of 198 /198
UNIVERSITAS INDONESIA KEGAGALAN FORMULASI KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DAN LEPASNYA PULAU SIPADAN - LIGITAN DARI INDONESIA TAHUN 2002 DALAM PERSPEKTIF GEOPOLITIK NEGARA KEPULAUAN TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Politik KURNIAWAN SETYANTO 1006745423 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK PROGRAM PASCASARJANA ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA NOVEMBER 2012 Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334283-T32589- Kurniawan Setyanto.pdflib.ui.ac.id

Embed Size (px)

Text of lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334283-T32589- Kurniawan Setyanto.pdflib.ui.ac.id

UNIVERSITAS INDONESIA

KEGAGALAN FORMULASI KEBIJAKAN POLITIK LUAR

NEGERI INDONESIA DAN LEPASNYA PULAU SIPADAN -

LIGITAN DARI INDONESIA TAHUN 2002 DALAM PERSPEKTIF

GEOPOLITIK NEGARA KEPULAUAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Ilmu Politik

KURNIAWAN SETYANTO

1006745423

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

PROGRAM PASCASARJANA ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA

NOVEMBER 2012

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

KATA PENGANTAR

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya peristiwa permasalahan sengketa

wilayah Pulau Sipadan- Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang berlangsung

selama 33 tahun dari tahun 1969 sampai dengan tahun 2002. Oleh karena itu, penulis

memutuskan untuk mengangkatnya sebagai topik dalam tesis ini. Selain minat khusus

terhadap topik dalam tesis ini, penulis ingin menjunjung kembali akan rasa

nasionalisme kebangsaan. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia wilayah

teritorialnya harus tetap dipertahankan dari klaim negara lain.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas segala limpahan nikmat dan rahmat-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan

tesis dengan judul Kegagalan Formulasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dan

Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dari Indonesia Tahun 2002 dalam Perspektif

Geopolitik Negara Kepulauan. Tesis ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk

menyelesaikan pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia pada Program

Studi Ilmu Politik.

Penulis berharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan

kesempurnaan tesis ini, sehingga lebih bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Penulis

menyadari dengan keterbatasan waktu, karena penulis disibukkan dengan aktivitas

pekerjaan, maka penelitian ini mungkin jauh dari rasa memuaskan. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa tesis ini dapat diselesaikan bukan semata-mata karena faktor pribadi, tetapi

juga karena adanya banyak pihak yang telah membantu.

Pada kesempatan ini penulis pertama-tama mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta ( Bapak Djunawan (Almarhum) dan

Ibu Sartini) yang telah memberikan doa, masukan dan dukungan semangat moril dan

materiil, sehingga cita-cita melanjutkan S2 di Universitas Indonesia dapat diraih dan

Alhamdulillah selesai dengan lancar selama mengikuti perkuliahan sampai dengan

iv Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

proses penulisan tesis ini. Semoga doa orang tua kepada penulis agar menjadi orang

yang jujur, disiplin, bertanggungjawab dan menjadi Perwira Angkatan Darat yang

tangguh dan trengginas serta mengembalikan kejayaan negara dan bangsa Indonesia

demi menuju tercapainya masyarakat yang aman, adil, makmur dan sejahtera dapat

terwujud sesuai dengan cita-cita penulis dan para pendiri bangsa Indonesia.

Kepada istri ( Niko Fitria, S.H.) yang selama ini selalu memberikan doa,

semangat dan masukan saran. Selama proses penyelesaian penulisan tesis ini mungkin

sering menerima limpahan emosi, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis

juga tidak lupa mengucapkan kepada keluarga besar yang telah memberikan doa dan

dorongan semangat.

Kepada Mas Bakuh Prakoso (adik kandung kesembilan dari Jenderal TNI

(Purn) Djoko Santoso) dan keluarga besar di Solo yang selama ini dari awal telah

memberikan semangat dan doa selama pertama kali menjadi seorang Perwira AD dan

memberikan saran yang baik dalam proses pemilihan jurusan saat mendaftarkan tes

masuk S2 di Universitas Indonesia.

Kepada Brigjen TNI Tisyanto, S.H., M.H. (Dirkumad) yang telah memberikan

motivasi belajar, memberikan tambahan referensi dan memberikan ijin mengikuti

perkuliahan.

Kepada Mayjen TNI S. Supriyatna, S.H., M.H (Kababinkum TNI) yang telah

memberikan motivasi belajar, doa dan semangat serta memberikan ijin mengikuti

perkuliahan.

Kepada Kolonel Chk Mulyono, S.H., S.IP., M.H. (Wadirkumad) yang selama ini

memberikan motivasi belajar dan semangat untuk tetap berbuat yang terbaik serta

menjadi orang yang amanah dan disiplin. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Kolonel Chk Agus Dhani MD, S.H., M.Hum (Sesditkumad) yang selama ini

memberikan arahan dan motivasi.

v Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

Kepada seluruh Perwira atasan dan anggota Ditkumad yang tidak dapat

disebutkan satu-persatu yang selama ini memberikan semangat dan membantu dalam

proses penyelesaian penulisan tesis ini.

Kepada Rektor dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Indonesia beserta staff yang telah memberikan pelayanan serta fasilitas terbaik selama penulis

menempuh kegiatan perkuliahan.

Kepada Bapak Meidi Kosandi, S.IP., M.A sebagai pembimbing Reading

Course dan tesis (pertengahan karena sebelum penulisan tesis sempurna Bapak Meidi

melanjutkan pendidikan di Jepang) yang selama ini memberikan masukan dan saran serta

diskusi selama melaksanakan bimbingan Reading Course dan tesis (sebagian dari bab dalam

tesis telah mendapat persetujuan).

Kepada Bapak Cecep Hidayat, S.IP., IMRI sebagai pembimbing tesis yang selama

ini mengorbankan waktu dan tenaga untuk melanjutkan bimbingan dan memberikan

koreksi, saran dan masukan serta diskusi, sehingga tesis dapat diselesaikan tepat waktu. Dari

diskusi dan berbagai masukan dari beliau sangat membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

Kepada Ketua dan Sekretaris Program Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UI,

masing-masing Ibu Dr. Valina Singka Subekti, M.Si dan Bapak Syaiful Bahri, S.Sos.,

M.Si, saya mengucapkan terima kasih atas segala masukan yang diberikan selama

proses pengerjaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf

Sekretariat yang telah memberikan informasi dan kepada staf pengajar di Program

Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UI yang telah memberikan transfer ilmu pengetahuan selama

mengikuti proses belajar selama perkuliahan berlangsung.

Kepada Bapak Prof. Dr. Burhan D. Magenda, MA sebagai Penguji Ahli yang telah

memberikan masukan positif bagi penulisan tesis ini. Sehingga tesis ini dapat disusun secara

sistematis.

vi Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

Kepada seluruh teman-teman di Pascasarjana Ilmu Politik UI Angkatan 2010,

penulis mengucapkan terima kasih atas segala bentuk bantuan baik secara langsung

maupun tidak langsung selama dalam proses pengerjaan dan penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih khususnya kepada Mas Eko, Mas Ridho, Mas Lukman, Mas

Agung, Mbak Sarifah, Mas Moudy yang telah memberikan dukungan dan masukan

kepada penulis.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Megawati

Soekarnoputri (melalui Sekjen PDI Perjuangan Bapak Tjahjo Kumolo), Bapak Susilo

Bambang Yudhoyono, Bapak Hassan Wirajuda (mantan Menlu RI), Bapak Effendi

Choirie (anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKB), Letjen TNI (Purn) Syaiful Rizal

(mantan Pangdam IX/Udayana dan Dankodiklat TNI AD) dan Letjen TNI (Purn) Hadi

Waluyo (mantan Pangdam VI/Mulawarman dan Pangkostrad) serta narasumber dari

Departemen Luar Negeri yaitu Dian Triansyah Djani, MA (Direktur Jenderal Kerjasama

ASEAN) yang ikut terlibat selama proses penyelesaian permasalahan sengketa

kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan dan narasumber dari Departemen Pertahanan yaitu

Kolonel Ctp Drs. Umar S. Tarmansyah (Peneliti Puslitbang SDM Balitbang Dephan yang

mengikuti proses lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan).

Jakarta, November 2012

Penulis vii Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

ABSTRAK

Nama : Kurniawan Setyanto Program Studi : Ilmu Politik

Judul : Kegagalan Formulasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dan Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dari Indonesia Tahun 2002

dalam Perspektif Geopolitik Negara Kepulauan,

xvi+182halaman, 45 buku, 2 jurnal,9 artikel koran, 3 majalah, 11 sumber online, 8 wawancara narasumber.

Tesis ini dilatarbelakangi oleh sengketa Pulau Sipadan-Ligitan merupakan persoalan konflik yang bermuara dari persengketaan dua negara yaitu antara Indonesia dan Malaysia terhadap suatu wilayah yang mana klaim terhadap wilayah tersebut dilandasi oleh tujuan memperoleh keuntungan dan penguatan negara melalui penambahan wilayah. Indonesia dan Malaysia menghadapi sengketa wilayah selama 33 tahun, yakni sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 2002. Pada bulan Desember 2002, Mahkamah Internasional memutuskan untuk memberikan hak kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan kepada Malaysia.

Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori kebijakan publik, teori kebijakan politik luar negeri dan teori geopolitik. Tesis ini lebih menekankan pada teori kebijakan politik luar negeri Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yang menerapkan pula metode historis dan analisis

interpretatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Dalam penelitian ini digunakan alat pengumpulan data dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang terkait dengan pokok permasalahan baik berupa buku, surat kabar, majalah, website dan sebagainya yang dikumpulkan dan diolah berdasarkan klasifikasi masalahnya. Data-data yang mendukung penelitian ini akan dikonseptualisasikan, digenerelasikan, dan dianalisis dengan menggunakan kerangka pemikiran yang ada.

Perundingan bilateral ditempuh sebagai upaya penyelesaian melalui jalur politik diplomasi, menjadi tidak efektif ketika Indonesia dan Malaysia memiliki tujuan yang saling bertentangan dan tidak dapat dikompromikan. Ketidakefektifan dan kebuntuan perundingan bilateral ini membuka jalan bagi penyelesaian melalui jalur hukum melalui Mahkamah Internasional (International Court Justice).Penyelesaian sengketa ini ke Mahkamah Internasional (International Court Justice) adalah jalan damai yang ditempuh oleh kedua negara untuk menyelesaikan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan yang sudah cukup lama. Kegagalan formulasi kebijakan Pemerintah Indonesia mengakibatkan lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dari Indonesia. Indonesia adalah negara kepulauan dan banyaknya wilayah perbatasan yang dimiliki Indonesia, ke depan harus mampu dikelola tidak hanya melalui pendekatan pertahanan dan keamanan namun juga menggunakan pendekatan pembangunan ekonomi wilayah perbatasan.

Kata kunci: Kebijakan Pemerintah, Sengketa, Pulau Sipadan-Ligitan

ix Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

ABSTRACT

Name : Kurniawan Setyanto

Study Programme : Political Science Title : The Failed of Formulating Indonesia Foreign Policy and

The Lose of The Sipadan-Ligitan Islands from Indonesian at

Year 2002 in Perspective of Geopolitics Archipilagic Country, xvi+182 pages,45 books, 2 journals, 9 articles, 3 magazine, 11online sources, 8 respondents interview.

This thesis are directed by dispute on the Sipadan-Ligitan islands was a conflict derived from dispute between two countries, there are Indonesia and Malaysia over the territory, in which the claim on the territory was based on the intention of gaining benefits and nation reinforcement through territorial extension. Indonesia and Malaysia faced this territorial dispute for 33 years, since year 1969 up to year 2002. In December 2002, the International Court Justice decided to give the ownership right of the Sipadan -Ligitan islands to Malaysia.

As the theoritical basis, this research used public policy theory, foreign policy theory and geopolitical theory. This thesis more press up that Indonesian foreign policy theory. The method of data collection used in this research was the library research method. This research, the researcher also used equipment for collecting the documentation data by searching for data about items or variables related to the main problems from books, newspaper, magazine, websites and the others. The data that supported the research was conceptualized, generalized and analyzed using the available frameworks.

The bilateral negotiation taken as an effort to settle problem through diplomatic course became uneffective when both Indonesia and Malaysia had an opposing intention that could not be compromised. The uneffectiveness and dead lock of the bilateral negotiation had given way to the settlement of the dispute through the law course by the International Court Justice. The settlement to International Court Justice was a peace way taken by both countries to solve their long term problem Sipadan-Ligitan islands. The failed of formulating policy Indonesian Government resulting the release Sipadan- Ligitan islands. Indonesia is archipilagic countries and has many territorial border that, in the future, should be good managed, not only through defense and security approaches but also through those of economics development of the territories.

Keywords:

Government Policy, Conflict, Sipadan-Ligitan Islands

x Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... .......................................................................................................... . ..i PERNYATAAN ORIGINALITAS... ................................................................................... . . ii

LEMBAR PENGESAHAN... ................................................................................................ . ..iii KATA PENGANTAR... .......................................................................................................... . .iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ...................................... ...viii

ABSTRAK... ............................................................................................................................. . .ix ABSTRACT... .............................................................................................................................. ..x DAFTAR ISI... .......................................................................................................................... .. .xi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... .................................................................................................... .1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... . .4 1.3 Tujuan Penelitian... ....................................................................................................... .12

1.4 Signifikansi Penelitian... ............................................................................................. ..12 1.5 Kerangka Teori... .......................................................................................................... .13

1.5.1 Kebijakan Publik dilihat dari Formulasi Kebijakan... .................................... . .13 1.5.2 Kebijakan Politik Luar Negeri........................................................................... .17

1.5.2.1 Realisme Politik oleh Hans J. Morgenthau... .................................... ...19 1.5.3 TeoriGeopolitik... ............................................................................................. . ..21

1.5.3.1 Teori Geopolitik Hans J. Morgenthau... ................................................... . ..25 1.5.4 Teori Hukum Internasional... .............................................................................. .26

1.5.5 Teori Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia... .......................................... ..27 1.5.6 Teori Regional Coorperation (Kerjasama Regional)... ................................. .. .28

1.6 Metode Penelitian... ................................................................................................... .. .28 1.7 Sistematika Penulisan... ............................................................................................. .. .30

2. LATAR BELAKANG HISTORIS SENGKETA PULAU SIPADAN -LIGITAN

SERTA PENYELESAIANNYA MELALUI INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE (ICJ) 2.1 Kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan dalam Perspektif Historis... ................................. . ..31

2.2 Latar Belakang Kasus Sengketa Wilayah antara Indonesia dan Malaysia Terhadap Pulau Sipadan-Ligitan ... .......................................................................................................... .. .39 2.3 Arti Penting Pulau Sipadan - Ligitan bagi Indonesia dan Malaysia... ........................... .42 3. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEGAGALAN

PEMBUATAN KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI DAN LEPASNYA

PULAU SIPADAN-LIGITAN TAHUN 2002

3.1 Kegagalan Pemerintah Indonesia Menghasilkan Formulasi Kebijakan Politik Luar Negeri dalam Upaya Penyelesaian Sengketa Melalui Perundingan

Bilateral... ...................................................................................................................... .. .54 3.1.1 Perundingan Bilateral Indonesia dengan Malaysia Tahun 1989... ................ . ..56

3.1.2 Perundingan Melalui Mekanisme Joint Working Group (JWG)... .................. ..57 3.1.3 Perundingan Indonesia dan Malaysia Tahun 1995... ...................................... . ..60

xi Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

3.1.4 Perundingan Tingkat Tinggi antara Kepala Negara... ................................... ...62 3.2 Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Pemerintah Indonesia Membuat

Formulasi Kebijakan Politik Luar Negeri... ................................................................ . ..64 3.2.1 Faktor Masyarakat yang Tinggal di Daerah Perbatasan... ............................ ..65 3.2.2 Faktor Internal dan Politik Luar Negeri Indonesia... ...................................... .68

3.2.3 Faktor Aktor Negara Sebagai Pembuat Kebijakan Politik... ......................... ..70 3.3 Kegagalan Formulasi Kebijakan Politik Luar Negeri Terkait Lepasnya

Pulau Sipadan - Ligitan pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto dan Presiden Megawati Soekarnoputri... .......................................................................................... .75

3.4 Politik Luar Negeri Indonesia dalam Usaha Intergritas Teritorial... ....................... ..79 a.) Masa Pemerintahan Presiden prof. Dr.Ing. Dr.Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf

Habibie... ................................................................................................................. . ..79 b.) Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid... ..................................... ..80

c.) Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri... ................................ ..81 3.5 Aktor Negara yang Menyebabkan Kegagalan Pemerintah Indonesia

Menghasilkan Formulasi Kebijakan Politik Luar Negeri... ...................................... . .83 3.5.1 Faktor dan Tanggungjawab Aktor Negara Sebagai Pembuat Kebijakan

Politik... ................................................................................................................ . ..86 a.) Peran dari Menteri Luar Negeri dan Menteri Politik dan Keamanan dan

Keamanan Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri... ..90 b.) Peran dari Lembaga Legislatif (Parlemen) dalam hal ini Komisi I DPR

RI... .............................................................................................................................................. .. .92

3.6 Sikap Saling Mempengaruhi antara Menteri Luar Negeri, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dengan Komisi I DPR RI dalam Penyelesaian Sengketa

Pulau Sipadan-Ligitan... ................................................................................................. .96 3.7 Hasil Pendapat dari Aktor Negara Berkaitan dengan Kegagalan Formulasi

Kebijakan Politik Luar Negeri................................................................................. ...98

4. PROSES GAGALNYA PEMBUATAN KEBIJAKAN POLITIK LUARNEGERI

DAN LEPASNYA PULAU SIPADAN - LIGITAN DARI INDONESIA 4.1 Gagalnya Proses Pembuatan Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia.................... .102

4.2 Penyelesaian Sengketa Wilayah antara Indonesia dan Malaysia terhadap Pulau Sipadan-Ligitan melalui International Court of Justice (ICJ)... ...................................... ...113 4.3 Mahkamah Internasional... ....................................................................................... ...118

a. Permanent Court of Arbitration... ....................................................................... ...119 b. Permanent Court of International Justice... ........................................................ ..119 c. International Court of Justice... ............................................................................ . .120

4.4 Urutan Penyelesaian Sengketa Wilayah Atas Pulau Sipadan-Ligitan Melalui International Court of Justice (ICJ)... ..................................................................................122 4.5Proses Persidangan Penyelesaian Sengketa Pulau Sipadan-Ligitan... ...................... ...126

4.5.1 Pokok-pokok Argumentasi Hukum Indonesia dan Malaysia... ...................... .126 4.5.2 Written dan Oral Hearings... ............................................................................. .128

