seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Pemeriksaan
harus segera dilakukan jika terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan kondisi
ruangan berubah, misalnya perbaikan Air Handling Unit (AHU), perbaikan atau
penggantian HEPA filter, dan lain-lain. Pemeriksaan cemaran yang dilakukan
antara lain:
1) Pemeriksaan cemaran partikel
Pemeriksaan cemaran partikel di udara dilakukan dengan menggunakan
alat penghitung partikel yaitu particle counter HIAC-ROYCO 245A. Pemeriksaan
tersebut dilakukan terhadap:
a) Ruangan LAF dan ruangan-ruangan produksi
b) HEPA filter
2) Pemeriksaan cemaran mikroba di udara
Pemeriksaan cemaran mikroba di udara dilakukan secara:
a) Passive settle plate (sedimentasi), dengan menggunakan lempeng agar
yang dibiarkan 4 jam di ruangan. Tujuannya adalah untuk memonitor
mikroba yang jatuh bebas dan mengendap di lantai. Media yang
digunakan adalah TSA (Tryptone Soya Agar). Jumlah mikroba yang
muncul merupakan indikasi kebersihan suatu ruangan.
b) Active air sample dengan menggunakan alat MAS-100. MAS-100
digunakan untuk memantau jumlah mikroba yang ada di udara (per m3
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
59
Universitas Indonesia
udara) dengan cara menghisap sejumlah udara tertentu dan dihembuskan
ke permukaan media padat (TSA) pada cawan petri yang diletakkan
dalam alat MAS. Penggunaan alat MAS di kawasan kelas 3 adalah
selama 2 menit untuk 200 ml udara.
3) Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan
Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan dilakukan secara apus (swab)
dan atau secara tempel contact plate menggunakan swab test atau RODAC test.
Pemeriksaan ini dilakukan pada permukaan lantai, meja, dinding, alat kerja, dan
lain-lain. Hasil pemantauan jumlah mikroba dan partikel di ruangan produksi
dicatat di lembar pemantauan bakteri dan partikel di udara area produksi; hasil
pemantauan ruang mikrobiologi dicatat pada lembar pemantauan bakteri dan
partikel di udara laboratorium mikrobiologi. Sedangkan hasil pemeriksaan
masing-masing HEPA-filter dicatat pada lembar LAF vertikal ruang pengemasan,
LAF horizontal laboratorium mikrobiologi, LAF untuk sampling. Hasil
pemeriksaan yang sudah disahkan oleh Head of IQC disirkulasikan ke QA, TSD,
dan departemen produksi sebagai informasi. Lembar hasil pemeriksaan tersebut
kemudian disimpan sebagai arsip di laboratorium mikrobiologi.
c. Pemeriksaan terhadap mutu air
Dalam proses pembuatan obat, air merupakan salah satu bahan yang selalu
digunakan dalam proses pengolahan, baik sebagai salah satu komponen produk
maupun sebagai pencuci. Oleh sebab itu, air tersebut harus memenuhi syarat yang
telah ditetapkan, antara lain standar terhadap kadar kimia, cemaran partikel dan
mikroba. Pemeriksaan mutu air dilakukan terhadap semua jenis air yang
digunakan meliputi air sumur, PAM, potable water, purified water, dan purified
water yang berasal dari MiliQ-plus. Pemeriksaan ini bertujuan untuk meyakinkan
bahwa air yang digunakan untuk proses pembuatan dan analisis obat sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Persyaratan pada masing-masing jenis air dapat
dilihat pada Lampiran 7 dan Tabel 2. Jadwal pemeriksaan contoh air adalah:
1) Air PAM dilakukan sebulan sekali
2) Pemeriksaan air sumur dilakukan 6 bulan sekali
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
60
Universitas Indonesia
3) Pemeriksaan potable water seminggu sekali terhadap total cemaran
mikrobanya dan sebulan sekali diperiksa secara kimia, total cemaran
koliform, dan koliform tinja
4) Pemeriksaan terhadap purified water dilakukan setiap minggu secara
kimia dan total cemaran mikroba
Bila hasil pemeriksaan potable water, purified water melebihi alert dan
action limit yang telah ditentukan, maka tindakan selanjutnya adalah menerbitkan
OOS dan FIR, dengan melakukan evaluasi secara sistematis dan menyelidiki
dimana, kapan, dan apa penyebab penyimpangan tersebut.
4.1.2.4 Stability Study
Tujuan dilakukannya pemeriksaan stabilitas adalah untuk:
a. Mengetahui perubahan dan penguraian bahan aktif sehingga dapat
digunakan untuk menentukan batas waktu kadaluarsa atau batas waktu
penyimpanannya.
b. Memastikan bahwa produk yang dipasarkan stabil sampai tanggal
daluarsa yang tercantum pada label.
c. Memenuhi persyaratan registrasi obat jadi.
d. Menentukan jenis kemasan yang tepat pada kondisi penyimpanan.
e. Mengetahui apakah cara pembuatan dari setiap bets sama.
Menurut Global Standar Aventis, dikenal 5 jenis pemeriksaan stabilitas,
yaitu:
1) Tipe 0 : Bets preformulasi
Tipe 0 adalah bets untuk merancang formulasi produk baru. Stability study
ini dilakukan untuk memutuskan komposisi akhir dari formula tersebut. Sampel
disimpan dalam kondisi dipercepat (accelerated testing condition) selama 3 bulan.
2) Tipe I: Bets skala laboratorium
Pemeriksaan awal terhadap stabilitas dari bahan aktif dan produk atau
campuran dari excipientdan bahan aktif. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
pada kondisi dipercepat (accelerated testing condition) atau under stress.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
61
Universitas Indonesia
3) Tipe II: Bets skala pilot
Penyelidikan lanjutan atas stabilitas bahan aktif atau obat jadi setelah
dilakukan scale up Production.
4) Tipe III: Bets komersial
Pemeriksaan stabilitas dari bahan aktif atau obat jadi yang akan dipasarkan
untuk mendapatkan atau mencari waktu daluarsanya.
5) Tipe IV: Post marketing studies
Untuk pemeriksaan stabilitas rutin terhadap produk yang telah dipasarkan.
Pemeriksaan dilakukan satu bets per tahun mulai dari 0 bulan kemudian setiap
tahun hingga waktu kadaluarsa tercapai.
6) Tipe V: Follow up stability testing
Yang dilakukan terhadap bahan aktif atau produk yang mengalami
beberapa perubahan, misalnya perubahan bahan baku, perubahan proses, dan
sebagainya.
7) Tipe khusus : Studi yang tidak termasuk dalam kategori di atas.
Pada umumnya pemeriksaan stabilitas tipe 0, I, II, dan III dilakukan oleh
mother plant, sedangkan tipe IV dan V dilakukan oleh Jakarta Site. Perubahan
yang dimaksud pada uji stabilitas tipe V ada dua jenis yaitu minor changes dan
major changes. Perubahan kecil (minor changes) merupakan perubahan yang
tidak memberikan dampak berarti pada kestabilan obat, contohnya perubahan
kecil pada sintesa bahan aktif, perubahan jumlah bahan pembantu sesuai dengan
kisaran tertentu yang telah dipersyaratkan, perubahan pemasok bahan pembantu,
dan lain sebagainya. Perubahan besar (major changes) merupakan perubahan
yang secara potensial dapat memberikan dampak terhadap kestabilan obat,
contohnya setiap perubahan baik kualitatif maupun kuantatif dari setiap bahan
pembantu yang sedikit mengubah sifat obat, perubahan pemasok bahan aktif, dan
lain sebagainya. Pembagian iklim, tipe pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan
waktu pemeriksaan pada uji stabilitas dapat dilihat pada Lampiran 8. Parameter
pemeriksaan stabilitas yang dilakukan meliputi pemeriksaan wadah seperti
keadaan botol, keutuhan segel, kondisi label, dan lain-lain; dan pemeriksaan sifat
fisik dan kimia yang meliputi pemerian, berat rata-rata obat, waktu hancur,
kekerasan, kadar air, keseragaman kadar, kemurnian, pH, dan lain-lain.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
62
Universitas Indonesia
4.2 Production Department (Prosedur Tetap Production, 2010)
Secara umum, Production Department dibagi menjadi dua unit yaitu
Processing dan Packaging.
4.2.1 Processing
Kegiatan di bagian Processing secara umum dibagi menjadi dua yaitu
pengolahan untuk produk solid (tablet polos dan tablet salut selaput) dan
pengolahan untuk produk semi solid (cream, ointment, suppositoria, dan ovule).
Kegiatan ini berlangsung di kawasan kelas 3. Karyawan di kawasan kelas 3
memakai pakaian biru muda, penutup kepala putih, dan sepatu putih dan biru
muda. Bangunan di bagian produksi PT Aventis Pharma Indonesia memiliki
rancang bangun yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, dan
pemeliharaan, serta dilengkapi sarana kerja yang memadai sehingga dapat
menghindari terjadinya kesalahan, pencemaran dan pencemaran silang yang
mempengaruhi mutu obat, keselamatan, dan kesehatan kerja karyawan. Bangunan
juga didesain untuk melindungi kegiatan maupun produk dari pengaruh cuaca,
banjir, dan rembesan air tanah. PT Aventis Pharma Indonesia mengacu pada
standar GMP tertinggi dari Amerika, Jepang, dan Eropa yang terdapat dalam
standar GMP dari Aventis Pharma induk (Mother Company) yang dikenal sebagai
Aventis Global Guidelines. Standar ini secara berkala selalu diperbaharui dan
ditingkatkan dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan produk yang
dihasilkan oleh PT Aventis Pharma Indonesia. Bangunan PT Aventis Pharma
Indonesia di ruang produksi, sebagian gudang, dan QC memiliki konstruksi
sebagai berikut:
a. Dinding: Hebel, yaitu batu bata putih ringan, anti api, diplester dengan
campuran pasir dan semen dan cat dinding epoksi.
b. Flavon/langit-langit: Eterpan board (anti api) dan cat acrylic paint.
c. Lantai: beton bertulang dan cat epoksi mortar (anti gores, anti bakteri).
Pada area kelas 3 dilapisi dengan cat epoksi sedangkan pada area kelas 2
dilapisi dengan cat acrylic paint. Lantai epoksi bangunan merupakan
lantai kedap air yang digunakan untuk mencegah rembesan air tanah.
Lantai tersebut harus dijaga supaya tidak tergores dan rusak karena dapat
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
63
Universitas Indonesia
mengurangi fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi
debu/partikel. Upaya yang dilakukan untuk menghindari kerusakan pada
lantai antara lain dengan penggunaan sepatu khusus yang beralaskan
karet. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit, maupun lantai
sebaiknya dihilangkan dengan mengganti bentuk lengkungan yang
mencegah terjadinya akumulasi debu/partikel sehingga memudahkan
pembersihan.
Ruangan produksi dibagi menjadi 2 lantai yaitu:
a. First floor digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial (social activites)
yaitu loker sebagai ruangan untuk ganti pakaian dan sepatu sebagai
persiapan sebelum masuk ke area kelas 3 dan kelas 2. Pada first floor
terdapat 8 loker yang terdiri dari 4 loker menuju ke kelas 3 dan 4 loker
menuju kelas 2.
b. Ground floor digunakan sebagai area untuk Processing maupun
Packaging. Persyaratan di ruang produksi meliputi kebersihan ruangan
(jumlah partikel dan cemaran mikroba), suhu, RH, intensitas cahaya,
serta perbedaan tekanan udara.
Sebelum dipakai untuk kegiatan produksi ruangan harus bersih. Setiap
ruangan yang telah dibersihkan diberi label “BERSIH” berwarna hijau, dan jika
ruangan telah digunakan dipasang label “UNTUK DIBERSIHKAN” yang
berwarna merah. Pada label tersebut juga dicantumkan masa berlaku label besih
tersebut dan personil yang melakukan pembersihan. Ruangan tersebut maksimal
harus sudah dibersihkan dalam waktu 1 minggu, tetapi biasanya setelah digunakan
ruangan segera dibersihkan. Pembersihan ruangan dilakukan oleh cleaner, akan
tetapi pembersihan alat, mesin, dan utilitasnya dibersihkan oleh operator yang
menggunakannya, untuk kemudian kode bersih itu ditandatangani oleh yang
membersihkan dan disetujui bersih oleh foreman atau supervisor di bidang
masing-masing (solid dan semisolid). Masa berlaku kode bersih berlaku adalah 1
bulan. Jika waktu tersebut terlampaui, maka alat,mesin, dan utilitasnya perlu
dibersihkan kembali. Setiap kegiatan yang berkaitan dengan produksi produk
yang berhubungan dengan bets setiap produk baik itu Processing maupun
Packaging harus selalu mengikuti pedoman yang disebut PPI (Prosedur
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
64
Universitas Indonesia
Pengolahan / Pengemasan Induk) yang selalu diperbaharui secara berkala untuk
disesuaikan dengan standar GMP, disesuaikan dengan alat yang dipunyai (jika ada
alat baru), dan untuk menjaga keseragaman serta kualitas produk yang dihasilkan
dari waktu ke waktu. Setiap perubahan yang ada di PPI harus di input melalui
change control terlebih dahulu melalui sistem terkomputerisasi yang akan
terhubung dengan bagian IQC.
Prosedur Pengolahan Induk berisi cara pembuatan atau pengolahan obat
tahap demi tahap. PPI disusun oleh Supervisor perbagian (solid, semisolid, dan
packaging) yang diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor serta
disetujui oleh Head of IQC. Selain PPI, ada juga pedoman yang disebut Protap
yang juga harus dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan. Kedua pedoman ini
harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh
karyawan di bagian produksi.
Sebelum digunakan, ruangan di Processing harus selalu dicek agar RH <
60%, temperatur < 25°C, dan perubahan tekanan (ΔP) minimal 7,5 Pa. Untuk
memudahkan pemeriksaan kelengkapan dan kesiapan ruangan di masing-masing
bagian produksi dibuatkan check list yang disebut juga Line Clearance dan Line
Opening dan dijadikan 1 berkas dengan PPI produk yang akan dibuat. Pengecekan
dilakukan oleh operator, dan ditandatangani / disetujui oleh foreman atau
Supervisor bagian produksi. Selain itu, TSD juga melakukan pengecekan rutin
setiap 1 jam untuk melihat trend atau fluktuasi dari temperatur, RH, dan
kelembapan antara setting dan kondisi aktual.
Setiap kali hendak melakukan produksi, maka dilakukan process order (PO)
untuk memesan bahan yang diperlukan berdasarkan pada formula induk (bill of
material/master recipe). PO yang diterbitkan diterima oleh warehouse yang akan
menyiapkan material yang diperlukan. Material ini didatangkan dari warehouse
melalui airlock dan disimpan sementara di material transit room. Warehouse
merupakan ruangan kelas 1 sehingga airlock tersebut dilengkapi sistem interlock
untuk meminimalkan kontaminasi ruangan produksi. Dalam material transit
room, bahan baku yang diberikan dari gudang diperiksa jumlah, jenis, tanggal
kadaluarsa, dan label released yang tertera. Selanjutnya dilakukan pengecekan
bets. Setelah itu, dilakukan batch determination pada SAP, bahwa material sudah
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
65
Universitas Indonesia
diambil dari Bathyang dikirim. Stock adjustment dilakukan untuk memastikan
jumlah bahan yang ada. Setelah batch determination selesai, maka PO direlease
untuk kemudian dibuat Good Issue. Good Issue ini menggambarkan jumlah
barang yang benar-benar digunakan. Setelah dihasilkan bulk product, dikeluarkan
GRS untuk menginformasikan jumlah produk yang berhasil diproduksi. Pada
tahap selanjutnya dilakukan konfirmasi working hour (labour hour dan machine
hour) untuk memudahkan evaluasi terhadap produktivitas kegiatan produksi.
Setelah proses produksi selesai, maka diberi keterangan TeCo (Technically
Completed) pada sistem untuk menandai bahwa produksi produk tersebut telah
diselesaikan.
4.2.2 Packaging
Proses pengemasan berlangsung di kawasan kelas 3 dan kelas 2, yaitu
kelas 3 untuk pengemasan primer dan kelas 2 untuk pengemasan sekunder.
Karyawan di kawasan kelas 3 memakai pakaian biru muda, penutup kepala putih,
sepatu putih dan biru muda. Karyawan di kawasan kelas 2, memakai pakaian biru
tua dan penutup kepala putih serta sepatu biru. Loker bagi karyawan yang hendak
ke area kelas 3 dan kelas 2 dibuat terpisah. Persiapan proses pengemasan perlu
dilakukan dengan seksama agar tidak terjadi kekeliruan dalam penggunaan produk
ruahan dan atau bahan pengemas, salah penandaan atau cross contamination antar
produk maupun antar bets. Kegiatan pengemasan meliputi:
a. Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke
Processing Supervisor
b. Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk)
c. Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan)
d. Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan
e. Penanganan kunci lemari penyimpanan folding box dan packing insert
f. Persiapan mesin dan peralatan
g. Pemeriksaan jalur pengemasan
h. Pengawasan dalam pengemasan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
66
Universitas Indonesia
4.2.2.1 Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing
Supervisor
Setiap catatan pengolahan bets dan produk ruahan yang akan dikemas
harus dipastikan telah dicek dan disahkan oleh Supervisor Processing produk
yang bersangkutan dan Production Manager atau wakilnya.
4.2.2.2 Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk Pengemasan)
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan Catatan
Pengemasan Bets dari kopian prosedur pengemasan induk (PPI) untuk bets yang
bersangkutan. Dalam Catatan Pengemasan Bets berisi tentang nama produk,
jumlah bets, material yang dibutuhkan beserta jumlahnya, dan lain-lain.
Pembuatan atau revisi dan sirkulasi Prosedur Pengemasan Induk dilakukan oleh
bagian produksi. Penyimpanan Prosedur Pengemasan Induk asli disimpan di
ruang QA Manager dan setiap peminjaman atau fotokopi harus dengan izin QA
Manager. Penggunaan dokumen tersebut harus dicatat dalam buku Catatan
Pemakaian Prosedur Pengemasan Induk. Prosedur Pengemasan Induk disusun
oleh Packaging Supervisor, diperiksa oleh Production Manager dan QA
Manager, serta disetujui oleh Head of IQC.
4.2.2.3 Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan)
Permintaan bahan-bahan ke gudang dilakukan dengan mencetak material
list dari SAP yang mencantumkan nama bahan, nomor kode bahan dan jumlah,
serta diberikan keterangan tambahan nomor bets produk jadi yang akan dibuat dan
nomor PO.
4.2.2.4 Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan
a. Bahan pengemas primer
Bahan-bahan pengemas primer seperti tube dipindahkan ke dalam
keranjang aluminium di ruang transit antara gudang dan ruang pengemasan kelas
3. Alufoil, PVC foil, cold forming, dan rotoplast dikeluarkan dari kardusnya,
diperiksa keutuhan core dan pembungkus plastiknya kemudian dibawa ke ruang
penyimpanan bahan pengemas primer di kawasan kelas 3. Pembungkus plastik
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
67
Universitas Indonesia
harus dipastikan dalam kondisi tersegel sebelum digunakan dan segel tersebut
hanya boleh dibuka apabila material akan digunakan.
b. Bahan pengemas sekunder (cetakan)
Tiap bahan pengemas yang diterima, diperiksa dan dipastikan telah
diluluskan oleh bagian QC dengan penandaan label hijau “RELEASED”. Tiap
bahan pengemas diperiksa dan dipastikan cetakan yang diterima telah dicocokkan
dan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada display bahan pengemas yang
berlaku. Pada tahap ini juga dipastikan dan diperiksa bahwa jumlah setiap bahan
sesuai dengan permintaan. Penerimaan bahan tersebut termasuk nomor betsnya
dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Bahan pengemas yang telah dikirimkan
oleh bagian gudang diletakkan pada ruang Air Lock Secondary Packaging
Material yang kemudian dipindahkan ke atas pallet plastik yang bersih (warna
putih) dan diteruskan ke ruang persiapan untuk ditangani sesuai dengan instruksi
Prosedur Pengemasan Induk. Hasil cetakan pertama yang sesuai dengan PPI
(folding box dan master box) ditunjukkan pada Supervisor dan dimintakan paraf
serta tanggal persetujuannya oleh operator. Untuk hasil cetakan selama setting
yang mengalami bocor atau rusak tidak perlu disertakan dalam PPI. Pembuatan
folding box mengacu kepada persyaratan global PT Aventis Pharma.
c. Produk ruahan
Pada produk ruahan dilakukan pemeriksaan terhadap segel wadah. Wadah
bagian terluar dibersihkan dan diperiksa batas waktu pengemasan yang tertera
pada produk ruahan. Produk ruahan disimpan di bulk staging pada ruang kelas 1
sebelum dikemas.
4.2.2.5 Persiapan mesin dan peralatan
Dilakukan pemeriksaan kebersihan alat dan mesin yang akan digunakan
oleh Supervisor / Foreman.
4.2.2.6 Pemeriksaan jalur pengemasan
Jalur pengemasan dibersihkan dari sisa produk ruahan, bahan pengemas,
dan dokumen bets sebelumnya. Label “BERSIH” berwarna hijau yang melekat
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
68
Universitas Indonesia
pada mesin dan jalur diambil dan ditempelkan pada Catatan Pengemasan Bets
yang bersangkutan. Pemeriksaan jalur pengemasan dilakukan untuk mencegah
mix-up antar produk jadi dalam proses pengemasan dan juga untuk memeriksa
kebenaran alat kontrol isi folding box.
4.2.2.7 Pengawasan dalam pengemasan
Pengawasan dalam proses pengemasan bertujuan untuk mengontrol atau
mencegah terjadinya kesalahan dalam setiap tahap dalam proses pengemasan.
Hal-hal yang dilakukan dalam pengawasan tersebut meliputi:
a. Pengawasan yang pertama kali dilakukan adalah pada saat ganti pakaian di
ruang ganti.
b. Pemeriksaan persiapan jalur pengemasan (Packaging line). Apabila dalam satu
hari kerja jalur pengemasan dipakai untuk mengemas dua jenis produk
berturut-turut, maka sebelum digunakan untuk produk kedua harus dilakukan
pemeriksaan jalur pengemasannya.
c. Pemeriksaan kesesuaian display dan catatan pengemasan produk yang meliputi
nama produk, batch number, batch size, tanggal mulai pengemasan, tanggal
kadaluarsa, tanggal pengambilan contoh, dan tanggal selesai pengemasan
hingga dicek setiap kata untuk mencegah terjadinya kesalahan pengaturan..
d. Pemeriksaan dalam proses pengemasan dilakukan minimal 3 kali setiap hari
kerja dan apabila terjadi penyimpangan proses segera dihentikan dan
dilaporkan kepada Supervisor dan jika tidak dapat diselesaikan dilaporkan
kepada Production Manager dan QC untuk diambil langkah selanjutnya.
e. Pemeriksaan kebocoran blister atau rotoplast dengan menggunakan leakage
tester instrumen oleh bagian pengemasan.
f. Pengambilan contoh bahan pengemas (folding box dan packing insert yang
telah dicap) dan produknya di awal, tengah, dan akhir pada setiap hari
pengemasan dengan mencatat jumlah contoh, tanggal pengambilan, dan paraf
pada catatan pengemasan bets yang bersangkutan. Petugas QC akan
mengambil contoh tersebut setiap harinya.
Bagian pengemasan primer dibagi menjadi 4 jalur (line) yaitu line 1, line 2, line 3,
dan line 4 dan juga terdapat line semi solid serta suppository filling.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
69
Universitas Indonesia
a. Line 1 untuk pengemasan PVC – alu dan alu – alu blister
Di kawasan kelas 3, dilakukan pengemasan primer menggunakan blister
yang terbuat dari bahan PVC dan aluminium serta alumunium dan alumunium.
Bagian atas blister yang datar disebut alupush terbuat dari aluminium dan bagian
bawah (tempat tablet) disebut genotherm terbuat dari PVC atau cold forming foil
terbuat dari aluminium. Mesin blister yang digunakan adalah “Marchesini
LB421”. Mesin ini mempunyai sensor colour camera untuk memeriksa dan
memastikan kebenaran serta kelengkapan blister.
Sampah yang dihasilkan pada line ini ditimbang, diberi label dan
dilaporkan. Sampah yang dihasilkan diberi label set-up waste untuk blister kosong
yang telah dicetak; re-blister waste untuk blister yang telah sampai ke secondary
packaging tetapi dikembalikan, kemudian isi diambil, dan dikemas kembali;
running waste untuk sisa potongan blister pada tepian; dan reject waste untuk
blister yang di-reject sebelum sampai ke secondary packaging.
Pada kawasan kelas 2, tablet yang telah diblister dikemas dalam folding
box ditambahkan packing insert dan dimasukan dalam folding box.
Selanjutnyafolding box dicetak no bets dan expired date pada inkjet print. Masing-
masing folding box ditimbang menggunakan Checkweigher. Hal ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya kekurangan blister atau packing insert. Kemudian
folding box dimasukkan ke dalam master box dan disegel sebelum dikirim ke
bagian gudang. Sebelum masuk gudang, masing-masing master box ditimbang
dengan timbangan “Mettler Toledo” yang kapasitas maksimalnya 30 kg. Hasil
penimbangan harus memenuhi batas yang telah ditentukan. Jika tidak memenuhi
batas maka master box dibuka kembali untuk memeriksa jumlah folding box-nya.
