31
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penuaan kulit merupakan suatu fenomena biologi yang kompleks dan berkelanjutan serta terjadi penurunan fungsi baik pada tingkat sel terutama pada sel keratinosit epidermis dan sel fibroblas dermis. Penuaan kulit terjadi secara universal terdiri dari dua komponen yaitu intrinsic aging (true aging) , yang berhubungan dengan waktu dan genetik serta extrinsic aging yang terutama disebabkan oleh pajanan sinar ultraviolet (photoaging). Keduanya menghasilkan reactive oxygen spesies dan berakhir pada cellular senencence. Sebagai organ proteksi, kulit secara terus menerus terpajan sinar ultraviolet sehingga menyebabkan premature aging. Akibat proses penuaan, kulit menjadi kering, hidrasi permukaan kulit berkurang, kasar, kendur, timbul kerutan, pigmentasi, dan tumor jinak kulit. Gambaran klinis kulit menua adalah perubahan pada kandungan air dan fungsi sawar kulit termasuk xerosis kutis, akibat peningkatan deskuamasi timbul kerapuhan kulit dan penyembuhan luka yang tertunda. Faktor penting lain yang berperan dalam hidrasi kulit adalah adanya Aquaglyceroporins. Aquaporins (AQPs)

Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

  • Upload
    lhiny

  • View
    261

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kzk

Citation preview

Page 1: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penuaan kulit merupakan suatu fenomena biologi yang kompleks dan

berkelanjutan serta terjadi penurunan fungsi baik pada tingkat sel terutama pada sel

keratinosit epidermis dan sel fibroblas dermis. Penuaan kulit terjadi secara universal

terdiri dari dua komponen yaitu intrinsic aging (true aging), yang berhubungan

dengan waktu dan genetik serta extrinsic aging yang terutama disebabkan oleh

pajanan sinar ultraviolet (photoaging). Keduanya menghasilkan reactive oxygen

spesies dan berakhir pada cellular senencence.

Sebagai organ proteksi, kulit secara terus menerus terpajan sinar ultraviolet

sehingga menyebabkan premature aging. Akibat proses penuaan, kulit menjadi

kering, hidrasi permukaan kulit berkurang, kasar, kendur, timbul kerutan, pigmentasi,

dan tumor jinak kulit. Gambaran klinis kulit menua adalah perubahan pada

kandungan air dan fungsi sawar kulit termasuk xerosis kutis, akibat peningkatan

deskuamasi timbul kerapuhan kulit dan penyembuhan luka yang tertunda.

Faktor penting lain yang berperan dalam hidrasi kulit adalah adanya

Aquaglyceroporins. Aquaporins (AQPs) adalah sekelompok kecil protein,

hidrofobik, protein membran integral yang berfungsi terutama sebagai pori-pori air

selektif, memfasilitasi transportasi air yang secara osmotik melintasi membran

plasma sel. Setidaknya ada 13 AQPs mamalia (AQP0 - AQP12), yang telah dibagi

menjadi dua kelompok berdasarkan permeabilitas mereka. AQPs 1,2,4,5 dan 8

berfungsi sebagai transporter air-selektif; AQPs (aquaporins) 3,7,9 dan 10 disebut

“aquaglyceroporins”, berfungsi sebagai transporter air serta gliserol dan mungkin

zat terlarut kecil lainnya. Aquaglyceroporins permeabel terhadap air serta zat terlarut

kecil, seperti gliserol dan urea.

Page 2: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa AQP3 merupakan target obat yang

potensial untuk mengatur hidrasi air pada kulit, tidak hanya untuk reagen diuretik

retensi air patologis, tetapi juga ditargetkan untuk terapi “novel” untuk edema otak,

penyakit radang, glaukoma, obesitas dan kanker. Namun, modulator poten AQP

untuk aplikasi in vivo masih harus diteliti.

AQP3 adalah protein utama yang mempengaruhi hidrasi kulit dan ekspresinya

menurun pada penuaan kulit. AQP3 menjadi protein kunci untuk target pengobatan

masa depan terhadap penuaan kulit. Pada keratinosit, AQP3 mempengaruhi hidrasi

kulit dengan mengatur transportasi air dan gliserol sehingga berperan pada proliferasi

dan diferensiasi keratinosit. Aktivasi AQP3 oleh obat topikal bermanfaat dalam

penyembuhan luka dan pengobatan kulit menua dini, sehingga AQP3 tampaknya

menjadi protein kunci dan sebagai target untuk pengobatan di masa depan untuk

mengatur hidrasi kulit terutama pada kulit kering.

Formulasi kosmetik anti penuaan diharapkan mengandung bahan aktif yang

memiliki efek biologis maksimal atau optimal dengan efek samping seminimal

mungkin. Asam retinoat banyak digunakan dalam kosmetik anti penuaan kulit, tetapi

memiliki efek samping yaitu iritasi kulit, kulit kering dan kemerahan. Konsep baru

dari kosmetik anti penuaan yang inovatif adalah untuk merawat kulit dan mencegah

serta memperlambat proses penuaan, sehingga tidak hanya memperbaiki penampilan,

tapi juga dapat melindungi kulit terhadap faktor intrinsik dan ekstrinsik penuaan

tanpa efek samping.

