34
ANATOMI, VASKULARISASI DAN INERVASI KEPALA

LO (Recovered)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LO

Citation preview

Page 1: LO (Recovered)

ANATOMI, VASKULARISASI DAN INERVASI KEPALA

Page 2: LO (Recovered)
Page 3: LO (Recovered)
Page 4: LO (Recovered)
Page 5: LO (Recovered)

PATOFISIOLOGI NYERI

Komponen yang perlu diketahui:

Nociceptors (pada sistem saraf perifer): mendeteksi dan menyaring intensitas dan tipe

stimulus noxious (rangsangan nyeri)

Saraf aferen primer (A-delta dan C) mentransmisikan stimulus noxious (rangsangan

nyeri) ke CNS. Reseptor Serat-serat saraf aferen ini banyak ditemukan di jaringan kulit,

periosteum, dan pulpa gigi serta di jaringan-jaringan tubuh yang lain

Kornu dorsalis medulla spinalis adalah tempat dimana terjadi hubungan antara serat

afferent primer dengan neuron kedua dan tempat kompleks hubungan antara lokal

eksitasi dan inhibitor interneuron dan traktus decendens inhibitor dari otak

Traktus acending nosiseptik (spinotalamikus lateralis dan ventralis) menyampaikan signal

kepada area yang lebih tinggi pada thalamus

Sistem inhibitor decendens mengubah impuls nosiseptik pada level medulla spinalis

Page 6: LO (Recovered)

Proses perjalanan nyeri

1. Transduksi

Stimulasi kuat mekanik, termik atau kimiawi diubah menjadi suatu aktifitas listrik

2. Transmisi :

Perjalanan impuls melalui syaraf sensoris menyusul proses transduksi

3. Modulasi

Interaksi antara sistem analgesic endogen dengan input nyeri yang masuk ke kornu

posterior medulla spinalis

4. Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik

Page 7: LO (Recovered)

Efek nyeri pada tubuh

Sistem Inhibisi terhadap nyeri :

Page 8: LO (Recovered)
Page 9: LO (Recovered)

Patomekanisme Nyeri Wajah – Map. Kasus

Etiologi :

1. Penegangan/ kompresi N. V

2. Malformasi vaskular (a. Serebral posterior)

3. Tumor

4. Inflamasi N.V

Stimulasi

Nosiseptor

Serabut

Saraf Aδ

Serabut

Saraf C

Kornus dorsalis

Medula Spinalis

Aδ (I)

Lamina Marginalis C (II dan III)

Substansia Gelatinosa

Komisura anterior Traktus

spinotalamikus anterolateralis

Traktus Neospinotalamikus

(nyeri cepat Aδ)

Traktus Palospinotalamikus

(nyeri lambat C)

Nukleus Postolateral

Ventralis (NPV) Formatio retikularis

Brainstem

Area Somatosensoris Nukleus Paravesikular

Nukleus Intralaminer

Thalamus

Hipotalamus, Nukleus lain di sistem

limbik dan korteks anterior serebri

Page 10: LO (Recovered)

Persepsi nyeri

Modulasi nyeri

Kerusakan jaringan

Inflamasi N. V

Dimielinisasi

↑ Kebocoran

impuls N. V

Mediator inflamasi (histamin,

bradikinin dan serotonin)

stimulasi nosiseptor

Kornu dorsalis

Medula spinals

Serabut

Saraf Aδ

Serabut

Saraf C

Transmisi dimediasi Glutamat

akan berikatan dengan

Reseptor NMDA

Transmisi dimediasi Zat P

akan berikatan dengan

Reseptor Zat P

Akupunktur

↑ pelepasan

βendorfin, Epinefrin

dan NE

Carbamazepine

bekerja di presinaps

dg menghambat kanal

Na+

Page 11: LO (Recovered)

Neutransmiter SSP yang terlibat

dalam transmisi nyeri

Acetylcholine

Epinefrin

Norepinefrin

Serotonin

Dopamin

Medula Retroventral (RVM)

banyak terdapat serotonin

Pons Dorsolateral banyak

terdapat norepinefrin

Proyeksi kornu dorsalis medula

spinalis

Jalur Desenden dalam

Sistem Modulasi Nyeri/ Analgesik

1. - Substansia grisea periakuaduktus (PAG)

- Substansi grisea paraventrikular (PVG)