Jika ada sisa tablet dalam blister yang tidak penuh dan dimasukkan dalam folding
box, maka sisa tablet ini dilaporkan dan kemudian dihancurkan. Sedangkan pada
master box yang tidak penuh, pada sisi luar folding box ditulis (incomplete)
jumlah isi sebenarnya.
b. Line 2 untuk pengemasan alu-alu blister
Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan primer yang semuanya terbuat
dari aluminium. Bagian atas blister yang datar disebut alupush dan bagian bawah
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
70
Universitas Indonesia
(tempat tablet) disebut cold forming foil. Mesin yang digunakan pada line ini
adalah “Uhlmann UPS 300/955”. Mesin ini mempunyai sensor mekanik yang
dapat mendeteksi blister yang kosong. Mesin ini dapat digunakan untuk
mengemas berbagai obat dengan mengganti spare parts yang sesuai. Obat-obat
yang dikemas dengan menggunakan mesin ini adalah Telfast 60, Telfast 120,
Telfast 180, Telfast plus, Amaryl 1, Amaryl 2, Amaryl 3, Amaryl 4, Triatec 10,
Triatec 5, dan Triatec 2,5.
c. Line 3 untuk pengemasan PVC-alu blister
Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer menggunakan bahan dari
aluminium, PVC, atau tripleks. Bagian atas blister yang datar disebut alupush dan
bagian bawah (tempat tablet) disebut cold forming foil. Mesin yang digunakan
pada line ini adalah “Uhlmann B1240”. Mesin ini mempunyai kamera yang dapat
mendeteksi blister yang kosong. Mesin ini dapat digunakan untuk mengemas
berbagai obat dengan mengganti spare parts yang sesuai. Obat-obat yang dikemas
dengan menggunakan mesin ini adalah Telfast 60, Telfast 120, Telfast 180,
Telfast plus, Amaryl 1, Amaryl 2, Amaryl 3, Amaryl 4, Triatec 10, Triatec 5, dan
Triatec 2,5.
d. Line 4 untuk pengemasan tablet dalam botol
Pada line 4 terdapat mesin yang baru didatangkan dari Taiwan untuk
pengemasan dalam botol (bottling) untuk produk baru PT. Aventis Pharma yaitu
tablet multivitamin. Hingga bulan April 2014, mesin baru tersebut masih dalam
proses kualifikasi operasional yang dilakukan oleh QA officer dengan bantuan
staff dari TSD.
e. Line semi solid untuk pengisian krim ke dalam tube serta pengisian
suppositoria/ovula ke dalam rotoplast
Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer untuk krim. Mesin
“Axomatic Optima 900” digunakan untuk mengisikan krim ke dalam tube, untuk
melipat bagian ujung tube yang kosong dan untuk mencatat penandaan berupa
nomor bets dan tanggal daluarsa pada lipatan tube. Mesin ini berada di bawah
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
71
Universitas Indonesia
LAF. Selain itu terdapat mesin filling suppositoria “Dott Bonapache” untuk
pengisian sediaan suppositoria dan ovula ke dalam wadah yang dinamakan
rotoplast. Mesin “Dott Bonapache” ini hanya berfungsi untuk pengisian,
selebihnya untuk sealing atua penyegelan serta pencetakan nomor bets, daluarsa,
dan HET menggunakan bantuan mesin lain diantaranya “Alphajet”.
4.3 Technical Services Department (TSD)(Prosedur Tetap TSD, 2009)
Technical Services Department(TSD) di PT. Aventis Pharma dipimpin
oleh seorang manajer. Tanggung jawab dari TSDmencakup kualifikasi peralatan,
fasilitas, dan sistem penunjang (utility); Air Handling Unit (AHU); Water
Generation Plant (WGP); serta perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana
penunjang.
4.3.1 Kualifikasi Peralatan, Fasilitas dan Sistem Penunjang (Utility)
Kualifikasi adalah pembuktian secara tertulis yang menunjukkan bahwa
suatu alat, fasilitas, sistem penunjang, komputer, dan proses pengemasan secara
otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara
konsisten dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang ditetapkan.
Kualifikasi hanya dilakukan sekali yaitu pada saat awal penggunaan alat, mesin,
maupun sarana penunjang. Kualifikasi sendiri memiliki 4 cakupan, yaitu :
a. Design Qualification (DQ)
Dokumen Design Qualification berisi tinjauan tentang persyaratan spesifik
yang diinginkan user menyangkut desain alat, spesifikasi, konstruksi, dan hasil
yang akan dicapai alat bersangkutan. Dokumen ini disusun sebelum alat
bersangkutan dibeli. DQ hanya dilakukan untuk Prospective Qualification yaitu
untuk alat atau sistem baru dan harus disiapkan sebelum Installation Qualification
(IQ), tidak dilakukan untuk mesin lama. Ada beberapa hal yang harus diuraikan
dalam DQ, yaitu:
1) User Requirement Specification (URS)
URS berisi deskripsi detail dari user mengenai hal-hal apa saja yang
diperlukan dalam proyeknya. Selain itu URS mengandung informasi yang
diperlukan oleh perancang guna memulai deskripsi teknis yang ditemukan pada
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
72
Universitas Indonesia
spesifikasi fungsional dan digunakan sebagai dasar untuk Performance
Qualification (PQ).
2) Functional Specification (FS)
FS berisi uraian teknis yang diperlukan untuk mencapai URS. FS
diperlukan untuk menyiapkan Operation Qualification (OQ).
3) Technical Specification (TS).
TS menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka
mewujudkan FS, sehingga TS adalah FS yang lebih detail. TS memberi landasan
dan daftar item yang harus diverifikasi saat IQ. Jika diperlukan, audit pemasok
dilakukan untuk melengkapi DQ. DQ sendiri buat oleh tim TSD, unit IQC, dan
pengguna alat tersebut. Setelah DQ terdefinisikan, dilakukan pengesahan DQ
kemudian diikuti dengan FAT (Factory Acceptance Test). Dokumen FAT
diperoleh dari pembuat alat tersebut. FAT adalah dokumen released dari produsen
untuk meyakinkan bahwa alat/mesin/utilitas berjalan sebagaimana mestinya. Pada
saat proses released tersebut, pihak pembeli, dalam hal ini PT Aventis Pharma
Indonesia, diundang untuk datang. FAT dapat dilakukan perubahan/modifikasi
sesuai dengan keinginan perusahaan.
b. Installation Qualification (IQ)
Installation Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa
peralatan bersangkutan dibuat dan dipasang dengan benar, semua komponen, serta
sistemnya ada dan sesuai DQ. IQ menguji atribut statis dari suatu alat atau sistem.
Dokumen IQ meliputi identifiers; engineering specification; utility and
installation testing; instrument calibration; preventive maintenance; change
parts, tooling and software; service documents; special procedures; serta final
engineering drawings. Pemasangan instalasi dilakukan bersama dengan
wakil/teknisi pemasok. Pada saat pemasangan mesin biasanya disertai dengan
pelatihan secara langsung dari teknisi pemasok tentang pemasangan,
pemeliharaan, dan perbaikan.
c. Operation Qualification (OQ)
Operation Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan
bersangkutan dapat beroperasi sesuai kriteria/desain yang telah ditentukan, yang
kebenaran kerjanya dapat dibandingkan dari kriteria penerimaannya. OQ menguji
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
73
Universitas Indonesia
atribut dinamis dari suatu alat atau sistem. Mesin tersebut dikualifikasi dalam
keadaan nyala/running untuk mengetahui apakah mesin beroperasi sesuai dengan
fungsinya.
d. Performance Qualification (PQ)
Performance Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa
peralatan atau suatu product contact utility dapat secara konsisten memberikan
kinerja yang baik. Hal ini dimaksudkan agar alat dapat menghasilkan produk
sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Protokol PQ meliputi critical
parameters, acceptance parameters and acceptable ranges, serta test
methods/procedures to complete the test of critical parameters.
4.3.2 Air Handling Unit (AHU)
Air Handling Unit (AHU) merupakan peralatan yang digunakan untuk
mengkondisikan udara di dalam suatu ruangan. AHU digunakan agar semua
parameter kritis dari kualitas udara dapat dikontrol sesuai dengan kelas
ruangannya menurut Global Engineering Guideline. Parameter kritis dari kualitas
suatu udara adalah suhu, tekanan, kelembaban (RH, air change per hour, jumlah
partikel, dan jumlah mikroba.
AHU hanya diterapkan di pabrik (Warehouse, Processing, dan Packaging)
dan tidak di ruangan kantor. Sistem yang mengontrol AHU adalah Building
Management System (BMS). BMS merupakan sistem yang menempatkan sensor
pada tiap ruangan dan AHU itu sendiri. Dari sistem ini akan dikontrol baik
kondisi udara yang terdapat pada AHU serta yang dihasilkan di ruangan. Ada 14
tipe AHU yang berada di area gudang dan di area produksi baik pengolahan
(kawasan kelas 3) maupun pengemasan (kawasan kelas 3 dan kelas 2). Jenis-jenis
AHU beserta ruang yang disuplai dapat dilihat pada Tabel 3.
Setiap 6 bulan sekali dilakukan kualifikasi terhadap sistem AHU. Setiap
ruangan mempunyai return line dan supply line yang berbeda sehingga selalu
tersedia udara bersih dalam ruangan. Pada ruangan Processing dan Primary
Packaging juga dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi untuk membuang
udara keluar (tidak mengalami resirkulasi). AHU yang ada merupakan AHU yang
bertingkat dimana AHU yang pertama mengambil udara segar dari luar yang
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
74
Universitas Indonesia
disebut dengan AHU-FA (AHU-Fresh Air), kemudian udara tersebut akan
dialirkan ke AHU. AHU bertingkat dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja
AHU dalam mendinginkan udara sehingga akan meningkatkan masa kerja dari
AHU tersebut. Udara pada AHU mengalir dari intake module kemudian
didinginkan oleh cooling coil di dalam coil module. Sistem pendinginan pada
cooling coil ini berasal dari chilled water. Akan tetapi ada juga AHU yang sumber
dinginnya berasal dari refrigerant, sering juga disebut dengan Direct Expantion
AHU (DX AHU). Tujuan pendinginan ini adalah untuk menurunkan suhu dan
menurunkan kelembaban dengan mengembunkan uap air yang ada di dalam
udara. Sensor suhu (Pt 100) dipasang pada pipa suplai dan return chilled water,
sehingga perubahan suhu pada chilled water dapat dipantau/ dimonitor setiap saat
sesuai dengan kebutuhan.
Udara dihisap melalui fan module, setelah didinginkan oleh cooling coil
kemudian didorong oleh supply fan untuk masuk ke ruangan-ruangan yang
disuplai. Sebelum keluar, udara disaring untuk mengurangi partikel dan bakteri
yang ada menggunakan filter. Udara yang masuk ke AHU akan mengalami
penyaringan berkali-kali. Ada 3 jenis filter dalam sistem AHU, yaitu pre filter
(efisiensi 30%), medium filter (efisiensi 80-95%) dan HEPA filter (efisiensi
99,995%). Tidak semua AHU dilengkapi dengan HEPA filter. AHU yang
memiliki HEPA filter, yaitu AHU-02, AHU-03, AHU-04, AHU-05A, AHU-05B,
AHU-06, dan AHU-DX03. Untuk mengetahui besarnya perbedaan tekanan di
filter dan mengetahui kondisi keabsahan filter tersebut maka digunakan alat
Differential pressure dipasang pada medium filter dan HEPA filter.
4.3.3 Water Generation Plant (WGP)
Dalam kegiatan industri yang dijalankan PT Aventis Pharma, terdapat
berbagai macam tingkat air yang digunakan. Dalam proses produksi, pencucian,
serta kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan uji laboratorium,
PT Aventis Pharma menggunakan purified water. Untuk uji laboratorium (kimia
dan mikrobiologi) digunakan ultra purified water, hasil pengolahan purified water
diperoleh dari alat Milli Q-Plus. Sumber utama purified water adalah potable
water (air PAM yang telah melewati sand filter dan mengalami klorinasi). Sumber
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
75
Universitas Indonesia
purified water dapat juga dari air sumur (well water) jika air PAM (drinking
water) tidak mengalir. Purified water di area produksi disuplai dari water
generation plant, sedangkan untuk laboratorium QC disuplai dari alat Milli RX
75. Pemeriksaan purified water dilakukan sekali dalam seminggu oleh analis QC.
Dalam sistem Water Generation Plant, ada 3 bagian penting yang semuanya
berlangsung dan dikontrol secara otomatis (computerized), yaitu:
a. Osmotron berkapasitas 500 L/jam, yaitu sistem pengolahan air melalui
reverse osmosis (RO) dan electro de ionization (EDI).
b. Water tank, yaitu tempat penampungan purified water setelah melalui RO.
c. Loopo, yaitu sistem sirkulasi dan distribusi purified water dari water tank ke
pengguna (user point).
Tahap-tahap pengolahan purified water dapat dilihat pada Lampiran 9
dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Air mengalir dari sumber air ke WGP system (letaknya disamping ruang
office di pharma factory dengan pintu khusus). Sumber air ada 2 yaitu air
PAM/drinking water (akan diubah menjadi potable water) dan well water.
Well water dipakai jika air PAM tidak mengalir.
2. Air akan menuju multimedia filter yang berfungsi untuk menyaring partikel-
partikel besar. Filter ini memiliki mekanisme pembersihan secara otomatis
(diprogram setiap jam 11 malam melalui metode backwashing).
3. Kemudian air akan disaring lagi dalam backwash filter (proses pembersihan
diri terjadi secara otomatis dan kontinyu, diatur supaya air masuk dan kotoran
langsung dibuang ke drain).
4. Air masuk ke dalam water softener yang di dalamnya terdapat resin. Di sini
kesadahan air (water hardness) dikurangi dengan mekanisme pengikatan ion,
sehingga kandungan ion dalam air berkurang (konduktivitas air belum
diukur). Pada proses ini diinjeksikan NaCl sebagai pengikat ion, ion positif
akan diikat oleh Na+ dan sebaliknya oleh Cl-. Terdapat 2 tanki softener pada
proses ini, di dalamnya terdapat resin (mediator pengikat ion) yang perlu
diregenerasi secara berkala. Dua tanki softener bertujuan untuk meringankan
beban kerja (1 tanki sudah dapat memberikan kontribusi 100%, dengan
adanya 2 tanki beban kerja itu dibagi). Ketika tanki 1 diregenerasi maka katup
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
76
Universitas Indonesia
pada tanki 1 tertutup dan proses softening dilakukan oleh tanki yang lain. Air
selalu mengalir dari tanki 1 ke tanki 2 karenanya perbandingan regenerasi
tanki 1 dan tanki 2 adalah 3:1. Regenerasi dilakukan dengan mencuci ion-ion
yang ada pada resin (resin berumur kerja 5 tahun). Air yang telah melalui
water softener kemudian dideteksi tingkat kesadahannya dengan residual
hardness meter. Tingkat konduktivitas air sampai tahap ini adalah sekitar
1400 μS/cm. Konduktivitas air PAM berkisar antara 1600 μS/ cm. Air yang
telah mengalami water softening disebut soft water.
5. Soft water akan mengalir ke filter 5 μm. Disini terjadi penginjeksian sodium
bisulfit yang digunakan untuk mengikat kelebihan ion Cl maupun Cl bebas.
6. Soft water akan mengalami proses RO. Disini terjadi proses desalinasi untuk
menghilangkan kandungan garam dari soft water. Hasil RO dari soft water
disebut permeate, sedangkan sisanya (concentrate) akan dibuang. Pada
osmotron terdapat water conversion factor (WCF) yang mengatur
perbandingan soft water dan permeate menjadi 75%. Semua air buangan yang
ditampung dalam drain diolah di WWTP. Permeate memiliki nilai
konduktivitas sebesar 10 μS /cm.
7. Permeate akan mengalami electric de ionization (EDI) dalam septron. Pada
proses EDI terjadi pertukaran ion dengan bantuan stimulasi listrik (dengan
sengaja dialirkan listrik pada air, sehingga molekul akan pecah menjadi ion-
ion yang reaktif, selanjutnya air terstimulasi ini digunakan untuk mencuci
permeate). RO dan EDI bertujuan untuk menurunkan konduktivitas air. Hasil
pengolahan permeate dalam septron disebut diluted purified water yang
memiliki nilai konduktivitas sebesar 0,09 μS/cm3 (limit yang dipersyaratkan
1,3 μS/cm3), selanjutnya air akan ditampung dalam water tank.
8. Water tank dilengkapi dengan valve dan switch level. Jika water tank sudah
penuh akan mengaktifkan switch level untuk menutup valve, sehingga
purified water tidak masuk lagi ke dalam water tank. Air akan tersirkulasi
kembali dan bergabung dengan soft water untuk diolah kembali (WCF yang
tadinya 75% menjadi 90%). Mode operation system-nya berubah dari
operation menjadi circulation dimana volume dan kecepatan pompa diatur
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
77
Universitas Indonesia
(computerized). Purified water harus selalu mengalir dan kecepatan alirannya
dijaga untuk menghindari pertumbuhan bakteri.
9. Purified water kemudian didistribusikan ke user points dengan loopo
distribution system. Pada sistem ini terdapat heat and cooling exchanger yang
berguna untuk mengubah suhu air sehingga sesuai dengan parameter purified
water. Suhu setelah keluar dari water tank adalah 30°C, setelah dilewatkan
dalam exchanger dan terjadi penyeimbangan kalor (asas Black) suhu menjadi
25°C. Pendingin dalam exchanger berasal dari chilled water (5°C).
10. Setelah beberapa waktu akan muncul lapisan biofilm di permukaan dalam
pipa, dibersihkan dengan loopo sanitation system. Air dari water tank
dipanaskan sampai 85°C selama 90 menit dalam exchanger dengan
menggunakan superheated water (120°C bertekanan 6 bar dan berwujud
cair). Ketika sanitasi dilakukan water tank berisi 24%, valve tidak boleh
dibuka, sehingga mode yang berjalan adalah sirkulasi seperti ketika water
tank penuh, chilled water valve tertutup otomatis, sementara di user points
tidak boleh ada karyawan untuk alasan HSE. Proses sanitasi di loopo system
ini dilakukan 2 kali setahun.
11. Pembersihan yang dilakukan di osmotron dilakukan dengan menggunakan
H2O2 (desinfektan) yang diinjeksikan selama 15 menit ke pipa sebelum tanki
softener, setelah air dibiarkan dalam keadaan diam selama 3 jam (ada waktu
kontak dengan permukaan pipa/wadah/RO membrane/EDI) agar proses
desinfeksi efektif. Setelah proses pencucian otomatis, air sisa pembersihan
dibuang. Pembersihan osmotron juga dilakukan 2 kali setahun (Juni dan
Desember).
12. Tanki NaOH 5% hanya diinjeksikan jika sumber air yang dipakai adalah
well water karena banyak mengandung logam berat dan bakteri. NaOH
diinjeksikan ke pipa sebelum membran 5 μm secara otomatis dan terus-
menerus selama well water dipakai. Dengan well water maka WCF yang
dipakai pada proses RO adalah 50%.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
78
Universitas Indonesia
4.3.4 Perawatan Fasilitas, Peralatan, dan Sarana Penunjang (Utility)
Semua fasilitas, peralatan, dan utility yang digunakan dalam kegiatan
produksi perlu dirawat menurut sistem yang memadai. Sistem maintenance di PT
Aventis Pharma dikontrol secara terkomputerasi dengan Maintenance
Management System (MMS). Aplikasi MMS dinilai perlu untuk dilakukan
perubahan karena aplikasi MMS merupakan program aplikasi yang lama yang
sudah tidak kompatibel dengan sistem windows yang baru. Selain itu, pemakaian
aplikasi MMS juga tidak bisa diperbaharui lagi sehingga mesin – mesin terbaru
tidak dapat dicantumkan informasi dan jadwal perawatannya. Hal lain yang dirasa
kurang dari aplikasi MMS ini adalah adanya kekurangan dari versi MMS yang
memiliki interval software yang masih dalam week basis. Interval ini
menyebabkan tidak presisinya keterulangan schedule setelah beberapa lama.
Untuk melengkapi kekurangan MMS, maka dikembangkan suatu sistem
baru yang dapat menghasilkan hasil kerja yang lebih baik. Sistem ini dinamakan
e-MMS adalah aplikasi web yang digunakan untuk melakukan penjadwalan
maintenance terhadap mesin yang ada. Aplikasi ini sedang dikembangkan agar
siap untuk digunakan di PT. Aventis Pharma. Untuk itu, perlu adanya suatu proses
validasi yang meyakinkan bahwa aplikasi ini dapat digunakan dan menghasilkan
kinerja sesuai yang diinginkan.
Alasan dilakukan pemeliharaan terhadap alat-alat maupun utility agar:
a. Alat maupun utility yang digunakan tidak membahayakan keselamatan kerja
dari karyawan.
b. Alat maupun utility yang digunakan tetap menghasilkan produk dengan
kualitas terjamin.
c. Masa/umur penggunaan alat dan utility berlangsung lama.
Maintenance alat maupun utility di perusahaan ada 2 macam yaitu:
1. Preventive maintenance, bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan
sehingga mengurangi jumlah kerusakan alat maupun utility.
2. Break down maintenance, bertujuan untuk memperbaiki peralatan maupun
utility yang rusak.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
79
Universitas Indonesia
4.4 Health, Safety, and Enviroment Department (HSE)(Prosedur Tetap
HSE, 2011)
Health, Safety, and Enviroment (HSE) PT Aventis Pharma Indonesia
berada di bawah Industrial Affairs Division yang bertanggung jawab menangani
masalah kesehatan (health), keselamatan (safety), dan lingkungan (environment)
di PT Aventis Pharma. HSE menjadi suatu aspek yang mendasari semua kegiatan
di PT Aventis Pharma selain CPOB. Sebelumnya departemen ini bernama EHS
(Environment, Health, and Safety), kemudian diubah menjadi HSE karena di suatu
industri farmasi pengolahan, timbulnya gangguan kesehatan bagi personel yang
terkait merupakan kemungkinan yang terbesar dibandingkan kedua aspek HSE
lainnya. HSE dikepalai oleh seorang supervisoryang membawahi bagian yang
menangani lingkungan hidup dan kesehatan dan bagian yang menangani
keselamatan kerja.
Tujuan HSE adalah:
a. Untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, mencegah dan
menanggulangi segala macam bahaya yang mengancam seluruh karyawan,
kontraktor, dan tamu.
b. Untuk meminimalkan pencemaran lingkungan selama proses produksi dari
mulai penanganan bahan baku hingga setelah produk jadi dihasilkan.
c. Mencegah kontaminasi selama proses produksi terhadap personel terkait.
d. Meminimalkan kontaminasi produk sampingan terhadap lingkungan.
e. Mencegah kontaminasi terhadap produk baik dari lingkungan maupun
karyawan.
Dasar yang digunakan oleh PT Aventis Pharma dalam melaksanakan HSE
adalah Global HSE Standar, HSE guidelines, HSE key requirement, dan peraturan
negara mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dikeluarkan oleh
Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), serta Upaya Kesehatan Kerja yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Depkes). K3 kemudian lebih dikenal
sebagai LHK3 (Lingkungan Hidup, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja).
Berdasarkan global HSE, hierarki dokumen HSE dari tingkatan tertinggi sampai
tingkatan terendah berturut-turut adalah sebagai berikut:
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
80
Universitas Indonesia
a) Kebijakan HSE (HSE Policy)
b) Persyaratan Utama (Key requirements)
c) Standard (Standard)
d) Panduan (Guidelines)
e) Prosedur Tetap (Standard Operating Procedures/SOP)
Semua dokumen tersebut kecuali Prosedur Tetap (Protap) disusun oleh
Aventis Global untuk dilaksanakan di seluruh Aventis site. Sementara itu, protap
disusun di masing-masing Aventis site untuk dilaksanakan di site yang
bersangkutan. Key requirements HSE merupakan elemen esensial minimum yang
harus diterapkan di suatu site. Standar HSE menjelaskan hal-hal yang perlu
dilakukan oleh site saat menerapkan Key requirements. Guidelines adalah
dokumen yang umumnya berisi informasi teknis dalam bentuk protap.
Sasaran kebijakan program HSE di PT Aventis Pharma berpedoman pada
prinsip pengembangan yang berkesinambungan yaitu:
a. Secara aktif berusaha mencegah dampak yang merugikan terhadap udara, air
tanah, sumber daya alam, dan kesehatan manusia.
b. Menghindarkan terjadinya cedera pada semua karyawan, kontraktor, dan
masyarakat sekitar.
c. Memberi perhatian pada aspek HSE dalam perancangan pabrik, perancangan
dan pengembangan produk baru, serta mengelola resiko HSE dari semua
produk.
d. Mengatasi dampak lingkungan yang timbul.
e. Mengukur kinerja dan menyampaikan hasilnya secara terbuka untuk
membangkitkan keyakinan dan pengakuan pada semua pihak yang
berkepentingan.
Untuk menjamin realisasi tujuan HSE dan memastikan program-program
HSE terselenggara, diperlukan sistem pengelolaan HSE yang komprehensif.
Sistem managemen HSE mencakup pengembangan kebijakan, pengorganisasian,
perencanaan dan implementasi, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan
pengauditan. Proses sistem manajemen tersebut berlangsung secara berulang dan
berkesinambungan.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
81
Universitas Indonesia
4.4.1 Health (Kesehatan Kerja)
Kebijakan yang dimiliki oleh PT Aventis Pharma dalam bidang kesehatan,
yang menjadi tanggung jawab HSE adalah dalam pelaksanaan Industrial Hygiene
(IH) dan Occupational Health (OH). Untuk melaksanakan IH, harus dilakukan
terlebih dahulu identifikasi bahaya dan faktor yang dapat membahayakan
keamanan pekerja dan alat kerja di tempat itu. Faktor resiko yang perlu
diwaspadai adalah prosedur kerja, material, serta proses dan alat kerja yang
dipakai. Upaya untuk melindungi pekerja terhadap bahaya kontaminasi produk
adalah dengan exposure monitoring terutama terhadap bahan OEB level 3 dan 4.
Tujuan exposure monitoring adalah untuk meyakinkan bahwa lingkungan kerja
aman dan tidak mengganggu kesehatan, sehingga hak karyawan terhadap
kesehatannya ketika tidak lagi bekerja di perusahaan ini dapat dijamin, serta
terjadinya penyakit akibat kerja dan kontaminasi pada lingkungan oleh produk
dapat dihindari. Langkah-langkah dalam exposure monitoring:
a. Sampling, alat yang digunakan adalah sampling plump yang alirannya (flow)
disesuaikan dengan wujud zat aktif yaitu high flow (2 L/menit) untuk dust,
dan low flow (0,75 L/menit) untuk favour gas. Collecting media yang spesifik
untuk menampung partikel bahan aktif dan filter untuk menyaring udara yang
masuk sehingga udara bersih bisa dikeluarkan kembali.
b. Hasil sampling dikirim ke Global Hygiene Laboratory di Bridgewater,
Amerika Serikat.