4.53Pokok-pokok Pendapat dan Keputusan Mahkamah Internasional Mengenai Klaim

Kedaulatan Atas Pulau Sipadan-Ligitan... ........................................................130

xii Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

4.5.4 Pokok-pokok Pendapat dan Keputusan Mahkamah Internasional Mengenai

Dalil-dalil Effectivites... .............................................................................................135

4.6 Hasil Keputusan Mahkamah Internasional (International Court of Justice) Atas Sengketa Pulau Sipadan-Ligitan... ...................................................................................... .139 4.7 Konsekuensi yang Harus Dilakukan Indonesia Pasca Keputusan Mahkamah

Internasional... .................................................................................................................... ..141 4.7.1 Keputusan Mahkamah Internasional Pengaruhnya Terhadap Penetapan Garis

Pangkal Kepulauan Indonesia... ............................................................................... . ..144 4.8 Dinamika Perubahan Politik Indonesia dalam Menyikapi Sengketa Pulau Sipadan-

Ligitan................................................................................................................................. . .149 4.9 Usaha Perubahan Kebijakan Politik Luar Negeri Presiden Soeharto... ............... ..160

5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan... ........................................................................................................... . .167

5.2 Saran... ........................................................................................................................ .170 DAFTAR PUSTAKA... ................................................................................................... ..172

xiii Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

DAFTAR TABEL

Tabel 4.7 Hasil Pendapat dari Aktor Negara Berkaitan dengan Kegagalan

Formulasi Kebijakan Politik Luar Negeri... ...................................... .98

xiv Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Letak Pulau Sipadan-Ligitan pada Laut Sulawesi... ............................ . .40

xv Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 1 Peta Wilayah Pulau Sipadan-Ligitan... ...................................................... . ..178 Gambar 2 Peta Pulau Sipadan dan Resort Yang Telah Dibangun... ........................... .179

Gambar 3 Papan Tanda Pengumuman Yang Dipasang Malaysia di Pulau Sipadan... ........................................................................................... .180

Gambar 4 Foto Daerah Lokasi Sumber Daya Laut Berupa Ikan, Jenis Hewan Laut dan Daerah Penyelaman di Pulau Sipadan... .............................................. . ..181

Gambar 5 Peta Pulau Ligitan Dan Resort Yang Telah Dibangun Malaysia... ........... . .182

xvi Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wilayah merupakan salah satu unsur terpenting bagi suatu negara, karena

wilayah merupakan tempat negara melaksanakan kedaulatannya. Wilayah merupakan

ruang di mana orang menjadi warganegara yang bersangkutan hidup dan menjalankan

segala aktivitasnya. Wilayah negara sebagai suatu ruang tidak saja terdiri atas daratan

atau tanah tetapi juga perairan dan ruang udara. Wilayah daratan dan wilayah ruang

udara dimiliki oleh negara pantai.Mengingat pentingnya wilayah bagi suatu negara,

maka batas-batasnya harus jelas untuk menghindari kemungkinan sengketa dengan

negara-negara yang lain.1Dalam sejarah manusia maupun negara-negara, kerap terjadi

konflik antarnegara yang bersumberkan pada masalah batas wilayah. Konflik ini bisa

disebabkan oleh karena keinginan untuk melakukan ekspansi wilayah maupun

ketidakjelasan batas-batas wilayah antarnegara.

Salah satu fungsi dari batas wilayah itu telah berkembang menjadi sebuah

kontribusi untuk identitas nasional dan sebagai pelindung dari hasil kekayaan sumber

daya alam yang langka atau sulit untuk diperbaharui. Sengketa wilayah biasanya

dimulai oleh salah satu atau beberapa pihak yang merasa memiliki wilayah tersebut atau

berkepentingan besar terhadap wilayah tersebut. Negara yang memulai sengketa itu

mempunyai bermacam tujuan yang dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan:2Pertama,

klaim terjadi ketika sebuah negara benar-benar menginginkan wilayah tersebut dan

percaya bahwa ia akan memperoleh beberapa keuntungan. Tujuan ini berkaitan dengan

penguatan negara melalui penambahan wilayah. Peningkatan kekuatan mungkin berasal

dari sumber-sumber yang ditemukan di wilayah tersebut atau dari penduduk yang

tinggal di sana, atau dari peningkatan akses wilayah tersebut melalui laut maupun

1LB. Moerdani, Menegakkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Pandangan dan Ucapan Jenderal TNI

(Purn) LB. Moerdani 1988-1991, Jakarta: Yayasan Kejuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman, 1992,

hlm. 39. 2Ibid.

1 Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

2

saluran-saluran utama komunikasi. Kedua, klaim dibuat tanpa banyak harapan

memperoleh hasil atau keuntungan. Sengketa dilakukan dalam rangka menjalankan

politik dalam negeri atau politik luar negeri. Kadang perbatasan tidak dapat menjamin

sengketa atau konflik dapat berakhir secara total. Setelah berjalan beberapa tahun,

konflik seringkali masih muncul bahkan menjadi perang (krisis) apabila konflik-konflik

kepentingan berubah menjadi situasi yang mengandung ancaman.3

Wilayah perbatasan suatu negara memiliki nilai strategis dalam mendukung

keberhasilan pembangunan nasional. Hal ini dapat terjadi antara lain karena wilayah

perbatasan mempunyai dampak penting bagi kedaulatan sebuah negara, mempunyai

faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di

sekitarnya, mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang

dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan antarwilayah maupun antarnegara, dan

mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan baik dalam skala

regional maupun nasional.Masalah ketidakjelasan batas-batas negara dan status wilayah

sering menjadi sumber persengketaan di antara negara-negara yang berbatasan atau

berdekatan. Persengketaan muncul akibat penerapan prinsip yang berbeda terhadap

penetapan batas-batas landas kontinen di antara negara-negara bertetangga sehingga

menimbulkan wilayah tumpang tindih yang dapat menimbulkan persengketaan.4

Contoh nyata yang melibatkan Indonesia yaitu permasalahan sengketa

kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada

tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-

masing negara ternyata memasukkan Pulau Sipadan-Ligitan ke dalam batas-batas

wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Pulau Sipadan-Ligitandinyatakan dalam

keadaan status quo, akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Permasalahan sengketa

kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan ini secara sederhana mengandung makna tradisional

sekaligus modern. Secara tradisional, sengketa tersebut merupakan akibat dari

kolonialisme masa lalu yang melanda kawasan Asia Tenggara. Inggris yang menjajah

3 J.R.VPrescot, Boudaries and Frontiers, London: Croom Helm, 1973, hlm. 90-125. 4 LB. Moerdani, Op. Cit., hlm. 45.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

3

Malaysia dan Belanda yang menjajah Indonesia, menyisakan garis perbatasan yang

tidak tegas ketika mereka meninggalkan tanah jajahannya. Itulah yang kemudian

membuat sengketa itu berkembang, menurun kepada negara yang mewarisi tanah bekas

jajahan tersebut. Dalam konteks modern, sengketa Pulau Sipadan-Ligitan ini tidak bisa

dilepaskan dari kepentingan nasional suatu negara akan sumber daya alam yang

dikandungnya. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua

pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.

Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan tersebut ke Malaysia merupakanpelajaran

bagi Indonesia agar dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebenarnya Indonesia masih bisa membicarakan masalah tersebut dengan Malaysia

dengan menganggap masalah teritorial adalah persoalan politik bukan hanya persoalan

hukum. Masalah lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan tidak terlepas kebijakan politik pada

masa Pemerintahan Presiden Soeharto hingga Pemerintahan Presiden Megawati

Soekarnoputri.5 Sumber dari permasalahan lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan adalah

kesalahan kebijakan politik pada era Pemerintahan Presiden Soeharto yang hanya

mempersoalkan wilayah negara dari segi hukum saja sehingga mencari solusi ke

Mahkamah Internasional.6 Wilayah kedaulatan negara merupakan suatu permasalahan

politik, karena sangat erat dengan suatu perumusan kebijakan politik yang nantinya

akan dijadikan sebagai pedoman oleh Pemerintah dalam menentukan arah kebijakan

politiknya dalam membawa negara Indonesia ke arah yang lebih baik dan mempunyai

kedudukan yang dihormati di dunia internasional. Suatu kebijakan yang menyangkut

teritorial suatu negara perlu adanya ketegasan kebijakan Pemerintah agar wilayah

negaranya aman dari ancaman gangguan permasalahan perbatasan darat maupun laut

dengan negara lain.

Ancaman terhadap negara yang berubah bukan hanya berasal dari aktor negara,

tetapi juga aktor-aktor bukan negara. Bentuk-bentuk ancaman tersebut juga semakin

banyak, bukan hanya dari ancaman terhadap kesatuan teritori saja atau yang terkait 5 Memanasnya Hubungan RI-Malaysia, diperoleh dari http://www.politik.lipi.go.id. [Diakses pada hari

Selasa tanggal 26 April 2011 pukul 21.45]. 6 LB. Moerdani, Op. Cit., hlm. 51.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

4

dengan batas wilayah negara, tetapi juga ancaman-ancaman yang bersifat non-politik

dan non-ekonomi. Perkembangan teknologi dan industri, termasuk revolution in

military affairs telah semakin menunjukkan betapa dunia kini semakin tanpa

batas.7Revolution in military affairs mempunyai maksud yaitu untuk mewujudkan

kekuatan minimal (MEF atau Minimal Essential Force) sebagai instrumen negara untuk

melaksanakan fungsi negara berdasarkan keputusan politik.Negara adalah aktor penting

atau aktor utama dalam dunia internasional, jadi segala urusan dalam dan luar negeri

diserahkan pada negara. Maka negara bertanggungjawab atas keamanan nasional dan

batas-batas negara. Jadi, aktor-aktor negara mempunyai peranan yang sangat penting

terhadap suatu kebijakan politik luar negeri.

