14
ALOPECIA AREATA 1.1 Latar belakang Alopecia adalah istilah medis yang digunakan untuk mengungkapkan kerontokan rambut atau kebotakan. Ada beberapa jenis kerontokan rambut yang memiliki gejala dan penyebab yang berbeda. Menurut mekanisme terjadinya, alopecia dapat terjadi dengan atau tanpa disertai pembentukan jaringan parut (sikatrikal dan non sikatrial). Kelompok alopecia non sikatrial antara lain meliputi alopecia androgenik,alopecia areata,alopecia yang berhubungan dengan proses sistemik,serta alopecia traumatik. Alopecia areata menyebabkan bercak kebotakan tentang ukuran koin besar . Mereka biasanya muncul pada kulit kepala tetapi bisa terjadi di mana saja pada tubuh . Hal ini dapat terjadi pada semua usia, Alopecia areata merupakan penyakit yang disebabkan oleh kesalahan autoimun. Sistem kekebalan tubuh membuat sel darah putih (limfosit) dan antibodi untuk melindungi terhadap benda asing seperti bakteri, virus, dan kuman lainnya. Pada penyakit autoimun, telah terjadi kesalahan sistem kekebalan tubuh dimana bagian tubuh dianggap sebagai benda asing. Pada orang dengan alopecia areata, banyak sel darah putih berkumpul di sekitar akar rambut yang terkena (folikel rambut), di sanalah telah terjadi kesalahan dari autoimun. Hal ini menyebabkan beberapa peradangan ringan yang mengarah dalam beberapa cara untuk rambut menjadi lemah dan jatuh menyebabkan kebotakan.

Lp Alopecia Areata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan pendahuluan alopecia areata

Citation preview

Page 1: Lp Alopecia Areata

ALOPECIA AREATA

1.1  Latar belakang

Alopecia adalah istilah medis yang digunakan untuk mengungkapkan kerontokan  rambut

atau kebotakan. Ada beberapa jenis kerontokan rambut yang memiliki gejala dan penyebab yang

berbeda. Menurut mekanisme terjadinya, alopecia dapat terjadi dengan atau tanpa disertai

pembentukan jaringan parut (sikatrikal dan non sikatrial). Kelompok alopecia non  sikatrial

antara lain meliputi alopecia androgenik,alopecia areata,alopecia yang berhubungan dengan

proses sistemik,serta alopecia traumatik.

Alopecia areata menyebabkan bercak kebotakan tentang ukuran koin besar . Mereka

biasanya muncul pada kulit kepala tetapi bisa terjadi di mana saja pada tubuh . Hal ini dapat

terjadi pada semua usia, Alopecia areata merupakan penyakit yang disebabkan oleh kesalahan

autoimun. Sistem kekebalan tubuh membuat sel darah putih (limfosit) dan antibodi untuk

melindungi terhadap benda asing seperti bakteri, virus, dan kuman lainnya. Pada penyakit

autoimun, telah terjadi kesalahan sistem kekebalan tubuh  dimana  bagian tubuh dianggap

sebagai benda asing. Pada orang dengan alopecia areata, banyak sel darah putih berkumpul di

sekitar akar rambut yang terkena (folikel rambut), di sanalah telah terjadi kesalahan dari

autoimun. Hal ini menyebabkan beberapa peradangan ringan yang mengarah dalam beberapa

cara untuk rambut menjadi lemah dan jatuh menyebabkan kebotakan.

2.1       Etiologi

Penyebab sebenarnya dari alopesia areata tidak diketahui. Faktor yang mungkin berperan

adalah faktor genetik, autoimun dan faktor  lingkungan.

2.1.1 Genetik

Pentingnya faktor genetik pada alopesia areata ditandai oleh tingginya frekuensi pada

individu dengan keluarga yang mempunyai riwayat alopesia areata. Dilaporkan, kasus ini

berkisar dari 10 sampai 20% kasus, tetapi kasus-kasus ringan sering diabaikan atau tersembunyi

dari jumlah yang sebenarnya lebih besar. Sekitar 6% dari anak dengan riwayat keluarga alopesia

areata akan beresiko terkena alopesia areata selama masa hidupnya.