Selanjutnya, dilakukan program penanggulangan bahaya. Program ini
harus jelas mencantumkan judul, tujuan, jadwal kegiatan, biaya, penanggung
jawab, dan ukuran keberhasilannya (cara evaluasi). Setelah itu, program yang
telah disusun tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan aspek komunikasi
(sosialisasi kepada karyawan) dan persyaratan administratif (meninjau kembali
apakah persyaratan sertifikasi peralatan, kualifikasi operator, zoning daerah resiko
tinggi, dan sebagainya telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku).
Pada akhir pelaksanaan program, dilakukan evaluasi yang mencakup aspek teknis
dan mutu, biaya, serta waktu pelaksanaan. Penilaian terhadap suksesnya pelatihan
dilakukan dengan diadakannya inspeksi diri sewaktu-waktu terhadap aspek HSE.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
82
Universitas Indonesia
Peningkatan self awareness karyawan terhadap HSE adalah dengan usaha safety
talk, briefing, dan training.
Dalam pemantauan kesehatan kerja perlu diperhatikan nilai ambang batas
pemaparan yang lebih dikenal dengan istilah OEB (Occupational Exposure Band)
dan OEL (Occupational Exposure Limit). Penggolongan OEB diperoleh dari OEL
yang disederhanakan. Aventis mengkategorikannya berdasarkan konsentrasi
paparan aktif yang dipercaya aman untuk kesehatan karyawan. OEB adalah
paparan yang dapat diterima 8 jam kerja per hari atau 40 jam kerja seminggu.
Dengan mengetahui nilai OEB suatu senyawa, kesehatan dan keamanan kerja
karyawan dapat ditingkatkan. Tingkatan OEB dapat dilihat pada Tabel 4. Kategori
produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai
ambang batas pemaparan lain yang harus diperhatikan adalah kebisingan dan
paparan gas. Batas pemaparan suara yang dapat menyebabkan kebisingan adalah
85 dB. Contohnya mesin GUK di bagian Packaging memiliki pemaparan suara 90
dB sehingga diperlukan usaha noise reduction dengan menggunakan earpug dan
earmuf. Paparan gas beracun banyak terjadi di laboratorium dan usaha untuk
mengatasinya adalah dengan pembuatan protap, pelatihan penggunaan lemari
asam, dan pemisahan jenis limbah cair di laboratorium.
4.4.2 Safety (Keselamatan kerja)
Tanggung jawab HSE dalam bidang keselamatan (safety) sangat besar
dalam rangka menjamin keselamatan pekerja, tamu, dan kontraktor. Program yang
dilakukan dalam rangka pelaksanaan keselamatan kerja antara lain:
a. Pelaksanaan inspeksi diri dan risk assesment di tempat kerja.
b. Penerapan hasil risk assesment .
c. Penggunaan tangga dan pintu darurat.
d. Pengadaan sistem izin kerja dan izin penggunaan peralatan untuk semua
pekerjaan yang dilakukan di lingkungan perusahaan.
e. Sosialisasi program-program HSE dan pelatihan bagi karyawan.
Tanggung jawab HSE diantaranya adalah menyiapkan fire protection
untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran, antisipasi banjir, emergency
preparedness, dan training. Yang termasuk dalam fire protection adalah smoke
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
83
Universitas Indonesia
detector, fire extinguisher, hydrant, sprinkler, dan foam cart (untuk kebakaran
yang disebabkan karena bahan kimia). Fasilitas lain adalah emergency exit di
setiap ruangan untuk memudahkan orang keluar saat terjadi bahaya yang secara
otomatis akan mengaktifkan alarm. Untuk mengantisipasi keluarnya air yang
sudah terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3) dari gudang ke luar
daerah gudang dipasang water barrier (Blobel Water Retention BL/BED-PM) di
Warehouse. Pemasangan dilakukan di warehouse karena di tempat inilah sebagian
besar inventory pabrik disimpan, sehingga jika terjadi kontaminasi pada daerah
warehouse air tidak akan terbawa keluar area gudang. Emergency preparedness
adalah suatu drill evakuasi (terhadap kebakaran dilakukan 3 bulan sekali) yang
dilakukan sebagai latihan evakuasi jika suatu waktu tertentu terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan di pabrik, seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, teror, atau
sabotase, dan sebagainya.
Untuk meningkatkan partisipasi seluruh departemen dalam menjaga
keselamatan kerja, maka HSE mengadakan program LTI (Lost Time Injury) atau
IWLT (Injury Without Lost Time). LTI adalah suatu cedera yang menyebabkan
hilangnya hari kerja. Sedangkan IWLT adalah keadaan dimana cedera yang
ditimbulkan tidak menyebabkan kehilangan hari kerja, walaupun membutuhkan
medical treatment seperti dijahit, pingsan, dan lain-lain. Setiap departemen
memiliki papan untuk mencantumkan jumlah hari yang telah dilewati tanpa
terjadinya LTI dan jumlah hari tanpa IWLT. Sehingga bila ada bagian yang
jumlah LTI atau IWLT-nya di atas rata-rata dapat langsung diketahui, dievaluasi,
dan diambil langkah-langkah pencegahan yang paling sesuai. Training dilakukan
untuk memperkenalkan aturan-aturan di pabrik sehingga dalam bekerja dapat
terjamin keamanan dan keselamatan kerja. Training ini dilakukan terhadap
karyawan baru dan kontraktor yang akan bekerja di pabrik. Kontraktor juga perlu
diberi training (safety orientation) karena pada suatu waktu terjadi persentase
kecelakaan kerja kontraktor lebih tinggi daripada karyawan (misal pada saat
renovasi pabrik). Program HSE untuk karyawan baru adalah dengan memberikan
booklet tentang HSE dan pelatihan yang diadakan di bawah departemen masing-
masing.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
84
Universitas Indonesia
Dalam HSE dikenal adanya hierarchy of control (hierarki pengendalian),
dimana upaya yang dilakukan dalam mengendalikan seluruh aspek yang
berhubungan dengan HSE dilakukan menurut prioritas utama terlebih dahulu.
Apabila prioritas utama tidak mungkin diterapkan, baru dipertimbangkan untuk
mengambil langkah berikutnya. Misalnya untuk mengurangi paparan bahan aktif
yang berlebihan dapat dicari solusi dengan menerapkan hierarki pengendalian
sebagai berikut:
a. Eliminasi
Prosedur ini dilakukan dengan menghilangkan faktor yang menjadi
sumber permasalahan, misalnya menghilangkan bahan atau alat yang berbahaya.
b. Subtitusi
Prosedur ini dilakukan dengan mengganti faktor yang menjadi sumber
permasalahan dengan bahan lain yang lebih aman.
c. Engineering control
Cara ini dilakukan dengan mengatur variabel mesin/peralatan menjadi
lebih aman untuk digunakan, misalnya mendesain dan memodifikasi alat,
merancang sebuah bentuk alat, mesin, dan sarana penunjang apapun yang bersifat
ergonomis (penyesuaian terhadap anatomi tubuh dan kebiasaan bersikap dalam
bekerja) yang dapat memudahkan suatu pekerjaan untuk dilakukan sehingga
karyawan merasa nyaman dalam bekerja dan tidak mudah merasa lelah.
d. Administrative control
Dilakukan dengan cara menerapkan SOP atau mengatur waktu paparan
pekerja terhadap faktor yang membahayakan, misalnya dengan mengatur shift
kerja karyawan.
e. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
Langkah ini dilakukan sebagai upaya terakhir yang dilakukan untuk
melindungi karyawan atau bisa juga diterapkan sebagai solusi sementara pada saat
engineering approach masih didesain, misalnya penggunakan, earpug, masker,
dan sarung tangan. Dalam rangka pengukuran kinerja HSE, pencegahan
pengulangan kejadian setiap kecelakaan dan nyaris celaka harus diselidiki dan
dilaporkan. Finding kecelakaan dibedakan menjadi 3 yaitu:
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
85
Universitas Indonesia
a) Critical (harus diselesaikan hari itu juga)
b) Major (diberi waktu 2 hari dalam penyelesaiannya)
c) Minor
Keselamatan kerja dipengaruhi oleh 2 aspek yaitu perilaku yang tidak
aman dan lingkungan kerja yang tidak aman. Finding dalam perilaku kerja harus
diselesaikan saat itu juga, sedangkan untuk kondisi kerja diselesaikan dalam
waktu 2 hari. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki berupa
benturan antara dua massa/energi sehingga timbul kerusakan, cedera, dan
kerugian. Near miss adalah suatu kejadian dimana dua massa/energi hampir
bersentuhan sehingga tidak sampai menimbulkan kerugian fisik. Arti penting dari
kejadian near miss adalah kecelakaan dapat terjadi dengan situasi dan kondisi
yang sama dengan kejadian ini. Oleh karena itu dengan melakukan investigasi
terhadap near miss dapat berguna untuk mencegah terjadi kecelakaan di kemudian
hari. Prioritas kecelakaan yang perlu diinvestigasi adalah:
1. Jatuh dari ketinggian
2. Penanganan dan penggunaan bahan kimia, termasuk jika terjadi
tumpahan bahan kimia. Tumpahan bahan kimia dapat tergolong keadaan
darurat jika tumpahan bervolume 200 L atau lebih
3. Berhubungan dengan mesin dan alat kerja
4. Menyebabkan cedera berat
5. Kecelakaan berulang
6. Pelanggaran peraturan.
Tim investigasi terdiri dari kepala unit/departemen tempat kejadian, staf
HSE, Human Resource Administration, wakil serikat kerja, dan Technical
Production/IQC sebagai pengkaji laporan. Laporan hasil investigasi dibuat paling
lambat 2x24 jam setelah kejadian dan ditujukan kepada Depnaker dan
Global/Regional Aventis. Laporan tersebut berupa:
a. Immediate reporting untuk kecelakaan besar.
b. Real time reporting untuk Lost Time Injuries dan Injury Without Lost
Time.
c. Monthly reporting untuk karyawan dan kontraktor.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
86
Universitas Indonesia
Tim investigasi melakukan investigasi dengan sistematika sebagai berikut:
a. Melakukan evaluasi menyeluruh di tempat kejadian (situasi tempat kerja,
mesin dan alat kerja yang dipakai, prosedur kerja, dan urutan kejadian).
b. Mengambil gambar/foto sebelum tempat kejadian dibersihkan.
c. Membuat sketsa dan ukuran situasi di tempat kejadian.
d. Mencatat semua saksi dan melakukan wawancara untuk evaluasi.
Program lain dari HSE adalah:
a. Menciptakan sistem pengumpulan Material Safety Data Sheet (MSDS)
yang efektif dan efisien terhadap semua bahan kimia yang dipergunakan
di kawasan Aventis Pharma
b. Menetapkan sistem yang menjamin bahwa MSDS yang tersedia adalah
valid dan MSDS yang berlaku tersebut tersimpan baik dan mudah
ditemukan saat diperlukan oleh yang membutuhkan.
Material Safety Data Sheet adalah suatu bentuk info tertulis yang pada
umumnya memuat data mengenai identifikasi produk kimia dan perusahaan
pembuat, identifikasi bahaya, pertolongan pertama pada kecelakaan, langkah
penanganan bila terbuang ke lingkungan secara tidak sengaja, penanganan dan
penyimpanannya, serta pengendalian pemaparan dan perlindungan dari personel.
Selain itu MSDS juga berisi data mengenai sifat-sifat fisika dan kimia bahan,
stabilitas dan reaktivitas, toksikologi, dan informasi lainnya. Alur pengumpulan
dan penyimpanan MSDS bahan produk Aventis Pharma dapat dilihat pada
Lampiran 10.
4.4.3 Environment (Lingkungan Hidup)
Dalam bidang lingkungan, tanggung jawab HSE department dalam hal:
a. Environmental Management System (EMS)
Meliputi seluruh sistem pendokumentasian standar lingkungan yang
berada di PT Aventis Pharma Indonesia. Laporan implementasi Rencana Kegiatan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) disusun oleh
perusahaan untuk dilaporkan ke Badan Pemeriksa Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD) tiap 3 bulan sekali.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
87
Universitas Indonesia
b. Environmental Risk Assessment (ERA)
Environmental Risk Assessment (ERA) merupakan program yang
mencakup analisis dampak lingkungan hidup bagi seluruh karyawan PT Aventis
Pharma. Program ini mencakup segala kegiatan dan aspek-aspeknya, fasilitas, dan
lingkungan yang dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan keselamatan
karyawan.
c. Waste Management System
Merupakan usaha dalam pengelolaan sampah, dengan melakukan waste
minimizing maupun reduction dengan cara eliminasi/reduksi, daur ulang, dan
disposal (insinerasi atau ditanam). Limbah yang dihasilkan ini harus dikelola agar
tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Jenis limbah dari PT Aventis Pharma
adalah limbah padat, limbah cair, limbah suara, dan limbah gas. Alur penanganan
limbah dapat dilihat pada Lampiran 11.
Limbah padat ada dua macam, yaitu:
1. Limbah padat B3
Pengelolaan limbah padat B3 (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium,
produk expired, produk rejected, bahan padat yang kontak langsung dengan
bahan obat maupun obat jadi, dan debu obat dari dust collector), dilakukan
oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri). Limbah tersebut disimpan di
waste storage, kemudian dibawa ke PPLI setelah 90 hari.
2. Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun)
Limbah padat non B3, misalnya sampah dari kantor, pengelolaannya adalah
dengan dijual atau dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir oleh petugas
seminggu 2 kali.
Limbah cair ada tiga macam, yaitu:
1. Limbah cair B3
Limbah cair B3 seperti limbah dari laboratorium berupa zat organik,
anorganik, alkohol, asam, garam, juga dari TSD seperti NaOH untuk
pembuatan purified water, air aki, dan sodium metabisulfit dikelola di PPLI.
Limbah cair B3 disimpan dalam waste storage. Limbah cair B3 yang beratnya
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
88
Universitas Indonesia
<50 kg/hari boleh disimpan lebih dari 90 hari, tetapi jika beratnya >50 kg/hari
tidak boleh disimpan lebih dari 90 hari.
2. Limbah cair non B3
Limbah cair non B3 seperti limbah cair domestik (air cucian, septic tank,
kantin, dan kantor) dikelola melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
atau waste water treatment plant (WWTP), karena menurut peraturan
pemerintah limbah cair harus diolah dulu sebelum dibuang.
3. Limbah cair berupa oli
Limbah cair berupa oli yang digunakan untuk perawatan kompresor dan
genset disimpan dalam waste storage untuk kemudian dikirimkan ke pengolah
limbah PT Nirmala Tipa. Pengolah limbah cair yang lain adalah PT Dongwoo,
tapi PT Dongwoo juga mengirimkan limbah padat hasil olahannya ke PPLI
sebagai satu-satunya pengolah limbah B3 maupun non B3 baik cair maupun
padat. Menurut Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 582/1995 tentang
Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Baku Badan Air Serta Baku
Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur DKI
Jakarta N0.299/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan
Baku Mutu Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah
DKI Jakarta, maka ditetapkan buangan limbah cair PT Aventis Pharma
Indonesia dibuang ke kali Sunter dimana peruntukannya adalah untuk
pertanian dan usaha perkantoran. Buangan limbah cair tersebut sebelum
dibuang harus diperiksa dan parameternya harus memenuhi persyaratan yang
dapat dilihat pada Tabel 6.
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau WWTP (Waste Water
Treatment Plant) digunakan untuk mengolah air (limbah cair non B3) sebelum
dibuang ke lingkungan. Air yang berasal dari pabrik ini harus diolah terlebih
dahulu karena masih mengandung zat-zat yang berbahaya yang dapat mencemari
lingkungan. Bagan WWTP dapat dilihat pada Lampiran 12. Pada intinya, prinsip
dari WWTP adalah sebagai berikut:
1) Limbah dari office building 1 dan 2 akan masuk ke dalam septic tank,
kemudian airnya dialirkan masuk ke Collecting pit (CP) 1. Limbah dari Multi
Purpose Building (MPB), Quality control (QC), dan Workshop akan masuk
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
89
Universitas Indonesia
septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk CP 2. Limbah dari factory
masuk ke dalam septic tank kemudian airnya dialirkan ke CP 3. Air dari CP
1, CP 2, dan CP 3 akan masuk dengan menggunakan switch level, jika tinggi
permukaan cairan di masing-masing CP sudah mencapai batas maka pompa
akan secara otomatis mengalirkan cairan ke equalization tank (di atasnya
terdapat perforated screen/penyaring kotoran seperti daun, plastik, dan lain-
lain).
2) Di equalization tank, dimana air dengan berbagai konsentrasi dan kondisi dari
ketiga collecting pit tersebut mengalami ekualisasi sehingga parameter
variatif dapat disetarakan untuk meringankan beban aerasi. Kapasitas
equalization tank adalah 50 m3 dan aliran yang terjadi per harinya adalah 100
m3, proses ini memakan waktu 8 jam, sementara total pengolahan air adalah
24 jam.
3) Selanjutnya, air masuk ke dalam aeration tank dengan menggunakan switch
level dimana terjadi aerasi untuk memberikan udara (oksigen) yang cukup
bagi bakteri pengurai (sebagai syarat aerasi) dan menghilangkan bau. Dalam
proses aerasi ini digunakan proses biologik aerobik dengan menggunakan
bakteri aerob (pembiakan bakteri sebesar 50 m3 yang dibiakkan dan dibiarkan
selama kurang lebih 10 jam).
4) Selanjutnya aliran limbah menuju sedimentation tank. Bakteri yang mati,
kotoran, tanah, partikel padat akan tersedimentasi (proses overflow tanpa
pompa) menjadi sludge dan diendapkan dalam sedimentation tank yang
berbentuk kerucut di dasar, sludge mengendap ke bawah sementara air bersih
berada di atas. Dari sedimentation tank, air akan dialirkan ke clean water tank
yang sebelumnya telah mengalami klorinasi dengan hipoklorit NaOCl 12%
untuk membunuh sisa bakteri yang belum tersedimentasi (kecepatan tetesan
diatur) kemudian dialirkan ke sungai. Sebelum air dibuang ke sungai, harus
dilakukan pemeriksaan BOD, COD, pH, total nitrogen, TSS (Total Suspended
Solid), KMnO4, antibiotika, dan kadar fenol terlebih dahulu setiap 24 jam
sekali. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrumen dan reagen khusus
sesuai protap.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
90
Universitas Indonesia
5) Sludge (lumpur) yang telah diendapkan dalam sedimentation tank akan masuk
ke sludge tank dengan menggunakan pompa. Kemudian sludge dikeringkan
dalam sludge drying bed. Sludge kering selanjutnya dibawa ke PPLI untuk
proses lebih lanjut.
6) Khusus untuk limbah cair yang berasal dari sisa mencuci alat yang
mengandung antibiotik dipisahkan, kemudian diproses terlebih dahulu dalam
pre-treatment tank untuk merusak struktur molekul antibiotik sehingga tidak
mengganggu proses aerasi karena antibiotik dapat membunuh bakteri yang
ditumbuhkan dalam aeration tank.
4.5 Plant Logistic Department (Prosedur Tetap Plant Logistic, 2010)
Plant Logistic Department ini terdiri dari 2 bagian, yaitu warehouse dan
planning. Planning membawahi Inter-company Section, Export Section, dan
External Manufacturing Section. Plant Logistic Department di PT Aventis
Pharma Indonesia ini dapat dipahami fungsinya sebagai departemen yang
menjembatani komunikasi antara bagian produksi dan pemasaran. Plant Logistic
Department bertugas untuk melakukan perencanaan pengadaan material yang
akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan jadwal proses produksi di
pabrik, dan mengendalikan persediaan bahan baku dan produk jadi yang ada di
gudang. Tugas Plant Logistic adalah menerima forecast yang telah dibuat oleh
bagian pemasaran untuk kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan
prioritas, Plant Cycle Time, dan Track Record dari pemasaran, kemudian bersama
bagian produksi menyusun rencana produksi. Demikian pula dengan pengadaan
barang di gudang dibuat dengan dasar perkiraan (forecast) terhadap penjualan
obat jadi atau distribusi obat jadi ke supplier atau Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Rencana produksi disusun berdasarkan kebutuhan pasar akan barang-barang, stok
barang di gudang, dan berdasarkan jadwal penggunaan mesin untuk produksi obat
lain.
Forecast dari pemasaran tidak diterima begitu saja oleh Plant Logistic,
pemasaran harus memberikan presentasi dan argumen yang kuat berkaitan dengan
forecast yang dibuatnya serta estimasi kemampuannya untuk memasarkan produk.
Karena tidak selamanya forecast yang diberikan pemasaran disertai kemampuan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
91
Universitas Indonesia
untuk memasarkannya, perlu bagi Plant Logistic untuk menganalisis lebih lanjut.
Jumlah permintaan berdasarkan forecasting sangat tergantung dari kegiatan
pemasaran bulan itu misalnya sedang ada kegiatan sosial atau advertising dimana
dimungkinkan jumlah penjualan besar yang harus ditunjang oleh produksi. Tetapi
harus tetap dijaga untuk mencegah terjadinya over stock. Sosialisasi forecast
dijabarkan dalam Sales and Operation Planning (S&OP) yang terbagi menjadi 2
level yaitu:
a. S&OP Level Satu, merupakan pertemuan dengan pemasaran yang
mempertimbangkan pengaruh eksternal (pemasaran)
1. S&OP level 1A
Data permintaan atau forecast serta rencana penjualan didasarkan pada
informasi stok dari distributor (ex distributor)
2. S&OP level 1B
Forecast didasarkan pada stok yang ada di factory (ex factory).
b. S&OP Level Dua, merupakan pertemuan yang mempertimbangkan masalah
internal secara umum, yang berkaitan dengan industrial pada bulan tertentu.
Pertemuan ini bersifat strategik, yang dilakukan untuk mengoptimalkan
faktor-faktor yang ada di produksi. S&OP level II merupakan meeting yang
dihadiri oleh seluruh kepala dan Manager yang termasuk dalam Industrial
Affairs dan dipimpin oleh Plant Logistic Department.
Hasil pertemuan ini dibawa ke pertemuan mingguan dalam weekly
meeting, dihadiri oleh production department, technical service department,
industrial quality and compliance. Pertemuan ini dipimpin oleh Plant Logistic
untuk membahas penjabaran yang bersifat operasional untuk menetapkan weekly
schedule. Plant Logistic memimpin pertemuan ini dengan membawa semua data
yang dimiliki (posisi persediaan di gudang maupun di distributor, yang statusnya
harus released) untuk kemudian membicarakan final forecasting yang harus
dipenuhi oleh bagian produksi. Di sini juga dibicarakan isu-isu yang berkaitan
dengan produksi, misalnya akan adanya mesin/alat baru atau renovasi yang dapat
menyebabkan kegiatan produksi berhenti dan pabrik juga kosong, juga jika ada
trial terhadap mesin atau kondisi baru di pabrik dan kapan pabrik bisa beroperasi
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
92
Universitas Indonesia
lagi. Jika ada masalah yang tidak bisa ditemukan solusinya, masalah dapat dibawa
ke rapat S&OP.
4.5.1 Export Section, Inter-company Section
4.5.1.1 Export Section
Seksi ini menangani produk-produk yang akan diekspor ke berapa negara
seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Tujuan ekspor
adalah selalu interco Aventis di negara-negara yang dimaksud. Kinerja seksi ini
dilihat dari Customer Service Level (CSL). Jika delivery date (yang telah
disepakati antara PT Aventis Pharma Jakarta site dan interco tujuan) di salah satu
negara tersebut tidak tepat/terlambat akan berakibat menurunnya nilai CSL
(missed). Customer Service Level dari PT Aventis Pharma Indonesia diukur oleh
Aventis Global berdasarkan delivery date within minus 7 dalam bulan yang sama
(working days). Jika keterlambatan terus terjadi, dapat mengakibatkan site Jakarta
tidak lagi dipercaya oleh interco di negara-negara tersebut yang kemudian dapat
mengalihkan pesanannya ke site Aventis lain selain Indonesia.
4.5.1.2 Intercompany Section
Seksi ini melakukan tugasnya dalam hal procurement receptionist, dan
menangani produk-produk yang didatangkan dari Aventis site yang lain
(intercompany atau sering disebut sebagai interco) mulai dari pemesanan sampai
dengan barang datang. Produk-produk yang sering didatangkan dari interco
adalah active materials. Interco yang dituju sebagai produsen active materials
yang dimaksud, merupakan site rujukan yang telah ditetapkan oleh mother
company dalam rangka menjamin konsistensi mutu dan kualitas produk yang
dihasilkan. Untuk produk yang dibeli dari pihak luar (third party) ditangani oleh
Purchasing Department. Intercompany PT Aventis Pharma Indonesia antara lain:
a. Aventis Limited India
b. Aventis Pharma Deutschland GmbH
c. Aventis Pharma Inc. Kansas City, USA
d. Aventis Pharma SA
e. Aventis Pharma Sp A, Scoppito Italia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
93
Universitas Indonesia
f. Aventis Pharma, Doma France
g. Fison Pharmaceutical
h. HMR Interphar
i. Hoescht Procurement Int. Trading & Services (HPI, T&S)
j. Nippon Aventis Service
4.5.2 Warehouse (Gudang)
Gudang adalah tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang
berupa bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, obat jadi, dan bahan lain
yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses produksi maupun proses
pengemasan, yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga perlu ditangani secara
khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif
antara stok secara fisik (aktual) dengan stok secara administratif (stok di SAP).
Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh cara penanganan bahan awal, mulai
dari penerimaan, penyimpanan, dan distribusi ke bagian pengolahan maupun
pengemasan. Alur keluar masuknya barang di Warehouse PT Aventis Pharma
diatur sedemikian rupa sehingga berjalan satu arah. Barang masuk dan barang
keluar melalui pintu yang berbeda dan begitu barang masuk akan langsung berada
di area karantina. Setiap ada penerimaan barang dari supplier, selalu dilakukan
pengecekan fisik barang dan dokumen yang menyertainya termasuk ada tidaknya
label supplier pada master box. Demikian juga untuk distribusi barang, baik
internal (Processing, Packaging, QC) maupun eksternal (distributor), harus
diperiksa kelengkapan dokumennya (Material Request Note dan Sales Order).
Denah warehouse PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 13. Gudang di
PT Aventis Pharma menggunakan WMS (warehouse management system).