Mengelilingi akuaduktus Sylvii-Mesensefalon Midbrain

2. Neuron-neuron dari daerah (1) mengirim impuls Nukleus Rafe Magnus (NRM)

Medula bg. Atas dan Pons bg. Bawah

3. (2) kornu dorsalis - Medula spinalis Kompleks inhibitor - kornu dorsalis -

Medula spinalis

Mekanisme Penghambatan

Neuron-neuron yang membawa sinyal penghambata dapat bersinaps pada

neuron yang melepaskan GABA

Sinyal-sinyal desenden mungkin bekerja pada kornu dorsalis dg menghambat

pelepasan neurotansmiter pronosiseptif dari neuron sensorik (aferen)

Penjelasan

Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson

Patofisiologi Konsep Klinik dan Proses-proses Penyakit, vol. 2, ed.6

Bab 52 (Nyeri)

Page 12: LO (Recovered)
Page 13: LO (Recovered)

NEURALGIA TRIGEMINAL

UTOYO SUNARYO

RSUD Dr M.SALEH PROBOLINGGO

SUMMARY

Trigeminal Neuralgia is disabling painful condition. It is characterized by sudden severe

and intense attacks of stabbing or electric–shock-like pain that are typically brief, lasting for a

few seconds up to several minutes. Trigeminal Neuralgia is mostly unilateral, involving the

innervations area of the trigeminal nerve. Two major types of trigeminal neuralgia are

distinguished: the idiopathic or so called primary Trigeminal Neuralgia and the symptomatic or

secondary Trigeminal Neuralgia. So far none of the many existing theories fully explain all

known characteristic of Trigeminal Neuralgia. So far no specific clinical or laboratory test exists

for the diagnosis of Trigeminal Neuralgia. At the present time, pharmacotherapy remains the

mainstay of treatment of Trigeminal Neuralgia. In general, neurosurgical interventions are

considered when medical therapy proves ineffective in controlling Trigeminal Neuralgia.

Key words: Trigeminal Neuralgia, Etiology, Pathophysiology, Diagnosis, Treatment.

===============================================================

Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari – hari

dan salah satunya dapat disebabkan oleh karena gangguan pada cabang saraf no 5 yaitu Nervus

Trigeminus. Gangguan tersebut dikenal dengan penyakit Neuralgia Trigeminal atau dikenal

dengan istilah lain Tic Douloureux yang berupa adanya keluhan serangan nyeri hebat diwajah

salah satu sisi yang berulang dan dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai menit. Narasi

pertama yang dicatat adalah oleh seorang doker dari Jerman Johanes Laurentius Bausch pada

tahun 1671 yang mengalami nyeri disisi kanan wajahnya sehingga dia tidak bisa berbicara dan

makan dan akhirnya mengalami malnutrisi. Kemudian istilah Tic Douloureux digunakan oleh

seorang dokter dari Perancis Nicolaus Andre pada tahun 1756. (6)

Page 14: LO (Recovered)

Definisi.

Neuralgia Trigeminal ( NT) digambarkan oleh IASP ( International Association for the

study of Pain ) sebagai nyeri di wajah yang timbulnya mendadak, biasanya unilateral. Nyerinya

singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu cabang nervus trigeminus.(8)

Dalam Konsensus Nasional II kelompok studi nyeri kepala Perdossi, neuralgia trigeminal

dideskripsikan sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala khas berupa nyeri unilateral,

tiba – tiba, seperti tersengat aliran listrik berlangsung singkat, jelas terbatas pada satu atau

lebih distribusi cabang nervus trigeminus. Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan dan

timbul spontan. Terdapat “ trigger area” diplika nasolabialis dan atau dagu. Pada umumnya

terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi. (9).

Epidemiologi.

Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40 tahun dengan rata –

rata antara 50 sampai 58 tahun , walaupun kadang – kadang ditemukan pada usia muda

terutama jenis atipikal atau sekunder, dan ada yang melaporkan kasus neuralgia trigeminal

pada anak laki – laki usia 9 tahun. Pada wanita sedikit lebih banyak dibandingkan dengan laki-

laki dengan perbandingan 1,6 : 1. Faktor ras dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap

kejadian Neuralgia Trigeminal. Prevalensi lebih kurang 155 per 100.000 penduduk dan insidensi

40 per 1.000.000. Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah dilaporkan

. Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ± 8000 penderita baru

pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka

diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat (2,5).

Page 15: LO (Recovered)

Anatomi.

Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada kulit muka,

konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian frontal dari rongga mulut ,

juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar dari bagian lateral pons berupa akar saraf

motoris dan saraf sensoris. Akar saraf yang lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervi

trigemini, merupakan akar saraf motoris. Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal

dibatang otak terdiri dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah.

Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah medial dari akar sensoris yang

jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan saraf mandibularis pada saat melalui foramen

ovale dari os. Sphenoid. Akar sensoris saraf trigeminal yang lebih besar disebut dengan portio

major nervi trigemini yang memberi penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari

saraf spinal. Akar-akar saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan

dari sini keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan cabang

mandibularis.Cabang pertama yaitu saraf optalmikus berjalan melewati fissura orbitalis

superior dan memberi persarafan sensorik pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis

sampai bregma ( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu cabang yang lebih kecil ke bagian atas

dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan iris, mukosa dari sinus frontalis dan

sebagian dari hidung, juga sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid juga disarafi oleh

serabut, saraf sensoris dari saraf ophtalmikus. Cabang kedua, yaitu saraf maksilaris memasuki

fossa pterygopalatina melalui foramen maksilaris superior memberikan cabang saraf

zygomatikus yang menuju ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu

saraf infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura yang sama. Sewaktu keluar dari

foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa cabang yang menyebar di

permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian lateral dari hidung dan bibir sebelah atas.

Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis, didapat beberapa cabang yang mensarafi sinus

maksilaris dan gigi-gigi molar dari rahang atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan.

Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf mandibularis. Saraf ini keluar

dari rongga kepala melalui foramen ovale dari os sphenoid, selain terdiri dari akar-akar saraf

motoris dari saraf trigeminal, juga membawa serabut-serabut sensoris untuk daerah buccal, ke

rahang bawah dan bagian depan dari lidah, gigi mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo

temporalis yang memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas daun

telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana tympani. Serabut – serabut

sensoris untuk duramater yang merupakan cabang – cabang dari ketiga bagian saraf trigeminal

berperan dalam proyeksi rasa nyeri yang berasal dari intrakranial. Terdapat hubungan yang erat

dari saraf trigeminal dengan saraf otonomik/simpatis, dimana ganglia siliaris berhubungan

Page 16: LO (Recovered)

dengan saraf ophtalmikus , ganglion pterygopalatina dengan saraf maksilaris sedangkan

ganglion otikus dan submaksilaris berhubungan dengan cabang mandibularis. (2)

Patofisiologi. (5)

Patofisiologi dan etiologi sampai saat ini belum ada penjelasan yang pasti dan ada dua

pendapat yang pertama mengatakan gangguan mekanisme perifer sebagai penyebab Neuralgia

trigeminal dan pendapat kedua mengatakan gangguan mekanisme sentral.

Gangguan saraf tepi sebagai penyebab NT didukung oleh data-data klinis berupa:

1. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V. 2. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita NT. 3. Adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat. 4. Adanya proses inflamasi pada N.V.

Mekanisme sentral sebagai penyebab NT didukung oelh data-data klinis sebagai berikut:

1. Adanya periode laten yang dapat diukur antara waktu stimulus terhadap trigger poin dan onset NT.

2. Serangan tak dapat dihentikan apabila sudah berlangsung. 3. Setiap serangan selalu diikuti oleh periode refrakter dan selama periode ini pemicu

apapun tidak dapat menimbulkan serangan. 4. Serangan seringkali dipicu oleh stimulus ringan yang pada orang normal tidak

menimbulkan gejala nyeri. 5. nyeri yang menyebar keluar daerah yang diberi stimulus.

Kriteria diagnostik. (1)

A. Serangan – serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.

B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut: 1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada cabang

mandibularis atau maksilaris. 2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam , superficial, serasa menikam

atau membakar. 3. Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan. 4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan,

mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral.

5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.

Page 17: LO (Recovered)

C. Tidak ada kelainan neurologis. D. Serangan bersifat stereotipik. E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan khusus bila diperlukan.

Klasifikasi.(9)

Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society ) membedakan NT klasik dan

NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang etiologinya belum diketahui (

idiopatik ) Sedangkan NT simptomatik dapat akibat tumor, multipel sklerosis atau kelainan di

basis kranii. Sebagai indikator NT simptomatik adalah defisit sensorik n. Trigeminus, terlibatnya

nervus trigeminus bilateral atau kelainan refleks trigeminus. Tidak dijumpai hubungan antara

NT simptomatik dengan terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama, usia muda atau

kegagaralan terapi farmakologik.

Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik (4).

Neuralgia Trigeminus Idiopatik.

1. Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.

2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul antara beberapa detik sampai menit.

3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama. 4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering mengidap dibanding laki-laki.

Neuralgia Trigeminus simptomatik.

1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus atau nervus infra orbitalis.

2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali. 3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial,

berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ). 4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas pada

golongan usia.

Page 18: LO (Recovered)

Etiologi

Mengenai etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang disebutkan

diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan gigi, dari berbagai

kepustakaan disebut sebagai berikut. Seperti diketahui N. V merupakan satu-satunya serabut

saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan

sepsis tersebut dapat berupa karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab,

infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab NT. Akan tetapi

bukti lain menunjukkan banyak juga penderita dengan infeksi disekitar mulut, cabut gigi yang

tidak menderita NT. Disisi lain, tidak jarang pula penderita NT yang ditemukan tanpa menderita

infeksi seperti tersebut diatas.

( 5)

Dahulu diketahui bahwa NT berawal dari dikeluhkannya rasa nyeri area mulut pasca

suatu prosedur dental sehingga berakibat munculnya diagnosis sebagai dry socket pasca

ekstraksi gigi. Oleh karena seringnya keluhan nyeri dirasakan pada gigi geligi atas atau bawah

disatu sisi, maka penderita terdorong mencari pengobatan ke bagian gigi dengan asumsi nyeri

tersebut berasal dari gigi. ( 1)

Setelah dilakukan ekstraksi gigi timbul nyeri setelah 24-48 jam kemudian dan biasanya

disebabkan adanya osteitis superfisial pada tulang alveolar. Pada pemeriksaan tidak

menunjukkan adanya pembekuan darah setelah dilakukan ekstraksi maupun tidak ada nyeri

lokal pada waktu dilakukan palpasi (3).

Satu laporan kasus disebutkan kurang lebih sekitar 2 bulan setelah dilakukan ”

endodontic treatment ” timbul nyeri paroxysmal yang tajam, dan makin bertambah

frekwensinya, dan nyeri timbul bila ada ” trigger ” sentuhan ringan pada pipi kiri dan setiap

serangan berlangsung 1-2 detik dan kadang sampai 5-10 serangan berulang, kemudian akhirnya

didiagnosa sebagai Neuralgia Trigeminal (7).

Pada satu penelitian kasus dari 48 penderita dengan NT , 31 penderita yang diobati

sebelumnya telah mengalami 83 tindakan prosedur ”dental” diantaranya ekstraksi tunggal,

ekstraksi multipel, prosedur endodontik, ” complete denture”, ” periapical surgery ” dsbnya.

Kesimpulan hasil penelitian didapatkan adanya korelasi yang bermakna antara sejumlah pasien

yang mendapat tindakan terapi ”dental” dengan durasi terjadinya neuralgia trigeminal ( 8).

Page 19: LO (Recovered)

Diagnosa (2,4,6)

Pada saat ini belum ada tes yang dapat diandalkan dalam mendiagnosa neuralgia

trigeminal. Diagnosa neuralgia trigeminal dibuat berdasarkan anamnesa pasien secara teliti

dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi

nyeri , kapan dimulainya nyeri , menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya , efek

samping, dosis, dan respons terhadap pengobatan, menanyakan riwayat penyakit lain seperti

ada penyakit herpes atau tidak, dsb. Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan

sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita sedangkan diluar serangan tampak

normal. Reflek kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus

trigeminus bilateral.Membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot masseter (otot

pengunyah) dan fungsi otot pterygoideus. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CT

scan kepala atau MRI kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi

tumor yang tidak terlalu kecil dan aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan alat ini

dapat dilihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi tumor yang

masih kecil, MRI juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang tidak khas distribusinya

atau waktunya maupun yang tidak mempan pengobatan. Indikasi lain misalnya pada penderita

yang onsetnya masih muda, terutama bila jarang – jarang ada saat – saat remisi dan terdapat

gangguan sensisibilitas yang obyektif. Selain itu harus diingat, bahwa neuralgia trigeminal yang

klasik dengan hanya sedikit atau tanpa tanda-tanda abnormal ternyata bisa merupakan gejala –

gejala dari tumor fossa posterior.