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati herbal sehingga berpotensi untuk

pengembangan kosmetika dan kosmeseutikal herbal yang efektif dan aman. Centella

asiatica (gotukola = Hydrocotyle asiatica = pegagan) banyak terdapat di Indonesia

sebagai tanaman semak berdaun tunggal berbentuk ginjal yang tumbuh di kebun dan

hutan. Centella asiatica mengandung zat triterpene yaitu asiatic acid, madecassic

acid, triterpene ester glycoside, Asiatikosida dan madecassoside yang dapat

menyembuhkan luka, antimikroba dan antiinflamasi sehingga dapat dijadikan bahan

Page 3: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

aktif pada kosmeseutikal anti akne dan peremajaan kulit (antiaging). Centella

asiatica 0,5% water in water untuk penyembuhan luka pada patch transdermal.

Centella asiatica dapat menstimulasi sintesis kolagen untuk regenerasi jaringan kulit.

Centella asiatica (L.) Urb. (Gotu Kola) dikenal sebagai "ramuan panjang

umur" dan telah banyak digunakan sebagai obat herbal tradisional di Malaysia, India,

dan Nepal sebagai bagian dari obat-obatan Ayurvedic tradisional selama ratusan

tahun. Centella asiatica umumnya dikenal sebagai pegagan di Malaysia, pennywort

dan gotu kola di Amerika dan pegagan di Indonesia. Centella asiatica dapat

digunakan sebagai bahan aktif kosmetik herbal anti penuaan. Tanaman tropis ini telah

digunakan untuk berbagai tujuan pengobatan seperti penyembuhan luka, pengobatan

asma, luka, kusta, lupus eritematosus, psoriasis, penyakit pembuluh darah vena, untuk

perbaikan ingatan, dan sebagai antidepresan, antibakteri, antijamur, dan agen anti

kanker. Meskipun ekstrak Centella asiatica memiliki potensi aktivitas biologis yang

tinggi, penggunaan klinisnya terbatas karena stabilitas fisik yang kurang baik.

Centella asiatica ekstrak memiliki sifat sangat higroskopis. Bentuk padat ekstrak

Centela asiatica segera mencair dalam beberapa menit bila terpapar suhu ruang. Oleh

karena itu, pengembangan nanopartikel, untuk membungkus ekstrak dapat

melindungi dan menstabilkan dari kelembaban eksternal.

Bahan aktif dalam Centella asiatica adalah triterpen dan beberapa jenis asam

yaitu asiatic acid, madecassic acid, Asiatikosida, dan madecassosida. Asiatikosida

yang diisolasi dari Centella asiatica dapat meningkatkan proliferasi fibroblas dan

sintesis matriks ekstraseluler dalam proses penyembuhan luka dengan meningkatkan

pembentukan kolagen dan angiogenesis.

1.2. Perumusan Masalah

Masih diperlukan penelitian untuk mencari bahan lain selain asam retinoat

untuk kosmetika antiaging dalam meningkatkan status hidrasi kulit. Asiatikosida

merupakan salah satu bahan aktif dari Centella asiatica yang mempunyai efek

menginduksi proliferasi sel dan sintesis kolagen pada fibroblast dermis kulit manusia

Page 4: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

namun belum ada penelitian apakah Asiatikosida dapat meningkatkan protein

aquaporin-3 pada keratinosit epidermis kulit manusia sehingga didapatkan formulasi

baru kosmeutikal yang efektif dan aman untuk mencegah proses penuaan kulit.

Untuk menjawab permasalahan diatas maka rumusan pertanyaan penelitian ini

adalah:

1. Apakah Asiatikosida dalam Centella asiatica mempunyai efek meningkatkan

aktivitas AQP3 (AQP3) pada keratinosit epidermis kulit manusia ?

2. Apakah Asiatikosida dalam Centella asiatica memiliki efek lebih baik

dibandingkan asam retinoat dalam meningkatkan aktivitas AQP3 pada

keratinosit epidermis kulit manusia ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Menganalisis efektifitas Asiatikosida sebagai bahan aktif dari Centella

asiatica terhadap aktivitas AQP3 pada keratinosit epidermis kulit manusia.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Menganalisis efektifitas Asiatikosida dalam Centella asiatica dalam

meningkatkan aktivitas protein AQP3 pada keratinosit epidermis kulit

manusia.

2. Membandingkan efektifitas Asiatikosida dalam Centella asiatica dengan asam

retinoat dalam meningkatkan aktivitas protein AQP3 pada keratinosit

epidermis kulit manusia.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan kosmeseutikal

herbal dan memberikan informasi dalam penelitian selanjutnya.

Page 5: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

2. Aplikasi dalam bidang klinis hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan

strategi penggunaan bahan alam atau herbal sebagai bahan aktif

kosmeseutikal.