Page 2: Lp Alopecia Areata

2.1.2  Autoimun

Banyak bukti yang mendukung hipotesis bahwa alopesia adalah kondisi autoimun. Proses

ini diperantarai sel T, antibodi yang ditemukan pada struktur folikel rambut dimana frekuensinya

meningkat pada pasien alopesia areata dibandingkan dengan subyek kontrol. Dengan

menggunakan immunofluorescence, antibodi pada akar rambut pada fase anagen ditemukan

sebanyak 90% dari pasien dengan alopesia dibandingkan dengan subyek kontrol sebanyak 37%.

Respon autoantibodi adalah target beberapa struktur folikel rambut pada fase anagen. Selubung

akar luar adalah struktur yang paling sering, diikuti oleh selubung akar dalam, matriks, dan

batang rambut. Apakah antibodi ini memainkan peran langsung dalam patogenesis tidak

diketahui dengan pasti. Temuan dari lesi alopesia areata menunjukkan limfositik perifollicular di

sekitar folikel rambut pada fase anagen. Infiltrat ini terdiri dari sel T-helper dan pada tingkat

lebih rendah, sel T-supresor. CD4 + dan CD8 + limfosit mungkin memainkan peran penting

karena menipisnya hasil subtipe T-sel dalam pertumbuhan kembali yang  lengkap atau sebagian

rambut.

Pada alopesia areata kelainan pada respon imunitas humoral tidak terlalu menonjol.  Nilai

immunoglobulin (Ig) pada umumnya normal  walaupun ada yang menjumpai sedikit di bawah

normal. Pemeriksaan imunoflueoresensi langsung pada lesi-lesi skalp kadang-kadang IgG dan

IgM sepanjang zona membran basalis folikel rambut pada 92% kasus alopesia. Peneliti lain

menjumpai endapan-endapan IgC, IgM  baik di zona membran basalis maupun di ruang

interselular sarung akar dalam. Data-data di atas menunjang peranan faktor imun di dalam

patogenesis alopesia areata. Autoantibodi terhadap organ spesifik di dalam sirkulasi, dijumpai

meningkat frekuensinya pada 5 – 25% penderita alopesia areata. Antibodi-antibodi tersebut

adalah terhadap tiroid, sel parietal gaster dan otot polos serta antinuklear. Tetapi beberapa

penulis tidak dapat membuktikan hubungan antara alopesia areata dengan autoantibodi organ

spesifik. Alopesia areata kadang-kadang dikaitkan dengan kondisi autoimun lain seperti

gangguan alergi, penyakit tiroid, vitiligo, lupus, rheumatoid arthritis, dan kolitis ulseratif.

2.1.3  Faktor Lingkungan

Pemikiran bahwa alopesia areata disebabkan oleh infeksi, baik langsung atau sebagai

akibat dari fokus infeksi, memiliki sejarah yang panjang dan masih tidak dapat

Page 3: Lp Alopecia Areata

disingkirkan. Laporan sporadis menghubungkan alopesia areata dengan agen infektif masih terus

muncul. Ditemukan mRNA untuk sitomegalovirus pada lesi alopesia, tapi ini tidak dikonfirmasi

dalam penelitian selanjutnya. Faktor yang paling sering terlibat dalam memicu alopesia areata

adalah stres psikologis, tetapi pada penelitian masih sulit untuk menentukan hubungan antara

stres dan alopesia areata.

2.2 Patomekanisme Alopecia Areata

Kelainan yang terjadi pada alopesia areata dimulai oleh adanya rangsangan yang

menyebabkan folikel rambut setempat memasuki fase telogen lebih awal sehingga terjadi

pemendekan siklus rambut. Proses ini meluas, sedangkan sebagian rambut menetap di dalam fase

telogen. Rambut yang melanjutkan siklus akan membentuk rambut anagen baru yang lebih

pendek, lebih kurus, terletak lebih superfisial pada middermis dan berkembang hanya sampai

fase anagen lV. Selanjutnya sisa folikel anagen yang hipoplastik ini akan membentuk jaringan

sarung akar dalam, dan mempunyai struktur keratin seperti rambut yang rudimenter. Beberapa

ciri khas alopesia areata dapat dijumpai, misalnya berupa batang rambut tidak berpigmen dengan

diameter bervariasi, dan kadang-kadang tumbuh lebih menonjol ke atas (rambut-rambut pendek

yang bagian proksimalnya lebih tipis dibanding bagian distal sehingga mudah dicabut), disebut

exclamation-mark hairs atau exclamation point hal ini merupakan tanda patognomonis pada

alopesia areata. Bentuk lain berupa rambut kurus, pendek dan berpigmen yang disebut black dot

(Olgen, et al).

