LOMBA ESAI

Embed Size (px)

Citation preview

UNDIKSHA

PANDUAN LOMBA

ESAI NASIONAL AIGELORA ESAI 2011PANITIA PELAKSANA GEMA LOMBA KARYA ESAI UNIVERSITAS PENDIDIKAN GA GANESHA

SEKAPUR SIRIH

1

Kesenjangan antara teori yang diperoleh oleh peserta didik terhadap kebutuhan masyarakat pada faktanya telah menjadi problematika yang telah diakui bahkan oleh lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas

penyelenggaraan pendidikan di negeri ini. Teori yang diperoleh peserta didik mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi bersifat konseptual dan kurang aplikatif kontekstual dalam seluruh aspek kehidupan bermasyarakat. Sebuah kiasan yang dikutip dari media cetak harian masyarakat menyebutkan bahwa sebenarnya, bukan pendidikan yang menyelamatkan hidup dan kehidupan, melainkan keterampilan. Disadari atau tidak hal ini merupakan kebenaran yang mutlak. Bahkan ketika dihadapkan pada kenyataan kehidupan dalam masyarakat, misalnya seorang penulis yang lulus dari pendidikan tingkat menengah bukan diselamatkan oleh pendidikan tingkat menengahnya, melainkan keterampilannya merangkai setiap kata, memilih diksi, dan melakukan pengandaian, yang hanya sebagian kecil diajarkan oleh pendidikan. Dalam upaya membangun pendidikan yang lebih baik, seharusnya bukan hanya isu tentang perbaikan sistem yang harus digalakkan, bagian kecil dari masyarakat yang bertugas menjalankan sistem yang perlu dibangun karakternya. Pemerintah sebagai penanggung jawab pelaksanaan, lembaga penyelenggara pendidikan sebagai penanggung jawab dalam membelajarkan, dan tenaga pengajar yang bertanggung jawab dalam memfasilitasi materi ke peserta didik yang

bertanggungjawab mengembangkan diri, selayaknya bersinergi membangun hidup dan kehidupan yang lebih baik. Pemerintah telah berupaya melalui pelbagai macam bentuk program guna membangun karakter bangsa yang siap bersaing dan mampu berketerampilan guna menujang kehidupan, termasuk masyarakat pendidikan. Program strategis guna membangun kreativitas peserta didik banyak dicetuskan setelah era reformasi. Hal ini harus didukung oleh seluruh insan pendidikan sebagai langkah awal menuju Indonesia cerdas seperti tujuan nasional bangsa ini. Salah satu upaya untuk pemenuhan tanggung jawab dalam

mengembangkan diri bagi peserta didik terutama dikalangan mahasiswa, adalah dengan berkreativitas dalam membangun keterampilan sebagai salah satu karakter baik bangsa ini. Gema Lomba Karya Esai Nasional Tahun 2011 adalah kegiatan lomba bidang akademik yang bersifat membangun kreativitas, mengembangkan nilai-nilai kompetitif dan sprotivitas dalam berlomba, serta membangun keterampilan/budaya menulis. Budaya menulis tidak boleh ditinggalkan oleh peserta didik, karena banyak hal yang dapat dikritik, dikomentari, diapresiasi, bahkan dihujat demi kepentingan bangsa, kepentingan pendidikan, dan kepentingan seluruh aspek bangsa ini.

Singaraja, September 2011

Panitia Pelaksana Gema Loma Karya Esai Nasional Tahun 2011

PENJELASAN UMUM

2

Karakter menjadi sesuatu yang banyak dibicarakan dalam upaya meningkatkan kualitas bangsa yang sering kali dianggap sebagai dasar adanya masalah-masalah yang marak terjadi di negara ini. Berbagai upayapun dilakukan. Dalam dunia pendidikan misalnya, sekolah-sekolah mulai diwajibkan

mengajarkan pendidikan karakter. Di perguruan tinggi juga terjadi hal serupa. Selain upaya yang dilakukan secara formal, upaya lain juga sangat dibutuhkan. Memberikan ruang bagi berkembangnya kreativitas dan gagasan menjadi salah satu upaya yang mungkin dilakukan untuk mengembangkan dan meningkatkan karakter. Dalam rangka mewadahi kreativitas dan gagasan yang dimiliki oleh siswa, mahasiswa, dan guru, BEM Undiksha menyelenggarakan kegiatan lomba esai setiap tahunnya yang kemudian dikenal segabai Gelora (Gema Lomba Karya) Esai BEM Undiksha Berkarakter Meskipun telah dilaksanakan sebanyak lima kali, kegiatan lomba esai ini selalu mengalami perubahan seiring niat kami untuk menjadikannya lebih baik dan lebih bermanfaat. Pada awal rintisan kegiatan ini dilaksankan tingkat regional pada tataran peserta dari Mahasiswa se Bali-Jawa Timur-NTB, Guru SD/MI/SMP/MTs/SMA/SMK/MA se-Bali, dan Siswa SMA/SMK/MA se-Bali. Peningkatan kualitas dan mutu kegiatan dilakukan panitia pada tahapan seleksi naskah esai, tahapan penilaian naskah, dan kualifikasi tim penilai/dewan juri. Gema Lomba Karya Esai Nasional tahun 2011 yang diselenggarakan oleh BEM Undiksha sudah mengalami peningkatan yakni kategori mahasiswa sudah yang bertemakan Kreativitas demi Bangsa yang