Penerapan WMS (Warehouse Management System) dapat memberikan
optimalisasi terhadap sistem warehouse di PT Aventis Pharma. Setiap tahapan,
mulai dari kedatangan (incoming), penyimpanan (storage), hingga pengambilan
barang (outgoing) direkam dan dikontrol menggunakan suatu sistem secara
komputerisasi. Penyimpanan di warehouse PT Aventis Pharma dilakukan secara
grouping atau pengelompokkan, bisa berdasarkan jenis barang (finished good;
semi-finished good) termasuk packaging lalu disesuaikan dengan kondisi
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
94
Universitas Indonesia
penyimpanan yang tepat, misalnya daerah abu-abu (suhu < 25°) , daerah biru
(suhu 2-8°) untuk produk pasteur.
Setiap barang yang masuk akan melalui pintu incoming, dan terdapat
ruang antara sebelum memasuki wilayah warehouse. Pihak warehouse akan
mengidentifikasi barang tersebut dan mencatat segala hal/kondisi terkait barang
tersebut, misal kondisi wadah, kesesuaian barang, nomor bets, tanggal kadaluarsa,
dll. Data yang telah terkumpul kemudian akan dimasukkan ke dalam suatu sistem
sehingga sistem akan menentukan lokasi penyimpanannya (koordinat) dan
dihasilkan Good Reciept Slip dan print-out berupa label yang ditempelkan pada
bagian luar unit barang. Label bersifatspesifik terhadap tiap unit barang dan
terdapat barcode sebagai identitas tiap unit barang. PT Aventis Pharma tidak
memiliki area khusus, misalnya area karantina untuk barang/produk yang belum
dilakukan oleh pihak QC, karena telah menggunakan suatu sistem yang baik
sehingga peletakan barang karantina dapat diletakkan dimanapun agar tidak ada
space yang tidak terpakai sehingga meningkatkan optimalisasi penggunaan space
pada warehouse.
Barang yang telah diberikan label kemudian akan diantarkan ke area/lokasi
sesuai dengan koordinat yang telah ditetapkan oleh sistem dengan menggunakan
bantuan fork-lift. Barang tersebut tidak dapat diambil oleh pihak Produksi apabila
produk tersebut belum dilakukan pengujian oleh QC. PT Aventis Pharma tidak
lagi menggunakan label Rejected atau Released yang dikeluarkan oleh pihak QC
karena penggunaan label tersebut hanya mengurangi efisiensi waktu. Oleh karena
itu, sistem yang diterapkan dapat mempermudah pemberian status tersebut secara
online oleh pihak QC. Sampling yang dilakukan oleh pihak QC pun juga tercatat
secara online, misalnya jumlah yang digunakan untuk sampling dapat langsung
didata oleh sistem, sehingga secara otomatis sistem akan memotong stok barang
sesuai dengan jumlah setelah dilakukan sampling oleh QC.
Gudang PT Aventis Pharma termasuk dalam area kelas 1 (setara dengan
kelas E pada CPOB 2012) yang menurut suhunya dibagi menjadi tiga daerah
yaitu:
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
95
Universitas Indonesia
4.5.2.1 Ruangan cold storage
Ruangan ini mempunyai suhu antara 2-8°C. Ruangan ini digunakan untuk
penyimpanan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi seperti vaksin
(produk Aventis Pasteur). Jika pegawai masuk ke ruangan ini harus dilengkapi
dengan pakaian khusus yang melindungi karyawan dari suhu ini. Ruangan ini
dikunci dengan pengawasan khusus. Pada ruangan ini terdapat alat kontrol
khusus, dimana jika suhu di bawah 2°C atau di atas 8°C maka alarm akan
berbunyi secara otomatis.
4.5.2.2 Ruangan cool storage
Ruangan ini merupakan ruangan dengan suhu terkendali yaitu antara 16°-
25°C. Ruangan dengan suhu ini terdapat dua area yaitu:
a. Starting material cool storage untuk menyimpan raw material (bahan baku
dan bahan pengemas primer) dan semi finished goods.
b. Finished material cool storage untuk menyimpan produk jadi.
4.5.2.3 Ruangan dengan suhu kamar (ambient temperature)
Ruangan ini mempunyai suhu sesuai dengan kondisi ruangan tanpa adanya
pengendalian suhu. Ruangan yang temasuk pada kategori ruangan dengan suhu
kamar adalah:
a. Ruang penerimaan barang, dimana ruangan ini berfungsi untuk penerimaan
barang dari distributor maupun supplier yang lain.
b. Ruang pengeluaran barang, dimana ruangan ini berfungsi khusus untuk
pengeluaran barang.
c. Ruang khusus rejected material untuk menyimpan barang yang direject.
Ruangan ini dibatasi dari ruangan lain dengan teralis besi dengan warna
merah. Ruangan ini dikunci dengan pemegang kunci hanyalah orang-orang
tertentu yang bertanggung jawab terhadap barang yang ada di dalamnya.
d. Rak returned goods untuk menyimpan produk-produk kembalian yang
dikarantina.
e. Rak untuk pengemas sekunder, rak ini digunakan untuk menyimpan bahan-
bahan pengemas sekunder. Area ini dibagi menjadi area karantina dengan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
96
Universitas Indonesia
batas garis berwarna kuning dan area released dengan batas garis berwarna
hijau.
f. Lemari terkunci untuk menyimpan packing insert. Packing insert ini
dimasukkan dalam lemari terkunci agar tidak tertukar satu dengan yang lain.
g. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian
pengolahan (kawasan kelas 3).
h. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan pengemas primer dari
gudang ke bagian pengemasan yang ada pada kawasan kelas 3.
i. Ruang transit 3 untuk mengirim pengemas sekunder (folding box dan master
box), packing insert, dan produk repacking dari gudang ke bagian pengemas
di kawasan kelas 2.
j. Ruang transit 4 untuk mengirim finished goods dari bagian pengemasan di
kawasan kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan.
Selain ruangan-ruangan tersebut masih ada ruang untuk pengambilan
contoh atau disebut ruang sampling. Ruangan ini merupakan ruangan dengan
kategori kelas 3, dimana suhu, tekanan, dan kelembabannya diatur sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan untuk ruang kelas 3 dan dilengkapi dengan LAF.
Ruang sampling digunakan oleh bagian QC untuk mengambil contoh bahan baku
dan bahan pengemas primer. Sedangkan untuk bahan baku yang disimpan di
gudang ruang cold storage, pengambilan contoh dilakukan di ruangan cold
storage. Sedangkan untuk pengambilan contoh pengemas sekunder dilakukan
pada ruang dengan suhu kamar.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di gudang, antara lain:
a. Penerimaan barang
1. Penerimaan barang dari pemasok
Pada saat penerimaan barang dari pemasok, dilakukan pemeriksaan
kelengkapan dokumen, antara lain surat pengantar pemasok, invoice, CoA. Bahan
yang tidak terdapat dalam Purchase Order (PO) dari PT Aventis Pharma hanya
dapat diterima jika ada persetujuan dari Plant Logistic dan selanjutnya dibuatkan
Goods Receipt Slip (GRS) ke dalam SAP setelah dibuatkan PO oleh purchasing.
Bahan yang datang dicocokkan dengan PO, apakah sesuai dengan jumlah dan
waktu pemesanan. Bahan yang datang diperiksa keutuhan kemasan dan kebenaran
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
97
Universitas Indonesia
label yang melekat pada wadahnya, antara lain nama bahan, nomor batch atau lot
dari pabrik atau supplier, nama pembuat/pemasok, jumlah bahan, nomor PO,
tanggal kadaluwarsa.
Untuk memeriksa kuantitasnya, dilakukan pemeriksaan berat atau jumlah
dengan menimbang atau menghitung. Apabila terdapat dokumen yang tidak
lengkap, kemasan rusak, berat/jumlah tidak sesuai, harus memberitahukan ke
Plant Logistic, IQC, dan purchasing, serta diinformasikan dalam GRS yang
dibuat. Untuk bahan baku, produk ruahan, produk jadi impor, dan produk toll
manufacturing diperiksa setiap wadahnya. Untuk bahan pengemas diperiksa
sejumlah √n+1, dengan n adalah jumlah wadah yang diterima. Dalam penerimaan
bahan aktif, bulk, semi finished goods, dan finished goods harus dilakukan
pemeriksaan silang oleh foreman. Untuk produk yang disimpan dalam gudang
dingin dimasukkan ke gudang dingin dan diperiksa di sana. Surat pengantar dari
pemasok ditandatangani dan diberi stempel perusahaan. Barang pengantar yang
sudah diperiksa diberi label karantina dengan ketentuan:
a. Untuk raw material, semi finished goods import dan packaging material
siapkan label sesuai dengan jumlah wadah yang diterima.
b. Untuk finished goods dan repacked semi finished goods, setiap pallet
ditutup dengan penutup atau jaring kemudian diberi satu label per pallet.
Tempatkan bahan pada area karantina atau rak karantina dengan
memperhatikan persyaratan penyimpanan. Untuk barang yang belum diberi label
karantina tetapi harus masuk ruang karantina karena alasan tertentu, misalnya:
karena barang datang pada malam hari maka dapat dimasukkan atau disimpan di
area karantina dan diberi label karantina sementara. Kemudian alamat bahan
dicatat pada buku penerimaan atau karantina.
2. Penerimaan bahan dan produk jadi dari processing dan packaging
Pemeriksaan dokumen yang menyertai penyerahan produk yaitu GRS. Produk
jadi yang diserahkan harus ditutup dengan jaring untuk menghindari terjatuh atau
bercampur/tertukar dengan produk jadi yang lain. Dilakukan pemeriksaan
penandaan label pada wadah yang mencakup nama produk, nomor bets, berat
bersih/jumlah satuan kemasan, label ”SAMPLE TAKEN” dari QC, petunjuk
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
98
Universitas Indonesia
penyimpanan khusus. Produk yang diterima diperiksa dengan menghitung atau
menimbang satu persatu kemudian disimpan di rak penyimpanan.
3. Penerimaan obat kembalian
Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari
PT Aventis Pharma ke pihak ke tiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan lagi
ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan:
a. Masalah keabsahan atau salah kirim
b. Penarikan produk dan/atau pack size dari pasaran
c. Kerusakan obat dan pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis
Pharma) selama pengiriman atau penyimpanan
d. Kelainan dari segi kualitas obat (kualitas obat/kualitas bahan pengemas)
PT Aventis Pharma menerima obat kembalian yang berasal dari gudang yang
sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma, gudang distributor yang sudah diawasi
oleh PT Aventis Pharma, dan gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT
Aventis Pharma termasuk lembaga rumah sakit, apotek, dan lain-lain. Adapun
prosedur dalam penanganan obat kembalian adalah:
a. Surat pengantar dari distributor ditandatangani sebagai bukti bahwa
barang telah diterima di gudang.
b. Data dimasukkan dalam SAP kemudian dilakukan posting goods issue
untuk mencatat obat kembalian yang diterima ke dalam SAP, selanjutnya
penyerahan surat jalan berupa GRS sebagai bukti penerimaan obat
kembalian kepada QC setelah ditambahkan semua informasi yang
diperlukan QC.
c. Tempelkan label QUARANTINE pada produk yang bersangkutan dan
disimpan pada area karantina, terpisah dari produk lain (dalam keranjang
yang terkunci) sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan.
b. Penyimpanan bahan dan produk jadi
Sistem penyimpanan menggunakan zoning system, dimana material disimpan
dengan memperhatikan:
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
99
Universitas Indonesia
1. Sebelum penyimpanan material, periksa petunjuk mengenai cara
penyimpanan dengan melihat status, jenis material, dan suhu
penyimpanan.
2. Tempatkan material pada rak penyimpanan sesuai jumlah yang
diperlukan dan dilakukan pencatatan alamat rak bahan, nama produk,
jumlah, nomor batch pada buku alamat (address card).
3. Pisahkan pallet berisi bahan yang sedang ditahan (blocked) dan
ditempatkan pada area karantina sambil menunggu penanganan lanjut
sesuai disposisi dari IQC Departemen atau Purchasing Department.
4. Tempatkan bahan yang ditolak (rejected) pada material rejected area.
5. Tempatkan debu produksi (garbage) pada waste area.
6. Penyimpanan produk Toll-in diberi tanda pada rak.
c. Pengeluaran barang
1. Pengeluaran bahan baku
Warehouse pharmacist/foreman mencari dan menentukan bahan/bets
yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada sistem SAP. Untuk
bahan baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label
”RELEASED” yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC
Unit. Bahan yang lebih dulu waktu kadaluarsanya (First Expired First Out/FEFO)
merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih
dulu diterima (First In First Out/FIFO) merupakan pilihan kedua. Bilamana kedua
hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih
dahulu. Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di
address card. Bahan-bahan dipisahkan sesuai dengan material list yang diterima
dari bagian produksi (satu pallet diperuntukkan satu PO). Dari hasil catatan
lakukan posting transfer dari warehouse oleh warehouse pharmacist atau
wakilnya ke Production Supply Area (PSA). Penyerahan bahan hanya dapat
dilakukan atas permintaan Supervisor atau foreman dengan menyertakan transfer
slip yang telah ditandatangani oleh pelaksana dan mendapat paraf Supervisor dan
foreman.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
100
Universitas Indonesia
2. Pengeluaran produk ruahan dan bahan pengemas atas permintaan
packaging/processing
Warehouse pharmacist/foreman mencari dan menentukan bahan/bets
yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada SAP. Untuk bahan
baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label ”RELEASED”
yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Bahan yang
lebih dahulu waktu kadaluarsanya (FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih
dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (FIFO) merupakan pilihan
kedua. Jika mana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus
dikeluarkan lebih dahulu. Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan
mencari alamat di address card. Bahan-bahan dipisahkan sesuai dengan material
list yang diterima dari bagian produksi (satu pallet diperuntukkan satu process
order). Penyerahan bahan hanya dapat dilakukan atas permintaan Supervisor atau
Foreman dengan menyertakan transfer slip yang telah ditandatangani oleh
pelaksana dan mendapat paraf Supervisor dan Foreman. Produk ruahan ex-import
hanya boleh dikirim ke bagian Packaging setelah diluluskan IQC departemen dan
ditempelkan label ”RELEASED”. Produk ruahan ex-lokal boleh langsung dikirim
tanpa menunggu label ”RELEASED” kecuali ada produk yang berlabel
”QUARANTINE”.
3. Pengeluaran produk jadi
Pengeluaran produk jadi dapat terjadi untuk dijual, diserahkan ke bagian
yang bertanggung jawab dalam distribusi, untuk diambil contohnya, dikembalikan
ke bagian produksi untuk suatu proses tertentu, dan untuk dimusnahkan. Hanya
yang berlabel released yang boleh dikeluarkan untuk dijual, diserahkan ke bagian
yang bertanggung jawab dalam distribusi. Warehouse pharmacist atau wakilnya
memerintahkan pengambilan produk jadi dengan mencatat Picking List yang
dilengkapi alamat tempat penyimpanan produk. Bahan yang lebih dahulu waktu
kadaluarsanya (FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dahulu dikeluarkan
dan barang yang lebih dahulu diterima (FIFO) merupakan pilihan kedua.
Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus
dikeluarkan lebih dahulu. Surat jalan dibuat dan diparaf oleh Warehouse
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
101
Universitas Indonesia
pharmacist atau wakilnya untuk menyerahkan produk jadi yang bersangkutan ke
distributor. Di sini dilakukan pemeriksaan jumlah dan nomor betsnya.
Pengiriman produk jadi ke distributor atau untuk ekspor selama
perjalanannya harus memperhatikan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan.
Untuk produk yang harus disimpan pada suhu 2°-8°C dikemas pada box dari
styrofoam dan ditempatkan pada ice packed atau menggunakan sarana transportasi
yang memiliki fasilitas pendingin sehingga persyaratan suhu terpenuhi.
4. Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan
Pengeluaran bahan untuk keperluan di luar produksi dan penjualan harus
dibuat material request form yang disahkan oleh Supervisor atau kepala
departemen dari departemen yang bersangkutan termasuk pengeluaran bahan
Operating Supplies (OS) yang digunakan untuk keperluan produksi atau produk
jadi untuk contoh pertinggal.
d. Penanganan bahan yang tersimpan lama
Bahan yang tersimpan lama di gudang dengan permintaan dari IQC untuk
diretesting akan dipindahkan ke area karantina. Label karantina disiapkan sesuai
informasi yang tertera pada label released. Barang ini setelah diuji oleh QC dan
memenuhi syarat maka akan menjadi bahan released kembali dan jika tidak
memenuhi syarat maka akan menjadi bahan rejected.
e. Penanganan bahan yang tidak digunakan lagi
Plant Logistic Department menerbitkan scrap form yang menyebutkan nama
material, nomor material, dan jumlah material yang tidak digunakan lagi. Scrap
form harus ditandatangani oleh Head of Industrial Affairs. Untuk bahan rusak
selama penyimpanan di gudang, Plant Logistic Department akan membuat scrap
form berdasarkan laporan dari gudang.
f. Penanganan bahan yang kadaluarsa
Setiap satu bulan sekali IQC Department akan memberikan daftar produk
yang kadaluarsa maupun produk-produk yang hampir kadaluarsa dan
didistribusikan ke gudang. Setelah menerima daftar tersebut, bagian gudang akan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
102
Universitas Indonesia
mengganti label bahan tersebut dengan label “QUARANTINE”. Selanjutnya dari
QC akan melakukan test ulang terhadap produk-produk tersebut apakah masih
bisa dipakai lagi atau tidak.
Apabila bagian QC menyatakan produk-produk tersebut masih memenuhi
syarat maka akan kembali digunakan dengan diberi label “RELEASED” lagi.
Akan tetapi jika hasil retest menyatakan sudah tidak memenuhi syarat maka
produk-produk tersebut akan diberi label “REJECTED”.
g. Penanganan bahan yang ditolak (rejected)
Bahan yang di-rejected dari IQC Department, pada setiap kemasan diberi
label “REJECTED” dan dipindahkan ke area rejected. Apabila bahan rejected
merupakan tanggung jawab:
1) Perusahaan, maka bahan tersebut dikeluarkan dari stok dengan membuat
scrap form.
2) Supplier/vendor, maka dilakukan proses return to vendor.
3) Packaging material yang di-rejected harus dihancurkan oleh PT Aventis
Pharma.
h. Penanganan bahan yang tumpah
Penanganan bahan yang tumpah secara umum adalah dengan
mengumpulkannya dengan vacuum cleaner yang dilengkapi dengan HEPA filter
(untuk bahan padat kering) dan menggunakan lap kering atau chemical absorbent
(untuk bahan cair). Isi vacuum cleaner dimasukkan ke dalam wadah yang diberi
label yang mencakup nama isi (generik), jumlah, dan tandai dengan “untuk
dikirim ke PPLI”. Penanganan untuk bahan berbahaya seperti Claforan dan
Taxotere ditangani sesuai dengan sifat masing-masing material.
i. Penanganan limbah
Limbah pabrik diberi identitas dan status (untuk dimusnahkan) dan disimpan
di tempat penyimpanan limbah. Limbah dan rejected material hanya boleh
disimpan di waste/rejected area maksimal 90 hari dan selanjutnya harus sudah
dimusnahkan atau dikirim ke PPLI.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
103
Universitas Indonesia
j. Inventory Stock Taking
Stock Taking merupakan pengecekan jumlah dan jenis seluruh barang yang
ada digudang. Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya penyimpangan atau
perbedaan stock secara fisik dan administratif dan melakukan koreksi atas
perbedaan stock tersebut, sehingga stock yang ada mencerminkan keadaan
sebenarnya, serta untuk mencegah secara dini penyimpangan akibat salah guna
dan dalam proses kerja. Kegiatan ini dilakukan minimal 1 tahun sekali. Jika
terdapat perbedaan antara aktual dan SAP dilakukan adjustment yang dibuat oleh
accounting Department dan didistribusikan ke Plant Logistic Department,
warehouse unit.
k. Pemeriksaan stock barang secara acak
Pemeriksaan alamat bahan dan perhitungan stok barang secara acak minimal
5 item berbeda setiap hari untuk setiap Packaging material, raw material, dan
finished good.
l. Pelaksanakan program Health, Safety, and Environment (HSE)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika bekerja di Warehouse, yaitu
safety dan dilakukannya pemantauan lingkungan. Safety harus diperhatikan karena
pekerjaan di warehouse selalu berhubungan dengan alat berat, untuk itu saat
bekerja di warehouse harus memakai helm dan sepatu khusus. Selain itu, untuk
proteksi dari suhu dingin, maka personel yang masuk ke cold storage harus
memakai pakaian khusus. Untuk safety di warehouse sendiri, maka warehouse
harus dilengkapi dengan hydrant, fire extinguisher, sprinkler (untuk mengatasi
kemungkinan kebakaran), water barrier, dan emergency exit. Pemantauan
lingkungan yang dilakukan adalah pemantauan suhu, kelembaban, dan tekanan.
4.6 Procurement Department
Dalam PT Aventis Pharma, terdapat pula Procurement Department yang
terkait erat dengan divisi Industrial Affairs. Procurement department dipimpin
oleh seorang manajer yang bertanggung jawab kepada Plant Director.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
104
Universitas Indonesia
Procurement department bertanggung jawab terhadap pembelian (barang dan
layanan) dan memastikan bahwa proses pembelian sesuai dengan prinsip-prinsip
kebijakan perusahaan.Procurement department bertindak sebagai pembeli yang
menghubungkan antara pihak supplier dengan user yaitu pengguna barang
tersebut. Barang-barang yang dibeli oleh procurementmeliputi:
a. Stock Items Industrial Affairs
Stock item disebut juga inventory items atau COGS (cost of goods sold). Yang
termasuk kategori barang-barang ini adalah bahan-bahan yang akan digunakan
dalam produksi obat di Aventis Jakarta, berupa bahan baku obat dan bahan
pengemas. Disebut stock items IA (Industrial Affairs) karena bahan-bahan ini
hanya dipergunakan di bagian Industrial Affairs (factory). Dalam pembelian
bahan tersebut, Procurement Department juga bertanggung jawab dalam izin
maupun surat impor yang diperlukan. Untuk barang-barang stock items ini proses
pengadaannya melalui vendor evaluation dan audit yang dilakukan bersama
dengan Quality Assurance. Pembelian barang-barang ini harus mengikuti daftar
pemasok resmi yang dikeluarkan oleh Quality Assurance.
b. Non Stock Items Industrial Affairs
Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang atau jasa yang diperlukan
dalam Industrial Affairs namun bukan merupakan stock itemsnon COGS.
Contohnya adalah technical and spare parts, project/ machinery, factory and
laboratory supplies.
c. Non Stock Items Commercial Operations
Barang dan jasa dalam kategori ini adalah barang yang diperlukan oleh bukan
hanya Industrial Affairs Division tetapi juga oleh semua divisi dalam PT Aventis
Pharma. Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang dan jasa seperti travel
dan hotel, stationery, office equipment, motor, dan mobil.
Supplier yang memasok barang kepada PT Aventis Pharma sebelumnya
diseleksi terlebih dahulu. Pihak supplier terlebih dahulu memperoleh persetujuan
dari bagian procurement dan quality, kemudian supplier akan dilakukan audit
berdasarkan proposal. Bila supplier telah melalui tahap tersebut, hubungan
kerjasama dengan supplier disahkan dalam Supplier and Quality Agreement.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
105Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
PT Aventis Pharma merupakan suatu Perusahaan Modal Asing (PMA)
dari Sanofi-Aventis Group hasil penggabungan / merger antara dua perusahaan
besar kimia-farmasi yaitu PT Rhone Poulenc dengan PT Hoechst Marion Roussel
Indonesia. PT Aventis Pharma telah beroperasi di Jakarta dan memproduksi
produk-produk farmasi sejak Agustus 1972. PT Aventis Pharma berlokasi di Jalan
Jendral Ahmad Yani, Pulo Mas Jakarta, menduduki lahan seluas 33.000 m2
bersama dalam satu lokasi dengan kantor pemasaran, administrasi dan fungsi
pendukung lainnya.
PT Aventis Pharma di Indonesia tidak memiliki divisi Research and
Development, divisi tersebut terdapat pada perusahaan Sanofi yang berlokasi di
Perancis. Hingga saat ini PT Aventis Pharma memiliki 34 formula dan 146 Stock
Keeping Unit (SKU). Produk-produk yang dihasilkan oleh PT Aventis Pharma
berfokus pada gangguan metabolisme, kardiovaskuler, diabetes, thrombosis,
susunan saraf pusat, penyakit dalam, onkologi (kanker), tulang, alergi, dan
vaksin.
Produk PT Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi
enam, yaitu produk yang diproduksi sendiri dipabrik (Jakarta site) untuk
keperluan lokal (dalam negeri) dan ekspor (luar negeri), produk impor dari
Aventis Global yang dikemas ulang (repackaging) di pabrik (Jakarta site), produk
impor yang berupa finished goods, produk ruahan berupa bulk yang diimpor dan
kemudian dikemas dipabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal dan ekspor, dan
produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim Indonesia
untuk PT Aventis Pharma.
PT Boehringer-Ingelheim Indonesia (BII) dipilih sebagai tujuan toll
manufacturing dari PT Aventis Pharma Indonesia karena pabrik PT Boehringer-
Ingelheim Indonesia merupakan pabrik eks milik PT Rhone-Poulenc Rorer (RPR),
setelah PT RPR melakukan merger dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia
(HMRI) dibuatlah kebijakan untuk menjual pabrik tersebut ke pihak PT
Boehringer-Ingelheim Indonesia, karena pertimbangan peralatan, biaya, efisiensi
kerja, karyawan, pengelolaan dan pengawasan. Selain itu karena pabrik yang telah
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
106
Universitas Indonesia
menjadi PT Boehringer-Ingelheim Indonesia tersebut mampu memproduksi
produk-produk Aventis dan memenuhi Standar Aventis Global.
Pasar dari PT Aventis Pharma tersebar di berbagai negara, persentase
pasar PT Aventis Pharma di Indonesia yaitu sebesar 43%, sedangkan untuk
ekspor, negara dengan persentase terbesar adalah Australia dengan persentase
sebesar 23%. PT Anugerah Pharmindo Lestari merupakan distributor untuk obat
jadi yang diproduksi oleh PT Aventis Pharma. Penyimpanan dan penyaluran
produk yang dilakukan telah mengikuti tata cara penyimpanan dan penyaluran
produk yang baik.
