Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
Empat orang dikabarkan tewas dalam kerusuhan di
Paniai Senin, 8 Desember 2014 20:44 WIB
Pewarta: Alfian Rumagit
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono. (Foto: Istimewa)
"Informasi masyarakat, ada empat
warga tewas. Polisi belum tahu
penyebabnya, tetapi sebelum
terbakarnya kantor KPU,
penyerangan koramil dan polsek
tadi pagi, malamnya ada
perkelahian antarkelompok warga
yang belum teridentifikasi," kata
Pudjo.
Jayapura (Antara Papua) -
Sebanyak empat orang warga sipil
dikabarkan tewas dalam kerusuhan
yang mencuat di Enarotali, ibukota
Kabupaten Paniai, Provinsi Papua,
pada Senin sekitar pukul 08.30
WIT.
"Informasi dari masyarakat, ada
empat warga tewas. Polisi belum
tahu penyebabnya, tetapi sebelum
terbakarnya kantor KPU,
penyerangan koramil dan polsek
tadi pagi, malamnya ada
perkelahian antarkelompok warga
yang belum teridentifikasi," kata
Kabid Humas Polda Papua Kombes
Pol Sulistyo Pudjo di Kota
Jayapura, Papua, Senin malam.
Informasi yang dihimpun, dalam
kerusuhan itu kantor KPU dibakar,
koramil dan Polsek Paniai Timur
diserang ratusan warga.
Selain empat warga sipil
dikabarkan tewas, tiga anggota TNI
dan tiga anggota polisi luka-luka
karena terkena lemparan batu dan
belasan warga lainnya luka-luka.
Pudjo menjelaskan, kerusuhan atau
bentrokan itu berawal dari aksi
baku pukul antarwarga di area
Pondok Natal Gunung Merah,
Enarotali, Kabupaten Paniai, pada
Minggu malam sekitar pukul 20.00
WIT.
"Dalam perkelahian itu ada bunyi
suara tembakan, namun akhirnya
masalah itu bisa selesai pada pagi
harinya. Tetapi pada pagi dini hari,
atau Senin pukul 02.30 WIT terjadi
kebakaran gedung KPU dan bisa
dipadamkan hanya saja kerusakan
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
dari kebakaran itu cukup besar,"
katanya.
Selanjutnya, pada pukul 08.00 WIT,
terjadi pemblokadean di Jalan
Madi-Enarotali, di Gunung Merah
dan karena mengganggu aktivitas
masyarakat umum, polisi setempat
bernegosiasi untuk membuka
blokade dan berhasil.
"Tetapi diakhir negosiasi dari atas
bukit terdengar bunyi rentetan
tembakan, yang belum diketahui
asalnya dari siapa. Kira-kira
jaraknya 1-2 kilo," ujarnya.
Selanjutnya, kata Pudjo, massa dari
Gunung Merah turun ke Enarotali
dan lakukan penyerangan ke
Koramil dan Polsek Paniai Timur.
Massa dipekirakan berjumlah dua
ratus hingga empat ratus orang
dengan bersenjatakan panah, parang
dan batu.
Pudjo menduga rentetan tembakan
dari atas bukit yang belum tahu dari
kelompok mana atau dari oknum
siapa merupakan tanda untuk
menyerang aparat Koramil
Enarotali dan Polsek Paniai Timur.
"Diserang pertama itu Koramil,
para anggota TNI bertahan
didalamnya. Lalu mereka berpindah
menyerang Polsek yang berjarak
kira-kira 200 meter yang ada
dipertigaan jalan Enarotali,"
katanya.
"Saat diserang anggota koramil dan
polsek bertahan di kantor masing-
masing. Para anggota itu sempat
mengeluarkan tembakan peringatan
ke udara dengan harapan warga
tidak menyerang lagi. Disini tiga
anggota korami dan tiga anggota
polisi luka-luka. Tiga mobil milik
masyarakat di depan koramil rusak
parah dan satu mobil milik koramil
rusak karena dilempar warga,"
tambahnya.
Usai kerusuhn itu, lanjut Pudjo,
polisi mendapat informasi ada
empat warga yang meninggal.
"Tapi informasi ini masih bersifat
sementara, masih perlu di-cros cek
lagi di lapangan," katanya.
Untuk itu, Pudjo menyampaikan
bahwa Polda Papua akan
menerjunkan tim ke Paniai pada
Selasa (9/12) yang akan dipimpin
oleh Kabid Propam dan sejumlah
pejabat terkait termasuk
inspektorat.
"Kodam juga akan menurunkan
tim, tapi sebaiknya konfirmasi ke
Kapendam terkait tim yang akan
diterjunkan," katanya.
Mengenai situasi di Paniai, Pudjo
mengungkapkan, informasi yang
diperoleh situasi di sana masih
memanas, dan masyarakat
diharapkan tidak terprovokasi.
"Demikian pula anggota polisi dan
TNI yang ada disana. Peristiwa ini
kami masih dalami, apakah ada
pihak lain terlibat atau kejadian ini
seperti apa," katanya. (*)
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Polda Papua bentuk tim ungkap kerusuhan Paniai Rabu, 10 Desember 2014 02:05 WIB
Pewarta: Evarukdijati
Tim Polda Papua (Foto: Antara News)
"Dari laporan yang diterima anggota
polisi, keempat warga itu meninggal
akibat tertembak, padahal anggota
mengaku saat kejadian menembak ke
atas atau tembakan peringatan,"
katanya.
Jayapura (Antara Papua) - Kepolisian
Daerah Papua membentuk tim pencari
fakta untuk mengungkap kasus
kerusuhan di Kabupaten Paniai yang
menewaskan empat orang warga sipil.
Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende
kepada Antara di Jayapura, Selasa
mengatakan tim pencari fakta itu
dibentuk untuk mencari tahu apa yang
menjadi penyebab terjadinya kasus
tersebut sekaligus mengungkap siapa
pelaku penembakan.
"Dari laporan yang diterima anggota
polisi, keempat warga itu meninggal
akibat tertembak, padahal anggota
mengaku saat kejadian menembak ke
atas atau tembakan peringatan,"
katanya.
Menurutnya, tim pencari fakta itu
dipimpin oleh Direskrim Umum Polda
Papua Kombes Dwi Irianto yang saat
ini sudah berada di Enarotali.
