Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia
Volume 22, Nomor 2, Desember 2015 Nomor Akreditasi : 659/AU3/P2MI-LIPI/07/2015
Helmy Murwanto, dan Ananta Purwoarminta
Rekonstruksi Danau Purba Borobudur dengan Pendekatan Spasiotemporal ....................... 106-117
Livia Rossila Tanjung
Moluska Danau Maninjau: Kandungan Nutrisi dan Potensi Ekonomisnya ......................... 118-128
Sulastri, Syahroma Husni Nasution, dan Sugiarti
Konsentrasi Unsur Hara dan Klorofil-a di Danau Towuti, Sulawesi Selatan ...................... 129-143
Sri Wahyuni, Sulistiono, dan Ridwan Affandi
Pertumbuhan, Laju Eksploitasi, dan Reproduksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
di Waduk Cirata, Jawa Barat ................................................................................................ 144-155
Agus Arifin Sentosa, dan Hendra Satria
Karakteristik Limnologis Lahan Basah di Distrik Kimaam Pulau Dolak, Merauke,
Papua pada Musim Peralihan, Mei 2014 .............................................................................. 156-169
Fifia Zulti, dan Sugiarti
Fluktuasi pH, Oksigen Terlarut dan Nutrien di Danau Towuti ............................................ 170-177
Reliana Lumban Toruan
Komposisi Zooplankton pada Periode Air Surut di Danau Paparan Banjir: Studi Kasus
Danau Tempe, Indonesia ...................................................................................................... 178-188
Nofdianto dan Hasan Fauzi
Sistem Resirkulasi Aquaponik untuk Pengendalian Kelebihan Nutrien di Perairan:
Laju Serap dan Penyisihan Nutrien oleh beberapa Jenis Sayuran ........................................ 189-197
Irin Iriana Kusmini, Rudhy Gustiano, Gleni Hasan Huwoyon, dan Fera Permata Putri
Perbandingan Pertumbuhan Ikan Nila Best F6, Nila Best F5 dan Nila Nirwana pada
Pendederan I-III di Jaring Apung Danau Lido ..................................................................... 198-207
Aida Sartimbul, Mujiadi, Hartanto, Seto Sugianto Prabowo Rahardjo, dan Antonius Suryono
Analisis Kapasitas Tampungan Danau Sentani untuk Mengetahui Fungsi Detensi dan
Retensi Tampungan .............................................................................................................. 208-226
PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
ISSN 0854-8390
LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia
MAJALAH LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia merupakan penerbitan
berkala ilmiah di bidang limnologi dan kajian sumber daya perairan darat lainnya, yang
terakreditasi sesuai dengan SK Kepala LIPI No. 659/AU3/P2MI-LIPI/07/2015, tentang
Akreditasi Majalah Ilmiah LIMNOTEK, Perairan Darat Tropis di Indonesia. Diterbitkan
dua kali setahun oleh Pusat Penelitian Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Majalah ini diharapkan dapat berfungsi sebagai wahana diseminasi dan komunikasi hasil-
hasil penelitian dan pengembangan sumber daya perairan darat, khususnya di Indonesia.
Susunan Dewan Redaksi LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia berdasarkan
SK Kepala LIPI Nomor 3/E/2015 adalah :
Pemimpin Redaksi : Drs. Tjandra Chrismadha, M.Phill.
Anggota : Dr. R. Gunawan Pratama Yoga, M.Sc.
Dr. Jojok Sudarso, M.Si.
Dr. Sekar Larashati, M.Si.
Dr. Hidayat, M.Sc.
Dr. Apip, M.Sc.
Dr. Yustiawati, M.Sc.
Sekretariat : Kodarsyah, M.Kom.
Taofik Jasaalesmana, M.Si.
Mey Ristanti Widoretno, S.P.
Saepul Mulyana, A.Md.
Alamat Redaksi : Pusat Penelitian Limnologi LIPI
Kompleks LIPI Cibinong
Jl. Raya Jakarta-Bogor km. 46
Cibinong 16911, Bogor Jawa Barat, Indonesia
Tlp. 021 – 8757071-3
Fax. 021 – 8757076
Email : [email protected]
Url : https://www.limnotek.or.id/
Ucapan terima kasih kepada reviewer
LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia Volume 22, Nomor 2, Desember 2015
Dr. Luki Subehi, M.Sc.
(Pusat Penelitian Liomnologi – LIPI / Pakar Hidroklimatologi)
Drs. M. Fakhrudin, M.Si.
