45
LAPORAN PENDAHULUAN APPENDIKTOMI A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermi vormis, dan merupakan penyebab abdomen akut (Mansjoer Arif, 2000). Sedangkan menurut (Smeltzer, 2002), Apendisitis merupakan inflamasi apendiks yaitu suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di bagian inferior seikum. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Adapun pengertian Apendisitis yang lainnya adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kuadran kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir (http://www.google.com ). Jadi, kesimpulan dari apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermi formis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran kanan bawah. B. Etiologi

Lp Apendiks

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lp Apendiks

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDIKTOMI

A. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermi vormis, dan merupakan

penyebab abdomen akut (Mansjoer Arif, 2000).

Sedangkan menurut (Smeltzer, 2002), Apendisitis merupakan inflamasi

apendiks yaitu suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di

bagian inferior seikum. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut

pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah

abdomen darurat.

Adapun pengertian Apendisitis yang lainnya adalah peradangan akibat infeksi

pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan

pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu

merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus

besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan

terletak di perut kuadran kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.

Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan

lendir (http://www.google.com).

Jadi, kesimpulan dari apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermi

formis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut

kuadran kanan bawah.

B. Etiologi

Apendisitis merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal yang berperan sebagai

penyebabnya adalah (obstruksi lumen apendiks faktor yang diajukan sebagai faktor

pencetus, kebiasaan makan-makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi, erosi

mukosa apendiks karena parasit) (Sjamsuhidayat, 2004).

C. Patofisiologi

Page 2: Lp Apendiks

D. Manifestasi Klinik

Pasien dengan apendisitis akan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: nyeri kuadran

kanan bawah disertai dengan mual, muntah, dan anoreksia, pada titik mc. Burney nyeri

tekan setempat karena tekanan, leukosit PMN meningkat, obstruksi fekalit atas massa fekal

padat, suhu kurang lebih 37,50 C – 38,50 C, konstipasi, kaki kanan fleksi karena nyeri

(Mansjoer, 2000).

E. Komplikasi

Terlampir.

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendisitis tergantung dari nyeri apendisitisnya akut atau kronis.

Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical) dan pembedahan

(surgical).

1. Non bedah (non surgical)

Penatalaksanaan ini dapat berupa :

a. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari)

b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses pasase makanan

c. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva pada makanan

d. Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi, coklat, dan jus jeruk

e. Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah masalah refluks

nonturnal

f. Tinggikan kepala tidur 6-8 inchi untuk mencegah refluks nonturnal

g. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan gradient tekanan gastro

esophagus

h. Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat memperberat esofagistis

2. Pembedahan

Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan hal-hal sebagai berikut :

Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri tekan atau massa yang

dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke lateral rektus abdominalis. Mesenterium

apendikular dan dasar apendiks diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan ditanamkan ke

dinding sekum dengan menggunakan jahitan purse string untuk meminimalkan kebocoran

intra abdomen dan sepsis.

Kavum peritoneum dibilas dengan larutan tetrasiklin dan luka ditutup. Diberikan antibiotic

profilaksis untuk mengurangi luka sepsi pasca operasi yaitu metronidazol supositoria

(Syamsuhidayat, 2004).

Page 3: Lp Apendiks

G. Pengkajian Fokus

1. Biodata

Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.

2. Pola Nutrisi

- Makan bersuhu ekstrem

- Mengurangi pedas, alkohol, berlemak, kopi, coklat dan jus jeruk

3. Lingkungan

Dengan adanya lingkungan yang bersih maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik

daripada tinggal di lingkungan yang kotor.

4. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilicus.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya

keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan

keluhan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.

5. Pola kesehatan fungsional menurut Gordon

a. Pola persepsi dan kesehatan

Pandangan klien dan keluarga tentang penyakit dan pentingnya kesehatan bagi klien dan

keluarga serta upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi masalah kesehatannya.

b. Pola nutrisi dan metabolik

Bagaimana pola nutrisi klien sebelum dan selama dirawat, apa porsi makan klien, apakah

selalu menghabiskan porsinya, apakah klien mengalami mual, muntah saat makan, apakah

ada pantangan makanan.

c. Pola istirahat dan tidur

Apakah klien mengalami perubahan pola istirahat tidur, berapa frekuensi tidur klien.

d. Pola persepsi sensori dan kognitif

Bagaimana persepsi klien terhadap nyeri yang dirasakan diukur dengan PQRST.

P : Nyeri bertambah saat aktivitas dan berkurang saat istirahat

Q : Nyeri dirasakan seperti apa

R : Nyeri terjadi pada daerah atau lokasi mana

S : Berapa skala nyeri yang dirasakan klien

Page 4: Lp Apendiks

T : Nyeri dirasakan intermitten atau continue

e. Pola aktivitas dan latihan

Bagaimana aktivitas klien sehari-hari, apa aktivitas klien.

6. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Lemah atau baik

b. Tingkat kesadaran : Composmentis

c. Tanda-tanda : TD : Hipotensi, RR : Takipnea, N : Takikardi, t : Hipertensi

d. Kepala : Mesochepal

e. Mata : Konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak

f. Dada atau paru :

Ins : Bagaimana kembang kempis dada, simetris atau tidak

Pa : Bagaimana stermfimitus kanan kiri sama atau tidak

Pe : Pekak seluruh lapang paru atau tidak

Au : Suara cordius tampak atau tidak

g. Jantung

Ins : Ictus cordius tampak atau tidak

Pa : Ictus cordius teraba atau tidak

Pe : Konfigurasi normal atau tidak

Au : Terdapat suara abnormal atau tidak

h. Abdomen

I : Apakah ada pembesaran abdomen

Pa : Dengarkan bising usus

i. Genetalia : Apakah terpasang kateter atau tidak, bersih atau tidak

Anus : Apakah ada hemoroid atau tidak

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Bariumenema dapat memperlihatkan tanda khas appendicitis mencakup

deformitas spasme dan perpindahan kolon

b. Ultrasonografi adalah diagnostic untuk apendisitis akut

c. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non spesifik seperti

fekalit dan pola gas dan cairan yang abnormal

d. Radiografi torak menyingkirkan penyakit lapangan paru kanan bawah yang dapat

menyerupai nyeri kuadran kanan bawah karena iritasi saraf T10, T11, T12

e. Analisis urin akan menyingkirkan infeksi traktus urinarius berat

(Carpenito, Lynda Juall : 1996)

H. Pathways Keperawatan

Terlampir.

Page 5: Lp Apendiks

I. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi

bedah (Doengoes, 2000)

2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka post operasi

dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda dan gejala yang membuat diagnosa

actual (Doengoes, 2000)

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan sekunder terdapat

efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru (Ulric, 1990).

4. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi saluran pernafasan

ditandai dengan reflek batuk menurun, pusat kesadaran menurun (Doengoes, 2000)

J. Fokus Intervensi dan Rasional

Terlampir.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 1996, Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Jakarta : EGC.

Doenges Marilyn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi III, Jakarta : EGC.

Lindseth, Glenda N. 2005. Gangguan Usus Halus Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses

– proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1, Jakarta : EGC.

Mansjoer Arif, Trihartiti Kuspiji, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Media

Aesculapius, Jakarta : EGC.

Price, A. Wilson, 1992. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta :

EGC.

R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II, Jakarta : EGC.

Schwartz, Seymour. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku

Kedokteran, Jakarta : EGC.

Sidharta Priguna, 1999. Neurologi Klinis dan Praktek Umum. Jakarta : Dian Rakyat.

Smeltzer, Suzana C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 2, Alih

Bahasa dr. H. Y. Kureasa, Editor Monica Ester, SKp. Jakarta : EGC.

Ulrich Puderbaugh, Cangle, Suzane Myland. 1990. Medical Surgical Nursing Care Planning

Guider, Edisi III, Philadelphia WB. Sounders Company.

Hidayat. 2007. Askep Appendisitis. Diambil tanggal 9 Mei 2009. http://

www.hidayat2’sBlog.html.Askep Appendisitis or http://www.google.com.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Page 6: Lp Apendiks

A. Konsep Dasar Appendicitis

1. Pengertian

“Appendicitis adalah Appendiks yang mengalami obstruksi dan rentan terhadap infeksi”

(Brunner & Suddarth, 1995 : 45 ).

“Appendicitis as an accute inflamation of the veriform appendix. It is a common disorder,

with a peak incedence between age 20 and 40” (France Monahan Donavan, 1998 : 1063 ).

“Appendicitis mengacu pada radang appendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tidak

berfungsi terletak pada bagian inferior dari seikum” ( Barbara Engram, 1998:215).

Berdasarkan tiga pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa appendicitis adalah

peradangan pada appendiks yang biasanya terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun.

2. Jenis –jenis Appendicitis

a. Appendicitis Akut

Apendicitis akut adalah jenis appendicitis yang paling sering memerlukan pembedahan dan

paling sering menimbulkan kesukaran dalam memastikan diagnosanya, karena banyak

kelainan menunjukkan tanda –tanda seperti appendicitis akut. Terdapat tiga jenis

appendicitis akut, yaitu :

1) Appendicitis akut fokalis (segmentalis)

Peradangan biasanya terjadi pada bagian distal yang berisi nanah. Dari luar tidak terlihat

adanya kelianan, kadang hanya hiperemi ringan pada mukosa, sedangkan radang hanya

terbatas pada mukosa.

2) Appendicitis akut purulenta (supuratif)

Disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radangnya lebih mengeras, dapat terjadi

nekrosis dan pembusukan disebut appendicitis gangrenosa.

3) Appendicitis akut

Dapat disebabkan oleh trauma, misalnya pada kecelakaan atau operasi, tetapi tanpa lapisan

eksudat dalam rongga maupun permukaan appendiks.

b. Appendicitis kronis

Gejala umumnya samar dan lebih jarang. Appendicitis akut jika tidak mendapat pengobatan

dan sembuh dapat menjadi appendicitis kronis. Terdapat dua jenis appendicitis, yaitu :

1) Appendicitis kronik focalis

Peradangan masih bersifat lokal, yaitu fibrosis jaringan submukosa. Gejala klinis pada

umumnya tidak tampak.

2) Appendicitis kronis obliteratif

Page 7: Lp Apendiks

Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jarigan mukosa, hingga terjadi

obliterasi (hilangnya lumen), terutama pada bagian distal dengan menghilangnya selaput

lendir pada bagian itu.

3. Anatomi dan Fisiologi

Appendiks adalah bagian dari usus besar yang muncul seperti corong pada akhir seikum

mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh

beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam

rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang seikum. Sebagai suatu organ pertahanan

terhadap infeksi kadang appendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang dapat

menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen. (Syaifuddin, 1997: 80).