PT Aventis Pharma berkewajiban memenuhi ketentuan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman
CPOB dan ditindaklanjuti dengan ditetapkannya SK Dirjen POM No.
05411/A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB pada industri farmasi. Hal ini
bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk obat yang dihasilkan selalu
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Dalam hal penerapan cara pembuatan obat yang baik menurut
aturan dari BPOM, PT Aventis Pharma telah melakukan seluruh aspek dan
rangkaian kegiatan pembuatan obat dengan baik. Aspek-aspek tersebut adalah :
5.1. Manajemen Mutu
Mutu suatu produk obat tidak ditentukan pada hasil akhirnya saja, tetapi
juga harus dilakukan pemantauan di setiap tahapan proses dari bahan awal,
produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC) sampai produk jadi
sehingga sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Dalam penerapan manajemen mutu dilakukan pemisahan tugas dan tanggung
jawab yang jelas di dalam PT Aventis Pharma yang mencakup struktur organisasi,
prosedur dan sumber daya untuk menjamin produk yang dihasilkan akan selalu
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
107
Universitas Indonesia
PT Aventis Pharma Indonesia selalu berpedoman kepada Global Quality
Standard yaitu standar mutu yang ditetapkan oleh induk perusahaannya secara
global dan dikombinasikan dengan standar mutu negara masing-masing. Hirarki
sistem dokumentasi mutu Sanofi-Aventis dibagi menjadi 6 tingkatan, yaitu:
a. Kebijakan dan Panduan Mutu Global
Dokumen ini menyajikan kebijakan mutu, organisasi mutu Sanofi-
Aventis secara umum di dalam Sanofi- Aventis dan juga struktr dari sistem
manajemen mutu. Kebijakan mtu dan panduan mutu disahkan oleh Chief Quality
Officer and by the Chief Executive Officer.
b. Petunjuk Mutu Global
Petunjuk mutu global menggambarkan persyaratan mutlak regulasi dan
perusahaan untuk proses dan kegiatan secara global yang diterapkan di seluruh
grup. Dengan mempertimbangkan konteks regulasi internasional dan praktek
industrial terkini. Petunjuk mutu global dapat berlaku pada satu, beberapa atau
keseluruhan jenis produ. Petunjuk mutu global disetujui oleh Chief Quality
Officer.
c. Standar Mutu Operasional
Standar mutu operasional menjabarkan secara rinci persyaratan regulasi
dan perusahaan serta praktek terkini, untuk proses dan kegiatan tertentu. Standar
mutu operasional dapat belakuunuk satu atau beberapa jenis produk. Dokumen ini
merupakan dokumen tingkat tinggi yang menjabarkan
d. Pedoman Mutu Operasional
Pedoman mutu operasional memberikan arahan dan rekomendasi unuk
topic-topik spesifik yang perlu dijabarkan secara detail, agar dapat memberikan
interpretasi dan penerapan yang tepat dari Standar Mutu Operasional. Pedoman
mutu operasional dapat berlaku untuk satu atau beberapa jenis produk. Dokumen
ini diterapkan untuk seluruh entitas Sanovi-Aventis yang terlibat dalam kegiatan
yang dijabarkan. Pedoman mutu operasional disetujui oleh pimpinan Operasional
Quality Units atau delegasinya.
e. Prosedur Tetap
Prosedur tetap (Protap) dbuat oleh Unit Operasional Sanofi-Aventis, site
dan afiliasi untuk memberikan instruksi dalam melakukan kegiatan. Prosedur
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
108
Universitas Indonesia
tetap dibuat sedemikian rupa agar sesuai dengan Petunjuk Mutu Global, Standar
Mutu Operasinal dan persyaratan regulasi. Ketika suatu protap melingkupi
beberapa unit Operasional, site atau afiliasi, persyaratan mereka tidak perlu untuk
direplikasi di prosedur setempat. Protap yang berdampak pada kegiatan yang
diatur regulasi harus diseujui oleh Quality Management.
f. Catatan dan Dokumen Mutu
Dokumen dan catatan diasosiasikan dengan pengembangan, pembuatan,
distribusi dan pemasaran dari produk-produk Sanofi-Aventis, termasuk catatan
regulatori, harus diterbitkan, dikelola, dikendalakan dan disimpan secara benar.
Gambar 5.1. Hirarki Sistem Dokumentasi Mutu Sanofi-Aventis
Untuk memastikan bahwa mutu merupakan bagian proses dinamis dari
perbaikan yang berkesinambungan, pengelolaan dan evolusi dari Manajemen
Sistem Mutu Sanofi-Aventis dikoordinasi oleh Global Quality.Hal ini dicapai
sejalan dengan ICH Q10 dan prinsip ISO serta sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan dalam Global Quality Directive Manajemen Sistem Mutu.
Penerapan manajemen mutu di PT Aventis Pharma terbukti dengan
diperolehnya sertifikat OHSAS 18001 dan TGA. Selain itu, PT Aventis Pharma
juga telah memiliki sertifikat CPOB. Untuk mengevaluasi kualitas produk, pada
sistem manajemen mutu juga dilakukan pengkajian mutu produk (Annual Product
Review/APR) yang dilakukan secara berkala dan didokumentasikan terhadap
semua obat terdaftar untuk membuktikan kesesuaian dari spesifikasi bahan awal,
bahan pengemas dan obat jadi; konsistensi proses; melihat analisis kecenderungan
dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
109
Universitas Indonesia
5.2 Personalia
Personalia PT Aventis Pharma sudah memenuhi persyaratan
yangditetapkan oleh CPOB dimana Personil Kunci yaitu Kepala Bagian
Pengawasan Mutu, Kepala Bagian Manajemen Mutu, dan Kepala Bagian
Produksi dipimpin oleh seorang Apoteker dan bersifat independen satu sama lain.
Program pelatihan pada PT Aventis Pharma juga dilakukan secara rutin untuk
meningkatkan kualitas dari personalia di PT Aventis Pharma.
Pelatihan personil yang dilakukan oleh PT Aventis Pharma secara garis
besar terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Pelatihan umum CPOB
Pelatihan ini mencakup teori dan praktek CPOB secara umum, pengenalan
mikroorganisme, HSE, personel hygiene, safety awareness, dan prosedur.
b. Pelatihan khusus CPOB
Pelatihan ini diberikan sesuai dengan tugas spesifik yang diberikan pada
personalia tersebut untuk dilaksanakan dalam area spesifik seperti area bersih,
dan area steril, dll.
QA Unit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa program pelatihan
yang disiapkan sesuai dengan persyaratan dari pemerintah ataupun Global Quality
Standard. Frekuensi pelatihan tergantung pada setiap departemen. Departemen
harus yakin bahwa setiap karyawan mengerti mengenai ketentuan-ketentuan
CPOB. Apabila terdapat perubahan prosedur tetap atau adanya prosedur tetap
baru, maka pelatihan tambahan harus diatur oleh departemen yang bersangkutan.
Para partisipan yang terlibat dalam prosedur, dilatih oleh supervisor divisi yang
bersangkutan.
Bagi setiap personil yang bergabung di PT. Aventis Pharma sebelumnya
telah dikualifikasi melalui tes dan wawancara awal penerimaan personil. Selama
personil tersebut bergabung di PT. Aventis Pharma, setiap personil perlu
meningkatkan kualitas dan kemampuannya baik pengetahuan umum maupun
pengetahuan khusus CPOB dengan dilakukannya training secara rutin oleh bagian
QA. Selain melalui tes penerimaan awal dan training rutin, perlu dilakukan
pemeriksaan kesehatan (medical check-up) secara rutin untuk menunjang kinerja
setiap personil.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
110
Universitas Indonesia
5.3 Bangunan dan Fasilitas
Lokasi bangunan industri farmasi dipersyaratkan untuk
menghindaripencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari
udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. PT Aventis
Pharma telah memenuhi persyaratan tersebut, hal ini dibuktikan dengan
diperolehnya sertifikat ISO 14001 yaitu suatu standar internasional untuk sistem
manajemen lingkungan, serta telah memenuhi persyaratan CPOB. Lokasi PT
Aventis Pharma terletak di kawasan industri Pulomas dengan bangunan pabrik
utama berjarak sekitar 10 meter dari jalan raya utama. Di sekeliling bangunan
terdapat pepohonan dan rumput sehingga kawasan PT Aventis Pharma bebas dari
pencemaran udara.
Desain dan tata letak ruang produksi dibangun dengan mengelompokkan
kegiatan produksi sesuai jenis produk, sehingga dapat menghindari terjadinya
kesalahan dan pencemaran silang yang mempengaruhi mutu obat, keselamatan
dan kesehatan kerja, serta memastikan bahwa setiap produk dibuat atau disimpan
sesuai dengan persyaratannya. Selain itu, ruangan produksi telah dilengkapi
dengan sistem AHU (Air Handling Unit) untuk mengatur kondisi udara, suhu,
tekanan, kelembaban dan sirkulasi udara agar sesuai untuk proses produksi yang
telah dipersyaratkan dalam CPOB. Kegiatan produksi dapat berlangsung tanpa
harus berhubungan dengan daerah di luar kegiatannya sehingga seluruh karyawan
dan arus kerja dapat berjalan lancar dan dapat menghindari terjadinya mixed-up.
Hal ini telah sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan dalam CPOB.
Gedung produksi dan gudang dibuat terpisah berdasarkan persyaratan
kelas ruangannya. Untuk produksi terbagi menjadi 2 yaitu kelas 3 untuk area
processing dan kelas 2 untuk area packaging. Sedangkan area gudang termasuk
dalam kelas 1. Antara area processing dengan gudang dan area packaging dengan
gudang terdapat ruang transit untuk memasukkan bahan baku atau bahan
pengemas. Area penyimpanan barang di gudang dikelompokkan berdasarkan suhu
penyimpanan. Ruangan gudang terdiri dari area penerimaan, pengeluaran, dan
ruang administrasi.
Gedung produksi dan gudang di PT. Aventis Pharma dibangun dan
didesain untuk memudahkan alur produksi, alur karyawan dan alur material yaitu
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
111
Universitas Indonesia
dari warehouse (gudang) – processing (produksi) – packaging (pengemasan) –
warehouse (gudang). Desain tata letak ruang pada bangunan ini memudahkan
proses dari bahan baku datang melalui gudang, setelah lulus uji QC, dilakukan
proses produksi di processing, kemudian finished product dikemas di packaging,
dan terakhir produk akhir kembali ke gudang sebelum didistribusikan untuk
dijual.
Persyaratan ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (terhadap partikel
dan cemaran mikroba), suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan perbedaan
tekanan udara. Pada ruang produksi PT Aventis Pharma, permukaan lantai,
dinding, langit-langit dan pintu dibuat kedap air, tidak terdapat sambungan untuk
mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel, dan mencegah pertumbuhan
mikroba. Lantai tersebut dilapisi dengan cat epoksi agar mudah dibersihkan dan
untuk mencegah terjadinya perembesan air tanah. Lantai harus dijaga agar tidak
tergores dan rusak karena dapat mengurangi fungsinya dan dapat menjadi tempat
akumulasi debu serta kotoran. Untuk menghindari kerusakan pada lantai, seluruh
personalia yang berada di ruang tersebut harus menggunakan sepatu khusus atau
safety shoes yang beralaskan karet dan bagian depan terbuat dari baja (untuk area
processing). Bentuk-bentuk sud7kut pada dinding, langit-langit maupun lantai
dihilangkan dan menggantinya menjadi bentuk lengkungan untuk mencegah
akumulasi debu dan kotoran serta memudahkan pembersihan. Alur produksi juga
diatur dengan baik untuk mengurangi kontaminasi. Alur barang di proses produksi
masih melewati koridor. Oleh karena itu, koridor memiliki tekanan yang lebih
postif dibandingkan dengan ruang lainnya. Koridor dijaga lebih bersih untuk
menjaga lalu lalang barang agar tidak terjadi kontaminasi.
Area di PT Aventis Pharma terbagi menjadi tiga kelas, yaitu ruang kelas 1,
kelas 2, dan kelas 3. Pembagian kelas ini mengikuti aturan Global Quality
Standard Sanofi Group yang penamaannya berbeda dengan klasifikasi area
menurut CPOB. Ruang kelas 3 di PT Aventis Pharma lebih bersih dibanding
ruang kelas 2, demikian pula ruang kelas 2 lebih bersih dibanding ruang kelas 1.
Persyaratan jumlah partikel dan jumlah mikroba untuk masing-masing
ruangan dapat dilihat pada Tabel 1. Ruang kelas 3 setara dengan kelas kebersihan
E yang digunakan sebagai ruang produksi (processing) untuk produk non steril
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
112
Universitas Indonesia
dan pengemasan primer (primary packaging). Sementara itu, ruang kelas 2 yang
setara dengan kelas kebersihan F merupakan ruang pengemasan sekunder
(secondary packaging), dan ruang kelas 1 diperuntukkan untuk gudang. Pada
seluruh ruangan yang berkaitan dengan proses pembuatan produk, terdapat airlock
yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi silang antar ruangan, sedangkan
ruangan untuk pengemasan primer tidak terdapat airlock. Secara khusus, antara
sediaan yang berasal dari kelas 3 menuju kelas 2 pada mesin pengemas tidak
adanya airlock tetapi menggunakan sistem penghisapan udara di box perantara
untuk menjaga kontaminasi antar kelas.
Untuk proses pengolahan obat yang berbahaya, disediakan peralatan dan
perlakuan khusus tersendiri. Contohnya adalah pada proses cetak tablet
Rovamycine digunakan turret karena Rovamycine termasuk dalam kategori OEB
(Occupational Exposure Band) 4. Selain itu, saat pengolahan Rovamycine,
operator juga harus mengenakan pakaian khusus yang dapat melindungi dari
pengaruh buruk Rovamycine yang sesuai dengan persyaratan HSE. Sebelum
memasuki area kelas 3, personil terlebih dahulu memasuki gowning area untuk
meminimalkan terjadinya pengotoran oleh partikel debu yang terbawa oleh
karyawan.
Di area produksi terdapat empat ruang transit, yaitu:
a. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian processing
yang ada di area kelas 3.
b. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan primary packaging material
dari gudang ke bagian pengemasan primer yang ada di area kelas 3.
c. Ruang transit 3 untuk mengirim secondary packaging material dari gudang ke
bagian pengemasan sekunder di area kelas 2.
d. Ruang transit 4 untuk mengirim finished product dari bagian packaging di area
kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan.
Seluruh bangunan PT Aventis Pharma terawat dengan baik, senantiasa
dalam keadaan rapi dan bersih serta dilengkapi dengan peralatan dan utilitas untuk
menunjang pelaksanaan kegiatan dengan memprioritaskan pada terciptanya
sanitasi, higiene, keamanan dan keselamatan kerja serta kelestarian lingkungan
sekitar. Selain itu, setiap bangunan PT Aventis Pharma dilengkapi dengan pintu
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
113
Universitas Indonesia
emergency untuk keadaan darurat. Pintu ini selalu ditutup rapat untuk mencegah
pencemaran. Pintu emergency pada PT Aventis Pharma tidak dikunci dan tidak
boleh ada barang-barang yang menghalangi pintu, sehingga pada keadaan darurat
pintu ini dapat langsung dibuka. Untuk menjamin keamanan, maka pada setiap
pintu emergency diberi alarm yang terhubung ke security, serta diberi segel
berupa stiker, sehingga jika pintu pernah dibuka, segel akan rusak.
Laboratorium pengawasan mutu PT Aventis Pharma terpisah dari area
produksi dandibuat area tersendiri untuk laboratorium mikrobiologi. Di
laboratorium QC juga telah tersedia lemari atau ruangan untuk sampel, standar,
pelarut, dan reagen; acidchambers; ruang cuci peralatan laboratorium; dan
emergency aid. Ruang untuk instrumen telah dibuat terpisah agar terlindung dari
pengaruh getaran. Pada pembuangan limbah dilakukan secara baik dengan
memisahkan limbah-limbah sesuai kategorinya.
5.4 Peralatan
Seluruh peralatan yang digunakan oleh PT Aventis Pharma
telahmemenuhi ketentuan yang tercantum dalam CPOB. Pada CPOB sendiri
peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang
tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat,
agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam. Peralatan yang dipilih harus
dipastikan mudah dibersihkan untuk menghindari kontaminasi. Bahan yang
digunakan juga diharuskan aman khususnya pada peralatan yang bersentuhan
langsung dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi memiliki keharusan
sifat yang tidak menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi. Seluruh peralatan di PT
Aventis Pharma juga memiliki dokumen kualifikasi, identitas yang jelas, prosedur
tetap untuk operasional, pembersihan dan pemeliharaan serta log book untuk
kalibrasi dan pemakaian alat. Setiap peralatan diberikan nomor identifikasi pada
catatan pengolahan dan pengemasan bets untuk mempermudah dokumentasi
inventaris yang ada dan menunjukan kegunaan masing-masing dari peralatan
tersebut. Seluruh peralatan utama dan kritis yang digunakan harus dikualifikasi
terlebih dahulu meliputi kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan
kualifikasi kinerja.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
114
Universitas Indonesia
Setiap peralatan memiliki cara operasionalnya masing-masing, oleh karena
itu seluruhpersonel yang akan memakai alat tersebut, terlebih dahulu
mendapatkan pelatihandalam menggunakan alat tersebut. Pembersihan setiap alat
juga memiliki prosedur pembersihannya dan sebelum digunakan harus dipastikan
terlebih dahulu validitaspembersihannya. Validitas pembersihan ini bertujuan
untuk memastikan dan membuktikan bahwa prosedur untuk pembersihan yang
dilakukan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen serta mengurangi
jumlah cemaran mikroba. Untuk menghindari kontaminasi produk oleh produk
yang dibuat sebelumnya maka peralatan yang telah dibersihka akan diberi label
“BERSIH”.
Penempatan peralatan produksi diletakkan dalam ruangan yang terpisah
berdasarkan tujuan dan fungsinya. Ruangan produksi pun cukup besar untuk
menampung peralatan,mobilitas operator serta untuk proses pembersihannya.
Setiap peralatan yang digunakan selalu dilengkapi dokumen yang menerangkan
pemeliharaan, penggunaan, kalibrasi, dan perbaikan. Peralatan yang digunakan
untuk menimbang, mengukur, menguji, dan mencatat selalu diperiksa
ketelitiannya secara teratur dan dikalibrasi berdasarkan jadwal dan prosedurnya.
Kalibrasi setiap peralatan dilaksanakan untuk memastikan bahwa hasil yang
diperoleh dari pengujian menggunakan peralatan tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan menunjukkan hasil yang sebenarnya.
5.5 Sanitasi dan Higiene
Penerapan sanitasi dan higiene di PT Aventis Pharma sudah sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam CPOB. Sanitasi dan higine yang dijaga dengan
baik tidak hanya pada bangunan dan lingkungan tetapi pada cakupan personalia,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadanya, dan setiap hal yang
dapat merupakan sumber pencemaran produk. Mutu produk harus dijaga agar
terbebas dari kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun karyawan. Oleh
karena itu, penerapan sanitasi dan higiene karyawan mutlak diperlukan dalam
proses pembuatan obat, yaitu dengan cara mengganti pakaian rumah dengan
pakaian khusus produksi yang kebersihannya dijaga dengan baik serta wajiban
untuk mencuci tangan sebelum memasuki ruang produksi, dan penerapan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
115
Universitas Indonesia
kebiasaan higienis seperti dilarang makan dan minum di ruang produksi, kecuali
minum air putih di koridor ruang produksi. Program higiene personalia lainnya
meliputi pemeriksaan kesehatan yang di uji setahun sekali. Selain itu, PT Aventis
Pharma juga menyediakan klinik, sehingga karyawan PT Aventis Pharma yang
mengalami gangguan kesehatan dapat memeriksakan kesehatan dirinya sehari-
hari.
Pada daerah produksi, terdapat gowning room pria maupun wanita
(berlokasi di lantai pertama) untuk personil yang akan menuju ke area processing
dan packaging. Semua personil melepaskan pakaian dan sepatu yang dipakainya
sejak dari rumah dan menyimpannya di dalam loker pakaian dan loker sepatu
individual. Pada gowning room terdapat wastafel, dimana mereka diharuskan
untuk mencuci tangan mereka. Bagi pengunjung yang tidak memiliki baju dan
sepatu individual, disediakan baju disposable dan shoe cover yang dibuang setiap
kali dipakai. Semua orang yang akan memasuki area processing dan packaging
diharuskan memakai hair cover. Untuk menjamin keamanan karyawan dan untuk
menjamin perlindungan terhadap produk dari pencemaran, maka karyawan
menggunakan pakaian pelindung badan yang bersih, dan juga alat pelindung diri
seperti masker, sarung tangan dan kacamata. Masker, sarung tangan, dan kaca
mata yang digunakan memiliki spesifikasi yang berbeda-beda untuk setiap
produk. Spesifikasi perlengkapan pelindung diri untuk setiap produk yang sedang
diproduksi pada suatu rungan tertentu tercantum pada bendera produksi yang
ditempel di depan ruang produksi produk tersebut. Personil yang bekerja pada
bagian processing menggunakan pakaian seragam (biru muda) sedangkan personil
yang bekerja diruang packaging mengenakan seragam kerja (biru tua).
Perlengkapan inidikenakan di gowning room sebelum karyawan memasuki daerah
produksi atau laboratorium.Kegiatan makan dan minum tidak boleh dilakukan di
daerah produksi dan laboratorium. Bagi karyawan yang ingin makan dan minum
dapat melakukan kegiatan makan dan minum di kantin. Personil yang hendak
meninggalkan area pekerjaannya, seperti makan siang, mereka harus mengganti
pakaiannya dengan pakaian yang mereka pakai dari rumah dengan mengikuti
prosedur kebalikan dari prosedur di atas. Ruangan-ruangan dan lemari untuk
menyimpan pakaian bekerja yang bersih termasuk sepatu diatur sesuai dengan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
116
Universitas Indonesia
prosedur tetap yang ada.
Di PT Aventis Pharma, bangunan dilengkapi dengan toilet dan tempat cuci
tangan dalam jumlah yang cukup dan letaknya terjangkau dari tempat kerja
karyawan. Bagi karyawan yang hendak ke toilet, karyawan tersebut tidak boleh
mengenakan pakaian dan sepatu pabrik.
Tidak hanya kontaminasi terhadap produk tetapi PT Aventis Pharma juga
menerapkan keselamatan kerja dalam pemaparan produk ke personalia. PT
Aventis Pharma sangat memprioritaskan kesehatan dan keselamatan kerja
karyawan dan lingkungannya agar terhindar dari paparan produk yang berbahaya.
Untuk itu, PT Aventis Pharma melaksanakan seluruh kegiatannya menggunakan
standar yang ditetapkan oleh HSE dengan berpedoman kepada Global HSE
Standard, yaitu suatu standar yang bertujuan untuk meminimalkan bahaya paparan
produk terhadap karyawan dan lingkungan. Tindakan yang dilakukan oleh HSE
departemen adalah melakukan pelatihan menyangkut kesehatan, keselamatan
kerja, dan lingkungan.
Semua peralatan yang digunakan dibersihkan menurut prosedur yang telah
ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Sebelum dipakai,
kebersihannya harus selalu diperiksa ulang. Catatan mengenai pelaksanaan
pembersihan dan sanitasi disimpan dengan baik. Selain itu, prosedur sanitasi dan
higiene dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan
prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan
5.6 Produksi
Proses produksi dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB agar dapat menghasilkan produk yang
memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan izin pembuatan dan izin edar
(registrasi). Mutu obat yang dihasilkan tidak hanya ditentukan pada hasil akhir
analisa obat tetapi juga ditentukan sejak kedatangan material hingga proses
produksi selesai, sehingga ada prosedur baku untuk tiap langkah proses beserta
persyaratan yang harus diikuti seperti yang tercantum dalam prosedur pengolahan
induk dan prosedur pengemasan induk terutama pada setiap tahapan kritis,
sehingga mutu obat yang diproduksi dapat terjamin dan sesuai spesifikasi yang
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
117
Universitas Indonesia
telah ditentukan. Pembelian bahan awal hanya dari pemasok yang telah
disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan,
langsung dari produsen. Pada semua bahan awal yang telah dinyatakan lulus oleh
QC maka dilakukan pemindahan barang dari area kelas 2 dan kelas 3 melewati
ruang transit material menggunakan sistem air lock untuk menghindari
pencemaran ke area produksi. Sebelum proses pengolahan, dilakukan check list
terhadap suhu, kelembaban dan tekanan udara dan semua hasil pemeriksaan
tersebut dicatat. Semua peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus
diperiksa sebelum digunakan. Semua catatan tersebut dituliskan ke dalam Line
Clearance dan Line Opening yang kemudian dicek ulang oleh Senior
Operator/Foreman/Supervisor.
Selama proses produksi maupun pengemasan selalu dilakukan In Process
Control (IPC) sebagai suatu bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan
melalui kerjasama antara Production Department dengan QC Unit. Parameter
yang diperiksa selama proses IPC pada setiap produk memiliki rentang hasil dan
jenis pemeriksaan yang berbeda. Rentang hasil dan jenis pemeriksaan produk,
tercantum dalam prosedur pengolahan induk yang bersangkutan. Selama proses
IPC, dilakukan evaluasi parameter-parameter kritis, diantaranya adalah
keseragaman bobot, kekerasan, keregasan, waktu hancur, dan lain-lain. Sampling
dilakukan oleh Production Department, sedangkan pemeriksaannya dilakukan
bersama-sama oleh Produksi dan QC. Production Department hanya melakukan
pemeriksaan keseragaman bobot, keregasan, kekerasan, dan waktu hancur,
sedangkan pemeriksaan kadar zat aktif tablet dan uji disolusi dilakukan oleh QC.
Pemeriksaan oleh Production Department dilakukan di ruang IPC yang terletak di
dalam pabrik dan dilakukan oleh operator yang sedang memproduksi produk
tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaaan IPC, maka operator akan menuliskan
hasil pemeriksaannya pada prosedur pengolahan induk dan menempelkan print-
out mesin sebagai bukti bahwa operator telah melakukan pemeriksaan. Sedangkan
pemeriksaan yang dilakukan oleh QC dilakukan pada laboratorium QC yang
terletak di luar pabrik. Apabila pada suatu proses ditemukan adanya kelainan atau
kegagalan, maka harus diselidiki, diatasi, dan didokumentasikan.