(Pusat Penelitian Liomnologi – LIPI / Pakar Hidrologi)
Dr. Fauzan Ali
(Pusat Penelitian Liomnologi – LIPI / Pakar Budidaya Fisiologi)
Dr. Livia Rossila Tanjung
(Pusat Penelitian Liomnologi – LIPI / Pakar Biologi Sel dan Biokimia)
Andi Kurniawan, S.Pi.,
(Universitas Brawijaya Malang / Pakar Sumber Daya Hayati Perairan)
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
106
REKONSTRUKSI DANAU PURBA BOROBUDUR DENGAN
PENDEKATAN SPASIOTEMPORAL
Helmy Murwanto a
, dan Ananta Purwoarminta b
a Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Univ. Pembangunan Nasional
b Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI
Email: [email protected]
Diterima: 21 Januari 2015, Disetujui: 25 Agustus 2015
ABSTRAK
Candi Borobudur merupakan warisan dunia yang banyak menarik perhatian
baik wisatawan maupun peneliti. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
pada masa lampau Bukit Borobudur dikelilingi oleh danau. Saat ini danau tersebut
telah mengering dan sudah tidak terlihat keberadaannya. Pendangkalan dan
pengeringan danau di sekitar Candi Borobudur menjadi dataran lakustrin
kemungkinan tidak berlangsung dalam satu waktu. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui perkembangan danau melalui pendekatan spasiotemporal. Kondisi
keruangan dapat diketahui dari survei lapangan dan analisis pollen, sedangkan umur
endapan danau dapat diketahui dari analisis radiokarbon 14C. Perkembangan danau
dapat dibagi menjadi tiga waktu yaitu pada kala Akhir Pleistosen dengan luas 73.712
km2, Awal Holosen dengan luas 21.273 km2, dan Akhir Holosen (Resen) dengan luas
8.357 km2.
Kata Kunci : Candi Borobudur, danau purba, spasiotemporal, pollen, radiokarbon 14
C
ABSTRACT
BOROBUDUR ANCIENT LAKE RECONSTRUCTION WITH
SPATIOTEMPORAL APPROACH. Borobudur temple is a world heritage that
attract lot of tourists and researchers. Previous researches show that Borobudur
temple was surrounded by a lake in the past. Currently the lake has dried up and the
existence can not be observed. Siltation of the lake around Borobudur into lacustrine
plains occurred many times. The purpose of this study is to reconstruct the lake with
spatiotemporal approach. Spatial conditions can be determined from field surveys and
analysis of pollen, while the time can be seen from the analysis of radiocarbon 14C.
Borobudur lake can be reconstructed into three time i.e. the Late Pleistocene (73.712
km2), Early Holocene (21.273 km2), and Late Holocene (Recent) (8.357 km2).
Keyword: Borobudur temple, ancient lake, spatiotemporal, pollen, radiocarbon 14
C
LIMNOTEK (2015) 22 (2) : 106 – 117
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
107
PENDAHULUAN
Candi Borobudur merupakan warisan
dunia yang banyak menarik perhatian para
wisatawan dan peneliti baik nasional
maupun internasional. Selama ini penelitian
tentang Candi Borobudur lebih fokus pada
bidang arkeologi, sejarah, dan budaya
sedangkan keunikan dari lingkungan,
fisiknya masih sedikit diteliti. Beberapa
penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
Candi Borobudur dikelilingi oleh sebuah
danau yang luas. Namun hal tersebut masih
menjadi pertentangan, dikarenakan tidak
ditemukannya prasasti yang menyatakan
keberadaan danau di sekitar Candi
Borobudur. Nieuwenkamp (1933)
menyatakan bahwa Candi Borobudur
dibangun di atas sebuah pulau yang
dikelilingi oleh telaga, diibaratkan
menyerupai ceplok bunga teratai dengan
daun dan bunganya mengelilingi bakal buah
yang terletak di tengah kolam. Nossin &
Voute (1986), melakukan analisis
geomorfologi berdasarkan interpretasi foto
udara dan didukung dengan observasi
lapangan. Hasil penelitian tersebut
mengungkap bahwa di daerah Borobudur
pada paruh kedua zaman Kuarter, terbentuk
lingkungan danau. Candi Borobudur
dibangun di atas bukit bagian dari
Perbukitan Gandul-Sipodang, merupakan
bagian puncak dari batuan vulkanik Tersier
Kubah Kulonprogo yang terpatahkan
(Nossin & Voute, 1986). Berdasarkan
tinjauan geologi dan geomorfologi Bukit
Borobudur yang dikelilingi bentuk lahan
dataran, merupakan bagian dari Kubah
Kulonprogo “Menoreh” yang terpatahkan,
kemudian mengalami proses penenggelaman
pada akhir zaman Tersier (Bemmelen,
1949).
Hipotesis tentang danau dianggap
tidak mempunyai bukti-bukti pendukung
yang kuat, karena tidak ada prasasti-prasasti
yang menyebutkan lingkungan danau di
sekitar Candi Borobudur (Soekmono, 1976).