Lesi yang telah lama tidak mengaibatkan pengurangan jumlah folikel. Folikel anagen

terdapat di semua tempat walaupun terjadi perubahan rasio anagen : telogen. Folikel anagen akan

mengecil dengan sarung akar yang meruncing tetapi tetap terjadi diferensiasi korteks, walaupun

tanpa tanda keratinisasi. Rambut yang tumbuh lagi pada lesi biasanya didahului oleh rambut

velus yang kurang berpigmen (Olgen, et al).

Fase Pertumbuhan Rambut

Pertumbuhan rambut terbagi ke dalam tiga fase, yaitu fase anagen, fase katagen dan fase telogen.

Setiap folikel memiliki fase pertumbuhan cepat (fase anagen), diikuti pertumbuhan yang lambat

(fase katagen) dan fase istirahat (fase telogen). Transisi dari fase telogen ke fase anagen terjadi

ketika satu atau dua sel matriks pada basal folikel telogen, dekat dengan papila dermal diaktivasi

Page 4: Lp Alopecia Areata

untuk menumbuhkan batang rambut yang baru. Siklus pertumbuhan rambut akan terus terjadi

sampai sudah terjadinya inaktivasi folikel akibat penuaan (Alonso dan Fuchs, 2006).

1. Masa anagen: sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru mendorong sel-sel tanduk

yang lebih tua ke atas. Aktivitas ini lamanya 2-6 tahun. (Soepardiman & Lily, 2010)

2. Masa katagen: masa peralihan yang didahului oleh penebalan jaringan ikat di sekitar folikel

rambut, disusul oleh penebalan dan mengeriputnya selaput hialin. Papil rambut lalu mengelisut

dan tidak lagi berlangsung mitosis dalam matriks rambut. Bagian tengah akar rambut menyempit

dan bagian dibawahnya melebar dan mengalami pertandukan sehingga terbentuk gada (club).

Antara bekas papil dan bagian bawah gada terbentang satu tiang sel epitel. Masa peralihan ini

berlangsung 2-3 minggu. (Soepardiman & Lily,2010)

3. Masa telogen atau masa istirahat dimulai dengan memendeknya sel epitel mulai dari bawah ke

atas sampai hanya tersisa suatu puting epitel kecil, yaitu benih sekunder, dan berbentuk tunas

kecil yang membuat rambut baru sehingga rambut gada akan terdorong keluar dan rontok.

(Soepardiman & Lily, 2010)

2.3  Peneguhan diagnosa

Diagnosa areata dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis gambaran infeksi klinis atas

pola alopesia , serta dapat melakukan pengamatan secara mikroskopis dengan beberapa sampel

rambut. Pada stadium akut ditemukan distrofi rambut anagen yang disertai exclamation mark

hair pada bagian proksimal, sedangkan pada stadium kronik akan didapatkan peningkatan jumlah

rambut telogen. Perubahan lain meliputi berkurangnya diameter serabut rambut, pigmentasi yang

tidak teratur.

Biopsi pada kulit kepala dapat dilakukan dengan mengambil bagian kecil kulit kepala

untuk di analisa. Pada lokasi alopecia akan menunjukkan peradang limfostik peribulbar pada

sekitar foliker anagen atau katagen disertai meningkatnya eosinofil atau sel mast.Tes darah

mungkin dilakukan jika kondisi autoimun lainnya diduga. Tes darah tertentu yang dilakukan

tergantung pada gangguan tertentu. Namun, dokter akan menguji keberadaan dari satu atau lebih

abnormalitas antibodi. Jika antibodi ini ditemukan dalam darah , maka penderita memiliki

gangguan autoimun.

