19
1 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI (CARSINOMA NASOFARING) DI RUANG KEMUNING RSUP NTB A. Pengertian Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungann dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher, Soepardi (2000). Tumor ganas adalah gangguan dalam pertumbuhan sel normal dimana sel abnormal timbul dari sel normal, berkembang dengan cepat dan menginfiltrasi jaringan, limfe dan pembuluh darah, Soepardi (2000). B. Etiologi 1. Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring

LP CA. Nasofarings

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lp ca nasofaring

Citation preview

Page 1: LP CA. Nasofarings

1

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI

(CARSINOMA NASOFARING)

DI RUANG KEMUNING RSUP NTB

A. Pengertian

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala

dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Nasofaring

tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di

bawah dasar tengkorak serta berhubungann dengan banyak daerah

penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior

leher, Soepardi (2000).

Tumor ganas adalah gangguan dalam pertumbuhan sel normal

dimana sel abnormal timbul dari sel normal, berkembang dengan

cepat dan menginfiltrasi jaringan, limfe dan pembuluh darah,

Soepardi (2000).

B. Etiologi

1. Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker

nasofaring

2. Virus Epstein-Barr, karena pada semua penderita nasofaring

di dapat titer anti virus Epstein-Barr yang cukup tinggi

3. Letak geografis

4. Rasial

1

Page 2: LP CA. Nasofarings

2

5. Jenis kelamin : laki-laki lebih sering dari wanita (70%

laki-laki : 30% wanita)

6. Genetik

7. Kebiasaan hidup

8. Pekerjaan

9. Lingkungan : iritasi bahan kimia, asap kayu bakar,

kebiasaan masak dengan bumbu masak tertentu, kebiasaan

makan makanan terlalu panas

10. Kebudayaan

11. Sosial ekonomi

12. Infeksi kuman atau parasit

C. Patofisiologi

Jaringan yang normal terdiri dari sel-sel yang dewasa

yang beraneka ragam besar dan bentuknya. Tiap sel mempunyai

nukleus yang besarnya sama. Di dalam tiap nukleus terdapat

kromosom yang mempunyai jumlah tertentu untuk tiap tempat dan

pada tiap kromosom terdapat deoxyribonuclei acid (DNA). Bila

ovum dan sperma menyatu, DNA dan RNA di dalam kromosom dari

masing-masing akan menentukan perjalanan selanjutnya dari

trilyunan sel yang akhirnya membentuk organ-organ orang dewasa

dalam perkembangan berbagai macam organ tubuh dan bagian-bagian

tubuh sel mengalami diferensiasi dalam ukuran besar. Penampakan

dan susunan sehingga histologi dapat dilihat pada bahan

Page 3: LP CA. Nasofarings

3

jaringan melalui mikroskop dan dapat diketahui dari bagian

tubuh yang mana jaringan berasal.

Perubahan pertumbuhan sel yang abnormal adalah

pertumbuhan malignan. Pertumbuhan sel yang lain adalah benigna.

Neoplasma yang jinak memperlihatkan bentuk sel dewasa bertumbuh

lamban dalam cara yang teratur di dalam kapsul. Tumor jinak

tetap berada pada suatu tempat, tidak menimbulkan anak sebar

atau metastase. Sel-sel yang maligna diyakini bahwa adanya

gangguan proses yang terletak pada pengaturan fungsi DNA.

Page 4: LP CA. Nasofarings

4

D. Patofisiologi Nursing Pathway

Infeksi virus( Virus SV –4)

Mutasi gen pengendali

pertumbuhan

Berfungsinya onkogen

( Carsinogenic Agent)

Gangguan mekanisme pengendalian

pertumbuhan normal

Perubahan epitel siliadan mukosa / ulserasi bronchusTumor Paru ( Bronkogenik)

Jinak (Epidermoid, sel besar, adeno carsinoma )- Kohesif- Tumbuh lambat- Pola teratur- Berkapsul

Ganas/kanker (Sel kecil/oat cell)- Kurang kohesif- Pertumbuhan cepat- Pola tidak teratur- Tidak berkapsul