Panjang appendiks lajimnya adalah delapan sampai sepuluh centi meter pada orang

dewasa. Terdapat dua lapisan otot di dalam dinding appendiks, yaitu lapisan dalam

(sirkularis) merupakan penerusan otot seikum yang sama dan lapisan luar (longitudalis) dari

penyatuan tiga tenia seikum

Tabel 1

Anatomi Appendiks yang Mengalami Peradangan

4. Etiologi

Penyebab utama appendiks adalah obstruksi atau penyumbatan yang dapat disebabkan

oleh :

a. Fecalith ( massa fecal yang keras )

b. Benda asing

c. Tumor

d. Stenosis

e. Perlekatan

f. Spasme otot spinchter antara perbatasan appendiks dan seikum

g. Hiperflasia jaringan limfoid yang biasa terjadi pada anak-anak

h. Bendungan appendiks oleh adhesi

Penyebab lain appendicitis adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman – kuman seperti

Escherichia coli (80%), Streptokokus tapi kuman yang lain jarang terjadi.

5. Patofisiologi

Page 8: Lp Apendiks

Apendiks dapat mengalami peradangan, karena adanya oklusi, kemungkinan oleh fecalith

( massa fecal yang keras ), tumor atau oleh benda asing. Proses inflamasi ini dapat

meningkatkan tekanan intra abdomen yang dapat mengakibatkan kolapsnya pembuluh

darah dinding appendiks. Hal in akan mengakibatkan terjadinya invasi bakteri local, seperti ;

E. coli, Enterococci, dan lain –lain.

Setelah itu akan terjadi neutrofilic eksudasi yang melapisi dinding appendiks, terjadi kongesti

pembuluh darah dinding subserosal, dan mukosa appendiks akan menjadi granulasi

kemerahan. Kemudian terjadi peningkatan neutrofilic eksudasi, eksudat supuratif ini akan

menutupi mukosa appendiks, terbentuk abses dan ulserasi pada mukosa appediks yang

dapat meningkatkan perkembangan area nekrotik pada mukosa appendiks. Jika tidak

terdeteksi dan diobati kan berkembang jadi hemorrhagic ulserasi yang meluas pada mukosa

appendiks. Pada akhirnya akan terjadi nekrosis gangrenosa pada dinding appendiks dan

terjadilah ruptur appendiks.

6. Manifestasi Klinis

a. Gejala utama pada appendicitis adalah nyeri perut yang disebabkan oleh obstruksi

appendiks, karena itu sifatnya sama seperti pada obstruksi usus. Pada mulanya nyeri

dirasakan samar disertai ketidaknyamanan pada area epigastric atau area preumbilikal.

Setelah empat jam intensitasnya meningkat jadi kolik dan terlokalisasi di kuadran kanan

bawah. Bila penderita flatus dan buang air besar rasa sakitnya berkurang. Jika appendiks

ruptur akan terjadi peritonitis yang disertai nyeri lokal di kuadran kanan bawah di titik Mc.

Burney ( titik pertengahan antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior ) menandakan

iritasi peritonium. Nyeri perut berubah menjadi tajam dan terus –menerus. Setiap gerakan

yang menyebabkan daerah itu bergerak atau teregang akan menimbulkan nyeri. Bila terjadi

perforasi untuk sementara rasa sakit menghilang, tetapi kemudian muncul dengan rasa sakit

yang hebat di seluruh perut karena peritonitis umum.

b. Annoreksia hampir selalu ada dan muntah merupakan hal yang khas. Muntah terjadi

setelah rasa sakit, pada mulanya hilang timbul secara reflektoris.

c. Konstipasi biasa terjadi pada anak –anak, pada penderita dengan appendiks di dekat

rektum biasa terjadi diare.

d. Demam yang tidak terlalu tinggi, tetapi menjadi hiperpireksi bila terjadi perforasi.

e. Kekakuan otot rektus

f. Leukositosis (kebih dari 12.000/mm3) dengan peningkatan jumlah neutrofil sampai 75%.

7. Penatalaksanaan

a. Antibiotik dan pemberian cairan parenteral, untuk mengatasi atau mencegah

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

b. Analgetik diberikan setelah diagnosa appendicitis ditegakkan, tidak diberikan sebelum

Page 9: Lp Apendiks

penegakan diagnosa karena dapat menutupi tanda dan gejala untuk diagnosa diferensial.

c. Tidak diberikan enema karena dapat menyebabkan stimulasi iritasi peristaltik pada area

inflamasi yang dapat meningkatkan perforasi.

d. Appendiktomi, suatu operasi pengangkatan appendiks yang mengalami peradangan. Hal

ini dilakukan untuk mencegah perforasi. Appendiks diangkat melalui insisi abdomen kuadran

kanan bawah yang diawali dengan anastesi umum atau spinal.

8. Komplikasi

a. Perforasi appendiks (paling umum) yang berkembang menjadi peritonitis

b. Ileus paralitik

c. Trombosis vena portal

d. Septicemia

B. Konsep Dasar Appendiktomi

1. Pengertian

Appendiktomi adalah prosedur pengangkatan appendiks yang mengalami peradangan

dilaksanakan di bawah anastesi umum atau spinal. Persiapan pra operasi biasanya minimal,

yakni pemberian premedikasi dan persiapan kulit abdomen, sama halnya dengan operasi

lainnya misal pengaturan diet dan cairan. Insisi dibuat pada abdomen kanan bawah dimana

appendiks terdapat, appendiks diklem kemudian diangkat, bekas potongan dijahit dan

ditutup kembali. Lapisan –lapisan kulit diperbaiki dan kulit dijahit. Drainage luka biasanya

tidak diperlukan. Luka sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan kelemahan otot. Aktivitas

penuh dapat dilakukan setelah empat sampai lima minggu. Jahitan dilepas pada hari kelima

sampai tujuh, pemulangan dilakukan pada hari ke empat sampai tujuh jika tidak ada

komplikasi yang timbul. ( Moira Atree & Jane Merchant, 1996 :11 ).