Rencananya, Rabu (10/12), Kapolda
akan ke Enarotali, Ibu Kota Kabupaten
Paniai, untuk melihat kondisi di
lapangan. Kini tim pencari fakta akan
bekerja semaksimal mungkin sehingga
dapat dipastikan asal peluru yang
bersarang di para korban berasal dari
mana.
"Belum tentu peluru itu berasal dari
aparat keamanan karena dari laporan
yang diterima sebelumnya sempat
terdengar suara tembakan dari arah
gunung, sesaat sebelum ratusan warga
menyerang koramil dan polsek," kata
Kapolda Papua.
Irjen Pol Mende juga berjanji bila
ternyata temuan tim pencari fakta
terungkap peluru itu berasal dari polisi
maka pihaknya tidak segan-segan
memproses yang bersangkutan.
"Saya tidak akan menutup-nutupi kasus
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
tersebut, apalagi dalam melaksanakan
tugas sudah ada prosedur tetapnya
(protap) yang harus dipatuhi setiap
anggota," katanya.
Kerusuhan yang menewaskan empat
warga sipil itu itu berawal dari kasus
lalu lintas yang berbuntut pertikaian
antara warga dengan aparat keamanan.
Bahkan warga kemudian menyerang
kantor koramil dan polsek serta
membakar empat kendaraan.
Selain menewaskan empat warga,
tercatat 15 orang luka-luka, lima di
antaranya aparat keamanan, termasuk
anggota polisi. Sementara itu kini
jenasah keempat korban berada di
kantor Distrik Paniai Timur. (*)
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Forum Kerja Oikumenis Gereja Papua kecam
kekerasan Paniai Kamis, 11 Desember 2014 18:02 WIB
Pewarta: Alfian Rumagit
Forum Kerja Oikimenes Gereja-gereja Papua (FKOGP) (Foto: Istimewa)
"Kami mengecam, mengutuk tindak
kekerasan di Paniai," kata Pdt
Socrates Sofyan Yoman.
Jayapura (Antara Papua) - Forum Kerja
Oikumenis Gereja-Gereja Papua
(FKOGP) mengecam kekerasan yang
terjadi di Enarotali, Kabupaten Paniai,
pada Senin (8/12) sehingga
menewaskan sejumlah warga.
"Kami mengecam, mengutuk tindak
kekerasan di Paniai," kata Pdt Socrates
Sofyan Yoman ketika menggelar jumpa
pers di Aula P3W Padang Bulan,
Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua,
Kamis.
Socrates yang juga Ketua Umum
Badan Pelayan Pusat Persatuan Gereja-
gereja Baptis Papua didampingi oleh
Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua
Pdt Benny Giay dan Pdt Selvia
Titihalawa mengaku sangat
menyesalkan peristiwa di Enarotali,
Paniai, yang menewaskan warga sipil
setempat.
"Negara harus bertanggung jawab atas
tragedi di Paniai, segera kirim tim
independen untuk usut kasus itu," kata
Socrates.
Sementara itu Pdt Benny Giay
mengatakan TNI dan Polri harus bisa
segera buktikan siapakah pelaku
penembakan warga sipil di Paniai, apa
benar itu dari kelompok Operasi Papua
Merdeka (OPM) seperti yang
dituduhkan sebelumnya. Jika benar hal
itu harus diumumkan kepada publik
dan sejumlah pembuktian yang
rasional.
"Kita semua tahu bahwa warga di
Paniai mati ditembak dan di negara ini
yang resmi pegang senjata adalah
aparat keamanan (TNI - Polri). Jadi ini
harus dijelaskan, buktikan. Kalau yang
disangkakan itu OPM, mana buktinya,
mungkin OPM binaan?," katanya
dengan nada bertanya.
Benny juga mengungkapkan bahwa
markas OPM di Eduda, Paniai, telah
dibumi hanguskan oleh aparat keamaan
beberapa waktu lalu, sehingga jika
dituduhkan demikian tidaklah benar.
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
"Nah, ini butuh kejelasan. Semua bisa
jadi-jadian, OPM binaan. Saya kira
tidak ada OPM di Paniai," katanya.
Sedangkan Pdt Selvia Titihalawa
mengatakan seharusnya pemerintah
bergerak cepat untuk ungkap kasus ini,
karena tak lama lagi Natal.
"Saya kira dengan dialog, lewat para-
para adat bisa membicarakan hal ini.
Banyak masala di Papua tapi tidak
diungkap jelas. Masalah Paniai,
pemerintah harus bertindak tegas,
independen dan hukum para pelaku,"
katanya.
Sebelumnya pada Senin (11/12), empat
warga sipil di Pania, dikabarkan tewas
tertembak di Lapangan Karel Gobay
tak jauh dari markas Koramil Enarotali
dan Polsek Paniai Timur.
Dalam peristiwa itu dikabarkan terjadi
rusuh, yang sebelumnya dipicu oleh
aksi baku pukul sekelompok orang di
Pondok Natal Gunung Merah pada
Minggu malam, lalu pada Senin dini
hari sekitar pukul 02.30 WIT gedung
KPU Paniai terbakar.
Paginya sekitar pukul 08.30 WIT
terjadi pemalangan jalan kemudian
dibubarkan oleh aparat kepolisian, dan
tiba-tiba dari arah Gunung Merah
terdengar bunyi rentetan tembakan,
dari sinilah, kemudian dikabarkan
bahwa ada warga sipil yang tertembak.
(*)
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Komnas HAM: kasus Paniai ada pembelokan
informasi Jumat, 12 Desember 2014 18:22 WIB
Pewarta: Alfian Rumagit
Komisioner Komnas HAM Otto Nur Abdullah. (Foto: Antara Papua/Alfian)
"Kami harus meluruskan konteks
kejadiaan di Paniai. Saya mau jelaskan
bahwa pihak kepolisian terkesan
melakukan pelencengan informasi
terhadap kerjadian itu," kata Otto.
Jayapura (Antara Papua) - Komisioner
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) Pusat Otto Nur
Abdullah berpendapat kasus
meninggalnya sejumlah warga sipil di
Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua,
diduga telah terjadi pembelokan
informasi dari fakta yang sebenarnya.