MetastaseHematogen/Limfogen/Langsung

Multiorgan failureSepsis

Kompetisi Pemakaian

Nutrisi, rangsangan organ

viseral melalui transmitor H1,

serotonin (5 HT3), Host CytokinePenekanan

reseptor Pada lobus paru,

prostalagnin, serotonin, bradikinin,

norefinefrin, ion hidrogen, ion kalium dan subtance P

Ketakutan(Kecemasan)

Syok Sepsis

Gangguan NutrisiNyeri

Kelemahan /Intoleransi aktivitas

Resiko infeksi

Peningkatan suhu

tubuh

Lumen distal

Brokiaktasis

Ggn pertukaran gas

A. Proksim

al

Sumbatan partial/total

Pola nafas tidak efektif

Page 5: LP CA. Nasofarings

5

E. Tanda dan Gejala

a. Gejala nasofaring sendiri

Epistaksis ringan atau sumbatan hidung

b. Gejala telinga

Tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di

telinga (otalgia)

c. Gejala mata dan saraf

- Diplopia

- Neuralgia trigeminal

d. Metastasis atau gejala di leher

Benjolan di leher

F. Klasifikasi Ca. Nasofaring

1. Menurut Histopatologi:

a. Well differentiated epidermoid carcinoma.

- Keratinizing

- Non Keratinizing.

b. Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic

carcinoma

- Transitional

- Lymphoepithelioma.

c. Adenocystic carcinoma

2. Menurut bentuk dan cara tumbuh

a. Ulseratif

Page 6: LP CA. Nasofarings

6

b. Eksofilik: Tumbuh keluar seperti polip.

c. Endofilik: Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih

tinggi dari jaringan sekitar (creeping tumor)

3. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)

Tipe WHO 1:

a. Karsinoma sel skuamosa (KSS)

b. Deferensiasi baik sampai sedang.

c. Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

Tipe WHO 2:

a. Karsinoma non keratinisasi (KNK).

b. Paling banyak pariasinya.

c. Menyerupai karsinoma transisional

Tipe WHO 3:

a. Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).

b. Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik,

“Clear Cell Carsinoma”, varian sel spindel.

c. Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

Indonesia Cina

Tipe WHO 1 29% 35%

2 14% 23%

3 57% 42%

Page 7: LP CA. Nasofarings

7

4. Klasifikasi TNM

Menurut UICC (1987) pembagian TNM adalah sebagai berikut:

T1 = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring.

T2 = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.

T3 = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.

T4 = Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai syaraf otak.

N1 = Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama,

mobil, soliter dan berukuran kurang/sama dengan 3 cm.

N2 = Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama dengan

ukuran lebih dari 3 cm tetapi kurang dari 6 cm, atau

multipel dengan ukuran besar kurang dari 6 cm, atau

bilateral/kontralateral dengan ukuran terbesar kurang

dari 6 cm.

N3 = Metastasis ke kelenjar getah bening ukuran lebih besar

dari 6 cm.

M0 = Tidak ada metastasis jauh.

M1 = Didapatkan metastasis jauh.

Penentuan Stadium

Stadium I T1 N0 M0Stadium II T2 N0 M0Stadium III T3 N0 M0

T1 – 3 N1 M0Stadium IV T4 N0 – 1 M0

Semua T N0 – 3 M0Semua T Semua N M1

Page 8: LP CA. Nasofarings

8

Lokasi:

1 Fossa Rosenmulleri.

2 Sekitar tuba Eustachius.

3 Dinding belakang nasofaring.

4 Atap nasofaring.

G. Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan CT Scan daerah kepala dan leher

2. Pemeriksaan serologi Ig A anti EA dan IgA anti VCA untuk

virus Epstein Barr

3. Biopsi nasofaring dari hidung atau dari mulut

H. Penatalaksanaan Medis

1. Radiotherapi

2. Diseksi leher

3. Pembesaran terasiklin

4. Faktor transfer

5. Interfiran

6. Kemotherapi

7. Serotherapi

8. Vaksin

9. Antivirus

I. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan Ca.

Nasofaring

Page 9: LP CA. Nasofarings

9

2. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada

kepala.

3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakitnya.

4. Ketergantungan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan

dengan keadaan umum lemah ditandai

5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet,

perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya

informasi.

J. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada

kepala.

Tujuan: Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.