3. Memberi nilai tambah pada produk herbal lokal yaitu Asiatikosida sebagai

salah satu bahan aktif dalam Centella asiatica untuk digunakan pada

kosmeseutikal anti penuaan kulit.

Page 6: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Faal Kulit

Kulit adalah organ terluar tubuh sehingga mudah dilihat dan diraba, hidup,

berkembang dan berperan dalam kehidupan. Kulit juga mendukung penampilan dan

kepribadian seseorang, warna kulit menjadi ciri khas manusia yang berbeda ras,

bangsa dan budaya. Kulit dapat menjadi indikator kesehatan serta menjadi sarana

komunikasi non-verbal antar individu. Kulit merupakan organ terbesar tubuh

sehingga kerusakan lebih dari 30% luas kulit, misalnya akibat luka bakar, dapat

segera menyebabkan kematian. Faal kulit sangat kompleks dan berkaitan antara satu

fungsi dengan lainnya. Fungsi kulit yang terpenting adalah fungsi proteksi dan fungsi

keratinisasi.

2.2. Penuaan Kulit

Penuaan kulit merupakan suatu fenomena yang berkelanjutan dengan

penyebab multifaktorial dimana terjadi penurunan fungsi, jumlah serta ukuran baik

pada tingkat sel maupun molekul. Salah satunya penurunan fungsi keratinisasi kulit

oleh sel-sel keratinosit di epidermis serta penurunan kolagen dan sintesis elastin oleh

sel fibroblast dermis.

Penuaan kulit dibagi dalam penuaan intrinsik karena faktor internal

(chronological aging) yang terjadi secara alami sesuai dengan penambahan usia, dan

penuaan ekstrinsik karena faktor eksternal akibat pengaruh lingkungan terutama

sinar ultraviolet (photoaging).

Penuaan dini (premature skin aging, accelerated, extrinsic, photoaging) yaitu

bila penuaan kulit yang disebabkan oleh faktor-faktor luar misalnya lingkungan

Page 7: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

hidup, penyakit sistemik, stress, merokok, alkohol, bahan kimia dan lainnya yang

sebenarnya dapat dihindari, disebut sebagai penuaan ekstrinsik. Penuaan ekstrinsik

akan menghasilkan kulit menua dini, yaitu lebih cepat dari seharusnya.

2.3. Hidrasi kulit

Proses penuaan membuat hidrasi kulit berkurang, kulit menjadi kering,

keratinosit menumpuk di stratum komeum karena terjadi penurunan “turn over rate”

sel pada epidermis. Hidrasi kulit sangat penting pada proses keratinisasi proliferasi

dan diferensiasi keratinosit. Epidermis adalah jaringan kulit yang menjaga

homeostasis pada proses remove and repair sel kulit dan merupakan jaringan yang

dapat beregenerasi. Kandungan air dalam epidermis mengatur elastisitas dan tonus

kulit serta berpengaruh pada proses proliferasi dan regenerasi keratinosit.5 Hidrasi

kulit yang optimal (tidak underhydration atau overhydration) diperlukan untuk

penampilan kulit yang sehat.

Kadar air pada kulit berkisar 70% pada lapisan viable epidermis (stratum

basale-granulosum), tetapi menurun tajam pada taut antara stratum granulosum dan

stratum korneum menjadi 15-30%.

Epidermis sebagai lapisan kulit terluar memerlukan hidrasi air yang seimbang

untuk proses proliferasi, diferensiasi, dan migrasi keratinosit dalam proses regenerasi

pada epidermis sehingga diperoleh keadaan homeostasis pada proses remove dan

repair sel kulit epidermis. Air di stratum korneum juga berfungsi penting pada proses

deskuamasi. Kulit akan kering bila hidrasi kulit di bawah 10%. Kadar air pada lapisan

epidermis juga mempengaruhi elastisitas dan tonus kulit. Retensi air dalam stratum

korneum tergantung pada NMF dan lipid interseluler pada stratum korneum..

Komposisi NMF terdiri atas berbagai asam amino yaitu free amino acid 40%,

pyrrolidone carboxylic acid (PCA) 12%, lactate 12%, sugars 8.5%, urea 7%,

chloride 6%, sodium 5%, potassium 4%, ammonia-uric acid-glucosamine-creatine

1.5%, kalsium 1.5%, magnesium 1.5%, fosfat 0.5%, formate 0.5%, dan air.

Page 8: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

2.4. Kosmeseutikal

AM Kligman memberi istilah cosmeceutical (kosmeseutikal) adalah bahan

yang berada antara kosmetika dan obat.

Vermeer BJ mengusulkan definisi kosmeseutikal sebagai produk yang

mempunyai aktivitas farmakologis dan dapat digunakan pada kulit normal atau

mendekati normal. Produk yang tersedia untuk kelainan kulit minor (minor skin

disorder/cosmetic indication). Penyakit kulitnya harus ringan, produk harus berisiko

sangat rendah.