Diagnosa Banding. ( 1,5)

1. Post herpetic neuralgia 2. Cluster headache 3. Glossopharingeal neuralgia 4. Kelainan temporomandibuler. 5. Sinusitis 6. Migrain 7. Giant cell arteritis 8. Atypical facial pain

Pengobatan (9)

Terapi Farmakologik.

Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan beberapa pedoman

terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS ( European Federation of Neurological

Society ) disarankan terapai neuralgia trigeminal dengan carbamazepin ( 200-1200mg sehari )

dan oxcarbazepin ( 600-1800mg sehari ) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini

Page 20: LO (Recovered)

kedua adalah baclofen dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga

pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya. Dalam

pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology- European Federation of Neurological

Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin efektif dalam pengendalian nyeri ,

oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah

melaporkan manfaat terapi obat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin,

phenytoin dan valproat. Dalam publikasi mutakhir dari ” The Neurologist” dinyatakan

carbamazepine merupakan terapi lini pertama , sedangkan terapi lini kedua adalah

Oxcarbazepine, gabapentin, phenytoin. Terapi lini ketiga adalah lamotrigin dan baclofen.

Pregabalin yang telah terbukti efektif dalam terapi nyeri neuropatik mungkin juga bermanfaat

pada terapi neuralgia trigeminal.

Terapi non Farmakologik.

Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak bereaksi atau

timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi pembedahan.

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri, terapi gamma knife

dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer dilakukan blok pada nervus trigeminus

bagian disatal ganglion gasseri yaitu dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur

pada ganglion gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekwensi

termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi

gamma knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di fossa

posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa

posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus.

Kesimpulan:

Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat dengan ditandai serangan

nyeri yang mendadak dan terus menerus seperti menusuk atau seperti tersengat aliran listrik

yang berlangsung singkat dan berakhir dalam beberapa detik sampai beberapa menit. Neuralgia

trigeminal kebanyakan bersifat unilateral dan mengenai daerah yang disarafi nervus trigeminus.

Ada dua macam etiologi yang pertama adalah idiopatik atau disebut Neuralgia Trigeminal

primer dan yang kedua adalah simptomatik yang disebut Neuralgia Trigeminal sekunder

sedangkan patofisiologi sampai sekarang masih belum jelas dan sejauh ini belum ada

pemeriksaan spesifik baik secara klinis maupun laboratorium untuk mendiagnosa Neuralgia

Page 21: LO (Recovered)

Trigeminal. Pada saat sekarang pengobatan utama adalah pemberian dengan cara

farmakologik dan bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan dengan cara pembedahan.

KLASIFIKASI TRIGEMINAL NEURALGIA

Berdasarkan Penyebabnya

Tipikal

Pasca trauma Cedera pada saraf

trigeminal, mati rasa mungkin

menjadi terkait dengan sensasi

mengganggu atau sakit, kadang-

kadang disebut nyeri phantom atau

nyeri deafferentation.

Pre-trigeminal neuralgia beberapa penderita mengalami

sensasi disekitar cabang trigeminal

yang kemudian menjaberkembang

menjadi TN. Sensasi rasa sakit,

(sakit gigi) atau tidak nyaman (

parasthesia), mungkin gejala pra-

trigeminal neuralgia.

Neuralgia Trigeminal failed

Disebabkan salah satu obat atau

intervensi bedah. (tractotomy),

atau stimulasi dari saraf trigeminal

atau ganglion Gasserion (stimulasi

saraf trigeminal).

Multiple Sclerotic Gejala-gejala

dan karakteristik multiple sclerosis

(MS) Seseorang dengan potensi MS

dan gejala awal pada usia muda

TN Tumor Neuralgia Trigeminal

nyeri disebabkan oleh lesi, seperti

tumor, rasa mati rasa pada wajah,

kelemahan otot mengunyah, dan /

atau nyeri sakit konstan

Atipikal TN Atypical ditandai dengan

nyeri tumpul, sepihak sakit,

sensasi terbakar konstan

dan berat serta bersifat

idiopatik

TN tipikal memiliki

gejala nyeri sensasi

tersengat listrik, rasa

nyeri yang

unilateral,tipikal,

dan didahului

dengan etiologi yang

Page 22: LO (Recovered)

Berdasarkan Waktunya

Page 23: LO (Recovered)
Page 24: LO (Recovered)
Page 25: LO (Recovered)