mencapai tingkat nasional yang melibatkan dan mengundang seluruh mahasiwa yang tercatat aktif se-Indonesia untuk berpartisipasi. Kegiatan ini berusaha untuk mewadahi kreativitas-kreativitas unsur kependidikan yang berkualitas dan sangat berpeluang untuk membangun bangsa ke depannya. Peningkatan kualitas kegiatan juga terus dilakukan melalui peningkatan kualitas penilaian naskah esai. Penilaian dalam Gelora Esai BEM Undiksha ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu: tahap penilaian naskah (instatik) dan tahap penilaian presentasi (dinamis). Penilaian naskah dilakukan oleh tiga orang juri yang berasal dari kalangan yakni esais nasional, dosen, dan media/pers. Peringkat delapan besar dari penilaian naskah tersebut dalam setiap kategori akan diundang untuk melakukan presentasi dihadapkan dewan juri. Pemenang Gelora Esai ini adalah peringkat I, II, dan III dari presentasi setiap kategori tersebut. Panduan Gelora Esai ini dibuat untuk memudahkan peserta dalam membuat esai sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Dalam panduan ini dipaparkan berbagai teknis perlombaan dan juga pada bagian lampiran dicantumkan beberapa contoh esai yang dapat dijadikan contoh dalam pembuatan esai. Sehingga, para peserta dalam hal ini yang akan menulis esai mendapat deskripsi kegiatan yang benar dan dapat aktif membangun minat menulis. Panduan ini juga merupakan salah satu perbaikan dari segi kualitas yang senantiasa dilakukan oleh Panitia. Mengingat, panduan ini dipublikasikan pertama pada tahun ini, seyogyanya banyak kekurangan yang belum terfasilitasi. Berdasarkan hal tersebut, panitia mohonkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki panduan selanjutnya. Dengan adanya panduan ini, panitia berharap minat menulis makin berkembang dikalangan insan pendidikan.

PERSYARATAN DAN ATURAN PENYUSUNAN ESAII. Tema

3

Gema Lomba Karya Esai Nasional tahun 2011 BEM Undiksha terdiri atas sebuah tema untuk setiap kategori, kecuali pada kategori mahasiswa yang terdiri atas dua tema yang dapat dipilih untuk dikembangkan, sebagai berikut: a. Kategori mahasiswa 1. Karakter Pendidikan, Pendidikan Berkarakter. 2. Mahasiswa, Idealisme atau Pragmatisme ? b. Kategori guru Guru Yang Berkarakter Bangsa Menuju Profesionalisme c. Kategori siswa Pendidikan, Masa Depanku

II. Persyaratan Administrasi : a. Peserta adalah mahasiswa yang tercatat aktif se-Indonesia pada katagori mahasiswa nasional; b. Peserta adalah Guru SD/MI/SMP/MTs/SMA/SMK/MA katagori guru regional; c. Peserta adalah siswa yang tercatat aktif tingkat SMA/SMK/MA se-Bali pada katagori siswa regional; d. Peserta adalah bersifat perorangan; e. Setiap peserta diperkenankan mengirimkan maksimal dua karya; f. Peserta memenuhi persyaratan administratif dan mengisi formulir pendaftaran. se-Bali pada

g. Peserta membayar biaya pendaftaran melalui Bank yang yang ditunjuk panitia dan mengirimkan bukti pembayaran via post atau via e-mail. h. Biaya pendaftaran sebesar: 1. Kategori mahasiswa Rp 75.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via pos Rp 90.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via e-mail

2. Kategori guru Rp 65.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via pos Rp 80.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via e-mail

3. Kategori siswa Rp 55.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via pos Rp 70.000,00 untuk peserta yang mengirim naskah via e-mail

i. Bank yang ditunjuk panitia adalah Bank Mandiri Cabang Singaraja dengan nomor rekening : 145-00-0760849-6 atas nama Ari Anggara. j. Biaya tambahan sebesar bagi peserta yang mengirimkan naskah via e-mail adalah biaya untuk mencetak naskah esai, memperbanyak naskah sesuai dengan ketentuan, dan biaya pengarsipan naskah pada CD. k. Menyertakan Identitas diri peserta yang dapat berupa Kartu Tanda Penduduk, Kartu Pelajar, atau Kartu Mahasiswa. l. Mengisi dan melengkapi lembar originalitas naskah esai guna

mempertanggungjawabkan keaslian naskah yang dibuat. m. Formulir pendaftaran dan lembar originalitas naskah esai terlampir pada panduan lomba penulisan esai ini.

III. Ketentuan Esai a. Original Esai yang dibuat harus asli, tidak meniru esai orang lain, bukan terjemahan, atau saduran. Naskah belum pernah diterbitkan di media apapun dan tidak sedang diikutkan dalam kegiatan serupa. b. Inovatif Esai yang dibuat berisi gagasan yang inovatif dalam arti mengandung gagasan gagasan baru yang bisa diterima oleh banyak orang atau bisa diakui sebagai sesuatu yang bermanfat dan belum pernah ada sebelumnya namun memiliki teori yang jelas dan realistis. c. Sistematis Esai disampaikan dalam bentuk yang jelas, runut, dan didukung oleh data atau informasi yang terpercaya.

IV. Ketentuan Lomba a. Keputusan dewan juri/tim penilai tidak dapat diganggu gugat; b. Naskah yang dikumpulkan menjadi arsip panitia dan tidak dikembalikan; c. Panitia memiliki hak untuk mempublikasikan naskah esai dalam media apapun dengan tetap mencantumkan nama penulisnya; d. Ketentuan penulisan: 1. judul diketik dengan huruf kapital; 2. di bawah judul disertakan nama penulis; 3. di bawah nama penulis disertakan instansi penulis; 4. melampirkan daftar riwayat hidup pada bagian akhir; 5. panjang naskah esai 3-5 halaman;

6. naskah esai diketik maksimal sebanyak 1500 kata; 7. esai diketik spasi ganda pada kertas A4 dengan huruf Times New Roman 12 pt; 8. batas pengetikan (margin) : kiri 4 cm, kanan 3 cm, atas 3 cm, dan bawah 3 cm; e. Sistematika Penulisan 1. Urutan a. cover b. isi/naskah esai c. lampiran; 2. cover dan lampiran tidak diberi nomor halaman; 3. nomor halaman dimulai dari isi naskah dengan menggunakan angka arab (1,2,3,4,5) pada pojok kiri bawah; 4. bagi yang mengirim via pos, naskah dijilid plastik transparan putih; 5. naskah dikirim rangkap 4 dalam bentuk hard copy/print out dan dalam bentuk soft copy ( pdf dan MS Word for Windows) dalam CD bagi yang mengirim via post; 6. Piagam peserta akan dikirim melalui post atau secara langsung setelah pelaksanaan kegiatan. V. Hadiah Delapan karya terbaik akan diundang untuk mempresentasikan naskah esai dihadapan dewan juri pada tanggal 18 november 2011 di kampus Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Bali. Tiga karya esai terbaik sebagai pemenang I, II, dan III dan berhak mendapatkan trophy, piagam penghargaan, dan uang pembinaan dengan total puluhan juta rupiah.