Hipotesis Nieuwenkamp (1933) masuk akal,
karena daerah Kedu bagian selatan dahulu
pernah terbentuk lingkungan danau yang
luas. Lingkungan danau terbentuk berubah
akibat letusan kuat Gunung Merapi di tahun
1006. Letusan kuat tersebut mengakibatkan
bagian puncaknya longsor ke arah baratdaya,
material longsorannya tertahan oleh
Pegunungan Menoreh dan membendung
Sungai Progo, serta membentuk bukit-bukit
lipatan Perbukitan Gendol (Bemmelen,
1952). Penelitian tentang danau Purba
Borobudur pernah dilakukan oleh
Purbohadiwidjojo & Sukardi (1966) dengan
melakukan pemboran dangkal di sekitar
Candi Borobudur. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa Candi
Borobudur pernah dikelilingi oleh danau
yang ditunjukkan dengan adanya endapan
rawa hasil pemboran.
Thanikaimoni (1983) melakukan
penelitian dengan pendekatan palinologi
menggunakan dua puluh sampel yang
diambil di sekitar bangunan Candi
Borobudur, Sungai Sileng pada kedalaman
20-120 cm. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan tidak ditemukan serbuk sari
yang berasal dari komunitas tanaman
rawa/air, sedangkan polen cyperaceae
ditemukan sangat sedikit bahkan pada
beberapa sampel tidak ditemukan. Hasil
tersebut memberi gambaran bahwa endapan-
endapan di kedalaman itu bukan berasal dari
lingkungan danau. Sementara hasil
penelitian Murwanto (2001) dengan
melakukan analisis palinologi pada endapan
lempung hitam yang diambil dari hasil
pemboran di Sungai Sileng dan Elo,
menunjukkan bahwa pada sampel tersebut
mengandung pollen yang berasal dari
lingkungan air (Barringtonia, Acacia,
Palmae, Euphorbiaceae, Browniowia,
Calamus, Pandanus, Typha, Gramineae,
Cyperaceae), dan spora (Acrostichum
aureum, Verrucatosporites,
Verrucosisporites, Monoletesporites,
Triletesporites, Sphagnum, Pteris).
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui luasan danau purba Borobudur
yang selanjutnya dilakukan rekonstruksi
perkembangan Danau Borobudur,
menggunakan pendekatan spasiotemporal.
Pendekatan ini diharapkan dapat membantu
mengungkap keberadaan danau Borobudur
berdasarkan ruang dan waktu. Kondisi ruang
didasarkan pada uji pollen, sedang untuk
waktu didasarkan pada uji radiokarbon 14
C.
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
108
METODE
Lokasi Penelitian
Daerah penelitian terletak pada
dataran di sekitar Candi Borobudur yang
merupakan bagian dari dataran Kedu. Secara
geografis daerah penelitian terletak pada
koordinat 110o05‟–110
o20‟ BT dan 7
o30‟-
7o38‟ LS. Daerah penelitian secara
administrasi termasuk dalam Kabupaten
Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Daerah ini
dibatasi oleh rangkaian gunungapi dan
Pegunungan Menoreh di bagian selatan.
Bagian barat dan barat laut daerah penelitian
dibatasi oleh rangkaian Gunung Sumbing
(3.371 m dpl) dan pada sisi utara dibatasi
oleh Gunung Tidar, sementara pada sisi
timur laut dibatasi oleh lereng Gunung
Merbabu (3.142 m dpl). Bagian timur daerah
penelitian dibatasi oleh lereng Gunung
Merapi (2.911 m dpl) (Gambar 1).
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi dua jenis data yaitu
morfologi detil dan sebaran endapan danau.
Data morfologi detil dimaksudkan untuk
mengetahui keberadaan lembah tampak
seperti alur sungai yang berawa dan masih
banyak ditemukan di lapangan. Sebelum
melakukan pengamatan lapangan, terlebih
dahulu dilakukan interpretasi lembah
menggunakan Google Earth. Kegiatan
lapangan meliputi pengamatan morfologi
dan identifikasi sebaran endapan danau serta
melakukan pengambilan sampel endapan
danau. Kegiatan pengambilan sampel
dilakukan pada tahun 2012. Hasil
pengambilan sampel tersebut selanjutnya
dilakukan uji pollen dan radiokarbon 14
C.
Metode yang digunakan untuk pengambilan
sampel adalah dengan purposive random
sampling. Pertimbangan yang digunakan
adalah adanya kandungan karbon yang
cukup untuk dilakukan uji laboratorium.
Sedangkan untuk sampel pollen dipilih
sampel yang tidak terdapat gangguan aliran
air dari sungai yang juga mengandung pollen
dari tanaman luar lingkungan Danau
Borobudur.