MEKANISME KERJA AKUPUNKTUR

Berbagai penelitian telah dilakukan dalam kalangan kedokteran modern untuk

menyelidiki akupunktur dalam berbagai aspeknya. Kini telah diketahui bahwa titik akupunktur

mempunyai sifat -sifat yang berbeda dengan daerah kulit di sekitarnya, seperti potensial listrik

lebih tinggi, tahanan listrik lebih rendah, daya hantar listrik lebih tinggi, daya hantar gelombang

suara lebih tinggi, mempunyai hubungan dengan saraf otonom (titik akupunktur disebut pula

zone of autonomic concentration) dan sebagainya. Adanya titik akupunktur dapat diperlihatkan

dengan point detector dari alat akupunktur listrik. Namun sampai saat ini belum didapatkan

keterangan yang memuaskan mengenai mekanisme kerja akupunktur secara menyeluruh.

Berbagai teori telah dikemukakan untuk mencoba menjelaskan hal itu. Antara lain dikemukakan

bahwa akupunktur bekerja melalui susunan saraf pusat, susunan saraf otonom, refleks

kutaneoviseral/ visero-kutaneal, mobilisi pertahanan dan regenerasi jaringan, pelepasan zat-zat

neurohumoral, teori stres dan adaptasi, teori Gate Control dan lain-lain. Akhir-akhir ini

dikemukakan pula teori adanya perangsangan pelepasan senyawa morfin endogen dalam tubuh

sebagai akibat pe rangsangan titik akupunktur. Hal tersebut menyebabkan ambang rangsang

nyeri meninggi dan menimbulkan efek analgesi.

Page 26: LO (Recovered)
Page 27: LO (Recovered)

1. Reaksi lokal

Penjaruman menyebabkan mikrotrauma. Selanjutnya jaringan melepaskan mediatornya

untuk memperbaiki kerusakan jaringan dengan segera dan memulai reaksi biokimia berantai yang

cepat. Mediator pada reaksi berantai ini adalah histamin oleh sel mast, bradikinin, serotonin,

kinin, limfokinin, leukotrien dan prostaglandin, asetilkolin dan kalium, substansia P (SP)

prostaglandin beserta peptida lain mengaktivasi serabut aferen nosiseptif mengakibatkan nyeri.

Efeknya terbatas hanya secara lokal. Mediator tersebut jarang menyebabkan reaksi jauh.

Mikrotrauma tersebut juga menyebabkan pelepasan neuropeptida Calsitonine Gene Related

Peptide (CGRP), Substansia P anti inflamasi dan β endorfin lokal. CGRP dalam jumlah besar

menyebabkan reaksi pro inflamasi, tetapi sebaliknya CGRP dalam jumlah kecil mempunyai efek

anti inflamasi. Pemberian terapi akupunktur dengan perangsangan yang lemah dapat

menyebabkan pelepasan CGRP yang mempunyai efek anti inflamasi tanpa merangsang sel – sel

pro inflamasi. β endorfin merangsang sel T helper 2 untuk menghasilkan Inter Leukin 10 yang

dapat mengurangi reaksi inflamasi. β endorfin juga berfungsi mengurangi rasa nyeri. (Zijlstra F J,

Lange I B, Huygen F J P M, Klein J , 2003).

2. Reaksi segmental

Penjaruman memicu gamma loop eferen pada kornu ventralis medulla spinalis yang

mengaktifkan saraf motorik somatik ke otot, dan saraf motorik otonom ke pembuluh darah dan

ke organ organ dalam. Informasi aferen juga disalurkan ke medulla spinalis ke atas dan ke bawah

menyebabkan refleks otot, nosiseptive dan viseral di sepanjang medulla spinalis dari tingkat

segmental spinal dimana rangsangan tersebut dihasilkan. Neuron neuron yang berhubungan

dengan sistem otot terdiri dari sebuah jalur yang dikenal sebagai gamma loop, yang penting

untuk fungsi otot walaupun sinyal motorik volunter ditimbulkan oleh jalur yang turun dari otak.

Reaksi regional terdiri dari aktivasi dari sebuah area yang luas (2 – 3 dermatom) melalui lengkung

refleks. Refleks refleks ini adalah refleks visero-kutaneus (refleks splakno-fasial), refleks kutaneo-

viseral, refleks visero-muskular dan visero-viseral (refleks somato-otonomik), refleks

somatomotor (refleks kutaneo-muskular segmental) dan juga refleks vegetatif.

Susunan Saraf manusia terdiri dari Susunan Saraf Pusat (SSP) dan Susunan Saraf Perifer.