"Kami harus meluruskan konteks
kejadiaan di Paniai. Saya mau jelaskan
bahwa pihak kepolisian terkesan
melakukan pelencengan informasi
terhadap kerjadian itu," kata Otto saat
berada di Kota Jayapura, Papua, Jumat.
Ia mengemukakan bahwa berdasarkan
laporan informasi yang diterima
Komnas HAM terkait kasus Paniai,
terdapat sejumlah versi.
"Saya coba bandingkan dengan
pernyataan Kabid Humas Polda Papua,
lalu media nasional yakni pernyataan
Waka Polri yang diubah oleh Kaporli,
dan lebih benar serta pernyataan-
pernyataan dari lembaga HAM yang
ada tentang Paniai ada perbedaan,"
katanya.
Hanya saja, lanjutnya, sampai sekarang
Komnas HAM belum mengatakan
bahwa kejadian di Paniai tidak tidak
termasuk dalam pelanggarang HAM
yang berat atau dikategorikan sebagai
pelanggaran kriminal murni.
"Itu tidak kami sampaikan, tetapi yang
saya mau tekankan, pertama adalah
potensi pelanggaran HAM berat ini
dimungkinkan bisa terjadi
pascakejadian, karena hingga kini
status Kabupaten Paniai siaga satu, kan
sekarang TNI sudah buat status itu,"
katanya.
Kedua, kata Otto, pihaknya juga harus
meluruskan konteks kejadiaannya.
"Saya mau jelaskan pihak kepolisian
terkesan melakukan pelencengan
informasi terhadap kerjadian Paniai,"
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
tambahnya.
Hal itu berdasarkan tiga faktor di
lapangan yakni pertama adalah mobil
Rush merah hitam yang digunakan
pada malam hari ketika terjadi
kekerasan di Pondok Natal.
Lalu ada penembakan dari atas Gunung
Merah, dan ada penembakan dari
kerumunan massa.
"Jadi, memang nampaknya pihak
Kepolisisan dan TNI ingin
mengkambing-hitamkan kelompok
bersenjata. Apa lagi, di Jakarta juga ada
pernyataan yang mengatakan adanya
kelompok bersenjata. Dan Menko
Polhukan mengatakan sudah ada
perdamaian melalui ada upacara bakar
batu," katanya.
Otto yang telah berada di Kota
Jayapura sejak empat hari terakhir itu
juga berpendapat bahwa pihaknya
beranjak dari kronologis yang diterima
olehnya dan berdasarkan laporan
informasi, sebenarnya masalahnya itu
bisa sederhana, asalkan dirunutkan dari
awal.
Mulai dari perselisihan di Pondok
Natal, kemudian datang mobil Rush
yang membawa enam hingga tujuh
orang kemudian terjadi aksi kekerasan,
terbakarnya kantor KPU Paniai,
pemalangan dan adanya penembakkan
dari Gunung Merah sehingga adanya
warga sipil yang jadi korban.
"Maka, usulannya adalah semua pihak
terkait agar melakukan investigasi,
harus melakukan interogasi kepada
pemilik mobil Rush, siapa dua orang
pertama pengendara motor, lalu ada
enam hingga tujug orang didalam
mobil Rush," katanya.
Berdasarkan itu, pengguna mobil dan
penumpangnya sudah bisa
diidentifikasikan. "Ini bisa mengarah
kepada Batalyon 753/AVT. Dan yang
harus berikan klarifikasi adalah
Pangdam Papua. Untuk itu pihak TNI
jangan bersembunyi di balik punggung
Polri. TNI harus memberikan
klarifikasi kepada publik, siapa
pengendara mobil Rush, siapa yang
pemilik mobilnya. Maka kita akan
dapatkan siapa saja yang terlibat kasus
ini," katanya.
Otto juga menambahkan dalam laporan
informasi dari masyarakat terdapat foto
oknum anggota TNI yang
menggunakan senjata api laras panjang,
baju hijau dan semua atribut perang
terlihat dalam peristiwa itu.
"Komnas HAM lebih cenderung ke
Batalyon 753/AVT yang kalau ada
penugasan ke sana. Namun kedatangan
mobil Rush itu bisa memberikan
keterangan bahwa apakah itu bagian
dari operasi pengintaian? Jika
demikian, maka akan jatuh kepada
pelanggaran HAM berat, tapi kalau
mobil Rush pulang ke markasnya dan
dipicu oleh arogansi oknum TNI maka
itu peristiwa kriminal murni. Ini akan
buktikan semua," katanya.
Otto menyarankan, pertama, untuk
membantu selesaikan kasus Paniai
maka dewan adat setempat segera
melangsung sidang adat untuk
memberikan sanksi kepada para
pelaku, dengan harapan ada
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
penyelesaian masalah dan bisa
menghargai adat setempat.
"Kedua, saya mendorong, pihak TNI
untuk melakukan investigasi tentang
duduk perkara yang sebenarnya tentang
kejadian tersebut. Ketiga, saya
mengharapkan pihak Polda Papua
untuk tidak manipulasi kondisi
setempat agar tidak terjebak
dikemudian hari," katanya. (*)
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Pangdam Cenderawasih berharap masyarakat bantu
ungkap kasus Paniai Jumat, 19 Desember 2014 00:49 WIB
Pewarta: Alfian Rumagit
Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen G Siahaan. (Foto: Antara Papua/Anwar)
"Saya harap semua komponen, unsur-
unsur kekuatan bangsa bersabar, dan
saya berharap masyarakat bila ada
bukti otentik diserahkan kepada tim
investigasi," kata Mayjen Fransen.
Jayapura (Antara Papua) - Panglima
Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen
TNI Fransen G Siahaan berharap
masyarakat di Enarotali, Kabupaten
Paniai, membantu tim investigasi untuk
mengungkap kekerasan yang terjadi di
wilayah itu pada pekan lalu.
"Saya harap semua komponen, unsur-
unsur kekuatan bangsa bersabar, dan
saya berharap masyarakat bila ada
bukti otentik diserahkan kepada tim
investigasi," kata Mayjen Fransen di
Kota Jayapura, Papua, Kamis.
"Saya berharap masyarakat lebih
terbuka, berikan gambar bila perlu, ada
gak gambar itu, supaya kita tahu.