Uji Laboratorium
Uji laboratorium yang dilakukan
dalam penelitian ini meliputi uji radiokarbon 14
C, dan palinologi. Pengujian radiokarbon 14
C dimaksudkan untuk mengetahui umur
batuan yang diketahui dari kandungan
karbon dan tanaman yang terdapat pada
endapan danau. Uji radiokarbon 14
C
Gambar 1. Daerah penelitian yang terletak di dataran yang dikelilingi oleh lereng gunungapi
dan Pegunungan Menoreh (Sumber: Citra Landsat, 2000)
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
109
digunakan untuk mengetahui umur absolut
batuan sehingga diharapkan dapat
mengetahui umur suatu ruang. Pengujian
dilakukan pada endapan lempung dan kayu
yang ditemukan baik pada singkapan di
lapangan maupun pada material hasil
pemboran. Endapan lempung hitam
mempunyai kandungan karbon tinggi
sehingga mengakibatkan berwarna gelap
hingga hitam. Kandungan karbon tersebut
dapat dimanfaatkan untuk uji radiokarbon 14
C. Pengambilan sampel uji radiokarbon 14
C dipilih berdasarkan sebaran endapan
lempung hitam dan daerah yang mampu
merepresentasikan kondisi danau pada masa
lampau. Adapun lokasi pengambilan sampel
dapat dilihat pada Gambar 6. Lingkungan
danau masa lalu menyisakan jejak berupa
endapan danau yaitu lempung berwarna
hitam dan mengandung karbon organik
tinggi. Endapan danau tersebut kaya akan
kandungan serbuksari/pollen dari tanaman
yang ada di ekosistem danau. Uji pollen ini
dilakukan untuk mengetahui lingkungan
pengendapan masa lampau dengan
mendasarkan pada keberadaan serbuksari
dan spora (Robertsson, 1986). Kehadiran
serbuk sari dan spora ini berasal dari
tanaman yang pernah tumbuh di
lingkungannya. Lingkungan danau/rawa
mempunyai jenis tanaman yang berbeda
dengan lingkungan daratan. Berdasarkan hal
ini, maka analisis pollen digunakan sebagai
dasar penentuan lingkungan masa lampau
yang didekati dengan jenis serbuksari
tanaman masa lalu.
Uji palinologi adalah pengujian
serbuksari (pollen) pada tanaman yang
pernah tumbuh pada lingkungan tertentu.
Kegiatan uji polen ini dimaksudkan untuk
mengetahui lingkungan danau di masa
lampau. Sampel yang digunakan untuk uji
polen adalah endapan danau yang
diperkirakan didalamnya terdapat serbuksari
dari jenis-jenis tanaman air. Sampel pada
uji ini dipilih yang mempunyai kandungan
karbon tinggi dan yang tidak terkena aliran
dari luar lingkungan danau. Adanya aliran
dari daerah luar melalui sungai
mengakibatkan kandungan serbuksari
bercampur dengan serbuksari dari tempat
lain sehingga dapat mempersulit untuk
mendapatkan serbuksari dari tanaman
komunitas air.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan
analisis sapsiotemporal atau didasarkan pada
ruang dan waktu. Analisis ruang
menjelaskan tentang kondisi ruang di masa
lalu yaitu keberadaan danau yang didasarkan
pada jenis tanaman yang ada pada sedimen
danau. Analisis temporal dilakukan
berdasarkan umur yang diperoleh dari hasil
uji radiokarbon 14
C. Hasil analisis tersebut
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan
umur geologi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Morfologi
Analisis morfologi dilakukan secara
detail dengan mengamati morfologi bekas
danau dan alur sungai yang masih tampak di
daerah penelitian. Morfologi tersebut berupa
lembah-lembah yang memanjang dan
terdapat air. Hal ini sebagai indikasi bahwa
lembah tersebut merupakan bekas rawa.
Lembah ini tampak seperti alur sungai yang
memanjang dan dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk lahan pertanian (Gambar
2).
Lembah tersebut sebagai sisa
genangan Danau Borobudur yang disebut
sebagai dataran lakustrin. Pada lembah-
lembah ini terdapat aliran air, dan beberapa
lokasi tampak adanya endapan lempung
hitam yang merupakan endapan danau.
Lembah ini berada di Dataran Borobudur
yang pada sisi utara terletak di Desa
Pasuruhan dan Deyangan, Kecamatan
Mungkid seperti tampak pada Gambar 3.
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
110
Sebaran Endapan Danau
Endapan danau Borobudur ditemukan pada
tebing sungai, sumur penduduk, maupun
dari penelitian sebelumnya. Pada daerah
penelitian banyak ditemukan endapan
lempung bewarna hitam dengan ketebalan
yang paling besar bisa mencapai 5 meter.
Endapan danau merupakan hasil sedimentasi
danau yang salah satu komponennya adalah
tanaman sehingga mempunyai kandungan
karbon yang tinggi dan berwarna kehitaman.
Endapan danau ini ditemukan dalam kondisi
tertimbun oleh batuan maupun tanah.
Pada bagian selatan danau, endapan
lempung hitam ditemukan di lembah Sungai
Sileng yang memanjang sepanjang lembah
sungai ini. Sementara pada sisi timur,
endapan danau banyak ditemukan di
sepanjang lembah Sungai Progo dan Sungai
Elo. Pada bagian utara, endapan danau
banyak ditemukan di sepanjang Sungai
Pacet hingga di wilayah Mertoyudan,
Magelang. Sedangkan pada bagian barat,
endapan lempung hitam ini terdapat di
lembah Sungai Tangsi, Merawu, hingga
Sungai Progo (Gambar 4 dan 5).