VI.

Kalender Kegiatan Gelora Esai Nasional Tahun 2011

No 1 23

Tanggal 21 s/d 25 oktober 20115 s/d 6 November 2011

Kegiatan Pengumpulan naskahPengumuman finalis 8 besar

Keterangan Via Post/e-mail Web/Telepon Penetapan Juara

18 november 2011

Presentasi

VII. Penyerahan Karya

a. Pengiriman karya esai dilakukan pada rentan waktu kalender kegiatan dari pukul 08.00 wita sampai pukul17.00 wita disekretariat Panitia Pelaksana. b. Pengiriman naskah via e-mail diterima panitia pada tanggal 26 oktober selambat-lambatnya pukul 00.00 wita. c. Pengiriman Naskah: Via Pos

1. naskah dikirim rangkap 4 (empat) dengan melampirkan curriculum vitae (daftar riwayat hidup); lembar originalitas karya, satu buah fotokopi kartu mahasiswa/Kartu Tanda Penduduk (KTP)/kartu pelajar; 2. Melampirkan bukti pembayaran; 3. Softcopy karya dan curriculum vitae dikirim dengan mengggunakan compact disc (CD) dengan format file Microsoft word dan PDF; 4. semua file disimpan dalam sebuah folder/direktori dengan nama folder mengikuti aturan sebagai berikut: Esai-2011-NamaInstansi-NamaPenulis-Judul_3_kata_pertama

5. naskah dapat dikirim berkelompok atau perorangan; 6. naskah dikirim dalam amplop melalui pos ke sekretariat Panitia Pelaksana Gema lomba Karya (Gelora) Esai Undiksha 2011. Alamat : Jln Udayana (Kampus Tengah), Singaraja, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Kode Pos: 81116. 7. amplop ditutup rapat dan disegel dengan tandatangan salah satu peserta (bagi yang berkelompok) dan cap instansi. 8. sudut kanan atas amplop dituliskan Gelora Esai Nasional Tahun 2011

Via E-mail

1. naskah dikirim dalam bentuk softcopy ke e-mail masing-masing kategori dengan melampirkan curriculum vitae (daftar riwayat hidup); lembar originalitas karya, satu buah fotokopi kartu mahasiswa/Kartu Tanda Penduduk (KTP)/kartu pelajar (dalam bentuk scanner); 2. Melampirkan bukti pembayaran (dalam bentuk scanner) 3. softcopy karya dan curriculum vitae dibuat dengan format file Microsoft word dan PDF. 4. semua file disimpan dalam sebuah folder/direktori dengan nama folder mengikuti aturan sebagai berikut: Esai-2011-NamaInstansi-NamaPenulis-Judul_3_kata_pertama

d. Peserta dimohon melakukan konfirmasi via telepon ke nomor contact persons yang dicantumkan di bawah ini untuk memberitahukan bahwa peserta telah mengirimkan naskah, selambat-lambatnya 24 jam setelah pengiriman.

VIII. Layanan Informasi

Informasi lebih lanjut, dapat menghubungi: Sekretariat Gelora Esai Nasional Tahun 2011 BEM Undiksha di Kampus Tengah Undiksha, Singaraja, Bali, kode pos: 81116. Website : www.undiksha.ac.id, atau www.bemundiksha.co.nr Contact Persons: Kategori mahasiswa Subagia e-mail : 085737611011 : [email protected]

Kategori guru Arya e-mail : 081999790160 : [email protected]

Kategori siswa Putri e-mail Informasi Ari Anggara : 081916311769 : 081915715008 : [email protected]

EVALUASI NASKAH ESAII. Tim Penilai/Dewan Juri a. Unsur Esais Melibatkan para esai nasional sebagai tim penilai/dewan juri dari kalangan penulis dan propesional yang telah berpengalaman secara nasional dalam bidang penulisan esai. b. Unsur Dosen Ahli Melibatkan dosen ahli dari disiplin ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia dengan kualifikasi tertentu dan latar belakang pendidikan berdasarkan pertimbangan panitia pelaksana. c. Unsur Pers/Media Melibatkan staf dari media baik media cetak maupun media visual dari unsur penulis dan atau wartawan yang berkompeten di bidangnya. Klualifikasi dewan juri dari unsur ini dipertimbangkan berdasarkan pengalaman dan tulisan-tulisan yang telah dipublikasikan.

4

II.

Evaluasi Instatik Tahapan evaluasi ini, adalah tahapan penilaian naskah secara otentik tertulis oleh tim penilai. Setiap katagori akan dinilai oleh tim juri yang berjumlah tiga orang dari unsur esais, unsur dosen, dan unsur media/pers. Hasil dari penilaian masing-masing dewan juri akan didiskusikan pada forum terbatas penentuan finalis. Finalis yang lolos ke babak delapan

besar akan di undang untuk mempresentasikan naskahnya pada babak final. Setiap tim penilai/dewan juri dipimpin oleh satu orang koordinator dewan juri. Koordinator tim penilai/dewan juri memiliki kewenangan lebih tinggi, namun dibawah kesepakatan forum dewan penilai. III. Evaluasi Dinamik Evaluasi dinamik merupakan tahap lanjutan terhadap peserta yang lolos ke babak final/delapan besar. Naskah yang telah diajukan setelah dinilai oleh tim penilai akan dipresentasikan oleh peserta lomba untuk diuji originalitasnya. Presentasi dilaksanakan secara tertutup dihadapan tim

penilai/dewan juri dimasing-masing kategori. Presentasi dilaksanakan sesuai jadwal dan pada tempat yang telah ditentukan oleh panitia pelaksana di Kampus Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja-Bali. Penetapan peringkat tiga besar atau tiga karya terbaik dari peserta dilakukan oleh tim penilai/dewan juri melalui forum terbatas penentuan juara, yang akan dilaksanakan pada hari pelaksanaan presentasi. Forum terbatas dilaksanakan setelah seluruh finalis pada masing-masing katagori presentasi dan dinilai oleh ketiga tim penilai/dewan juri. Tim penilai/dewan juri dalam satu kategori tidak memiliki kewenangan atas kategori lainya, demikian berlaku sebaliknya. Tim penilai/dewan juri bertanggungjawab penuh atas hasil akhir dari penilai naskah dan penetapan karya terbaik/juara.

