5
Makassar Sebagai Kota Layak Huni dan Berkelanjutan Kota yang terus berkembang adalah tantangan bagi setiap pemerintah. Kemajuan suatu kota sering tidak berbanding lurus dengan kenyamanan masyarakat kota.lebih sering masyarakat kota mengeluhkan betapa tidak nyamannya lingkungan mereka tinggal. Ketidaknyamanan tersebut dapat ditemukan dalam beberapa permasalahan seperti kemacetan, masalah kebersihan lingkungan, dan pelayanan pemerintah yang kurang. Dalam kondisi seperti ini, setiap masyarakat menginginkan sebuah kota yang nyaman dan layak huni, sebuah kota yang disebut dengan Livable City. Kota layak huni atau Livable City adalah dimana masyarakat dapat hidup dengan nyaman dan tenang dalam suatu kota. Menurut Hahlweg (1997), kota yang layak huni adalah kota yang dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh masyarakat. Menurut Evan (2002), konsep Livable City digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk realisasinya. Dalam mewujudkan konsep Livable City harus didukung dengan sustainable city, agar perencanaan ruang kota dapat terwujud sesuai rencana. Dalam konteks keberlanjutan adalah kemampuan untuk mempertahankan kualitas hidup yang dibutuhkan oleh masyarakat kota saat ini maupun masa depan. Pengertian Livable City dari perspektif orang-orang adalah kota yang layak huni dimana masyarakat kota dapat mencari

Livable City Paper

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Planologi

Citation preview

Page 1: Livable City Paper

Makassar Sebagai Kota Layak Huni dan Berkelanjutan

Kota yang terus berkembang adalah tantangan bagi setiap pemerintah. Kemajuan suatu kota

sering tidak berbanding lurus dengan kenyamanan masyarakat kota.lebih sering masyarakat

kota mengeluhkan betapa tidak nyamannya lingkungan mereka tinggal. Ketidaknyamanan

tersebut dapat ditemukan dalam beberapa permasalahan seperti kemacetan, masalah

kebersihan lingkungan, dan pelayanan pemerintah yang kurang. Dalam kondisi seperti ini,

setiap masyarakat menginginkan sebuah kota yang nyaman dan layak huni, sebuah kota yang

disebut dengan Livable City.

Kota layak huni atau Livable City adalah dimana masyarakat dapat hidup dengan nyaman dan

tenang dalam suatu kota. Menurut Hahlweg (1997), kota yang layak huni adalah kota yang

dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh masyarakat.

Menurut Evan (2002), konsep Livable City digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan

pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun habitat

sosial untuk realisasinya. Dalam mewujudkan konsep Livable City harus didukung

dengan sustainable city, agar perencanaan ruang kota dapat terwujud sesuai rencana.

Dalam konteks keberlanjutan adalah kemampuan untuk mempertahankan kualitas hidup yang

dibutuhkan oleh masyarakat kota saat ini maupun masa depan.

Pengertian Livable City dari perspektif orang-orang adalah kota yang layak huni dimana

masyarakat kota dapat mencari pekerjaan, mendapat kebutuhan dasar termasuk air bersih dan

sanitasi, memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang layak, hidup

dalam komunitas yang aman dan lingkungan yang bersih. Dapat dikatakan bahwa Livable

City merupakan gambaran sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat

tinggal dan sebagai tempat untuk beraktifitas yang dilihat dari berbagai aspek, baik aspek

fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial,

aktivitas ekonomi, dll).

Kota Makassar sebagai pusat pelayanan di kawasan timur Indonesia (KTI) dituntut oleh

warganya untuk berkembang menjadi Livable City. Hal ini sejalan dengan branding kota ini

yaitu Makassar Kota Dunia. Kota yang awalnya merupakan kota tepian air kecil yang ramai,

kini bertransformasi menjadi kota megapolitan dengan jumlah penduduk 1,5 juta jiwa yang

terdiri atas berbagai suku, agama, dan ras. Dalam beberapa dekade ini, Makassar berkembang

Page 2: Livable City Paper

pesat, pusat – pusat perekonomian semakin besar, serta pembangunan sarana dan prasarana

kota, semua aspek berbenah diri untuk menyongsong tantangan global.

Percepatan pembangunan bukan hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun ikut

mengubah wajah lingkungan kota Makassar. Kota yang kumuh, penuh sampah, becek,

genangan air pada musim hujan, dan di beberapa tempat menjadi langganan banjir tahunan.