Page 10: Lp Apendiks

2. Patoflow

3. Manifestasi Post Appendiktomi

a. Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat aktivitas disertai

kekakuan pada abdomen dan paha kanan.

b. Mual dan muntah.

c. Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri.

d. Dehidrasi karena adanya pembatasan masukan oral pada periode pertama post operasi.

e. Konstipasi, karena adanya pengaruh anastesi pada fungsi pencernaan.

f. Ketidaktahuan klien dalam pemulihan pasca operasi.

4. Komplikasi Post Appendiktomi

Potensial komplikasi setelah appendiktomi antara lain :

a. Peritonitis

b. Abses pelvis (lumbal)

c. Abses subfrenik (abses di bawah diafragma)

Page 11: Lp Apendiks

d. Ileus (paralitik dan mekanik)

5. Perawatan Post Operatif

a. membuat pengkajian post operatif seperti biasanya

b. mengukur tanda vital

c. mengukur intake dan output

d. memantau kesempurnaan drainage

e. memantau nyeri

f. memantau respirasi dan bersihan jalan napas

g. mengkaji bising usus dan toleransi klien terhadap imtake oral

B. Proses Keperawatan

Menurut Shore yang dikutip oleh Doengoes, proses keperawatan merupakan suatu proses

penggabungan unsur dari kiat keperawatan yang paling diperlukan dengan unsus –unsur

teori sistenm yang relevan dengan menggunakan metode ilmiah. Proses ini memasukkan

pendekatan interprsonal atau interaksi dengan proses pemecahan masalah dan proses

pengambilan keputusan. Proses keperawatan ini terdiri dari lima tahap, yaitu : pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Lima tahapan proses keperawatan, yaitu :

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses dimana data yang berhubungan dengan klien dikumpulkan secara

sistematis. Proses ini merupakan proses yang dinamis dan terorganisir yang meliputi tiga

aktivitas dasar, yaitu mengumpulkan secara sistematis, menyortir dan mengatur data yang

dikumpulkan serta mendokumentasikan data dalam format yang bisa dibuka kembali.

Pengkajian digunakan untuk mengenali dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan

kesehatan klien serta keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.

Pengkajian ini berisi :

a. Identitas

1) Identitas klien post appendiktomi yang menjadi dasar pengkajian meliputi : nama, umur,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis, tindakan medis,

nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal operasi dan tanggal pengkajian.

2) Identitas penganggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien dan sumber biaya.

b. Lingkup Masalah Keperawatan

Berisi keluhan utama klien saat dikaji, klien post appendiktomi biasanya mengeluh nyeri

pada luka operasi dan keterbatasan aktivitas

Page 12: Lp Apendiks

c. Riwayat Penyakit

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai masuk

tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan

menggunakan PQRST (paliatif and provokatif, quality and quantity, region and radiasi,

severity scale dan timing). Klien yang telah menjalani operasi appendiktomi pada umumnya

mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan

umumnya berkurang setelah diberi obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan sperti ditusuk –

tusuk dengan skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi di area operasi dapat

pula menyebar di seluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya menetap sepanjang

hari. Nyeri mungkin dapat mngganggu aktivitas sesuai rentang toleransi masing –masing

klien.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit yang

diderita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama

seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menular dalam keluarga.

d. Riwayat Psikologis

Secara umum klien dengan post appendicitis tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi

psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra

tubuh, identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri.

e. Riwayat Sosial

Klien dengan post appendiktomi tidak mengalami gangguan dalam hubungan social dengan

orang lain, akan tetapi tetap harus dibandingkan hubungan social klien antara sebelum dan

setelah menjalani operasi.

f. Riwayat Spiritual

Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan dalam

aktivitas begitu pula dalam kegiatan ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan

sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.

g. Kebiasaan Sehari –hari

Klien yang menjalani operasi pengangkatan appendiks pada umumnya mengalami kesulitan

dalam beraktvitas karena nyeri yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan

dalam perawatan diri ( mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku ), karena adaanya

toleransi aktivitas yang mengalami gangguan.

Klien akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke

Page 13: Lp Apendiks

dalam rentang normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual muntah dan konstipasi

pada periode awal post operasi karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan

setelah fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga dapat

mengalami penurunan haluaran urine karena adanya pembatasan masukan oral. Haluaran

urine akan berangsur normal setelah peningkatan masukan oral. Pola istirahat klien dapat

terganggu ataupu tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.

h. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik ini mencakup :

1) Keadaan Umum

Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari

meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat tergantung pada

periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada umumnya stabil kecuali akan mengalami

ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi appendiks.

2) Sistem Pernapasan

Klien post appendiktomi akan mengalai penurunan atau peningkatan frekuensi napas

(takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.

3) Sistem Kardiovaskuler

Umumnya klien mengalami takikardi ( sebagai respon terhadap stres dan hipovolemia),

mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah

baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan konjunctiva, adanya sianosis

dan, auskultasi bunyi jantung.

4) Sistem Pencernaan

Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat dipalpasi. Klien post

appendiktomi biasanya mengeluh mual muntah, konstipasi pada awitan awal post operasi

dan penurunan bising usus. Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah

bekas sayatan operasi.