LEMBAR PENILAIAN NASKAH ESAI

Judul Penulis Kategori

: : :

KRITERIA PENILAIAN No. 1 2 3 4 Kriteria Ketajaman opini/pendapat/pandangan pribadi Kekuatan narasi dan argumentasi Pilihan bahasa penyajian (diksi) Aktualisasi persoalan / isi dan Bobot 25 25 20 15 SkorNilai (Bobot x Skor)

gagasan karangan Originalitas persoalan / isi dan

5

gagasan karangan TOTAL

15 100

Skor yang diberikan : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

Singaraja, . November 2011 Penilai

. NIP

LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI

Judul Penulis Kategori

: : :

KRITERIA PENILAIAN No. 1 2 3 4 56

Kriteria Penampilan Kekuatan Argumentasi Pilihan Bahasa Penyampaian Penggunaan Media Efektivitas Penyajian Ketepatan Waktu TOTAL

Bobot 20 20 15 15 1515

Skor

Nilai (Bobot x Skor)

100

Skor yang diberikan : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

Singaraja, 18 november 2011 Penilai,

.. NIP

BAGIAN PENUTUP

5

Panduan lomba penulisan esai ini dirancang untuk memfasilitasi peserta lomba esai dalam upaya mempermudah dan membangun pemahaman tentang esai. Panduan ini disusun oleh tim dari Badan Eksekutif Mahasiswa bekerja sama dengan dosen pengampu sebagai pembimbing, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan sebagai Pengarah, dan Rektor Universitas Pendidikan Ganesha sebagai Penanggung jawab. Dalam menyusun panduan lomba ini Badan Eksekutif Mahasiswa juga bekerja sama dengan Esais Nasional dan staf dosen ahli bidang Bahasa dan Sastra Indonesia melalui diskusi dan forum dan bimbingan bertahap dalam kurun waktu beberapa bulan sebelum pelaksanaan lomba. Terima kasih atas segala bantuan dalam bentuk apapun kepada semua pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat diakses secara tidak terbatas oleh semua khalayak. Semoga, apa yang dibangun atas dasar kebaikan demi kemajuan peradaban bangsa mendapat apresiasi dari semua pihak.

Lampiran 1 FORM PENDAFTARAN GELORA ESAI UNDIKSA

Judul Esai

:

Identitas Peserta Nama Kategori TTL NIM/NIP/NIS Alamat Telepon/HP e-mail Instansi Alamat Instansi Telepon instansi e-mail : : Mahasiswa / Siswa / Guru : : : : : : : : : .. Oktober 2011 Peserta,

. NIM/NIP/NIS NB: Guru yang belum PNS keterangan NIP dikosongkan. Telepon/HP yang dicantumkan mohon dipastikan bisa dihubungi untuk mempermudah konfirmasi.

Lampiran 1I LEMBAR PERNYATAAN ORIGINALITAS KARYA

Judul Esai

:

Nama Penulis

:

saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa memang benar karya dengan judul yang tersebut di atas merupakan karya original (hasil karya sendiri) dan belum pernah dipublikasikan dan atau dilombakan di luar kegiatan Gema Lomba Karya Esai Nasional Tahun 2011 yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila terbukti terdapat pelanggaran di

dalamnya, maka saya bersedia untuk didiskualifikasi dari perlombaan ini sebagai bentuk tanggung jawab saya.

., Oktober 2011 Yang membuat pernyataan,

NIP/NIM/NIS

NB: Peserta yang mengirim naskah via e-mail diwajibkan mengirim serta formulir pendaftaran dan lembar legalitas dalam bentuk softcopy keterangan tanda tangan dituliskan nama terang dan tanda tangan dalam bentuk scanner serta melampirkan identitas diri dan bukti pembayaran dalam bentuk scanner.

Lampiran Contoh Esai 1.

Sekitar Peranan Mulut

Lidah lebih tajam dari pedang. Karena itu jangan omong sembarangan, bikin luka dan sengsara. Mendingan diam, karena diam itu emas. Sebab, hanya tong kosong yang nyaring bunyinya. Lagi pula diam itu bukam berarti dungu. Tengoklah perawan yang lagi dipinang, diam saja tertunduk-tunduk, memilinmilin ujung rambutnya, itu artinya dia betul-betul mau. Ada masa, tidak semua mulut itu dianggap jelek. Lihat-lihat mulutnya dulu, tidak bisa pukul rata. Mulut siapa yang jelek? Perempuan? Bah. Kalau sebelah kakiku sudah dilubang kubur, barangkali baru bisa kupercaya omongan mereka itu, yang gak punya bakat seni atau politik, kata Nietzsche. Untungnya, di negeri kita ini ada bait nyanyian : Terang bulan terang di kali, buaya timbul disangka mati. Jangan percaya mulut lelaki, berani sumpah takut mati. Dengan begitu jadi tidak jelas lagi, siapa sebenernya yang lebih lancung. Tapi, ada masa semua orang tak kecuali, lelaki atau perempuan, boleh bicara sepuas hati sampai mulut berbusa. Yang satu lebih keras dari yang lain, seperti lelang ikan. Namanya masa liberal. Hanya orang-orang bisu dan tuli yang mampu terbebas dari keriuhan ini. Kalau sekadar mulut berbusa saja, masa bodohlah. Tapi kalau sebentar-sebentar kabinet terpelanting dari kursinya, tak ubahnya seperti pering-mangkuk, nanti dulu. Orang toh tidak bisa jadi menteri cuma sebentar.