Gambar 2. Morfologi lembah bekas rawa di Desa Sabrangrowo (kiri), Kecamatan Borobudur
dan Desa Pasuruhan (kanan), Kecamatan Mungkid
Gambar 3. Sebaran morfologi lembah yang terdapat pada Dataran Lakustrin Borobudur
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
111
Uji Serbuksari/Pollen
Pengambilan sampel uji pollen
dilakukan pada wilayah yang ditemukan
adanya lempung hitam dengan kandungan
organiknya (Gambar 6). Hasil analisis
menunjukkan bahwa ketiga sampel yang
dianalisis mengandung pollen berasal dari
lingkungan rawa seperti Euphorbiaceae
(tanaman jarak), Gramineae (padi, gandum,
jagung, rumput gajah), Cyperaceae (rumput
dekat rawa, gulma), Nuphar (sejenis teratai),
Nymphaea (teratai), Commelina (rumput-
rumputan), dan spora (Equisetum,
Selaginella, Pteris). Hasil uji ini bertolak
belakang dengan Thanikaimoni (1983) yang
tidak menemukan pollen tanaman air dan
hanya menemukan Cyperaceae (rumput
dekat rawa, gulma) dengan jumlah sedikit.
Murwanto (1996) menemukan pollen
komunitas rawa pada batulempung yang
diambil di Sungai Sileng yaitu Commelina,
Eleocharis, Nymhaea stellata dan
Cyperaceae.
Gambar 4. Endapan lempung hitam yang terdapat di lembah Sungai Sileng (kiri) dan lembah
Sungai Pacet (kanan)
Gambar 5. Sebaran endapan danau di daerah penelitian
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
112
Hasil pengujian di lembah Sungai
Progo sebelah timur Candi Pawon
menunjukkan bahwa endapan lempung
tersebut memiliki kandungan organik
banyak, kaya akan kandungan pollen, spora
fungi dan paku-pakuan (Gambar 7).
Kenampakan butiran baik. Organik
umumnya berwarna kuning, bening, coklat
dan hitam. Kandungan fosil yang terdapat
pada sampel ini adalah pollen: Commelina
sp, (57 spesimen), Cyperaceae (223
spesimen), Gramineae (33 spesimen),
Labiateae (78 spesimen), Nuphar sp. (1
spesimen), (Pinus (2 spesimen),
Scabratemonocolpites sp (4 spesimen), dan
Triporites sp, (1 spesimen). Selain itu juga
terdapat spora: Equisetum sp. (32 spesimen),
Selaginella. sp (40 spesimen), Davallia sp.
(34 spesimen), Lycopodium sp. (15
spesimen), Hymenophylluyopteris sp. (4
spesimen), Dryopteris sp. (7 spesimen),
Polypodiaceae (13 spesimen), dan Pteris (2
spesimen). Dengan banyak dijumpainya
taksa dari tumbuhan perairan air tawar,
seperti: Commelina sp., Equisetum sp dan
fungal spore, serta taksa dari tumbuhan
semak, seperti Cyperaceae, Gramineae dan
Labiatae, maka diperkirakan sampel ini
terendapkan di sekitar lingkungan rawa yang
mulai mengering.
Sementara di selatan jembatan
Sungai Progo, Sigug, Desa Bumiharjo juga
dilakukan uji pollen. Hasil kandungan pollen
berupa Commelina sp. (92 spesimen),
Cyperaceae (94 spesimen), Gramineae (19
spesimen), Amaranthaceae (5 spesimen),
Nuphar sp. (4 spesimen), Nymphaea sp. (1
spesimen), Retitricolpites sp. (1 spesimen),
Pinus sp. (1 spesimen), dan
Scabratemonocolpites sp. (10 spesimen).
Sedangkan untuk Spora: Equisetum sp. (8
spesimen), Selaginella sp. (132 spesimen),
Davallia sp. (14 spesimen), Lycopodium sp.,
(8 spesimen), dan Polypodiaceae (8
spesimen). Hasil analisis menunjukkan
bahwa lokasi pengambilan sampel adalah
lingkungan pengendapan berupa open
swamp atau rawa yang terbuka. Hal ini
dibuktikan dengan dijumpainya taksa dari
tumbuhan perairan air tawar, seperti: Nuphar
sp., Nymphaea sp., dan terutama Commelina
sp., Equisetum sp. dan juga spora fungi,
serta banyaknya taksa dari tumbuhan semak,
seperti Cyperaceae dan Gramineae,
menunjukkan sampel ini terendapkan di
sekitar lingkungan rawa yang mulai
mengering.