Proses pengemasan dilakukan di dua kelas, yaitu pengemasan primer
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
118
Universitas Indonesia
dilakukan di area kelas 3, sedangkan pengemasan sekunder dilakukan di area
kelas 2. Proses pengemasan dilaksanakan dengan pengawasan yang ketat untuk
menjamin identitas, keutuhan, kelengkapan, dan kualitas produk yang telah
dikemas. Sebelum pengemasan dimulai, dipastikan bahwa peralatan dan ruangan
atau jalur pengemasan dalam keadaan bersih dan bebas dari produk lain yang
tidak diperlukan dalam pengemasan. Penandaan pada label, dus ataupun
komponen lain dengan nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan informasi lain diawasi
secara ketat pada setiap tahap pengemasan. Bentuk pengawasan mutu dalam
pengemasan ini adalah pemeriksaan kebocoran blister yang dilakukan pada awal,
tengah, dan akhir proses pengemasan. Pemeriksaan kebocoran pengemas ini
dilakukan dengan menggunakan alat vakum, dengan cara merendam produk yang
telah dikemas dalam methylene blue dalam sebuah bejana yang menyerupai
desikator. Selain itu pada mesin blistering terdapat sensor (fisik atau kamera) yang
berfungsi untuk memeriksa kelengkapan tablet pada setiap blister. Jika terdapat
blister dengan jumlah tablet yang kurang atau tidak sempurna maka blister
tersebut akan direject secara otomatis. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memastikan bahwa produk obat tersebut tetap memenuhi spesifikasi yang
ditentukan mulai dari pengemasan hingga dikonsumsi oleh konsumen. Sisa
produk atau produk yang rusak selama pengemasan, dihitung, dicatat kemudian
dihancurkan. Begitu pula dengan kemasan sekunder atau packing insert yang
tersisa selama proses pengamasan. Selanjutnya, produk jadi dikirim ke gudang
untuk dikarantina. Keputusan bahwa produk bersangkutan dapat dipasarkan atau
tidak (released atau rejected) tergantung hasil pemeriksaan QC.
5.7 Pengawasan Mutu
IQC (Industrial Quality and Compliance) Department merupakan
departemen yang melakukan pengawasan mutu di PT Aventis Pharma.IQC
Department melakukan pengawasan mutu mulai dari bahan awal (baik bahan aktif
ataupun eksipien), produk setengah jadi, produk jadi hingga menangani proses
pengolahan limbah. Penilaian terhadap pemasok (suplier), baik bahan awal untuk
eksipien dan zat aktif, hingga suplier bahan pengemas, baik pengemas primer
maupun sekunder, dan jasa printing artworkuntuk label pada kemasan. IQC
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
119
Universitas Indonesia
Department membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit)
dan Quality Control Unit (QC Unit). QA Unit bertanggung jawab penuh terhadap
mutu obat yang dihasilkan mulai dari bahan awal, proses produksi, environment
monitoring, dokumentasi, validasi, stabilitas, kualifikasi dan kalibrasi,
penanganan penyimpangan dan hasil uji diluar spesifikasi, inspeksi diri dan audit
internal, pengendalian terhadap perubahan, pelatihan personalia, audit pemasok,
penanganan distribusi obat jadi, penangan keluhan dan penangan sample tertahan.
Sedangkan QC Unit bertanggung jawab penuh pada pemeriksaan spesifikasi
bahan awal, produk antara, produk jadi, hingga kemasan.
IQC Department memiliki tiga buah laboratorium, yaitu laboratorium
kimia, laboratorium instrumen, dan laboratorium mikrobiologi. Pada laboratorium
kimia, setiap pereaksi, larutan pengencer disolusi, larutan fase gerak KCKT, dll.
diberi label yang sesuai, seperti nama pereaksi, konsentrasi, waktu pembuatan,
batas waktu penggunaan/kadaluwarsa dan tanda tangan analis pembuatlarutan
tersebut dengan menggunakan tinta biru. Dengan demikian identitas seluruh
pereaksi yang digunakan dapat diketahui dengan jelas guna menjamin kebenaran
hasil pengujian. Sedangkan, terdapat pula baku pembanding atau standar yang
disimpan secara rapi menurut kondisi penyimpanannya, seperti di dalam kulkas
suhu 2-8°C, yang selalu dilakukan kalibrasi secara berkala dan suhu selalu tercatat
oleh suatu alat yang dapat memberikan gambaran terkait perubahan suhu dari
waktu ke waktu.
Produk obat yang telah selesai diproduksi, akan dilakukan uji oleh QC
untuk melihat apakah produk tersebut memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan oleh PT Aventis Pharma dan disiapkan pula sampel untuk uji stabilitas
dan sampel yang akan disimpan dalam retained sample room (sampel tertinggal)
yang dapat bermanfaat apabila terjadi OOS (out of specification), ataupun adanya
complaint dari pihak eksternal maupun internal. Pemeriksaan dilakukan oleh
analis, mengikuti prosedur tes (test method) yang sebelumnya telah dilakukan
validasi metode analisis oleh pihak QC. Hasil pemeriksaan dicatat ke dalam
Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dan struk seperti penimbangan, pengukuran
pH, pemeriksaan kadar air dengan alat Karl-Fischer, serta hasil analisis
menggunakan instrument ikut dilampirkan dalam CHP tersebut. Analis kemudian
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
120
Universitas Indonesia
merangkum hasil keseluruhan uji dalam bentuk report yang ikut dilampirkan
bersama dengan CHP yang selanjutnya akan diserahkan ke QC supervisor untuk
diperiksa dan dilakukan. QA Unit harus dapat menjamin bahwa obat yang dibuat
dan dipasarkan telah memenuhi persyaratan CPOB, HSE dan Global Quality
Standard. Sisa-sisa hasil uji yang tidak terpakai , seperti tablet sisa, kemudian
dibuat data dalam bentuk tabel mengenai nama produk dan jumlah blister yang
tidak digunakan untuk dihancurkan agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh pihak
luar saat pembuangan. Penghancuran produk sisa uji dilakukan oleh pihak ketiga
yang akan disaksikan oleh perwakilan PT Aventis Pharma dan kemudian akan
dibuat berita acara pemusnahan produk tersebut.
Mutu produk tidak hanya diperoleh dari serangkaian pengujian yang
dilakukan terhadap produk akhir tetapi mutu harus dibentuk ke dalam produk
sejak awal. Oleh karena itu, QA selalu mengontrol setiap langkah dalam proses
produksi, melakukan analisis bila terjadi kegagalan, serta melakukan audit
terhadap supplier dan semuaaspek yang mempengaruhi mutu produk.
5.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Inspeksi diri merupakan suatu kegiatan penilaian untuk meninjau kembali
sarana dan prasana serta seluruh tata kerja pabrik dari setiap segi yang mungkin
berpengaruh terhadap mutu produk. Inspeksi diri di PT Aventis Pharma mencakup
aspek CPOB dan HSE yang mengacu padaGlobal Quality Document/ HSE
Guideline,GMP Internasional, CPOB yang ada di Indonesia serta temuan-temuan
sebelumnya. Dengan dilakukan inspeksi diri maka dapat dilakukan perbaikan
terus menerus terhadap berbagai kelemahan yang mungkin timbul.
Inspeksi diri dilakukan secara rutin. Pelaksanaan inspeksi diri dijadwalkan
dalam jangka waktu tertentu untuk menjamin tercapainya kesesuaian secara
kontinyu. Inspeksi diri di PT Aventis Pharma,dijadwakan setiap tiga bulan sekali
(Inspeksi Diri Triwulan) dan enam bulan sekali (Inspkesi Diri Semester). Inspeksi
yang menyeluruh terhadap aspek- aspek CPOB dilakukan setiap tahun sekali.
Inspeksi harus dilakukan secara sistematis dimana terdapat langkah-langkah
pengerjaan yang jelas dan daftar hal-hal yang harus diperiksa untuk mendapatkan
standar inspeksi yang seragam.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
121
Universitas Indonesia
Agar diperoleh hasil yang objektif, inspeksi dilakukan oleh seseorang yang
tidak terkait dengan departemen yang sedang diperiksa. Inspeksi diri harus
dilakukan oleh suatu tim auditor yang kompeten serta memahami peraturan atau
regulasi yang terkait secara teoritis maupun praktis.Inspeksi diri di PT Aventis
Pharma dilakukan oleh tim inspeksi diri yang terdiri atas orang-orang yang
berkompeten dalam perusahaan untuk menjaga standar mutu sesuai persyaratan
perusahaan. Tim inspeksi diri diketuai oleh QA Manager dan beranggotakan
manager atau supervisor departemen terkait.
Pelaksanaan inspeksi dilakukan terhadap sistem manajemen mutu dan
PROTAP serta dilakukan untuk melakukan verifikasi atau pemeriksaan kembali
terhadap implementasi tindakan pencegahan atau perbaikan yang berasal dari
hasil temuan audit sebelumnya maupun audit pihak lain. Semua prosedur, catatan,
dan laporan inspeksi diri di PT Aventis didokumentasikan dan disimpan oleh QA
Unit. Laporan inspeksi ini selanjutnya dilaporkan kepada IQC Manager. Laporan
inspeksi diri yang mencakup hasil, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan
perbaikan akan digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun kebijakan baru
agar penyimpangan yang terjadi / tidak terulang dimasa mendatang (Corrective
Action Plan). Laporan inspeksi selanjutnya juga dilaporkan kepada Aventis
Pharma Global yang selanjutnya akan melakukan penilaian terhadap PT Aventis
Pharma Indonesia.
5.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan
Produk Kembalian
Keluhan merupakan komunikasi tertulis, elektronik, atau verbal terkait
dengan ketidakpemenuhan syarat identitas, kualitas, stabilitas, keamanan, dan
efektivitas dari obat. Terdapat dua jenis keluhan, yaitu keluhan mutu teknis yang
berasal dari pihak ketiga mengenai obat yang telah beredar di pasaran (KTKO)dan
keluhan medis mengenai cacat kualitas yang berhubungan dengan rekasi obat
yang tidak diinginkan (ESO). Keluhan yang berhubungan dengan medis ditujukan
ke Medical &Regulatory Division, sedangkan yang menyangkut KTKO ditujukan
ke IQC Department.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
122
Universitas Indonesia
Keluhan terhadap obat dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan.
Keluhan dari dalam perusahaan dapat berasal dari semua pihak yang berhubungan
dengan kegiatan manufaktur. Sedangkan keluhan dari luar perusahaan dapat
berasal dari distributor, dokter, pasien, apoteker, Rumah Sakit (RS) atau klinik,
pemerintah (Badan POM), dan media massa.
Keluhan di PT Aventis Pharma dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:
a. Kelas I, yaitu kerusakan pada produk yang dapat mengancam jiwa atau
mengakibatkan resiko besar terhadap kesehatan
b. Kelas II, yaitu kerusakan pada produk yang dapatmenyebabkan sakit pada
pasien atau kerusakanmenyebabkan kegagalan dalamproses penyembuhan
c. Kelas III, yaitu kerusakan pada produk yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan yang tidak major melainkan hanya menimbulkan ketidaknyamanan
pasien dalam hal penggunaan produk
d. Kelas IV, yaitu kerusakan pada produk yangtidak mengancam jiwa manusia
tetapidapat menyebabkan ketidaknyamanan pasien dalam menggunakan
produk dan berdampak negatif terhadap nama baik perusahaan (komersial
produk) .
Bila terdapat keluhan terhadap obat produksi PT Aventis Pharma, maka
sampel obat segera diperiksa dan diadakan diskusi dengan departemen terkait
untuk dilakukan perbaikan. Pemeriksaan keluhan terhadap obat dilakukan melalui
retained sample(sampel pertinggal) sebagai pembanding. Pemeriksaan tersebut
dilakukan olehbagian Quality Control. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian
dianalisis dandievaluasi.Investigasi dan penyelesaian kasus harus diselesaikan
dalam waktu satu bulan kemudian dibuat surat tanggapan atas keluhan kepada
konsumen atau pelapor. Tindak lanjut dari keluhan tersebut dapat berupa
penggantian produk atau penarikan produk.
Penarikan Kembali Obat Jadi (PKOJ) adalah penarikan kembali satu atau
lebih bets produktertentu dari peredaran karena kemungkinan terjadi reaksi yang
merugikan terhadapkesehatan masyarakat atau adanya kemungkinan cacat mutu.
Penyebab penarikan obat jadi adalah:
1. Keluhan kategori kelas I, II, atau III.
2. Ditemukan kegagalan pelaksanaan CPOB setelah obat didistribusikan.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
123
Universitas Indonesia
3. Hasil dari studi stabilitas setelah pemasaran dilakukan.
4. Perintah dari BPOM.
5. Hasil dari inspeksi.
6. Adanya pemalsuan.
7. Laporan reaksi obat yang tidak diinginkan yang berbahaya.
PKOJ harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila
perlusetelah didapatkan hasil pemeriksaan contoh pertinggal (retained sample) di
laboratorium QC.PKOJ diselidiki hingga tingkat mana produk tersebut ada pada
jaringan distribusi. Tingkat PKOJ ditentukan berdasarkan luas dan jauhnya obat
jadi tersebut beredar di pasaran, yakni:
a. Tingkat I : bila obat baru mencapai distributor pusat.
b .Tingkat II : bila obat sudah mencapai sub-distributor (di daerah).
c. Tingkat III : bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai sarana
pelayanan obat seperti apotek, rumah sakit, poliklinik dan toko obat.
d. Tingkat IV : bila obat sudah didistribusikan secara luas dan telah mencapai
konsumen seperti dokter, serta pemakai akhir yaitu pasien.
Untuk mempermudah pelaksanaan PKOJ, PT Aventis Pharma melakukan
audit kepada distributor yang akan dipilih. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu
produk PT Aventis Pharma agar setelah keluar dari pabrik dapat terjamin mutunya
saat sampai ke konsumen. Salah satu penilaiannya adalah distributor harus
mempunyai suatu sistem distribusi yang baik artinya mengetahui kemana saja
produk tersebut didistribusikan.
Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari
PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan ke
gudang PT Aventis Pharma dengan alasan :
a. Masalah keabsahan maupun salah kirim
b. Penarikan produk dan atau pack size dari pasaran
c. Kerusakan obat atau pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis
Pharma selama pengiriman/ penyimpanan
d. Kelainan dari segi kualitas (baik kualitas obat maupun kualitas bahan
pengemas).
Obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
124
Universitas Indonesia
Aventis Pharma tidak termasuk dalam penggolongan obat kembalian karena pada
prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima pengembalian obat yang sudah
kadaluarsa. Ada prosedur tetap dalam menyelidiki dan menganalisis obat yang
dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diolah kembali atau
dimusnahkan. Obat kembalian disimpan di gudang pada tempat khusus dan
menunggu keputusan QC, apakah akan dikemas ulang, di-rework, atau
dimusnahkan. Obat kembalian yang tidak dapat diolah kembali akan dimusnahkan
dan dibuat Berita Acara Pemusnahan.
5.10 Dokumentasi
Dokumentasi yang jelas merupakan hal yang sangat penting untuk
memastikan bahwa tiap personil menerima deskripsi tugas yang relevan secara
detail dan jelas sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya salah tafsir
dan kekeliruan karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Dokumentasi yang
baik akan mempermudah penelusuran dan penyelidikan suatu bets atau lot produk.
Di samping itu, sistem dokumentasi juga perlu diaplikasikan dalam pemantauan
dan pengendalian kondisi lingkungan, perlengkapan, dan personalia.
Di PT Aventis Pharma,semua kegiatan yang dilakukan oleh masing-
masing departemen telah memiliki dokumentasi yang baik berkaitan dengan
fungsi dan tugasnya. Semua dokumen disahkan oleh departemen terkait, atas
persetujuan IQC Department. Untuk mempermudah penelusuran, setiap dokumen
mempunyai sistem penomoran yang dijaga agar selalu aktual dengan
dilakukannya peninjauan ulang secara berkala atau revisi jika diperlukann yang
diatur dalam protap penanganan dokumen. Protap asli disimpan, didistribusikan
dan dipantau jika sewaktu-waktu terjadi perubahan oleh QA Unit. Segala bentuk
modifikasi terhadap dokumen dikendalikan melalui prosedur change control.
Semua dokumen secara jelas mempunyai judul, tujuan dan isi, serta semua
dokumen harus dijaga dan didistribusikan secara confidential. Untuk dokumentasi
SOP, kini PT Aventis Pharma mulai menerapkan sistem yang dinamakan
“Geode”. Sistem ini akan mempermudah supervisor maupun user lainnya untuk
dapat mengakses PROTAP Produksi,Quality Assurance, Quality Control, HSE,
dan departemen lainnya.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
125
Universitas Indonesia
5.11 Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak
Ada kalanya suatu produk tidak dapat diproduksi oleh pabrik milik PT
Aventis Pharma karena alasan tertentu, misalnya keterbatasan fasilitas yang
dimiliki, sehingga produk tersebut dibuat oleh pabrik lain yang ditunjuk. Oleh
sebab itu, semua kontraktor atau pabrik yang ditunjuk untuk membuat produk
harus disetujui status GMP dan standar mutunya sebelum kontrak untuk
memproduksi obat tersebut disetujui bersama. Ada beberapa kategori perjanjian
kerjasama (kontrak), yaitu kontrak dasar dan quality agreement. Quality
agreement mencakup perjanjian dasar dan pharmaceutical quality. Persetujuan
tersebut harus mencerminkan implementasi aktivitas GMP pada proses
pengolahan, pengemasan, analisa, penyimpanan, dan distribusinya.
Ketentuan kontrak kerjasama antar dua pabrik ini diatur dalam prosedur
tetap Contract manufacturer. Hingga saat ini, PT Aventis Pharma menjalin
kontrak kerjasama dengan PT Boehringer-Ingelheim Indonesia (PT BII). Produk
toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim Indonesia untuk PT
Aventis Pharma diantaranya yaitu Flagyl suppository dan Flagystatin ovule.
5.12 Kualifikasi dan Validasi
Validasi dan kualifikasi terhadap aspek fasilitas, sistem, proses, dan
peralatan telah dilakukan oleh PT Aventis Pharma sesuai dengan standar yang
ditetapkan dalam Global Quality Standard. PT Aventis Pharma melakukan
validasi terhadap proses produksi (process validation) dan pembersihan (cleaning
validation) baik untuk ruangan maupun peralatan, serta validasi metode analisis.
Semua aktivitas kualifikasi dan validasi mengacu pada Validation Master Plan
(VPM) yang harus dikaji ulang minimal setiap dua tahun sekali atau jika ada
perubahan jadwal secara signifikan.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
126Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang kami lakukan selama menjalankan Praktek Kerja
Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma Indonesia, dapat disimpulkan
bahwa :
a. PT Aventis Pharma Indonesia secara umum telah menerapkan CPOB
dengan baik dan mengacu pada Aventis Global Standard untuk menjamin
kualitas produk yang dihasilkan.
b. Dalam industri farmasi,Apoteker memiliki peran penting untuk menerapkan
CPOB untuk menghasilkan kualitas dan mutu obat yang lebih baik lagi.
Peran Apoteker harus dimaksimalkan terutama pada posisi kunci, yaitu di
bagian Production Departement,Quality Assurance, dan Quality
Control.Apoteker bertugas dan bertanggung jawab untuk memastikan dan
mengawasi pelaksanaan CPOB di industri farmasi.Masing-masing kepala
bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu (pemastian mutu)
memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang
berkaitan dengan mutu,mencakup:
1. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen
2. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat
3. Higiene pabrik
4. Validasi proses
5. Pelatihan
6. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan
7. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan
kontrak
8. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk
9. Penyimpanan catatan
10. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB
11. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampeluntukpemantauan
faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
127
Universitas Indonesia
6.2 Saran
Walaupun aspek-aspek CPOB di PT Aventis Pharma telah berjalan baik,
namun tetap perlu dipertahankan dan ditingkatkan dalam penerapannya. Hal
tersebut bertujuan untuk menjamin konsistensi dari mutu produk yang dihasilkan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, misalnya peningkatan kesadaran
karyawan dalam hal higienitas, yaitu dengan mencuci tangan terlebih dahulu
sebelum memasuki ruangan produksi serta mengganti alas kaki dengan
menggunakan sendal khusus toilet jika akan ke toilet. Meskipun hal-hal tersebut
terdengar sepele, namun akan menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya
pencemaran obat dan menjaga higiene, mengingat produk obat tersebut akan
dikonsumsi langsung oleh manusia.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
128Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Aventis Pharma. (2005). Prosedur Tetap Purchasing Department. Jakarta:
Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2009). Prosedur Tetap Technical Service Department. Jakarta:
Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Pengambilan Contoh Bahan Baku.
Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Penerimaan Barang di Gudang. Jakarta:
Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Plant Logistic Department. Jakarta:
Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Production Department : Processing
and Packaging Unit. Jakarta
Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap HSE Department. Jakarta: Aventis
Pharma.
Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Inspeksi Diri dan Audit. Jakarta: Aventis
Pharma.
Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Internal Audit TS & HSE. Jakarta:
Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Pemeriksaan Cemaran Partikel dan
Mikroba. Di ruang Produksi dan Lab. Mikrobiologi. Jakarta: Aventis
Pharma.
Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Pengambilan Contoh Produk Ruahan
dan Obat jadi. Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Pengambilan Contoh Bahan Pengemas.
Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap IQC Department : Quality Assurance &
Quality Control Unit. Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap Penanganan Keluhan. Jakarta: Aventis
Pharma: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap Penanganan Obat Kembalian. Jakarta:
Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Industrial Affairs Organization. Jakarta : Aventis
Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Sanofi Group Indonesia Organization.Jakarta : Aventis
Pharma.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
129
Universitas Indonesia
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Panduan Mutu Standard Nomor AG
000-01/H. Jakarta : Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Cara Pelulusan atau Penolakan Obat
Jadi. Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Penanganan Dokumen. Jakarta: Aventis
Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Penilaian Terhadap Pemasok. Jakarta:
Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Bahan Baku, Produk
Setengah Jadi Import dan Obat Jadi Import. Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Bahan Pengemas. Jakarta:
Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Produk Ruahan. Jakarta:
Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Bahan Pengemas. Jakarta:
Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Mutu Air. Jakarta: Aventis
Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Stabilitas Obat Jadi.
Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pengendalian Terhadap Perubahan.
Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Peninjauan dan Penilaian tahunan
Terhadap Produk ( Annual Product review). Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pelatihan Personil. Jakarta: Aventis
Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem dan Cara Pembuatan Prosedur
Tetap. Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem Validasi Proses. Jakarta: Aventis
Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem Validasi Pembersihan untuk
Ruangan.Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem Validasi Pembersihan untuk
Peralatan.Jakarta: Aventis Pharma.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat
Yang Baik, Edisi 2012. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Peraturan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.33.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
130
Universitas Indonesia
Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tanggerang: Duwo
Okta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hompel, M. & Schmidt, T. (2007). Warehouse Management Automation and
Organisation of Warehouse and Order Picking Systems. Springer, 46-47.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009
nomor 144 tentang pembentukan dan organisasi kementerian negara,
Jakarta.
Sanofi Aventis. (2013). Sanofi Aventis. http://www.sanofi.co.id. diakses pada
tanggal 10Agustus 2013.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
TABEL
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
131
Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT Aventis Pharma
Kelas Jumlah cemaran mikroorganisme
(beroperasi)
Jumlah cemaran
partikel
Perbedaan
tekanan
udara
Pergantian
udara
Suhu Kelembaban
Sampel
udara
Sedimentasi Swab test/
rodac
plate
HIAC ROYCO 245 A
Limit
(koloni/
m3)
Limit
(koloni/ m3)
Limit
(koloni/
m3)
Tidak
beroperasi
Beroperasi Pa Kali per
jam
°C % RH
≥ 0,5 µm ≥ 5,0 µm
Kelas
3
≤ 500 ≤ 100 ≤ 80 3.500.000 20.000 ≥ 7,5 ≥ 10 19 -25 30 - 60
Kelas
2
Tidak
ditetapkan
Tidak
ditetapkan
Tidak
ditetapkan
Tidak
ditetapkan
Tidak
ditetapkan
≥ 0 Sesuai
kebutuhan
19 -25 Sesuai
kebutuhan
Kelas
1
Tidak
ditetapkan
Tidak
ditetapkan
Tidak
ditetapkan
Tidak
ditetapkan
Tidak
ditetapkan
- Sesuai
kebutuhan
Sesuai
kebutuhan
Sesuai
kebutuhan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
132
Universitas Indonesia
Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified
water MilliQ
Potable water Purified water Purified water MilliQ - plus
Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi
Pemerian
Konduktivitas
Jumlah zat
terlarut
Seng
Krom
Aluminium
Besi
Kesadahan
CaCO3
Klorida
Mangan
Nitrat sebagai
N
Nitrit sebagai
N
pH
Sianida
Sulfat
Sulfida
Tembaga
Timbal
Larutan
jernih, tidak
berwarna,
tidak
berbau, dan
tidak berasa
1,3 µS/cm
≤ 1000ms/L
≤5,0 mg/ml
≤0,05mg/ml
≤0,2mg/ml
≤0,3 mg/ml
≤ 500mg/ml
≤ 250mg/ml
≤0,1mg/ml
≤10,0mg/ml
≤1,0mg/ml
6,5 – 8,5
≤0,1 mg/ml
≤ 400mg/ml
≤0,05mg/ml
≤ 1,0 mg/ml
≤0,05mg/ml
Pemerian
Partikel
pH
Konduktivitas
Resapan
400-200
200
190
Zat yang
mudah
teroksidasi
Klorida
Nitrat
Sulfat
Ammonium
Kalsium dan
Magnesium
Kalsium
Logam berat
Pb
Zat padat total
CO2
Larutan jernih,
tidak
berwarna,
tidak berbau,
dan tidak
berasa
Larutan harus
jernih bebas
partikel
5 -7
1,3 µS/cm
≤ 0,05 mg/ml
≤ 0,01 mg/ml
≤ 0,01 mg/ml
Larutan tetap
berwarna
merah muda
≤0,05mg/ml
≤0,5mg/ml
Tidak terjadi
kekeruhan
≤ 0,2mg/ml
≤ 0,1mg/ml
Tidak terjadi
warna biru
Tidak terjadi
kekeruhan
≤0,3mg/100ml
Campuran
jernih
Pemerian
Partikel
pH
Konduktivitas
Zat yang
mudah
teroksidasi
Klorida
Nitrat
Sulfat
Kalsium dan
Magnesium
Ammonium
Logam berat
Pb
Zat padat total
CO2
Larutan jernih,
tidak berwarna,
tidak berbau, dan
tidak berasa
Larutan harus
jernih bebas
partikel
5-7
1,3 µS/cm
Larutan tetap
berwarna merah
muda
Larutan tidak
keruh
≤0,2 mg/ml
Tidak terjadi
warna biru
Tidak terjadi
warna biru
≤0,1mg/ml
≤0,1mg/ml
≤ 1mg/100 ml
Campuran tetap
jernih
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
133
Universitas Indonesia
Tabel 3. Jenis – jenis AHU
Jenis AHU Ruang yang Disuplai
AHU – FA 01 Mensuplai AHU – 01, AHU – 02, dan AHU – 06
AHU – FA 02 Mensuplai AHU – 03, AHU – 04, AHU – 05A, AHU – 05B
AHU 01 Secondary packaging (area kelas 2)
AHU 02 Corridor, staging bulk, workshop & tools, primary
packaging material transit, staging primary packaging
material transit, primary packaging line 1, primary
packaging line 2, primary packaging line 3, primary
packaging line 4, LAF, corridor class 3 between line 3 & 4,
corridor class between line 1 & 2.