Maka ada Kabinet kerja di bawah PM Djuanda itu, teriring semboyan : Sedikit kerja, banyak bicara. Semua orang bermodal mulut semata-mata menyempit lapangannya. Busa mulut turun, dan keringat naik derajat. Kegaduhan sedikit demi sedikit berkurang, orang makin lama bicara makin pelan, sehingga mau tidak mau coraknya berganti jadi kasak-kusuk. Padahal, ditilik dari sudut kebajikan, omong besar dan kasak-kusuk sama-sama bukan tabiat yang layak dipuji, seperti halnya orang kegemukan atau kerusuhan. Melihat gelagat ini, semboyan ditinjau kembali. Bukannya Sedikit bicara banyak kerja, melainkan Banyak bicara banyak kerja. Akur, kata K.H. Idham Chalid waktu itu. Mengapa ? Sebab, bicara saja tanpa kerja itu namanya beo. Bekerja saja tanpa bicara itu namanya maling. Perumpamaan ini membuat para pendengar tertawa terpingkal-pingkal, baik yang merasa dirinya memang beo, atau yang merasa dirinya memang maling. Di zaman pembangunan seperti sekarang ini, sudah barang tentu yang pertama-tama harus dilakukan orang adalah kerja. Kalau semata-mata kerja saja, tanpa bicara sepatah pun, apa ini artinya seperti maling? Oh tidak, tidak maling. Walau sekarang bicara bukan pekerjaan terhormat, bukan berarti orang tidak diperkenankan bicara. Cuma namanya yang ganti, bukan bicara, melainkan berdialog, berkomuniksi, berseminar, bersimposium, berlokakarya, berdiskusi, dan sarasehan. Kesemua ini memang via mulut juga, tapi lain sedikitlah. Bahkan Parlemen, yang menurut riwayat justru tempat bicara, mereka Montesquieu yang meraung-raung di mimbar bagaikan keledai, melainkan memilih kecermatan di atas segala-galanya.

Kalau toh perlu bicara, harap dengan data, seperti nona Spanyol dengan kipas atau sinyo Perancis dengan bunga. Orang zaman sekarang suka angkaangka, makin banyak makin bagus. Pimpinan yang baik adalah pimpinan yang hafal angka-angka di luar kepala, angka apa saja dan kapan saja. Misalnya, orang harus bicara seperti ini : Di tahun 2000, pendapatan per kapita per tahun orang Indonesia yang sekarang Rp 37.350,00 bisa naik jadi Rp 172.750,00. Di tahun 2010, penduduk dunia yang sekarang 3000 juta jadi 6000 juta. Di tahun 2070 naik jadi 15.000 juta. Cucu dari orang yang hidup di tahun itu bisa menyaksikan orang di dunia 60.000 juta. Dan di tahun 2625, tiap manusia Cuma kebagian tempat berdiri sekaki persegi, tak ubahnya seperti kita naik bus kota sekarang. Itu kata Robert S. McNamara. Itu kalau migrasi tidak digalakkan, atau KB macet, atau angka kematian tidak dipertinggi, misalnya lewat perang agar mereka saling tikam sesamanya, atau beri fasilitas orang yang bermaksud bunuh diri, bagaikan fasilitas Dinas pariwisata buat kaum turis.

M. Mahbub Djunaidi Diambil dari Kolom Demi Kolom. Inti Idayu Press. Jakarta, 2011, hal. 55-56

Lampiran Contoh Esai 2.

Seni Menunjang Belajar

BEBERAPA waktu yang lampau di Amerika Serikat dalam usaha untuk menghemat anggaran belanja pendidikan, berbagai kegiatan di sekolah dikurangi atau dihapus sama sekali, antara lain yang menjadi korban pertama tentulah kegiatan seni. Akan tetapi kini, setelah melalui berbagai penelitian yang mendalam, di Amerika para ahli pendidikan menemukan bahwa membuang acara seni dari kurikulum sekolah malahan merugikan sekali. Pendidikan seni ternyata tidak hanya memperkaya diri anak didik, akan tetapi tak kalah pentingnya ikut pula mendorong kemajuan belajar secara berarti dalam mata pelajaran matematika, pembacaan, ilmu dan mata pelajaran yang lain. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa tanpa pendidikan seni, malahan akan dapat menghambat perkembangan otak anak didik untuk belajar. Hal ini dialami di Mead School di Connecticut (dilaporkan Saturday Review Magazine, 1997) Amerika Serikat. Para ahli menunjukan adanya belahan kiri dan kanan benak manusia. Belahan benak sebelah kiri dianggap aktif dalam belajar matematik dan analitik, sedangkan belahan otak kanan aktif dalam daya visual dan ruang. Juga dianggap terdapat kerja atau pengaruh timbal-balik antara kedua belahan benak ini. Jika hanya yang sebelah kiri saja yang diaktifkan sedangkan yang sebelah kanan diabaikan, maka yang kanan tidak akan menunjang kegiatan yang kiri. Sedangkan

jika yang kanan diaktifkan lewat pendidikan seni, maka belahan kanan akan berkembang, dan menunjang pula perkembangan belahan benak sebelah kiri. Demikian kurang lebih perumusan yang dilakukan setelah penelitian dan percobaan yang memakan waktu bertahun-tahun. Sebenarnya kesimpulan di atas cukup masuk akal. Pendidikan seni merangsang daya kreatif, dan membuka pikiran anak didik pada perspektif, daya cipta, daya pikir, inovasi, ketangkasan, kepekaan, dan sebagainya, yang semuanya amat berguna dalam proses belajar ilmu matematik, analitik, dan lain-lain. Manusia Indonesia terkenal dengan bakat-bakat seninya. Malahan bakat seni sangat menonjol dalam dirinya sejak masa lampau yang jauh. Berbagai pengalaman yang menimpa dirinya, membuat bakat seni ini pada amat banyak manusia Indonesia menjadi terpendam, tidak dikembangkan, atau tertekan oleh berbagai keadaan lingkungan. Alangkah baiknya dalam memikirkan perbaikan sistem pendidikan kita, perihal ini mendapat perhatian yang cukup besar oleh para ahli dunia pendidikan kita. Manusia Indonesia jelas memiliki potensi bakat seni yang besar. Tidakkah seharusnya potensi ini dikembangkan sejak kecil pada setiap anak didik Indonesia, dan dengan demikian menunjang perkembangan daya belajar belahan kiri benaknya agar dapat menguasai berbagai ilmu? Dan, dengan melalui proses belajar serupa ini kita juga membekali anakanak kita dengan apresiasi seni yang dapat membantunya menjadi manusia yang utuh. Ada yang mengatakan, bahwa seni adalah penciptaan berbagai kenyataan hidup dalam berbagai ragam pengungkapan, kreatif, sedangkan ilmu berupaya