Kompleksitas masalah tersebut boleh jadi diakibatkankan oleh kurangnya kesadaran

masyarakat kota untuk berpartisipasi aktif untuk membantu pemerintah atau juga boleh jadi

disebabkan kurang tanggapnya pemerintah untuk jeli melihat kebutuhan kota.

Tak dapat dipungkiri, akibat pembangunan, banyak kawasan yang dulunya berfungsi sebagai

daerah resapan, kawasan lindung, dan ruang terbuka berganti wujud menjadi kawasan

komersial. Daerah resapan tersebut berganti menjadi rumah toko (ruko), permukiman,

pertokoan, dan fasilitas umum lainnya. Sejumlah kawasan komersial dan bangunan-bangunan

berupa ruko dan rumah kantor (rukan) bertebaran di mana-mana dan memenuhi seluruh

penjuru kota, wajah kota telah berganti wujud menjadi kota ruko, akses penerapan sistem

neo-liberalisme (melepaskan ke sistem pasar) dalam pengelolaan kota yang tidak efektif

mengakibatkan penataan ruko tidak lagi berada di kawasan peruntukannya, melainkan berada

di antara rumah-rumah penduduk atau tempat lain yang sebenarnya peruntukannya bukan

untuk ruko atau rukan.

Pihak swasta yang begitu intensif melakukan pembangunan memberi dampak pada penataan

lingkungan. Kawasan-kawasan komersial misalnya, hanya menyisakan sangat sedikit bagian

berupa tanah bebas atau terbuka. Padahal sesuai aturan tata ruang, di mana pun bangunan

berada, dari seluruh luas tanah, setidaknya 20 persen harus disisakan untuk kawasan terbuka

yang berfungsi sebagai tempat meresapnya air, taman, parkir, parit, dan lainnya. Sisanya

sebanyak 80% adalah bangunan.

Aturan tersebut pada pelaksanaannya ternyata berbanding terbalik dengan kenyataan yang

ada. Banjir telah akrab bagi warga kota setiap kali musim hujan datang, parahnya lagi hujan

setengah hari pun sudah cukup untuk menggenangkan air. Hal ini misalnya dapat dilihat di

kawasan pelabuhan Soekarno-Hatta, Perumnas Panakkukang, Perumahan Bumi Tamalanrea

Permai, Ujung-pandang Baru, dan sejumlah kawasan permukiman lainnya. Selain banjir,

Page 3: Livable City Paper

persoalan lainnya adalah semakin berkurangnya ruang terbuka dan hilangnya daerah resapan

air. Hal ini misalnya bisa dilihat di sepanjang Sungai Tallo yang sebagiannya berada di dalam

kota. Seharusnya sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 32 Tahun 1990

tentang Kawasan Lindung, setidaknya paling sedikit 30 meter dari air harus dibiarkan sebagai

ruang terbuka dan tidak boleh ada bangunan. Tapi nyatanya, di sepanjang Sungai Tallo,

rumah- rumah dan bangunan lainnya sangat dekat dengan air.

Beberapa musibah yang menimpa kota Makassar memang dipengaruhi oleh perubahan iklim

di tingkat regional. Tapi harus diperhatikan pula bahwa perubahan iklim dalam 10 hingga 20

tahun terakhir tak lepas dari kerusakan lingkungan yang terjadi di darat. Berkurangnya

kawasan hutan lindung dan daerah resapan air, kebakaran hutan, dan penggunaan zat kimia

rumah tangga yang merusak ozon, sedikit banyak menjadi penyebab perubahan iklim. 

Masalah lain yang tinggal menunggu waktu adalah dampaknya terjadi kesenjangan sosial.

Kawasan yang sudah pasti akan dihuni dan dinikmati kelompok ekonomi menengah atas ini

dikelilingi oleh permukiman warga kota berpenghasilan buruh atau nelayan miskin di

Makassar. Bisa dibayangkan dampak sosial apa yang bakal muncul ketika daerah elite

dikelilingi oleh kawasan yang dihuni oleh kelompok masyarakat prasejahtera. Kesenjangan

sosial terjadi akibat ketimpangan pendapatan berubah menjadi kecemburuan sosial bisa saja

terjadi. Berbagai masalah tersebut adalah sebuah tantangan bagi pemerintah selaku pengelola

kota, pengusaha, akademisi, profesional, dan masyarakat untuk menciptakan Makassar yang

lebih baik. Kita perlu berbenah diri dalam berbagai aspek agar kota kita tercinta dapat

menjadi kota yang layak huni, aman, dan nyaman bagi warganya.