Zoe Diana Draelos berpendapat bahwa kosmeseutikal adalah kategori

kelompok yang undefined, unclassified, dan unregulated dalam dermatologi.

Kosmeseutikal modern harus merupakan kombinasi antara aspek estetik dari

kosmetika dengan efikasi sebagai obat. Di Amerika kosmeseutikal dijual sebagai

kosmetika (over the counter product). Berfungsi untuk meningkatkan penampilan

kulit tetapi bukan fungsi.

Definisi kosmeseutikal yang diharapkan di Indonesia tentu mengacu kepada

kebutuhan adanya suatu golongan yang berada antara kosmetika dan obat, yaitu

kosmeseutikal harus mempunyai afinitas biologis pada kulit normal atau mendekati

normal, berguna bagi kelainan kulit minor (ringan) dan berisiko rendah.

2.4. Asam Retinoat

Derivat AR (vitamin A) yang sering dipakai dalam kosmetika antipenuaan

adalah all-trans retinoic acid (ATRA). Epidermis kulit manusia mengandung vitamin

A dalam jumlah yang bermakna, namun vitamin A tidak bisa disintesis di dalam

tubuh sehingga harus didapat dari diet yaitu retinoid (dari hewan), dan karotenoid

(tumbuhan) yang diubah sebagai bentuk biologis aktif yaitu ATRA melewati bentuk

intermediate retinaldehyde.

Page 9: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

Ada tiga jenis golongan retinoid topikal dan sistemik, yaitu golongan

nonaromatik (retinol, tretinoin, isotretinoin), golongan monoaromatik (etretinate,

acitretin), golongan poliaromatik (arotinoid, adapalene, tazorotene).

Efektivitas terapi tretinoin topikal sebagai baku emas pada pengobatan

photoaging dan penuaan intrinsik melalui mekanisme ikatan pada nuclear retinoic

acid receptor (RARs), menginduksi ekspresi gen prokolagen tipe I dan III serta

meningkatkan produksi kolagen fibril dalam dermis serta mengurangi pemecahan

kolagen dengan menghambat enzim metalloproteinase. Mekanisme kerja ini pada

dermis membutuhkan waktu lama.

Pada keratinosit epidermis, tretinoin akan membentuk lapisan korneum yang

lebih padat (compact) dan mendeposisi bahan mucin (glycosaminoglykan) pada

stratum korneum dan lamellar space, memicu proliferasi keratinosit, meningkatkan

turn over sel dan deskuamasi.

Krim tretinoin pada dosis 0.025%; 0.05%; 0.1% serta penggunaan

0.1% isotretinoin dan 0.1% tazorotene sering menimbulkan iritasi kulit ringan sampai

sangat berat.12 Bentuk aldehid dari AR, yaitu retinal, mempunyai khasiat 20x kurang

efektif daripada tretinoin dan konsentrasinya di kulit berkurang 1000x lipat

dibandingkan AR sehingga lebih sering dipakai sebagai kosmetika antipenuaan kulit.

2.5. Centella Asiatica

Centella asiatica (Gotu Kola = Hydrocotyle asiatica) adalah tanaman semak

rendah berdaun tunggal berbentuk ginjal yang tumbuh di India, Srilanka,

Madagaskar, Afrika Selatan, Cina, Jepang, Thailand, Australia, Malaysia dan banyak

pula tumbuh di Indonesia yang dikenal sebagai pegagan.18 Centella asiatica (L) urban

(Umbilliferae) dikenal dalam “Ayurvedic medicine” untuk mengobati berbagai

penyakit sehingga dikenal sebagai “longevity herbs” Ekstrak segar daun pegangan

Page 10: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

digunakan di Jawa dan Semenanjung Malaysia sebagai obat topikal dan internal

untuk menyembuhkan luka.

Di India dan Madagaskar CA digunakan untuk mengobati Lepra (Sahu, Roy

& Mahato 1989), di Cina mengunakan daun CAuntuk mengobati keputihan

(leukorea) dan demam toksik (Kan 1986). Di Malaysia daun pegagan dimakan

sebagai lalap berkhasiat untuk meningkatkan daya ingat dan mengobati kelelahan

mental, fatigue, kecemasan, anxiety dan eksim (Goh, Chuah, Mok & Soepadmo

1995).

Semua khasiat bahan aktif dalam CA untuk mempercepat proses

penyembuhan luka atau sebagai antioksidan. Penelitian Hamid AA.et al 2002,

memperlihatkan maksimal aktivitas antioksidan pada pH 7 dari akar, lebih superior

daripada α-tocopherol dan stabil sampai suhu 50 C.⁰

Daun pegagan (CA) mengandung 4 triterpene, komposisi yang terdiri atas

asiatic acid, madecassic, Asiatikosida, madecassic acid. Komponen triterpene tidak

selalu sama tersebut tergantung dari lokasi tumbuh dan perbedaan lingkungan hidup.