Tes darah lainnya yang dapat membantu mengesampingkan kondisi lain adalah sebagai berikut:

         protein C-reaktif dan tingkat sedimentasi eritrosit

         kadar zat besi

Page 5: Lp Alopecia Areata

         antinuclear antibody test

         hormon tiroid

         testosteron bebas dan total

         folikel merangsang dan luteinizing hormone

Diagnosis Banding

Gambarkan klinis alopesia aerata yang berbentuk khas, bulat berbatas tegas biasanya

tidak memberikan kesulitan untuk menegakkan diagnosisnya. Secara mikrospis, hal tersebut

diperkuat oleh adanya rambut distrofik dan exclamation-mark hairs. Pada keadaan tertentu

gambaran seperti alopesia areata dapat dijumpai pada lupus eritomatosus diskoid, dermatofitosis,

trikotilomania atau sifilis stadium II, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lebih

lanjut (Putra, 2008). 

2.4  Terapi

Alopesia disebabkan oleh bermacam-macam factor bisa karena factor genetic, autoimun,

ektopaasit, lingkungan, alergi, dsb. Untuk itu diperlukan diagnosa yang tepat untuk menangani

kasus ini. Sehingga dari diagnose yang tepat, dokter hewan dapat memberikan terapi yang tepat

berdasarkan factor pnyebabnya. Berikut ini terapi yang dapat diberikan kepada pasien penderita

alopesia :

Kortikosteroid sebagai terapi aa

Penyakit AA merupakan penyakit inflamasi yang sebagian besar dikarenakan proses imun

yang dimediasi sel T. Oleh karena itu terapi yang digunakan untuk mengontrol penyakit ini

adalah obat yang dapat menekan proses imun. Kortikosteroid golongan glucocorticoid

merupakan terapi pilihan untuk penyakit ini, karena efektif menghambat aktivasi limfosit T dan

membantu mengontrol AA. Kortikosteroid juga membantu mengurangi inflamasi dan nyeri yang

terjadi pada AA. Walaupun dalam tubuh diproduksi glucocorticoid dalam bentuk cortisol,

namun karena cortisol mempunyai waktu paruh yang lebih pendek dan penetrasi kekulit kurang

sehingga diperlukan pemberian synthetic glucocorticoid.

Efek glucocorticoid sebagai immunosupresi dan antiinflamasi

Efek glucocorticoid salah satunya sebagai antiinflamasi dan immunosupresi dengan

mekanisme yang susah dimengerti. Baik pre- dan post transkripsi, glucocorticoid mengubah

regulasi gen pada sel target dengan berinteraksi dengan cytosolic glucocorticoid receptor (GR).

Page 6: Lp Alopecia Areata

Salah satu aksi glucocorticoid yaitu menghambat produksi sitokin proinflamasi. Inhibisi ini dapat

dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Inhibisi secara langsung dengan

transkripsi yang dimediasi GR, sehingga glucocorticoid dapat meregulasi ekspresi sitokin

dengan menambah produksi protein untuk mengganggu stabilisasi mRNA sitokin sehingga dapat

mengurangi ekspresi sitokin. Sedangkan secara tidak langsung glucocorticoid menghambat

produksi sitokin dengan mengeksitasi sintesis glococorticoid induce leucine zipper, inhibitor of

kB (IkB), dan lipocortin-1. Hal ini menyebabkan berkurangnya sintesis inflamasi. Antara

glococorticoid-induce leucine zipper dan inhibitor of kB (IkB) berfungsi menghambat aktivitas

transkripsi proinflamasi dengan demikian terjadi penurunan eskpresi gen target, meskipun

glucocorticoid meningkatkan regulasi lipocortin-1 tidak berdampak pada produksi sitokin tetapi

lipocortin-1 dapat menghambat sintesis prostaglandin dan leukotriene dimana kedua kelas ini

berperan dalam mediator inflamasi.

Glucocorticoid menekan fungsi imun sel target yaitu limfosit T, monositmakrofag,

eosinofil, sel mast, sel dendritik, dan sel endotel. Selain menekan regulasi sitokin, glucocorticoid

juga memproduksi sitokin antiinflamasi TGF-β pada sel target dengan mekanisme pre- dan post

transkripsi. Glucocorticoid bertentangan dengan ekspresi molekul adesi pada antigen presenting

cells (APCs). Hal ini mengakibatkan penurunan regulasi adesi molekul selular pada APCs. Selain

itu glucocorticoid juga menginduksi apoptosis limfosit T, monosit, dan eosinofil.