Gambar 6. Peta sebaran sampel pollen di daerah Borobudur dan sekitarnya
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
113
Uji Radiokarbon 14
C
Sampel yang diuji adalah endapan
lempung hitam hasil sedimentasi danau dan
fosil tanaman yang terdapat dalam endapan
danau (Gambar 8). Berdasarkan hasil
pengujian tersebut diketahui umur endapan
danau dengan variasi yang sangat besar
(Tabel 1). Umur paling tua mencapai 31.430
Before Pleistocene (BP) dan paling muda
1.700 Before Pleistocene (BP). Murwanto
(1996, 2001) dan Newhall et al. (2000) juga
melakukan pengujian radiokarbon 14
C di
wilayah Borobudur yang hasilnya memiliki
umur 420 ± 50, 660 ± 110 (elevasi 214
meter; 70 36‟ 24,1” LS; 11 13‟ 10,6” BT),
680 ± 95, dan 3.430 ± 50 tahun BP.
Gambar 7. Foto hasil uji pollen lembah Sungai Progo sebelah timur Candi Pawon
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
114
Gambar 8. Sebaran lokasi pengambilan sampel uji radiokarbon
14C di daerah penelitian
Tabel 1. Umur absolut 14
C pengujian laboratorium dan penelitian sebelumnya
No Lokasi Umur 14
C BP Keterangan Sumber
1. Tebing Sungai Progo
sebelah utara Jembatan
Bumiharjo
31.430+2070 lempung hitam dari
kedalaman 7 meter
Hasil Penelitian
2. Tebing Sungai Progo
sebelah timur Candi
Pawon
27.070+710 lempung hitam dari
kedalaman 12 meter
Hasil Penelitian
3. Sungai Dusun Soropadan 25.110+560 lempung hitam Murwanto dkk.,
2014
4. Tebing Sungai Progo
selatan Jembatan
Bumiharjo
24.640+530 lempung hitam dari
kedalaman 5 meter
Hasil Penelitian
5. Teras Sungai Progo
selatan Jembatan Blondo
23.640+470 kayu Hasil Penelitian
6. Tebing sungai Dusun
Pakisaji
22.140+390 lempung hitam Murwanto dkk.,
2014
7. Teras Sungai Progo Dusun
Kaliabon Borobudur
14.790+230 lempung hitam Hasil Penelitian
8. Utara Candi Borobudur 13.710+540 tanaman pada
batulempung di
kedalaman 4 meter
Hasil Penelitian
9. Dusun Soko 13.300+210 lempung hitam Hasil Penelitian
10. Tebing sungai Pacet
Dusun Gatak
6.330+130 lempung hitam Hasil Penelitian
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
115
Spasiotemporal
Danau Borobudur dibagi menjadi 3
fase yaitu masa Akhir Pleistosen >10.000,
masa Akhir Holosen, dan Awal Holosen
(Resen) (Gambar 9). Semakin lama danau
semakin menyempit hingga akhirnya
menjadi dataran. Bagian selatan danau
dibatasi oleh Pegunungan Menoreh,
sehingga batas danau di selatan didasarkan
pada adanya pegunungan tersebut. Sisi timur
danau, batasnya disusun berdasarkan pada
kemiringan endapan lempung yang
disesuaikan dengan topografi di permukaan.
Penentuan batas di sisi timur sulit dilakukan
dengan pasti dikarenakan endapan rawa
tertimbun oleh material vulkanik yang
sangat tebal. Batas sisi utara danau
didasarkan pada endapan lempung yang
terdapat di sungai Pacet. Selain itu
pertimbangan lainnya adalah adanya lereng
dari Gunung Tidar. Sementara pada sisi
barat, batasnya adalah alur sungai Tangsi
yang terdapat endapan lempung hitam dan
tertimbun oleh produk Gunung Sumbing.
Danau Kala Akhir Pleistosen
mempunyai luas 73.712 km2. Danau ini
semakin menyempit seiring dengan
perkembangan baik oleh aktivitas vulkanik,
tektonik maupun deposisional. Aktivitas
yang terjadi terus menerus berpengaruh kuat
terhadap pendangkalan danau. Penentuan
batas wilayah pada kala ini, selain
didasarkan pada hasil uji laboratorium
tentang umur batuan juga didasarkan pada
kondisi morfologinya. Pendangkalan ini
cukup signifikan dipengaruhi oleh faktor
tektonik dan vulkanik. Danau pada Kala
Akhir Holosen ini mempunyai luas 21.273
km2 dan terus mengalami penyempitan dan
pendangkalan. Hal ini dipicu oleh aktivitas
vulkanik dan tektonik. Aktivitas vulkanik
dan tektonik yang terus berlangsung
menimbun dan mengangkat danau, sehingga
terjadi pendangkalan danau lebih lanjut,
hingga kala Awal Holosen (Resen).
Danau kala Awal Holosen terbagi
menjadi dua danau, danau yang pertama
dibatasi pada muara Sungai Progo yang
terletak di sebelah timur Candi Pawon.