Dalam permasalahan penyelesaian sengketa Pulau Sipadan-Ligitan merupakan

sebuah kegagalan formulasi kebijakan politik luar negeri Indonesia dan lepasnya Pulau

Sipadan-Ligitan dari Indonesia pada tahun 2002 dalam perspektif Geopolitik negara

kepulauan. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki pulau -pulau

terbanyak di dunia, sehingga wilayah teritorialnya harus dijaga dengan baik agar

keutuhan dan kedaulatan wilayahnya tidak terusik oleh negara lain.8

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan awal dari persengketaan Pulau Sipadan-Ligitanantara Indonesia

dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut

antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan Pulau Sipadan-

Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya.9 Kedua negara lalu sepakat agar Pulau

Sipadan-Ligitan dinyatakan dalam keadaan status quo akan tetapi ternyata pengertian

ini berbeda.10 Pihak Malaysia membangun resort pariwisata baru yang dikelola pihak

swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah

Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa

dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati atau diduduki

7 Ibid, hlm. 76. 8 Norman J.G. Pounds, Political Geography, New York: Mogrow-Hill Book co. Inc, 1963, hlm.89. 9 Aspiannor Masrie,Kasus Sipadan-Ligitan, diperoleh darihttp://www.metronews.com. [Diakses pada hari Jum at tanggal 29 April 2011]. 10Ibid.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

5

sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1969 pihak

Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.

Dengan kondisi demikian maka Pulau Sipadan-Ligitan terbuka untuk klaim

kepemilikan.Klaim kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan mengandung dua motif, yaitu

motif politik dan motif ekonomi. Alasan politis tersebut adalah untuk mewujudkan

kedaulatan negara, sehingga dapat menjalankan fungsi eksekutif dan legislatif di kedua

pulau yang disengketakan oleh kedua negara. Sedangkan untuk motif ekonomi yang

melatarbelakangi klaim tersebut adalah karena Pulau Sipadan-Ligitan mempunyai daya tarik

tersendiri untuk pariwisata.11

Dalam kasus lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan jelas bahwa peran kebijakan

politik Pemerintah Indonesia tidak berjalan dengan baik dan tidak sesuai dengan

kebijakan politik Indonesia yang telah disusun oleh para pemimpin bangsa pendahulu.12

Pada saat kasus lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan tidak terlepas dari kesalahan

Pemerintah pada era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil

Presiden Hamzah Haz dalam melaksanakan perumusan kebijakan politik pada saat itu.

Dalam perannya sebagai perumus kebijakan politik, Presiden Megawati Soekarnoputri

juga dibantu oleh kedua Menteri yang duduk pada masa Pemerintahannya. Kedua

Menteri tersebut adalah Menteri Polkam Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Luar

Negeri Hasan Wirajuda. Kedua Menteri tersebut memiliki peranan penting bagi

Presiden Megawati Soekarnoputri sebelum mengeluarkan kebijakan politik. Peran

penting juga tidak terlepas dari lembaga legislatif, karena lembaga legislatif dalam hal

ini DPR yang berperan dalam perumusan kebijakan politik sebelum dikeluarkan oleh

Pemerintah yang menyangkut kepentingan negara.13Pemerintah merupakan pengambil

keputusan kebijakan politik untuk kepentingan negara, sehingga kesalahan sekecil

apapun akan membuat pengaruh besar kepada sistem politik dalam negeri dan luar

negeri Indonesia. Suatu sistem politik domestik yang sedang berjalan akan secara

otomatis mempengaruhi sistem politik luar negeri. 11Ibid 12Ibid. 13Ganewati Wuryandari , Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik. Jakarta: P2P

LIPI dan Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2008, hlm. 195.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

6

Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan tersebut ke Malaysia merupakanpelajaran

bagi Pemerintah agar dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masalah lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan tidak terlepas kebijakan politik pada masa

Pemerintahan Presiden Soeharto dan Pemerintahan Presiden Megawati

Soekarnoputri.14Pada era Pemerintahan Presiden Soeharto penyelesaian permasalahan

sengketa Pulau Sipadan-Ligitan hanya mempersoalkan wilayah negara dari segi hukum

saja sehingga mencari solusi ke Mahkamah Internasional.15 Wilayah kedaulatan negara

merupakan suatu permasalahan politik, karena sangat erat dengan suatu perumusan

kebijakan politik yang nantinya akan dijadikan sebagai pedoman oleh Pemerintah dalam

menentukan arah kebijakan politiknya dalam membawa negara Indonesia ke arah yang lebih

baik dan mempunyai kedudukan yang dihormati di dunia internasional. Persoalan kebijakan

yang menyangkut teritorial suatu negara perlu adanya ketegasan kebijakan Pemerintah

agar wilayah negaranya aman dari ancaman gangguan permasalahan perbatasan darat

maupun laut dengan negara lain.

Apabila ditelusuri lebih lanjut mengenai lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dari

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia justru dari peran aktor-aktor politik baik

sebagai eksekutif maupun legislatif.16 Peran aktor-aktor politik dalam lepasnya Pulau

Sipadan-Ligitan tidak berjalan dengan baik dan sinergi, karena saling menyalahkan

setelah Indonesia mengalami kekalahan dalam sidang di Mahkamah Internasional yang

menyebabkan akhirnya Pulau Sipadan-Ligitan jatuh ke dalam bagian dari wilayah

Malaysia. Sejak masa Pemerintahan Presiden Soeharto hingga Pemerintahan Presiden

Megawati Soekarnoputri, persoalan Pulau Sipadan-Ligitan hanya dipandang sebagai

permasalahan hukum dan pada kenyataannya Indonesia tidak mempunyai cukup bukti

yang dihadirkan selama proses yang panjang selama persidangan di Mahkamah

Internasional.17Sengketa kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan apabila dibawa dalam

14Memanasnya Hubungan RI-Malaysia, diperoleh dari http://www.politik.lipi.go.id. [Diakses pada hari Selasa

tanggal 26 April 2011]. 15Ibid, hlm. 199. 16Ibid. hlm. 45. 17Indonesia Kehilangan Pulau Sipadan-Ligitan, diperoleh darihttp://www.dephan.go.id. [Diakses pada hari Selasa tanggal 26 April 2011].

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

7

permasalahan hukum ke Mahkamah Internasional, maka seharusnya Indonesia harus

banyak meratifikasi dasar-dasar hukum yang akan dijadikan sebagai alat bukti kepada

Hakim agar dapat dipercaya dan dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh Hakim dalam

masa persidangan masalah sengketa yang melibatkan kedua negara dalam

memperebutkan Pulau Sipadan-Ligitan.18

Yang harus dilakukan oleh para aktor-aktor politik adalah melihat

permasalahan sengketa perbatasan wilayah dari segi politik bukan dari segi hukum.

Permasalahan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan menyangkut teritorial suatu negara, di

mana peran Pemerintah sangat penting dalam mengeluarkan suatu kebijakan politiknya

yang tegas tetapi tetap menjaga kaidah politik sesuai dengan Piagam ASEAN yang telah

disepakati oleh anggota-anggota negara ASEAN. Sebelum kebijakan politik dikeluarkan

oleh Pemerintah, antara Pemerintah dan DPR RI, dalam hal ini khususnya Komisi I

DPR RI, telah mengadakan rapat dengar pendapat sebagai tempat untuk berkonsultasi

sebelum perumusan kebijakan politik yang disodorkan oleh Pemerintah pada waktu itu

mendapat persetujuan dari DPR RI.19 Dari masa Pemerintahan Presiden Soeharto

hingga pada saat lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan pada masa Pemerintahan Presiden

Megawati Soekarnoputri, antara Pemerintah dan DPR RI sendiri tetap hanya

memandang permasalahan Pulau Sipadan-Ligitan tersebut dari segi hukum saja. Dari

permasalahan tersebut jelas bahwa antara Pemerintah dan DPR RI tidak mempunyai

konsep dalam perumusan kebijakan politik yang jelas dan terarah, karena kedua

lembaga yang berisi aktor-aktor politik tersebut tidak mampu membuat suatu keputusan

kebijakan politik luar negeri sebagai arah bagi negara yang mempunyai luas wilayah

kepulauan sangat besar.20

Negara yang mempunyai luas wilayah kepulauan yang sangat besar dan

memiliki beribu-ribu pulau merupakan suatu ancaman besar dalam permasalahan

perbatasan baik di darat maupun di laut. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu

18 Keputusan Mahkamah Internasional tentang kasus perebutan Pulau Sipadan-Ligitanantara Indonesia dan

Malaysia diperoleh dari http://diplomacy945.blogspot.com. [Diakses pada hari Selasa tanggal 26

April 2011]. 19Ganewati Wuryandari , Op. Cit, hlm. 197. 20 Kasus Sipadan-Ligitan. Dalam http://www.metronews.com oleh Aspiannor Masrie. [Diakses tanggal 29 April

2011].