Masalah Paniai, saya berharap
sebenarnya hal ini terungkap, siapa
sebenarnya pelakunya itu," katanya
menambahkan.
Menurutnya, sesuai petunjuk Panglima
TNI dan Kepala Staf TNI Angkatan
Darat (Kasad), yang benar dikatakan
benar dan salah dikatakan salah.
"Apalagi itu dari anggota saya, akan
ditindak. Kita sudah tegas melakukan
hukuman seberat-beratnya, tapi kita
tunggu saja dari hasil tim investigasi
baik oleh Polri maupun Mabes TNI,
kan sudah turun ke sana," katanya.
Ia juga mengemukakan sejauh ini
seluruh anggota Koramil Enarotali
telah menjalani pemeriksaan, termasuk
batalyon yang bertugas di Paniai.
Terkait tudingan Komnas HAM bahwa
Batalyon 753 terduga sebagai pelaku
peristiwa itu, Fransen
mengatakan,"Biar saja dia berkoar
seperti itu tetapi saya berharap
keputusan itu harus dikeluarkan dari
keputusan tim investigasi bersama.
Jadi, jangan kita berandai-andai kan
sudah ada tim investigasi dari Polri,
biar Polri yang bekerja, seharusnya
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
mereka bergabung dong," katanya.
Mengenai pernyataan petinggi Polri
bahwa aparat kepolisian di Enarotali,
Kabupaten Paniai, tidak terlibat
penembakan, Fransen enggan
berpolemik.
"Saya tidak katakan begitu, saya tidak
berani. Mari kita ikuti prosedur dari
investigasi yang dilakukan, saya belum
berani ungkap itu karena ada institusi
yang lebih berwenang untuk ungkap
itu," katanya.
Jika terbukti nanti bahwa ada anggota
TNI terlibat dalam kekerasan di Paniai,
padahal TNI mulai bagus dipandang
masyarakat, Fransen
mengatakan,"Terima kasih ya, ada
penilaian wartawan bahwa kita mulai
bagus. Memang itu harapan kita. Jadi,
jika ada mengarah-arah kepada aparat
keamanan, saya tidak bisa menjawab
itu, karena sudah ada tim
investigasinya," katanya.
"Kita tenang saja, kalau benar kita
katakan benar, dan salah katakan salah.
Dan saya berharap semua mendukung
ke arah sana, jangan ada orang ditanya
hal itu tetapi tidak berani omong,
masyarakat di sana juga ditanya tidak
berani bicara, seharusnya katakan
sebenarnya," katanya.
Pangdam menambahkan agar semua
pihak bisa menahan diri sambil
menunggu tim investigasi bekerja dan
mendapatkan hasilnya.
"Jangan dihambat, kita sudah
demokrasi, siapa yang hambat, siapa
yang intimidasi, tidak boleh. Silakan
masyarakat omong, jadi saksi, jangan
berandai-andai," tambahnya. (*)
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Jokowi ingin kasus Paniai dituntaskan secepatnya Selasa, 30 Desember 2014 18:09 WIB
Penulis: Anwar Maga
Kerusuhan di Enarotali, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua, yang menewaskan empat warga
sipil, dan meniciderai belasan warga lainnya, serta merusakkan sejumlah kendaraan
bermotor. (Foto: Istimewa)
"Saya ingin kasus ini diselesaikan
secepat-cepatnya, agar tidak terulang
kembali dimasa yang akan datang.
Kita ingin, sekali lagi tanah Papua
sebagai tanah yang damai," kata
Presiden Joko Widodo.
Malam itu, stadion Mandala Jayapura
yang menjadi markas Persipura,
dipadati ribuan warga, bukan untuk
menonton sepak bola, melainkan
merayakan Natal nasional bersama
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Saat tampil di podium utama, Presiden
Jokowi antara lain menyatakan bahwa
ia menginginkan kasus kerusuhan di
Eranatoli, Kabupaten Paniai, Provinsi
Papua, dituntaskan secepatnya, agar
tidak menjadi api dalam sekam.
Kerusuhan yang mencuat 8 Desember
2014 itu, menewaskan empat warga
sipil, itu berawal dari kasus lalu lintas
hingga mengakibatkan pertikaian yang
berbuntut aksi penyerangan ke koramil
dan polsek setempat.
Sesaat sebelum penyerangan itu aparat
keamanan baik polisi maupun TNI
mengeluarkan tembakan peringatan,
dan sempat terdengar bunyi tembakan
dari arah gunung.
Keempat korban yang tewas dalam
insiden itu, dimakamkan dalam satu
lubang di halaman kantor koramil, pada
13 Desember atau lima hari setelah
insiden itu.
Selain korban tewas, puluhan warga
luka-luka, dan empat kendaraan roda
empat dan roda dua dirusak massa.
"Saya ingin kasus ini diselesaikan
secepat-cepatnya, agar tidak terulang
kembali dimasa yang akan datang. Kita
ingin, sekali lagi tanah Papua sebagai
tanah yang damai," kata Presiden Joko
Widodo, di hadapan lebih dari tiga ribu
orang yang memadati stadion Mandala
itu.
Presiden RI ke-7 itu memang masih
enggan bicara lebih rinci soal kasus
Paniai, meskipun ia mengaku telah
mengirim tim khusus untuk
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
menginvestigasi kasus tersebut.
Bahkan, lebih memilih diam saat kasus
kerusuhan yang menelan korban jiwa
itu mencuat.
"Waktu peristiwa di Paniai, saya tidak
tergesa-gesa komentari, karena
peristiwa kekrasan itu di Papua sudah
sering terjadi. Kalo saya komentari
baru tidak selesaikan buat apa saya
komentari," katanya.
"Saya ingin dapat data konkrit tentang
masalah itu, akar masalahnya harus
jelas, saya ngomong nanti ada kejadian
lagi," lanjutnya.
Namun, ia menginginkan segala bentuk
kekerasan di Tanah Papua segera
berakhir. Cukup kasus Paniai yang
terakhir.
"Yang paling penting bagi saya adalah
kejadian ini jangan terjadi lagi, karena
saya ingin bangun tanah Papua," kata
Presiden Jokowi.
Jokowi juga mengungkapkan bahwa
satu hal lagi yang mendasarinya dalam
membicarakan persoalan-persoalan di
Papua, yakni semua pihak ingin akhiri
konflik.