Kriteria hasil:

o Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.

o Pasien tenang dan wajah segar.

o Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.

Rencana tindakan:

1) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat membantu

meningkatkan tidur/istirahat.

2) Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.

Page 10: LP CA. Nasofarings

10

Rasional: Mengetahui perubahan dari hal-hal yang

merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan

mempengaruhi pola tidur pasien.

3) Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang

lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.

Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola

tidur yang lain dialami dan dirasakan

pasien.

4) Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan

teknik relaksasi .

Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam

jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan

mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.

5) Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur

pasien.

Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya

kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola

tidur sehingga dapat diambil tindakan yang

tepat.

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakitnya.

Tujuan: rasa cemas berkurang/hilang.

Kriteria Hasil:

o Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.

Page 11: LP CA. Nasofarings

11

o Emosi stabil, pasien tenang.

o Istirahat cukup.

Rencana tindakan :

1) Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.

Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang

dialami pasien sehingga perawat bisa

memberikan intervensi yang cepat dan tepat.

2) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa

cemasnya.

Rasional: Dapat meringankan beban pikiran pasien.

3) Gunakan komunikasi terapeutik.

Rasional: Agar terbina rasa saling percaya antar

perawat-pasien sehingga pasien kooperatif

dalam tindakan keperawatan.

4) Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan

anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan

keperawatan.

Rasional: Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan

keikutsertaan pasien dalam melakukan

tindakan dapat mengurangi beban pikiran

pasien.

5) Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan

tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan

pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.

Page 12: LP CA. Nasofarings

12

Rasional: Sikap positif dari timkesehatan akan membantu

menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.

6) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi

pasien secara bergantian.

Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada

anggota keluarga yang menunggu.

7) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional: Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu

mengurangi rasa cemas pasien.

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake makanan yang kurang.

Tujuan:

Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil:

o Berat badan dan tinggi badan ideal.

o Pasien mematuhi dietnya.

o Kadar gula darah dalam batas normal.

o Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

Rencana Tindakan:

1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional: Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan

nutrisi pasien sehingga dapat diberikan

tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.

Page 13: LP CA. Nasofarings

13

2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah

diprogramkan.

Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah

komplikasi terjadinya hipoglikemia /

hiperglikemia.

3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

Rasional: Mengetahui perkembangan berat badan pasien

(berat badan merupakan salah satu indikasi

untuk menentukan diet).

4) Identifikasi perubahan pola makan.

Rasional: Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan

program diet yang ditetapkan.

5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian

insulin dan diet diabetik.

Rasional: Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan

glukosa ke dalam jaringan sehingga gula

darah menurun,pemberian diet yang sesuai

dapat mempercepat penurunan gula darah dan

mencegah komplikasi.

4. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet,

perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya

informasi.

Tujuan:

Page 14: LP CA. Nasofarings

14

o Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang

penyakitnya.

Kriteria Hasil:

o Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet,

perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan

kembali bila ditanya.

o Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri

berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

Rencana Tindakan :

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang

penyakit DM dan Ca. Nasofaring

Rasional: Untuk memberikan informasi pada

pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui

sejauh mana informasi atau pengetahuan

yang diketahui pasien/keluarga.

2) Kaji latar belakang pendidikan pasien.

Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan

dengan menggunakan kata-kata dan kalimat

yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat

pendidikan pasien.

3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan

pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang

mudah dimengerti.

Page 15: LP CA. Nasofarings

15

Rasional: Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan

tepat sehingga tidak menimbulkan

kesalahpahaman.

4) Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi

pasien dan libatkan pasien didalamnya.

Rasional: Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra

langsung dalam tindakan yang dilakukan,

pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya

berkurang.

5) Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika

ada / memungkinkan).

Rasional: Gambar-gambar dapat membantu mengingat

penjelasan yang telah diberikan.

Page 16: LP CA. Nasofarings

16

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.

Edisi 8. EGC. Jakarta.

Doenges, M. G. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC.

Jakarta.

Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan

Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah

Dr Soetom Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Surabaya.

Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan

Perioperatif. EGC : Jakarta.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar

Ilmu Kesehatan THT. Edisi kekempat. FKUI : Jakarta.

Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan Telinga,

Hidung, Tenggorokan. Laboratorium Ilmu Penyakit THT

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.