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

8

lebih fokus terhadap ancaman-ancaman tersebut oleh negara lain terutama aktor-aktor

politik yang menduduki lembaga eksekutif maupun legislatif.21Kenyataannya antara

Pemerintah dan DPR RI saling bermanuver menyalahkan dan menyerang atas

keputusan politik yang telah dikeluarkan dan hasilnya membuat kerugian yang besar

bagi kepentingan negara dan rakyatlah yang sangat kecewa dengan apa yang telah

dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI.22Rakyat telah memberikan mandat dan

kepercayaan penuh kepada kedua lembaga tersebut dalam pengambilan kebijakan

politik yang akan membawa negara Indonesia menjadi negara yang mempunyai

integritas politik yang tegas dan terarah, sehingga menjadikan negara lain menghormati

kebijakan politik Indonesia. Hal tersebut sangat berbeda dengan yang ditunjukkan oleh

Presiden Soekarno dalam kebijakan politik pada saat pengambilan kebijakan politik

mengenai wilayah Irian Barat dan menjadikan Irian Barat sebagai wilayah Negara

Kesatuan Rebublik Indonesia. Kebijakan politik yang diambil Presiden Soekarno pada

waktu itu juga tidak terlepas dari peran legislatif yang sangat mendukung langkah -

langkah yang diambil Pemerintah terutama kebijakan politik.23 Suatu ketegasan

kebijakan politik Pemerintah mencerminkan keberhasilan politik dalam negeri sehingga

sistem politik luar negeri juga berpengaruh.

Permasalahan lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan tidak terlepas dari peran dan

hubungan yang sinergis antara lembaga eksekutif dan legislatif yang seharusnya satu

sama lain mendukung dan bukan saling menyalahkan setelah keputusan kebijakan

politik tersebut diambil.24Aktor politik yang berada di dalam kedua lembaga tersebut

seharusnya menyikapi permasalahan yang berhubungan dengan teritorial negara bukan

pada cermin hukum, tetapi harus bercermin pada politik. Permasalahan perbatasan

sendiri menyangkut pada suatu kedaulatan negara yang seharusnya tidak dapat diganggu

gugat dan diusik oleh negara manapun, karena permasalahan perbatasan sangat rentan 21Ibid. 22Ganewati Wuryandari , Op. Cit, hlm. 45. 23Mohammad Hatta, Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta: Tintamas, 1953, hlm. 78. 24 Pandangan Morgenthau mengenai konsep ini dapat ditemukan dalam Theodore A. Columbis dan James

H. Wolve, Introduction to International Relations, Power and Justice, New Jarsey: Prentice Hall, 1982, ditulis

di dalam tulisan Bantarto Bandoro dalam Analisis CSIS Aspek-Aspek Internasional dalam Intergrasi Nasional,

Tahun XXIII No. 5, September-Oktober 1994.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

9

dengan konflik dan berujung pada suatu peperangan antarkedua negara yang sedang

bersengketa.25Suatu kebijakan politik diambil merupakan sebuah keputusan yang

memberikan arah kepada negara tersebut akan suatu integritas dan kedaulatan suatu

wilayah. Apabila kebijakan politik yang dikeluarkan Pemerintah dinilai oleh Malaysia

sangat tegas, maka tidak akan mungkin Malaysia berani membawa permasalahan

sengketa wilayah Pulau Sipadan-Ligitan ke Mahkamah Internasional.26 Kebijakan

politik yang dikeluarkan Pemerintah seharusnya merupakan harga mati sebagai bangsa

yang besar dengan wilayah kepulauan yang sangat luas, karena apabila kebijakan politik

yang dikeluarkan oleh Pemerintah tidak diindahkan oleh negara lawan dalam

permasalahan perbatasan maka jalan terakhir adalah peperangan.27

Tetapi dalam melihat permasalahan kasus lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan,

peran dari aktor-aktor politik Indonesia yang berada pada lembaga eksekutifmaupun

legislatif tidak tampak.28Hal tersebut terbukti bahwa tidak sinergisnya kedua lembaga

tersebut dalam mengambil alih permasalahan dan penyelesaian dengan jalan politik. Hal

tersebut dapat dibuktikan setelah lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan, DPR RI langsung

melalui Komisi I DPR RI mengajukan hak interpelasi atau hak bertanya kepada

Presiden Megawati Soekarnoputri. Melalui Wakil Ketua Komisi I Effendy Choirie,

Ketua Sub Bidang Luar Negeri Amris Hasan,anggota Djoko Susilo, Arief Mudatsir dan

Franky Kaihatu, hak menggalang pengajuan hak interpelasi kepada Presiden Megawati

berkaitan dengan kekalahan Indonesia di Mahkamah Internasional, Den Haag, atas

sengketa Pulau Sipadan-Ligitan.29 Terlihat jelas bahwa para aktor politik Indonesia

tidak pernah saling sinergis dalam berhubungan dan bekerjasama untuk kepentingan 25Aspiannor Masrie,Kasus Sipadan-Ligitan, diperoleh darihttp://www.metronews.com. [Diakses pada hari Jum

at tanggal 29 April 2011]. 26Ibid. 27Memanasnya Hubungan RI-Malaysia, diperoleh dari http://www.politik.lipi.go.id. [Diakses pada hari Selasa tanggal 26 April 2011]. 28Nasib Pulau Sipadan dan Ligitan Semakin Jelas, diperoleh dari http://wap.gatra.com. [Diakses pada hari

Senin tanggal 25 April 2011]. 29Ibid.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

10

bangsa dan negara, sehingga kebijakan politik Indonesia yang dikeluarkan Pemerintah

masih sangat tumpul.30

Komisi I DPR RI melalui Wakil Ketua Komisi I Effendy Choirie mengatakan

bahwa interpelasi itu semata mempertanyakan usaha Pemerintah memperoleh kedua

pulau yang selama ini sudah diduduki Malaysia itu.31 Hak interpelasi Komisi I DPR RI

itu juga untuk mempertanyakan kebijakan politik Pemerintah dalam mengawasi dan

mempertahankan pulau-pulau di perbatasan khususnya pada kasus lepasnya Pulau

Sipadan-Ligitan.32 Setelah peristiwa lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dari wilayah

Indonesia banyak pulau di perbatasan yang sudah dihuni oleh penduduk dari negara

tetangga. Dari pihak Pemerintah mempunyai argumen lain dalam menjawab pertanyaan

dari Komisi I DPR RI tersebut bahwa pada saat itu Pemerintah memang gencar

melakukan pendekatan secara politik dengan Malaysia, tapi mengalami

kegagalan.33Pemerintah Indonesia memutuskan untuk meneruskan permasalahan

sengketa kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan ke Mahkamah Internasional atas

pertimbangan dari DPR RI karena pada waktu itu Pemerintah berpendapat bahwa

permasalahan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan merupakan permasalahan hukum.34

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan khususnya dalam

kasus lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan pada umumnya dipengaruhi oleh kegiatan sosial

ekonomi di negara tetangga (Malaysia).35 Kondisi tersebut berpotensi untuk

mengundang kerawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih

terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, namun dimungkinkan adanya kecenderungan

untuk bergeser ke soal politik, terutama apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah

perbatasan mempunyai ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal 30 Robert Eyestone, The Threads of Public Policy, Indianapolis: Bobbs Merrill, Ratzel, ditulis di dalam buku RM.

Sunardi, 1971, hlm. 57. 31Memanasnya Hubungan RI-Malaysia, diperoleh dari http://www.politik.lipi.go.id. [Diakses pada hari Selasa

tanggal 26 April 2011]. 32Ibid. 33Statistik Vital Kasus Sipadan-Ligitan, diperoleh dari http://www.unisosdem.org. [Diakses pada hari Selasa tanggal 26 April 2011]. 34Aspiannor Masrie ,Kasus Sipadan-Ligitan, diperoleh dari http://www.metronews.com. [Diakses pada hari Jum

at tanggal 29 April 2011]. 35Ibid.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

11

inipun selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan

harkat dan martabat bangsa. Untuk itu, diperlukan upaya Pemerintah Indonesia dalam

memperhatikan permasalahan penegakan kedaulatan negara dengan lebih

mengefektifkan kebijakan politik secara tegas. Dalam perumusan atau formulasi

kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, agar memiliki ketegasan

sikap dalam berpolitik, maka diperlukan harmonisasi yang dibarengi dengan

maksimalisasi kinerja seluruh elemen dan kesungguhan semua pihak seluruh pihak

untuk mewujudkan suatu perumusan atau formulasi kebijakan politik yang akan diambil yang

berguna untuk menjadikan sebagai bentuk kedaulatan negara yang nyata.36

Dengan memperhatikan permasalahan gagalnya formulasi kebijakan yang

dikeluarkan oleh Pemerintah diharapkan dapat muncul beberapa pertanyaan yang dapat

dibahas dan dievaluasi pada bab berikutnya sesuai dengan latar belakang permasalahan yang

sudah diuraikan. Jadi, pertanyaanutama yang akan berusaha dijawab dalam tesis yang

berjudul Kegagalan Formulasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dan Lepasnya

Pulau Sipadan-Ligitan dari Indonesia Tahun 2002 dalam Perspektif

Geopolitik Negara Kepulauanadalah:

Bagaimana terjadinya proses gagalnya pembuatan kebijakan politik luar

negeri sehingga Indonesia tidak dapat mempertahankan Pulau Sipadan-Ligitan sebagai

bagian dari kedaulatan wilayah Indonesia? Selain itu tesis ini juga berusaha menjawab

pertanyaan tambahan, antara lain:

1.) Mengapa Pulau Sipadan-Ligitan menjadi obyek sengketa dan

mempunyai arti penting bagi Indonesia dan Malaysia sejak tahun

1969?

2.) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan PemerintahIndonesia

gagal menghasilkan formulasi kebijakan politik luar negeri sehingga

Pulau Sipadan-Ligitan terlepas pada tahun 2002?