"Jangan ada kekerasan, marilah kita
bersatu. Yang masih didalam hutan,
yang masih diatas gunung-gunung,
marilah kita bersama-sama
membangun Papua sebagai tanah yang
damai," katanya.
"Marilah kita pelihara rasa saling
percaya sesama kita, sehingga kita bisa
berbicara dengan suasana yang damai
dan sejuk, karena dengan cara itulah
Natal akan membawa kabar baik bagi
kita semuanya," tambahnya.
Jokowi pun berjanji akan lebih sering
ke Papua guna mendorong
penyelesaian berbagai masalah yang
selama ini terus terjadi.
"Masalah banyak di Papua, dan ibu
bisa selesai jika kita buka dialog, juga
dialog gubernur dengan warga,
Kapolda dan Pangdam dengan warga.
Saya ingin selesaikan semua masalah
itu," ujarnya.
Presiden mengaku tidak ingin
menjanjikan hal-hal yang muluk-muluk
untuk Papua, namun dengan dialog ia
meyakini akan dapat menyelesaikan
berbagai masalah di Papua.
"Saya tidak janji muluk-muluk, saya
ingin menyelesaikan itu, saya percaya
itu bisa selesai. Tapi, kembali ke
kalimat awal saya, bahwa kita semua
harus bisa percaya pemimpin kita,"
ujarnya.
Periksa saksi
Hingga kini, aparat kepolisian di Papua
masih terus memeriksa saksi-saksi
terkait kasus Paniai, dan sudah 53
orang saksi yang dimintai keterangan.
"Sejauh ini, Polda Papua sudah
memeriksa sedikitnya 53 orang saksi
dalam kasus tewas tertembaknya empat
warga di Paniai," kata Kabid Humas
Polda Papua AKBP Patridge Renwarin.
Namun, dari saksi sebanyak itu baru
sebatas dimintai keterangan, belum ada
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
yang ditetapkan sebagai terdangka.
"Saksi sebanyak itu, semuanya
masyarakat yang ada di Paniai. Kalau
untuk aparat keamanan TNI-Polri,
dilakukan pemeriksaan secara internal
institusi masing-masing," katanya.
Mengenai serpihan peluru yang
ditemukan di lapangan, kata mantan
Kapolres Sarmi dan Merauke itu,
masih membutuhkan waktu guna
mengetahui hal tersebut dan hingga
sekarang Mabes Polri juga belum bisa
menyatakan siapa pelaku dari peristiwa
berdarah itu.
"Tentunya hal itu tergantung dari hasil
uji balistik, karena harus tahu secara
terperinci. Ditambah lagi masih harus
mengumpulkan berbagai alat bukti
yang kuat untuk mendukung
pengungkapan kasus itu," ujar Patridge.
Sebelumnya, Pangdam
XVII/Cenderawasih Mayjen TNI
Fransen G Siahaan mengakui telah ada
pemeriksaan terhadap anggota Koramil
Enarotali terkait insiden tersebut.
"Seluruh anggota Koramil di sana,
diperiksa terkait masalah itu. Kami
juga mendukung sepenuhnya tim
investigasi yang melaksanakan
tugasnya mengungkap kasus itu, dan
kalau ada oknum yang terlibat tentunya
akan dihukum seberat-beratnya sesuai
aturan," kata Fransen.
Sedangkan Kepala Staf TNI AD
(Kasad) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo
mengaku belum menerima hasil
investigasi kasus Paniai.
"Hingga kini saya belum menerima
laporan hasil investigasi," kata Jenderal
Nurmantyo, ketika berkunjung ke
Jayapura, Papua.
Namun, Kasad menyerahkan
sepenuhnya penyidikan kepada polisi
yang hingga kini masih terus
dilakukan.
"Tunggu saja hasil penyelidikan yang
dilakukan polisi," ujar Jenderal
Nurmantyo yang pernah menjabat
Dandim Merauke dan Dandim
Jayapura era 1990 an.
Untuk menyidik kasus penembakan itu,
Mabes Polri mengirim tim forensik dan
tim investigasi guna beraktivitas di
lima lokasi, yakni Gunung Merah,
kantor KPU, markas Koramil
Enarotali, markas Polsek Paniai Timur
dan TKP ditemukannya empat korban
meninggal dunia di lokasi sekitar
lapangan Karel Gobay.
Tindakan dari tim investigasi dan
forensik itu, berupa pengumpulkan
bukti-bukti petunjuk di lokasi kejadian,
termasuk proyektil atau selongsong
peluru, serta petunjuk lain seperti noda
darah, berbagai dokumen, data,
informasi, keterangan dari masyarakat
yang mengetahui hal itu.
Jika tim pusat dan daerah telah bekerja
mengungkap kasus kerusuhan yang
berbuntut korban tewas itu, dan
Presiden Jokowi telah
menginstruksikan percepatan
penanganannya, maka diharapkan akan
menjadi jelas dan pihak yang terbukti
melanggar hukum patut dikenai
hukuman yang setimpal. (*)
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Polisi Tembak Mati 5 Warga Papua H-2 Hari HAM, AWPA Minta
Menlu Australia Kontak Joko Widodo
Penulis : Admin MS | Senin, 08 Desember 2014 20:04
Tampak pelajar bersimbah darah dengan pakaian seragam SMA (3 dari 4 korban tewas
adalah pelajar) di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua, Senin (08/12/14) siang. Foto: Abeth
Australia, MAJALAH
SELANGKAH -- Dua hari lagi, 10
Desember, negara-negara akan
melakukan koreksi pelaksanaan Hak
Asasi Manusia (HAM) di masing-
masing Negara, termasuk Indonesia.
Koreksi itu tentunya untuk pengakuan
dan permintaan maaf atas pelanggaran
di masa lalu serta meminimalisir
kemungkinan pelanggaran HAM di
masa depan.
Tetapi, justru pada H-2 (dua hari
sebelum hari HAM), aparat polisi dan
militer Indonesia telah menembak
membabi buta terhadap warga sipil
Papua. Sebanyak 5 warga sipil Papua
ditembak mati oleh polisi dan militer
Indonesia di Enarotali, Kabupaten
Paniai, Papua, Senin (08/12/14).