Susunan Saraf Perifer dibagi lagi menjadi Sistem saraf Otonom (SSO) dan Sistem saraf somatik.

SSO terdiri dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Juga ada 12 saraf cranial yang

berasal dari dalam otak yang berasal dari batang otak dan merupakan bagian dari SSO. Saraf otak

dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari SSP dan juga Susunan Saraf Perifer. Susunan saraf

viseral merupakan bagian dari SSO. (Lihat gambar 2). Nukleus saraf cranial berada dalam cranium

di atas foramen magnum dan medulla spinalis. Hanya saja ada kekecualian yaitu untuk traktus

spinalis saraf trigeminal, turun ke medulla spinalis bagian cervical. Semua saraf perifer berasal

dari medulla spinalis. Medulla spinalis merupakan jalur utama dari kebanyakan saraf.

Page 28: LO (Recovered)

Banyak gejala dan efek akupunktur yang dapat dijelaskan melalui neurofisiologis dari persarafan

segmental. Terapi segmental digunakan terutama untuk gejala gejala segmental dan fungsional,

memodulasi nyeri dan pengobatan simtomatis dari gejala gejala struktural. Sebuah segmen

terdiri dari sebuah dermatom, sebuah miotom, sebuah sklerotom dan sebuah viserotom. Semua

bagian ini berhubungan satu dengan yang lain melalui persarafan yang sama, dan melalui

persarafan ini setiap bagian dari sebuah segmen mampu mempengaruhi bagian lain dalam satu

segmen. Dalam terapi akupunktur segmental, seseorang menggunakan titik titik akupunktur yang

secara neuroanatomi berhubungan dengan segmen yang terganggu. Pada prinsipnya, titik titik ini

berada pada dermatom, miotom, sklerotom dari segmen yang terganggu.

Penelitian kedokteran barat terhadap akupunktur banyak difokuskan pada dasar neurokimia

saja dari akupunktur analgesia dan SSP. Dalam melakukan penelitian tersebut, mereka telah

mengabaikan Sistem saraf tepi dan beberapa petunjuk penting pada efektivitas akupunktur.

Konsep keseimbangan Yin – Yang dalam Ilmu Pengobatan Tradisional Cina juga analog dengan

keseimbangan sistem simpatis dan parasimpatis pada SSO.

3. Reaksi sentral

Menurut Le Bars, Dickenson dan Benson (1979) terdapat suatu mekanisme neuronal yang

disebut Diffuse noxious inhibitory controls (DNIC). DNIC berasal dari subnukleus retikularis

dorsalis dalam medulla oblongata kaudal dan menghambat Substansia Gelatinosa. Sinyal

penusukan dibawa oleh serabut somatik aferen ke medulla spinalis kemudian mengaktifkan

Hipofise – hipothalamus sehingga melepaskan β endorfin ke pembuluh darah dan cairan serebro

spinalis, mengakibatkan meningkatnya analgesia fisiologis dan homeostasis berbagai macam

sistem termasuk sistem imun, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan dan perbaikan jaringan.

Ia juga mensekresi ACTH dan hormon lainnya seperti Thyrotropin Releasing Hormone, Growth

Hormone, Anti Diuretic Hormone, Folicle Stimulating Hormone, Luteinizing Hormone, Steroid

Hormone dan lain lain. Hormon ini dapat merangsang pembentukan kortisol yang berguna untuk

memodifikasi sensasi nyeri dan reaksi imun.

Beberapa penelitian telah mengkonfirmasikan bahwa terdapat sebuah keteraturan

tertentu yang dapat diramalkan dalam manfaat terapeutik dari setiap titiknya, misalnya jarak

terapeutik dari setiap titik bergantung terutama pada area yang dipersarafi oleh segmen saraf

yang bersesuaian. Setiap titik dapat diambil untuk mengobati penyakit penyakit organ yang

terletak pada zona / area yang dipersarafi oleh segmen saraf yang sama atau berdekatan.

Meridian meridian yang terletak membujur pada daerah dada, perut dan punggung termasuk

diantaranya adalah Meridian Ren, Lambung, Hati, Ginjal, Kandung empedu, Kandung kemih dan

Du, mempunyai hubungan tertentu secara teratur dengan persarafan segmental. Titik titik pada

meridian Ren, Ginjal, Lambung, Du dan Kandung Kemih letaknya teratur dengan jarak tertentu

(ukuran unit proporsional tubuh). Distribusi saraf saraf pada daerah punggung juga terletak

dalam keteraturan segmental. Berdasarkan fungsi dan efek dari titik titik Shu-belakang pada

daerah punggung dan Mu depan pada daerah dada, indikasinya adalah identik dengan persarafan

segmental dari saraf.