36George Modelsky, Theory of Foreign Policy. New York: Praeger, 1962, hlm. 36.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

12

1.3 Tujuan Penelitian

Sebagaimana tergambar di dalam perumusan masalah, penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui Pulau Sipadan-Ligitan menjadi obyek sengketa dan mempunyai arti penting bagi Indonesia dan Malaysia dan untuk

mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan

PemerintahIndonesia gagal menghasilkan formulasi kebijakan politik luar

negeri sehingga terlepas.

2. Untuk mengetahui aktor-aktor yang terlibat dalam gagalnya perumusan

atau formulasi kebijakan politik luar negeri Indonesia sehingga Pulau

Sipadan-Ligitan lepas.

3. Untuk mengetahui proses gagalnya pembuatan kebijakan politik luar

negeri sehingga Indonesia tidak dapat mempertahankan Pulau Sipadan-

Ligitan sebagai bagian dari kedaulatan wilayah Indonesia.

1.4 Signifikansi Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu untuk :

1. Menjadi referensi bagi wacana geopolitik khususnya bagi peneliti

yang berminat pada studi ilmu sosial dan politik dimanaPulau

Sipadan-Ligitan dapat menjadi obyek sengketa antara Indonesia dan

Malaysia.

2. Bermanfaat bagi para ilmuwan sosial untuk mengkaji permasalahan

aktor-aktor yang terlibat dalam gagalnya perumusan atau formulasi

kebijakan politik luar negeri Indonesia dalam hal ini kasus lepasnya

Pulau Sipadan-Ligitan dari Indonesia Tahun 2002.

3. Memberikan sebuah gambaran pentingnya aktor-aktor negara dalam

menghasilkan sebuah kebijakan bagi negara kepulauan, khususnya

Indonesia, sehingga tidak akan terulang kembali kasus lepasnya

Pulau Sipadan-Ligitan.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

13

1.5 Kerangka Teori

Untuk memperoleh interprestasi dan kesimpulan yang lebih terarah di dalam

menganalisis topik tesis ini digunakan teori kebijakan publik, teori politik luar negeri

dan teori geopolitik. Teori kebijakan publik sesuai dengan tujuan penulisan tesis ini

karena dapat mendeskripsikan formulasi kebijakan Indonesia yang melibatkan elit

politik dalam menciptakan suatu kebijakan sedangkan teori politik luar negeri sesuai

dengan tujuan penulisan tesis karena dapat mendeskripsikan kebijakan politik luar

negeri Indonesia. Teori geopolitik digunakan karena Indonesia sebagai negara

kepulauan dan harus diberikan perhatian khusus karena wilayah merupakan wujud

kedaulatan negara. Teori Hukum Internasional digunakan karena kasus lepasnya Pulau

Sipadan-Ligitan merupakan permasalahan sengketa wilayah antarnegara. Teori

kebijakan politik luar negeri Indonesia digunakan sebagai tolok ukur pemerintah dalam

pengambilan kebijakan politik luar negeri. Pada penelitian yang dilakukan, teori

tersebut sangat bermanfaat sebagai alat analisis dalam mengkaji Kegagalan Formulasi

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dan Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dari

Indonesia Tahun 2002 dalam Perspektif Geopolitik Negara Kepulauan.

Berikut ini adalah kerangka umum teori-teori yang dikemukakan di atas, yang

tentunya akan dibahas lebih mendalam pada uraian di bawah ini.

1.5.1. Kebijakan Publik dilihat dari Formulasi Kebijakan

Pengertian kebijakan publik menurut Thomas R. Dye adalah apa yang dipilih

oleh Pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan. Kebijakan publik ini dapat

diklasifikasikan sebagai keputusan (decision making), di manaPemerintah mempunyai

wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk

membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik.37 Definisi lain dari

kebijakan publik menurut Robert Eyestone adalah konsepsi bahwa kebijakan

merupakan serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang,

kelompok, atau Pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu di mana terdapat

hambatan-hambatan dan kemungkinan-kemungkinan di mana kebijakan tersebut 37 Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, New York: Prentice Hall, 1972, hlm. 12-13.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

14

diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.38

Kebijakan yang dirumuskan bermaksud untuk penyelesaian suatu masalah atau tujuan.

Kebijakan publik merupakan suatu keputusan politik yang dikembangkan oleh

badan dan pejabat Pemerintah. Oleh karena itu, kebijakan publik termasuk dalam

otoritas yang dimaksud dalam sistem politik, yaitu para senior, kepala tertinggi,

eksekutif, legislatif, para Hakim, administrator, penasehat, para raja, dan lain

sebagainya. Dalam hal ini ditegaskan bahwa mereka yang terlibat dalam otoritas

formulasi kebijakan adalah orang yang terlibat dalam urusan sehari-hari dan mempunyai

tanggungjawab dalam suatu masalah tertentu di mana dia bertanggungjawab untuk

mengambil keputusan yang berdampak pada kondisi di kemudian hari dan mengikat

sebagian besar anggota masyarakat.

Kebijakan publik sebagai suatu sistem kebijakan (policy system) mencakup

hubungan timbal balik yang terjadi pada tiga unsur yaitu: (1) kebijakan publik, (2 )

pelaku kebijakan, dan (3) lingkungan kebijakan. Kebijakan publik merupakan hasil dari

sebuah proses atau respons atas berbagai gejala yang terjadi dalam suatu lingkungan.

Kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah tentunya melalui berbagai tuntutan atau tekanan

maupun dukungan dari masyarakat. Tuntutan dan dukungan dari masyarakat

mengindikasikan perbedaan suatu kepentingan tertentu. Artikulasi kepentingan yang

berasal dari kelompok-kelompok kepentingan, partai politik, organisasi-organisasi

kemasyarakatan atau juga internal instansi Pemerintah harus mewujudkan sebagai

sebuah proses dalam penetapan kebijakan publik. Dengan demikian, kebijakan

merupakan resultante atau hasil dari suatu konflik yang berasal dari sektor atau pelaku

kebijakan yang terlibat. Konflik antar pelaku kebijakan disebabkan oleh adanya

perbedaan suatu kepentingan. Oleh karena itu, kebijakan publik adalah sebuah proses akhir

dari pergesekan kepentingan baik antara masyarakat dan pelaku kebijakan maupun antar

sesama pelaku kebijakan.

Kebijakan publik yang telah disahkan oleh pejabat berwenang, secara otomatis

telah siap untuk diimplementasikan. Implementasi kebijakan publik akan mendapat 38 Robert Eyestone, The Threads of Public Policy, Indianapolis: Bobbs Merrill, 1971, hlm 79.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

15

kesulitan jika diterapkan pada kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki

perbedaan kepentingan yang tinggi. Kondisi ini disebabkan oleh adanya perbedaan

dalam melakukan interpretasi terhadap implementasi kebijakan tersebut. Tugas

Pemerintah adalah menjaga performance (kinerja) dan kualitas kebijakan serta

implementasinya. Dalam kenyataannya banyak manajer publik kurang mendiseminasi

(mensosialisasikan) kebijakan yang telah ditetapkan kepada masyarakat. Hal ini

tentunya dapat menghambat proses pelaksanaan implementasi kebijakan publik

tersebut. Untuk itu, proses diseminasi harus dikelola dengan baik sehingga dapat

memperlancar proses implementasi kebijakan publik.

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:39

1. Penyusunan Agenda Agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas

kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang

disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika

sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik dan mendapatkan

prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya

publik yang lebih daripada isu yang lain.

Dalam agenda setting, sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang

akan diangkat dalam suatu agenda Pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering

disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul

karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang

telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter

permasalahan tersebut. Menurut William Dunn isu kebijakan merupakan produk atau

fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun

penilaian atas suatu masalah tertentu.

Dalam permasalahan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan

Malaysia, Pemerintah Indonesia pada saat proses pengambilan kebijakan politik luar

39 William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998, hlm.

24.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

16

negeri telah menyusun agenda sebagai langkah awal. Penyusunan agenda sebagai

langkah awal tersebut dilakukan antara lain dengan mengumpulkan beberapa bukti

sejarah atas status Pulau Sipadan-Ligitan dan kemudian memberikan kajian agar

memperoleh bukti yang mendukung dalam proses pengambilan kebijakan politik luar

negeri.

2. Formulasi Kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh

para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari

pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai

alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu

masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan

masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk

memecahkan masalah.

Dalam permasalahan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan

Malaysia dalam hal ini Pemerintah sebelum membuat formulasi kebijakan harus melihat

dari hasil penyusunan agenda yaitu dengan memberikan bukti-bukti yang sudah ada dan

telah mendapatkan kajian tentang kebenaran atas bukti-bukti tersebut. Sehingga dari

bukti-bukti tersebut maka akan dapat dijadikan dasar yang kuat dalam merumuskan

suatu formulasi kebijakan.

3. Adopsi atau Legitimasi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar

Pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan

rakyat, warga negara akan mengikuti arahan dari Pemerintah. Namun warga negara

harus percaya bahwa tindakan Pemerintah yang sah. Dukungan untuk suatu rezim

cenderung berdifusi, cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan

Pemerintah yang membantu anggota mentolerir Pemerintahan disonansi. Legitimasi

dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu, di mana melalui proses ini

orang akan belajar untuk mendukung Pemerintah.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

17

Dalam permasalahan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan

Malaysia dalam hal ini Pemerintah dalam mengambil kebijakan harus mendapatkan

legitimasi. Dalam permasalahan sengketa kedua pulau tersebut Pemerintah

mengupayakan langkah-langkah dengan mengumpulkan bukti-bukti sejarah yang dapat

mendukung kebenaran dalam merumuskan suatu kebijakan. Apabila bukti-bukti sejarah

tersebut telah cukup untuk memberikan keterangan maka dalam merumuskan suatu

kebijakan dalam langkah selanjutnya harus mendapatkan legitimasi dari legislatif.