5) Sistem Perkemihan

Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urine, hal ini terjadi

karena adanya pembatasan intak oral selama periode awal post appendiktomi. Output urine

akan berangsur normal seiring dengan peningkatan intake oral.

6) Sistem Muskuloskeletal

Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post operasi dan

kekakuan . Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi

aktivitas.

7) Sistem Integumen

Page 14: Lp Apendiks

Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah karena insisi bedah disertai

kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor kulit akan membaik seiring dengan

peningkatan intake oral.

8) Sistem Persarafan

Umumnya klien dengan post appendiktomi tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi

persarafan. Pengkajian fungsi persafan meliputi : tingkat kesadaran, saraf kranial dan

refleks.

9) Sistem Pendengaran

Pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan kesimetrisan telinga, ada tidaknya

peradangan dan fungsi pendengaran.

10) Sistem Endokrin

Umumnya klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi endrokin. Akan tetapi

tetap perlu dikaji keadekuatan fungsi endrokin (thyroid dan lain –lain)

i. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium

a) haemoglobin yang rendah dapat mengarah kepada anemia akibat kehilangan darah

b) peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya infeksi

2) Radiology

j. Terapi dan Pengobatan

Pada umumnya klien post appendiktomi mendapat terapi analgetik untuk mengurangi nyeri

dan antibiotik sebagai anti mikroba.

2. Diagnosa Keperawatan

“Menurut Nanda, diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual

dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan

untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat.” ( Marilyn. E. Doengoes,

1999 : 8).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post appendiktomi antara lain :

a. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, prosedur invasif.

b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi,

status hipermetabolik : proses penyembuhan

c. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan.

d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder terhadap

pembedahan.

e. Kurang perawatan diri (diuraikan) berhubungan dengan kelemahan post operatif, nyeri.

f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan

g. Risiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan

Page 15: Lp Apendiks

intake (pembatasan pasca operasi), peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap

pembedahan.

h. Konstipasi berhubungan dengan efek pembedahan, perubahan diet, immobilisasi.

i. Kurang pengetahuan mengenai (diuraikan) berhubungan dengan kurang terpapar

informai, tidak mengenal sumber informasi.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan adalah bukti tertulis dari tahap pengkajian dan identifikasi

masalah dan merupakan tahapan dalam proses keperawatan yang mengidentifikasi

masalah atau kebutuhan klien, tujuan atau hasil dan intervensi serta rasionalisasi dari

intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam menangani masalah atau

kebutuhan klien. (Marilyn.E. Doengoes, 1999 : 105)

a. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, prosedur invasif

1) Definisi : suatu keadaan dimana individu berisiko terkena agen oportunitis atau patogenis

(virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain) dari berbagai sumber dari dalam maupun

dari dari luar tubuh.

2) Batasan karakteristik ;

a) Data subyektif :

(1) kaji keluhan :

(a) demam terus menerus atau intermiten

(b) infeksi sebelumnya

(c) nyeri atau pembengkakan

b) Data obyektif

1) adanya luka (pembedahan, terbakar, invasif, terluka sendiri)

2) suhu meningkat

(3) status nutrisi

3) Kriteria hasil :

Meningkatkan penyembuhan luka dengan optimal, bebas tanda infeksi atau inflamasi,

drainase purulen, eritema dan demam

4) Intervensi

No Intervensi Rasionalisasi

1 2 3

1.

Page 16: Lp Apendiks

2.

3.

4.

5.

6.

7. Mandiri :

Awasi tanda vital perhatikan menggigil (demam), berkeringat, perubahan mental,

meningkatnya nyeri abdomen

Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka secara aseptik. Berikan

perawatan luka secara menyeluruh

Lihat insisi dan balutan. Catat kakakteristik luka / drainage, adanya eritema

Berikan informasi yang tepat, jujur pada klien atau orang terdekat

Kolaborasi :

Ambil contoh drainage, jika diperlukan

Berikan antibiotik sesuai indikasi

Page 17: Lp Apendiks

Bantu irigasi dan drainage jika diperlukan

Dugaan adanya infeksi pada luka operasi

Menurunkan risiko terjadinya infeksi

Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/atau pengawasan penyembuhan

peritonitis yang telah ada sebelumnya

Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu

menurunkan ansietas

Kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk mengientifikasi organisme penyebab

dan pilihan intervensi

Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang

telah ada sebelumnya) untuk meurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga

abdomen

Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir

b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi,

status hipermetabolik : proses penyembuhan

1) Definisi : keadaan dimana seseorang mempunyai risiko terjadinya dehidrasi vaskuler,

interstitial, intraseluler.

2) Batasan karakteristik

a) Mayor

(1) Ketidakcukupan masukan oral

(2) Tidak adanya keseimbangan antara intake dan output

(3) Membran mukosa atau kulit kering

(4) Berat badan kurang

b) Minor

Page 18: Lp Apendiks

(1) Peningkatan natrium darah

(2) Penurunan atau peningkatan output urine

(3) Sering berkemih

3) Kriteria hasil

Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membran mukosa,

turgor kulit, tanda vital stabil dan secara individual output urine adekuat.