CA juga mengandungcentelloside dengan kandungan yang berbeda-beda dalam

varietas CA (India Variety). Varietas CA India mengandung pula zat aktif

indicentelloside, brahmanoside, brahmaside dengan volatile, fatty acid, alkaloid dan

flavanoid.

Khasiat CA sebagai “The Elixir of Life” pada sistem persarafan sebagai

antiepilepsi, antikonvulsan, neuroprotektif, antiansietas dan antidepresan, berperan

sebagai antiulserasi untuk proteksi mukosa gaster.

Dalam bidang dermatologi aplikasi CA sebagai antialergi, antipruritus,

antiinflamasi, untuk pengobatan lepra, mempercepat penyembuhan luka (wound

healing), imunomodulasi, antioksidan dan antimikroba. Studi kultur sel

memperlihatkan bahwa asiaticuside dan madecassuide mampu menstimulasi kolagen,

tetapi pada penelitian lain menunjukkan bahwa hanya asiatic acid yang berperan.

Page 11: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

Efek CA dalam produk kosmetika perawatan kulit adalah untuk memperbaiki

kekenyalan kulit dan elastisitas sehingga kulit tampak lebih muda.

2.6. Asiatikosida

Asiatikosida merupakan senyawa aktif dalam Centella asiatica yang

mempunyai aktivitas paling tinggi dibandingan dengan senyawa yang lain.

Asiatikosida diteliti kegunaannya dalam pengobatan ulkus peptikum, lepra dan

tuberkulosis. Asiatikosida juga dapat menghambat proliferasi terbentuknya keloid dan

skar hipertrofi. Saat ini sedang banyak penelitian secara in vivo maupun in vitro

terhadap manfaat Asiatikosida sebagai terapi wound healing pada kulit manusia.

2.7. AQP3 (AQP3)

Aquaporin (AQP) (membrane-bound pores) berfungsi sebagai “selective

pore” yang membuat air, gliserol dan bahan lain (urea) dapat melewati sel membran,

AQP terdapat pada sel-sel epitel.

Terdapat 13 Aquaporin pada sel mamalia, dibagi dalam AQP (aquaporin

group) yaitu AQP0, AQP1, AQP2, AQP4, AQ5, AQP6 dan AQP8 yang berperan

dalam transport air. Kelompok aquaglyseroporins yaitu AQP3, AQP7, AQP9 dan

AQP10 mengatur transpor air dan gliserol.

AQP3 adalah aquaporin terpenting yang terdapat pada epidermis. Tingkat

hidrasi epidermis berkaitan dengan level gliserol endogen dan distribusi saluran

AQP3. AQP3 dikloning pada kulit manusia tahun 1996 dan berperan sebagai suatu

saluran membran untuk air, gliserol dan urea, mengatur homeostasis cairan. AQP3

dideteksi di fibroblas kulit manusia tahun 2006. AQP3 dapat terekspresi pada

epidermis dan dermis kulit manusia, ekspresi AQP3 pada keratinosit epidermis mulai

dari lapisan basal yang semakin keatas semakin berkurang dan tidak ditemukan lagi

pada satu lapisan sel sebelum stratum korneum. Ekspresi gen AQP3 dan protein

menurun pada penuaan kulit akibat pajanan sinar matahari.

Page 12: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

Ekspresi m-RNA AQP3 berkurang dengan bertambahnya usia, lebih rendah

pada usia >60 tahun. AQP3 memegang peranan penting dalam migrasi keratinosit

epidermis kulit manusia dan proses penyembuhan luka (wound healing). Peran AQP3

sangat penting pada proliferasi keratinosit epidermis, karena itu AQP3 merupakan

target potensial untuk pengembangan obat yang berhubungan dengan wound healing.

Ekspresi AQP3 gen dan protein pada kulit terproteksi yang tidak terpapar

sinar ultraviolet menurun dengan bertambahnya usia atau proses penuaan kulit. AQP3

memfasilitasi transportasi air melewati membran sel, ekspresi AQP3 gen-hidrasi kulit

sehingga bahan aktif kosmetika yang dapat memodulasi ekspresi AQP3 akan menjadi

agen hidrasi dan proliferasi sel-sel kulit yang efektif.

Beberapa penelitian memperlihatkan regulasi ekspresi AQP3 pada keratinosit.

Cao dkk meneliti AR sebagai regulator proliferasi dan diferensiasi keratinosit dapat

meningkatkan ekspresi AQP3 dua kali lipat setelah 2 jam pada kultur keratinosit.

Ekstrak Piptadenia colubrina menjaga hidrasi seluler dan menginduksi gen AQP3,

gen involucoin dan fillagrin pada kultur keratinosit.

Ekspresi AQP3 Pada Keratinosit Epidermis Kulit Manusia

Ekspresi AQP3 ini dinyatakan dalam membran keratinosit epidermis dan

sitoplasma, tampak sangat banyak dalam kelompok umur <20 tahun (Gbr.1). RT-

PCR, imunositokimia dan analisis western blot menunjukkan bahwa AQP3 mRNA

dan protein secara signifikan lebih rendah pada kelompok umur >60 tahun daripada

usia 30-45-tahun (p< 0.05) dan kelompok umur <20 tahun dalam KEKM (p <0.05).