4. Penilaian atau Evaluasi Secara umum dikatakan evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan

yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi,

implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan

yang fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir

saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi

kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program

yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap

dampak kebijakan.

Dalam permasalahan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan

Malaysia dalam hal ini Pemerintah apabila telah menempuh langkah-langkah dalam

membuat sautu kebijakan mulai dari menyusun suatu agenda, merumuskan formulasi

kebijakan dan memperoleh legitimasi agar mendapatkan dukungan dari semua pihak.

Maka langkah terakhir dalam membuat suatu kebijakan adalah dengan memberikan

penilaian atau evaluasi dari langkah-langkah yang telah ditempuh mencapai tujuan atau

tidak.

1.5.2. Kebijakan Politik Luar Negeri

Dalam mempelajari politik luar negeri, pengertian dasar yang harus diketahui

yaitu politik luar negeri itu pada dasarnya merupakan action theory, atau kebijakan

suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu.

Secara umum, politik luar negeri (foreign policy) merupakan suatu perangkat formula

nilai, sikap, arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

18

kepentingan nasional di dalam percaturan dunia internasional.40 Suatu komitmen yang

pada dasarnya merupakan strategi dasar untuk mencapai suatu tujuan baik dalam

konteks dalam negeri dan luar negeri serta sekaligus menentukan keterlibatan suatu

negara di dalam isu-isu internasional atau lingkungan sekitarnya.

Salah satu cara untuk memahami konsep politik luar negeri adalah dengan

jalan memisahkannya ke dalam dua komponen: politik dan luar negeri. Politik (policy)

adalah seperangkat keputusan yang menjadi pedoman untuk bertindak, atau seperangkat

aksi yang bertujuan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Policy itu sendiri berakar pada konsep pilihan (choices): memilih tindakan atau

membuat keputusan-keputusan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan gagasan

mengenai kedaulatan dan konsep wilayah akan membantu upaya memahami konsep luar

negeri (foreign). Kedaulatan berarti kontrol atas wilayah (dalam) yang dimiliki oleh suatu

negara. Jadi, politik luar negeri (foreign policy) berarti seperangkat pedoman untuk

memilih tindakan yang ditujukan ke luar wilayah suatu negara.

Pemahaman konsep ini diperlukan agar dapat membedakan antara politik luar negeri

dan politik domestik (dalam negeri). Namun, tidak dapat dipungkiri pula

bahwasanya pembuatan politik luar negeri selalu terkait dengan konsekuensi -

konsekuensi yang ada di dalam negeri. Meminjam istilah dari Henry Kissinger, seorang

akademisi sekaligus praktisi politik luar negeri Amerika Serikat, menyatakan bahwa

foreign policy begins when domestic policy ends.41 Dengan kata lain studi politik luar

negeri berada pada intersection antara aspek dalam negeri suatu negara (domestik) dan

aspek internasional (eksternal) dari kehidupan suatu negara. Oleh karena itu, studi

politik luar negeri tidak dapat menisbikan struktur dan proses baik dari sistem

internasional (lingkungan eksternal) maupun dari sistem politik domestik. Sementara

menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua tindakan serta aktivitas

negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam upaya memperoleh keuntungan dari

40Wolfram F. Hanrieder, Comparative Foreign Policy: Theoretical Essays, New York: DavidMcKay Co, 1971,

hlm. 15. 41

Ibid. hlm.22.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

19

lingkungan tersebut, serta hirau akan berbagai kondisi internal yang menopang

formulasi tindakan tersebut.42

Dalam permasalahan segketa Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan

Malaysia, kebijakan politik luar negeri Indonesia tidak dapat dihasilkan dengan baik.

Disebabkan antara Pemerintah dengan DPR RI tidak berjalan secara sinergis dalam

merumuskan kebijakan politik luar negeri yang dikeluarkan oleh Pemerintah yang

nantinya akan dijadikan landasan dalam melaksanakan perundingan bilateral sebagai

upaya politik untuk memperoleh kedaulatan wilayah atas Pulau Sipadan-Ligitan.

1.5.2.1. Realisme Politik oleh Hans J. Morgenthau

Menurut Morgenthau, pria dan wanita secara alami adalah binatang politik,

mereka dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan untuk memperoleh hasil dari

kekuasaan. Pengharapan kekuasaan bukan hanya menghasilkan pencarian keuntungan

relatif tetapi juga pencarian wilayah politik yang terjamin keamanannya yang dapat

digunakan untuk memperoleh kebebasan diri dari pihak lain.

Gagasan utama Hans J. Morgenthau yang telah menempatkan dirinya sebagai

seorang penganut aliran pemikiran realis berkenaan dengan konsepnya tentang power

sebagai yang dominan dalam politik internasional. Konsep dasar yang dimaksudkan

oleh Hans J. Morgenthau adalah Konsep kepentingan (interest) yang

dikonseptualisasikan ke dalam istilah power antara nalar (reason) yang berusaha

memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang merupakan arah memilah-

milah antara fakta-fakta politik dan bukan fakta politik, arah mana akan memberikan

suatu tertib sistematis terhadap lingkup politik, yang sekaligus pula akan menempatkan

politik sebagai lingkup kegiatan dan pemahaman yang otonom. Artinya, lingkup ini

akan membedakan lingkup kegiatan lainnya. Konseptualisasi kepentingan (interest)

dalam formulasi power dimanifestasikan ke dalam tataran politik 42 K.J. Holsti,Politik International: Suatu Kerangka Analisis, Bandung: Bina Cipta, 1992. hlm. 21.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

20

internasional,mendasari pemikiran teori realisme politik akan memberikan kerangka

bangunan teoritis terhadap politik luar negeri.43

Teori realisme politik internasional dicirikan oleh tiga hal yakni (1) negara dan

politik luar negeri sebagai unit dan tingkat analisis, (2) konsep power, dan (3) konsep

balance of power:

1. Unit analisis dan tingkat analisis dikenakan pada negara -negara sebagai

aktor utama dalam panggung politik internasional. Pengamatan terhadap tingkah laku

negara, akan terlihat dalam politik luar negeri yang dijalankan oleh Pemerintah negara

yang bersangkutan. Negara dan politik luar negerinya merupakan unit dalam tingkat

analisanya.

2. Dalam konteks konsep tentang power bahwa tingkah laku negara-negara

dipanggung politik internasional selalu dilihat sebagai perwujudan atas perjuangannya untuk

memelihara, meningkatkan, serta menunjukkan powernya.

3. Pola interaksi hubungan antarnegara yang sama-sama berjuang untuk

memelihara, meningkatkan, dan menunjukkan powernya digunakan konsep

perimbangan kekuatan (balance of power).

Interest atau kepentingan sendiri adalah setiap politik luar negeri suatu negara

yang didasarkan pada suatu kepentingan yang sifatnya relatif permanen yang meliputi

tiga faktor yaitu sifat dasar dari kepentingan nasional yang dilindungi, lingkungan

politik dalam kaitannya dengan pelaksanaan kepentingan tersebut, dan kepentingan

yang rasional. Kepentingan nasional merupakan pilar utama tentang politik luar negeri

dan politik internasional yang realistis karena kepentingan nasional menentukan

tindakan politik suatu negara. Apabila menggunakan pendekatan realis atau neorealis

maka kepentingan nasional diartikan sebagai kepentingan negara sebagai unitary actor

yang penekanannya pada peningkatan national power (kekuasaan nasional) untuk

mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara tersebut. Yang dianggap

sebagai kepentingan nasional menurut kaum realis mungkin merepresentasikan 43 Antonius Sitepu, Teori Realisme Politik Hans. J. Morgenthau Dalam studi Politik dan Hubungan

Internasional, hlm. 52.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

21

kepentingan yang kebetulan pada momen tertentu mempengaruhi para pembuat

kebijakan luar negeri.

Dalam permasalahan segketa Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan

Malaysia, realisme politik yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia tidak berjalan

dengan baik sehingga perumusan suatu kebijakan politik tidak dapat terlaksana dengan

baik.

1.5.3 Teori Geopolitik

Geopolitik menurut Rudolf Kjellen adalah ilmu yang mengkaji

masalahmasalah geografi, sejarah dan ilmu sosial dengan merujuk kepada politik

internasional. Salah satu pokok teorinya adalah negara merupakan suatu sistem politik yang

meliputi ekonomi politik.44 Untuk itu, negara harus mempertahankan integritas

wilayahnya ekonomi politik yang dijalankan dapat terlaksana sesuai dengan tujuan

geopolitik negara tersebut. Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah

geografi yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut.45

Tetapi apabila konsep tersebut dikaji secara lebih dalam lagi, terutama yang

menyangkut aspek mempertahankan identitas fisik, maka sebuah negara yang berdaulat

seharusnya juga mempunyai tugas untuk mempertahankan integritas wilayahnya

terhadap tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan (TAHG) baik yang datang dari

dalam maupun dari luar.46 Upaya negara mempertahankan integritas wilayah, antara lain

dilakukan melalui pengembangan doktrin atau konsep-konsep pertahanan tertentu.