Glucocorticoid menghambat respons sel T untuk mengaktivasi stimulus dengan

menganggu T-cell receptor-mediated signaling pathways. Glucocorticoid juga menghambat sel T

helper (Th) dan khususnya sitokin Th1 sehingga mengakibatkan pergantian kearah Th2 profil

yang lebih dominan disekitar limfosit T, pergantian ini mengakibatkan antiinflamasi yang

persisten.

Metode Pemberian Kortikosteroid pada Pasien AA

Beberapa metode pemberian kortikosteroid yang dapat diberikan, yaitu berupa terapi

intralesi, topikal, maupun terapi sistemik. Metode yang diberikan tergantung dari perluasan

penyakit, derajat potensi obat, dan efek samping obat.

Kortikosteroid Intralesi

Page 7: Lp Alopecia Areata

Kortikosteroid intralesi merupakan terapi utama pada pasien AA kucing dewasa dengan

lesi pada kulit kepala kurang dari 50%, dan tidak dianjurkan bila lesinya lebih dari 50%. Terapi

ini memberikan respons sebesar 64% menggunakan triamcinolone acetonide dan 97%

menggunakan triamcinolone hexacetonide. Kortikosteroid intralesi menstimulasi pertumbuhan

rambut pada tempat injeksi. Pemberian triamcinolone acetonide menggunakan jarum 30-gauge

dengan panjang 0,5 inch dengan injeksi 0,1 ml pada setiap tempat disuntikan dengan jarak kira-

kira 1cm. Pemberian injeksi tidak diberikan secara superfisial tetapi dipenetrasi sampai dermis

bagian dalam. Konsentrasi yang diberikan berkisar antara 2,5-10 mg/ml dimana 10mg/ml

digunakan untuk kulit kepala, sedangkan konsentrasi yang lebih rendah 2,5 mg/ml digunakan

untuk alis-alis atau pada bagian wajah. Pemberian total maksimum untuk kulit kepala

direkomendasikan 3 ml pada satu kali pertemuan.

Hasil terapi awal dengan kortikosteroid intralesi biasanya terlihat setelah 1-2 bulan. Terapi

tambahan dapat diulang setiap 4-6 minggu. Yang paling penting menjauhi efek samping dari

kortikosteroid intralesi yaitu nyeri pada tempat injeksi dan atropi transien. Atropi transien dapat

terjadi pada area yang sering dilakukan injeksi, pada penggunaan volume obat dosis besar, atau

injeksi yang dilakukan tidak cukup dalam tetapi atropi ini dapat membaik setelah beberapa

bulan. Resiko katarak dan peningkatan tekanan intraokular dapat terjadi bila diberikan

kortikosteroid injeksi dekat daerah mata seperti untuk terapi alis mata. Nyeri biasanya dirasakan

pada kitten, sehingga pada usia ini terapi dengan kortikosteroid intralesi tidak dianjurkan. Pada

kasus perluasan AA (alopecia totalisi/alopecia universalis), AA yang progresif secara cepat dan

dengan lesi kronik kurang merespon dengan baik dengan pemberian obat kortikosteroid intralesi.

Kortikosteroid topikal

Beberapa kortikosteroid topikal yang memberikan efikasi pada pasien AA yaitu

fluocinolone acetonide cream, floucinolone scalp gel, betamethasone valerate lotion,

dexamethasone in a penetration-enhancing vehicle, desoximetasone cream, halcininide cream,

dan clobetasol propionate ointment, tetapi kombinasi antara betamethasone dipropionate 0,05%

dengan minoxidil memberikan efek yang lebih menguntungkan daripada diberikan

betamethasone saja. Kortikosteroid topikal diberikan kepada pasien AA dengan lesi kurang dari

50% mengenai kulit kepala terutama efektif untuk kitten. Pada beberapa kasus pemberian

kortikosteroid tidak memberikan respons. Hal ini diakibatkan obat tidak dapat mencapai bulbus

Page 8: Lp Alopecia Areata

rambut. Topikal steroid tidak memberikan efek pada perluasan alopesia areata (alopecia totalis/

alopecia universalis). Efek samping yang paling sering pada penggunaan kortikosteroid topikal

adalah folliculitis, atropi epidermis, dan infeksi lokal sehingga pemberian kortikosteroid tidak

diberikan dalam jangka waktu yang lama.