AQP3 mRNA dan protein di KEKM berasal dari kelompok umur 30-45 tahun secara

signifikan lebih rendah daripada yang berasal dari dari kelompok umur <20 tahun (n

= 6).

Penelitian Cao dkk membuktikan bahwa AQP3 juga terekspresi pada kultur

sel fibroblas kulit manusia, yang pada proses penyembuhan luka normal. Epidermal

Growth Factor (EGF) mengontrol migrasi fibroblas dan juga menginduksi ekspresi

AQP3 dimana sangat tergantung pada dosis dan waktu.

Page 13: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

Gambar 1. Ekspresi AQP3 pada keratinosit. (a) Imunositokimia AQP3 pada KEKM

di masing-masing kelompok (x400). (b) Grafik meringkas data yang disajikan dalam

(a). n = 6 kelompok umur <20 tahun : 0.64-0.12; Kelompok umur 30-45 tahun : 0.34-

0.08; Kelompok umur >60 tahun : 0.18-0.06. * Signifikan secara statistik pada p<

0.05.

AQP3 diekspresikan pada lapisan basal keratinosit pada kulit normal,

fungsinya terutama untuk memungkinkan gliserol pindah ke lapisan atas dari

epidermis dan stratum korneum. Studi pada tikus yang kekurangan AQP3

menunjukkan kulitnya kering dengan berkurangnya hidrasi stratum korneum,

penurunan elastisitas, dan gangguan biosintesis. Hal ini menunjukkan pentingnya

AQP3 dalam fisiologi kulit menjadi dasar ilmiah yang rasional untuk pengujian

gliserol dan bahan aktif lain dalam kosmetika pelembab.

Page 14: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

Gambar 2. Immunolocalization pada AQP3 dengan imunofluoresensi langsung

(hijau) pada epidermis manusia (a) dan tikus (b). Dalam epidermis manusia, AQP3

ditemukan pada stratum basal dan stratum spinosum. Dalam epidermis tikus, AQP3

hanya terdeteksi pada stratum basal, sedikit atau tidak ada pewarnaan pada stratum

granulosum atau stratum korneum.

2.8. Kerangka Teori

Proses penuaan (aging) pada kulit berakhir pada cell senescence, terjadi

penurunan kemampuan proliferasi dan turn over sel-sel kulit pada sel epidermis dan

dermis. Proses aging dipengaruhi oleh pajanan ultraviolet dan reactive oxygen

species.

Strategi untuk penemuan kosmeseutikal anti penuaan kulit ditujukan pada proses

peningkatkan kemampuan remove and repair sel-sel kulit. Pengembangan

kosmeseutikal juga ditujukan pada genomik skin care melihat ekspresi gen AQP3

yang mengatur trasport air dan gliserol pada sel keratinosit epidermis. AQP3

terekspresi pada membran plasma sel keratinosit di lapisan basal epidermis dan

berperan pada proses proliferasi keratinosit dan hidrasi kulit yang diperlukan dalam

proses penyembuhan luka (wound healing).

Kemampuan bahan aktif yang dapat meningkatkan ekspresi gen AQP3 pada sel

keratinosit memungkinkan pengembangan bahan aktif untuk terapi penyakit kulit

Page 15: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

dengan proliferasi abnormal dan gangguan homeostasis kadar air (hidrasi kulit)

termasuk proses penuaan kulit.

2.9. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini diharapkan Asiatikosida sebagai bahan aktif dari Centella

asiatica dapat meningkatkan ekspresi AQP3 pada sel NHEK (Normal Human

Epidermal Keratinocyte) tapi tidak bersifat sitotoksik. Fokus penelitian ini ingin

melihat apakah formulasi kosmeseutikal herbal Asiatikosida dalam Centella asiatica

dapat meningkatkan ekspresi gen AQP3 yang berperan mengatur hidrasi dan

proliferasi sel kulit dalam proses penyembuhan luka jika dibandingkan dengan asam

retinoat.

Elasticity

Page 16: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

2.10. Hipotesis penelitian

1. Asiatikosida dalam Centella asiatica dapat meningkatkan ekspresi AQP3 pada

keratinosit epidermis kulit manusia.

2. Asiatikosida dalam Centella asiatica dapat meningkatkan ekspresi AQP3 pada

keratinosit kulit manusia lebih tinggi daripada AR.

Asiatikosida dalam Centella asiatica

Sel NHEK

(Normal Human Epidermial Keratinocyte)

Asam retinoat

Ekspresi AQP3

Page 17: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

BAB 3

METODE PENELITIAN

a. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vitro menggunakan cell

line Normal Human Epidermal Keratinocyte (NHEK) yang diperoleh dari kultur

primer yang berasal dari kulit preputium anak usia 4-8 tahun.