4) Intervensi

No Intervensi Rasionalisasi

1 2 3

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Page 19: Lp Apendiks

8. Mandiri :

Awasi tekanan darah dan nadi

Lihat membran mukosa ; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler

Awasi intake dan output ; catat konsentrasi, berat jenis

Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus

Berikan sejumlah kecil cairan jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan diet

sesuai toleransi

Berikan perawatan mulut dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir

Kolaborasi :

Pertahankan penghisapan gaster / usus

Berikan cairan IV dan elektrolit

Tanda yang membantu mengidentifikasi fuktuasi volume intravaskuler

Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

Output urine yang pekat fan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi atau kebutuhan cairan

meningkat

Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan peroral

Menurunkan iritasi gaster / muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan

Dehidrasi menyebabkan bibir dan mulut kering dan bibir pecah- pecah

Selang nasogastrik biasanya dimasukan pada pra operasi dan dipertahankan pada fase

awal pasca operasi untuk dekompresi usus, meningkakan dekompresi usus, meningkatkan

istirahat usus, mencegah muntah

Peritoneum bereaksi terhadap iritasi atau infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar

cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolamia

(dehidrasi) dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit

Page 20: Lp Apendiks

c. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan

1) Definisi : keadaan dimana individu berada atau berisiko mengalami dan melaporkan

adanya ketidaknyamanan, berakhir dari satu detik sampai kurang dari enam bulan

2) Batasan karakteristik

a) Data Subyektif

Komunikasi (verbal / kode) dari pemberi gambaran nyeri.

b) Data Obyektif

(1) Perilaku melindungi, protektif

(2) Memfokuskan pada diri sendiri

(3) Penyempitan fokus ( perubahan persepsi )

(4) Perilaku distraksi ( merintih, menangis, mencari orang lain untuk aktivitas, gelisah )

(5) Wajah tampak menahan nyeri (meringis)

(6) Perubahan pada tonus otot ( dari malas sampai kaku )

(7) Diphoresis, perubahan tekanan darah dan nadi, peningkatan atau penurunan napas

3) Kriteria hasil

Melaporkan nyeri hilang / terkontrol, tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.

4) Intervensi

No Intervensi Rasionalisasi

1 2 3

1.

2.

3.

4.

5.

Page 21: Lp Apendiks

6.

7. Mandiri :

Kaji nyeri, catat lokasi, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan adanya perubahan nyeri

Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Dorong ambulasi dini

Berikan aktivitas hiburan

Kolaborasi :

Pertahankan status puasa sampai peristaltik kembali normal

Berikan analgesik sesuai indikasi

Berikan kantong es pada abdomen

Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada

karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya perkembangan infeksi pada luka

Menghilangkan tegangan abdomen yang meningkat dengan posisi terlentang

Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran

flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen

Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan

koping

Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/muntah

Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi lain

Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf. Catatan :

jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan

d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder terhadap

pembedahan

Page 22: Lp Apendiks

1) Definisi : penurunan kapasitas fisioligis seseorang untuk memperthankan aktivitas sampai

ke tingkat yang diinginkan

2) Batasan karakteristik

a) Mayor

(1) Perubahan respon fisiologis terhadap aktivitas ; pernapasan ( dyspneu, hyperpnea,

penurunan frekuensi )

(2) Nadi ( lemah, menurun atau meningkat berlebihan, perubahan irama, gagal untuk

kembali ke tingkat aktivitas setelah tiga menit )

(3) Tekanan darah ( gagal meningkat dengan aktivitas, diastolik meningkat lebih dari 15

mmHg )

b) Minor

Kelemahan, kelelahan, pucat / sianosis, kacau mental, vertigo

3) Kriteria hasil

Klien akan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, dengan tanda : klien mampu

beraktivitas secara progresif dan kemampuan melakukan aktivitas.

4) Intervensi

No Intervensi Rasionalisasi

1 2 3

1.

2.

3.

4.

Page 23: Lp Apendiks

5.

6.

7.

8.

9.

Mandiri :

Dorong kemajuan tingkat aktivitas klien setiap pergantian shift

Tingkatkan aktivitas perawatan diri klien dari perawatan diri parsial sampai lengkap sesuai

indikasi

Kaji kemampuan klien untuk melakukan akti vitas

Awasi tanda vital selama aktivitas

Kaji dan beri motivasi klien untuk beraktivitas

Beri penjelasan pentingnya mobilisasi

Anjurkan dan bantu untuk mobilisasi dini, tingkatkan aktivitas secara bertahap, misal : bantu

klien untuk posisi miring kanan/kiri, duduk, berdiri dan berjalan

Ubah posisi klien secara bertahap

Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terdapat palpitasi, kelemahan dan nyeri

hebat

Page 24: Lp Apendiks

Peningkatan aktivitas secara bertahap memungkinkan sistem kardiopumonal untuk kembali

paa keadaan normalnya

Partisipasi klien dalam perawatan diri memperbaiki fungsi fisiologisnya dan mengurangi

kelelahan akibat ketidakaktifan dan juga memperbaiki harga diri dan kesejahteraannya

Mempengaruhi dalam pengambilan intervensi

Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa sejumlah oksigen

yang adekuat ke jaringan

Patokan dalam pilihan intervensi

Meningkatkan pemahaman klien, agar mampu beraktivitas sesuai rentang yang da mobilitasi

dini dan peningkatan aktivitas secara bertahap dapat memperbaiki toleransi aktivitas,

memperbaiki tonus otot dan tanpa kelemahan

Membantu klien beraktivitas sesuai rentang yang dapat ditoleransi

Memfasilitasi aktivitas sesuai kemampuan

Regangan secara tiba-tiba dapat menimbulkan perubahan fisiologis yang tidak dapat

ditoleransi

dapat ditoleransi

e. Kurang perawatan diri (diuraikan) berhubungan dengan kelemahan post operatif, nyeri