AHU 03 Coating, technical area of coating, dirty container staging
and washing
AHU 04 Corridor production wet granulation, lubrication, washing,
semisolid, sundry, office (processing), production manager,
punches and die.
AHU 05 A Weighing, remaining material, broken material, staging
AHU 05 B IPC, tabletting korsch, tableting fette 1200, granulating and
staging, filling suppository
AHU 06 Gowning area
AHU 07 dan 08 Warehouse
DX AHU 01 Quarantine raw and packaging material cool storage (< 25
°C)
DX AHU 02 Released raw and packaging material cool storage (< 25
°C)
DX AHU 03 Airlock sampling area, sampling raw material, change
room, airlock & personal entrance/ exit
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
134
Universitas Indonesia
Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band
Kategori Nilai OEL (mcg/m3) Karakteristik Senyawa
OEB 1 1000- 5000 tidak berbahaya, tidak iritatif
dan/atau memiliki aktivitas
farmakologi yang rendah
OEB 2 100 – 1000 berbahaya/iritatif dan/atau dengan
aktivitas farmakologi sedang
OEB 3 10 – 100 agak toksik dan/atau dengan aktivitas
farmakologi tinggi
OEB 4 1 -10 toksik, mungkin korosif atau
genotoksik dan/atau dengan aktivitas
farmakologi sangat tinggi
OEB 5 <1 sangat toksik, mungkin korosif atau
genotoksik dan/atau dengan aktivitas
farmakologi yang sangat tinggi
Tabel 5. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB
Kategori Contoh nama produk
OEB 1 Batrafen (Ciclopirox olamine)
Trental (Pentoxyfyline)
OEB 2 Avil (Pheniramine maleat)
Lasix (Furosemide)
Novalgin (Metamizole sodium)
Profenid suppo (Ketoprofen)
Rulid (Roxithromycin)
Urbason (Methyl prednisolon)
OEB 3 Amaryl (glimepiride)
Daonil (glyburide)
Dermatop (prednicarbate)
Esperson (desoximethasone)
Flagyl forte, flagyl suppo (metronidazole)
flagystatin ovule (metronidazole + nystatin)
Frisium (clobazam)
Triatec (ramipril)
OEB 4 Rovamycin (spiramycine)
OEB 5 -
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
135
Universitas Indonesia
Tabel 6. Parameter Baku Mutu Air Kategori D
Parameter Sintesis formulasi
kadar max (mg/L) beban limbah max
(kg/L)
kadar max (mg/L)
BOD (5 hari,
20ºC)
75 1,875 75
COD (bichromat) 100 2,5 100
TSS (padatan
tersuspensi total)
60 1,5 60
fenol 0,5 0,0125 0,5
total nitrogen 30 0,75 30
pH 6-9 - 6-9
zat organik
(KmnO4)
85 2,125 85
tes antibiotik - - -
Tabel 7. karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap
impuritas dan prosedur penetapan kadar
Parameter Validasi Identifikasi Pengujian Impuritas Penetapan Kadar
Kuantitatif Batas - Disolusi*
- Kandungan/Potensi
Akurasi
Presisi
Ripitabilitas
Presisi Intermediat
Spesifikasi (2)
Limit Deteksi
Limit Kuantitas
Linearitas
Rentang
-
-
-
+
-
-
-
-
+ -
+ -
+(1) -
+ +
- (3) +
+ -
+ -
+ -
+
+
+(1)
+
-
-
+
+
Keterangan :
(-) Tidak dipersyaratkan.
(+) Dipersyaratkan.
(1) Dalam hal telah dilakukan test reprodusibiltas, maka presisi intermediat tidak
dipersyaratkan.
(2) Kekurangan spesifisitas dari salah satu prosedur analisis dapat
dikompensasikan dengan prosedur analisis yang lain yang dapat menunjang.
(3) Hanya diperlukan pada kasus tertentu.
*) Hanya untuk mengetahui kadar zat terlarut.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
136
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia
President Director
Head of MarketingNational Sales Director
Oncology Unit DirectorStrategy Development and
Diabetes Director
Chief Financial OfficerCommunication & Public Affairs
Director
Human Resources DirectorHead of Commercial Excellence
& Business Devt
Legal DirectorMedical & Regulatory Director
General Manager VaccinePlant Director
Country Compliance Officer
Executive Assistant
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
137
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Struktur Organisasi Industrial Affairs
Vice President Industrial Affairs, APJ Region
Plant Director
IA HR Manager IA Controlling
Head of Industrial Quality & Compliance
Country Procurement Head
Head of LogisticsTechnical Services
Manager
Production Manager HSE Manager
Executive Assistant
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
138
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Struktur Organisasi Industrial Quality & Compliance
Head of Industrial Quality & Compliance
IQC Admin
Assistant
QC Supervisor
Microbiology
Analyst
QC Analyst
QA Officer
QC Sampler
QC Sampler
QC Officer
QA Manager
QC Analyst
QC Analyst
QC Analyst
QC Analyst
QC Analyst
QA Officer
QA Officer
QA Officer
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
139
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Diagram Pengambilan Keputusan Terhadap Hasil di Luar Spesifikasi
Hasil TMS
Periksa kondisi analisis
(Gunakan daftar periksa)
Ditemukan kesalahan Tidak ditemukan kesalahan
Lakukan Perbaikan
Hasil OOS tidak berlaku
Cek Ulang
Investigasi Diperluas
Investigasi Batch
Record/Prod atau
kesalahan bets
Periksa cara
sampling (gunakan
daftar periksa)
Kesalahan tidak
ditemukan Ditemukan
Kesalahan
Bets ditolak Lakukan
Perbaikan Evaluasi dan
menentukan rancang
strategi yang tepat
Variabel: Persiapan
contoh/ ganti analis/alat/ periksa
contoh thd yang
sudah diluluskan
Kesalahan tidak
ditemukan
Ditemukan
Kesalahan
Bets diluluskan
Ditemukan
Kesalahan
Bets ditolak
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
140
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Alur Pemeriksaan Bahan Baku
Penerimaan Bahan Baku
Pemeriksaan dokumen fisik
Label “Quarantine”
Penerimaan GRS oleh QC
Pencatatan Data bahan Baku
Persiapan Pengambilan Contoh
Pengambilan Contoh
Pengujian Bahan Baku
Pemeriksaan Hasil Pengujian
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Released
OOS
Penyelidikan
Perbaikan
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Rejected
Released
OK
Pembuatan dan distribusi GRS
-Log book bahan
baku
-Log book pengujian
ulang
-Label Released
-Pemindahan Bahan Baku
dari area karantina ke area
released
-Input Voucher Quantitiy
-Wadah dan etiket
-Label “Sampel Taken”
-Pakaian Pelindung Alat
-Label Rejected
-Pemindahan Bahan Baku
dari area karantina ke area rejected
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
141
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Persyaratan Jumlah Bakteri, Total Koliform, dan Koliform Tinja pada
Masing-masing Jenis Air
No. Jenis
Cemaran
Air
Sumur
Air PAM Portable
Water
Purified
Water
MiliQ-
plus
1. Jumlah
bakteri
Tidak
ditetapkan
100
(kol/
ml)
100
(kol/ml)
100
(kol/ml)
100
(kol/ml)
2. Total
koliform
<10 0 (kol/ml) 0 (kol/ml) - -
3. Koliform
tinja
- - 0 (kol/ml) - -
Keterangan:
1. Air sumur adalah air yang diperoleh langsung dari sumur artris tanpa pengolahan awal.
Air sumur diperiksa setiap 6 bulan sekali.
2. Air PAM adalah air yang berasal dari olahan PAM Citywater. Air PAM diperiksa
setiap 1 bulan sekali.
3. Potable Water adalah air yang diperoleh dari pengolahan air sumur/PAM. Air ini dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk purified water. Potable water diperiksa setiap 1
bulan sekali.
4. Purified Water adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan potable Water dengan
cara deionisasi, reverse osmosis, polishing (mixedbed procedure), electro-
deionisasi/kombinasi, reverse osmosis dengan electrto-deionisasi. Purified Water
diperiksa setiap 1 minggu sekali.
5. Purified Water MiliQ-Plus adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan purified
Water dengan alat MiliQ-Plus.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
142
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Denah Warehouse
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
143
Lampiran 8. Perbedaan antara CPOB dengan implementasi di PT Aventis Pharma
PARAMETER CPOB 2012 PT AVENTIS PHARMA KETERAN
GAN
Manajemen mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian
rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya
dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar (registrasi) serta tidak
menimbulkan risiko yang membahayakan
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau
tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab
untuk mencapai tujuan ini melalui suatu
kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan
komitmen dari semua jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, dan pihak ketiga
(pemasok).
PT Aventis Pharma telah menerapkan aspek
manajeman mutu yang meliputi pengawasan dan
pemastian mutu dengan konsep dasar CPOB. Dalam
struktur organisasi PT Aventis Pharma, terdapat IQC
Departement yang bertanggung jawab terhadap
pengendalian mutu menyeluruh dalam arti
pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan
sejak bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In
Process Control/IPC), sampai dengan produk jadi
yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian
terhadap pemasok dan distributor.
Sesuai
Personalia Berdasarkan CPOB, personalia dalam industri
farmasi harus memiliki pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan sesuai dengan tugasnya, juga
memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik
PT Aventis Pharma didukung oleh Sumber Daya
Manusia (SDM) yang memadai. SDM dikelompokkan
dalam bidang-bidang tertentu dan memiliki tugas serta
tanggung jawab masing-masing. Dari struktur
Sesuai
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
144
sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara
profesional.
organisasi dapat dilihat bahwa Production
Departement dan IQC Departement masing-masing
dipimpin oleh apoteker yang berbeda dan tidak saling
bertanggung jawab satu dengan yang lain dan memiliki
wewenang serta tanggung jawab yang penuh dalam
melaksanakan tugasnya masing-masing.
Bangunan dan
Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat
harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang
memadai, serta disesuaikan kondisinya dan
dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa
untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan,
pencemaran silang dan kesalahan lain, serta
memudahkan pembersihan, sanitasi dan
perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau
kotoran, dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat.
PT Aventis Pharma telah ditunjang oleh gedung,
sarana dan fasilitas yang memadai. Bangunan di PT
Aventis Pharma didesain berdasarkan Sanofi Global
Quality Standard dan Sanofi Global Engineering yang
terdiri dari pabrik, kantor, gudang, dan laboratorium.
Bangunan ini telah memiliki desain, ukuran dan letak
yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan
dan pemeliharaannya.
Sesuai
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
145
Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah
memiliki desain dan konstruksi yang tepat,
ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
diskualifikasi dengan tepat, agar mutu obat
terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-
ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan
serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau
kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak
buruk pada mutu produk.
Semua peralatan di PT Aventis Pharma memiliki
dokumen kualifikasi, prosedur tetap untuk operasional,
pembersihan dan pemeliharaan, serta log book untuk
kalibrasi dan pemakaian alat. Peralatan-peralatan
tersebut ditempatkan dengan benar sehingga
memudahkan pembersihan, perawatan dan perbaikan.
Peralatan dipilih dan diletakkan sesuai dengan
fungsinya. Peralatan juga dibersihkan secara teratur,
sesuai prosedur pembersihan alat yang dirinci dalam
prosedur tetap, untuk mencegah kontaminasi yang
dapat merubah identitas, kualitas atau kemurnian suatu
produk. Untuk proses pembersihan alat-alat produksi,
dilakukan sendiri oleh operator alat tersebut. Pada
pembersihan ruangan, PT Aventis Pharma melakukan
kerja sama dengan perusahaan out source cleaning
service.
Sesuai
Sanitasi dan
Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi
hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB,
PT Aventis Pharma menerapkan tingkat sanitasi dan
higiene yang tinggi, meliputi personalia, bangunan,
Sesuai
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
146
higiene meliputi personil, bangunan, peralatan
dan perlengkapan, bahan produksi serta
wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran. Sumber pencemaran potensial
hendaklah dihilangkan melalui satu program
sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
terpadu.
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan setiap
hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.
Mutu produk harus dijaga agar terbebas dari
kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun
karyawan. Oleh karena itu, penerapan sanitasi dan
higiene karyawan mutlak diperlukan dalam proses
pembuatan obat.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
147
Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan
mengikuti prosedur yangtelah ditetapkan; dan
memenuhi ketentuan CPOB yangmenjamin
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin
pembuatan dan izin edar.
Proses produksi dilakukan dengan mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB
agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta ketentuan izin pembuatan dan
izin edar (registrasi). Mutu obat yang dihasilkan tidak
hanya ditentukan pada hasil akhir analisa obat tetapi
juga ditentukan sejak kedatangan material hingga
proses produksi selesai, sehingga ada prosedur baku
untuk tiap langkah proses beserta persyaratan yang
harus diikuti seperti yang tercantum dalam prosedur
pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk,
sehingga mutu obat yang diproduksi dapat terjamin
dan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan.
Pembelian bahan awal hanya dari pemasok yang
telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang
relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari
produsen.
Pengawasan
Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang
esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik
Pengawasan mutu di PT Aventis Pharma secara
menyeluruh dilakukan oleh IQC Department.
Sesuai
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
148
untuk memberikan kepastian bahwa produk
secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan
komitmen semua pihak yang berkepentingan
pada semua tahap merupakan keharusan untuk
mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk
pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan
yang memastikan bahwa semua pengujian yang
relevan telah dilakukan, dan bahan tidak
diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan
untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan
memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan
laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam
semua keputusan yang terkait dengan mutu
produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu ini dilakukan terhadap bahan awal,
produk setengah jadi sampai dengan produk jadi yang
siap digunakan, termasuk di dalamnya penilaian
terhadap pemasok dan distributor. IQC Department
membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance
Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit).
QA Unit bertanggung jawab penuh terhadap mutu obat
yang dihasilkan mulai dari bahan awal, proses
produksi, environment monitoring, dokumentasi,
validasi, stabilitas, kualifikasi dan kalibrasi,
penanganan penyimpangan dan hasil uji diluar
spesifikasi, inspeksi diri dan audit internal,
pengendalian terhadap perubahan, pelatihan
personalia, audit pemasok, penanganan distribusi obat
jadi, penangan keluhan dan penangan sample tertahan.
Di lain hal, QC Unit bertanggung jawab penuh pada
pemeriksaan spesifikasi bahan awal, produk antara dan
produk jadi.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
149
dari Produksi dianggap hal yang fundamental
agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan
dengan memuaskan.
Inspeksi Diri dan
Audit Internal
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi
apakah semua aspek produksi dan pengawasan
mutu industri farmasi memenuhi ketentuan
CPOB. Program inspeksi diri hendaklah
dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan
tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin
dan, disamping itu, pada situasi khusus,
misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali
obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang.
Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri
hendaklah didokumentasikan dan dibuat
program tindak lanjut yang efektif.
Standar yang digunakan untuk inspeksi adalah Quality
Manual Aventis, GMP Internasional, serta CPOB
yang ada di Indonesia. Semua prosedur, catatan, dan
laporan inspeksi diri di PT Aventis didokumentasikan
dan disimpan oleh QA Unit. Laporan inspeksi ini
selanjutnya dilaporkan kepada IQC Manager. IQC
Manager akan mengevaluasi laporan dan menetapkan
tindakan perbaikan yang diperlukan agar
penyimpangan yang terjadi tidak terulang dimasa
mendatang (Corrective Action Plan). Laporan inspeksi
selanjutnya juga dilaporkan kepada Aventis Pharma
Global yang selanjutnya akan melakukan penilaian
terhadap PT Aventis Pharma Indonesia.
Sesuai
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
150
Penanganan
Keluhan
Terhadap Produk,
Penarikan
Kembali Produk
dan Produk
Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan
dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus
dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis.
Untuk menangani semua kasus yang mendesak,
hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu
mencakup penarikan kembali produk yang
diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara
cepat dan efektif.
Bila terdapat keluhan terhadap obat produksi PT
Aventis Pharma, maka sampel obat segera diperiksa
dan diadakan diskusi dengan departemen terkait untuk
dilakukan perbaikan. Investigasi dan penyelesaian
kasus harus diselesaikan dalam waktu satu bulan
kemudian dibuat surat tanggapan atas keluhan kepada
konsumen atau pelapor. Keluhan yang berhubungan
dengan medis ditujukan ke Medical & Regulatory
Division, sedangkan yang menyangkut KTKO
ditujukan ke IQC Department. Tindak lanjut dari
keluhan tersebut dapat berupa penggantian produk atau
penarikan produk.
Penarikan Kembali Obat Jadi (PKOJ) dilakukan bila
ditemukan ada produk obat yang tidak memenuhi
persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya
efek samping obat yang dapat berpengaruh terhadap
kesehatan. Untuk mempermudah pelaksanaan PKOJ,
PT Aventis Pharma melakukan audit kepada
distributor yang akan dipilih. Hal ini dilakukan untuk
Sesuai
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
151
menjaga mutu produk PT Aventis Pharma agar setelah
keluar dari pabrik dapat terjamin mutunya saat sampai
ke konsumen. Salah satu penilaiannya adalah
distributor harus mempunyai suatu sistem distribusi
yang baik artinya mengetahui kemana saja produk
tersebut didistribusikan.
Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah
diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak
ketiga (distributor) dan dikembalikan ke gudang PT
Aventis Pharma dengan alasan masalah keabsahan
maupun salah kirim, penarikan produk dan atau pack
size dari pasaran, kerusakan obat atau pengemasnya
selama pengiriman atau penyimpanan dan kelainan
dari segi kualitas obat maupun bahan pengemasnya.
Obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan
dikembalikan ke PT Aventis Pharma tidak termasuk
dalam penggolongan obat kembalian karena pada
prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima
pengembalian obat yang sudah kadaluarsa. Ada
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
152
prosedur tetap dalam menyelidiki dan menganalisis
obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat
tersebut dapat diolah kembali atau dimusnahkan. Obat
kembalian disimpan di gudang pada tempat khusus
dan menunggu keputusan QC, apakah akan dikemas
ulang, di-rework, atau dimusnahkan. Obat kembalian
yang tidak dapat diolah kembali akan dimusnahkan
dan dibuat Berita Acara Pemusnahan.
Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem
informasi manajemen dan dokumentasi yang baik
merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Dokumentasi yang jelas adalah
fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan
secara jelas dan rinci sehingga memperkecil
risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan
komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, Prosedur metode dan
Semua kegiatan di setiap departemen PT Aventis
Pharma sudah memiliki dokumentasi mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan fungsi dan tugasnya
masing-masing. Semua dokumen disahkan oleh
departemen terkait, atas persetujuan IQC Department.
Semua dokumen mempunyai sistem penomoran yang
memudahkan penelusuran apabila diperlukan, dan
dijaga agar selalu aktual sehingga setiap dokumen
ditinjau ulang secara berkala atau dilakukan perbaikan
bila diperlukan yang diatur dalam protap penanganan
dokumen. Protap asli disimpan, didistribusikan dan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
153
instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari
kekeliruan dan tersedia secara tertulis.
Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
Pembuatan, metode dan instruksi, laporan dan
catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia
secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah
sangat penting.
dipantau jika sewaktu-waktu terjadi perubahan oleh
QA Unit. Segala bentuk modifikasi terhadap dokumen
dikendalikan melalui prosedur change control. Semua
dokumen secara jelas mempunyai judul, tujuan dan isi,
serta semua dokumen harus dijaga dan didistribusikan
secara confidential.
Pembuatan dan
Analisis
Berdasarkan
Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
harus dibuat secara benar, disetujui dan
dikendalikan untuk menghindarkan kesalah
pahaman yang dapat menyebabkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang
menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan
secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggungjawab
penuh kepala bagian Manajemen Mutu
Adakalanya suatu produk disebabkan oleh suatu alasan
tertentu (misalnya keterbatasan fasilitas) yang tidak
dapat dibuat oleh pabrik milik PT Aventis Pharma,
sehingga produk tersebut dibuat oleh pabrik lain yang
ditunjuk. Dalam hal ini, semua kontraktor atau pabrik
yang ditunjuk untuk membuat produk harus disetujui
status GMP dan standar mutunya sebelum kontrak
untuk memproduksi obat tersebut disetujui bersama.
Terdapat beberapa kategori perjanjian kerjasama
(kontrak). Kategori tersebut adalah kontrak dasar dan
quality agreement. Pada quality agreement, di samping
hal-hal yang mencakup perjanjian dasar, kontrak
Sesuai
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
154
(Pemastian Mutu).
tersebut harus mencakup persetujuan tentang
pharmaceutical quality. Persetujuan tersebut harus
mencerminkan semua aktifitas GMP pada proses
pengolahan, pengemasan, analisa, penyimpanan, dan
distribusinya baik yang mencakup keseluruhan
aktifitas maupun sebagian.
Ketentuan mengenai kerjasama kontrak ini diatur
dalam prosedur tetap Contract Manufacturer. PT
Aventis Pharma menjalin kontrak kerjasama dengan
PT Boehringer-Ingelheim Indonesia (PT BII). PT BII
membuat produk toll manufacturing yang ditujukan
untuk PT Aventis Pharma untuk produk – produk
likuid karena PT Aventis Pharma tidak mempunyai
fasilitas produksi likuid. PT Aventis Pharma menjalin
kontrak dengan PT Indofarma, dimana PT Aventis
Pharma membuat produk toll manufacturing untuk PT
Indofarma.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
155
Kualifikasi dan
Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk
mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan
sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis
dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan
signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses
yang dapat memengaruhi mutu produk
hendaklah divalidasi. Untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti
pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap
fasilitas, peralatan dan proses yang dapat
memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah
digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan
cakupan validasi.
Di PT Aventis Pharma telah dilakukan validasi dan
kualifikasi terhadap aspek fasilitas, sistem, proses, dan
peralatan sesuai dengan standar yangditetapkan oleh
PT Aventis Pharma dalam Global Quality Standard.
Berdasarkan objek yang divalidasi, PT Aventis
Pharma melakukan validasi terhadap proses produksi
(process validation) dan pembersihan (cleaning
validation) baik untuk ruangan maupun peralatan, serta
validasi metode analisis. Semua aktivitas kualifikasi
dan validasi dituangkan dalam Validation Master Plan
(VPM). VPM harus dikaji ulang minimal dalam setiap
dua tahun sekali atau jika ada perubahan jadwal secara
signifikan.
Sesuai
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT. AVENTIS PHARMA
JL.JEND. A. YANI, PULOMAS, JAKARTA
PERIODE 5 MARET- 30 APRIL 2014
VALIDASI METODE ANALISIS TABLET PROMETHAZINE
TEOCLATE
VERIKA ASTRIANA KARTIKA, S. Farm
1306344362
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT. AVENTIS PHARMA
JL.JEND. A. YANI, PULOMAS, JAKARTA
PERIODE 5 MARET- 30 APRIL 2014
VALIDASI METODE ANALISIS TABLET PROMETHAZINE
TEOCLATE
VERIKA ASTRIANA KARTIKA, S. Farm
1306344362
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3 2.1 Validasi Metode Analisis ........................................................................... 3
2.2 Promethazine teoclate ................................................................................. 9
BAB 3. METODOLOGI ................................................................................. 10
3.1 Lokasi dan Waktu .................................................................................... 10
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 10
3.3 Metode ...................................................................................................... 10
3.3.1 Validasi Metode Analisis Stabilitas Kadar ..................................... 10
3.3.2 Validasi Metode Analisis Stabilitas Impurity ................................. 13
BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................. 15
4.1 Validasi Metode Analisis Stabilitas Kadar ................................................. 15
4.2 Validasi Metode Analisis Stabilitas Impurity ............................................. 17
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 18
6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 18
6.2 Saran ........................................................................................................ 18
DAFTAR ACUAN .......................................................................................... 19
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori uji untuk validasi dan parameternya ...................................... 4
Tabel 2.2 Kriteria penerimaan uji perolehan kembali .......................................... 5
Tabel 3.1 Kadar Linearitas Promethazine Teoclate ........................................... 12
Tabel 3.2 Konsentrasi Batas Deteksi Promethazine Teoclate ............................ 14
Tabel 4.1 Hasil Validasi Kadar Tablet Promethazine Teoclate .......................... 16
Tabel 4.2 Hasil Validasi Impurity Tablet Promethazine Teoclate ...................... 16
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data dan hasil perhitungan kadar validasi tablet PT ...................... 21
Lampiran 2. Data dan hasil perhitungan impurity validasi tablet PT.................. 23
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat yang beredar saat ini harus memenuhi syarat obat yang aman (safety),
berkhasiat (efficacy), dan dapat diterima oleh masyarakat (acceptable). Oleh
karena itu, industri farmasi yang berperan dalam pembangunan kesehatan
masyarakat terus berupaya untuk menghasilkan obat yang berkualitas baik. Mutu
dari suatu obat ditentukan berdasarkan banyak faktor, seperti alat yang digunakan,
tenaga kerja yang berkompenten dalam bidang farmasi, dan khususnya proses
pembuatan produk yang baik.