Penelitian dibagi menjadi penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

1. Penelitian pendahuluan: uji proliferasi sel NHEK setelah pemajanan terhadap

a. Asiatikosida dalam Centella asiatica

b. Asam retinoat

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk optimasi Asiatikosida dalam Centella

asiatica dan asam retinoat sehingga dapat menentukan bentuk sediaan dan dosis yang

optimal yang akan digunakan dalam penelitian utama.

2. Penelitian utama:

a. Analisis ekspresi protein AQP3 pada sel NHEK dengan pemeriksaan

imunositokimia menggunakan antibodi Anti-Aquaporin3 ab125219

setelah pemajanan Asiatikosida dalam Centella asiatica dibandingkan

dengan AR.

b. Hasil kuantitatif imunositokimia dianalisis menggunakan software

ImageJ.

3.2 Strategi Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan studi eksperimental analitik. Parameter yang

diukur adalah

Page 18: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

1. Analisis proliferasi keratinosit setelah dipajankan Asiatikosida dalam Centella

asiatica dan asam retinoat menggunakan uji MTT dalam satuan persen (%).

2. Analisis kuantitatif hasil imunositokimia protein AQP3 dengan menggunakan

Software ImageJ dalam satuan densitas partikel (µm2).

3.3. Bahan Penelitian

3.3.1. Kultur Sel Keratinosit

Kultur sel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan sel primer

yang berasal dari kulit preputium. Uji proliferasi dan imunositokimia untuk

keratinosit digunakan keratinosit passage 2 (Sun X) dari laboratorium terpadu

Universitas Yarsi.

3.3.2 Sampel Uji

Asiatikosida dalam Centella asiatica yang berasal dari Tawangmangu

disiapkan dan dibuat di laboratorium Teknologi Farmasi dan Medika BPPT kawasan

PUSPITEK Serpong dengan derajat deasetilisasi >75%. Asam retinoat didapat dari

perusahaan kimia BASF.

Bahan Uji berupa:

1. Asiatikosida dalam Centella asiatica (EECA) dengan dosis 0,25 mg/mL, 0,5

mg/mL dan 1 mg/m untuk uji proliferasi keratinosit pada epidermis kulit

manusia serta uji imunositokimia ekspresis protein aquaporin-3.

2. Asam retinoat dengan dosis 0,25 mg/mL, 0,5 mg/mL dan 1 mg/m untuk uji

proliferasi keratinosit pada epidermis kulit manusia serta uji imunositokimia

ekspresis protein aquaporin-3.

3.4. Tempat dan Waktu Penelitian

Page 19: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

1. Penelitian pendahuluan untuk uji proliferasi keratinosit dilakukan di

Teknologi Farmasi dan Medika BPPT kawasan PUSPITEK Serpong pada

bulan Januari-Maret 2016.

2. Penelitian ekspresi protein AQP3 dan Analisis ekspresi gen AQP3 (penelitian

utama) dilakukan di Laboratorium Transmission Electron Microscopy (TEM)

dan Histologi Lembaga Biologi Molekuler Eijkman pada bulan April 2016-

Juni 2016.

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1 Uji Proliferasi Keratinosit menggunakan Uji MTT.

Uji MTT adalah uji menggunakan microplate tanpa memerlukan proses

transfer sel. Metode ini diadaptasi untuk mengukur proliferasi dan sitotoksisitas

secara sensitif, cepat, dan semi-otomatis tanpa isotop l0 radioaktif. Uji MTT

didasarkan pada kemampuan selektif sel-sel hidup untuk mengurangi warna kuning

hasil presipitasi dari senyawa 3-(4,5-dimethylthiazolbromide). Jumlah sel yang hidup

terdeteksi karena konsentrasi produk reaksi MTT terlarut dan diukur menggunakan

spektrofotometer. Kelarutan produk MTT-reduksi formazan sedikit dalam isopropil

alkohol sementara karakteristik penyerapan yang lebih baik diamati dengan minyak

mineral dan DMSO sebagai pelarut. Jumlah produk formazan yang dihasilkan dan

kemudian diukur setelah pelarutan dalam DMSO sebanding dengan jumlah sel,

meskipun absorbansi mutlak untuk sejumlah sel yang diberikan bervariasi antara jenis

sel.

Pada 96 sumur dari monolayer fibroblas ditambahkan 20 µL MTT, dan

diinkubasi pada 37° C selama lebih 4 jam, kemudian ditambahkan 50 µL DMSO ke

setiap sumur. Setelah 15 menit inkubasi, absorbansi dideteksi dengan menggunakan

ELISA reader pada panjang gelombang 540 nm sampai dengan 690 nm. Uji MTT

diulang tiga kali menggunakan 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-il)-2,5-diphenyltetrazolium

bromida sebagai substrat, yang secara aktif diserap oleh kertinosit dan kemudian

Page 20: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

dinormalisasi dengan suksinat dehidrogenase mitokondria dengan melakukan

penambahan Nikotinamida Adenina Dinukleotida Dehydrogenase (NADH) yang

mengubah larutan berwarna kuning dalam air menjadi warna ungu formazane yang

tidak larut dalam air. Aktivitas proliferasi keratinosit dievaluasi pada 24, 48, dan 72

jam setelah perlakuan.

