Lp CA Nasopharing

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ca

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUANASKEP PADA KLIEN DENGAN CA NASOFARINGA.PENGERTIANKarsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001).

B. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer) tahun2002 ditemukan sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia dan banyakditemukan di negara Cina bagian Selatan, Asia, Mediterania dan Alaska.Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk non-Mongoloid,namun demikian di daerah Cina bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi,yaitu mencapi 2500 kasus baru per tahun atau prevalensi 39,84 per 100.000penduduk untuk Propinsi Guangdong.

Penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang diawetkan (diasap, diasin). Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogenik. Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring,sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Ditemukan pula cukup banyak kasusdi Yunani, negara-negara Afrika Utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska dan Greenland yang diduga penyebabnya karena memakan makanan yang diawetkan dengan nitrosamin pada musim dingin.Di Tunisia, insiden KNF relatif meningkat. Di Inggris dan India, insiden KNF hampir sama yaitu sebesar 0,9 per satu juta penduduk, tetapi dalam dua dekadeterakhir terjadi peningkatan yang sama pada usia yang lebih muda. Insiden ini jarang ditemukan di Jepang, Eropa dan Amerika Utara. Distribusi umur KNF di Amerika Utara dan Mediterania bersifat bimodal, yaitu terjadi peningkatan pada usia 1020 tahun dan pada umur 4060 tahun. Insiden KNF pada anak-anak dibawah usia 16 tahun di Cina sebesar 1%2%, di UK 2%4%, di Turki 1%2%, USA10%, Israel 12%, Kenya 13%, Tunisia 14%15%, India 11% dan Uganda 18%.Walaupun terdapat angka kekerapan yang bervariasi pada tiap kelompok etnik dangeografis, dari seluruh kanker insiden KNF sebesar 1%5%, tetapi 20%50%merupakan keganasan primer di nasofaring pada anak. Pada anak angka medianumur untuk perkembangan KNF adalah 13 tahun dan insiden tertinggi terjadi padalaki-laki (rasio laki-laki dan perempuan 2,8:1), dan lebih sering ditemukan padaorang kulit hitam.Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda. Pada daerah denganinsiden rendah insiden KNF meningkat sesuai dengan meningkatnya umur, padadaerah dengan insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknyapada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya.Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria dibandingpada wanita dengan rasio 2-3 : 1.Insiden yang bervariasi dari KNF berbeda berdasarkan letak geografis,kelompok etnik yang berkaitan dengan genetik dan faktor lingkungan yang jugamemegang peranan dalam perkembangan dari KNF.Di Indonesia dengan variasi etnis yang besar, KNF merupakan kanker ganasdaerah kepala dan leher yang paling banyak ditemukan, yaitu sebesar 60%.Insidennya hampir merata di setiap daerah.Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 8000 kasus per tahun diseluruh Indonesia (survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun1980 secara pathology based).Di semua pusat pendidikan dokter di Indonesia dari tahun ke tahun,karsinoma nasofaring selalu menempati urutan pertama di bidang THT.Frekuensinya hampir merata di setiap daerah. Di RSCM Jakarta saja ditemukan lebihdari 100 kasus per tahun. Di RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus pertahun, Makassar 25 kasus per tahun, Palembang 25 kasus per tahun, Denpasar 15kasus per tahun, dan di Padang sebanyak 11 kasus per tahun. Frekuensi yang tidak jauh berbeda juga ditemukan di Medan, Semarang, Surabaya dan kota-kota lain diIndonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian tumor ganas ini merata di seluruh Indonesia.Berdasarkan data kunjungan pasien di poliklinik Onkologi THT FKUI/RSCM, yang biopsinya diperiksa di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM, dari tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2009 tercatat 11 kasus KNF pada pasien yang berusia 18 tahun ke bawah, yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Usia pasien termuda adalah 12 tahun.C. ETIOLOGIInsiden karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).D. PATOFISIOLOGITerbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein lain pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai pertanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma nasofaring.Selain itu, dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) dalam Rusdiana (2006) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer. Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini. Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring. Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut nasopharynx in situ2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasofaring.

3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.E. TANDA DAN GEJALAGejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain:1. Gejala nasofaringGejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.2. Gangguan pada telingaMerupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)3. Gangguan mata dan syarafKarena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik. Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.4. Metastasis ke kelenjar leherYaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.F. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.2. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B. 3. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.4. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.G. PENATALAKSANAAN MEDIS1. Radioterapi merupakan pengobatan utama.2. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.3. Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat Radiosensitizer.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANProses keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang logis dan sistematis, dinamis, dan teratur yang memerlukan pendekatan, perencanaan, dan pelaksanan asuhan keperawatan yang metodis dan teratur dengan mempertimbangkan ciri-ciri pasien yang bersifat bio-psiko-sosial-spiritual maupun masalah kesehatannya. (Depkes R.I, 19942 :2).Perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien harus melalui proses keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan dan diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir meliputi pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi.1. PENGKAJIANData-data yang dikumpul atau dikaji meliputi :a. Identitas PasienPada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku, bangasa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor register, pekerjaan pasien, dan nama orang tua/ suami/ istri.b. Alasan DirawatPasien mengeluh ada benjolan di sekitar kepala dan leher, pusing, bersin-bersin, batuk, suara perlahan-lahan mulai hilang, dan berat badan terus menurun.c. Riwayat Kesehatan Riwayat Kesehatan DahuluTanyakan pada pasien tentang :a.Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.b.Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).c.Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. Riwayat Kesehatan SekarangPasien sering mengalami pembengkakan atau benjolan pada leher berupa tumor ganas yang terasa nyeri dan sulit untuk digerakkan. Riwayat Penyakit KeluargaPerawat perlu mengkaji tentang faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara.d. Pengkajian Fungsional Virginia Handerson1. BernapasKaji kebiasaan merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan, akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan.2. Makan dan Minum

Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, perubahan kelembaban/turgor kulit. Biasanya pasien akan mengalami penurunan berat badan akibat inflamasi penyakit dan proses pengobatan kanker.