Danau pada kala ini berbentuk alur-alur
yang sempit dengan estimasi luas sebesar
8.357 km2. Faktor denudasi lebih berperan
terhadap keberadaan danau. Pada kala ini
daerah ini telah dihuni oleh masyarakat yang
mulai melakukan pengolahan lahan untuk
pertanian. Hal ini mengakibatkan
meningkatnya proses denudasi, erosi,
sedimentasi, dan banyak mata air
mengering.
Lanjutan Tabel 1.
No Lokasi Umur 14
C BP Keterangan Sumber
11. Dusun Ngaran 1.700+160 tanaman pada
batuan lempung dari
kedalaman 3 meter
Hasil Penelitian
12. Sungai Sileng 420 ± 50 kayu pada lempung
hitam
Newhall et al.,
2000
13. Sungai Progo 660 ± 110 kayu pada lempung
hitam
Murwanto, 1996
14. Sungai Progo 680 ± 95 kayu pada lempung
hitam
Murwanto, 1996
15. Sumur gali 13,5 meter di
Borobudur
3.430 ± 50 kayu pada lempung
hitam
Newhall et al.,
2000
16. Sungai Progo, utara Dusun
Teluk
4.280 ± 100
4.310 ± 100
kayu pada lempung
hitam
Murwanto, 2001
17. Hasil pemboran di Sungai
Sileng Dusun Soropadan
19.520 ± 340
19.650 ± 350
lempung hitam dari
kedalaman 7 meter
Murwanto, 2001
18. Hasil pemboran di Sungai
Sileng Dusun Soropadan
22.040 ± 390
22.130 ± 400
lempung hitam dari
kedalaman 9 meter
Murwanto, 2001
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
116
KESIMPULAN
Keberadaan danau purba di sekitar
Candi Borobudur dibuktikan dengan
ditemukannya endapan lempung hitam yang
mengandung serbuksari/pollen dari tanaman
komunitas rawa. Kondisi morfologi berupa
lembah yang lebar dan mengandung air
masih dapat ditemui di daerah penelitian, hal
tersebut merupakan sisa dari pendangkalan
danau yang masih dapat ditemui.
Perkembangan/pendangkalan danau di
sekitar Candi Borobudur menjadi dataran
lakustrin tidak berlangsung dalam satu
waktu, tetapi berlangsung berkali-kali.
Untuk merekonstruksi perkembangan danau
dapat diketahui dengan pendekatan
spasiotemporal. Kondisi keruangan dapat
diketahui dari pengamatan lapangan dan
analisis pollen, sedangkan waktunya dapat
ditentukan berdasarkan analisis radiokarbon 14
C. Perkembangan danau dapat
direkonstruksi menjadi tiga waktu yaitu pada
kala Akhir Pleistosen dengan luas 73.712
km2, Awal Holosen dengan luas danau
21.273 km2, dan Akhir Holosen (Resen)
dengan luas 8.357 km2.
REKOMENDASI
Keberadaan dataran lakustrin
merupakan sumberdaya alam yang tidak
terdapat di setiap wilayah di Indonesia. Pada
kawasan Candi Borobudur yang mempunyai
sejarah budaya yang tinggi, keberadaan jejak
danau ini akan membantu dalam
pengembangan pariwisata bidang kebumian
(geowisata).
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih
kepada Prof. Dr. Sutikno dan Prof. Dr.
Sunarto, Fakultas Geografi, Universitas
Gadjah Mada, atas bimbingannya selama
penelitian. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Prof. Dr. Sutanto, DEA,
Universitas Pembangunan Nasional
„Veteran” Yogyakarta. Tidak lupa penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada
Bapak Darwin A. Siregar dan Ibu Sri Woro,
Pusat Survei Geologi, atas bantuannya
dalam uji laboratorium radiokarbon 14
C dan
pollen.
Gambar 9. Peta Spasiotemporal Danau Purba Borobudur
Murwanto & Purwoarminta / LIMNOTEK 2015 22 (2) : 106 – 117
117
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R.W. van, 1949, The Geology of
Indonesia : General Geology of
Indonesia and Adjacent
Archipelagoes, vol. IA, Government
Printing Office, Martinus Nijhoff,
The Hague, 732.
Bemmelen, R.W. van, 1952, De Geologische
Geschiedenis Van Indonesic NV
Uitgeverij, W.P. Van Stockum
Enzoon Denhaag, 67-68
Murwanto, H., 1996. Pengaruh Aktivitas
Gunungapi Kuarter Terhadap
Perubahan Lingkungan Danau di
Daerah Borobudur dan Sekitarnya,
Jawa Tengah.
Murwanto, H., Sutanto, Suharsono, 2001.