Australia West Papua Association
(Sydney) sore tadi, Senin (08/12/14),
telah mendesak Menteri Luar Negeri
Australia, Julie Bishop untuk segera
menghubungi Presiden Indonesia, Joko
Widodo untuk penyelidikan kasus
penembakan ini.
"Menteri Luar Negeri Australia, Julie
Bishop harus segera menghubungi
Presiden Indonesia dan mendesak dia
untuk menyelidiki insiden tersebut dan
membawa mereka yang bertanggung
jawab atas pembunuhan warga sipil
untuk mempertanggungjawabkan
tindakan mereka," tulis Joe Collins dari
AWPA dalam keterangan yang
diterima majalahselangkah.com malam
ini.
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Diketahui, tanggal 10 Desember setiap
tahun, Negara-negara memperingati
sebagai Hari Hak Asasi Manusia
Sedunia. Tanggal ini dipilih untuk
menghormati Majelis Umum PBB
yang mengadopsi dan
memproklamasikan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia, sebuah
pernyataan global tentang hak asasi
manusia pada 10 Desember 1948.
Peringatan Hari HAM Sedunia
dilakukan oleh negara dan organisasi
yang peduli HAM. Peringatan ini
sering dijadikan momentum untuk
melakukan koreksi pelaksanaan HAM
di masing-masing negara. Indonesia
sebagai negara yang mengakui
Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia tentu akan melakukan koreksi
pelaksanaan HAM di
Indonesia. (GE/003/Admin/MS)
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Temui Keluarga Korban Penembakan, Bupati Paniai
Sampaikan 3 Hal Ini Penulis : Abeth Abraham You | Selasa, 09 Desember 2014 13:09 Dibaca : 2178
Dari kanan ke kiri, Simon Degei (18), Otianus Gobai (18), dan Alfius Youw (17) saat
dijejerkan di lapangan sepak bola Karel Gobay oleh keluarga korban bersama warga di sana.
Foto: Abeth
Paniai, MAJALAH SELANGKAH -
- Siang ini, Selasa (09/12/14), Bupati
Paniai, Hengky Kayame didampingi
Kapolres dan Dandim menemui
keluarga korban penembakan di
lapangan "Karel Gobay", Enarotali
Kabupaten Paniai, Papua.
Saat tatap muka, Bupati Hengky
menyampaikan tiga hal. Pertama, kata
Bupati, pemerintah daerah
menyampaikan duka cita yang
mendalam atas kematian lima anak
sekolah tersebut. (Update: 5 Orang
yang Tewas Ditembak Adalah
Pelajar SMA, Warga Gelar Duka
Bersama di Lapangan Terbuka)
Kedua, kata Bupati, pihaknya dengan
disaksikan tanah Paniai dan Tuhan
yang maha kuasa mengutuk pelaku
penembakan yang tidak
berprikemanusiaan. "Saya, dengan
disaksikan tanah Paniai memgutuk para
pelaku penembakan ini," kata Bupati.
Hal ketiga, kata Bupati, pihaknya akan
memastikan kasus ini diselesaikan
tuntas oleh pihak berwajib. Karena,
kata dia, masalah mendasarnya tidak
jelas tetapi lima anak sekolah ditembak
mati di mata pemerintah daerah dan
belasan lainnya luka-luka.
Dikabarkan, siang ini, Kapolda dan
Pangdam Papua turun ke Paniai.
Sebelumnya, keluarga korban telah
meminta untuk Kapolda dan Pangdam
Papua segera bertanggung jawab atas
perbuatan anak buahnya.
Sebelumnya, Kepala Polisi Daerah
Papua, Inspektur Jenderal Polisi Yotje
Mende menjelaskan, anggotanya hanya
melakukan upaya pengamanan. (Polda
Papua: "Anggota Hanya Melakukan
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Pengamanan")
"Tapi penembakan dipicu adanya
penyerangan terhadap Polsek Kota
Enarotali, anggota hanya melakukan
upaya pengamanan," jelas Mende
menanggapi peristiwa itu, Senin, 8
Desember 2014 kemarin.
Terkait penembakan mati 5 siswa SMA
oleh aparat gabungan TNI/Polri
ini, Australia West Papua Association
(Sydney), Senin (08/12/14) kemarin,
telah mendesak Menteri Luar Negeri
Australia, Julie Bishop untuk segera
menghubungi Presiden Indonesia,
Joko Widodo untuk penyelidikan
kasus penembakan ini.(Abeth
Abraham You/GE/003/MS)
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Penembakan di Paniai: Negara Dituntut Tanggungjawab dan
Tidak Tuduh TPNPB/OPM Tanpa Bukti Penulis : Admin MS | Jum'at, 12 Desember 2014 06:40
Korban penembakan gabungan aparat keamanan RI: Polisi, Brigade Mobil (Brimob) dan Tim
Khusus 753 dari Angkatan Darat. Foto: Dok. MS.
Jayapura, MAJALAH
SELANGKAH -- "Kami minta
Presiden Jokowi untuk bertanggung
jawab atas peristiwa pembantaian di
Paniai, dengan cara membentuk tim
investigasi yang independen yang
melibatkan lembaga HAM Nasional,
dan internasional, guna menyelidiki
kebrutalan aparat TNI/Polri di Paniai."
Hal ini disampaikan para Pimpinan
Gereja dalam Forum Oikumenis
Gereja-Gereja Papua; Ketua Sinode
Gereja Kemah Injil (Kingmi) Papua,
Pdt. Dr. Benny Giay, Ketua Umum
Persekutuan Gereja-Gereja Baptis
Papua (PGBP), Pdt. Socratez Sofyan
Yoman, dan pendeta senior di
lingkungan Gereja Kristen Injili (GKI)
Papua, Pdt. Selvi Titihalawa, saat
memberikan keterangan pers di P3W,
Padang Bulan, Jayapura, Papua, Kamis
(11/12/2014).
Pendeta Yoman menilai, peristiwa di
Paniai jelas-jelas dilakukan oleh aparat
negara. Yoman berharap negara tidak
terus menuduh Tentara Pembebasan
Nasional Papua Barat
(TPNPB)/Organisasi Papua Merdeka
(OPM) tanpa bukti yang jelas.