untuk menerangkan apa dan bagaimana kenyataan-kenyataan itu terjadi. Jadi seni dan ilmu adalah dua sisi mata uang yang sama. Mempergunakan seni untuk menunjang proses mempelajari ilmu adalah satu tempat yang terhormat bagi seni, dan memberikan sebuah dimensi baru bagi kedudukan seni dalam perkembangan manusia. Tiadalah lagi sembarang orang dapat menuduh seniman keranjingan seni demi untuk seni, karena di samping semua nilai yang secara tradisional dilekatkan pada seni yang titik beratnya diletakkan pada unsur keindahan, kini seni jelas memiliki fungsi kemasyarakatan yang luar bisaa pentingnya. Kita harus menempatkan seni dan ilmu berdampingan. Demikianlah seharusnya tempat mereka.

Mochtar Lubis diambil Manusia dari Budaya, Masyarakat Yayasan dan Obor

Indonesia.

Indonesia. Jakarta, 1993, hal. 85-87

Lampiran Contoh Esai 3.

Seribu Slogan dan Sebuah Puisi

Slogan telah bersaing dengan puisi. Persaingan ini barangkali merupakan salah satu ciri kesusastraan abad ke-20, sebuah abad politik. Mengapakah justru demikian? Politik adalah penyusunan kekuasaan dan penggunaan kekuasaan, dan karenanya fungsi slogan menjadi amat pentingnya dalam bidang kehidupan ini. Ia penting untuk mengarahkan massa yang secara fisik merupakan faktor utama dalam melaksanakan tujuan-tujuan politik. Dengan demikian slogan adalah penghubung dan pembentuk solidaritas antara massa rakyat dan pemimpin-pemimpin politik, solidaritas yang lazimnya diperlukan sekali apabila sebuah sebuah rencana sedang atau akan dijalankan oleh pimpinan politik, baik rencana itu untuk atau tidak untuk rakyat di bawahnya. Terbentuknya solidaritas itu oleh pemimpin mana pun merupakan syarat mutlak bagi tujuantujuannya. Sebab kabarnya ada sebuah kata pepatah : Berdiam dirinya rakyat adalah sebuah pelajaran buat sang raja. Sesungguhnya tujuan penggunaan slogan, atau arah yang hendak dicapainya, ialah suatu solidaritas yang murni, meskipun dapat juga yang timbul hanyalah suatu solidaritas yang palsu. Kita bisa saja mengejek, dengan kepongahan, setiap macam slogan. Tapi kita toh tidak bisa menampik kenyataan bahwa beberapa kebutuhan bersama memerlukan suatu kohesi di antara sesama anggota suatu masyarakat, dan bahwa kohesi itu kadang-kadang hanya bersifat fisik, sekadar suatu penghipunan, untuk tindakan-tindakan praktis. Slogan merupakan teknik, salah satu cara yang ringkas

dan singkat untuk mencapai itu. Memang, merupakan satu hal yang lebih mulia bila yang terjadi bukan cuma itu, melainkan suatu pertemuan antara pribadi yang satu dan pribadi yang lain, suatu solidaritas murni. Akan tetapi slogan tidak boleh mengharapkan terlampau banyak. Ia berbeda dengan puisi. Persyaratan puisi yang paling paling esensial ialah kenyataan. Tak ada puisi tanpa realitas. Tak ada kesusastraan, dan bentuk seni apapun, apabila ia tidak bertolak dari sana, karena kita tidak bisa berseru, seperti Tuhan, Kunfayakun! Namun sudah tentu realitas dalam seni bukanlah replica kasar dari sejumlah bahan bakar. Seni pun merupakan suatu proses dan hasil dialektik, di mana harus ada seseorang yang merdeka, suatu kepribadian. Dan jika dengan realitas puisi membentuk suatu hubungan yang kreatif, dengan orang lain ia menyediakan suatu dialog. Slogan juga sebenarnya menyediakan kemungkinan semacam itu. Tentu saja kita bisa saja mengenal slogan-slogan yang lahir dari sikap semena-mena, slogan-slogan yang memaksakan diri untuk dipercaya, slogan-slogan bohong. Tapi yang seperti itu pada akhirnya akan berakhir pada suatu nonsense, pada suatu kematian fungsi. Dia pada gilirannya tidak akan bisa membentuk suatu solidaritas. Maka yang kita perlukan ialah slogan yang berdasarkan kenyataan atau realitas yang hidup, agar ia bisa dalam kata-kata Feng Chih menjadi sajak perkasa. Dalam keadaan itulah slogan makin mendekati kemampuan untuk menciptakan sebuah kebersamaan seperti yang dibuahkan oleh puisi. Pada akhirnya kita tidak cukup hanya mengharapkan suatu kelompok manusia yang dihimpun sebagai semata-mata kekuatan fisik dengan sifat sementara. Kita juga membutuhkan puisi, yang menghendaki pertemuan dari hati ke hati.

Seribu slogan dan satu puisi : manakah yang lebih perlu? Kedua-duanya. Tapi apabila kita sadari bahwa yang jadi tujuan bukanlah sekadar kebersamaan yang hanya dipergunakan untuk kekuasaan, puisi akan lebih berarti. Karena puisi memungkinkan percakapan yang bebas, ia memustahilkan kekompakan yang munafik. Seorang tiran atau seorang Hitler setiap hari bisa saja membuat seribu slogan, tapi ia tidak akan sanggup membuat sajak yang sejati.

Goenawam Mohamad diambil dari Marxisme, Seni dan

Pembebasan. Tempo dan PT Grafiti. Jakarta, 2011. Hal.51-53

Lampiran Contoh Esai 4.