Kortikosteroid Sistemik

Terapi kortikosteroid oral diberikan untuk mengobati pasien AA dengan lesi lebih dari

50% mengenai kulit kepala atau perluasan AA (alopecia totalis/ alopecia universalis). Obat

kortikosteroid sistemik yang dapat diberikan adalah prednisolon oral. Pemberian obat ini untuk

pasien AA dianjurkan dengan dosis 1mg/kg/hari untuk kucing dewasa dan 0,1-1mg/kg/hari untuk

kitten. Dosis yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rambut pasien AA antara 30-150 mg perhari.

Terapi dengan kortikosteroid intramuskular, mempunyai efek recurrence yang tinggi dan sedikit

memberikan hasil pada pasien. Sedangkan terapi dengan intravena methylprednisolon 250 mg 2

kali sehari selama 3 hari beruntun ini efektif mengontrol kerontokan fase aktif terutama pada

perluasan alopesia areata. Terapi kortikosteroid sistemik diberikan dalam jangka waktu 1-6

bulan. Bila jangka waktu yang diberikan diperpanjang harus hati-hati dengan efek samping yang

dapat terjadi seperti efek yang berhubungan dengan tulang terutama pada saat mengobati kitten.

Efek samping lainnya dapat berupa insufisiensi adrenal akut, demam, mialgia, atralgia, malaise,

abnormalitas elektrolit dan cairan, hipertensi, hiperglikemia, meningkatkan kerentanan terhadap

infeksi, osteoporosis, gangguan behavior, katarak, dan cushing syndrome.

3.1 Kesimpulan

Alopecia areata merupakan penyakit yang disebabkan oleh kesalahan autoimun. Sistem

kekebalan tubuh membuat sel darah putih (limfosit) dan antibodi untuk melindungi terhadap

benda asing seperti bakteri, virus, dan kuman lainnya. Pada penyakit autoimun, telah terjadi

kesalahan sistem kekebalan tubuh  dimana  bagian tubuh dianggap sebagai benda asing.

Penyebab sebenarnya dari alopesia areata tidak diketahui. Namun ada beberapa faktor yang

mungkin berperan adalah faktor genetik, autoimun dan faktor  lingkungan. Diagnose dilakukan

dengan melihat gejala klinis gambaran infeksi klinis atas pola alopesia, serta dapat melakukan

pengamatan secara mikroskopis dengan beberapa sampel rambut. Biopsi dan pemeriksaan darah

juga dapat digunakan untuk menunjang diagnosa. Adapun terapi yang dapat diberikan pada

Page 9: Lp Alopecia Areata

pasien penderita alopecia diantaranya Kortikosteroid, glucocorticoid, dan Vitamin E. Hal ini

tergantung dari factor penyebab alopesia itu sendiri. Sehingga diagnose yang tepat berperan

penting dalam memberikan terapi atau resep obat kepada pasien yang berpengaruh dalam

kesembuhan pasien.

3.2 Daftar Pustaka

Alonso, L. Dan Fuchs, E. 2006. The Hair Cycle. Journal Of Cell Science. 119: 391393.

Olgen A.E. Hair Disorders. In. Fitzpatrick TB, Et Al Eds. Dermatology In General Medicine 5 th Ed.

New York : MC Graw – Hill Lnc,' L999 : 729 – 46.

Putra,Imam Budi. 2008. Alopesia Areata. USU E-Repository. Medan.

Putri, N.P.J., Dan Sugiritama, I.W., 2011, Kortikosteroid Sebagai Terapi Alopesia Areata , Universitas

Udayana, Denpasar.

Soepardiman, Lily. 2010. Kelainan Rambut. Dalam: Djuanda, Adhi, Dkk. Ilmu Penyakit Kulit Dan

Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 301-311.