3. Eliminasi

Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya pasien tidak mengalami gangguan eliminasi.

4. Gerak dan Aktivitas

Kaji bagaimana pasien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya pasien mengalami kelemahan atau keletihan akibat inflamasi penyakit.

5. Istirahat dan Tidur

Kaji perubahan pola tidur pasien selama sehat dan sakit, berapa lama pasien tidur dalam sehari? Biasanya pasien mengalami perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.

6. Kebersihan DiriKaji bagaimana kebersihan diri pasien sebelum dan setelah mengalami ca nasofaring.

7. Pengaturan Suhu Tubuh

Kaji suhu tubuh pasien, 8. Rasa AmanKaji bagaimana pasien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya. Apakah pasien merasa rendah diri. Biasanya pasien akan merasa sedih dan rendah diri karena penyakit yang dideritanya.

9. Rasa Nyaman

Kaji rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran

10. Sosialisasi dan Komunikasi

Kaji bagaimana peran fungsi pasien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah Sakit. Dan bagaimana hubungan sosial pasien dengan masyarakat sekitarnya. Biasanya pasien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain.

11. Rekreasi

Kaji bagaimana hubungan sosial pasien dengan masyarakat sekitarnya. Sering atau tidak menghabiskan waktu bersama keluarga atau rekan-rekan pasien.12. Bekerja

Kaji bagaimana kebiasaan kerja pasien sebelum dan setelah mengalami ca nasofaring, jika mengalami penurunan sejauh mana pasien dapat bekerja saat ini.

13. Belajar

Tanyakan pada pasien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi pasien. Biasanya pasien yang datang ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut, pasien biasanya kurang mengetahui penyebab terjadinya serta penanganannya dengan cepat

14. Spiritual

Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap pasien menghadapi penyakitnya. Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan pasien. Biasanya pasien lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.e. Pemeriksaan Fisik1)Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher.2)Pemeriksaan THT Otoskopi : Liang telinga, membran timpani. Rinoskopia anteriorPada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif. Rinoskopia posteriorPada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan. Faringoskopi dan laringoskopiKadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang. X foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan2. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Nyeri kronis berhubungan dengan pembengkakan jaringan oleh karsinoma nasofaring.2.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek yang ditimbulkan oleh radioterapi4. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra diri.3. RENCANA KEPERAWATANNoDiagnosaTujuanIntervensi

1Nyeri kronis berhubungan dengan pembengkakan jaringan oleh karsinoma nasofaring.Setelah dilakukan askep selama x 24 jam tingkat kenyamanan pasien meningkat, dan dibuktikan dengan level nyeri: pasien dapat melaporkan nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mntControl nyeri dibuktikan dengan pasien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.Manajemen nyeri :1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien sebelumnya.4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri(farmakologis/nonfarmakologis).7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.11. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.Administrasi analgetik :.1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.2. Cek riwayat alergi.3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.Setelah dilakukan askep selama24 jam pasien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuatManajemen Nutrisi1. Kaji pola makan pasien2. Kaji adanya alergi makanan.3. Kaji makanan yang disukai oleh pasien.4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan pasien.5. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh pasien.Monitor Nutrisi1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.2. Monitor respon pasien terhadap situasi yang mengharuskan pasien makan.3. Monitor lingkungan selama makan.4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu pasien makan.5. Monitor adanya mual muntah.6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra diri.Setelah dilakukan askep selama24 jam pasien menerima keadaan dirinyaDengan criteria : Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan diri Menjaga postur yang terbuka Menjaga kontak mata Komunikasi terbuka Menghormati orang lain Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok Menerima kritik yang konstruktifMenggambarkan keberhasilan dalam kelompok social Menggambarkan kebanggaan terhadap diriPeningkatan harga diri:1. Monitor pernyataan pasien tentang harga diri2. Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan3. Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain4. Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.5. Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi pasien.6. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan harga diri.7. Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif pada diri sendiri.8. Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya9. Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya10. Jangan mengejek / mengolok olok pasien11. Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi12. Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.13. Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.14. Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.15. Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri16. Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.17. Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan18. Monitor tingkat harga diri

4Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek yang ditimbulkan oleh radioterapiSetelah dilakukan askep selama 324 jam diharapkan integritas kulit pasien terjaga Dengan criteria : kulit pasien nampak bersih1. Kaji kulit dengan sering untuk mengetahui efek samping kanker2. Mandikan dengan menggunakan air hangat atau sabun3. Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep kecuali diijinkan oleh dokter4. Hindari pakaian yang ketat pada daerah tersebut

4.IMPLEMENTASI

Implementasi/pelaksanaan pada klien dengan gangguan THT : kanker Nasofaring + Post Tracheostomy dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.5.EVALUASIEvaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah tercapai.DAFTAR PUSTAKABrunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC.

Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGCSmeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.10 | PageCa. Nasofaring