Menurutnya, tidak masuk akal bila
organisasi militer dari perjuangan
Papua merdeka yang memperjuangkan
hak untuk hidup lebih baik di alam
kemerdekaan Papua justru menembaki
rakyatnya sendiri. Sementara
TPNPB/OPM berjuang dengan taruhan
nyawa mereka untuk keselamatan
manusia dan alam Papua dalam alam
kemerdekaan.
"Selama ini OPM berjuang untuk
Papua Merdeka, bukan berjuang untuk
membunuh warga sipil. Saya kira
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Negara harus bertanggung jawab, dan
merupakan pembohongan publik kalau
ada OPM yang membunuh enam warga
sipil di Paniai," kata Yoman.
Pendeta Titihalawa mempersoalkan
tidak adanya pernyataan dari presiden
mengenai insiden Paniai.
"Kami lihat sama sekali tidak ada
pernyataan dari Presiden Jokowi,
malahan beberapa pejabat aparat
keamanan di tingkat Pusat menuduh
OPM sebagai pelaku penembakan, ini
tidak masuk akal," kata Titihalawa.
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Penembakan di Paniai Persoalan Besar, Butuh Penyelidikan
Independen dan Tekanan Politik Besar Penulis : Topilus B. Tebai | Sabtu, 13 Desember 2014 17:00
Koordinator umum National Papua Solidarity (Napas), Zely Ariane. Foto: Dok. MS.
Jakarta, MAJALAH
SELANGKAH -- Koordinator
umum National Papua
Solidarity(Napas), Zely
Ariane, menjelaskan, rasanya sakit
sekali menerima kenyataan bahwa
nyawa orang Papua dibuat begitu
murah dengan tindakan-tindakan
penghilangan nyawa. Hal ini
dikatakannya menanggapi penembakan
terhadap 22 warga sipil di Enagotadi,
Paniai, dimana 5 meninggal dan 17
lainnya kritis.
"Pertama-tama, rasanya sakit dalam
pikiran dan hati. Nyawa orang muda
Papua, rakyat sipil tak berdosa, dibuat
begitu murah di Papua," jelas Zely
Ariane
kepadamajalahselangkah.com via
email, Jumat (12/12/14) malam.
Zely menjelaskan, tindakan seperti ini
bukan kali ini saja, tetapi sudah sejak
lama terjadi.
"Begitu lamanya, sampai-sampai berita
pembunuhan, penembakan,
penangkapan warga yang dilabeli
sepihak sebagai separatis; OPM, di
berbagai media nasional semakin
dianggap kebenaran, dan tak
diperdulikan banyak orang. Sedih
sekali," tulis Zely sembari
menghaturkan belasungkawa
mendalam pada seluruh keluarga dan
rakyat Papua.
Menurutnya, banyak pertanyaan yang
dapat diajukan terhadap kejadian
berdarah ini.
"Kenapa aparat berkendara Fortuner
tanpa menyalakan lampu itu marah
ditegur baik-baik oleh para pemuda
yang sedang menyiapkan natal?
Kenapa dengan semena-mena mereka
bisa memukul Yulianus Yeimo hingga
babak belur? Buat apa kendaraan tanpa
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
menyalakan lampu itu ada di sekitar
warga yang menyiapkan Natal?"
"Mengapa dengan beringas aparat
menembaki warga dan para pemuda
yang mendatangani Koramil? Mengapa
tak satupun pernyataan maaf dan sesal
keluar dari mulut para komandan
aparat keamanan? Kenapa malah
alasan-alasan yang semuanya
membenarkan penembakan itu? Dan
kenapa media nasional memberitakan
sangat sepihak dan cenderung membela
perilaku dan tindakan aparat
keamanan? Dan kenapa Jokowi diam
saja?" lanjut Zely bertanya-tanya.
Menurut Zely, persoalan penembakan
Paniai bukan saja soal Paniai, bukan
saja tentang lima remaja yang ditembak
dengan keji oleh aparat.
"Ini soal pemerintah Indonesia yang
sudah terlalu lama memelihara
pendekatan kekerasan dan keamanan
terhadap Papua; ini soal mental tentara
dan aparat Indonesia yang tidak pernah
setuju dan mendukung pendekatan
berbasis Hak Azasi Manusia; ini soal
pendekatan pemerintah Indonesia,
khususnya aparat keamanan, yang
menganggap orang Papua sebagai
musuh; ini soal ideologi nasionalisme
sempit dan jahat Orde Baru yang
ditopang para aparat bertabur bintang
pemilik kekuasaan politik de facto di
negeri ini," tulis Zely.
Menurutnya, seperti yang sudah
diserukan banyak kelompok sipil di
Papua dan beberapa kelompok sipil di
Indonesia, investigasi independen
menyeluruh harus segera dilakukan.
"Komnas HAM, sebagai badan formal,
seperti biasa, tentu saja harus ada di
depan untuk bicara dan membela hak
adik-adik kita (5 pelajar) dan yang
lainnya yang dihilangkan nyawanya
itu," ujar Zely.
Zely mengingatkan, persoalan ini
persoalan yang besar. "Luar biasa
besar," tuturnya. "Menuntut
penyelidikan independen
membutuhkan tekanan politik yang
besar."
Poengky Indarti, Direktur
Eksekutif The Indonesian Human
Rights Monitor(Imparsial)
menjelaskan, penembakan atas 22
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
warga sipil - 5 meninggal, 17 lainnya
kritis- di Enagotadi, Paniai, merupakan
bentuk kejahatan dan para pelakunya
diproses secara hukum. Baca: KLIK!
Sementara Peneliti di Pusat Penelitian
Politik (P2P) Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr.
Adriana Elisabeth, menuntut
pengungkapan pelaku atas
ditembaknya 22 warga sipil di
Enagotadi, Paniai, dimana 5 meninggal
dan 17 lainnya
kritis. Baca: KLIK! (Topilus B.
Tebai/MS)
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
ELSAM dan Yayasan Pusaka Minta Komnas HAM
Lakukan Penyelidikan Kasus Penembakan di Paniai Penulis : Admin MS | Minggu, 14 Desember 2014 11:55
Logo Elsam dan Yayasan Pusaka. Ist.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) harus melakukan
penyelidikan terhadap kasus
penembakan warga sipil di Paniai,
Papua yang terjadi pada 8 Desember
2014.
