Upload
fahriadi
View
745
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LIMBAH RUMAH SAKIT DAN KESEHATAN
By. FAHRIADI, SKM, M.KES, MARS
Sungguh Ironis ………. Itulah mungkin kata yang pas untuk lembaga
yang bernama rumah sakit (RS). Ternyata salah satu tempat penyembuhan
orang sakit ini justru menjadi sumber penyakit. Hal ini berkaitan dengan
limbah yang dihasilkannya tidak ditangani dengan benar. Limbah rumah
sakit adalah semua limbah baik yang berbentuk padat maupun cair yang
berasal dari kegiatan rumah sakit baik kegiatan medis maupun nonmedis
yang kemungkinan besar mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun, dan radioaktif yang dapat membahayakan bagi kesehatan
masyarakat sekitar rumah sakit tersebut.
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan dengan
inti kegiatan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif.
Kegiatan tersebut selain membawa dampak positif yaitu meningkatnya
derajat kesehatan masyarakat juga membawa dampak negatif yaitu
adanya sampah dan limbah medis yang dihasilkan dari kegiatan operasional
rumah sakit yang akan menimbulkan dampak terhadap kesehatan
masyarakat dan lingkungan. Namun kenyataan seringkali pihak rumah
sakit sendiri tidak menyadari dampak limbah medis tersebut terhadap
lingkungan maupun kesehatan. Akibatnya banyak rumah sakit yang
tidak menyediakan sistem pengelolaan limbah yang memadai.
Berdasarkan hasil Rapid Assesment tahun 2002 yang dilakukan oleh
Ditjen PPM dan PL Direktorat Penyehatan Air dan Sanitasi Depkes. RI yang
melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota terhadap keadaan Sarana
Limbah yang terdiri dari insenerator dan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL), maka sebanyak 648 rumah sakit (dari 1.476 rumah sakit yang ada)
yang mempunyai insenerator baru 49% dan yang mempunyai IPAL sebanyak
36%. Dari jumlah itu kualitas limbah cair setelah melalui proses pengolahan
1
yang memenuhi syarat baru mencapai 52%. Dengan demikian masih banyak
kualitas limbah cair yang belum memenuhi syarat dan masih banyak rumah
sakit yang incenerator dan IPALnya tidak berfungsi atau sama sekali tidak
memilikinya. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL, juga
harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan surat
izin pengolahan limbah cair.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/1994 jo Peraturan
Pemerintah No.12/1995, limbah dari kegiatan rumah sakit termasuk
kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yaitu limbah yang
bersifat infeksius, radioaktif, korosif, dan kemungkinan mudah terbakar.
Potensi pencemaran limbah rumah sakit dalam Profil Kesehatan
Indonesia, Departemen Kesehatan RI, tahun 2001 diungkapkan bahwa
dari hasil kajian terhadap 100 rumah sakit di Indonesia menunjukkan
bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur per
hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat
tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi
sampah/limbah padat berupa limbah domestik sebesar 76,8 % dan
berupa limbah medis sebesar 23,2%. Diperkirakan secara nasional
produksi sampah/limbah medis sebesar 376.089 ton per hari dan
produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Berdasarkan
gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi rumah
sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan
kecelakaan serta penularan penyakit.
Secara faktual dikatakannya, limbah medis dan B3 Rumah Sakit
merupakan konsekuensi peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan
kesehatan, maka penanganannya pun harus dalam kerangka memelihara
derajat kesehatan masyarakat serta sesuai prosedur dan ketentuan
perundang-undangan. Upaya pengelolaan limbah medis bisa dimulai sejak
awal proses limbah dihasilkan di unit-unit pelayanan rumah sakit. Tahap
2
pengelolaan limbah medis di rumah sakit meliputi kegiatan-kegiatan seperti
pemilahan, penampungan sementara, pengangkutan dan pemusnahan.
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit,
dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari
kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian
manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami
masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran,
kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran
karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan
uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa
yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya.
Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan
membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan
teknik pengelolaan. Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta
pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan
kimia baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat mencakup pembelian
dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap
pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan,
pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat
darurat.
Akhirnya….sebagai institusi yang mempunyai peran dan fungsi
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Rumah Sakit
mempunyai tanggung jawab dalam pengelolaan limbah yang dihasilkannya.
Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya
pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat
dan sarana, keuangan dan tata laksana pengorganisasian yang
ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang
memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan.
3