1) Definisi : keadaan dimana individu mengalami gangguan untuk melakukan sebagian atau

seluruh aktivitas perawatan diri untuk diri sendiri

2) Batasan karakteristik

a) Mayor

(1) Tidak mampu makan sendiri

(2) Tidak mampu mandi sendiri ( termasuk menggosok gigi, menggunting kuku, mengikat

rambut dan memakai kosmetik )

(3) Tidak mampu memakai baju sendiri

(4) Tidak mampu melakukan toileting sendiri

(5) Tidak mampu memakai peralatan sendiri

3) Kriteria hasil

Klien akan melakukan aktivitas perawatan diri sampai batas kemampuan fisiknya

4) Intervensi

Page 25: Lp Apendiks

No Intervensi Rasionalisasi

1 2 3

1.

2.

3.

4.

Mandiri :

Berikan perawatan fisik sesuai kebutuhan

Bantu klien menyimpan barang –barang pribadinya dalam jangkauan

Instruksikan klien untuk melakukan latihan kaki yang diprogramkan delapan sampai sepuluh

kali dalam sejam

Yakinkan klien bahwa meski meski perawat hanya meluangkan waktu singkat di ruangan,

seseorang akan segera datang jika dibutuhkan

Perawatan dasar penting untuk mempertahankan hygiene yang baik saat klien tidak dapat

melakukannya sendiri

Akses mudah mengurangi kebutuhan untuk bergerak

Gerakan otot pasif atau aktif membantu mempertahankan integritas kulit, range of motion

penuh pada sendi dan sirkulasi adekuat selama periode penurunan mobilitas

Penenangan dapat menurunkan rasa takut akan tidak adanya staf dan dapat

menghilangkan perasaan terisolasi

Page 26: Lp Apendiks

f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan

1) Definisi : keadaan dimana seseorang mengalami atau berada pada kondisi rusaknya

jaringan integumen.

2) Batasan karakteristik

a) Mayor

Kerusakan pada integumen, invasi struktur tubuh

b) Minor

Lesi, edema, eritema

3) Kriteria hasil

Mendemonstrasikan tinglah laku atau teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan unutk

mencegah komplikasi.

4) Intervensi

No Intervensi Rasionalisasi

1 2 3

1.

2.

3.

4.

5.

Page 27: Lp Apendiks

6.

7.

8.

9.

10.

11. Mandiri :

Beri penguatan pada balutan awal atau penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik

yang ketat

Secara hati –hati lepaskan perekat ( sesuai arah pertumbuhan rambut ) dan balutan waktu

diganti

Gunakan barier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan perekat yang halus

(hipoalergik) untuk membalut luka yang membutuhkan penggantian yang sering

Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit

Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka

Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal atau telapak

Page 28: Lp Apendiks

tangan selama batuk

Ingatkan klien untuk tidak menyentuh area luka

Biarkan terjadi kontak antara udara dan luka sedini mungkin atau tutup luka dengan kain

kassa tipis sesuai kebutuhan.

Kolaborasi :

Berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan

Gunakan korset pada abdominal jika dibutuhkan

Beri anti biotik sesuai indikasi

Melindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah akumulasi cairan yang

dapat menyebabkan ekskoriasi

Mengurangi risiko trauma pada kulit dan gangguan pada luka

Menurunkan risiko terjadinya trauma pada kulit dan memberikan perlindungan tambahan

untuk kulit atau jaringan yang halus

Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka / berkembangnya

komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius

Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan luka, apabila

penurunan cairan terus –menerus adanya eksudat yang bau menunjukkan terjadinya

komplikasi

Menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan terjadinya ruptura

Mencegah kontaminasi luka

Membantu mengeringkan luka dan memfasilitasi proses penyembuhan luka. Pemberian

cahaya mungkin diperlukan untuk mencegah iritasi bila tepi luka bergesekan dengan

pakaian

Menurunkan pembentukan edema yang mungkin menyebabkan tekanan yang tidak dapat

Page 29: Lp Apendiks

diidentifikasi pada luka selama periode pasca operasi tertentu

Memberi pengencangan tambahan pada insisi yang berisiko tinggi ( misal pada klien yang

obesitas

Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang

telah ada sebelumnya) untuk meurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga

abdomen dan membantu penyembuhan luka

g. Risiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan

intake (pembatasan pasca operasi), peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap

pembedahan

1) Definisi : suatu kondisi dimana individu berada atau mengalami risiko penurunan berat

badan karena ketidakadekuatan masukan oral maupun peningkatan kebutuhan metabolisme

2) Batasan karakteristik

a) Mayor

Seseorang yang dilaporkan mengalami ketidakcukupan masukan oral atau mengalami

penurunan berat badan

b) Minor

(1) Berat badan menurun 10-20% dibawah normal dan tinggi serta kerangka tubuh tidak

ideal

(2) Lipatan kulit trisep, lingkar lengan atas dan lingkar otot pertengahan lengan kurang dari

60% normal

(3) Kelemahan dan nyeri otot

(4) Mudah tersinggung dan bingung

(5) Penurunan albumin serum

(6) Penurunan transferin / kapasitas pengikat zat besi

3) Kriteria hasil

Klien menunjukkan kebutuhan nutrisi yang adekuat, seimbang antara intake dan output.

4) Intervensi

No Intervensi Rasionalisasi

1 2 3

1.

Page 30: Lp Apendiks

2.

3.

4.

5.

6.