Pengendalian mutu suatu produk dipegang oleh bagian sendiri dalam suatu
industri farmasi. Di PT. Aventis Pharma memiliki bagian Industrial Quality and
Compliance Department (Departemen IQC) yang bertanggung jawab terhadap
pengendalian mutu produk. Departemen IQC membagi tugasnya menjadi dua
baguian, yaitu Quality Assurance (QA) yang bertanggung jawab dalam pemastian
mutu dan Quality Control (QC) yang bertanggung jawab dalam pengawasan mutu.
Proses pengendalian produk dimulai dari bahan awal atau bahan baku, bahan
setengah jadi, hingga produk jadi. Kerjasama antara QA dan QC akan
menghasilkan mutu produk jadi yang baik dan dapat diedarkan ke masyarakat.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk mencapai kesehatan maksimal
membuat PT. Aventis Pharma terus meningkatkan keberagaman obat dan
teknologi farmasi. Dengan jumlah yang banyak dan beragam tidak boleh
dijadikan suatu alasan untuk tidak memperhatikan mutu suatu produk. Oleh
karena itu, QC yang bertugas melaksanakan pengawasan mutu melalui aktivitas
pengambilan contoh, memeriksa bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi,
serta analisa secara fisika, kimia, dan mikrobiologi untuk menjamin mutu produk
untuk diedarkan ke masyarakat.
Seluruh proses yang dilakukan QC harus dijamin keabsahannya dalam
menguji produk. Oleh karena itu, industri farmasi termasuk PT. Aventis Pharma
harus sesuai dengan persyaratan “Cara Pembuatan Obat yang Baik” (CPOB) yaitu:
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
melakukan validasi pada semua hal yang berkaitan dengan proses pembuatan obat.
Salah satu validasi yang harus dilakukan untuk menjamin kualitas dan keamanan
obat adalah validasi metode analisis kadar zat aktif dalam sediaan obat. Validasi
metode analisis adalah suatu tindakan penelitian terhadap parameter tertentu,
berdasarkan percobaan dari laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter
tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunanya (Harmita, 2004). Validasi
merupakan hal yang penting dilakukan sebagai jaminan bahwa hasil dari analisa
yang dilakukan terpercaya, konsisten, dan sangat penting untuk membuktikan
bahwa metode yang digunakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Untuk
mengetahui sistem validasi metode analisis di PT. Aventis Pharma digunakan
model obat berupa Promethazine Teoclate yang merupakan antihistamin sebagai
anti emetik
1.2 Tujuan
1. Mengetahui sistem validasi metode analisis yang dilaksanakan industri
farmasi, khususnya di PT. Aventis Pharma berdasarkan CPOB.
2. Mengetahui perkembangan validasi metode analisis dengan
membandingkan USP dengan metode yang digunakan oleh PT. Aventis
Pharma
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penelitian terhadap
parameter tertentu,berdasarkan percobaan dari laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebutmemenuhi persyaratan untuk penggunanya (Harmita,
2004). Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi apabila alat tersebutmenjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan
hasil ukur yang sesuai dengan maksuddilakukannya pengukuran tersebut.
Ada empat kategori uji untuk validasi menurut USP 36, yaitu:
a. Kategori I
Prosedur analisis untuk kuantitasi komponen utama yang terkandung pada
obat atau zat aktif (termasuk pengawet) pada produk jadi farmasi. (USP,
2013)
b. Kategori II
Prosedur analisis untuk determinasi kemurnian pada kandungan senyawa
terbanyak atau degradasi pada produk jadi farmasi. Prosedur ini meliputi
uji kuantitatif dan uji batas (USP, 2013)
c. Kategori III
Prosedur analisis untuk determinasi karakterisasi sediaan (contohnya
disolusi, pelepasan obat, dan lainnya)
d. Kategori IV
Prosedur analisis untuk determinasi memastikan identitas analit dalam
sampel. Uji ini biasanya dilakukan dengan membandingkan karakteristik
sampel terhadap baku pembanding (USP, 2013).
Ada beberapa parameter yang diuji dalam validasi metode analisis
sepertiAkurasi, presisi, spesifitas, limit deteksi, limit kuantitasi, linearitas, dan
rentang. Keempat kategori uji diatas memiliki parameter-parameter tersendiri
dalam validasi metode analisis. (Tabel 2.1)
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Kategori uji untuk validasi dan parameternya (USP, 2013)
Karakteristik Kategori I Kategori II Kategori
III
Kategori
IV Kuantitatif Uji Batas
Akurasi Ya Ya * * Tidak
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya
Limit Deteksi Tidak Tidak Ya * Tidak
Limit Kuantitasi Tidak Ya Tidak * Tidak
Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak
Rentang Ya Ya * * Tidak
Ketangguhan** Ya Ya Tidak * Tidak
Keterangan : * : dilakukan jika diperlukan, tergantung pada sifat spesifik suatu
pengujian.
** :hanya dilakukan pada SOP PT. Aventis Pharma
Beberapa parameter yang dipertimbangkan dalam validasi metode analisis
meliputi:
1. Kecermatan (Accuracy)
Kecermatan didefinisikan sebagai kedekatan hasil pengujian terhadap nilai
sebenarnya. (Aventis Pharma, 2012). Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan (Harmita,
2004:117). Uji akurasi ini dilakukan untuk melihat ketelitian alat dan
analisis dalam membuat konsentrasi larutan yang sesuai dengan kadar
yang sebenarnya. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu
a. Metode simulasi (spiked placebo recovery)
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan
kedalam campuran pembawa sediaan farmasi (plesebo) lalu
campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan
kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
b. Metode penambahan baku (stadard addition methode).
Pada metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah
tertentu analit yang diperiksa ditambahkan kedalam sampel
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
dicampur dan dianalisis lagi dengan metode tersebut. Selisih
kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya.
Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan
sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya.
Persen perolehan kembali dapat ditentukkan dengan cara membuat sampel
plasebo (eksipien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan
konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang
diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi.
Ada kriteria peneriamaan dalam pengujuan batas perolehan kembali
(Tabel 2.2). Bila tidak dimungkinkan membuat sampel plasebo karena
matriknya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya
berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur
kalus, maka dapat dipakai metode adisi (Harmita, 2004:117).Persyaratan
dari PT Aventis Pharma % batas perolehan kembali adalah 100 ± 2%.
Tabel 2.2 Kriteria penerimaan uji perolehan kembali (AOAC, 2002)
Konsentrasi Batas Perolehan Kembali (%)
100 % 98-101
10 % 98-102
1 % 98-105
0.1 % 98-108
0.01 % 98-110
10 ppm 98-115
1 ppm 98-120
10 ppb 98-125
2. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah kedekatan beberapa nilai pengukuran dari sampel
yang homogeny pada kondisi normal. Kondisi normal yang dimaksud
adalah kondisi sampel yang sama dan diuji secara berurutan. (Aventis
Pharma, 2012). Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau Relatif
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Stadard Deviasi (% RSD). Syarat % RSD yang ditentukan oleh BPOM
(Badan Pengawasan Obat dan Makanan) adalah ≤ 2%.
Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai
a. Keterulangan (repeatability)
Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan
berulangkali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan interval
waktu yang pendek. Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan
penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang
terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran
keseksamaan pada kondisi yang normal. Biasanya menggunakan 3
konsentrasi secara triplo atau menggunakkan 6 konsentrasi yang
memiliki perkiraan konsentrasi 100%.
b. Presisi Antara (Intermediate Precision)
Presisi antara atau presisi antar penetapan kadar menyatakan
presisi yang dilakukan pada kondisi yang telah ditentukan di
laboratorium yang sama dengan alat yang berbeda, analis yang
berbeda, atau pada hari yang berbeda.
c. Ketertiruan (reproducibility).
Ketertiruan adalah keseksamaan metode jikadikerjakan pada
kondisi yang berbeda.Biasanya analisis dilakukan dalam
laboratoriumyang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi,
pelarut, dan analis yangberbeda pula.
3. Selektifitas (Selectivity)
Selektifitas atau dapat disebut juga spesifisitas didefinisikan sebagai
kemampuan metode analisa untuk mendeteksi secara kuantitatif analit
dengan adanya komponen lain yang menyertai, mislanya penguraian atau
pengotor. (Aventis Pharma, 2012). Selektifitas seringkali dapat dinyatakan
sebagai derajat penyimpangan (degree bias) metode yang dilakukan
terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa
cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan
dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004), untuk metode kromatografi
selektifitas dilihat dari nilai resolusi antara dua peak analit dengan peak
lain yang mungkin timbul. Syarat resolusi menurut BPOM 2001 adalah ≥
1,5.
4. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dari sampel yang masih
dapat dideteksi namun tidak perlu terkuantitasi sebagai nillai yang tepat
(Aventis Pharma, 2012). . Batas kuantitasi didefinisikam sebagai
konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi
secara kuantitatif dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima. Bats
deteksi dan kuantitasi dapat ditetntukan secara visual yang dilihat
kromatogram yang dapat dianalisis, berdasarkan signal to noise ratio, dan
berdasarkan perbandingan SD resapan dan slope (menggunakan rumus
(Aventis Pharma, 2012). Pada batas deteksi minimal perbandingan peak :
noise adalah 3:1. Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara
statistik melalui garis regresi linear y = a + bx, sedangan simpangan baku
blanko sama dengan simpangan baku residual {S (y/x)}. Rumus:
Batas deteksi = [3 x S (y/x)] / Slope
Batas Kuantitasi = [10 x S (y/x)] / Slope
5. Linieritas
Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan
respon yangsecara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik
yang baik, proposional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Aventis
Pharma, 2012). Linieritas biasanya dinyatakan dalam istilah variasi sekitar
arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data
yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai
konsentrasi analit. Dalam berberapa kasus, untuk memperoleh hubungan
proposional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang
diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat
analisis regresinya (Harmita,2004:128). Pada uji ini konsentrasi yang
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
disarankan minimal sebanyak 5 konsentrasi.Sebagai parameter adanya
hubungan linier digunakankoefisien korelasi r pada analisis regresi linier y
= a + bx. Hubungan linier yang idealdicapai jika nilai a = 0 dan regresi
linier minimum 0,98 untuk syarat sesuai dengan BPOM tahun 2001 atau
minimum 0,999 untuk rekomendasi CDER (Center for Drug Evaluation
and Research) .Nilai bmenunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen
yang digunakan. Parameter lain yangharus dihitung adalah simpangan
baku residual (Harmita, 2004:128).
6. Rentang (Range)
Rentang atau jangkauan merupakan interval di antara konsentrasi analit
tertinggi dan terendah dalam sampel yang dapat ditunjukan oleh prosedur
analisa dengan nilai akurasi, presisi dan linieritas yang sesuai (Aventis
Pharma, 2012). Rentang dinyatakan dalam satuan yang sama seperti hasil
uji misalnya persen, syarat yang berlaku adalah
a. Untuk kadar zat aktif dalam produk obat jadi : 80%-120%.
b. Untuk Keseragaman kadar : 70-130%
c. Untuk Uji Disolusi : +/- 20% dari ketentuan masing-masing zat
aktif
7. Ketangguhan (Robustness)
Ketangguhan (Robustness) adalah ukuran kemampuan metode untuk tidak
memberikan reaksi terhadap variasi parameter yang sengaja dilakukan
(Aventis Pharma, 2012). Beberapa contoh variasi yang dilakukan adalah
kestabilan larutan terhadap waktu, waktu ekstraksi, untuk kromatografi
cair dapat dilakukan beberapa variasi seperti perubahan pH fase gerak,
perubahan komposisi fase gerak, suhu kolom, kecepatan alir, dll (ICH,
1994).
8. Uji Kesesuaian Sistem (UKS)
Uji kesesuaian sistem didefinisikan sebagai suatu proses pemeriksaan
sistim, yaitu untuk memastikam kinerja sistim sebelum dan selama
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
pengujian (Aventis Pharma, 2012). UKS merupakan bagian dari banyak
prosedur analisis. Pengujiannya tergantung pada peralatan, prosedur
analisis, dan sampel yang dianalisis.Parameter uji kesesuaian sistem yang
biasa digunakan adalah faktor pengekoran, waktu retensi, resolusi, faktor
kapasitas, dan jumlah plat teoritis. Penggunaan parameter ini tergantung
pada jenis prosedur yang akan divalidasi (ICH, 2005).
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
10 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu
Pengambilan data dan penulisan dilakukan selama dua bulan dari tanggal 5
Maret sampai 30 April 2014 di bagian Quality Control PT. Aventis Pharma, Jalan
Jend. A. Yani, Pulomas, Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
Alat:
Alat KCKT 2010 A Shimadzu
Labu takar
Pipet volume (graditude pipet)
Ultasonic bath
pH-meter
Alat-alat gelas lainnya
Bahan :
Promethazine Teoclate
Metanol
Asetonitril
KH2PO4
Trietilamin
Air
3.3 Metode
3.3.1 Validasi Metode Analisis Stabilitas Kadar
Metode analisa menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
dengan cakupan analisa meliputi pemeriksaan :
1. Akurasi
2. Presisi
a. Repeatability
b. Intermediate Precision
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
3. Linearitas dan Rentang
4. Selektivitas
Sistem KCKT yang digunakan:
Fase Gerak : Metanol : 450 ml
Asetonitril : 750 ml
0.05 M KH2PO4 : 600 ml
Trietilamin : 30 ml
Adjust pH dengan asam asetat glacial hingga pH
7.0
Pembuatan 0.05 M KH2PO4 : Larutkan 6.80 gram
KH2PO4 ke dalam
1000 ml air
Fase Diam : Kolom Luna C18, 150 mm x 4.6 mm, i.d 5 μm
Laju Alir : 1.0 mL/menit
Panjang Gelombang : 254 nm
Volume Injeksi : 10 μL
Waktu Elusi : 60.0 menit
Waktu Retensi : 5.8 menit
Persiapan Sampel:
a. Pembuatan Larutan Induk Promethazine Teoclate
Larutkan 50 mg Promethazine Teoclate dalam 100 mL larutan fase gerak,
larutkan menggunakan ultrasonic bath selama 10 menit.
b. Pembuatan Larutan Stadard 100%
Pipet 5.0 mL larutan induk Promethazine Teoclate dan encerkan hingga 25
mL dengan fase gerak
c. Pembuatan Larutan untuk Pemeriksaan Linearitas
Buat seri larutan stadard dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 100%,
110%, 120%, dan 130% dari larutan induk yang diambil menggunakan
graduate pipet. Jumlah yang diambil dan pengenceran dilakukan sesuai
dengan tabel 3.1. Periksa serapan ketujuh seri larutan tersebut lalu buat
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
garis linearitasnya dengan menghitung kemiringan/slpoe (a),intercept (b),
dan koefisien korelasinya (r).
Tabel 3.1 Kadar Linearitas Promethazine Teoclate
Konsentrasu
Promethazine Teoclate
(%)
Konsentrasi
Promethazine Teoclate
[mg/mL]
mL larutan induk
dalam 10 mL fase
gerak
70 0.0700 1.40
80 0.0800 1.60
90 0.0900 1.80
100 0.1000 2.00
110 0.1100 2.20
120 0.1200 2.40
130 0.1300 2.60
d. Akurasi
Periksa larutan stadard dengan konsentrasi 80%, 100%, dan 120% dari
nominal konsentrasi masing-masing sebanyak tiga kali, lalu hitung %
recovery, rata-rata, stadard deviasi, limit repeatability dan confidence
interval.
e. Presisi Repeatability
Periksa larutan stadard dengan konsentrasi 100% sebanyak tujuh kali. Lalu
hitung Stadard Deviasi Relatif (RSD) dengan syarat ≤ 2.0%
f. Intermediate Precision
Periksa larutan stadard dengan konsentrasi 100% sebanyak tujuh kali oleh
analis atau alat yang berbeda. Lalu hitung Stadard Deviasi Relatif (RSD)
dengan syarat ≤ 2.0%
g. Selektivitas
Periksa serapan larutan blanko dan larutan stadard dan bandingkan.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
3.3.2 Validasi Metode Analisis Stabilitas Impurity
Metode analisa menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
dengan cakupan analisa meliputi pemeriksaan :
1. Selektivitas
2. Batas Deteksi (LOD)
Sistem KCKT yang digunakan:
Fase Gerak : Metanol : 450 ml
Asetonitril : 750 ml
0.05 M KH2PO4 : 600 ml
Trietilamin : 30 ml
Adjust pH dengan asam asetat glacial hingga pH
7.0
Pembuatan 0.05 M KH2PO4 : Larutkan 6.80 gram
KH2PO4 ke dalam
1000 ml air
Fase Diam : Kolom Luna C18, 150 mm x 4.6 mm, i.d 5 μm
Laju Alir : 1.0 mL/menit
Panjang Gelombang : 254 nm
Volume Injeksi : 10 μL
Waktu Elusi : 60.0 menit
Waktu Retensi : 5.8 menit
Persiapan Sampel:
a. Pembuatan Larutan Induk Promethazine Teoclate
Larutkan 50 mg Promethazine Teoclate dalam 100 mL larutan fase gerak,
larutkan menggunakan ultrasonic bath selama 10 menit.Pipet 1.0 mL dan
masukan ke dalam labu takar 100 mL, cukupkan volumenya menggunakan
fase gerak.
b. Pembuatan Larutan Stadard 100%
Pipet 5.0 mL larutan induk Promethazine Teoclate dan encerkan hingga 25
mL dengan fase gerak.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
c. Selektivitas
Periksa serapan larutan blanko dan larutan stadard dan bandingkan.
d. Batas Deteksi (LOD)
Buat 9 seri larutan stadard dengan konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20%, 10%,
8%, 6%, 4%, dan 2% dari larutan induk yang diambil menggunakan
graduate pipet. Jumlah yang diambil dan pengenceran dilakukan sesuai
dengan tabel 3.2.Injeksikan setiap serinya sebanyak 6 kali.
Tabel 3.2 Konsentrasi Batas Deteksi Promethazine Teoclate
Konsentrasu
Promethazine Teoclate
(%)
Konsentrasi
Promethazine Teoclate
[mg/mL]
mL larutan induk
dalam 10 mL fase
gerak
50 0.0250 2.50
40 0.0200 2.00
30 0.0150 1.50
20 0.0100 1.00
10 0.0050 0.50
8 0.0040 0.40
6 0.0030 0.30
4 0.0020 0.20
2 0.0010 0.10
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
1
15 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi metode analisis merupakan proses yang harus ditetapkan sebelum
melakukan analisis. Validasi metode analisis menggambarkan apakah prosedur
analisis yang dilakukan cocok untuk penggunaan yang dimaksudkan dan berguna
sebagai bukti bahwa metode spesifik yang dilakukan dapat dijamin dengan hasil
dari uji menggunakan metode tersebut dapat dipercaya. Di PT. Aventis Pharma
terdapat alur pelaksanaan validasi, seperti :
1. Buat protokol validasi prosedur pemeriksaan dengan item karakteristiknya
disesuaikan dengan jenis pemeriksaan sesuai.
2. Tunggu persetujuan draft protokol yang telah dibuat.
3. Setelah disetujui, protokol dapat disirkulasikan kepada analis yang
bersangkutan.
4. Lakukan validasi sesuai protokol yang telah disetujui.
5. Catat dan olah data yang didapat dari validasi metode analisis.
6. Buat laporan validasi dan tunggu persetujuan atasan.
7. Setelah disetujui, laporan disirkulasikan ke analis yang bersangkutan dan
ke IQC Manager.
Perbedaan validasi analisis metode antara USP dan panduan yang digunakan PT.
Aventis Pharma hanya berbeda sedikit yaitu, pada syarat akurasi dan syarat
parameter yang digunakan pada beberapa kategori. Pada protokol validasi
prosedur pemeriksaan tablet promethazine teoclate dilakukan dua jenis uji, yaitu
kadar dan impurity.
4.1 Validasi Metode Analisis Stabilitas Kadar
Tablet promethazine teoclate dilakukan validasi sesuai protocol yang ada.
Parameter yang dilakukan adalah presisi (repeatability, intermediate precision),
akurasi, linearitas, dan selektifitas. Berikut hasil yang didapat dari alat KCKT dan
dibandingkan dengan syarat yang ada. (Tabel 4.1)
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
Tabel 4.1. Hasil Validasi Kadar Tablet Promethazine Teoclate
Parameter Syarat USP Syarat PT.
Aventis Pharma
Hasil
Repeatability % RSD ≤ 2 % 0,30 %
Intermediate Precision % RSD ≤ 2 % 0,221 %
Akurasi (% Recovery)
98 – 101 % 98 – 102 %
K = 80% 100.5%
100.8%
100.7%
K = 100% 99.9%
100.0%
99.8%
K = 120% 99.9%
99.8%
99.8%
Linearitas slope ≥ 0,999 0,999
Selektifitas tidak ada peak pengganggu
pada waktu retensi yang telah
ditentukan
sesuai
Pada pengerjaan presisi dilakukan dua parameter yaitu repeatability dan
intermediate precision. Pada parameter repetability dilakukan persiapan sampel
yang memiliki konsentrasi 100 % dan dianalisis sebanyak tujuh kali. Dari ketujuh
data yang ada, dihitung % RSD, di mana nilai % RSD tidak boleh lebih dari 2 %.
Dan pada parameter intermediate precision, perlakuan dilakukan sama seperti
parameter repeatability tetapi berbeda alat dan analisis. Hasil dari repeatbility dan
intermediate precision memiliki hasil berturut-turut 0,303 % dan 0,212 %. Hal ini
membuktikan bawha metode memberikan hasil yang presisi.
Pada percobaan akurasi dibuat 3 konsentrasi, yaitu 80%, 100%, dan 120%
dan dilakukan masing-masing sebanyak tiga kali, kemudian dihitung persen
perolehan kembali. Setiap konsentrasi dilihat %recovery dihitung dan hasilnya
semuanya memenuhi syarat dari USP maupun dari PT Aventis Pharma. Larutan
linearitas dibuat dengan larutan stadard dengan berbagai konsentrasi yaitu 70 –
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
130%. Kemudian dibuat persamaan y = a + bx. Hasil ini didapat y = 34746x +
22310. respon harusnya memberikan kolerasi yang signifikan antara konsentrasi
analit dan serapan yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari r peramaan linearitas
yang didapat sebesar 0.0999. Hal ini membuktikan bahwa metode memberikan
hasil yang presisi.
Selektifitas dilakukan dengan memeriksa serapan larutan blanko serta
pembanding zat aktif. Selektifitas dari metode kromatografi dapat diukur dengan
kehomogenitasan puncak atau uji kemurnian puncak yang menunjukkan puncak
kromatografi yang disebabkan oleh lebih dari satu komponen.
4.2 Validasi Metode Analisis Stabilitas Impurity
Untuk pengujian validasi terhadap impurity dilakukan hanya dua
parameter, yaitu : selektifitas dan batas deteksi (LOD). Berikut hasil yang didapat
dari alat KCKT dan dibandingkan dengan syarat yang ada.
Tabel 4.2. Hasil Validasi Impurity Tablet Promethazine Teoclate
Parameter Syarat Hasil
Selektifitas tidak ada peak pengganggu pada waktu
retensi yang telah ditentukan
sesuai
Batas Deteksi peak : noise ≤ 3 : 1 65 : 10
Pengukuran batas deteksi dilakukan dengan berbagai konsentrasi, yaitu 9
konsentrasi yang terdiri dari 2 – 50 %. Masing-masing konsentrasi diinjeksikan
sebanyak 6 kali. Dari hasil yang dikeluarkan, batas terkecil yang dapat dibaca
adalah pada konsentrasi 40 % dengan perbandingan peak : noise = 65 : 10.
Dimana masih memenuhi persyaratan tidak lebih besar dar 3:1. Untuk parameter
selektifitas dilihat tidak adanya peak lain dalam waktu retensi zat aktif. Dari hasil
kedua parameter ini dapat dikatakan metode analisis promethazine teoclate
memnuhi syarat.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
18 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Validasi metode tablet promethazine teoclate meliputi validasi pengukuran
kadar dan impurity. Prosedur pada pengukuran kadar adalah akurasi,
presisi, seektifitas, dan linearitas. Parameter yang dilakukan pada
pengukuran impurity adalah batas deteksi dan selektifitas. Dari seluruh
parameter yang dilakukan dapat dikatakan metode analisis tablet
promethazine teoclate memenuhi syarat.
2. Validasi metode analisis USP dan PT. Aventis Pharma hanya berbeda
pada persyaratan akurasi dimana pada USP dinyatakan dalam berbagai
konsentrasi, sedangkan pada PT Aventis Pharma 100 ± 2%.
5.2 Saran
Perlu dilakukan uji kesesuaian sistem pada alat kromatografi yang
digunakan untuk validasi metode analisis tablet promethazine teoclate untuk
melengkapi validasi metode analisis secara tepat.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
19 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
AOAC. (2002). AOAC Guideline for Singles Laboratory Validation of Chemical
Method for Dietary Supplements and Botaical.
Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap IQC Department : Quality Assurance &
Quality Control Unit. Jakarta : Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap Protokol Validasi Prosedur
Pemeriksaan : Quality Control Unit. Jakarta : Aventis Pharma.
Badan Pengawasa Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat
Yang Baik, Edisi 2006. Jakarta : Badan Pengawasa Obat dan Makanan.
Food and Drug Administration. (1999). Guidance for Industry Validstion of
Analytical Procedures : Definition an Terminology. Rockville : U.S.
Department of Health and Human Services.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaa Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol I, No.3, Desember 2004, 117-135. ISSN
: 1693-9883.
ICH. (2005). Validation Analytical Procedures : Text and Methodology Q2(R1).
ICH Expert Working Group.
U. S. Pharmacopeia. (2013). USP 36-NF 31 U.S. Phsrmacopeia National
Formulary Vol. I. Rockvilee : The United States Pharmacopeial
Convention.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
20
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
21
Lampiran 1. Data dan hasil perhitungan kadar validasi tablet promethazine
teoclate
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
22
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
23
Lampiran 2. Data dan hasil perhitungan impurity validasi tablet
promethazine teoclate
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014