Malu Aku

Malu Aku Jadi Orang Indonesia adalah judul buku kumpulan puisi penyair senior kita Taufiq Ismail. Diceritakan, kemana pun sang tokoh yang asli Indonesia ini pergi, selalu mencoba menyembunyikannya wajahnya di balik topi dan kacamata hitamnya lantaran malu. Dia punya segudang alasan untuk malu dikenali sebagai orang Indonesia. Rasa malu, selain kemampuan berbicara, merupakan faktor pembeda yang mendasar antara manusia dan binatang. Cuma manusia yang punya rasa malu. Walau manusia membuat ungkapan malu-malu kucing sebetulnya kucing

adalah binatang yang paling tidak punya malu. Tanpa malu-malu dia akan mencuri makanan dari meja makan kita walau kucing itu binatang piaraan kita sendiri. Entah kalau ada pelatih binatang yang bisa melatihnya agar dia malu untuk mencuri. Orang bilang man is the only animal that blushes. Betul juga. Cuma manusia yang mampu merah muka lantaran malu. Anjing yang merebut makanan dengan wajah yang tak berubah akan berlalu, demikian pula seekor kucing. Pernah pergi ke kebun binatang dan sampai di wilayah kera dipelihara? Pernah lihat adegan seks terbuka di antara mereka? Kalau belum pernah ke kebun binatang, apa pernah memergoki dua ekor anjing dengan tanpa malu-malu melakukannya di depan orang yang lalu lalang? Atau seekor ayam jantan dengan sombongnya melompat ke punggung ayam betina dan kemudian

memperkosanya, lalu setelah melakukan hajatan itu, dia berkokok bangga, seolah memberi tahu dunia : akulah jantan sejati! Tapi, pernahkah kita mendengar gossip tentang seorang selebriti yang jagoan menikah bahwa dia melakukan adegan ranjang secara terbuka, dengan serta merta di tengah pesta yang gemerlap lantas menyabet perempuan yang dipilihnya lalu melakukan senggama di depan hadirin? Pernahkah kita dengar seorang jagoan kawin yang jumlah istrinya sampai puluhan orang lantas melakukan adegan intim itu di alam terbuka? Jawabannya tidak. Lantas mengapa? Kita bisa menderetkan sejumlah alasan, yang ujung-ujungnya akan berakhir dengan satu kata : malu. Lho kok? Tapi rasa malu pada manusia bisa dilatih agar tidak muncul ke permukaan. Contohnya gampang. Ketika saya pertama kali datang ke kota Singaraja dari kota Malang pada tahun 1969 untuk bertugas sebagai dosen, saya merasa kikuk kalau harus makan di gerobak ketupat tahu atau sate kambing, malu kalau duduk di gerobak penjual es. Pilihan saya selalu makan di warung atau di restoran, dan tentunya memerlukan biaya yang lebih besar. Saya perhatikan, para mahasiswi dengan leluasa makan dan minum di gerobak penjual makan dan minum itu di tepi jalan. Situasi ini berbeda dengan situasi makan malam di antara mahasiswi di Malang. Di situ tak seorang pun mahasiswi yang berani makan atau minum kopi di warung kecil pinggir jalan karena malu jangan-jangan orang mengira mereka perempuan murahan. Itu dulu, entah sekarang. Seorang pemuda dari keluarga baik-baik pasti malu kalau pergi ketempat perjudian, namun lantaran hal itu dilakukannya berkali-kali maka rasa malunya hilang, dan kegiatan yang di haramkan oleh keluarganya itu menjadi sah-sah saja.

Demikian kalau dia melintas di daerah permukiman WTS. Hanya melintas saja pasti malu, karena sebentar-sebentar dia akan mendapat sapaan : Mampir, Mas. Tetapi, bagaimana kalau hal itu dia lakukan berkali-kali (kecuali kalau tempat tinggalnya memang harus melintasi wilayah itu sebagaimana teman saya yang sekarang sudah menjadi doctor bidang sejarah yang memang tinggal bersebelahan dengan wilayah itu. Alhamdullillah beliau tetap santun dan menjaga susilanya). Dapat dipastikan, pemuda ini akan tergoda, dan lama-kelamaan akan benar-benar singgah, dan begitulah! Soal korupsi? Wah, orang Jawa bilang witing tresno jalaran saka kulina. Cinta datangnya lewat kebisaaan . Lha, cinta pada yang buruk-buruk demikian juga prosesnya. Kebisaaan. Jadi, kalau sudah membisaakan diri korupsi, maka sekali lagi ditanggung (tanpa harus bertaruh, sebab bertaruh termasuk perjudian) dia akan terbisaa melakukannya. Istilah korupsi lenyap begitu saja, sebab perbuatan itu menjadi sah di matanya. Lha wong semua orang juga korupsi kok. Kalau enggak korupsi kan tidak kebagian. Orang tua mengingatkan soal jaman edan , dan menggaris bawahi bahwa yang selamat adalah mereka yang eling lan waspado. Yang ingat dan waspada. Apa peringatan ini masih punya kekuatan? Sebab lebih nikmat tidak ingat dan tidak waspada? Kalau rakyat Indonesia terpuruk seperti ini, kenapa harus Taufiq Ismail yang malu? Siapa yang seharusnya malu? Tentunya para pejabat Indonesia.

Gampangnya, bagaimana mereka merancang sistem penggajian pegawainya? Setiap mendekati hari raya, seorang menteri akan memberi instruksi agar perusahaan swasta memberikan hadiah hari raya pada karyawannya. Apakah dia pernah memberikan instruksi pada dirinya sendiri agar pegawai negeri diberi

tunjangan hari raya? Tidak pernah. Kecuali para pejabat struktural yang punya tunjangan struktural yang punya tunjangan struktural yang lumayan, pegawai negeri sipil, TNI dan anggota Polri lumayan payahnya menjalani hidup seharihari. Seorang professor dengan golongan gaji IV/E, yakni golongan tertinggi, dengan tunjangan fungsional guru besarnya sebesar Rp.900.000,- akan menerima sekitar Rp.2.700.000,- sebulan! Untuk mencapai penghasilan sebesar ini, dia harus bekerja diatas 30 tahun! Jadi, kalau orang bisaa sampai menderita busung lapar ya tidak aneh lagi. Siapa harus malu? Guru besar? Tentu bukan, tetapi menteri atau siapa yang menetapkan gajinya yang sangat tidak riil. Soal anggota DPR yang minta tambahan kenaikan tunjangan, ya dimohonlah malu kepada para pegawai golongan IV/E yang harus bergelar doktor lagi, yang Cuma bisa gigit jari membaca besarnya penghasilan anda yang terhormat. Mudah-mudahan anda tidak mengatakan : siapa suruh jadi professor. Malu , malu, malu dong. Malu aku jadi pejabat Indonesia. Gitu loh

Sunaryono Basuki Ks diambil dari Sastra Kita Numpang

Nampang. Pinus. Yogyakarta, 2005, hal 153-155

Lampiran Contoh Esai 5.