3.5.2. Uji Imunositokimia

Imunositokimia adalah teknik pendeteksi protein atau antigen spesifik pada

suspensi sel yang menggunakan antibodi spesifik. 103

Persiapan awal coverslip dibungkus dengan polieteilen selama 1 jam, bilas

dengan H2O steril 3x5 menit, keringkan dan sterilkan di bawah sinar ultraviolet

selama 4 jam. Tumbuhkan sel pada kaca coverslip dan bilas dengan Phosphate Buffer

Saline (PBS).

Fiksasi dengan methanol dan aseton selama 15 menit, kemudian dicuci

dengan PBS dingin 2x selama 5 menit. Untuk permeabilisasi inkubasi di PBS-Tween

20 kemudian cuci 3x dengan PBS selama 5 menit. Untuk blocking dan inkubasi

dalam 1% Bovine Serum Albumin (BSA) dalam Phosphate Buffered Saline Tween

(PBST) selama 30 menit, kemudian dilanjutkan dengan inkubasi di antibodi primer

selama 24 jam pada suhu 4⁰C, dengan pengenceran 1:10 untuk sel fibroblas dan 1:25

untuk keratinosit. Tuang dan cuci sel dengan PBS 3x selama 5 menit. Inkubasi lagi

dengan antibodi sekunder selama 1 jam, kemudian dicuci kembali dengan PBS 3x

selama 5 menit. Terakhir diinkubasi lagi dalam 3,3'Diaminobenzidine

tetrahydrochloride (DAB) dan bilas dengan PBS selama 3 menit dalam kondisi gelap.

Untuk counterstain dan mounting, sel diinkubasi dengan hematoxylin 5-7 kali, dicuci

dengan H2O 3 menit, difiksasi berturut-turut dengan etanol 96% 5x, etanol absolut

5x, dan mounted dengan gliserin gel dan coverslip. Ekspresi protein AQP3 pada sel

fibroblas dan keratinosit dianalisis menggunakan mikroskop cahaya Nikon dengan

Page 21: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

pembesaran 400x. Pemeriksaan imunositokimia dilakukan di laboratorium TEM

Lembaga Eijkman di jalan Diponegoro, Jakarta.

3.5.3. Analisis Kuantitatif Protein AQP3 dalam Sel Keratinosit dengan software

ImageJ dari hasil Imunositokimia

Foto hasil imunositokimia disimpan dalam format gambar dan diedit untuk

menghapus bagian inti sel dan area yang tidak diinginkan guna menghitung ekspresi

warnanya. Foto yang sudah diedit disimpan dalam bentuk JPEG. Software ImageJ

dibuka untuk memilih gambar yang akan dianalisis. Ketika gambar telah terbuka,

pilih “Color Treshold” maka warna pada gambar akan diubah menjadi hitam putih

sehingga protein yang akan dianalisis berubah menjadi partikel-partikel hitam dengan

mengganti “Treshold Color” menjadi “Black and white” dan “Color Space” menjadi

“Hue Saturation Brightness”. Gambar akan berubah menjadi partikel hitam dan

putih, kemudian dianalisis dengan “Analyze Particle”. Tabel hasil perhitungan Image

J akan muncul beberapa saat. Tabel hasil perhitungan disimpan, dalam format yang

akan berubah menjadi Excel untuk dianalisis lebih lanjut dalam bentuk grafik, Total

Area, yaitu dengan cara merata-ratakan total area sebelum diubah dalam bentuk

grafik. 104

3.6. Analisis Statistik

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk gambar, tabel, atau grafik.

Untuk menilai hubungan kemaknaan dilakukan uji ANOVA one way apabila terdapat

perbedaan bermakana maka dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey. Nilai kemaknaan

ditentukan pada p<0,05 menggunakan software Statistical Package for the Social

Sciences (SPSS).

3.7. Alur Penelitian

Page 22: Lomba Proposal 2 (Jgn Dipake)

Analisis Aktivitas Proliferasi Keratinosit dengan Uji MTT

Analisis Ekspresi Protein AQP-3 dengan Teknik Imunositokimia dan Software

Image-J pada Keratinosit

Normal Human Epidermal Keratinocyte

Asiaticosida dalam Centella asiatica (3 dosis)

Kontrol Positif Asam Retinoat (3 dosis)

Kontrol Negatif

Analisis Aktivitas Proliferasi Keratinosit

24 jam (3

24 jam (3

24 jam (3

Normal Human Epidermal Keratinocyte

Asiaticosida dalam Centella asiatica (3 dosis)

Asam retinoat (3 dosis)

Analisis Ekspresi AQP3

Analisis Kuantitatif Ekspresi AQP3

Software Image-J

Teknik Imunositokimia

UJ I

MTT

UJ I

MTT

UJ I

MTT

24 jam