Page 29: LO (Recovered)

PERBEDAAN ANTARA

TERAPI KONVENSIONAL DAN KOMPLEMENTER

Kedokteran komplementer adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan

dapat dipakai sebagai pendamping terapi konvesional/medis dan tidak dapat

dipisahkan denganterapi alternative.

Menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine

(NCCAM) dikategorikan menjadi 5 kategori :

• Alternative Medical System/ Healing System – non medis

terdiri dari Homeopathy, Naturopathy, Ayurveda dan Traditional Chinese

Medicine (selanjutnya disingkat TCM)

• Mind Body Intervention

terdiri atas Meditasi, Autogenics, Relaksasi Progresif, Terapi Kreatif,

Visualisasi Kreatif, Hypnotherapy, Neurolinguistik Programming (NLP), Brain

Gym, dan Bach Flower Remedy.

• Terapi Biologis

terdiri dari Terapi Herbal, Terapi Nutrisi, Food Combining, Terapi Jus,

Makrobiotik, Terapi Urine, Colon Hydrotherapy.

• Manipulasi Anggota Tubuh

terdiri atas Pijat/Massage, Aromatherapy, Hydrotherapy, Pilates,

Chiropractic, Yoga, Terapi Craniosacral, Teknik Buteyko.

• Terapi Energi

terdiri dari Akupunktur, Akupressur, Refleksiologi, Chi Kung, Tai Chi, Reiki,

dan Prana healing.

Page 30: LO (Recovered)

Manfaat dari pengobatan komplementer :

• Meningkatkan efektivitas pengobatan konvensional

• Mengurangi gejala

• Meningkatkan kualitas hidup

Perbedaan mendasar pengobatan komplementer alternatif dengan kedokteran konvensional lebih kepada tidak adanya dasar penelitian. Sebenarnya penelitian mengenai PKA ini sudah banyak dilakukan namun berbagai permasalahan seperti kelemahan metodologi penelitian maupun intepretasi akhir hasil penelitian yang berbeda mengakibatkan PKA belum dapat diterima secara luas pada kalangan medis.

Page 31: LO (Recovered)

Mapping Algoritma Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia

Page 32: LO (Recovered)

Mapping Algoritma Diagnosa Trigeminal Neuralgia

Page 33: LO (Recovered)

Mapping Alur Diagnosa :

Ny.W

Anamnesa

Identitas : Wanita / 47 tahun

K.U : nyeri hebat pada wajah sebelah kanan

RPS : berlangsung 11 bulan, nyeri seperti tersetrum, nyeri

tidak tertahankan

RPD : -

RPK : -

R.Pengobatan : Karbamazepin

Pemeriksaan Fisik

Vital Sign : -

Head to toe : -

Status lokalis : -

Differential Diagnose

a) Trigeminal Neuralgia :

Perempuan > laki: 1,17 : 1

Sering pada usia dewasa setelah 40 thn, ditemukan

juga pada anak usia 12 thn.

Nyeri tajam menusuk seperti kesetrum listrik -> 20-

30 detik secara paroksismal.

Unilateral (97%) dapat bilateral

Paling sering pada cabang ke 2 & 3,

Presipitasi mengunyah, menggigit,kontak pada

daerah trigger zone.

b) Neuralgia Post-Herpeticum :

Nyeri bakar yang hebat dengan eksaserbasi yang tajam.

Unilateral, biasanya cabang I trigeminal

Kontinu

Page 34: LO (Recovered)

Diprovokasi oleh raba ringan

Tidak ada factor yang dapat mengurangi gejala secara

total

c) Meningioma :

Nyeri hebat berdenyut dan menyengat

Uni atau bilateral atau temporalis

Intermitten atau kontinu

Memperberat bila mengunyah

d) Sindroma Costen :

Rasa sakit tumpul, berdenyut

Unilateral atau bilateral pada daerah periaurikular

Intermiten bertahun lahun

Diprovokasi oleh gerakan rahang

e) Sinusitis :

f) Atypical Facial Pain :

Nyeri yang bervariasi

lokasi bervariasi dari unilateral ke seluruh wajah

Kontinyu dengan eksaserbasi yang tajam

Diprovokasi oleh stress

Working Diagnose

- Trigeminal Neuralgia -