Kurikulum Berbasis Alam

Diskusi ke sana kemari ini menceritakan tentang bawang merah yang ditanam orang tua mereka yang rusak karena serangan hama ulat. Seorang anak berusaha menganalisis kejadian aneh karena ribuan ulat penyerang tidak lagi dapat dibasmi dengan segala macam pestisida. Dalam diskusi, anak-anak SD itu pun menceritakan bagaimana upaya orang tua mereka yang sudah mencoba segala macam cara : racun potas yang bisaa untuk menangkap ikan, racun semprot nyamuk yang sering diiklankan di televise, dan kapur barus pengusir serangga di pakaian. Hasilnya nihil. Akhirnya, orangtua mereka yang kehabisan akal terpaksa harus menyewa enam orang perhari untuk membasmi hama secara manual : memencet ulat sampai mati. Maka, pada situasi saat ini, yang paling manjur adalah obat cap jempol karena ulat dipencet dengan jempol dan jari telunjuk. Seandainya diskusi anak-anak itu masuk dalam forum ilmiah sekolah dasar dalam kajian ilmu pengetahuan alam, itu tentu akan sangat menarik. Mereka akan memunculkan ide-ide lucu, segar, dan terutama mampu memupuk kelihaian analisis. Kita pun tidak perlu lagi gembar-gembor menuntut pemerintah memasukkan mata pelajaran lingkungan hidup ke kurikulum nasional. Kenyataan saat ini, pemerintah masih abai dengan penyelamatan lingkungan. Sementara para peserta didik sudah kepayahan dan kehabisan waktu

untuk menemukan jati diri pribadinya. Oleh karena itu, jangan sampai ada tambahan muatan belajar lagi. Sekolah tidak lagi berarti waktu luang (Yunani : schole), tetapi justru menjadi penjara dengan seabrek muatan kurikulum. Sebenarnya, waktu luang lebih jauh dimaknai sebagai waktu leluasa untuk melihat diri dan

mengembangkan secara penuh nurani yang membebaskan dengan penuh kegembiraan. Namun, kurikulum pendidikan yang masih spasial seperti saat ini justru menghapus itu semua.

Sekolah alamKita bisa belajar dari teman kecil yang berdiskusi tentang hama ulat tadi. Mengapa para pendidik tidak memanfaatkan lingkungan sekitar untuk membentuk karakter cinta lingkungan? Mengapa para pendidik masih sekadar mentransfer ilmu dan hafalan slogan cinta lingkungan tanpa membebaskan siswa berekspresi di lumpur sawah? Mengapa kita tidak seperti kisah inspiratif Panji Koming (kompas,11/9/2011), Sekolah pada Alam Saja? Alam menyediakan kurikulum yang luas dan luar bisaa. Untuk pembentukan intelektual, kepedulian, dan rekonstruksi kebenaran hati nurani, semua tersedia. Para pendidik bisa lebih jeli dan inovatif memfasilitasi peserta didik. Diagram pendidikan yang mengagungkan kesuksesan adalah kekayaan finansial harus diubah menjadi kesuksesan sebagai kemampuan menghargai lingkungan. Dengan menghargai lingkungan, seorang pribadi bisa menghargai semua mahluk.

Sejak taman kanak-kanak, pembelajaran tentang lingkungan harus ditanamkan. Pelajaran menyanyi dapat mengambil tema kebun, hutan, gunung ataupun lautan. Pelajaran seni rupa dapat mengenalkan gambar lingkungaku, baik lingkungan sekolah maupun rumah. Pelajaran matematika bisa diarahkan kelingkungan, misalnya pelajaran menghitung dilakukan dengan menghitung jumlah pohon atau serangga serangga di kebun sekolah. Pelajaran agama dapat diinternalisasikan dengan menyelamatkan

lingkungan melalui sisi Tuhan yang mencipta dan memelihara alam. Maka, manusia sebagai gambaran Tuhan harus memelihara lingkungan. Pelajaran fisika dapat dilakukan dengan mengamati debit air di sungai disekitar sekolah atau mengamati perbedaan intensitas cahaya di kebun yang tertutup tajuk pohon dengan di lapangan yang terbuaka. Bisnis pakaian dan elektronik bisa diganti tanaman dalam pelajaran ekonomi. Ini Budi atau This is a pen dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris bisa diganti dengan Ini kebun atau This is a river. Olahraga bisa diberi muatan tentang tanaman yang menyehatkan. Arah pembelajaran adalah kesehatan diri juga diperoleh dari lingkungan yang sehat. Lari pemanasan jangan lagi mengelilingi lapangan tetapi kejalan-jalan kampung agar terjadi interaksi dengan lingkungan alam dengan sosial. Pelajaran IPS bisa dimulai dengan mengamati dengan mengamati kehidupan sosial semut di kebun sebagai gambaran cita-cita kehidupan masyarakat. Pelajaran sejarah pun bisa disimulasikan di kebun sekolah dengan mengandaikan seorang siswa menjadi raja dan menugasinya membangun kerajaan dengan topografi alam yang sehat serta nyaman.

Pelajaran biologi itu sangat relevan dengan lingkungan. Peserta didik bisa dibisaakan memilah sampah, merawat tanaman, berkebun, dan mengamati ekosistem. Kebun disekitar sekolah menyediakan materi kurikulum yang lengkap. Dengan memanfaatkannya.

R Arifin Nugroho diambil dari Kompas terbitan Jumat, 16 September 2011. Hal.6