7. Mandiri :

Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian yang optimal

Pantau status hipermetabolisme ( hiperglikemia, keseimbangan nitrogen negatif, penurunan

berat badan, peningkatan frekuensi pernapasan

Ambil tindakan untuk menurunkan nyeri

Evaluasi kemungkinan mual dan muntah

Lakukan tindakan untuk mengurangi mual dan muntah

Pertahankan hygiene oral yang baik

Berikan agen anti mimetik sebelum makan bila diindikasikan

Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein, karbohidrat, vitamin dan mineral

Page 31: Lp Apendiks

untuk pembentukan fibroblas dan jaringan granulasi serta pembentukan kolagen

Hipermetabolisme diperkirakan tiga sampai empat kali pada hari pertama pasca operasi.

Nutrisi adekuat akan mengembalikan fungsi metabolik yang normal

Nyeri menyebabkan keletihan dan mual yang dapat menurunkan nafsu makan

Pengertian klien tentang sumber dan kenormalan mual dan muntah mengurangi ansietas

yang dapat membantu mengurangi gejala

Memberikan perbaikan masukan oral saat tidak mual dan muntah

Mulut yang bersih dan segar dapat merangsang nafsu makan dan mengurangi mual

Antimimetik mencegah mual dan muntah

h. Konstipasi berhubungan dengan efek pembedahan, perubahan diet, immobilisasi

1) Definisi : suatu keadaan dimana individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis

usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang dan keras.

2) Batasan karakteristik

a) Mayor

(1) Bentuk feses keras

(2) Defekasi kurang dari tiga kali dalam seminggu

b) Minor

(1) Penurunan bising usus

(2) Keluhan rektal penuh

(3) Keluhan tekanan pada rektum

(4) Mengejan dan nyeri waktu defekasi

(5) Perasaan pengosongan tidak adekuat

3) Kriteria hasil

Klien menunjukkan fungsi defekasi yang adekuat.

4) Intervensi

No Intervensi Rasionalisasi

1 2 3

1.

Page 32: Lp Apendiks

2.

3.

4.

Mandiri :

Kaji bising usus untuk menentukan kapan memberikan cairan

Jelaskan efek aktivitas harian pada eliminasi. Bantu ambulasi sesuai kebutuhan

Tingkatkan faktor –faktor yang membantu eliminasi yang optimal ( diet seimbang, masukan

cairan yang adekuat, stimulasi lingkungan rumah )

Beri tahu dokter bila bising usus tidak terdengar dalam dalam enam sampai sepuluh jam

pasca operasi atau bila tidak terjadi elminasi dalam dua sampai tiga hari pasca operasi

Adanya bising usus menunjukkan kembalinya peristaltik

Aktivitas mempengaruhi eliminasi usus dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan

merangsang nafsu makan serta peristaltik

Diet seimbang tinggi serat merangsang peristaltik. Masukan cairan yang adekuat diperlukan

untuk mempertahankan pola defekasi dan meningkatkan konsistensi feses

Tidak adanya bising usus dapat menandakan paralitik ileus, tidak adanya defekasi dapat

menandakan obstruksi

i. Kurang pengetahuan ( diuraikan ) berhubungan dengan kurang terpapar informasi, tidak

mengenal sumber informasi

1) Definisi : suatu kondisi dimana individu atau kelompok mengalami kekurangan

pengetahuan kognitif / keterampilan psikomotor mengenai suatu keadaan dan rencana

tindakan keperawatan

2) Batasan karakteristik

a) Mayor

(1) Menyatakan kurang pengetahuan / keterampilan / meminta informasi

(2) Mengekspresikan persepsi yang tidak akurat terhadap kondisi kesehatannya

Page 33: Lp Apendiks

(3) Menampilkan secara tidak tepat perilaku sehat yang diinginkan atau sudah ditentukan

b) Minor

(1) Kurang integrasi rencana tindakan ke dalam kegiatan sehari hari

(2) Menunjukkan ekspresi gangguan psikomotor, misal cemas dan depresi

3) Kriteria hasil

Menyatakan pemahaman proses penyakit dan perawatan yang dianjurkan serta

berpartisipasi dalam program pengobatan.

4) Intervensi

No Intervensi Rasionalisasi

1 2 3

1.

2.

3.

4.

Mandiri :

Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi

Diskusikan fase pemulihan setelah operasi ( hal yang harus dan tidak boleh dilakukan

setelah operasi, mengenai mobilitas dini, olahraga, mengangkat beban berat, penggunaan

pakaian diskusikan cara perawatan insisi )

Diskusikan cara perawatan insisi

Page 34: Lp Apendiks

Diskusikan gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh : peningkatan nyeri, edema

luka, kemerahan dan demam)

Memberikan informasi untuk intervensi yang sesuai

Pemahaman tentang tindakan yang harus dan tidak boleh dilakukan dapat meningkatkan

proses penyembuhan

Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan

dan proses perbaikan

Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius, contoh lambatnya penyembuhan

4. Implementasi

“Implementasi adalah tahap keempat dalam proses keperawatan dimana rencana

keperawatan dilaksanakan (melaksanakan intervensi yang telah ditentukan sebelumnya)”

(Marilyn.E.Doengoes , 1999: 105).

5. Evaluasi

“Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan dimana merupakan proses

yang kontinyu yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang

dilakukan dengan meninjau respon klien untuk menentukan keefektifan rencana perawatan

dalam memenuhi kebutuhan klien” (Marilyn.E.Doengoes 1999: 105).

Diposkan oleh feyy di 04.52