Kajian Pengaruh Aktivitas
Gunungapi Kuarter Terhadap
Perkembangan “Danau Borobudur”
Dengan Bantuan Sistem Informasi
Geografis, Laporan Akhir DCRG,
Departemen Pendidikan Nasional,
Indonesia
Murwanto, H., Purwoarminta, A., Siregar,
D.A., 2014. Pengaruh Tektonik dan
Longsor Lahan terhadap Perubahan
Bentuklahan di Bagian Selatan
Danau Purba Borobudur, Jurnal
Lingkungan dan Bencana Geologi,
Badan Geologi, Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral, Bandung
Nieuwenkamp, W.O.J. 1933: Het
Boroboedoermeer, Algemeen
Handelsblad, Denhaag, 9 September
1933.
Newhall, C.G., Bronto, S., Alloway, B.,
Banks N.G., Bahar, I., Del Marmol,
M.A., Hadisantono, R.D., Halcomb,
R.T., Geehin, Miksic, J.N., Sayudi,
A.D., Sukliyar,R., Sndreastuti, S.,
Tilling, R.I., Torley, R., Trimble, D.,
Wirakusumah, A.D., 2000, 10.000
Years of Explosive Eruptions of
Merapi Vulcano, Central Java :
Archeological and Modern
Implications. Journal of Vulcanology
and Geothermal Research, 100
Nossin, I.J. and Voute, C., 1986. Notes on
the Geomorphology of The
Borobudur Plain (Central Java
Indonesia) in an archeological
historical context). Simposium an
Remote Sensing for Resources
Development and Environmental
Management/Enschede, Netherland
Purbohadiwidjojo, M.M., Sukardi, 1966.
Tentang ada atau tidak adanya suatu
danau lama di dekat Borobudur
(About Wether there was an ancient
lake near Borobudur), Unpublish
Progress Report, Geotechnic
Hydrology Direktorat Geology, No.
1514,12 January.
Robertsson, A.M., 1986. Pollen Analysis:
Background, Laboratory Techniques
and Identification, Intensive Course
of Palinulo and Ravello, Italy
Soekmono, 1976, Chandi Borobudur: A
Monument of Mankind, UNESCO
Press, Paris
Thanikaimoni, G., 1983, Palynological
Investigation on The Borobudur
Monument, Bulletin de 1’ Ecole
Francaise D’Extreme-orient Paris.
PETUNJUK BAGI PENULIS
1. I hereby declare that this submission is my own work.
(Saya/kami dengan ini menyatakan bahwa naskah yang dikirim merupakan hasil karya sendiri.)
2. I hereby stated that this manusrcipt have no plagiarism matter.
(Saya/kami dengan ini menyatakan bahwa di dalam naskah kami tidak terdapat hal-hal yang
bersifat plagiarisme.)
3. I declare the submission has no potential conflict of interest.
(Saya/kami menyatakan bahwa naskah yang kami kirimkan tidak akan menyebabkan pertentangan
atau perselisihan kepentingan.)
4. I hereby stated that this manuscript have never been previously published in any other scientific
publication and not being under reviewing process of any other scientific publication.
(Saya/kami dengan ini menyatakan bahwa naskah yang dikirim belum pernah dipublikasikan
sebelumnya dan tidak sedang dalam proses penelaahan oleh jurnal atau penerbit lainnya.
5. The submitted manuscript contains no least than 2.000 words and not exceed 10 pages A4
including figures and tables, without any appendixes.
(Naskah yang dikirim terdiri dari lebih dari 2000 kata dan tidak melebihi 10 halaman ukuran A4
termasuk gambar dan tabel, dan tanpa lampiran apapun).
6. The submitted manuscript has been written using Open Office Text Document (.odt), Microsoft
Word (.doc/.docx), or Portable Document Format (pdf).
(Naskah yang ditulis sudah menggunakan format Open Office Text Document (.odt), Microsoft
Word (.doc/.docx), atau Portable Document Format (pdf)).
7. Title already brief and concise, written in English, and not exceed 15 words.
(Judul naskah sudah cukup ringkas, dan tidak melebihi 15 kata.)
8. Abstract already brief and concise and not exceed 250 words in Bahasa Indonesia and English.
(Abstrak sudah ditulis secara ringkas dan tidak melebihi 250 kata, dalam Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris.)
9. Keywords are written in Bahasa Indonesia and English, between three to five phrase.
(Kata kunci sudah ditulis antara 3-5 frase, dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.)
10. The manuscript structure already consist: Introduction, Method/Material, Result and Discussion,
Conclusion, Acknowledgement, and References.
(Struktur naskah sudah terdiri dari: Pendahuluan, Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan,
Ucapan Terimakasih, dan Daftar Pustaka.)
11. References are written according the writing style of LIMNOTEK. The primary references are no
less than 80% from at least ten sources and had been taken from the late ten year publications.
(Daftar pustaka sudah ditulis sesuai dengan format yang diacu LIMNOTEK Perairan Darat Tropis
di Indonesia. Pustaka utama yang diacu sudah lebih dari 80% dari sekurang-kurangnya 10 sumber
acuan terkini.)