Selanjutnya Hausshofer mengatakan juga bahwa Geopolitik mengandung

pengertian yaitu:

a) Suatu doktrin kekuasaan negara di atas permukaan bumi, suatu doktrin perkembangan politik yang didasarkan atas hubungannya dengan bumi.

b) Ilmu pengetahuan yang mempelajari organisme politik dalam hubungannya dengan ruang bumi.

44

A. Harsawaskita, Great Power Politics, Bandung: Graha Ilmu, 2007, hlm. 45. 45

Ibid 46LB. Moerdani, Menegakkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Pandangan dan Ucapan Jenderal TNI

(Purn) LB. Moerdani 1988-1991, Jakarta: Yayasan Kejuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman, 1992,

hlm. 51.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

22

c) Landasan ilmiah bagi tindakan politik dalam perjuangan mati hidupnya suatu

negara untuk mendapatkan ruang hidup (lebensraum, living space).47

Haushofer mengatakan bahwa Geopolitik pada hakikatnya merupakan suatu

prasyarat dan harus dipenuhi secara nasional, maka dapat juga disebut sebagai doktrin dasar

suatu negara. Sebagai satu doktrin dasar Geopolitik sendiri mengandung empat unsur

utama, antara lain yaitu:

a) Konsepsi ruang, yang merupakan pengejawantahan dari pemikiran negara

sebagai organisasi hidup.

b) Konsepsi frontier, yang merupakan konsekuensi dari kebutuhan dan

lingkungan hidup.

c) Konsepsi politik kekuatan, yang menerangkan tentang kehidupan negara. d) Konsepsi keamanan negara dan bangsa, yang kemudian melahirkan

geostrategi.48

Konsep Haushofer yaitu ruang merupakan inti dari Geopolitik, sebab ruang

merupakan suatu wadah atau tempat dinamika politik dan militer. Dengan demikian,

sesungguhnya Geopolitik merupakan cabang dari ilmu pengetahuan yang mengaitkan

ruang dengan kekuatan fisik, di mana pada kenyataannya kekuatan politik selalu

menginginkan penguasaan ruang dalam arti ruang pengaruh, atau sebaliknya,

penguasaan ruang secara de facto dan de jure merupakan sebuah legitimasi dari sebuah

kekuasaan politik. Intinya, apabila ruang pengaruh diperluas maka akan ada yang

diuntungkan dan ada yang dirugikan, dan kerugian tersebut akan mengakibatkan

menjadi lebih besar lagi apabila hal itu dicapai melalui perang.

Geopolitik Indonesia merupakan suatu kajian yang melihat masalah atau

hubungan internasional dari sudut pandang ruang atau geosentrik. Konteks teritorial di

mana hubungan itu terjadi bervariasi dalam fungsi wilayah dalam interaksi, lingkup

wilayah, dan hirarki aktor: dari nasional, internasional, sampai benua-kawasan, juga

provinsi atau lokal. Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah

47Widoyo Alfandi, Reformasi Indonesia Bahasan dari Sudut Pandang Geografi Politik dan Geopolitik ,

Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2002, hlm. 8-9. 48Ratzel, ditulis di dalam buku RM. Sunardi, Op.Cit., hal. 168.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

23

geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada percaturan politik

internasional. Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi,

yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik

mempunyai empat unsur pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi,

hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur kebijaksanaan. Keempat

unsur tersebut dapat menjadikan sarana bagi pengembangan geopolitik bagi Indonesia

yang terdiri dari beribu-ribu pulau, sehingga potensi pulau-pulau tersebut dapat

dimanfaatkan dan dijaga dari gangguan negara lain yang ingin mengklaimnya agar

dapat masuk ke dalam wilayahnya dan supaya kasus lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan tidak

terulang kembali.

Negara tidak akan pernah mencapai persamaan yang sempurna dalam segala hal.

Keadaan suatu negara akan selalu sejalan dengan kondisi dari kawasan geografis yang

mereka tempati. Hal yang paling utama dalam mempengaruhi keadaan suatu negara adalah

kawasan yang berada di sekitar negara itu sendiri, atau dengan kata lain, negara-negara

yang berada di sekitar (negara tetangga) memiliki pengaruh yang besar terhadap

penyelenggaraan suatu negara. Geopolitik dibutuhkan oleh setiap negara di dunia, untuk

memperkuat posisinya terhadap negara lain, untuk memperoleh kedudukan yang penting di

antara masyarakat bangsa-bangsa, atau secara lebih tegas lagi, untuk menempatkan diri pada

posisi yang sejajar di antara negara-negara raksasa dengan cara mengembangkan strategi

geopolitik bagi kepentingan nasional untuk menjaga stabilitas nasional dan internasional.

Hal ini berkaitan langsung dengan peranan -peranan geopolitik. Adapun peranan-peranan

tersebut adalah;

1. Berusaha menghubungkan kekuasaan negara dengan potensi alam yang tersedia. 2. Menghubungkan kebijaksanaan suatu Pemerintahan dengan situasi dan kondisi alam.

3. Menentukan bentuk dan corak politik luar dan dalam negeri. 4. Menggariskan pokok-pokok haluan negara, misalnya pembangunan.

5. Berusaha untuk meningkatkan posisi dan kedudukan suatu negara berdasarkan teori negara sebagai organisme, dan teori-teori geopolitik lainnya.

6. Membenarkan tindakan-tindakan ekspansi yang dijalankan oleh suatu negara.

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

24

Indonesia merupakan suatu negeri yang amat unik. Hanya sedikit negara di

dunia, yang bila dilihat dari segi geografis, memiliki kesamaan dengan Indonesia.

Indonesia adalah suatu negara, yang terletak di sebelah tenggara benua Asia,

membentang sepanjang 3,5 juta mil, atau sebanding dengan seperdelapan panjang

keliling bumi, serta memiliki tak kurang dari 17.000 pulau. Hal tersebut merupakan

suatu kebanggaan dan kekayaan, yang tidak ada tandingannya lagi di dunia ini. Tapi

bila dipikirkan lebih jauh, hal ini merupakan suatu kerugian tersendiri bagi bangsa dan

negara Indonesia. Indonesia terlihat seperti pecahan -pecahan yang berserakan.

Indonesia dapat dikatakan sebagai sebuah negara yang amat sulit untuk dapat

dipersatukan. Maka, untuk mempersatukan Bangsa Indonesia, diperlukan sebuah

konsep Geopolitik yang benar-benar cocok digunakan oleh negara.Ada beberapa jenis

kondisi geografis bangsa Indonesia. Yaitu kondisi fisik serta kondisi Indonesia ditinjau

dari lokasinya. Kondisi fisik Indonesia berupa:Letak geografis; Posisi Silang; Iklim;

Sumber-Sumber Daya Alam; dan Faktor-Faktor Sosial Politik. Lokasi fisik Indonesia

merupakan kondisi geopolitik yang kedua. Keberadaan lokasi adalah faktor geopolitik

utama yang mempengaruhi perpolitikan di Indonesia. Berdasarkan kondisi fisiknya,

negara Indonesia berada pada dua benua yang dihuni oleh berbagai bangsa yang

memiliki karakteristik masing-masing, yaitu benua Asia dan Australia. Selain itu,

Indonesia pun berada di antara dua samudera yang menjadi jalur perhubungan berbagai

bangsa, yaitu Samudera Pasifik dan Hindia.

Selain menjadi daerah Bufferzone, Indonesia pun memperoleh beberapa

keuntungan disebabkan kondisinya yang silang tersebut. Tiga keuntungan tersebut antara

lain:

1. Berpotensi menjadi jalur perdagangan internasional; 2. Dapat lebih memainkan peranan politisnya dalam percaturan politik

internasional;

3. Lebih aman dan terlindung dari serangan-serangan negara kontinental.

Dalam permasalahan sengketa kepemilikan Pulau Sipadan-Ligitan sebenarnya

tidak terlepas dari isu ekonomi banyaknya potensi kandungan minyak dan gas bumi di

Laut Sulawesi. Potensi hidrokarbon itulah yang menjadi salah satu faktor pendorong

Universitas Indonesia

Kegagalan formulasi..., Kurniawan Setyanto, FISIP UI, 2012

25

Malaysia mengklaim perairan teritorial dan ZEE Indonesia di Laut Sulawesi pasca

lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan. Konsep dasar peperangan generasi keempat adalah

sikap politik yang lebih kuat dapat mengalahkan kekuatan ekonomi dan militer yang

lebih besar. Dengan kata lain, peperangan generasi keempat karakteristiknya bersifat

politik, berkepanjangan (protracted) dan terhubung dalam jaringan (networked).

Sebagian pihak berpendapat bahwa dalam peperangan generasi keempat, musuh yang

dihadapi bukan saja aktor bukan negara, tetapi dapat pula aktor negara yang

menggunakan cara-cara non tradisional untuk mengalahkan musuh yang lebih kuat.

Cara-cara non tradisional yang dimaksud antara lain adalah ekonomi, diplomatik, cyber, media

dan lain sebagainya.

1.5.3.1 Teori Geopolitik Hans J. Morgenthau

Geopolitik dapat diartikan sebagai politik atau kebijakan dan strategi nasional

yang didorong oleh aspirasi nasional suatu negara, yang apabila dilaksanakan dan

berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kepada sistem politik suatu

Negara. Geopolitik setiap negara membutuhkan suatu perlindungan dari sistem

pertahanan negara, oleh karena itu sistem pertahanan negara, demokrasi, politik,

ekonomi dan hukum