Melalui penyelidikan ini, Komnas
HAM harus dapat memastikan bahwa
insiden penembakan tersebut dilakukan
oleh aparat keamanan Indonesia.
Sehingga, aparat keamanan Indonesia
dapat dimintai pertanggungjawabannya
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, baik Kitab
Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Undang-undang No. 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Undang-undang No. 26 tahun 2000
tentang Pengadilan HAM akan berlaku
apabila dalam penyelidikannya
Komnas HAM menemukan adanya
indikasi terjadinya pelanggaran hak
asasi manusia yang berat dalam insiden
penembakan warga sipil di Paniai,
Papua tersebut.
Selain Komnas HAM, Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI) dan
Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga
harus melakukan investigasi terkait
insiden penembakan warga sipil di
Paniai tersebut. Investigasi ini harus
dilakukan POLRI dan TNI untuk
menunjukkan bahwa POLRI dan TNI
memiliki niat dan kewajiban untuk
mengusut, menyelesaikan, dan
mengajukan ke Pengadilan anggota-
anggotanya yang terbukti terlibat dalam
insiden penembakan tersebut.
Berdasarkan laporan yang diterima
Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (ELSAM) dan Yayasan
Pusaka, penembakan terjadi di
lapangan Karel Gobay, Paniai, Papua
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
pada Senin 8 Desember 2014 jam
10.00 WIT.
Insiden ini diawali pada Minggu 7
Desember jam 01.30 WIT, dengan
adanya tiga orang warga Paniai yang
menahan mobil yang diduga dikendarai
oleh anggota TNI yang melaju dari
Enaro menuju kota Madi. Warga
menahan mobil yang dikendarai
anggota TNI karena mobil ini melaju
tanpa menyalakan lampu mobil. Hal ini
dilakukan karena warga juga sedang
menjaga keamanan di masing-masing
pondok natal.
Tidak terima mobilnya ditahan,
beberapa oknum anggota TNI tersebut
kembali ke Markas TNI di Madi Kota,
dan kemudian mengajak beberapa
anggota TNI kembali ke Togokotu
Paniai, tempat tiga orang warga Paniai
yang menahan mobil anggota TNI
tersebut. Selanjutnya mobil ini kembali
bersama beberapa anggota TNI, dan
melakukan pengejaran terhadap warga
yang menahan mobil anggota TNI. Dua
orang warga berhasil melarikan diri,
sementara orang lainnya berhasil
ditangkap dan dipukul hingga babak
belur.
Pagi harinya, warga Paniai berkumpul
di lapangan Karel Gobay untuk
meminta pertanggungjawaban aparat
keamanan terhadap warga yang
ditangkap dan dipukul tersebut.
Namun, sebelum dilakukan
pembicaraan, aparat gabungan TNI dan
Polri langsung melakukan penembakan
dan mengakibatkan meninggalnya lima
orang warga sipil dan 22 orang luka.
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Tuntaskan Kasus Paniai, Jokowi Didesak Bentuk KPP HAM Penulis : Mateus Ch. Auwe | Kamis, 18 Desember 2014 11:35
Saat aksi PAPUA ITU KITA di Jakarta. Foto: Paschall.
Jakarta, MAJALAH SELANGKAH
-- Presiden Republik Indonesia, Joko
Widodo didesak segera membentuk
Komisi Penyelidikan Pelanggaran
(KPP) Hak Asasi Manusia (HAM) oleh
Komisi Nasional (Komnas HAM)
sebagai bentuk tanggung jawab dalam
penyelesaian kasus penembakan yang
menewaskan setidaknya 5 warga sipil
di Paniai, Papua pada 8 Desember 2014
lalu.
Hal itu ditegaskan oleh Solidaritas
PAPUA ITU KITA dalam siaran pers
yang diterima
redaksi majalahselangkah.com, pagi
ini, Kamis (18/12/2014).
Pada tanggal 8 Desember 2014, tim
Khusus (timsus) TNI dari Batalyon 753
Nabire mengeksekusi mati dengan
melakukan tembakan membabi buta
kepada warga sipil.
Tembakan menyasar ke tengah
kerumunan warga setelah negosiasi
antara warga dan Wakapolres Paniai
menemui jalan buntu. Akibatnya, 4
warga sipil yang masih tergolong usia
anak serta seorang pemuda meninggal
dunia serta belasan lainnya mengalami
luka-luka.
"Brutalitas aparat gabungan TNI dari
tim khusus 753 AVT dan Kepolisan
menyikapi protes keluarga korban
menyebabkan 4 orang anak dengan
staus pelajar meninggal dunia akibat
luka tembakan dan penganiayaan
dengan senjata tajam serta senjata lars
panjang, sedangkan 14 warga sipil
lainnya masih kritis dirawat di RSUD,"
tulis dalam siaran pers tersebut.
(Baca KLIK)
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015
Mereka menilai peristiwa tersebut
sebagai bentuk Pelanggaran HAM
Berat - Kejahatan terhadap
Kemanusiaan karena telah terjadinya
serangan yang meluas dan dilakukan
secara sistematis yang ditujukan
kepada penduduk sipil.
Atas kasus tersebut, pemerintahan
Jokowi melalui Komnas HAM RI
didesak untuk segera merespon guna
melakukan pembuktian legal.
"Langkah ini kami nilai tepat sebagai
solusi penyelesaian kasus-kasus
pelanggaran HAM berat yang sering
terjadi di Papua, langkah ini harus
diikuti dengan pembentukan KPP
HAM".
Tugas KPP HAM selama melakukan
penyelidikan dan pemeriksaan, tulis
Papua Itu Kita, selain meminta
keterangan pihak-pihak korban, KPP-
HAM juga berwenang memeriksa dan
meminta dokumen-dokumen instansi
yang diperlukan bagi penyelidikan
serta mengolah dan menganalisa fakta
yang ditemukan untuk kepentingan
penuntutan dan publikasi.
Mereka juga meminta Komnas HAM
melakukan berkoordinasi dan
melibatkan Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK) agar dapat
memberikan jaminan perlindunagn dan
keselamatan bagi saksi-saksi dan
korban yang saat ini terus mengalami
intimidasi dan trauma.
Kontruksi Realitas..., Redita Milati, FIKOM UMN, 2015